Pembinaan Korban Narkoba melalui Konseling Individu

C. Pembinaan Korban Narkoba melalui Konseling Individu

1. Upaya Pemulihan

Upaya pemulihan (recovery) pecandu narkoba secara medis dan psikologis di negara kita pada umumnya berpedoman pada cara-cara yang dilakukan Amerika Serikat. Di negara itu sejak tahun 60-an telah ada beberapa panti rehabilitasi. Panti rehabilitasi yang terkemuka adalah St. Mary‟s Hospital and Rehabilitation Center (SHRC), Minneapolis, Minnesota. Pada tahun 1967 panti rehabilitasi itu hanya memiliki 16 tempat tidur, namun 9 tahun kemudian panti tersebut telah memiliki 112 tempat tidur. Hal ini berarti, telah terjadi peningkatan pecandu secara berarti setiap tahun.

Model pemulihan yang ada saat ini sangat berorientasi medis dan psikologis. Artinya, pada tahap awal pecandu dibawa ke Rumah Sakit Ketergantungan Obat atau RSKO (Mann, 1979). Mengenai hal itu Mann (1979) berkomentar sebagai berikut.

―There are still many places in our society where the typical approach to the disease of chemical dependency is to admit the individual patient into a hospital for detoxification; institute nutrition and vitamin therapy; prescribe mood-controlling medications; and than put the patient back on the street, back home, or back on the job, and back to destructive

drinking‖.

Sebagai seorang dokter medis, Mann menyangsikan keampuhan RSKO bagi pemulihan total (total recovery) pasien dengan layanan detoksifikasi, terapi nutrisi/vitamin, dan memberi obat pengendalian emosi pasien. Mann memuji pendekatan Panti St. Mary‟s Hospital and Rehabilitation Center (SHRC) karena disana pasien tidak hanya disembuhkan melalui pendekatan pengobatan, akan tetapi juga pendekatan rehabilitasi psikologis, sosial, intelektual, spiritual, dan fisik.

Ivey & Downing dalam Editorial Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Edisi 36 menyebutkan Penerapan Konseling Individu adalah upaya membantu klien oleh konselor secara individual dengan mengutamakan hubungan konseling antara konselor dengan klien yang bernuansa emosional, sehingga besar kepercayaan klien terhadap konselor. Pada gilirannya klien akan bicara jujur membuka rahasia batinnya

(disclosure) yang selama ini tidak pernah dikemukakan kepada orang lain termasuk keluarga 54

Konseling Individu bertujuan menanamkan kepercayaan diri klien atas dasar kesadaran diri untuk: (1) tidak menyalahkan orang lain atas kecerobohan dan kesalahannya mengkonsumsi narkoba, (2) menumbuhkan kesadaran untuk mengambil tanggung jawab atas perbuatannya yang destruktif yang dilakukan selama ini dengan menerima segala akibatnya (seperti: keluar dari sekolah/kuliah, kehilangan pekerjaan, dijauhi orang- orang yang dicintai, dsb), (3) menerima realita hidup dengan jujur, (4) membuat rencana-rencana hidup secara rasional dan sistematik untuk keluar dari cengkraman setan narkoba dan menjadi manusia yang baik, dan (5) menumbuhkan keinginan dan kepercayaan diri untuk melaksanakan rencana hidup tersebut. 55

Jika seorang konselor menguasai pendidikan agama, akan lebih baik Konseling Individu diiringi dengan ajaran-ajaran agama seperti penyerahan diri kepada Allah, menerima cobaan hidup dengan tawakal, taat ibadah, dan berbuat baik terhadap sesama. Jika konselor tidak menguasai soal agama, konselor harus memasukkan seorang ahli agama kedalam tim konselor.

Prosedur Konseling Individual adalah sebagai berikut: (a) konselor menciptakan hubungan konseling yang menumbuhkan kepercayaan klien terhadap konselor, sehingga klien menjadi jujur dan terbuka, bersedia mengatakan segala isi hati dan rahasia pribadi berkaitan dengan kecanduannya. Hal ini disebabkan oleh sikap empati, hangat, terbuka, memahami, dan asli (genuine) dari konselor, serta memiliki kemampuan- kemampuan teknik konseling yang baik (b) konselor membantu klien agar dia mampu memahami diri dan masalahnya. Kemudian ia bersedia bersama konselor untuk menemukan jalan keluar atas kekacauan dirinya sehingga membuat keluarga klien menderita karena merasa malu,

54 depdiknas.go.id, Editorial Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Edisi 36 55 Ibid, h.45 54 depdiknas.go.id, Editorial Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Edisi 36 55 Ibid, h.45