Ruang lingkup Internal Implementasi Ajaran Nasionalisme dalam Kehidupan Sosial

1. Ruang lingkup Internal

Laku sangkan paraning dumadi menjadi konstruki awal terkait bagaimana memahami, memaknai dan menjalankan hidup. Cara bertindak dan interaksi sosial diantara para Putro Romo dalam realitas kehidupan Paguyuban Penghayat Kapribaden membentuk indentitas personal. Sebagai kelompok masyarakat Indonesia yang menghayati laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil, secara terus- menerus menjaga agar setiap warga bertanggungjawab atas kemurnian paringan dan wulang wuruk Romo Herucokro Semono Sesepuh yang berupa Panca Gaib Kunci, Asmo, Mijil, Singkir, dan Paweling. Secara definitif yang dimaksud dengan Laku Kasampurnan Manunggal Kinanthenan Sarwa Mijil ialah dapat dipahami melalui penjabaran-penjabaran yang meliputi sebagai berikut: a. Bertanggungjawab langsung terhadap uripnya sendiri sekaligus terhadap sang pencipta b. Hukum-hukumnya tidak bisa dilihat dan dibaca oleh mata tetapi hanya bisa dirasakan oleh Rasa Sejati maupun Sejatinya Rasa. c. Laku pribadi atau perorangan dimana setiap manusia secara pribadi menyatukan Rasanya untuk dimanunggal-kan dengan sang pencipta. d. Dinilai oleh sang pencipta e. Karena apa yang dilakukan semata-mata tertuju kepada sang pencipta. 12 Tidak hanya demikian, dalam tekstualitasnya juga ditegaskan bahwa laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil tidak bisa diukur atau dinilai dengan budi pekerti. Tegasnya, laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil dan budi pekerti adalah dua hal yang berbeda. Dimana dalam pandangan Penghayat Kapribaden yang dimaksud dengan budi pekerti ialah meliputi sebagai berikut: a. Bertanggungjawab kepada tata kehidupan dunia, antara lain keluarga, masyarakat rukun tetangga, masyarakat rukun warga, lingkungan hidup, peraturan daerah atau peraturan pemerintah, undang-undang dan lain sebagainya. Misalnya seseorang mendirikan rumah melanggar batas wilayah tetangga, maka sebagai konsekuensinya orang tersebut akan berhadapan dengan masyarakat setempat. b. Laku budi pekerti lahiriahnya dinilai oleh manusia 13 Menjadi penting pula nampaknya untuk menuai sedikit pemahaman mengenai Panca Gaib Kunci, Asmo, Mijil, Singkir, dan Paweling. Sarana gaib pertama yaitu Kunci. Kunci adalah pegangan, 12 Hal demikian sebagaimana terpaparkan dalam pedoman yang ditulis oleh Mudji Kuwat Honggo Widjoyo dkk., Romo Herucokro Menggelar Jagad Anyar Penuh Kasih Sayang Ketentraman dan Perdamaian, Cet. I Surabaya: Paguyuban Penghayat Kapribaden Provinsi Jawa Timur, 2003, hlm. 32-33 13 Ibid., penghayatan terhadap hidup. Romo Herucokro Semono mengemukakan kunci melalui sabdanya sebagai berikut. 14 Urip kuwi Kunci. Kunci kuwi urip. Ora ana maneh kang luwih pinter anjaga karahayoning raga saindenge jagad raya iki, kajaba urip. Waton Putra karsa anindakake kabeh dawuh RomoUrip, pasthi rahayu slamet-kalis- saka sakabehing bebaya apa wae. Mulai dawuh Romo, ana apa- apa Kunci. Ora ana apa-apa, ya Kunci. Kunci kanggo apa wae. Apa wae Kunci. Hidup itu Kunci. Kunci itu hidup. Tiada lagi yang lebih pandai menjaga keselamatannya raga diseluruh jagad raya ini, kecuali hidup. Asal Putra mau melaksanakan semua dawuh RomoHidup, pasti rahayu dan selamat terbebas dari seluruh bahaya apapun. Maka dawuh Romo, ada apa-apa Kunci. Tidak ada apa-apa ya Kunci. Kunci untuk apa saja. Apa saja Kunci. Melalui pengamalan dan pemahaman tentang kunci, manusia akan merasakan sendiri keberadaan Hidup di dalam dirinya. Dalam artian sadar akan hadirnya ruh yang telah dianugerahkan Tuhan ke dalam dirinya. Terkemukakan bahwa membaca kunci dengan patrap sungkem bermakna sedang menyembah urip sang Ingsun. Artinya 14 Pedoman Paguyuban Penghayat Kapribaden yang ditulis oleh Indrajit Haryanto, Wiyosan Romo Malam Senin Pahing, Cilacap: dokumen tidak dipublikasi, 1970, hlm. 11 seluruh anggota tubuh atau komponen raga, mulai dari rambut, daging, otot, getih, balung, sumsum, semuanya menyembah urip sang Ingsun. Dengan demikian berarti seluruh komponen raga siap tunduk kepada urip. Ego di dalam diri selalu menurut dan mengikuti segala Karsanya urip. Dapat dikatakan bahwa membaca kunci bermakna seluruh komponen raga pada waktu itu sedang menyembah sang urip Ingsun, berjanji kepada sang urip selalu menurut dan mengikuti karsanya sang urip bukan karsanya raga, memohon agar selalu dituntun oleh sang urip, supaya bertindak bener-benering bener dalam rangka menyirnakan tindakan yang keliru atau salah, memohon kebijaksanaan karena hanya Putro Romo yang bijaksana semata yang dapat melihat kebenaran dan akan melaksanakan petunjuk jalan yang benar, memohon tentrem nyuwun panguwoso karena kuasa hidup tidak untuk senda gurau dalam berkuasa melainkan untuk menggelar ketentraman. 15 Bunyi kunci ialah sebagai berikut: Gusti ingkang Moho Suci Kulo nyuwun pangapuro dumateng Gusti Ingkang Moho Suci Sirolah, Datolah, Sipatolah. Kulo sejatine satriyowanito Nyuwun wicaksono, nyuwun panguoso Kangge tumindake satriyowanito sejati 15 Pedoman Paguyuban Penghayat Kapribaden yang ditulis oleh Indrajit Haryanto, Wiyosan Romo Malam Senin Pahing, Sejiwan: dokumen tidak dipublikasi, 1964, hlm. 8 Kulo nyuwun kangge anyirnak-ake tumindak ingkang luput. 16 Tuhan Yang Maha Suci Saya memohon pengampunan kepada Tuhan Yang Maha Suci Kehendaknya gerak, dzatnya gerak, sifatnya gerak Saya sejatinya satriyowanito Memohon kebijaksanaan, memohon kekuatan Untuk perbuatannya satriyowanito sejati Saya memohon untuk menghilangkan perbuatan yang salah Setelah menyadari akan kehadiran hidup di dalam diri, manusia dapat mengenal lebih jauh dan berdialog bahkan berguru kepada hidup. Akan tetapi sebelum menjalin keakraban ikatan tersebut haruslah melalui sarana gaib ke dua yakni asmo. Asmo ialah nama yang dimiliki ruh atau hidup. Asmo itu gaib dan karena gaib, Asmo itu awalnya bersatu. Asmo itu yang menyebabkan ada. Asmo itu tempatnya bisikan hati niat. Jadi geraknya mengikuti perintah urip ruh. Asmo itu tindakannya urip sendiri, sehingga bersifat langgeng, tidak berpindah-pindah. Dalam artian tetap ada. Asmo itu namanya kadang jati nama asli ruh. Asmo itu namanya guru sejati. 17 Pemberian asmo ini hanya dapat dilakukan oleh kadhang yang memang sudah mampu memberikan asmo. Kalau diberikan 16 Lihat buku pedoman Paguyuban Penghayat Kapribaden yang ditulis oleh Wardiyat Heru Sumito, Buku Tuntunan Kawruh Manunggal Sejati, Panggungrejo: dokumen tidak dipublikasi, 1994, hlm. 7 17 Terjemahan bebas dari bahasa jawa, lihat buku pedoman Paguyuban Penghayat Kapribaden yang ditulis oleh Indrajit Haryato, Wiyosan Romo Malam Senin Pahing, Cilacap: dokumen tidak dipublikasikan, 1971, hlm. 9 sembarangan, maka akan merugikan bahkan mencelakakan yang diberi. Kepemilikan asmo ini termasuk ke dalam salah satu tanda tatkala seseorang telah diterimanya sebagai Putro Romo . Setelah hidup atau ruhnya diberikan asmo maka barulah secara sah telah menjadi Putro Romo dan bisa berdialog sekaligus berguru pada hidup bahkan dalam hierarki tertentu mampu dimaknai dengan laku manunggal. Ini berarti bisa meneruskan pada sarana gaib ke tiga, yaitu mijil. Mijil secara universal berarti lahir, ke luar, menjadi. 18 Akan tetapi pemaknaan istilah mijil di kalangan Paguyuban Penghayat Kapribaden lebih dipahami mengarah pada arti miji-hamijeni yang artinya menyatu, lebih tepatnya lagi dalam penghayatan kapribaden memaknai sebagai menyatunya raga dengan hidup, ruh atau urip yang ada di dalam dirinya. 19 Bunyinya Mijil sebagai berikut; … asmo sejatine disebut jenengan siro mijilo, panjengan Ingsun kagungan Karso arso … diisi tindakan yang akan dilakukan, apa saja asal baik dan benar waton becik lan bener. Sebagaimana sabd a Romo, “Sabararang Tumindak Mijil”, artinya setiap akan bertindak apapun harus Mijil terlebih dahulu. 18 Wardiyat Heru Sumito, Buku Tuntunan Kawruh Manunggal Sejati Kagem Poro Putro lan Kadang “Manunggal” Aliran: Romo Herucokro Semono, Panggungrejo: dokumen tidak dipublikasi, 1994, hlm. 10. 19 Ketetapan sarasehan agung IV Paguyuban Penghayat Kapribaden, Proyek inventarisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 19881989, Naskah Paguyuban Penghayat Kapribaden, Jakarta: dokumen tidak dipublikasikan, 1988, hlm. 3 Maksudnya itu adalah supaya selalu selamat, supaya tentrem tidak ada apa-apa, agar saling rengga-rinengga, saling reksa-rineksa antara kita denganyang momong kita, ini adalah laku mempererat persahabatan dengan yang momong kita sendiri. Ketahuilah bahwa hidup itu adalah sang selamat itu, adalah sang tentrem itu. Jadi kalau kita selalu bersatu manunggal dengan sang selamat atau sang tentrem, maka medatangkan keselamatan dan ketentreman kepada kita. Oleh karena itu kita harus berusaha selalu jangan lupa, kalau mau berbuat apa pun Mijil. 20 Melalui mijil, manusia bertekad akan bertindak nyungsang Bawono Balik, artinya tidak lagi melupakan bahkan memperbudak hidup, melainkan sebaliknya, raga beserta akal pikiran dengan segala kemampuannya berusaha digunakan untuk menjadi abdi dan instrumental hidup urip. Secara simplifikasi, raga mengikuti jalan Sang Hidup vertikal menuju arah Yang menghidupi, Tuhan Yang Maha Esa. Pandangan yang demikian, pada tahapan berikutnya akan mengantarkan pada manunggaling kawula gusti. Manunggaling kawula gusti dalam pandangan penghayat Kapribaden teranalogikan sebagai lakon dalam pewayangan. Manunggaling kawula gusti dalam pewayangan itu dilukiskan dengan kesatuan antara dalang dan wayang. Dimana dalam lakon pewayangan itu terlihat kesatuan kemauan dalang dan wayang. Di sana terdapat 20 Sebagaimana dipaparkan dalam buku pedoman Paguyuban Penghayat Kaprbaden yang di tulis oleh Indrajit Haryanto, Wiyosan Romo Malam Senin Pahing, Cilacap: dokumen tidak dipublikasikan, 1980, hlm. 12 dua unsur, yakni dalang dan wayang. Ada gusti dan ada kawula, bukan sebaliknya. 21 Tersampaikan pula suatu pengakuan yang masih bersangkutan dengan ruang lingkup manunggaling kawula gusti bahwa urip mung sadrema nglakoni, hidup hanya sekadar menjalani. Hal memberi pengertian bahwa ada sesuatu yang lebih tinggi yang menjalankan hidup manusia. Maksudnya diyakini, bahwa di atas kawula ada Gusti yang menguasai kawula. Penyartaan ini merupakan media penyadaran bagi semua orang dalam menerima setiap kejadian atau keadaan yang terjadi dalam kontinuitas hidupnya. 22 Persepsi bahwa urip mung sadrema nglakoni, hidup hanya sekadar menjalani tersebut akan mengantarkan pada suatu keadaan sempurna. Dimana penghayat Kapribaden berpandangan bahwa sempurna itu diibarakan “sesosok tubuh yang berjalan”, yang seluruhnya dan dalam segalanya hanya bertindak menurut kehendak urip saja. 23 Kesadaran personal yang harus manunggal antara kawula dengan sang Gusti tersebut menimbulkan suatu kesadaran bahwa keadaan raga yang selalu kotor, sehingga haruslah ada suatu usaha untuk selalu menyucikan raga. Berkaitan dengan hal itu, dalam doktrin Kapribaden terdapat pula istilah Laku Pangumbahing Raga 21 Ibid., tahun 1971, hlm. 3 22 Indrajit Haryanto, Wiyosan Romo Malam…, tahun 1971, hlm. 23 23 Ibid., hlm. 22 yang terdiri dari sabar, narima, ngalah, tresna welas asih marang sopo wae lan ikhlas. Sabar, tidak sebatas dipahami sebagai laku tidak mudah marah, melainkan menikmati alur yang sedang dihadapi apa adanya tanpa mempercepat proses ora nggege mongso. Laku sabar tidak boleh dipaksakan atau memaksakan diri, terlebih-lebih sekadar menjadi penghias kepura-puraan dalam laku semuci-suci. Namun cukup dengan menjalankan Kunci, Asmo, Mijil dengan sungguh-sungguh maka sabar secara natural akan mengikuti dengan sendirinya. 24 Selama tidak bertentangan dengan karsanya hidup, manusia diharuskan mentotalitaskan usaha, akan tetapi hasil usahanya tersebut sepenuhnya diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan terhadap apa yang diterima adalah baik dan benar sesuai kehendak Tuhan merupakan inti dari laku narima, yang pada akhirnya mengejawantahkan tentram dan merasakan faedah yang lebih besar. Ngalah, mengalah bukan berarti kalah. Justru orang yang mengalah itu sebenarnya adalah orang yang sesungguhnya menang. Mengalah tidak boleh karena terpaksa, akan tetapi harus benar-benar bisa merasakan betapa nikmatnya karena mengalah. Tresno welas asih marang sopo wae sapodo padane tumitah, cinta kasih kepada semua makhluk Tuhan tanpa membeda-bedakan. 24 Pengurus Pusat Paguyuban Penghayat Kapribaden, Sarasehan Agung IV Paguyuban Penghayat Kapribaden, Jakarta: tidak dipublikasi, 2007, hlm, 12 Sebagaimana cinta kasihnya Tuhan terhadap semua umat-Nya, tanpa melirik perbedaan dari segi apa pun. Suatu ketika seorang Putro bertanya kepada Romo Semono sebagai berikut: Romo, manawi lampahipun Putro dipun umpamekaken lare sekolah, punopo tandanipun yen kelasipun sampun inggil? Romo, “tandane lakune Putro wis adoh, yen ojo maneh kang asipat jalmo manungso sanajan kewan, tetuwuhan pisan podo tresno marang siro, amargo siro tansah nandur katresnan”. 25 Romo, kalau lakunya Putro dianalogikan dengan anak sekolah, apa tandanya kelasnya sudah tinggi? Romo , “tandanya bahwa lakunya Putro itu sudah jauh, jangankan manusia, bintang dan tumbuh-tumbuhan sekalipun mencintai kamu karena kamu selalu menanam cinta kasih”. Secara simplifikasi dapat dikatakan, bahwa semakin tinggi hierarki spiritualnya maka akan semakin baik pula hubungan sosialnya. Ikhlas, menyadari sepenuhnya bahwa segala sesuatu yang ada pada dirinya adalah milik Tuhan. Sebagai konsekuensinya manusia harus selalu siap setiap saat tatkala sang pemilik menghendaki dan memintanya kembali. Jika orang melakukan laku ikhlas maka kalau memberi berupa apa pun tidak pernah merasa memberi karena tidak pernah merasa memiliki, karena semuanya adalah milik Tuhan semata. Wulang wuruk sesepuh menegaskan laku ikhlas sebagai berikut. 25 Ketetapan sarasehan agung IV Paguyuban Penghayat Kapribaden, Proyek inventarisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 19881989, Naskah Paguyuban Penghayat Kapribaden, Jakarta: tidak dipublikasikan, 1988, hlm. 13 “Laku ikhlas itu koyok lakune wong nguyuh ngising. Soyo cepet metune soyo lego, lan ora tahu dieling-eling ”. Laku ikhlas itu seperti lakunya orang kencing dan berak. Makin cepat keluarnya makin lega dan tidak pernah diingat-ingat 26 Lantas tidak hanya terhenti pada laku pangumbahing raga, tekad Nyungsang Bawono Balik masih terhalangi oleh ego rasa ke- akuan yang bergejolak di dalam diri manusia. Hambatan terberat yang harus dihadapi tersebut ialah terdiri dari egois dan egosentris, angkara murka anger, kesombongan arrogancy, nafsu-nafsu lust, masa bodoh ignorancy, malas laziness. Untuk mengalahkan atau menipiskan ego rasa keakuan tersebut dapat melalui sarana gaib ke empat, Singkir. Sabda Romo menegaskan, “Singkir kuwi lakuning Pangreksa-Pangreksa ning Laku ”, singkir itu lakunya pelindung, juga sebagai pelindung laku. Singkir itu bukan lakunya manusia melainkan lakunya kehendak jelas urip hidupruh. Singkir berfungsi untuk menipiskan semua hal gulung yang tidak pantas dihati, membuat ketidaktentraman hati. Harus dibiasakan dari sekarang, laku kebiasaan kita harus berhati-hati, supaya diberikan ketentraman di dalam hati. Bunyinya Singkir sebagai berikut; 26 Ketetapan sarasehan agung IV Paguyuban Penghayat Kapribaden, Proyek inventarisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 19881989, Naskah Paguyuban Penghayat Kapribaden, Jakarta: tidak dipublikasikan, 1988, hlm. 14 Gusti Ingkang Maha Suci Kulo nyuwun pangapuro dumateng Gusti Ingkang Maha Suci Sirolah, Datolah, Sipatolah Kulo sejatine satriyowanito Ananiro Ananingsun, Wujudiro wujudingsun Siro sirna mati dening satriyowanito sejati Ketiban iduku putih sirno layu dening… asma satriyowanito Tuhan Yang Maha Suci Saya memohon pengampunan kepada Tuhan Yang Maha Suci Kehendaknya gerak, dzatnya gerak, sifatnya gerak Adanya Engaku adanya Saya, Wujudnya Engkau wujudnya saya Saya sirna mati oleh satriyowanito sejati Ketiban iduku putih sirno layu dening… asma satriyowanito Ego yang ada dalam diri manusia sesungguhnya tidak dapat hilang sama sekali. Akan tetapi dengan melatih diri pada saat tenang dengan menggunakan Singkir dapat menjadikan ego rasa keakuan akan semakin menipis. Apabila Putro Romo melakukan nglakoni sarana gaib Kunci, Mijil yang disertai Laku Pangumbahing Raga, dan berusaha menipiskan ego keakuan menggunakan Singkir dengan sungguh- sungguh, maka hidupnya akan selalu berada dalam ketentraman. Dalam artian kediriannya sebagai manusia tidak akan terpengaruh oleh keadaan lahiriah yang terus berubah-ubah. Segala sesuatu yang tertangkap oleh sensibilitas indera langsung tergulung dan tertangkap oleh Rasa jati, sehingga mengetahui makna hakiki dari setiap kejadian. Apa pun yang diterima melalui rasa jati langsung dilaksanakan tanpa ada kontradiksi dari akal pikiran. Di sini akal pikiran berstatus sebagai penunjang instrumental dalam melaksanakan karsanya hidup dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya. Tidak lagi berpegang pada entitas becik lan bener baik dan benar, melainkan selalu berpegang pada beciking-becik lan benering-bener, baiknya-baik dan benarnya-benar. Karena melalui pengalaman dan histori telah menjadi pengetahuan bahwa baik dan benar yang dihasilkan dari pemikiran manusia itu owah-gingsir berubah-ubah dan totalitasnya hanya mencapai beciking olo lan benering luput, baiknya jelek dan benarnya hilang. 27 Sarana gaib yang terakhir yakni Paweling. Sarana paweling ini dapat memanunggalkan urip di dalam dirinya dengan urip yang menghidupi serta menggerakkan alam semesta seisinya dan Hidup yang menjadi sumber segala hidup, yakni Tuhan Yang Maha Esa. Kondisi manunggalnya hidup dengan Hidup Tuhan, kawulo lan GustiMystica cum Deo yang demikian disebut dengan Kasampurnaan kasampurananing wong urip, kesempurnaan orang hidup, mengarah ke Kasampurnaning Urip kesempurnaan Hidup. Apabila sewaktu- 27 Ketetapan sarasehan agung IV Paguyuban Penghayat Kapribaden, Proyek inventarisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 19881989, Naskah Paguyuban Penghayat Kapribaden, Jakarta: tidak dipublikasikan, 1988, hlm. 14-15 waktu raga harus terpisah dari hidupnya, maka raga akan langsung kembali menjadi tanah, air, hawa dan api. Hidup kembali kepada asal yang menjadi sumbernya, yaitu Hidup yang meliputi, menggerakkan, menguasai alam semesta seisinya, Tuhan Yang Maha Suci. Bunyi Paweling ialah sebagai berikut; Siji-siji, loro-loro, telu-telonana Siji sekti, loro dadi, telu pandito Siji wahyu, loro gratrahino, telu rejeki Satu-satu, dua-dua, tiga-tiganya Satu sakti, dua jadi, tiga pandita Satu wahyu, dua gratrahino, tiga rejeki Adanya keseimbangan antara aspek theosentris dan antroposentris merupakan asas laku sehari-hari dalam berkehidupan pengikut kapribaden, tidak lepas dari bimbingan rasa batin yang benar-benar selaras dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa dan tindakan. Realitas tindakan yang benar secara hakiki ialah harus selalu berlandaskan pada cinta dan belas kasih, karena pada dasarnya cinta dan belas kasih itu bersumber dari batin. Akan tetapi jika sebaliknya, seandainya kita membenci atau iri pada seseorang maka dalam hati atau batin kita juga akan berbunyi persis seperti itu, bunyi itu sendiri diungkapkan lewat kata-kata, ucapan kata-kata itu sumbernya juga dari rasa batin kita masing-masing. Ungkapan batin yang demikian adalah jelek, dan hendaknya cepat-cepat ingat dan menyegerakan membaca sarana gaib yang pertama, kunci. Setelah ingat dan membaca kunci tersebut, ungkapan jelek batin tersebut akan lenyap seketika sekaligus teralihkan ke arah Nering Cipta yaitu pusatnya pikiran yang membuat gelar baik. Sebagaimana sabda Romo: “Putra kang temen-temen eling marang kunci pasti ora bakal manggih alangan utawa bahaya ”, putra yang sungguh-sungguh ingat kepada Kunci pasti tidak akan menemui halangan ataupun bahaya. 28 Lebih lanjut, tindak-tanduk gelar dalam rangka pengendalian emosional batin demikian dapat menimbulkan gebyaring cahaya suci, bersinarnya cahaya suci yang membuat gelar wibawa, yang dapat menundukkan dan merukunkan manusia solidaritas-integritas diantara sesama. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan, apabila dalam rutinitas kehidupan sehari-hari masih sering menjumpai hal-hal yang tidak menyenangkan, itu berarti mengindikasikan: 29 a. Masih ada kesalahan atau kekeliruan pengamalan dalam implementasi ajaran Romo. b. Ada kemungkin juga bahwa secara pribadi kita terwarisi dosa atau kesalahan-kesalahan orang tua, dan itu harus dibersihkan 28 Sebagaimana terpaparkan dalam pedoman Paguyuban Penghayat Kapribaden, Indrajit Haryanto, Wiyosan Romo Malam Senin Pahing, Cilacap: dokumen tidak dipublikasi, 1970, hlm. 7 29 Mudji Kuwat Honggo Widjoyo dkk, ROMO Herucokro Menggelar Jagad Anyar Penuh Kasih Sayang Ketentraman dan Perdamaian, Cet. I Surabaya: Paguyuban Penghayat Kapribaden Provinsi Jawa Timur, 2003, hlm. 32 dari badan kita. Sebagai upaya untuk membersihkannya kita harus selalu ingat akan Kunci, membaca Kunci dan patrap merasakan Kunci. Peristilahan yang digunakan untuk kondisi demikian, dalam pandangan Kapribaden disebut dengan babad alas gung liwang liwung atau membabat hutan belantara, yaitu membersihkan dosa serta kesalahan dan menjunjung tinggi kebenaran yang hakiki. Tidak ada orang lain yang bisa membantu kita membersihkan dosa dan kesalahan, melainkan hanyalah kita sendiri yang harus melakukannya, dengan cara menyadari untuk tidak melakukan kesalahan melainkan harus menjunjung tinggi kebenaran. Ketara menjadi sangat penting dalam membangun keshalehan personal dan sosial, deterministik analisis pada poin kedua terkait persepsi kedirian yang harus dibersihkan dari pewarisan dosa dan kesalahan-kesalahan, ini berarti mengisyaratkan adanya kesadaran personal yang menyatakan bahwa raga itu selalu kotor, sehingga memantik suatu usaha untuk selalu disucikan. Sebagai usaha penyucian raga dari dosa dan kesalahan tersebut, dalam Kapribaden terdapat istilah laku Pangumbahing Raga laku pencucian raga yang meliputi sabar, narima, ngalah, tresna welas asih marang sopo wae lan ekhlas, sebagaimana yang telah dijabarkan di atas. Tidak hanya sebatas pada regulatif penyucian raga dari dosa dan kesalahan semata, laku pangumbahing raga juga memilki interkoneksi aplikatif dalam praktik sarana ghaib ke IV yakni Singkir, yang berfungsi sebagai pengontrol sekaligus tameng tatkala setiap personal purto romo menghadapi sifat-sifat keakuan yang ada di dalam dirinya ego yang berasal dari bisikan hawa atau setan. Sifat- sifat ke-akuan tersebut ialah egois dan egosentris, angkara murka anger, kesombongan arrogancy, nafsu-nafsu lust, masa bodoh ignorancy, malas laziness. 30 Adanya sifat-sifat keakuan tersebut karena adanya gejolak kontradiktif antara akal rasio dan hati batin. Sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu informan sekaligus selaku ketua Paguyuban Penghayat Kapribaden Tulungagung sebagai berikut: Di dalam diri manusia terdapat akal dan hati asma. Gejolak peran akal dan hati dalam kehidupan manusia mempengaruhi seluruh tindakan yang dikerjakan. Baik-buruk, selamat-celaka, bahagia-duka dan sebagainya sangatlah dipengaruhi oleh keadaan peran dominan akalhati yang mengendalikan tindakan. Hal tersebut bisa dideskripsikan sebagai berikut. Jika dalam menjalani kehidupannya manusia hanya menuruti apa yang diinginkan oleh akal, maka kehidupannya akan celaka. Karena akal selalu menginginkan semua hal keduniawian materi dan kekuasaan, yang diikuti oleh ego yang berasal dari bisikan hawa setan. Yang pada akhirnya menimbulkan angkara murka. Sedangkan jika dalam keberlangsungan hidupnya manusia mengikuti bisikan hati asma, maka kehidupannya akan damai, selamat. Karena bisikan hati yang berupa rasa merupakan guru sejati yang menuntun pada perbuatan kebaikan. 31 30 Wahyono GS. Wirjohardjo, Synopsis Pemaparan Budaya Spiritual Paguyuban Penghayat Kapribaden, Jakarta: dokumen tidak dipublikasikan, 1998, hlm. 2. 31 Sebagaimana yang dipaparkan dalam wawancara dengan Yuli di kediamana beliau pada pukul 18.00-21.05 WIB, hari Kamis, 10 November 2016 Tindakan demikian disebut mbangun yuda, mendirikan perang yaitu perang bharata yuda jaya, artinya perang suci yang nyata terhadap diri sendiri. Pendek kata, implementasi dokrtin nasionalisme Kapribaden dalam kehidupan sosial bermula pada penataan Putro Romo secara personal “keshalehan personal” dengan cara menjalankan penghayatan laku Kasampurnaan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil, dan konsisten menjaga kemurnian paringan dan wulang wuruk Romo Herucokro Semono yang berupa Panca Gaib Kunci, Asmo, Mijil, Singkir, dan Paweling sekaligus Laku Pangumbahing Raga. Pada tahapan berikutnya kemudian menjadi falsafah hidup guyub rukun, kemanunggalan untuk mencapai kebahagiaan, kedamaian dan keselamatan dalam kontinuitas hidup yang dijalani. Dalam konteks kebersamaan, keshalehan personal Putro Romo tersebut berusaha ditularkan dipraktikkan pula dalam konsep eksistensi Paguyuban Penghayat yang mengkultuskan diri sebagai organisasi dan konsep ke-kadhangan. Lahiriahnya Putro Romo terhimpun dalam suatu wadah yang bernama Paguyuban Penghayat Kapribaden yang terdaftar secara resmi dalam legalitas hukum dan perundang-undangan negara kesatuan republik indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa eksistensinya telah mendapat pengakuan dan terdapat pola interaksi hubungan keterlibatan konektivitas dengan negara, yang secara eksplisit telah mendapat jaminan perlindungan, hak dan kewajiban sekaligus mengindikasikan keikutsertaannya yang harus turut berpatisipan dalam membangun peradaban, kesejahteraan dan kedamaian melalui semangat nasionalisme yang mereka usung. Paguyuban Penghayat Kapribaden mengkultuskan diri sebagai suatu organisasi spiritual yang berdimensi lokalitas. Bapak Yuli selaku ketua Paguyuban Penghayat Kapribaden Kabupaten Tulungagung menegaskan sebagai berikut: Secara universal, Kapribaden merupakan salah satu dari 22 aliran penghayat kepercayaan lokal dan 26 tradisi yang keberadaannya di bawah naungan Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia MLKI. 32 Bernaungnya di MLKI tersebut memperluas jaringan interaksi sosial yang mengukuhkan identitas diri sebagai penghayat kepercayaan. Bukan lagi sekadar stagnan pada problematika pengkategoriannya sebagai aliran kebatinan, sebagaimana yang dilabelitaskan. Namun disaat yang bersamaan harus diakui pula bahwa keikutsertaannya tersebut tidak lepas dari ketundukannya terhadap keputusan-keputusan yang telah ditetapkan oleh MLKI. Nampak jelas, selain statusnya sebagai warga sipil yang memiliki hak dan kewajibannya terhadap negara, ia juga merupakan seorang anggota penghayat kepercayaan yang memiliki kewajiban sebagai anggota aktif yang mengedepankan keikutsertaan, akan tetapi pada saat yang bersamaan selalu dianjurkan untuk patuh pada hukum dan peraturan perundang-undangan pemerintahan serta negara 32 Wawancara dikediaman Yuli Supriamantoko pada hari kamis, 10 November 2016 masing-masing, sehingga menjadikannya sebagai subjek yang berstatus dualis. Berikutnya, keshalehan personal dipraktikan dalam konsep kekadhangan. Konsep kekadhangan ini merupakan salah satu istilah penting yang mampu mengarahkan pemahaman kita mengenai wacana impelementasi doktrin nasionalisme Paguyuban Penghayat Kapribaden dalam interaksi kehidupan sosial yang berdimensi internal. Secara terminologi yang berlaku di Kapribaden, istilah kekadhangan berarti interaksi-konektivitas rasa batinruhurip yang mengintegrasikan diantara sesama Putro Romo. Sebagaimana wulang wuruk sesepuh yang menegaskan sebagai berikut; Sedulur sakringkel iku, sing podo mung kulit daginge, dadi biso bosok. Nek kadhang iku uripe, dadi nunggal rasane. Kekadhangan iku rante-rinantene roso. Saudara yang sama hanya kulit dagingnya, jadi bisa membusuk. Kalau kadhang itu hidupnya batinnya, jadi menyatu rasanya. Kekadhangan itu hubungan rasa seperti mata rantai yang satu selalu terkait erat dengan yang lain. 33 Bukan karena adanya kesepakatan, akan tetapi interaksi- konektivitas batin tersebut timbul dari keshalehan personal yang taat 33 Ketetapan sarasehan agung IV Paguyuban Penghayat Kapribaden, Proyek inventarisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 19881989, Naskah Paguyuban Penghayat Kapribaden, Jakarta: tidak dipublikasikan, 1988, hlm. 17. Ulasan yang berkaitan juga dikemukakan dalm Wahyono GS Wirjohadjo, Synopsis Pemaparan Budaya Spiritual Paguyuban Penghayat Kapribaden, Jakarta: dokumen tidak dipublikasi, 1998, hlm. 6 dan konsisten dalam menghayati laku alurnya hidup batin, sehingga mengejawantahkan manunggal secara sosial dengan sendirinya. Hidup itu sejatinya satu yakni isi-mengisi, bantu-membantu, cinta-mencintai tanpa diminta. Dalam artian secara murni menjalankan sesuai dengan karsa hidupnya masing-masing. Jadi simplifikasinya, yang menjadi landasan hidup sosial Kapribaden adalah hukum batinruhurip. Dapat dikatakan sebagai hukum gaib yang menjadi dasar utama dalam menjalankan kontinuitas hidup. Kontinuitas konsepsi kekadhangan nyatanya tidak sekadar berkutik dalam implementasi dialektika spiritualitas-sosial semata- mata. Melainkan menjadi istilah yang dilabelkan kepada para Putro Romo berdasarkan demografis dan geografis, distingsi dan dikotomi kewilayahan di mana Putro Romo bertempat tinggal. Distingsi dan dikotomi yang berdasarkan pada demografis dan geografis tersebut berdampak pada fleksibelitas adaptasi spiritualitas- sosial yang dipraktikkan dalam realitas kehidupan. Jelas, pendekatan secara kultural dan kearifan lokal menjadi titik tekan yang dilestarikan. Tidak menutup kemungkinan adanya skala prioritas interaksi sosial yang lebih khas diantara kekadhangan satu wilayah dengan wilayah yang lain. Tidak ada batasan ruang dan waktu yang digunakan secara formal. Dalam artian diantara para Putro Romo di suatu kadhang mampu berinteraksi sosial setiap saat, sesering mungkin dalam realitas kehidupan sosial. Sedangkan secara momentual dan berskala besar kelembagaan, ruang lingkup interaksi sosial diantara kekadhangan di suatu negara terjadwalkan dan teragendakan berdasarkan ketetapan MUNAS musyawarah nasional yang tercantum dalam ADART Anggaran DasarAnggaran Rumah Tangga yang telah dibakukan. Bentuk interaksi sosial yang teragendakan tersebut diantaranya melalui kegiatan musyawarah nasional sarasehan agung dan sarasehan daerah yang diselenggarakan setiap 5 lima tahun sekali, rapat kerja di semua tingkatan yang diadakan paling sedikit 1 satu tahun sekali, sarasehan luar biasa yang dapat diadakan sewaktu-waktu dan peringatan hari-hari penting yang diselenggarakan secara rutin. 34 Sebagai bukti realisasi dari musyawarah nasional sarasehan agung tersebut, terejawantah pula keputusan-keputusan yang secara eksplisit menegaskan pola interaksi-konektivitas sosial yang berlaku dalam paguyuban penghayat Kapribaden sekaligus sebagai bentuk kontribusi dalam ruang lingkup kenegaraan. Diantara ketetapan yang berkaitan dengan wacana yang sedang dipersoalkan ialah sebagai berikut: a. lampiran ketetapan Nomor: TAP. IIISA. IV2007 tentang Anggaran Dasar Paguyuban Penghayat Kapribaden, tepatnya pada paragraf pembukaan yang berbunyi: “Sebagai warga negara Republik Indonesia, sadar dan yakin, bahwa 34 Terkait pembahasan itu, untuk lebih lanjut dapat dilihat dalam ketetapan ADART Paguyuban Penghayat Kapribaden. hanya dengan dihayati dan diamalkannya falsafah Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, makin meningkat pula persatuan, kesatuan, kelangsungan dan kejayaaan bangsa beserta Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Undang- Undang Dasar 1945”. b. Bab II yang membahas tentang Azas, sifat, Tujuan, Lambang, Usaha. Pasal 4 tentang Azas yang menyatakan bahwa “Paguyuban Penghayat Kapribaden berazaskan Pancasila”. Pasal 5 tentang Sifat Paguyuban Penghayat Kapribaden yang bersifat non Pemerintah dan non Politik melainkan sebagai wadah untuk memperdalam dan meningkatkan penghayatan spiritual dan pengamalannya. Begitu halnya dalam pasal 6 yang membahas tentang tujuan yang terdiri dari beberapa point sebagai berikut: 1 Berperan serta dalam pembangunan, terutama dibidang mental spiritual untuk mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berazaskan Pancasila, demi terwujudnya pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya. 2 Melestarikan kemurnian “Paringan” Romo Herucokro Semono berupa Panca Gaib yang diterima dari Gusti Ingkang Moho Suci yaitu Kunci, Asmo, Mijil, Singkir dan Paweling, sebagai sarana Laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil, tanpa memandang perbedaan apapun dari manusia hidup. 3 Meneruskan Wulang wuruk Romo Herucokro Semono secara murni demi terciptanya manusia yang baik dan benar, berbudi luhur, serta memiliki ketentraman rasa, sebagai modal dasar untuk bisa menghayati dan menjalani Laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwo Mijil. 4 Menggalang persatuan dan kesatuan antar sesama Penghayat Kapribaden untuk menciptakan keadaan Guyub Rukun Saiyek Saeko Proyo dalam hubungan kekadhangan, maupun antara Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan umat beragama menuju persatuan dan kesatuan bangsa 5 Terjaminnya segala aspek perikehidupan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa didalam perlindungan Hukum Negara Republik Indonesia 6 Turut berperan serta menciptakan rasa persaudaraan antar umat manusia de-dunia Terakhir yakni Pasal 8 membahas tentang usaha yang dilakukan oleh Paguyuban Penghayat Kapribaden guna mencapai tujuan yang terdiri dari beberapa poin sebagai berikut: 1 Mendorong anggotanya agar menghayati, mengamalkan, mengamankan serta melestarikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 2 Membina komunikasi timbal balik antar anggota secara kekadhangan agar guyub rukun dan semua anggota menyatu. 3 Mengadakan kegiatan-kegiatan pembinaan anggota untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas anggota. 35 c. lampiran ketetapan nomor: TAP. IVSA. IV2007 tentang program Kerja yang terdapat pada bab II terkait arah program kerja secara umum. Mengemukakan beberapa poin sebagai berikut: 1 Paguyuban Penghayat Kapribaden ikut berperan serta di dalam pembangunan Nasional. Sesuai bidangnya maka Paguyuban ikut berperan serta di dalam pembentukan manusia Indonesia yang berbudi luhur, kuat mental spiritualnya. 2 Terwujudnya kerukunan di antara sesama kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, antara umat beragama dengan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam usaha 35 Pemaparan di atas sebagaimana yang terdapat dalam buku Sarahsehan Agung IV Paguyuban Penghayat Kapribaden yang dilakukan di Jakarta, 4-5 Agustus 2007, hlm. 31-34 memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa menuju pembentukan kepribadian Indonesia. 3 Terwujudnya manusia yang sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila. Pembinaan dilaksanakan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya yang menyangkut perikehidupan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 4 Menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. 36 Sedangkan peringatan hari-hari penting yang secara kontinuitas dijadikan sebagai sarana interaksi sosial diantara kekadhangan sekaligus berfungsi sebagai sarana pembinaan anggota dalam Paguyuban Penghayat Kapribaden ialah sebagai berikut. a. Hari Minggu Legi malam Senin Pahing dan hari Kamis Legi malam Jumat Pahing. Hari dimana semua tingkatan struktural Paguyuban Penghayat Kapribaden mengadakan Sarasehan anggota paguyuban Putro Romo. b. Tanggal 03 Maret. Hari peringatan wafatnya sesepuh Paguyuban Penghayat Kapribaden, Romo Semono Sastrohardidjojo 36 Ibid., hlm. 48 c. Tanggal 29 April. Hari peringatan atas turunnya Sabda Honocoroko yang merupakan dasar terbentuknya Paguyuban Penghayat Kapribaden d. Tanggal 22 Juni. Hari peringatan Tahun Baru Saka, sebelum ditemukan dan ditetapkan tanggal yang pasti sebagai Tahun Baru Saka Nusantara e. Tanggal 30 Juli. Diperingati sebagai hari ulang tahun atau berdirinya Paguyuban Penghayat Kapribaden f. Tanggal 13 November. Diperingati sebagai hari turunnya wahyu Panca Gaib g. Tanggal 25 Desember. Hari peringatan turunnya Sabda Guyub Rukun. 37 Melalui perayaan hari dan tanggal penting di atas tersebut, semua anggota pengikut Paguyuban Penghayat Kapribaden Putro Romo diproyeksikan untuk selalu menyadari akan perlunya keseimbangan atas hak dan kewajibannya sebagai Putro Romo konstruksi pribadi yang shaleh, meningkatkan hubungan kekadhangan diantara anggota paguyuban menjalin konektivitas secara totalitas melalui interaksi sosial untuk terwujudnya integrasi dan menjadi warga negara yang baik di dalam berkehidupan sosial 37 Hal yang demikian sebagaimana dipaparkan dalam lampiran program kerja Paguyuban Penghayat Kapribaden, tepatnya pada bab III mengenai kegiatan-kegitan rutin. Pengurus Pusat Paguyuban Penghayat Kapribaden, Sarasehan Agung IV Paguyuban Penghayat Kapribaden, Jakarta: tidak dipublikasi, 2007.,hlm, 48-49 yang berlandaskan Pancasila, sadar dan patuh atas hukum deterministik keshalehan sosial secara personal. Selain itu, secara signifikan salah satu bentuk implementasi guyub rukun dalam kehidupan spiritual-sosial dapat dipahami dari acara slametan kematian tatkala itu berlangsung pada malam selasa, 12 Desember 2016, yang bertempat di kediaman salah seorang putro Romo di desa Sidomulyo. Runtutiah acara slametan kematian tersebut nyatanya dalam satu waktu dilakukan dengan dua tradisi ritus religi yang berbeda. Pertama, berlangsungnya slametan kematian berlandaskan ritus tradisi agama islam jawa, yakni dibuka dengan menggemakan tahlil dan membaca surat yasin. Acara slametan kematian berdasarkan agama islam ini dimulai kira-kira setelah isya sampai pukul 21.30 WIB. Setelah pembacaan tahlil dan kalam ilahi selesai, ditutuplah acara dengan hidangan yang telah dipersiapkan oleh pemilik acara selametan kematian tersebut. Sedangkan yang kedua, acara slametan kematian berdasarkan ritus tradisi Paguyuban Penghayat Kapribaden. Nampak jelas tatkala itu, peneliti berada dalam rombongan Bapak Yuli baru saja keluar dari mobil, dan mereka yang bukan putro Romo setelah acara slametan kematian pertama berbauran keluar rumah. Sedangkan mereka yang beridentitas sebagai putro Romo tetap duduk, berdiam di dalam rumah, menunggu rombongan Bapak Yuli yang terdiri dari Bapak Mulyo, Mas Agus, salah seorang putro Romo dan peneliti beserta salah seorang teman yang hendak turut merapat ke dalam rumah. 38 Acara slametan kematian pun dibuka oleh salah seorang putro Romo dengan beberapa wejangan, yang kemudian diikuti sikap partap 39 dengan mengamalkan panca gaib Kunci, Mijil, Singkir, dan Paweling. Pelaksanaan patrap tersebut, kurang lebih sekitar satu jam. Setelah melakukan patrap, acara pun ditutup dengan hidangan yang telah dipersiapkan oleh putro Romo yang mempunyai hajat. Hidangan yang disuguh tidak jauh beda dengan selametan pada umumnya. 38 Tatkala itu peneliti bersama rombongan penjabat penting Paguyuban Penghayat Kapribaden, Pak Yuli selaku ketua, pak Mulyono sebagai pemuka dan mas Agus sebagai sekretaris Kapribaden. Diantara mereka yang berbauran keluar pun sempat berpapasan dan bersalam dengan rombongan kami. 39 Yang dimaksud patrap ialah patang trap empat trap. Empat trap tersebut ialah kunci, mijil, paweling dan singkir. Sikap patrap ialah tangan kiwo lantengen katangkupake nyawiji, yoiku jempol tangan tengen lan jempol tangan kiwo gatuk. Semono ugo panuduh panunggul manis lan jentik tangan tengen lan kiwo ugo gatuk. Pucuk jempol loro-lorone dilungguhake ing bolongane irung. Patrap sungkem iki mengku wigati yoiku: laku kumpul, laku ngakoni, lan laku eling. Tumrap kang sungkem banjur eling marang Purwaning Dumadi, laku kumpule: Bopo lan Biyung banjur ngakoni, tegese kroso yen kabeh iku ono kang nganakake lan ono kang kagungan. Sing kagungan lan sing nganakake ora liyo mung Moho Suci. Moho Suci yo witing urip. Mulo poro manungso eling marang asale ono, datan mengerti, datan ono tentrem. Lakune ono amung guyup rukun iku lungguhe katentreman. Asale manungso iku soko banyu urip. Banyu kang dadi sipate, sipate ono blegere rogo. Lengen kiwo lan tengen kaangkat papak, papak pundak lan bahu kiwo tengen, dodo kaporo mungalmegar. Olehe lungguh mingkring-mingkring. Dengkul lan sikil sakarone lan rape, dlamakan sikil sakarone tanpo ora nganggo lemek napak lemah. Mulo kudu moco kunci kudu sungkem, iku tegese ateges: memundi marang suci-sucining suci, yoiku urip, yo sesembahan kang bener-benering-bener. Tangan kiwo iku tegese kaki kang nggowo dadi sanepane lanang. Dene tengen kuwi ngentengake dadi sanepane wadon. Driji limo kuwi tegese: sipat karo urip. Sipat papat lan urip siji. Kabeh manungso sipat papat lan urip siji. Sipat kuwi anane rogo, papak krungu, weruh, nggondo, suworo. Rogo lanang lan wadon podo sipate, mulo lungguhe minongko suko peling tumrape rogo, yoiku sangkan parane. Dene jempol tegese Moho Kuwoso, panuduh kawah, panunggul-jabang bayi, manis ari-ari, jentik Moho Suci. Dadi jempol lan jentik kuwi lungguhe pambuko lan panutup= asal lan baline. Asal soko urip, bali menyang urip.Moho Kuwoso kuwi yo urip-Moho Suci yo urip. Dadi pambukane soko uripe panutupe yo urip.Dilungguhake ing bolongan irung, awit irung kuwi dalan mlebu-metune napas. Napas kuwi taline urip. Dlamakan sikil waroto midak lemah, iku tegese: kudu timudak koyo waketing bumi, yo sungkem marang bumi. Sungkem kuwi eling lan ngelingi, bumi kuwi kang menehi sandang lan pangan. Lungguhe: sabar, nrimo, nyalah kanti ikhlas, jujur welas asih lan tresno. Mripat merem iku tegese: ora nanggapi pakarti poncodriyo. Dengkul lan sikil lurus rapat tegese: tumindake lan lakune temen-temenan-jujur-idep-madep-mantep. Paguyuban Penghayat Kapribaden, Buku pedoman laku Panca gaib, Senin Pahing, Tanpa tempat terbit: Paguyuban Penghayat Kapribaden, 1987, hlm. 6 Makan nasi rawon ditempat, menikmati jajanan tradisonal yang disuguhkan dan pembagian berkat. Namun setelah hidangan yang disuguhkan telah tercicipi, para Putro Romo tidak bergegas untuk pulang melainkan di sana membentuk suatu perdiskusian kecil tentang ruang lingkup ajaran Romo. Saling bertukar pengalaman spiritual dan wawasan pun terjadi secara terang-terang. Hampir semua kegelisahan yang tertanam dibenak Putro Romo yang hadir, tatkala itu muncul dalam rentet pertanyaan. Dalam perdiskusian tersebut tidak ada batasan usia, tidak ada batasan senior-jenior dalam mengamalkan ajaran Romo. Yang secara pasti hanya pengalaman spiritual personallah yang menjadi pemuas dari rentetan pertanyaan yang tersodorkan. Berlangsungnya ritus selametan kematian di atas menunjukkan makna kemanunggalan dalam bingkai antroposentris dan theosentris. Para putro Romo dalam satu waktu manunggal secara lahir dengan kekadhangan dan manunggal secara batin melalui patrap yang diamalkan.

2. Ruang lingkup Eksternal a. Interaksi-Konektivitas Antar Sesama Organisasi Spiritual