Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak”

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak”

R. MASRI SAREB PUTRA Universitas Multimedia Nusantara

Jln. Boulevard, Gading Serpong Telp. 021-54220808, 37039777 e-mail: masrisareb@yahoo.com

Diterima: 20 Oktober 2012 Disetujui: 29 Oktober 2012

Abstract

Advertising is not just about text and image. Advertising is full of meaning. As one of the media contents, advertising does not tell us what to think, but what we should think. Advertising sets mental agenda. This article discusses the creative process and the structure of the “Seruan Pontianak” advertising.

Keywords: iklan, media, pesan, seruan, perdamaian, Madura, Tionghoa, Dayak

Pendahuluan

Pontianak”, perlu kiranya mencermati tiga hal berikut ini.

Iklan bukanlah sekadar terdiri atas teks dan gam- Pertama, mengapa para tokoh Kalimantan

bar. Lebih dari itu, iklan mengandung makna Barat memutuskan untuk mengiklankan pesan

yang dalam. Makna hakiki sebuah iklan bukan perdamaian “Seruan Pontianak” di tiga media

hanya yang tampak dalam teks dan gambar, na- yang berbasis di Pontianak? mun kerap terselubung dalam apa yang disebut

Kedua, bagaimana struktur iklan “Seruan dengan “deep structure”.

Pontianak”?

Demikianlah halnya iklan “Seruan Pontia- Ketiga, membandingkan realitas dalam teks

nak” yang dimuat tiga koran besar di Kaliman- iklan “Seruan Pontianak” sebagai bagian utuh tan Barat, yakni Borneo Tribune, Tribun Pontianak, dari media dengan realitas dunia nyata. Be- dan Pontianak Post pada Senin, 28 September narkah iklan “Seruan Pontianak” merupakan 2009. Untuk mengetahui latar belakang, tujuan, symbolic reality yang merepresentasikan peris- dan mengapa sejumlah tokoh masyarakat Ka- tiwa konflik yang terjadi di Kalimantan Barat? limantan Barat menyerukan pesan perdamai an

Sebelum membahas proses kreatif dan struk-

dalam bentuk iklan yang diberi nama “Seruan tur iklan “Seruan Pontianak”, penting untuk di-

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” R. MASRI SAREB PUTRA 123

pahami bahwa sebuah iklan tidak muncul begi- Pemilihan media oleh para penggagas untuk

tu saja dalam sebuah ruang hampa. Kemunculan beriklan ini penting ditelusuri karena menyang- suatu iklan tentu ada latar dan konteksnya. Dari kut bagaimanakah ideologi media, siapa kha- ide hingga sebuah iklan dimuat di suatu me- layaknya, di mana mereka berada, serta penge- dia, terdapat proses panjang yang kerap disebut tahuan mengenai efektivitas dan efisiensi biaya dengan “proses kreatif” atau proses penciptaan. iklan dibandingkan dengan biaya yang dikeluar- Proses kreatif sebuah iklan perlu didekonstruksi kan. untuk mengetahui apa motivasi dan tujuan yang

mendorong pengiklan menuangkan gagasannya Gambar 1: Iklan “Seruan Pontianak”.

ke dalam teks dan gambar.

Tinjauan Pustaka

Terkait dengan iklan “Seruan Pontianak”, ten- tu ada agenda tertentu dari pengiklan untuk disampaikan ke khalayak melalui media. Tu- juan pengiklan selain membuat khalayak sadar (awareness) mengenai isu yang dikemas, juga mengeset “mental agenda” publik dan penentu kebijakan, seperti ditegaskan Sutherland dan Sylvester (2008: 17) mengenai pengaruh iklan dan hubungannya dengan mental agenda beri- kut ini.

Influencing the order of alternatives has its basis in what is known as the agenda setting theory of mass communications. This says: the mass media don’t tell us what to think. But they do tell us to think about! They set the mental agenda.

Menurut Sutherland dan Sylvester seba- gaimana dipaparkan di atas, media punya agenda tertentu. Isi media, termasuk iklan, bu- kan pertama-tama “… tell us what to think. But they do tell us to think about. They set the mental agenda.” Dalam konteks menyampaikan “apa yang perlu dipikirkan” khalayak dan mengeset agenda publik itulah “Iklan Seruan Pontianak” harus ditempatkan. Kemudian menelusuri pro-

Sebelum masuk ke pembahasan mengapa

ses kreatif iklan tersebut, mendekonstruksi teks para penggagas dan penyeru iklan “Seruan dan gambar, lalu coba mengetahui apa motivasi Pontia nak” menyerukan pesan perdamaian para tokoh Kalimantan Barat memasang iklan melalui media, alangkah baik jika dipaparkan “Seruan Pontianak” di tiga media yang berbasis lebih dahulu bahwa media memiliki empat in- di Pontianak, yakni Borneo Tribune, Tribun Pontia- terseksi. Masing-masing seksi dapat dilihat nak, dan Pontianak Post.

berdiri sen diri, tetapi keempatnya merupakan

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” VOL V, 2012

satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dihitung dengan biaya per seribu atau cost per sama lain.

mille (CPM) (Surmanek, 1996 : 77). Perhitungan Media, menurut Henry Jenkins dalam secara detail antara biaya iklan dan efeknya ini Kolodzy (2006: 5), mengandung empat intersek- sangat penting, mengingat para penggagas dan si, yakni 1) teknologi, 2) industri, 3) isi, dan 4) pemasang iklan tidak mendapatkan dana dari khalayak. Penelitian ini membatasi persoalan sumber mana pun. Akan tetapi, biaya pemasang- hanya pada isi media dan khalayak. Alasannya an iklan murni dari swadaya para penggagas iklan itu sendiri ialah karena isi media (iklan) yang berkaitan se- 1 . cara langsung dengan khalayak dan dalam kon-

Ketiga media yang dipilih oleh para pengga- teks itulah muncul iklan “Seruan Pontianak”.

gas untuk menjangkau dan mempengaruhi kha- layak semuanya bermarkas di kota Pontianak.

Gambar 2: Empat interseksi media dan hu- Oleh karena itu, iklan diberi judul “Seruan Pon-

bungan media-khalayak

tianak”. Melalui media yang terbit di Pontianak ini, para tokoh menyerukan perdamaian ke se- genap penjuru wilayah Kalimantan Barat sambil

2 berharap agar khalayak diterpa oleh iklan terse-

3 but dan paham akan pesan atau teks yang di-

1 sampaikan. Sesudah mengetahuinya, khalayak

4 akan tergugah hati nurani dan perasaannya. Se- sudah tergugah nurani dan perasaannya maka khalayak akan bertindak. Inilah tindakan komu-

Sumber: Kolodzy (2006: 5).

nikasi (communicative act) para penggagas dan pe- masang iklan untuk mencapai tujuannya. Tidak

Iklan “Seruan Pontianak” sebagai salah dapat tidak, terdapat maksud tertentu dari para satu isi media diharapkan oleh para pengiklan penggagasnya untuk mempengaruhi khalayak berdampak pada khalayak. Itulah yang ada di dalam iklan tersebut sebagaimana dikemukakan benak para penggagas dan pemasang iklan “Se- Littlejohn dan Foss (2008: 110) berikut ini. ruan Pontianak” sehingga mereka memilih Bor-

neo Tribun, Tribun Pontianak sebagai media untuk Communicative act is used deliberately to menyerukan perdamaian.

convey meaning. Interactive acts actually in- Para penggagas dan pemasang iklan terse-

fluence the behavior of the other participants. but percaya bahwa media adalah perpanjangan

An act is communicative and interactive if it manusia sehingga dapat menyampaikan pesan

is intentional and influential.

kepada khalayak (McLuhan, 1964). Para peng- gagas dan pemasang iklan tersebut juga percaya

akan keampuhan suatu media sesuai dengan apa Alur pemikiran para penggagas dan pe-

yang dikemukakan Katz dan Lazarsfeld (1955) nyeru iklan “Seruan Pontianak” ini sesuai de- mengenai efek suatu media.

ngan perencanaan media dalam beriklan seperti Pemilihan media sangat penting dalam pro- dikemukakan Rossiter dan Dahanes (1998: 50- ses dan alur pemasangan iklan. Hal ini terkait

51) mengenai khalayak dan cara-cara menentu-

bukan saja dengan seberapa banyak khalayak kan tujuan iklan. Sebelum memilih media untuk sasaran media tersebut, tetapi juga menyangkut efektivitas dan efisiensi suatu iklan. Pemasang iklan akan menghitung dengan biaya semurah- 1

Wawancara dengan Tanto Yakobus, salah seorang peng-

murahnya untuk menjangkau dan mempe-

gagas iklan “Seruan Pontianak” di Pontianak, 27 Mei

ngaruhi khalayak sebanyak-banyaknya yang

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” R. MASRI SAREB PUTRA 125

memasang iklan, hendaknya lebih dahulu se- Bagaimanakah kaitan antara judul dan isi

cara cermat menghitung seberapa besar dampak suatu teks? Nord dalam Trosborg (2000: 79-80) suatu media menyampaikan pesan. Terdapat menjelaskan kaitan antara judul iklan dan teks korelasi antara pesan (message), pengirim pesan dan menyebutkan judul adalah unit metako- (messenger), dan saluran komunikasi (communi- munikatif. Terdapat interrelasi antara judul dan cation channel).

teks lain yang secara bersama-sama membangun Studi mengenai efek iklan politik (Kaid, sebuah unit of meaning sebagai satu kesatuan 2004: 166-167), termasuk iklan “Seruan Pontia- yang utuh. nak”, sampai pada simpulan bahwa terdapat tiga tingkatan efek iklan, yakni:

The title is metacommunicative unit which is

1) cognitive effect (efek kognitif, aspek knowl- assigned the status of a text because it pos- edge),

sesses, independently of the co-text, it own

2) affective effect (hati), dan type of cohesion, coherence, intentionally, ac-

3) behavioral effect (motorik). ceptability, informativity, and situationaly. There is an interrelation (compatibility) be-

Para penggagas dan pemasang iklan “Seru- tween title and co-text which has to be estab- an Pontianak” tentu saja menginginkan khalayak

lished by the recipient. Therefore, the recipi- yang diterpa iklan tersebut bukan hanya menge-

ent has to acquire experience in using titles tahui informasi yang disampaikan, tetapi juga

which, in turn, is based on the conventions of tersentuh hatinya, dan kemudian bertindak.

these texts.

Pembahasan

Judul iklan “Seruan Pontianak”, dengan demikian, adalah bagian tidak-terpisahkan dari

Iklan “Seruan Pontianak” terdiri atas teks (baha- teks secara keseluruhan. Judul iklan adalah unit sa) dan gambar. Menurut Nőth (1977), teks dan metakomunikatif yang berfungsi merangkai teks gambar pada suatu media saling melengkapi. secara keseluruhan. Terdapat keterkaitan antara Apa yang tidak dapat diungkapkan ke dalam judul dan co-texts yang menerpa khalayak. Oleh kata-kata, dinyatakan dalam gambar.

karena itu, khalayak yang diterpa oleh suatu Struktur isi iklan “Seruan Pontianak” terdiri iklan memperoleh pengalaman ketika membaca

atas empat unit, yakni: judul yang dalam proses kreatifnya didasarkan

1) judul,

pada konvensi susunan teks.

2) isi,

3) gambar, dan

4) senarai nama penyeru perdamaian atau Isi Teks Iklan “Seruan Pontianak”

penggagas iklan. Isi iklan “Seruan Pontianak” sebagai berikut.

Kami prihatin dengan ketegangan belakangan ini,

Judul Iklan “Seruan Pontianak”

antara beberapa warga Kalimantan Barat. Sengketa

Mengapa iklan ini diberi judul “Seruan Pontia- kecil antar perseorangan, dari soal mobil tergores, nak”? Tentu saja, judul suatu iklan bukan tanpa parkir motor, sekaleng cat hingga pembelaan perem- maksud, tetapi telah dipikirkan sedemikian rupa puan, berujung perkelahian besar. sehingga berdampak pada khayalak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagaimana Kami sadar Kalimantan Barat adalah kawasan rawan pada tulisan-tulisan pada umumnya, judul da- kekerasan. Perubahan sosial besar-besar an, sejak pe- lam iklan pun kerap merupakan intisari dari isi nyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada suatu teks.

Republik Indonesia, lantas pe ngalaman 1950-an serta

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” VOL V, 2012

masa Orde Baru, menciptakan banyak perubahan di dan hakim untuk bekerja keras, tidak berat sebelah Borneo. Ke sultanan-kesultanan dipinggirkan. Batas- dan bertindak sejujur-jujurnya dalam menegak- batas berubah. Hutan gundul. Lingkungan hidup ru- kan hukum. Kami sadar hukum bukan panglima di sak. Komposisi populasi berubah. Pemilihan umum negara Indonesia. Kami sadar korupsi mengakar sekarang dilakukan langsung.

bersama dengan ke kerasan. Namun, kita perlu me- manfaatkan ruang-ruang hukum yang ada, sesempit

Akar kekerasan di Kalimantan Barat adalah pemban- apa pun, untuk memperkuat prinsip negara hukum. taian kurang lebih 3.000 orang Tionghoa pada 1967. Kekerasan berbuah kekerasan. Pada 1997, sekitar 600 Kami minta Presiden Republik Indonesia dan Gu- warga Indonesia etnik Madura dibunuh di Sanggau bernur Kalimantan Barat melakukan penyelidikan Ledo. Pada 1999, setidaknya 3.000 khususnya orang terhadap pelanggaran hak asasi manusia dalam pem- Madura dibantai dan 120.000 melarikan diri dari bunuhan dan pengusiran orang Tionghoa tahun 1967 Sambas. Penderitaan mereka tentu jadi ingatan pahit maupun orang Madura pada 1997 dan 1999. Kami kita. Kekerasan ini membuat masyarakat luas dirugi- minta pemerintah membentuk komisi independen un- kan. Kami punya kesan negara Indonesia membiar- tuk mencari para korban, merekam kesaksian mereka kan akar kekerasan merasuk semakin dalam.

serta menyelidiki orang-orang, yang dianggap ber- tanggung jawab terhadap kekerasan-kekerasan terse-

Kelemahan penegakan hukum, policy pemerintahan but, serta menyelesaikannya lewat peng adilan. yang kurang bermutu serta ketiadaan upa ya men- cari kebenaran dan keadilan, membuat kekerasan ber- Kami percaya selama orang belum bisa belajar dari akar makin dalam di kawasan ini. Akibatnya, banyak masa lalu, orang-orang yang dulu melakukan pem- warga Kalimantan Barat menekankan simbol-simbol bunuhan, juga takkan takut untuk bikin pengera- etnik, adat dan budaya secara tidak proporsional: han lewat etnik, budaya atau agama, dan melakukan Dayak, Jawa, Madura, Melayu, Tionghoa, dan se- kekerasan lagi. Selama kebenaran dan keadilan tidak bagainya. Bila ada persoalan kriminal biasa, orang ditegakkan, selama itu pula kita tidak mengerti ba- menggesernya jadi persoalan kelompok etnik atau gaimana hidup damai dalam persaudaraan yang tu- agama.

lus.

Namun, kami ingat bahwa fitrah manusia berbeda

dan beragam. Perbedaan bukan alasan melakukan ke- Gambar atau Ilustrasi Iklan “Seruan kerasan. Keragaman bukan alasan saling bermusuh- Pontianak”

an. Sejarah Kalimantan Barat juga mencerminkan Apa fungsi gambar atau ilustrasi dalam sebuah kebersamaan, misalnya, kawin campur dan toler- teks? Gambar tidaklah berdiri sendiri, terlepas ansi antar-agama. Manusia bagaimanapun berkem- dari teks. Dilihat dari semiotika media, gambar bang sesuai fitrahnya. Memiliki organisasi etnik dan atau ilustrasi berfungsi melengkapi atau men- agama, juga bukan kejahatan, namun ia perlu dijalani jelaskan teks sekaligus merupakan pesan pikto- dalam suatu masyarakat hukum.

rial (pictorial message) seperti dikemukakan para pakar semiotika-media (Nöth, 1997: 138) berikut

Oleh karena itu, kami menyerukan warga Kalimantan ini. Barat untuk belajar menyelesaikan perbedaan penda pat Whether the picture functions like an argu- lewat cara-cara damai. Gunakan jalur hukum. Man-

ment or as a predicate, what these interpre- faatkan lembaga kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

tations have in common is that they consider Kami juga menyerukan kepada para polisi, jaksa,

the picture as an incomplete rhematic message

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” R. MASRI SAREB PUTRA 127

which can function only as a part of a larger Mengetahui siapa mereka sangat penting dicentic whole when it appears in conjunction

untuk memahami makna dan menangkap sua- with a verbal message.

sana jiwa di balik teks iklan tersebut. Mengapa? Karena teks iklan sebagai symbolic reality meru-

Tidak menjadi persoalan, apakah gambar pakan hasil konstruksi dari subjective reality dan berfungsi sebagai argumen atau sebagai bagian hasil konstruksi oleh masing-masing individu, yang menjelaskan sebuah teks, yang penting es- penggagas dan penyeru iklan perdamaian “Se- ensi gambar itu sendiri, yakni gambar adalah pe- ruan Pontianak” ini ternyata tidak jauh berbeda. san rematik (sesuatu yang dikatakan) yang tidak Sementara hasil konstruksi subjektif ini ada- lengkap yang dapat berfungsi sebagai bagian lah cerminan atau refleksi dari realitas objektif yang lebih besar manakala muncul dalam satu (Berger dan Luckmann, 1966), yakni konstruksi kesatuan dengan pesan verbal.

realitas sosial atas peristiwa kekerasan yang ter- Dalam iklan “Seruan Pontianak” terdapat jadi selama ini di Kalimantan Barat. dua gambar atau ilustrasi.

Berikut ini senarai nama penggagas dan pe- Pertama, gambar burung enggang (hornbill) nyeru perdamaian “Seruan Pontianak”. Urutan yang ditempatkan sebelah kanan paling atas. nama didasarkan secara alfabetis, bukan pada Burung enggang digambarkan berdiri di atas penting tidaknya tokoh atau kedudukan mereka

gunung tengkorak, kedua kakinya yang kokoh dalam masyarakat. Senarai tokoh penyeru per- mencengkeram tengkorak, matanya bulat tajam damaian itu sebagai berikut. menatap ke depan. Dalam budaya dan tra- disi etnis Dayak, enggang adalah burung yang

Abdullah H.S., Agustinus, Ahmad Shiddiq, Al-

menyim bolkan kesucian dan keramat, simbol exander Mering, Amrin Zuraidi Rawansyah, Andi kepahlawanan, dewa perang orang Dayak (Sel- Fachrizal, Andi Nuradi, Andika Lay, Andreas Har- lato, 1995). Gambar ini memperlihatkan dewa sono, Ansela Sarating, Aseanty Widaningsih Pahlevi, perang orang Dayak berdiri di atas korban-kor- Aswandi, Aulia Marti, Bas Andreas, Basilius Trihary- bannya yang sudah jadi tengkorak-tengkorak anto, Benny Susetyo Pr, Bong Su Mian, Budi Miank, berserakan.

Budi Rahman, Chairil Effendy, Charles Wiriawan, Kedua, gambar Pulau Kalimantan. Pada Deman Huri Gustira, Dewi Ari Purnamawati, Dian

wilayah Republik Indonesia, terdapat gambar Lestari, Dwi Syafriyanti, Faisal Riza, Fitriani, Frans tengkorak-tengkorak sebagai ganti daratan. Se- Tshai, Gerry van Klinken, Gusti Suryansyah, Gustiar, cara simbolik, gambar ini melukiskan bahwa Hairul Mikrad, Haitami Salim, Hamka Siregar, Hen- wilayah Kalimantan Indonesia selama ini penuh drikus Christianus, Heriyanto Sagiya, Hermayani dengan konflik dan konflik tersebut telah mema- Putera, Ilyas Bujang, Indah Lie, Johanes Robini Mari- kan banyak korban. Korban-korban konflik tidak anto OP, K. Husnan K.H. Nuralam, Koesnan Hoesie, terbilang jumlahnya dan korban-korban tersebut Kristianus Atok, Laili Khairnur, Marselina Maryani bergeletakan sedemikian rupa dan perlu suatu Soeryamassoeka, Max Yusuf Alqadrie, Mohammad, upaya untuk menghentikannya.

Nur Iskandar, Nuralam, Pabali Musa, Padmi Tjan- dramidi, Pahrian Siregar, Paulus Florus, Pay Jarot Su- jarwo, Ridwan, Rizal Adriyanshah, Rizawati, Rizky

Senarai Nama Penggagas Iklan dan Pe- Wahyuni, Rohana, Sapariah Saturi Harsono, Sarumli

nyeru Perdamaian

Sanah, Severianus Endi, Siti Lutfiyah, Stefanus Akim,

Para tokoh penyeru perdamaian adalah juga Subardi, Subro, Supriadi, Syamsudin, Tan Tjun Hwa, bagian integral dari iklan. Mereka adalah nama Tanto Yakobus, Viryan Azis, W. Suwito, Wendi Jayan- yang menggagas dan menyerukan pesan perda- to, Yohanes Supriyadi, Yulianus, Yusriadi, dan Zeng maian “Seruan Pontianak”.

Wei Jian.

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” VOL V, 2012

Para penggagas dan penyeru pesan perda- dari masalah pribadi hingga perkelahian maian “Seruan Pontianak” tersebut adalah tokoh

kelompok dapat memicu konflik horizontal lintas agama, suku, strata sosial, ekonomi, poli-

yang menyeret massa yang lebih luas. Kita tik, dan tidak semuanya berdomisili di wilayah

tidak mau pengalaman masa lalu terulang Kalimantan Barat. Akan tetapi, mereka memi-

lagi. Kita ingin tindakan preventif. Jika ada liki hasil konstruksi yang sama atas pe ristiwa

kasus serupa, kita serahkan kepada aparat kerusuhan sosial yang terjadi di Kali mantan Ba-

keamanan.

rat. Mereka sama-sama menginginkan agar kon- Senarai nama para penyeru iklan “Seruan flik dapat segera dicabut hingga akar-akarnya

sehingga konflik antaretnis di Kalimantan Barat Gambar 3: Iklan permintaan maaf dari penyeru

tidak terulang lagi.

perdamaian “Seruan Pontianak”

Hal itu diakui oleh Nur Iskandar, salah satu penggagas iklan tersebut. Adalah Nur juga yang menandatangani iklan permohonan maaf satu halaman penuh yang dimuat pada 7 Oktober 2009 di tiga koran yang memuat “Seruan Pon- tianak”. Mengapa permohonan maaf ini harus terbit, tidak menjadi fokus pembahasan. Akan tetapi, sebagaimana dikemukakan Nur Iskan- dar 2 , “Sebenarnya iklan ‘Seruan Pontianak’ tidak pernah benar-benar dicabut. “Pencabutannya atas permintaan dan desakan beberapa pihak karena merasa iklan kami tendensius. Jika tidak dicabut, iklan tersebut dapat menimbulkan ke- salahpahaman sehingga potensial memicu per- tikaian terbuka.”

Menurut Nur Iskandar, iklan “Seruan Pon- tianak” adalah upaya dan langkah preventif Pontianak”, ternyata tidak duduk bersama da- para penggagasnya didorong keinginan untuk lam satu meja perundingan sebelum mempub- likasikannya. Menurut Edi Petebang 3 menghentikan konflik antaretnis yang sudah , yang me-

berlangsung sejak lama dengan skala yang se- ngaku membaca draft iklan “Seruan Pontianak”

sebelum dipublikasikan dan memberikan usul- makin masif. an bagaimana sebaiknya, iklan itu sendiri sarat

kontroversi. Petebang kemudian mengusulkan Ibarat api, kita jangan menunggu sampai be-

dua hal, tetapi tidak digubris sehingga ia meno- sar baru dipadamkan. Selain panik, kita jadi takut. Demikian konflik etnis di Kalimantan lak dimasukkan ke dalam senarai nama pengga-

gas iklan (blog Edi Petebang, Pontianak, 8 Okto- Barat yang terjadi berkali-kali dan semakin

ber 2009).

lama semakin mengkhawatirkan. Orang boleh mengatakan bahwa seruan perdamai-

Kemudian, saya kirim usulan/saran ter- an itu tiba-tiba, tidak ada angin tidak ada

hadap isi draft SP tersebut. Intinya: secara hujan. Tetapi ini benar-benar pengalaman

esensi saya setuju; tetapi secara teknis dan di lapangan, betapa persoalan sepele mulai

2 Wawancara dengan Nur Iskandar di Pontianak, 26 Mei

3 Wancara dengan Edi Petebang, 27 Mei 2012.

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” R. MASRI SAREB PUTRA 129

kepatutan tidak setuju. Karena itulah, saya bahwa dunia bulat adalah contoh bagaimana mengusulkan dua hal: pertama, jangan me- realitas subjektif berkorelasi dengan realitas ob- masukkan angka-angka dan penyebutan jektif. nama etnis; kedua, kata-kata yang dipakai

Menurut Surette (2007: 30), manusia mem-

jangan vulgar. “Jika dua usulan saya ini peroleh pengetahuan melalui empat sumber. tidak bisa diakomodir, maka saya menolak

Pertama, melalui pengalaman pribadi. namanya dimasukkan,” pinta saya. Akhir-

Kedua, melalui significant others (kolega, ke- nya, nama saya pun tidak ada di SP terse- luarga, dan teman) atau kerap juga disebut con- but.

versational reality.

Ketiga, melalui kelompok sosial lain atau in- Menurut Petebang, terdapat empat keberat- stitusi (sekolah, persekutuan, lembaga agama, an yang membuatnya menolak namanya di- dan institusi pemerintahan). masukkan ke dalam senarai penggagas.

Keempat, melalui media. Media adalah salah Pertama, kemunculannya yang tiba-tiba satu sumber penting pengetahuan manusia, yang menimbulkan pertanyaan “ada apa?” di terutama pada zaman sekarang, peranan media baliknya.

sedemikian besar di dalam memperoleh penge- Kedua, soal data korban. Data korban terse- tahuan. Isi suatu media merupakan hasil kon- but cenderung tendensius merujuk etnis terten- struksi (wartawan, redaksi, pemilik media) atas tu. Kalau mau jujur, bukankah etnis lain (yang realitas. Oleh karena itu, teori konstruksi reali- tidak disebut dalam SP itu) juga puluhan, bah- tas sosial (Surrete, 2007: 30-34) membagi adanya kan ratusan yang jadi korban? Jika memang mau tiga macam realitas, yakni: fair, mestinya semuanya dipaparkan.

1) experienced reality, Ketiga, cara penyampaian yang vulgar dan 2) symbolic reality, dan

kasar.

3) socially constructed reality.

Keempat, penyebutan nama seakan-akan di- catut sehingga keesokan harinya banyak yang

Experienced reality ialah realitas sebagaimana menarik diri.

yang dialami oleh seseorang. Misalnya, dalam suatu kerusuhan sosial, seseorang mengalami

Iklan “Seruan Pontianak” sebagai Sym- kekerasan, sedangkan yang lain tidak. Realitas

bolic Reality

yang terbentuk dalam persepsi masing-masing tentu berbeda karena didasarkan pada apa yang

Berger dan Luckmann (1966) adalah ilmuwan so- dialami masing-masing. sial yang menjelaskan mengenai sumber-sumber

Symbolic reality ialah realitas yang dikon-

pengetahuan sosial. Mereka menegaskan bahwa struksi oleh orang, institusi, dan media. Apa realitas yang kita persepsikan, dibangun (dikon- saja yang tidak kita saksikan dengan indera kita struksi) secara bersama-sama dengan manusia sendiri, tetapi dikatakan orang dan institusi ser- lain. Realitas subjektif individu, dikonstruksi se- ta diberitakan (ditulis) oleh media, dan apa pun cara sosial ke dalam kesadaran individu.

yang terjadi dan tidak kita alami sendiri, tetapi Menurut Berger, realitas objektif ada- kita percayai sebagai kebenaran, adalah symbolic

lah pengetahuan umum yang diterima oleh reality. Sebagai contoh, kita tidak menyaksikan masyarakat secara keseluruhan. Sebagai contoh, dengan mata kepala sendiri peristiwa konflik fakta bahwa bumi berbentuk bulat adalah hasil yang terjadi di Kalimantan Barat pada 1999. dari konstruksi realitas objektif. Realitas objek- Kita memperoleh informasi mengenai peristiwa tif berkorelasi dengan realitas subjektif adalah tersebut dari media. Setelah membaca atau me- cara-cara dunia objektif menjadi “nyata” untuk ngonsumsi media tersebut, kita membangun individu. Fakta bahwa seseorang mempercayai atau mengonstruksi realitas dalam pikiran kita

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” VOL V, 2012

dan pengetahuan itu kita peroleh dari media. Secara khusus, pada tingkatan konstruksi

Pengetahuan yang kita dapatkan dari media sosial yang ke-3, media –termasuk tiga media tadi, di mana kita sendiri tidak terlibat dan tidak cetak yang memuat iklan “Seruan Pontianak– mengalaminya secara langsung, tetapi kita per- adalah arena kompetisi konstruksi sosial. Apa cayai sebagai kebenaran, itulah yang dimaksud- yang diungkapkan dan disajikan oleh media kan dengan symbolic reality.

adalah symbolic reality. Seorang yang diterpa Social reality ialah hasil konstruksi yang atau memilih untuk memenuhi kebutuhannya dipersepsikan sebagai “real world” oleh ma sing- akan informasi percaya begitu saja pada isi me- masing individu, yakni yang secara individu dia tersebut maka yang bersangkutan memba- kita percayai sebagaimana realitas yang sesung- ngun pengetahuannya akan suatu objek melalui guhnya.

media. Di sinilah media memainkan peranan Bagaimana peran media dalam proses kon- pentingnya sebagaimana dikemukakan Surrete struksi sosial? Surrete (2007: 33) menggambar- berikut ini. kan peran media dalam proses konstruksi sosial sebagai berikut.

The media help filter out competing con- structions. This is where the media play their most powerful role. Persons forward-

Gambar 4: Peran media dalam proses kon-

ing constructions compete for media tend to

struksi sosial

pavor positions that are dramatic, are spon- sored by powerful group, and are related

Tingkat 1

to preestabilished cultural themes. In this

way, media act as filters, making it difficult condition, events, and properties

The physical world

for those outside the mainstream to access the media and promote their constructions (Surrete, 2007 : 33).

Tingkat 2

Competing social constructions

Misalnya: kriminalitas tak terkendali Media, dengan demikian, adalah salah satu

vs aman-aman saja

sumber pengetahuan bagi seseorang. Apa yang dikonstruk oleh media, diterima oleh orang yang mengonsumsi atau diterpa media yang bersang- kutan.

Tingkat 3

Wimmer dan Dominic dalam Gunter (2000:

Media as social construction competi-

61) mengindentifikasi terdapat lima tujan anali-

tion arena

sis isi suatu media.

Media-adept constructionist have an

1) Menggambarkan pola atau tren yang

advantage

disajikan media.

2) Menguji hipotesis tentang kebijakan atau tujuan dari produser media.

3) Membandingkan isi media dengan du-

Tingkat 4

nia nyata.

Winning sosial construction

4) Menguji representasi dari kelompok- criminal justice policies are determined kelompok tertentu dalam masyarakat.

by winning construction

5) Menggambar kesimpulan tentang media

efek.

Sumber: Surrete, 2007: 33.

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” R. MASRI SAREB PUTRA 131

Kata Kunci Iklan “Seruan Pontianak”

dampak langsung, segera, dan sangat berpe- ngaruh pada khalayaknya.

Teks dan gambar dalam iklan adalah satu ke- Para penggagas dan pemasang iklan “Se- satuan yang utuh dan tidak dapat dilepaskan ruan Pontianak” berupaya untuk menggi ring satu sama lain. Tidak bermaksud melepaskan khalayak mengetahui sesuatu, dan setelah teks dari gambar, pada subbab ini akan didekon- mengetahui sesuatu, khalayak terpengaruh. Jika struksi bagaimanakah satuan makna (unit of

pengaruhnya sedemikian kuat maka khalayak meaning) teks iklan “Seruan Pontianak” untuk

akan melakukan sesuatu sesuai dengan pesan mengetahui kata kunci yang sering kali muncul.

dalam iklan tersebut.

Frekuensi kata yang sering muncul dalam iklan Para penggagas iklan “Seruan Pontianak”

tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini. secara cermat telah menghitung siapa khalayak yang dijangkau atau khalayak yang akan diterpa

Tabel 1: Kata Kunci Iklan “Seruan Pontianak” oleh pesan iklan tersebut, yaitu khalayak pem-

baca tiga media yang terbit di Pontianak (Borneo

No. Kata kunci

Frekuensi muncul

Tribun, Tribun Pontianak, dan Pontianak Post) yang

1. kekerasan

12 dipasangi iklan, yakni masyarakat Kalimantan

4 Barat. Hal ini sesuai sebagaimana dikemukakan Fowles (1996) bahwa dalam iklan terdapat kore-

2. Madura

3. Tionghoa

3 lasi antara pesan dan konsumen. A tension exist

4. pembunuhan

2 between the advertising message and the individual

5. minta

2 consumer, a tension reflected in the composition of

2 the message (Fowles, 1996: 93). Terdapat tekanan

6. akar kekerasan

2 tertentu yang hendak disampaikan sebuah iklan kepada khalayaknya dan tekanan tersebut terda-

7. menyerukan

8. Dayak

1 pat dalam komposisi pesannya.

Dalam iklan “Seruan Pontianak”, tekanan- Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kata nya terdapat dalam seruan perdamaian agar

“kekerasan” muncul sebanyak 12 kali, diikuti semua pihak segera mengakhiri permusuhan. “Madura” 4 kali, Tionghoa 3 kali, kemudian kata Hendaknya kekerasan di Kalimantan Barat diki- “pembunuhan”, “minta”, “akar kekerasan”, kis habis sampai ke akar-akarnya. Semua pihak, “menyerukan” masing-masing muncul 2 kali. terutama Pemerintah, diharapkan menjaga per- Lalu, kata “Dayak” muncul hanya 1 kali.

damaian tersebut. Karena inti iklan adalah pe- san perdamaian yang diserukan dari kota Pon- tianak maka iklan tersebut diberi judul “Seruan

Kesimpulan Pontianak”.

Iklan adalah salah satu dari isi media. Bukan tanpa maksud para penggagas dan penyeru pe-

Daftar Pustaka

san perdamaian di Kalimantan Barat memasang iklan “Seruan Pontianak”. Mereka sangat ma- Baran, Stanley J. dan Dennis K. Davis. 2009. Mass fhum mengenai keampuhan sebuah media di

Communication Theory: Foundations, Ferment, dalam menyampaikan pesan kepada khalayak

and Feature. Singapore: Cengage Learning seperti halnya keampuhan pengaruh jarum

Asia Pte Ltd.

suntik menyembuhkan pasien. Para penggagas Berger, P. L. dan T. Luckmann. 1966. The Social dan pemasang iklan “Seruan Pontianak” meng-

Construction of Reality: A Treatise in the Sociol- anut teori jarum suntik (hypodermic needle theory)

ogy of Knowledge. Garden City, NY: Anchor yang meyakini bahwa media massa mempunyai

Books.

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” VOL V, 2012

Blumer, H. 1969. Symbolic Interactionism: Perspec- Heidhues, Mary Somers. 2003. Golddiggers, Farm-

tive and Method . Englewood Cliffs, NJ: Pren- ers, and Traders in the “Chinese District” of West tice-Hall.

Kalimantan, Indonesia. Ithaca: Cornell South- Davidson, Jamie. 2009. From Rebellion to Riots:

east Asia Program Publications.

Collective Violence on Indonesian Borneo. Sin- _________.2003. “Primitive’ Politics: The Rise gapore: NUS Press.

and Fall of the Dayak Unity Party in West Donald L. Harowitz. 1985. Ethnic Groups in Con-

Kalimantan, Indonesia” dalam ARI Working flict. California: University of California.

Paper Series. Singapore: National University Deetz, Stanley. 1976. “Gadamer’s Hermeneutics

of Singapore.

and American Communication Studies”, _________. 2008. From Rebellion to Riots: Collective paper presented at the Annual International

Violence on Indonesian Borneo. Madison: The Colloquium on Verbal Communication.

University of Wisconsin Press.

Djuweng, Stepanus dan Wolas Krenak. 1993. Heiner, Robert. 2002. Social Problems: An Intro-

Manusia Dayak: Orang Kecil yang Terperang- duction to Critical Constructionism. Oxford: kap Modernisasi. Pontianak: Institute of Daya-

Oxford University Press.

kologi Research and Development. Iklan layanan masyarakat “Seruan Pontianak” Djuweng, Stepanus. 1997. Indigenous peoples and

dalam Borneo Tribune, Tribun Pontianak, dan land-use policy in Indonesia: A Dayak Showcase

AP Post pada hari Senin, 28 September 2009. Pontianak: Intitute of Dayakology Research Kadarusman. 1969. Masalah Cina. Pontianak: and Development.

Pemda Tingkat I Kalimantan Barat.

Evans, H.N. Ivor. 1922. Among Primitive Peoples Kadarusno. 1997. Kalimantan Barat Membangun.

in Borneo. London: Seeley-Service & C.O. Memori sebagai Gubernur KDH Tingkat I Kal- bar 1972-1977. Pontianak: Mandau Dharma.

Limited. Feith, Herbert. 1999. Pemilihan Umum 1955. Ja- Kaid, Lynda Lee. 2004. Handbook of Political Com-

munication Research. New Jersey: Lawrence karta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Flynn, Sydwell Mouw. 2004. Up The Notched-Log Erlbaum Associates, Inc. Publishers. Karman, Hasan. 2012. Pengelolaan Lingkungan

Ladder Arthur and Edna Among The Dayaks of Fisik dan Sosial Etnis Tionghoa Eks Pengungsi Borneo. Author House.

Fowles, Jib. 1996. Advertising and Popular Culture. Kerusuhan 1967. Disertasi pada Program

Pasca Sarjana, Universitas Negeri Jakarta California: Sage Publications, Inc.

(UNJ), Rawamangun Jakarta.

Gadamer, Hans-Georg. 1975. Truth and Method. Katz, E. dan Lazarsfeld, P. 1955. Personal Influ- London-New York: Continuum.

ence. New York: The Free Press.

Grant, Edward. 1996. The Foundations of Modern Katz, Helen. 2010. The Media Handbook: A Com-

Science in The Middle Ages: Their Religious, plete Guide to Advertising Media Selection.

Institutional, and Intellectual Context. Cam-

New York: Routledge.

bridge: Cambridge University Press. Klinken, van Gerry. 2007. Perang Kota Kecil. Ja- Gunter, Barrie. 2000. Media Research Methods.

karta: Yayasan Obor Indonesia.

London: Sage Publications Ltd. Kolodzy, Janet. 2006. Convergence Journalism. Harian Equator, 27 September 2012.

Maryland: Rowman & Littlefield Publishers, Horowitz, DL.1985. Ethnic Groups in Conflict.

Inc.

Berkeley: University of California Press. Lasswell, Harold D. and Abraham Kaplan. 1952. _________. t.t. “Ethnic Confict Theory” dalam

Power and Society. London: Routledge and www.polsci.wvu.edu/ diunduh pada 2 No-

Kegan Paul.

vember 2012. Leiss, William, dkk. 2005. Social Communication Handrianto, Budi. 2006. Kebeningan Hati &

in Advertising: Consumption in the Market- Pikiran. Depok: Gema Insani.

place. New York: Routledge.

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” R. MASRI SAREB PUTRA 133

Littlejohn, Stephen W. dan Karen A. Foss (edi- ness: Indonesia on the Edge of Chaos. London: tors). 2009. Encyclopedia of Communication

Random House.

Theory. California: Sage. Petebang, Edi. 1998. Dayak Sakti: Ngayau, Tar- Lontaan, J.U. 1975. Sejarah, Hukum dan Adat Is-

iu, Mangkok Merah (Konflik Etnis di Kalbar tiadat Kalimantan Barat. Pontianak: Pemda

1996/1997). Pontianak: Institut Dayakologi. Tingkat I Kalbar.

Petebang, Edi dan Eri Sutrisno. 2000. Konflik Et- Lonsen, F.X. dan L.C. Sareb. 2002. Hukum Adat

nik di Sambas. Jakarta: Institut Studi Arus In- Dayak Kecamatan Jangkang Kabupaten Sang-

formasi.

gau Kalimantan Barat. Dewan Adat Kecama- Sellato, Bernard. 1992. Hornbill and Dragon: Art

and Culture Borneo. Singapore:

tan Jangkang. Surmanek, Jim. 1996. Media Planning. Chicago: McLuhan, Marshall. 1964. Understanding Media: The

NTC Business Book.

Extensions of Man. New York: McGraw Hill. Surrete, Ray. 2007. Media, Crime, and Criminal Jus- Nöth, Winfried. 1997. Semiotics of the Media: State

tice. Belmont: Wadsworth.

of The Art, Projects, and Perspectives. Berlin: van Klinken, Gerry. 2007. Perang Kota Kecil: Kek- Mouton de Gruyter.

erasan Komunal dan Demokratisasi di Indonesia. Olong, Hatib Abdul Kadir. Tato. 2006. Yogyakar-

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

ta: LKiS. Wernick, Andrew. 1991. Promotional Culture: Ad- Ooi, Keat Gin. 2001. The Japanese Occupation of

vertising, Ideology, and Symbolic Expression: Borneo 1941-45. New York: Routledge.

Theory, Culture & Society Prio Monographs. Parry, Richard Lloyd. 2005. In the Time of Mad-

Sage Publications.

Ultimart, Desember 2012, hal 134-148 Vol. V, Nomor 2 ISSN 1979-0716

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation

MICHAEL SEGA GUMELAR

Fakultas Seni & Desain-Universitas Multimedia Nusantara (www.umn.ac.id) Jln. Boulevard Gading Serpong, Scientia Garden Tangerang, Banten-15810 INDONESIA Telp. (021) 5422 0808, Fax. (021) 5422 0800 e-mail: ms.gumelar@gmail.com, gumelar@unimedia.ac.id

Diterima: 22 Agustus 2012 Disetujui: 12 September 2012

Abstract

A simple animations can be achieved by using mask technique and vertex. However, although this tech- nique is simple, it can be used to create a simple character animation, so the animation technique allows us to create an animated walk cycle with a simple character. Mask and vertex animation is needed to create an animation with vertex by vertex to create a shape made by a simple character design, and the result of vertex that shape something is called mask, mask is a combination of these vertexes, and then by modifying and trans- forming the vertexes, we can animate vertexes to a new position based on keyframe animation to create simple 2D animation.

Keywords: mask, vertex, animation, layer, layer 3D

Pendahuluan

di bawah, wayang berarti bayangan

Animasi dengan menggunakan teknik mask dan sebab mirip de- vertex dapat dilakukan, beberapa orang menye- ngan teknik shadow butnya dengan nama vector animation. Namun puppet yang meng-

sebenarnya, istilah vector ini menjadi rancu bila

tangan ternyata gambar yang digunakan bukanlah hasil

gunakan

ilustrasi yang dibuat berdasarkan digital vector, dan diberi sinar tetapi bitmap dari hasil photo lalu digerakkan

dari arah depan seperti puppet yang menekankan animasi ber-

sehingga tercipta dasarkan sambungan seperti di area persendi-

bayangan jatuh di an.

belakang ta ngan Teknik ini sudah muncul di zaman masa lalu

yang jatuh di tem-

sekitar abad 15 di masa Kerajaan Demak area di Gambar 1. Wayang Bali, salah satu bok atau kain atau Indonesia kini, yaitu oleh Raden Patah dan di- teknik puppetry, sumber http://bit. media lain sesuai

sebut dengan nama Wayang seperti Gambar 1 ly/HucpSC kebutuhan.

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR 135

Di masa lalu, saat 2D animasi masih meng- digunakan secara aktif menggunakan teknik gunakan teknik stop motion dengan berbahan mask dan vertex animation, yang dapat juga dili- film transparan untuk penempatan gambar ani- hat caranya secara tutorial di Adobe After Effects masinya atau menggambar dan mewarnainya di Help. Dengan menggunakan Adobe After Effects media plastik bening yang disebut celluloid maka software, yaitu dengan mempelajari mask dan puppet animation ini disebut dengan nama cut out vertex, lalu dikombinasikan, pertama dengan animation.

mempelajari mask, vertex, transform, dan ani- Ciri khas animasi teknik ini biasanya di- masi sederhana. Vertex adalah nodal point yang

terapkan pada area kepala sehingga kepala ber- merupakan pembentuk shape atau mask seperti goyang kiri dan kanan dalam lintasan lengkung Gambar 2 di bawah. tertentu yang disebut dengan nama tweening bila menggunakan software Adobe Flash. Padahal teknik ini lebih tepat disebut dengan nama pup- petry atau boneka dengan cara menggerakkan persendiannya.

Kini, agar tidak membingungkan antara is- tilah vector animation dengan bitmap animation menggunakan teknik puppetry maka menyebut teknik vector animation ini dengan nama mask & vextex animation. Sementara teknik meng- gunakan karakter bitmap ataupun vector na- mun dengan menggunakan sambungan seperti persendian maka disebut dengan nama puppetry animation. Batasan masalah di studi ini adalah

tidak mengajarkan software Adobe After Effects Gambar 2. Vertex sebagai nodal point bagi pemula dan juga tidak mengajarkan mem-

Mask merupakan gabungan dari titik-titik buat sequence walk cycle dengan teknik nonmask nodal vertex yang membentuk suatu shape, Gam- & vertex animation. Untuk mengerti animasi,

bar 3 di bawah.

silakan membaca 2D Animation Hybrid Tech- nique oleh M.S. Gumelar.

Tinjauan Pustaka

Dengan mempelajari gerak animasi yang ber- dasarkan hukum fisika dalam buku 2D Anima- tion Hybrid Technique tertulis bahwa “Great Animation not just drawing sequence of images or just combining images into frame by frame whatever movement will be, but great animation actually based on physics, biology and lip sync” (M.S. Gumelar, 2011, p. 42).

Gambar 3. Mask adalah shape yang dibentuk oleh nodal point.

Teknik vector menggunakan software Adobe Flash diadopsi dan diterapkan sekaligus dengan

Transform merupakan cikal bakal motion

menggunakan animasi sederhana di Adobe Af- graphic yang ada di After Effects. Transform ini ter Effects. Penjelasan berikut adalah sekilas me- meliputi anchor point, position, scale, rotation, dan ngenal Adobe After effects dan menu yang akan opacity (Gambar 4).

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation VOL V, 2012

Gambar 4. Transform di menu Adobe After Effects.

Anchor point adalah titik tengah rotasi putar Scale (1) untuk membesarkan atau mengecil-

suatu objek. Anchor point akan terlihat hasilnya kan ukuran suatu image berdasarkan skala sesuai bila digabungkan dengan transform rotate seperti kebutuhan (2) seperti Gambar 7 di bawah. Gambar 5 di bawah.

Gambar 7. Scale Transform. Gambar 5. Anchor Point Transform.

Rotate (1) untuk merotasikan image atau ob- Position akan membentuk motion path (3) bila jek sesuai kebutuhan seperti Gambar 8 di bawah. digabungkan dengan time di timeline (2) dan key- frame (1) seperti Gambar 6 di bawah.

Gambar 6. Position Transform.

Gambar 8. Rotation Transform.

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR 137

Opacity, kesolidan objek untuk mentrans- mengerti benar software ini lebih mendalam seh- paransikan suatu image atau objek sesuai kebu- ingga teknik mask dan vertex animation ini belum tuhan, nilai 0 objek menjadi hilang dan nilai 100 banyak yang tahu bagaimana menggunakan dan objek menjadi terlihat penuh seperti Gambar 9 di memanfaatkannya. bawah.

Contoh sederhana simple mask & vertex ani- mation akan dibuat sebagai contoh agar dapat dimengerti dan dipelajari sebagai acuan lang- kah di pembahasan. Buatlah satu objek dengan menggunakan teknik mask, contoh seperti Gam- bar 10 di bawah.

Gambar 9. Opacity Transform.

Gambar 10. Suatu mask dengan shape segitiga.

Kemudian, click Mask path keyframe icon,

Metode de ngan cara meng-expand tanda panah Mask

(Gambar 11).

Penelitian ini berdasarkan kualitatif, observasi, analisis, library research, experi- ment, dan perban dingan secara teknik. Karena penelitiannya

da lam membuat terobosan se cara teknik maka cara men- jelaskannya juga cenderung teknik sehingga tutorial dibu- tuhkan dalam menjelaskan langkah-langkahnya.

Membuat animasi vector se- lama ini dikenal menggunakan Adobe Flash, tetapi pendeka- tan yang digunakan dalam stu- di ini lebih menekan kan meng- gunakan software Adobe After Effects sehingga literature yang digunakan cenderung belum banyak yang mengerti. Teknik ini diperoleh penulis dengan

Gambar 11. Mask Path keyframe sedang on.

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation VOL V, 2012

Kemudian, click di area durasi yang baru di timeline (1), lalu gunakan selection tool dan click nodal vertex (2) seperti Gambar 12 di bawah ini.

Gambar 12. Mulai membuat contoh mask & vertex animation sederhana.

Gerakkan nodal ke area yang baru (2), lalu keyframe diamond akan muncul, menandakan bahwa animasi vertex sudah dilakukan, seperti pada Gambar 13.

Gambar 13. Vertex keyframe animation telah dibuat.

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR 139

Click Ram preview button untuk melihat hasil Dari mask shape character yang sudah dibuat,

animasi vector dan vertex ini, seperti pada Gam- kini duplikat sebanyak lima kali, jadi total ada bar 14 di bawah ini.

enam duplikat character, yaitu dua untuk tangan, dua untuk kaki, badan dan kepala.

Gambar 14. Ram preview button.

Pembahasan

Dengan menggunakan prinsip animasi dari alam, yaitu prinsip fisika maka hasil animasi

sederhana berdasarkan mask & vertex tersebut da- pat diterapkan dalam gerak walk cycle. Kini, stu- di ini akan di terapkan pada animasi yang lebih kompleks dengan membuat karakter sederhana. Gambar 16. Duplikasi sebanyak lima kali sehingga total ada 6 Karakter ini seperti gambar di bawah, pembaca

shapes.

dapat membuat sendiri dengan model sederha- na lainnya sesuai kebutuh an dan keahliannya.

Kini, click nama layer di timeline seperti Gambar 17 dan tekan enter lalu ubah namanya menjadi left arm, right arm, left foot, right foot, body dan head.

Gambar 17. Mengganti nama layer.

Off-kan icon mata timeline layer untuk lima mask shape character yang terduplikat, lalu de- ngan menggunakan Delete vertex tool (Gambar 18), click vertex nodal lainnya untuk dihapus dan

menyisakan left arm saja (Gambar 19).

Gambar 15. Simple character.

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation VOL V, 2012

Gambar 18. Lima layer lainnya sementara di-off-kan agar tidak Gambar 20. Hanya menyisakan area vertex khusus untuk left

terlihat.

arm.

Gambar 19. Hanya menyisakan shape dari gabungan vertex

dari left arm.

Lakukan pengurangan untuk shapes sisanya, yaitu untuk right arm (Gambar 20), left foot (Gam- bar 21), right foot (Gambar 22), body (Gambar 23), Gambar 21. Hanya menyisakan area vertex khusus untuk left dan head (gambar 24).

foot mask.

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR 141

Gambar 24. Hanya menyisakan area vertex khusus untuk head

mask.

Kemudian, on-kan semua layer visibility-nya, seperti Gambar 25.

Gambar 22. Hanya menyisakan area vertex khusus untuk right

foot mask.

Gambar 23. Hanya menyisakan area vertex khusus untuk body Gambar 25. Semua layer visibility di-on-kan setelah terjadi

mask.

pengurangan yang dibutuhkan.

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation VOL V, 2012

Perhatikan bahwa setelah semua layers on, Kini, langkah selanjutnya membuat walk

ada beberapa area yang seperti ada gap-nya, cycle dengan memulai di area right foot, di mana harus diperbaiki (Gambar 26) dengan membuat akan digerakkan melangkah ke depan, expand- salah satu layernya overlapping agar gap tersebut kan panah right foot layer dan click stopwatch icon menjadi tidak ada.

keyframe (1) maka hasilnya diamond keyframe akan muncul (2) seperti Gambar 28 di bawah.

Gambar 26. Perhatikan garis hitam yang muncul, itu adalah Gambar 28. Mulai menganimasikan secara vertex dimulai dari

gap area yang harus diperbaiki.

right foot.

Setelah diperbaiki dengan menggerakkan Kini, tempatkan timeslider ke durasi baru,

vertex sesuai kebutuhan di area tertentu agar yaitu 6 frame dari titik semula (1), lalu atur ver- saling overlaping, hasilnya seperti Gambar 27 di texes-nya ke posisi seperti Gambar 29, lalu key- bawah ini.

frame diamond baru akan muncul.

Gambar 27. Gabungan masks yang di beberapa area saling overlapping akan membuat gambar lebih baik.

Gambar 29. Pose baru Right foot dengan keyframe barunya.

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR 143

Kini, langkah selanjutnya untuk left foot, di enam frame dari durasi sebelumnya (1) jadi total mana akan digerakkan melangkah ke depan, ex- di durasi ke-12, lalu tempatkan vertexes nodal ke pand-kan panah left foot layer dan click stopwatch posisi seperti gambar tersebut. icon keyframe (1) maka hasilnya diamond keyframe akan muncul (2) seperti Gambar 30 di bawah.

Gambar 32. Posisi baru right foot di frame timeline ke-12.

Kini pada left foot, lakukan seperti Gambar

33, tempatkan dulu durasi enam frame dari du- Gambar 30. Mulai menganimasikan left foot. rasi sebelumnya (1) jadi total di durasi ke-12, lalu

tempatkan vertexes nodal ke posisi seperti gam- Ikuti pose untuk left foot seperti Gambar 31, bar tersebut (2) maka keyframe baru akan terben-

tempatkan dulu durasi enam frame dari durasi tuk (3). sebelumnya (1), lalu tempatkan vertexes nodal left foot dengan meniru posisi kaki yang baru (2) maka akan terbentuk keframe diamond nodal- nya (3).

Gambar 33. Posisi baru left foot di durasi timeline ke-12.

Kini, giliran gerak pada area tangan, bawa

Gambar 31. Posisi baru left foot dengan keyframe.

timeline arrow ke posisi durasi awal (1) lalu ke layer right arm, click stopwatch keyframe icon di lay-

Kini, kembali ke right foot, click Right foot’s er tersebut (2) lalu akan muncul diamond key- layer seperti Gambar 32, tempatkan dulu durasi frame nodal (3) seperti Gambar 34.

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation VOL V, 2012

Gambar 36. Left arm layer. Gambar 34. Right arm layer.

Lalu, posisikan timeline arrow di durasi Posisikan timeline arrow di durasi frame ke- frame ke-12 (1), lalu atur left arm vertexes seperti

12 (1), lalu atur right arm vertexes seperti posisi posisi (2) di Gambar 37 maka juga akan muncul (2) di Gambar 35 maka juga akan muncul dia- diamond keyframe nodal yang baru (3). mond keyframe nodal yang baru (3).

Gambar 35. New right arm’s vertexes position.

Gambar 37. Posisi baru left arm.

Posisikan timeline arrow dari durasi frames Kini, diperlukan kedua tangan dan kepala

12 timeline arrow ke posisi durasi awal (1) lalu ke karakter ini mengikuti gerak badan. Oleh karena layer right arm, click stopwatch keyframe icon di lay- itu, buat parenting right arm, left arm dan head ke er tersebut (2) lalu akan muncul diamond keyframe body, caranya select left arm layer lalu panah yang nodal (3) seperti Gambar 36.

ada di tombol none area parent seperti Gambar 38.

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR 145

Gambar 38. Parenting.

Lalu, pilih Body sebagai parents-nya, seperti pada Gambar 39.

Gambar 39. Body layer sebagai left arm’s parent.

Lakukan langkah yang sama untuk right arm dan head sehingga hasilnya seperti pada Gambar

Gambar 40. Body layer sebagai right arm dan head parent.

Kini, balik lagi ke frame awal durasi (1), lalu ke layer Body dan on-kan stopwatch keyframe icon untuk Transform Position (2) maka nodal keyframe baru akan muncul (3) seperti pada Gambar 41.

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation VOL V, 2012

Ke frame durasi 18 (1) to left foot’s mask (2) atur posisi left foot vertexes seperti Gambar 43 (3) lalu diamond keyframe baru akan muncul (4).

Gambar 43. Left foot’s new vertexes position.

Masih di frame durasi 18 (1) ke right foot’s

mask (2) atur posisi left foot vertexes seperti Gam- bar 44 (3) lalu diamond keyframe baru akan mun-

Gambar 41. Body’s layer keyframe.

Ke frame durasi 12 (1) lalu posisikan badan cul (4). yang sebelumnya di posisi axis layer untuk body di 344.0, 235.0 di durasi awal Gambar 41, kini ubah axis-nya ke 344.0, 245.0 (2) maka akan ter- bentuk diamond keyframe nodal yang baru (3) se- perti Gambar 42. Hal ini diperlukan agar saat me- langkah dalam posisi kedua kaki merenggang maka ketinggian karakter akan turun karena pergerakan ini.

Gambar 44. Posisi baru Right foot.

Masih di frame durasi 18 (1) ke Body transform position ubah nilainya sama seperti saat masih di posisi yang tinggi, yaitu ke posisi axis 344.0, 235.0 (2) lalu diamond keyframe baru muncul (3) seperti Gambar 45.

Gambar 42. Posisi transform Body yang baru.

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR 147

Masih di frame 24 (1) kini fokus ke right foots mask (2) gerakkan vertex-vertex right foots ke posisi baru seperti Gambar 47 (3) maka keyframe nodal yang baru akan muncul (4).

Gambar 45. Posisi baru Body.

Gambar 47. Posisi Right foot yang baru.

Kini, ke frame 24 (1) fokus ke left foots mask Kini, untuk Body dan masih di frame 24 (1),

(2) gerakkan posisi vertex­vertex left foots ke posisi ubah axis body ke posisi terendah seperti sebe- baru seperti posisi di Gambar 46 (3) maka key- lumnya, yaitu di axis 344.0, 245.0 (2) maka key- frame nodal yang baru akan muncul (4).

frame nodal baru akan muncul (3) seperti Gam- bar 48.

Gambar 46. Posisi left foot yang baru.

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation VOL V, 2012

Gambar 48. Posisi Body yang baru.

Gambar 50. Posisi baru Right arm.

Kini, giliran bagian tangan-tangannya, masih di posisi frames 24 (1) click pada Left arm’s mask setiap vertex dan posisinya menjadi satu alur (2) ganti posisinya ke posisi seperti Gambar 49 walk cycle dengan durasi sesuai kebutuhan. (3) maka nodal key frame baru akan muncul (4).

Kesimpulan

Dari studi ini terlihat jelas bahwa sangat me- mungkinkan untuk membuat animasi karakter sederhana menggunakan mask & vertex anima- tion. Dengan adanya teknik mask & vertex anima- tion ini, bisa menambah pengayaan ilmu dalam dunia animasi yang menyenangkan ini. Semoga studi ini akan memberi tahapan dan pijakan yang berguna bagi peneliti lainnya bila diperlu- kan agar ditemukan teknik lain sebagai pengem- bangan dari animasi mask & vertex ini.

Daftar Pustaka

Adobe Creative Team. 2010. Adobe After Effects CS5 Classroom in a Book. Adobe Press.

Gambar 49. Posisi baru Left arm. M.S. Gumelar. 2011. 2D Animation: Hybrid Tech-

nique. Jakarta: Indeks Publisher.

Masih di frame 24 (1), click pada right arm’s Georgenes, Chris. 2009. How to Cheat in Adobe mask (2), kini ubah posisi vertex-vertex seperti

Flash CS4: The art of design and animation. U. tangan kiri ke posisi baru seperti Gambar 50 (3)

S. A: Focal Press.

maka akan muncul nodal key frame baru (4). Wang, Qian. 1991. Flash vector animation design Kini, telah dibuat satu walk cycle, langkah

techniques example. China: Tsinghua Univer- berikutnya, tinggal meng-copy keyframe untuk

sity Press.

Ultimart, Desember 2012, hal 149-157 Vol. V, Nomor 2 ISSN 1979-0716

Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional

hingga Era Digital

BAMBANG TRIMANSYAH

CEO/Owner CV Trim Komunikata Ketua Kompartemen Diklat-Litbang-Informasi

e-mail: bambangtrim@yahoo.com

Diterima: 2 September 2012 Disetujui: 21 September 2012

Abstract

Do not judge a book by its cover. An expression that is very popular and a message to readers not to judge a book just from its cover. Cover is essential to writers/authors and book publishers because it plays a crucial role in the book cover designing. Cover which is used as pages protection of a book has, in fact, served to strengthen the positioning of a book in the sight of readers.

Keywords: cover, desain, buku, pengaruh, pembaca, pembeli

Pendahuluan

on Book Publishing yang disponsori American Booksellers Association and Book Industry Studi

Sebegitu berpengaruhkah kover buku terhadap Group, di hampir semua tempat konsumen da-

keputusan seseorang untuk memiliki dan mem- pat membeli buku (toko buku besar, toko buku beli buku? Bagaimanapun kover menjadi bagian kecil, toko buku diskon, dan sebagainya) diper- yang tidak terpisahkan dari anatomi buku dan oleh hasil bahwa faktor terbesar yang menyebab- telah mengalami perkembangan dari masa ke kan keputusan seseorang membeli buku adalah masa. Kover buku juga menjadi media komu- subjek dan reputasi penulis. Hasilnya dalam nikasi visual untuk mengabarkan isi buku, me- bentuk persentase sebagai berikut: mikat calon pembaca, dan juga akhirnya meng-

1. lebih dari 44% orang dewasa mendasarkan angkat citra penulis serta penerbitnya.

keputusan membeli buku karena subjek Thomas Woll (2002) menegaskan bahwa dua

buku dan 24% karena reputasi penulis; jawaban teratas mengapa seseorang mau mem-

2. hanya 2% yang berpikir bahwa harga sangat beli buku adalah subjek/topik buku dan reputasi

penting;

penulis buku. Dalam sebuah penelitian tahun

3. sebanyak 2% lagi berpikir desain kover dan 1996 yang dilakukan Consumer Research Study

endorsement sangat penting;

VOL V, 2012

4. kurang dari 1% berpikir memiliki buku yang pesat memunculkan aneka genre buku serta berada dalam daftar best selleritu penting.

persaingan antarpenerbit. Kover buku sudah di- anggap sebagai karya seni yang membantu me-

Survey yang sama kemudian dilakukan nguatkan citra buku. pada tahun 1999 dengan menghapus pilihan

Pada awal abad ke-21 kini tentu desain

dua alasan teratas sehingga diperoleh hasil 13% kover buku telah mengalami lompatan jauh memilih desain kover sebagai faktor yang kuat akibat perkembangan teknologi. Perkembangan memengaruhi dan 12,8% memilih harga. Na- teknologi yang sangat memengaruhi: 1) perkem- mun, pemilih terbesar adalah yang memilih fak- bangan teknologi grafika/cetak; 2) perkembang- tor “lain-lain” sebagai faktor terkuat.

an teknologi desktop publishing; 3) perkembangan Dari survei ini terlihat bahwa faktor daya tipografi dan typeface. Hal ini pun berlaku untuk pikat kover buku dapat mengalahkan harga konteks Indonesia meskipun secara perubahan, dan dimunculkan sebagai salah satu faktor yang Indonesia dapat dikatakan lebih lambat dari apa berpengaruh meskipun persentasenya kecil. Di yang terjadi di Amerika atau Eropa. luar hal tersebut dalam konteks alur penerbitan

Industri perbukuan di Indonesia sebenarnya

buku, proses perwajahan atau desain kover buku telah dimulai pada abad ke-16 pada masa penja- yang dimasukkan dalam mata rantai pracetak jahan Belanda. Belanda memboyong mesin cetak tetaplah dianggap sangat penting, bahkan per- ke Indonesia pada tahun 1624, lalu kegiatan ancangan desain kover ini harus didahulukan penerbitan dan percetakan pun dimulai pada untuk dapat dipresentasikan dan didiskusikan. 1659. Industri ini terus dikembangkan hingga Bagaimanapun keputusan seorang konsumen pada awal abad ke-19 didirkanlah Commissie atau calon pembaca untuk membeli buku di- voor de Inlandsche School en Volkslectuur (Komisi dasarkan paling awal pada daya pikat yang ter- Bacaan Rakyat) sebagai cikal bakal Penerbit Balai dapat di dalam tampilan kover yaitu faktor de- Pustaka (Trimansyah, 2012: 2). sain (typeface, gambar/ilustrasi/foto, warna) dan

Indonesia masuk ke dalam fase penerbitan juga faktor nondesain (judul dan penulis).

buku modern seiring berdirinya Ikatan Penerbit Sebuah keutuhan konsep yang tidak hanya Indonesia (Ikapi) pada tahun 1950. Rasa nasio- menimbulkan kesan estetis, tetapi juga mem- nalisme untuk melawan propaganda penjajah berikan makna pada sebuah desain kover se- melalui buku membuat para penerbit bumiput- hingga mewakili judul, isi buku, dan pemikiran ra itu pun bersatu. Industri buku di Indonesia penulis/pengarang akan menempatkan kover pun mengalami pasang surut hingga kemudian buku menjadi sangat istimewa. Dalam Era Digi- diadakannya Proyek Inpres oleh pemerintah tal kini terjadi perubahan drastis proses kreatif pada tahun 1969 sampai akhir 1970-an yang para desainer kover buku profesional dengan membuat penerbitan buku di Indonesia menjadi memanfaatkan teknologi desktop publishing se- bergairah, terutam dalam penerbitan buku-buku hingga penggabungan citra visual, tipografi, bacaan anak. Banyak penerbit yang berkonsen- serta warna dalam sebuah kover buku menjadi trasi ikut dalam proyek pemerintah ini, di sisi lebih atraktif.

lain pasar buku umum yang lowong diisi oleh komik-komik pewayangan dan persilatan, se-

Pembahasan

perti karya R.A. Kosasih dan S.H. Mintardja. Di samping itu, muncul pula novel-novel percin-

Berkembangnya seni desain komunikasi visual taan dan novel horor yang diistilahkan sebagai untuk kover buku tidak terlepas dari berkem- “roman picisan” (Trimansyah, 2012: 4-5). bangnya industri buku itu sendiri. Seperti halnya

Pada masa ini tentu kover buku masih

yang terjadi di Amerika atau Eropa, pascaperang dibuat dengan sangat sederhana, mengandalkan dunia industri perbukuan di sana berkembang ilustrasi seadanya dan typeface hasil olah manual

Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital BAMBANG TRIMANSYAH 151

para desainernya. Karena itu, untuk konteks In- nak digital sangat terlihat pada desain edisi II donesia, dapat dilihat lompatan perubahan de- yang didukung juga teknologi cetak sehingga sain buku terjadi pada akhir tahun 1980-an.

efek pencahayaan pada bola-bola cahaya di po- hon dapat terekspos. Penerbit Mizan memang salah satu penerbit yang muncul akhir 1980-an

Tren Perwajahan Kover Buku

dengan membawa konsep baru dalam perwajah-

Lompatan seni perwajahan kover buku di Indo- an kover maupun perwajahan isi buku-buku di nesia tampaknya baru terjadi pada akhir 1980-an Indonesia. ketika muncul penerbit-penerbit ge nerasi baru,

Berkembangnya desktop publishing kala itu

seperti Mizan, Gema Insani Press, dan Bentang. memang memicu Mizan untuk memanfaatkan- Penerbit yang lebih senior pun melakukan hal nya seoptimal mungkin fasilitas-fasilitas perang- yang sama, seperti Gramedia, Remaja Rosda- kat lunak, seperti Corel Draw, Photoshop, dan Il- karya (dulu Remadja Karya), Erlangga, dan lustrator. Salah satu nama desainer kover yang Penebar Swadaya. Para penerbit ini mulai me- mewarnai Mizan pada awal-awal kemunculan- manfaatkan teknologi desktop publishing untuk nya adalah Gus Ballon. Kekuatan Gus Ballon merancang kover buku dengan menggunakan yang utama adalah dalam aspek tipografi se- citra visual serta tipografi yang diproses secara hingga muncullah kekhasan buku-buku Mizan, digital pada eksekusi akhir.

terutama buku-buku how to hasil terjemahan Desain kover novel filsafat Dunia Sophie yang tampil lain daripada yang lain. edisi I yang diterbitkan Mizan tampak sekali

Salah satu model desain kover yang juga

menguatkan peran tipografi serta disisipkannya memikat perhatian pada awal 1990-an adalah unsur etnik Indonesia yang ditonjolkan dengan desain kover yang dikembangkan Penerbit Ben- citra visual wayang serta di kejauhan tampak tang, Jogjakarta. Desainer kover yang sangat ilustrasi patung the thinker karya Rodin. Perubah- berpe ngaruh adalah Ong Harry Wahyu dan an drastis justru tampak pada desain kover edisi Buldanul Khuri (pemilik Bentang pada masa

II yang mengeksploitasi ilustrasi tiga dimensi itu). Desain-desain kover buku Bentang sangat (digital painting) dan juga tipografi judul yang dipengaruhi seni murni (seni lukis) dan meng- lebih atraktif. Peran penggunaan perangkat lu- utamakan orisinalitas dalam eksekusi ide. Karya

Edisi I

Edisi II

VOL V, 2012

pelukis, se perti Eddie Hara, Heri Dono, Agus

Perwajahan Kover Buku Dahulu

Suwage, Tisna Sanjaya, Agung Kurniawan, Alfi,

dan Kini

Agus Kamal, Sulasno pun digunakan sebagai ele men ilustrasi pada kover buku Bentang. 1 Pada masa lampau perwajahan kover buku masih Tren selanjutnya yang terjadi pada tahun mengandalkan kemampuan manual desainer 2000-an sudah merupakan tren eksploitasi citra yang didukung dengan kemampuan membuat

visual digital dan tipografi yang menawarkan ilustrasi (drawing ) dengan tangan. Tipografi pun begitu banyak keragaman untuk mewakili “ruh dirancang dengan menciptakan atau mengapli-

kasikan bentuk typeface secara manual. Dalam atau nafas” sebuah buku. Tampak sekali desain-

suatu linimasa tentu dapat dilihat perkembang- desain kover yang memikat dengan menonjol-

an desain kover buku dari masa ke masa dengan kan satu elemen inti seperti terdapat pada kover-

segala perbedaannya.

kover buku Agromedia yang awalnya muncul Perbandingan sederhana dapat kita cerma- dengan dasar warna putih dipadu dengan ti- pografi dan citra visual berupa foto. Penerbitan ti dari perubahan kover yang terjadi pada satu

karya buku terbitan penerbit tertua di Indonesia

buku dalam genre nonfiksi pertanian/peternak- yaitu Balai Pustaka. Contoh yang dikemukakan an yang sekaligus berjumlah belasan judul itu adalah kover novel Layar Terkembang karya Sutan pun langsung memikat perhatian para pengun- Takdir Alisjahbana. Pada gambar dapat dilihat jung toko buku ketika dipajang bersamaan.

bagaimana desain kover awal tahun 1936 hanya Tren kover buku 2000-an juga memunculkan mengandalkan pada satu warna (hitam), typeface

tren minimalis hanya mengandalkan penggu- yang dibuat secara manual dengan tangan, serta naan typeface tanpa citra visual seperti yang ter- sudah dibuatnya ilustrasi berupa gambar kapal dapat pada buku-buku bisnis dan buku pengem- yang sedang berlayar di lautan. Gaya desain bangan diri yang marak pada masa itu. Hal ini kover ini dipengaruhi aliran Art Nouveau (aliran ternyata juga memikat perhatian pembaca se- seni baru) yang berkembang di Prancis dan po- hingga kemudian banyak diikuti buku-buku puler pada awal abad ke-20 atau di Belanda dan lainnya. Orisinalitas ide desain kover dipertar- Jerman disebut aliran Avant Garde. Pengaruh uhkan pada penggunaan typeface yang khas atau aliran ini memang memicu pembaruan dalam benar-benar mewakili “ruh” sebuah buku.

desain kover buku di Eropa.

1 Desain Cover Buku di Indonesia dari Masa ke Masa dalam http://www.dodirosadi.com/?tag=cover-buku-indo- nesia diunduh pada 10 Desember 2013.

Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital BAMBANG TRIMANSYAH 153

yang seorang perempuan dan seorang lelaki dilatar- terjadi puluhan tahun belakangi pohon yang gugur daunnya. Namun, kemudian pada tahun di latar belakang terselip juga image berupa foto 1962 adalah penggu- wanita lain seolah menggambarkan isi novel naan warna pada kover, tentang cinta segitiga tokoh-tokohnya, Yusuf, tipografi, serta citra Maria, dan Tuti. Hanya kesan “pemaksaan” de- visual. Gambar atau ngan penempatan foto itu tidak dapat dihindari. ilustrasi semula yang Foto latar belakang itu menjadi dominan men- berupa kapal berlayar curi perhatian atau bahkan merusakkan perha- diganti hanya dengan tian pembaca dibandingkan dengan tipografi layar dan tiang sebagai judul serta pemuatan endorsement yang menam- penafsiran yang lebih bah “meriah” kover versi terbaru ini atau lebih

Perubahan

tegas meskipun gambarnya masih membuat tepatnya terasa tumpang tindih. pembaca harus berpikir. Perlu diketahui bahwa

Dapat dicermati bahwa perkembangan

novel Layar Terkembang memang tidak secara kover yang dilihat dari satu karya dengan harfiah mengisahkan tentang sebuah perjalanan penerbitan ulang dan pergantian desainer tidak

dengan kapal layar. Novel ini lebih tepat mengi- menjamin kover tersebut malah lebih baik dari sahkan tentang perjalanan tiga anak manusia sisi estetika perwajahan maupun ketepatan pe- yang mengalami pergolakan pemikiran pada maknaan atau penafsiran. Sebuah tren dapat masa itu mewakili pemikiran pengarangnya, Su- menjadi sebuah “tuntutan” terhadap desainer tan Takdir Alisjahbana yang lebih moderat. Jadi, untuk mengembangkan kreativitasnya meng- memang tidak ada hubungannya dengan kapal akomodasi kepentingan atas nama pasar. Perha- yang berlayar.

tikan saja kover Layar Terkembang versi terbaru Di sini peran desainer kover untuk meng- yang harus menempatkan logo “Sastra Klasik interpretasikan sekaligus menafsirkan antara Balai Pustaka” pada bagian kanan atas kover. judul dan pesan-pesan yang termuat di dalam Tren pencantuman endorsement atau testimoni isi buku sangatlah penting. Di sinilah ilmu se- juga mengharuskan desainer menempatkannya miotik itu berperan untuk memahami makna di kover depan sehingga bertabrakanlah semua dalam komunikasi visual bahwa icon (gambar, pesan yang hendak dikomunikasikan kepada ilustrasi, foto) dapat digunakan untuk memvi- pembaca. sualkan kata-kata di dalam judul secara tepat dengan memahaminya sebagai denotasi (makna

Memahami Elemen Penting

menurut kamus) atau konotasi (makna kiasan).

Kover Buku

Di dalam novel tentu makna konotasi lebih ba- nyak digunakan pengarang untuk menggam- Tidak ada acuan standar untuk menyebut kover barkan pemikirannya daripada makna denotasi. buku yang terbaik itu seperti apa. Namun,

Kover Layar Terkembang pada edisi tahun perkembangan teknologi komunikasi dan inter- 1988 hanya direvisi pada pewarnaan dan peng- net menempatkan kover buku tidak sekadar ber- gunaan typeface yang sudah menggunakan hu- fungsi melindungi halaman-halaman buku atau ruf cetak. Walaupun demikian, kesan tradisional mengomunikasikan judul dan isi buku kepada masih terlihat pada novel terbitan perusahaan calon pembaca. Lebih dari itu, kover buku juga pemerintah ini. Perubahan signifikan justru ter- menjadi etalase pemasaran yang memadukan jadi pada kover yang dikemas ulang tahun 2000- citra visual serta tipografi secara utuh, tepat ke- an oleh Balai Pustaka.

pada pembaca sasaran, serta juga mengesankan Kover Layar Terkembang era 2000-an terse- prestise tersendiri bagi tiga konstituen: penulis, but didesain dengan gambar atau image siluet penerbit, dan pembaca. Kover buku dapat men-

VOL V, 2012

jadi media yang ampuh untuk memberitahukan calon pembaca untuk mengalir mencerna buku ke sebanyak mungkin khalayak lewat in-

pesan.

ternet, termasuk memanfaatkan media sosial. Karena itu, memajang buku yaitu kover buku

Kriteria tersebut dapat diterapkan de-

di linimasa (timeline) atau avatar sebuah media ngan kemauan desainer kover untuk berpros- sosial kini sudah menjadi sebuah fenomena es ketika hendak mengeksekusi sebuah ide. tersendiri.

Bagaimanapun desainer kover kini hidup di Untuk itu, pada dasarnya seorang desainer wilayah industri yang menuntut kualitas, kuan- kover buku pada era digital kini tetap harus me- titas, sekaligus kecepatan. Walaupun demikian, mahami tiga konstituennya dengan memberikan tidak berarti seorang desainer kover profesional benefit sebagai berikut:

mengabaikan proses standar dalam melakukan

1. bagi penulis adalah ketepatan pengungkap- eksekusi karya desain. an pesan serta judul dalam citra visual dan

Hal yang paling penting juga adalah me- tipografi sehingga selaras dengan isi buku;

ngenali objek desain yaitu kover buku itu sen-

2. bagi penerbit adalah penguatan citra pener- diri. Pada mata kuliah desain komunikasi visual bit dan pemikat pembaca untuk mendukung (DKV), khusus materi tentang desain kover buku daya serap buku di pasar;

kerap tidak dibahas secara detail dibanding kan

3. bagi pembaca adalah kepuasan estetis untuk dengan desain grafis lainnya, seperti poster, iklan, memandang dan memiliki buku serta men- logo, atau tata letak majalah/koran. Walaupun jadikannya bukan hanya bahan bacaan, me- demikian, prinsip-prinsip desain komunikasi vi-

sual juga diterapkan dalam desain kover buku lainkan juga koleksi yang berharga.

hanya muncul kekhasan ketika desainer kover harus memahami betul tujuan, pemikiran, serta

Sebuah kriteria tentang perancangan kover karakter penulis/pengarang sehingga desain buku diuraikan Fred Showker dalam laman si- yang dihasilkan benar-benar mewakili jatidiri

tus www.graphic-design.com 2 (diringkas oleh penulis/pengarang.

penulis) sebagai berikut: Jika dicermati, anatomi kover buku pada Era

1. Ketahui isi buku yaitu dengan memahami Tradisional hanya terdiri atas tiga elemen: kover dan mengenali sosok penulis (pemikiran depan (front cover), kover belakang (back cover), serta kepribadiannya) serta tujuannya. dan punggung kover (spine). Kover depan lebih

2. Ketahui siapa pembaca sasaran buku karena dominan dimanfaatkan untuk mencantumkan

setiap buku ditujukan pada pembaca sasa- judul berikut anak judul, nama penulis, dan logo

ran yang khas. Desainer yang mengetahuan penerbit yang dipadu kemudian dengan citra vi- faktor demografi pembaca sasaran akan leb- sual serta tipografi. Umumnya kover belakang

ih membantu penggabungan tipografi dan dibiarkan kosong tanpa teks ataupun gambar. citra visaul yang memikat.

Para Era Digital kini dengan juga didorong

3. Perlihatkan pesan paling penting dari isi perkembangan teknologi grafika, anatomi kover buku dan jangan terjebak untuk menyam- buku pun mulai muncul bervariasi. Beberapa paikan pesan yang saling tumpang tindih.

kover juga dikembangkan dengan flap (lidah)

4. Buat tata letak yang memikat perhatian de- pada bagian kiri dan kanannya. Flap ini juga ter- ngan memberikan kenyamanan bagi mata dapat pada jaket buku yang desainnya terkadang

dibuat sama atau berbeda dengan kover buku. Di dalam flap termuat informasi buku yang lain, seperti ringkasan/sinopsis isi buku dan biografi

2 Book Design Concept dalam http://www.graphic- design.com/DTG/Design/book_covers/design- singkat penulis/pengarang. ing_book_covers.html diunduh pada 10 Desember

Perubahan yang mencolok juga dimanfaat- 2012.

kannya kover belakang buku untuk memasuk-

Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital BAMBANG TRIMANSYAH 155

kan berbagai informasi penting buku yang kerap tipografi tanpa didasari ilmu DKV yang mema- disebut blurb. Blurb berisikan ringkasan isi buku dai. beserta benefit yang akan didapatkan pembaca

Akibatnya, teknologi seperti desktop publish-

hingga pada akhirnya ditutup dengan kalimat- ing tidak serta merta membantu peningkatan kalimat iklan (sales closer). Di kover belakang kualitas penampian sebuah kover buku ketika juga ditempatkan barkod International Standard seorang desainer kover buku tidak memahami Book Number (ISBN), logo dan alamat penerbit, kriteria-kriteria perwajahan kover buku. Hal uta- serta juga terkadang endorsement dari tokoh atau ma yang paling fatal kerap terjadi dalam peren- pilihannya sketsa biografi dari penulis/penga- canaan kover buku dari Era Tradisional hingga rang. Hal ini menuntut para desainer kover juga kini adalah kesalahan interpretasi terhadap isi harus memperhatikan desain belakang kover buku serta pembaca sasaran. Alih-alih hendak dengan saksama.

menggambarkan isi buku, desainer kover malah Selain itu, spine (punggung) buku juga diang- membuat calon pembaca bingung memaknai gap sebagai unsur penting untuk menempatkan buku ataupun malah salah tafsir terhadap isi nama penulis, judul, dan logo penerbit. Pema- buku. jangan (display) buku di rak toko buku ataupun

Perbedaan Kover Buku Era Tradisional dan perpustakaan demi menghemat space membuat Era Digital buku hanya dapat dikenali dari punggungnya.

Era Digital kini memang memungkinkan

Karena itu, desain spine pun harus dibuat mu- eksplorasi proses kreatif perwajahan kover buku dah dikenali serta memikat.

dengan sangat atraktif. Digitalisasi menyedia- Elemen-elemen yang berkembang ini men- kan perangkat-perangkat keras maupun lunak jadi suatu pembeda yang sangat jelas antara per- untuk memudahkan kerja seorang desainer wajahan kover era tradisional dan perwajahan kover buku. Namun, di satu sisi ketika sebuah kover era digital kini. Namun, perkembangan ilmu bernama DKV tidak dikuasai dengan baik, serta munculnya kemudahan-kemudahan dari desainer kover dapat saja tergelincir mengguna- teknologi digital tidak serta merta membuat per- kan berbagai kemudahan secara tidak bertang- wajahan kover semakin berkualitas jika dipan- gung jawab. dang dari sudut ilmu DKV. Banyak kemudian

Sebagai contoh dalam Era Digital kini terse-

para desainer kover yang terjebak mengguna- dia citra visual dalam bentuk gambar seperti clip kan citra visual tidak pada tempatnya ataupun art ataupun foto-foto, berbayar maupun gratis

Gambar 1 Desain kover buku dengan flap yang memuat informasi tambahan

VOL V, 2012

yang dapat diunduh di internet. Pertama, hal bar. Contoh mencolok terjadi pada desain kover tersebut menimbulkan kreativitas dalam bentuk buku The Secret karya Rhonda Byrne. Tipografi lain yaitu melakukan manipulasi foto ataupun typeface The Secret serta citra visual berupa gambar dengan menggunakan perangkat lunak stempel/cap dari lilin berwarna merah yang ba- kini seperti Adobe Photoshop ataupun Corel nyak digunakan pada masa lalu sontak ditiru di Draw. Kedua, hal tersebut menimbulkan juga pe- buku-buku lain yang juga menggunakan kata rilaku malas untuk menghasilkan sesuatu yang The Secret. Hal ini menunjukkan proses kreatif berbeda atau lebih bermakna mewakili judul yang berkembang dengan instan melalui pe- dan isi buku sehingga kerap terjadi antar kover niruan. Baik desainer kover, penulis, maupun buku menggunakan citra visual yang sama, ter- penerbit tampaknya sama mengharapkan ter- utama foto-foto ataupun gambar yang diunduh ciprat sukses dari buku yang sudah menjadi best langsung dari internet. Buku-buku bidang bisnis seller dunia tersebut dengan meniru penampilan atau pengembangan diri yang beredar di Indo- perwajahannya. nesia kerapkali menggunakan citra visual yang

Berdasarkan kajian pengamatan dengan

sama karena didapatkan pula dengan cara yang prinsip-prinsip desain komunikasi visual serta sama.

mengikuti perkembangan industri perbukuan Tren meniru sebagai epigon buku-buku maka penulis dapat menyajikan tabel Perbedaan sukses atau best seller juga menggejala pada Proses Kreatif Kover Buku Era Tradisional dan Era Digital sebagai buntut maraknya perilaku Era Digital. copy paste, termasuk manipulasi teks dan gam-

PERBEDAAN PROSES KREATIF KOVER BUKU

ERA TRADISIONAL

ERA DIGITAL

Perwajahan mengandalkan kemampuan manual

l Perwajahan mengandalkan kemampuan manual

desainer untuk membuat citra visual (ilustrasi garis/ sekaligus pengusaan perangkat lunak digital untuk tangan) dan tipografi juga secara manual;

menyatukan citra visual (gambar, foto, ikon) dan tipografi melalui desktop publishing.

l Typeface dibuat manual dengan tangan. l Typeface tersedia secara digital dengan ratusan, bahkan

ribuan pilihan dari tiap family berikut jenisnya.

l Dominan hanya mengeksploitasi perwajahan kover l Eksploitasi penuh pada kover depan, kover belakang, depan.

dan punggung (spine).

l Banyak mengandalkan penggabungan citra visual dan l Ada yang hanya mengandalkan penampilan tipografi tipografi.

tanpa citra visual, termasuk warna.

l Perwajahan satu warna atau dua warna (duotone).

l Perwajahan umumnya penuh warna (full color).

l Lebih orisinal dalam penampilan citra visual berupa l Banyak melakukan “manipulasi” pada citra visual akibat gambar dan ilustrasi.

tersedianya materi berupa foto, gambar (clip art), dan sebagainya secara digital.

l Model desain dipengaruhi aliran seni yang berkembang l Model desain dipengaruhi banyak aliran seni dari masa saat itu.

lampau maupun masa kini.

l Pewarnaan kover/ilustrasi dilakukan secara manual. l Pewarnaan kover, terutama ilustrasi dilakukan secara

digital (digital painting).

Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital BAMBANG TRIMANSYAH 157

Kesimpulan

tepat pada pembaca sasaran, serta mengan dung ciri pembeda secara estetis dari karya-karya

Proses kreatif perancangan kover buku akan

kover lainnya.

terus berkembang dari masa ke masa, bahkan Menyikapi perkembangan berarti juga me-

beberapa desainer kover dapat menjadi trend nyiapkan diri untuk menguasai segala informasi setter atas karya-karya yang mewakili zaman- dan teknologi untuk meningkatkan kualitas, nya. Dalam konteks Indonesia dan menyikapi kuantitas, dan kecepatan para desainer kover perkembangan digital yang ada, patutlah para untuk berkarya tanpa meninggalkan idealisme desainer kover juga menonjolkan ciri orisinali- profesionalnya. tasnya dengan membatasi diri untuk mengguna- kan citra visual yang sudah tersedia di internet,

Daftar Pustaka

baik berbayar maupun gratis untuk kemudian diolah di perangkat lunak. Tampaknya sebuah Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunika- desain kover akan lebih berkarakter, khas, serta

si Visual. Jogjakarta: Penerbit Andi.

memiliki kekuatan jika desainer kover membuat Poynter, Dan. 2003. The Self-Publishing Manual: sendiri foto, gambar/ilustrasi, ornamen, tekstur,

How to Write, Print and Sell Your Own Book. dan frame hasil karya sendiri, termasuk modi-

California: Para Publishing.

fikasi typeface. Pengolahan karya sendiri ini akan Safanayong, Yongki. Desain Komunikasi Visual memberikan pengalaman estetis terhadap sen-

Terpadu. Jakarta: Arte Intermedia.

tuhan-sentuhan pribadi terhadap kover diban- Trimansyah, Bambang. 2012. Apa dan Bagaimana dingkan menggunakan segala kemudahan yang

Menerbitkan Buku: Sebuah Pengalaman Bersa- diberikan perangkat digital.

ma Ikapi. Jakarta: Ikapi.

Kemajuan proses digital diharapkan tidak Woll, Thomas. 2002. Publishing for Profit: Success- lantas mematikan kreativitas untuk mencipta-

ful Bottom­Line Management for Book Publish- kan karya-karya desain kover yang tepat makna,

ers. New York: Chicago Review Press.

Ultimart, Desember 2012, hal 158-165 Vol. V, Nomor 2 ISSN 1979-0716

Realisme dalam Media Fotografi

ASEP DENI ISKANDAR

Universitas Widyatama Bandung e-mail: ade_ahimsa@yahoo.com

Diterima: 6 September 2012 Disetujui: 20 September 2012

Abstract

The term use of realist and naturalist in photography are often being misleaded. As a matter of fact, both terms have big and significant difference. Realist is defined as a stright description, acurate, without any add- ing, or natural as from daily life. Naturalist is a term that was used in 19 th century as a synonim of realist. In photography media, realist was then seen more appropriate to be used since it relates with the image captured by the camera. For most photographer, it is a common thing, especially for those who still put technique and the beauty of visual form important rather than the content. It is acceptable when many photographer ignore, even taboo, to relate it to visual art area.

Keywords : Realist, naturalist, photography, visual art

Pendahuluan

Realitas dalam kehidupan merupakan wa- hana kreatif atau sumber inspirasi para seniman.

Karya seni dapat dikatakan sebagai cerminan Biasanya, realitas kehidupan yang diangkat pengalaman serta perasaan dan pikiran pem- berupa ketimpangan sosial, ketertindasan kaum buatnya. Seni merupakan suatu jenis kreasi yang lemah, dan kehidupan masyarakat bawah de-

dipengaruhi oleh faktor yang ada pada manusia ngan berbagai ekspresi, serta berbagai ‘ideologi’

itu sendiri, seperti pengalaman, pengetahuan, lingkungan, dan faktor-faktor lain yang turut yang melandasinya. Karya seni dengan tema re- mempengaruhi karya. Seni sebagai salah satu alitas sosial misalnya, dapat dilihat pada lukisan bagian yang dapat diangkat dan divisualisasi- karya Djoko Pekik. Sebagian besar karya Djoko kan ke dalam karya merupakan fenomena yang Pekik selalu menggambarkan realitas yang bu- umum terjadi di masyarakat sekitar. Seorang ruk, buruh, masyarakat yang kurus, dan keku- seniman bukan hanya memvisualisasikan setiap muhan. Karya-karyanya merupakan cerminan peristiwa yang terjadi apa adanya, tetapi juga kehidupan di Indonesia yang berbeda dengan menangkap sebuah realitas dan mengolahnya gambaran realita alam yang indah dan molek. untuk dituangkan dalam bentuk karya.

Realitas yang dihadirkan dalam karyanya dapat

Realisme dalam Media Fotografi ASEP DENI ISKANDAR 159

dianggap kritikan terhadap para penguasa ne- yang melakukannya menjadikan Indonesia, de- geri yang menyengsarakan rakyat.

ngan berbagai macam peristiwa yang terjadi dan Bagi para seniman seperti Djoko Pekik, carut-marut kondisi politiknya, sebagai sumber karya seni menjadi bagian terpenting yang da pat inspirasi. Misalnya Iwan Fals, lewat lagu-lagu- membantu agar setiap orang mampu melihat nya yang banyak meneriakkan kritik terhadap kenyataan bahwa kebenaran butuh perjuang- penguasa Orde Baru atau anggota dewan yang an. Meskipun bukan satu hal yang nyata, seni dipandangnya tidak berpihak pada rakyat. Hal

bisa dijadikan alat untuk memahami eksistensi senada dilakukan oleh Rendra melalui puisi- kemanusiaan. Karya seni yang berperan seba- puisinya, Tisna Sandjaya lewat karya lukis dan gai media kritik sosial, atau disebut seni untuk performance art, dan masih banyak seniman lain- masyarakat, mempunyai fungsi dan manfaat da- nya. lam kehidupan. Seni bukan hanya bentuk eks-

Dari berbagai karya dalam bentuk/media presi semata, atau seni hanya diciptakan untuk

yang berbeda, tentu akan muncul pertanyaan

keindahan semata, seperti dalam pandangan tentang bagaimana fotografi mewujudkan seni “seni untuk seni” –l’art pour l‘art. Hampir setiap

untuk masyarakat atau menjadikan masyarakat karya seni merupakan ekspresi isi; baik berupa sebagai produk seni; Apakah, di Indonesia, me-

pemikiran, perasaan, atau nilai-nilai dalam ke- dia fotografi sudah dijadikan sebagai alat pe-

hidupan. 1 Plato pernah berpendapat bahwa seni nyampaian kritik sosial? Jika citraan dalam fo-

yang mengandung hal-hal buruk dan tidak ber- moral bagi manusia meskipun indah harus dito- tografi menggambarkan kehidupan masyarakat, lak. Seni tidak hanya sebatas fungsi kenikmatan dapatkah membangun kesadaran manusia–atau dan keindahan bentuk, tetapi juga keindahan lebih jauh lagi, mewujudkan kritik sosial terse- pada isinya. Kreativitas yang disampaikan mela- but? Ataukah persoalan fotografi dibatasi pada lui karya kiranya dapat membantu dalam persoalan bentuk dengan citraan seindah warna mengekspresikan keberanian seorang seniman aslinya, seperti aliran yang saya sebut salonsime untuk melakukan kritik.

yang berkutat pada persoalan teknik, komposisi,

Seni untuk masyarakat, yang memandang dan/atau sudut pengambilan gambar (angle). fungsi dengan cara menekankan nilai-nilai eksis-

Mungkin masih banyak pertanyaan yang dapat

tensial pada suatu tempat dalam suatu rentang muncul ketika orang mengatakan bahwa fotografi waktu, kini telah banyak menggantikan l’art pour seni dalam ruang lebih besar merupakan cermin l’art. Djoko Pekik adalah bagian dari mereka masyarakat. Dalam pemahaman yang sempit, hanya yang melakukan “seni untuk masyarakat” terse- sebatas teknik dan kecanggihan alat, mungkin perso- but. Nilai-nilai moral dan sosial yang muncul alan di atas tidak menjadi penting. Namun, penekan­ dalam karya lukis Djoko Pekik isinya cenderung an terus­menerus hanya pada teknik dan kecanggihan menjadikan masyarakat sebagai objek seni, dan alat menjadikan terbatasnya wacana fotografi. Seiring merupakan cara untuk memfungsikan karya se- dengan perkembangan teknologi kamera dan digital bagai “seni untuk masyarakat”. Karya seni yang imaging, seharusnya persoalan wacana teknik dan ke- citraannya mengangkat realitas masyarakat ten- canggihan alat dapat mendorong wacana fotografi da- tunya bukan hanya hak prerogatif lukisan. Ba- lam cakupan yang lebih luas. Jika hal tersebut masih nyak juga media lain, seperti musik, puisi, per- berlangsung, wajar bila Oscar Matulloh menyatakan formance art, teater, dan sebagainya, yang turut

bahwa “fotografi telah mati”. 2

mengangkat realitas masyarakat. Para seniman

2 Diungkapkan dalam seminar bertajuk kebudayaan dan foto- 1 Jakob Sumardjo. Filsafat Seni. Bandung: ITB, 2000. hlm.

grafi pada 29 November 2008 dalam rangkaian kegiatan pho- 243.

toweek II 2008 bertempat di Gedung Merdeka Bandung.

Realisme dalam Media Fotografi VOL V, 2012

Perkembangan Realisme Sosialis

dalam Karya Seni

Kemunculan karya­karya dari penganut realisme bermula dari adanya ketimpangan sosial dalam ke- hidupan. Kehidupan masyarakat proletar yang selalu tertindas oleh kaum borjuis atau sistem feodalisme merupakan realitas yang sering terjadi dan sudah lama berlangsung. Ketertindasan masyarakat proletar tentunya tidak bisa dibiarkan terus berlangsung dan harus diperjuangkan oleh siapa pun termasuk para seniman. Keberpihakan seniman terhadap kaum pro- letar diwujudkan dalam bentuk karya seni. Represen- tasi kehidupan masyarakat dalam karya lukis banyak dibuat oleh para seniman, seperti Jean Francois Millet dan Mounsieu Coubert sejak pertengahan abad ke­19. Keduanya menjadi pelopor lukisan aliran realisme yang mengangkat harkat dan martabat kaum buruh dan petani yang termarjinalkan. Alasannya bisa dini- lai klise, tetapi mengandung kebenaran sejati: kaum tertindas seperti para petani, telah memberi makan, jadi alangkah ironisnya jika mereka dibiarkan tersia­ siakan dalam penderitaan dan kemiskinan berkepan-

jangan. 3 Di negara Rusia pada tahun 1905, tumbuh aliran realisme sosialis yang dipelopori oleh Maxim Gorky. Perjuangan para seniman untuk kaum buruh dan petani seolah tidak berkesudahan yang kemudian ditegaskan oleh Andre Zdanov pada 1934 bahwa seni digunakan sebagai media perjuangan untuk mewu- judkan masyarakat sosialis.

Tema-tema karya yang bersumber dari re- alitas sosial di negara sosialis dijuluki sosialistik,

sebagai istilah yang dikenakan pada karya-karya tendensius. Biasanya, karya-karya tendensius tidak dapat dilepaskan fungsinya dari media propaganda partai. Di negara Indonesia, karya seni yang digunakan untuk kepentingan pro- paganda partai banyak dibuat oleh para seni- man yang menggabungkan diri di bawah panji

LEKRA 4 . Lekra kemudian menentukan langkah

atau konsep kerja turun ke bawah, atau yang dikenal dengan Turba. Turba merupakan salah satu cara yang dilakukan para seniman untuk mengenali aspirasi rakyat; sebagai usaha untuk mengerti dan memahami apa yang dirasa oleh kaum lemah, dan sebagai wujud rasa kesatuan dengan mereka. Dengan cara Turba, para seni- man melakukan pengamatan terhadap kehidu- pan masyarakat bawah sehingga terbangun- lah rasa empati. Lukisan bertajuk “Tuan Tanah Kawin Muda” karya Djoko Pekik, merupakan contoh karya yang dibuat sebagai hasil dari pen- galaman turun ke bawah (Turba). Lukisan terse- but merupakan gambaran keberpihakan Djoko Pekik pada petani yang pada saat itu tanahnya dirampas, dan upaya Djoko Pekik membantu masyarakat tertindas untuk mendapatkan kem- bali tanah-tanah mereka.

Karya tersebut membuktikan kepeka- an Djoko Pekik terhadap kehidupan sosial masyarakat. Pengalaman hidup keluarganya yang miskin menjadikan Djoko Pekik selalu peduli terhadap kehidupan dan nasib orang lain atau masyarakat tertindas yang hak tanahnya dirampas. Barangkali memang begitulah kecen- derungan karya seni rupa pada 1962–1965 ketika para seniman menjadi bagian dari program par- tai. Karya-karya yang dibuat mungkin juga reali- sasi dari imbauan Prijono pada 1962, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang menekankan agar ”kesenian modern kita harus bergaya realisme artinya su- paya rakyat mengerti apa yang disajikan dan ke-

senian itu juga harus bernapaskan sosialisme”. 5 Walaupun karya-karya yang dibuat saat itu ber- napaskan sosialisme, bukan berarti mengikuti aliran realis me sosialis seperti yang berkembang di negara Soviet dan RRC. Hal tersebut diung- kapkan oleh Natalsya sebagai pendiri Sanggar Bumi Tarung yang menjadi bagian dari Lekra bahwa keberadaan sanggar tidak mengekor atau

3 Lihat Misbach Tamrin, Amrus Natalsya dan Bumi Tarung, Bo- gor: Amnat Studio, 2008, hlm. 66.

4 Lembaga Kebudayaan Rakyat, didirikan pada 17 Agustus 1950 di Jakarta, atas inisiatif D.N. Aidit, Njoto, A.S. Dharta, dan M.S. Ashar. Lekra terdiri dari Lembaga Sastra di bawah pimpi- nan Bandaharo, Lembaga Drama dan Film di bawah pimpinan Dahlia, Lembaga Musik dengan ketua Sudharnoto, dan Lem- baga Seni Rupa di bawah pimpinan Basuki Resobowo.

5 Lihat Gunawan Mohamad. Tentang Seni Rupa, Rakyat dan Celeng. Katalog pameran Tanpa Bunga dan Telegram Duka. Yogyakarta: Bentara Budaya. 1999. hlm. 10.

Realisme dalam Media Fotografi ASEP DENI ISKANDAR 161

berkiblat secara teoretis ke Moskow atau Beijing kemapanan, seperti yang dilakukan gerakan dan gaya ekspresi seni rupa minimal bernuansa feminisme, antirasisme, multikulturalisme, sub-

realisme revolusioner. 6 kultur, poskolonialisme, bahkan anarkisme. Per- lawanan kaum muda terhadap kemapanan ge-

nerasi tua dan penentangan perempuan terhadap dominasi kaum pria merupakan realitas-realitas sosial yang banyak direpresentasikan dalam karya seni. Tisna Sanjaya misalnya mempresen- tasikan karya performance art bertajuk “melabur jengkol” sebagai bentuk protes terhadap pem- buatan jalan layang Pasupati. Kegelisahan Ferial dipresentasikan dalam karya performance art ber- tajuk an-nur. Karya tersebut merupakan bentuk kritik atas tingkah laku perempuan masa kini

Gambar 1. Tuan Tanah Kawin Muda karya yang dibuat Djoko

adakalanya tidak sesuai dengan pakaian yang

Pekik pada 1964 ketika menjadi Aktivis LEKRA. (Reproduksi dari sampul depan buku Tuan Tanah Kawin Muda,

dikenakan. Tidak sedikit kaum perempuan yang

Fotografer: Nihil Kuncoro)

mengenakan kerudung, tetapi tingkah lakunya tidak mencerminkan seorang muslimah.

Perkembangan kesenian kontemporer tidak

dapat dilepaskan dari realitas sosial sebagai wa- Fotografi sebagai Media Perlawanan

hana kreatif bagi para seniman. Ketimpangan sosial yang semakin menganga, ketertindasan Realisme dalam ranah seni rupa telah dikenal rakyat kecil, dan keberpihakan pemerintah ter- masyarakat dan digunakan oleh para seniman hadap kapitalisme, menjadi inspirasi atau kritik sejak berabad lalu. Gaya realis dalam lukisan para seniman pada karya mereka. Bagi seniman berhubungan dengan kelugasan isi pesan se- beraliran realisme sosialis, karya seni yang di- hingga misi dan visi para seniman mudah di- jadikan sebagai media perlawanan bukan hanya pahami yang melihatnya. Jika masyarakat dapat sebatas menggambarkan penderitaan akibat ke- mencerna dengan lebih mudah, karya seni men- tertindasan kelas semata. Di Indonesia, konsep jadi bahasa visual yang dapat digunakan oleh seni sebagai media perlawanan cenderung di- para seniman untuk menggugah massa agar sa- sangkutpautkan pada persoalan politik. Pan- dar bahwa dirinya tertindas dan mendorong un- dangan tersebut muncul karena sejarah Orde tuk melawan. Media perlawanan yang acapkali Baru mengajarkan seolah-olah satu-satunya ben- dalam fotografi disebut media propaganda telah tuk seni sebagai perlawanan adalah seni kaum banyak digunakan oleh para seniman fotografi

komunis yang berlabel “Lekra”. Masyarakat ke- pada awal abad ke-20. mudian terjebak memahaminya, sesuai dengan

Fotografi sebagai media propaganda seolah

konstruksi sejarah yang ditanamkan oleh rezim telah menjadi baku, kemudian berdiri sendiri dan Orde Baru.

tidak disangkutpautkan dengan gaya atau aliran Dalam pemahaman yang lebih luas, seni realisme seperti halnya dalam ranah seni rupa.

sebagai media perlawanan merupakan gerakan Pandangan tersebut ditegaskan oleh Feininger perjuangan yang bersifat subversif atau anti- bahwa “fotografi ialah pengungkapan pengliha-

tan yang khas, tidak ada hubungannya dengan menggambar atau melukis, dan usaha apa pun

6 Lihat Misbach Tamrin, op.cit. hlm. 89.

untuk menghubungkan dengan seni rupa yang

Realisme dalam Media Fotografi VOL V, 2012

lain tidak ada gunanya”. 7 Realis dalam fotografi dingin tatkala dipersatukan telah menyodorkan

dapat dikatakan adanya kesesuaian antara objek ikon baru. Sejak itu, teknik photo montage banyak yang dipotret dengan citra yang tercetak dalam digunakan oleh para seniman fotografi lainnya selembar kertas. Jika dilihat dalam konteks seni dan menjadi aliran baru dalam bidang fotografi, rupa, citra realis dalam fotografi akan menjadi bukan hanya sebagai media ekspresi, tetapi di- berbeda karena kesesuaian realitas yang terekam jadikan media propaganda bahkan perlawanan oleh kamera merupakan citraan naturalis yang terhadap rezim yang berkuasa. Kondisi rakyat dianggap lebih alami. Antara naturalis dan realis yang tertindas dan kelakuan para penguasa yang tampak sama, tetapi sebenarnya istilah tersebut menggunakan kekuasaan untuk kepentingan mempunyai konotasi berlainan dan dalam peng- sendiri menjadi inspirasi para seniman fotografi

gunaannya sering dipertukarkan. 8 Citra realis untuk dituangkan dalam karya-karyanya. Kritik

dalam seni rupa, yang kemudian dalam keseha- dan upaya penyadaran masyarakat yang tertin- rian sering digunakan dengan istilah realisme, das misalnya, dapat dilihat pada karya fotografi bukan hanya menangkap realitas, tetapi juga yang dibuat Heinz Hazek-Helke bertajuk Schan- suatu konsep yang dengan sadar ingin dicapai dals yang dibuat pada 1932. melalui karya seperti yang dibuat oleh Millet, Coubert, Djoko Pekik, dan lain­lain.

Fotografi yang dijadikan seniman sebagai media perlawanan seperti telah diungkap di awal, mulai digunakan di Jerman bersamaan den- gan munculnya gerakan dadaisme. Karya-karya

fotografi yang dimanfaatkan sebagai media pro- paganda, yang dimulai oleh seniman fotografi Raoul Hausmann dari Austria dan Hannah Höch dari Jerman, merupakan reaksi atas terjadinya

Perang Dunia I pada 1914-1918. 9 Seperti halnya

para seniman lukis beraliran sama, mereka ber- dua pun mempunyai kesamaan tujuan dalam melawan penindasan atas rakyat sebagai korban perang, mengangkat harkat dan martabat kaum buruh dan petani yang termarjinalkan, perlawanan terhadap imperialisme, dan menjadi kritik atas kebua- san kaum borjuis Barat.

Kemunculan realisme fotografi seiring ditemukannya teknik photo montage ketika Haus- mann dan Höch berlibur di Laut Baltic. Photo

Gambar 2. Heinz Hazek-Helke, Schandals, 1932

montage merupakan penggabungan sejumlah cit-

(Sumber: Photo Montage, Michel Prizot, 1991)

ra yang pada awalnya terpisah tanpa ketiadaan makna, penuh dengan kebisuan, dan begitu

Gaya dan perupaan seperti pada karya Heinz Hazek-Helke memang menjadi semacam mata rantai gerakan-gerakan perlawanan. Foto

7 Lihat Andreas Feininger dalam R. M. Soelarko, Unsur di atas memperlihatkan citraan baru, bukan ha-

Utama Fotografi, Semarang: Dahara Prize, 1993, hal. 21.

8 Lihat Soedarso Sp., Trilogi Seni: Penciptaan, Eksistensi, nya menunjukkan keadaan yang diperlihatkan

de ngan citra mobil, tetapi menjadikan kekuat-

dan Kegunaan Seni, Yogyakarta: Institut Seni Indonesia.

2006. hal. 86-87.

an dalam bercerita sebagai sindiran atau untuk

9 http:www//wikipedia

meng ungkap skandal yang dilakukan oleh ang-

Realisme dalam Media Fotografi ASEP DENI ISKANDAR 163

gota parlemen terhadap wanita. Citra yang men- jadi penanda skandal yang dilakukan, terlihat pada tubuh wanita telanjang yang telentang di jalanan layaknya tempat penyeberangan ( zebra cross). Para anggota parlemen dengan pakaian- pakaian jas kebesaran sedang menginjaknya. Dengan menggambungkan gambar-gambar tersebut maka menjadi kesatuan cerita utuh dengan mengangkat tema tentang kelakuan para anggota parlemen yang dipenuhi skandal perempuan.

Karya-karya aliran realisme fotografi (pho- tographic realism) selalu menggambarkan repre- sentasi realitas kehidupan atau peristiwa yang terjadi. Citraan realisme sebagai hasil dari re- kaman langsung banyak digunakan di negara Soviet pada 1920-an akibat terjadinya tekanan oleh pemerintah terhadap masyarakat, termasuk para seniman. Di antara tokohnya adalah Alex- ander Grinberg, Yury Yeremin, Sergei Lobovik- ov, Vassily Ulitin, Anatoly Trapani, dan masih banyak lagi. Para fotografer Soviet mengguna- kan karya-karyanya untuk perjuangan melawan sistem pemerintahan dan mendorong terjadinya revolusi Rusia. Citraan realis pada karya fo- tografi ternyata berpengaruh pada dunia luar di mana pada penghujung 1930-an orang-orang re- alisme sosialis yang sebelumnya tertekan meraih kemenangan atas penindasan. Karya-karya yang dibuat oleh para seniman fotografi Soviet seba- gai bentuk perlawanan secara halus kemudian dikenal dengan gaya pictorial photography.

Di sisi lain, rekaman realitas yang direkam langsung oleh kamera ternyata telah menggeser fungsi dari fotografi itu sendiri. Banyaknya peris- tiwa dan rakyat yang menjadi korban bukan lagi menjadi ekspresi para seniman fotografi dalam pembuatan karyanya. Realitas peristiwa yang terekam kemudian menjadi fotografi jurnalistik yang terpajang di media massa. Dengan kata lain, realisme fotografi bukan lagi menjadi media per- lawanan yang penekanannya terletak pada per- juangan politik dan ideologi. Realisme fotografi agaknya telah terbatasi menjadi karya fotografi untuk kepentingan pemberitaan walaupun cit- raannya tetap dapat menggugah kesadaran mas-

Gambar 3. “Terror of War”, 1973, Huy Chong Ut (Sumber: http://farm4.static.flickr. com/3008/2402797275_40bf47aaa4.jpg)

Bagi Huy Chong Ut, peristiwa tersebut me- rupakan realitas bagaimana anak-anak dihantui perasaan takut dan perang yang menjadi teror. Peran Chong Ut hanyalah merekam peristiwanya kemudian mewartakan realitas kepada pemirsa. Kenyataan tersebut sulit untuk diterima, tetapi realitas yang terekam merupakan bentuk keta- kutan, jeritan, dan tangisan anak-anak yang tidak berdosa yang begitu memilukan dalam se- tiap peperangan. Ketika foto ini dimuat dalam media massa, Chong Ut sendiri tidak mempu- nyai maksud lain kecuali hanya memperlihatkan pada publik. Masyarakat Amerika sendiri yang kemudian terpacu untuk melakukan protes akan perang di Vietnam itu hanyalah akibat ba nyaknya korban yang terjadi dan pemberlakuan wajib mi- liter. Foto seperti “Terror of War” hanya lah salah satu yang dapat menggugah empati massa tidak untuk kepentingan media perlawan an, melain- kan sebagai foto merdeka.

Di Indonesia sendiri, fotografi yang diman- faatkan sebagai media propaganda digunakan oleh rezim Orde baru pasca peristiwa “G30S/ PKI” untuk menanamkan kebencian pada rakyat

sa tentang ketertindasan dan mendorong untuk melawan. Fotografi yang dibuat Huy Chong Ut tentang kepanikan anak-anak atas peledakan bom telah memicu masyarakat Amerika sendiri terhadap pemerintah dalam menentang Perang Vietnam.

Realisme dalam Media Fotografi VOL V, 2012

Indonesia atas bahaya laten komunisme. Foto- aksi. Berdasarkan observasi tersebut, foto-foto foto evakuasi mayat tujuh jenderal yang diang- yang penuh dengan simbol-simbol kekuatan kat dari sumur Lubang Buaya bukan hanya foto yang menjadi musuh para buruh bukan hanya berita, tetapi selama rezim Orde Baru berkuasa menggambarkan demonstrasi besar-besaran dijadikan sebagai media perlawanan terhadap atau juga bentrok massa dengan aparat. komunisme yang dianggap akan membahaya- kan integritas bangsa. Propaganda yang di- lakukan tentunya dianggap berhasil. Terbukti

de ngan adanya perlawanan dari masyarakat berupa munculnya komunitas-komunitas yang anti terhadap bentuk komunisme melalui span- duk-spanduk di jalanan, penolakan terhadap bu- ku-buku yang beredar, atau terakhir penutup an tempat pembuatan film secara paksa oleh massa yang akan dibuat oleh Eros Jarot.

Perkembangan fotografi di Indonesia jarang sekali memunculkan para fotografer yang men-

jadikan media fotografi sebagai ekspresi perla- wanan. Bisa jadi ketiadaan tersebut berhubungan dengan pemahaman tentang ekspresi perlawan- an yang dibatasi oleh politik atau masyarakat tertindas. Terlepas dari ketiadaan karya-karya yang dibuat oleh para fotografer, ada hal yang menarik ketika di penghujung 1997 terbit buku bertajuk Menghadang Mentari Pun Tak Peduli. Buku tersebut berisi kumpulan foto yang dibuat

Gambar 4. Salah satu karya dalam buku

oleh para pekerja seks komersial (PSK) yang ter-

The Art of Resistensi (Foto: Revitriyoso Husodo)

gabung dalam Bandungwangi sebagai organisa- si PSK yang peduli AIDS. Semua PSK yang me-

Foto di atas sama persis isinya dengan karya

motret tidak memahami teknik fotografi dan itu yang dibuat di Prancis yang dipelopori oleh Mil- pun sangat wajar karena belum memasyarakat- let dan Coubert dengan mengangkat kaum buruh se- nya kamera seperti era digital saat ini. Melalui bagai bagian masyarakat yang tertindas. Pada karya karya foto, mereka melakukan perang terhadap foto di atas, ketertindasan kaum buruh diperlihatkan bahaya AIDS dan memperlihatkan keberadaan tidak secara gamblang. Namun, fotografernya mampu mereka kepada publik.

menyuguhkan ketertindasan seorang buruh wanita Apa yang dilakukan oleh para PSK tentunya yang seolah dicengkeram oleh boneka setan jahat de­ akan berbeda dengan perjuangan para buruh da- ngan lidah menjulur bertuliskan WTO. Boneka terse- lam memperjuangkan hak-hak dari cengkram an but merupakan metafor dari World Trade Organiza- para pengusaha. Perjuangan para buruh dijadi- tion yang selama ini dianggap telah menindas kan wahana kreatif oleh Revitriyoso Husodo da- kaum buruh. Melalui buku tersebut, Revitriyoso lam bentuk buku bertajuk The Art of Resistance. berusaha menyuguhkan pembelajaran dari para bu- Buku tersebut bukan hanya foto dokumenter aktivitas ruh migran, mempelajari konsistensi perjuangan para TKI atau buruh migran Indonesia di Hong untuk kesejahteraan hidup, belajar menegakkan Kong saat melakukan aksi internasional mem- hak asasi, yang dapat dijadikan pembelajaran boikot World Trade Organization (WTO), tetapi bagi pembacanya tentang penindasan terhadap semacam foto-foto pengenalan medan sebuah kaum buruh dalam sistem kapitalis.

Realisme dalam Media Fotografi ASEP DENI ISKANDAR 165

Penutup

oleh Feininger dapat dianggap suatu kesalahan tafsir karena ruang fotografi akan selalu ber-

Perkembangan teknologi kamera yang seolah singgungan dengan wilayah seni rupa. Faktanya tiada henti dan ditunjang dengan teknologi secara sejarah dapat dilihat, misalnya pada gaya komputer seharusnya mendorong pada proses realisme yang difungsikan sebagai media per- krea tif penggiatnya. Dengan demikian, perso- alan fotografi tidak hanya bertumpu pada per- lawanan, telah digunakan sejak awal abad 19.

Persoalannya mungkin, bidang fotografi telah

soalan teknik dan kecanggihan alat, melainkan dibatasi menjadi spesialisasi, misalnya fotografi pada isi yang terepresentasikan. Jika persoalan

jurnalistik, komersial, atau fine art, dengan vari- teknik dan kecanggihan alat yang menjadi tum- puan maka “seni fotografi” akan berjalan di tem- annya masing-masing. Gaya perupaan yang

sebenarnya digunakan juga dalam media fo-

pat. Hal tersebut bisa dilihat pada karya-karya tografi kemudian dinafikan. Realisme hanyalah yang muncul, berupa banyaknya terjadi pengu-

salah satu gaya untuk melawan penindas. Seni langan citra–terutama pada karya foto dengan sebagai media perlawanan sangatlah relevan un-

gaya na turalis. Revolusi kamera digital ber- tuk dijadikan wacana di tengah-tengah kondisi implikasi pada kemudahan setiap orang dalam

negeri dan masyarakat yang sebenarnya tertin- mengoperasikan kamera. Setiap orang, bahkan das. Seni sebagai ekspresi perlawanan merupa- anak berumur enam tahun, saat ini sudah dapat membuat fotografi yang dianggap baik oleh para kan cara yang mungkin dapat diterapkan untuk

menghidupkan nurani yang mati.

praktisi dan fotografer. Mari kita lihat katalog pameran fotografi hasil karya anak-anak yang

Daftar Pustaka

diselenggarakan di kota Bandung, dan foto-foto

hasil anak lainnya di pusat pelatihan fotografi Feininger, Andreas. 1993. (terjemahan R. M. yang ada di Bandung. Jika perbincangan masih

Soelarko). Unsur Utama Fotografi. Semarang: berkutat pada masalah teknik dan foto yang baik,

Dahara Prize.

karya foto anak-anak menjadi kritik bagi kita Mohamad, Gunawan. 1999. Tentang Seni Rupa, para penggiat fotografi. Fotografi memang tidak

Rakyat. dan Celeng. Katalog Pameran Tanpa dapat dilepaskan dari persoalan teknik, tetapi

Bunga dan Telegram Duka. Yogyakarta: ada hal yang selalu dilupakan bahwa fotografi

Bentara Budaya.

kaya akan ragam citra dan bentuk perupaan. Soedarso Sp.. 2006. Trilogi Seni: Penciptaan, Eksis- Persoalan gaya dan perupaan dalam ranah

tensi, dan Kegunaan Seni. Yogyakarta: Institut fotografi kemudian ditinggalkan yang diang-

Seni Indonesia.

gap hanya ada dalam dunia seni rupa. Namun, Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: In- dalam kenyataannya, hal-hal yang berhubun-

situt Teknologi Bandung.

gan dengan persoalan seni rupa tidak dapat Tamrin, Misbach. 2008. Amrus Natalsya dan Bumi dilepaskan begitu saja. Apa yang diungkapkan

Tarung. Bogor: Amnat Studio.

Ultimart, Vol. V, Nomor 2, Desember 2012 ISSN 1979-0716

GAYA SELINGKUNG DAN SYARAT PEMUATAN ARTIKEL JURNAL ULTIMART

1. Artikel berasal dari kata Latin ”articulus” yang berarti: bagian atau pasal (dalam suatu karya tulis). Dengan demikian, artikel untuk jurnal UltimaCom ialah bagian dari hasil penelitian atau yang setara dengan hasil penelitian (artikel konseptual) di bidang ilmu seni dan desain.

2. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia dan atau Inggris yang baik dan benar (SPOK), panjang artikel 7.000 – 8.000 kata (setara dengan 20 - 25 halaman kertas A-4 spasi ganda), dilengkapi abstrak dalam bahasa Inggris (75-100 kata) dan kata-kata kunci dalam bahasa Inggris (maksimal

6 kata).

3. Tata cara pengutipan dianjurkan meng guna kan catatan perut yang memuat: nama belakang penulis, tahun dan halaman dan ditulis dalam kurung (name – date). Contoh Satu Penulis

: (Miller, 2005:11)

Artinya, kutipan tersebut mengacu pada karya Katherine Miller yang terbit pada 2005, halaman

11. Lebih dari tiga penulis : (Fidler, dkk., 2010:325)

4. Penulisan daftar pustaka menggunakan gaya Harvard Citation Style: Nama be lakang, nama depan. Tahun Penerbitan. Judul Buku (cetak miring). Kota: Penerbit. Contoh: Penulis (dibalik, kecuali Tahun terbitan Judul buku Tempat/kota penerbit Nama penerbit Cina, Korea, dan Batak)

Levine, Steven Z. 2008. A Guide for the Arts Student. New York: I.B. Tauris & Co. Ltd

5. Biodata singkat penulis dan identitas penelitian dicantumkan sebagai catatan kaki pada halam- an pertama naskah dengan poin huruf lebih kecil dibandingkan badan naskah.

6. Artikel juga dapat dikirimkan dalam bentuk softcopy dalam Microfoft Word dengan format RTF menggunakan jenis huruf Times New Roman, font 12.

7. Artikel hasil penelitian memuat: (1) Judul, (2) Nama penulis (tanpa gelar), (3) Abstrak (dalam ba- hasa Inggris), (4) Kata kunci (dalam bahasa Inggris), (5) Pendahuluan (tanpa sub judul, memuat latar belakang masalah, dan sedikit tinjauan pustaka serta tujuan penelitian), (6) Me todologi Penelitian, (7) Hasil Penelitian, (8) Pembahasan, (9) Simpulan dan Saran, (10) Daftar Pustaka (hanya memuat pustaka yang dirujuk dalam artikel).

8. Artikel konseptual memuat: (1) Judul, (2) Nama penulis (tanpa gelar), (3) Abstrak (dalam ba- hasa Inggris), (4) Kata kunci (dalam bahasa Inggris), (5) Pendahuluan (tanpa sub judul), (6) Subjudul-subjudul (sesuai kebutuhan), (7) Penutup, (8) Daftar Pustaka (hanya memuat pustaka yang dirujuk dalam artikel).

9. Print-out artikel dan softcopy dikirimkan paling lambat 1 bulan sebelum penerbitan kepada: Redaksi Jurnal UltimArt Fakultas Seni dan Desain, Universitas Multimedia Nusantara Jl. Boulevard, Gading Serpong Telp. (021) 5422 0808; Fax. (021) 5422 0800 Email: masri@unimedia.ac.id, gumelar@unimedia.ac.id, ina@unimedia.ac.id

10. Kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan baik secara lisan maupun tu- lisan. Penulis yang artikelnya dimuat akan mendapat honorarium yang pantas dan nomor bukti pemuatan sebanyak tiga eksemplar. Adapun artikel yang tidak dimuat, tidak dikembalikan, ke- cuali atas permintaan penulis.