Analisis Karakteristik Torsi Dan Putaran Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Boldea, Ion , Syed A. Nassar, The Induction Machine Handbook, Boca Raton: CRC Press, 2002.

2. Brown, J.E, The Starting Of a Three Phase Induction Motor Connected To a Single Phase Supply System,IEE No. 2860 , 1959.

3. Chapman, S.J, Electric Machinery Fundamental, Mc Graw-Hill.1985.

4. Guru, Bhag S,Huseyin R. Hirizoglu, Electric Machinery and Transformer,New York: Oxford University Press, 2001.

5. Halim, A.M. Abdel , M.M Salama, Performance Of a Three Phase Motor Induction Motor Fed From a Non Ideal Single Phase Supply, Proceedings ETEP Vol.5 No.3: May, 1995.

6. Lister, Eugene C, Mesin dan Rangkaian Listrik, Jakarta: Erlangga, 1988. 7. Mehta, V.K, and Rohit Mehta, Principles Of Electrical Machines, New Delhi:

S. Chand & Company Ltd, 2002.

8. Tambun, Wendy, Analisa Perbandingan Effisiensi Motor Induksi Tiga Fasa Dengan Tahanan Rotor Tidak Seimbang Dan Motor Induksi Tiga Fasa Dengan Satu Fasa Rotor Terbuka, Dept. Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara, Medan: 2012.


(2)

9. Yeadon,William H., Alan W. Yeadon, Handbook of Small Electric Motor, New York: McGraw-Hill,2001.


(3)

BAB III

PARAMETER MOTOR INDUKSI TIGA FASA DAN TORSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA PADA KONDISI OPERASI SATU FASA

DENGAN PENAMBAHAN KAPASITOR

3.1 Parameter Motor Induksi Tiga Fasa

Parameter rangkaian ekivalen dapat dicari dengan melakukan pengukuran pada percobaan tahanan DC, percobaan beban nol, dan percobaan rotor tertahan (block rotor test). Dengan penyelidikan pada setiap rangkaian ekivalen, percobaan beban nol motor induksi dapat disimulasikan dengan memaksimalkan tahanan rotor

s R'2

. Hal ini bisa terjadi pada keadaan normal jika slip dalam keadaan minimum. Slip yang mendekati nol terjadi ketika tidak ada beban mekanis, dan motor dikatakan dalam keadaan berbeban ringan.

Pengukuran rotor tertahan dilakukan dengan menahan rotor tetap diam. Pada kondisi ini slip bernilai satu yang merupakan nilai slip tertinggi untuk kondisi motor, jadi nilai

s R'2

bernilai minimum. Untuk menentukan bentuk rangkaian ekivalen, pola fluksi dianggap sinusoidal, demikian juga rugi-rugi yang diukur proporsional terhadap fluksi utama, dan kejenuhan diabaikan.

3.1.1 Percobaan DC

Untuk memperoleh harga R1 dilakukan dengan pengukuran DC yaitu dengan menghubungkan sumber tegangan searah (VDC) pada satu terminal input


(4)

dan arus searah (IDC) lalu diukur. Di sini tidak mengalir arus rotor karena tidak ada tegangan yang terinduksi.

1. Kumparan hubungan Wye (Y)

Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga fasa terhubung Y, dan diberi suplai DC dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini.

a

b

c

RDC

RDC

RDC

VDC

+

-IDC

Gambar 3.1 Rangkaian fasa stator saat pengukuran DC hubungan Y Harga R1DC untuk kumparan hubungan Y dapat dihitung sebagai berikut :

DC DC 1DC

I V 2 1

R = (Ω) (3.1)

2. Kumparan Hubungan Delta (∆)

Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga fasa terhubung delta dan diberi suplai DC, dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini.

A

R RB

C

R

D C

V

D C

I


(5)

Diketahui bahwa tahanan pada kumparan pada masing – masing fasa adalah sama, maka RA =RB =RC =R. Jadi Gambar 3.2 dapat disederhanakan menjadi Gambar 3.3 berikut ini.

A

R

R

P

D C

V

D C

I

A

I

Gambar 3.3 Rangkaian fasa stator saat pengukuran DC hubungan ∆

Dimana RP= RB +RC

Jadi RA=

A DC

I V

Dimana

P A

P DC

A

R R

R I

I

+ × =

IA IDC

3 2

= , maka

RADC=

DC DC

I V

3

2 = DC

DC

I V

×

2 3

(3.2)

Harga R1 ini dinaikkan dengan faktor pengali 1,1- 1,5 untuk operasi arus bolak-balik, karena pada operasi arus bolak-balik resistansi konduktor meningkat karena distribusi arus yang tidak merata akibat efek kulit dan medan magnet yang melintasi alur.

DC

ac k R

R1 = × 1 ( Ω ) (3.3) Dimana k =faktor pengali, besarnya 1,1 – 1,5

Karena besar tahanan konduktor stator dipengaruhi oleh suhu, dan biasanya bila rugi-rugi motor ditentukan dengan pengukuran langsung pada


(6)

motor, maka untuk mengetahui nilai tahanan yang paling mendekati, biasanya dilakukan dengan beberapa kali pengukuran dan mengambil besar rata-rata dari semua pengukuran yang dilakukan.

3.1.2 Percobaan Beban Nol

Motor induksi dalam keadaan beban nol dibuat dalam keadaan berputar tanpa memikul beban pada rating tegangan dan frekuensinya. Besar tegangan yang digunakan ke belitan stator perfasanya adalah V1( tegangan nominal), arus masukan sebesarI0 dan dayanya P0. Nilai ini semua didapat dengan melihat alat ukur pada saat percobaan beban nol.

Dalam percobaan beban nol, kecepatan motor induksi mendekati kecepatan sinkronnya. Dimana besar s mendekati nol, sehingga

s R'2

mendekati tidak terhingga, sehingga besar impedansi total bernilai tidak berhingga yang menyebabkan arus I'2 pada Gambar 3.4 bernilai nol sehingga rangkaian ekivalen motor induksi pada pengukuran beban nol ditunjukkan pada Gambar 3.5. Namun karena pada umumnya nilai kecepatan motor pada pengukuran ini nr0 yang diperoleh tidak sama dengan ns maka slip tidak sama dengan nol sehingga ada arus I2’ yang sangat kecil mengalir pada rangkaian rotor, arus I2’ tidak diabaikan tetapi digunakan untuk menghitung rugi – rugi gesek + angin dan rugi – rugi inti pada percobaan beban nol. Pada pengukuran ini didapat data-data antara lain : arus input (I1=I0), tegangan input (V1=V0), daya input perfasa (P0) dan kecepatan poros motor (nr0). Frekuensi yang digunakan untuk eksitasi adalah frekuensi sumber f.


(7)

1 V

1

R X1

c

R Xm

2 ' R '

2 X

) 1 1 (

'

2 −

s R 1

E 1

I I0

c

I Im

2 ' I

Gambar 3.4 Rangkaian ekivalen motor induksi 3 fasa

Iφ

Zm

V1

I1 = Iφ

Im Ic

Rc

jX1

R1

Xm

s R'2 2

' X

Gambar 3.5 Rangkaian ekivalen pada saat beban nol

Dengan tidak adanya beban mekanis yang terhubung ke rotor dan tegangan normal diberikan ke terminal, dari Gambar 3.5 didapat besar sudut fasa antara arus antara I dan 0 V adalah : 0

     

= −

ϕ ϕI

V P Cos

θ 1 0

0 (3.4) Dimana: P0 =Pnl =daya saat beban nol perfasa

1 0 V

V = = tegangan masukan saat beban nol Iϕ =Inl = arus beban nol


(8)

E V 0o (I θ0)(R1 jX1)

1

1 = ∠ − ϕ∠ + (Volt) (3.5) nr0 adalah kecepatan rotor pada saat beban nol. Daya yang didissipasikan oleh Rc dinyatakan dengan :

Pc =P0 −I20R1 ( Watt ) (3.6) 1

R didapat pada saat percobaan dengan tegangan DC. Harga Rc dapat ditentukan dengan

0 2 1 c

P E

R = (Ω) (3.7) Dalam keadaan yang sebenarnya R1 lebih kecil dibandingkan dengan Xm dan juga Rc jauh lebih besar dari Xm, sehingga impedansi yang didapat dari percobaan beban nol dianggap jX1 dan jXm yang diserikan.

Znl =

3 1

nl

I

V

) (X1 Xm

j + ( Ω ) (3.8) Sehingga didapat

1 1

3 X

I V X

nl

m = − ( Ω ) (3.9)

3.1.3 Percobaan Rotor Tertahan

Pada pengukuran ini rotor dipaksa tidak berputar (nr = 0, sehingga s = 1) dan kumparan stator dihubungkan dengan tegangan seimbang. Karena slip s = 1, maka pada Gambar 3.4, harga '2

'

2 R

s R

= . Karena R2' + jX2' << Rc jXm maka


(9)

induksi dalam keadaan rotor tertahan atau hubung singkat seperti ditunjukkan pada Gambar 3.6

jX1+jX’2

R1 + R’2

V1

I1

Gambar 3.6 Rangkaian ekivalen pada saat rotor tertahan

Impedansi perfasa pada saat rotor tertahan (ZBR) dapat dirumuskan sebagai berikut:

ZBR =R1 +R2' + j(X1+ X2')=RBR + jXBR (Ω) (3.10) Pengukuran ini dilakukan pada arus mendekati arus rating motor. Data hasil pengukuran ini meliputi : arus input (I1 =IBR), tegangan input (V1 = VBR) dan daya

input perfasa ( PBR = Pin ). Karena adanya distribusi arus yang tidak merata pada batang rotor akibat efek kulit, harga R2' menjadi tergantung frekuensi. Maka umumnya dalam praktek, pengukuran rotor tertahan dilakukan dengan mengurangi frekuensi eksitasi menjadi fBR untuk mendapatkan harga '

2 R yang sesuai dengan frekuensi rotor pada saat slip rating. Dari data-data tersebut, harga

BR

R dan XBR dapat dihitung : 2

1 BR BR

I P

R =

( Ω ) (3.11) RBR =R1 +R2' ( Ω ) (3.12)

BR BR BR

I V

Z =


(10)

XBR = ZBR2 −RBR2

(Ω) (3.14) Untuk menentukan harga X1 dan X2 digunakan metode empiris berdasarkan IEEE standar 112. Hubungan X1 dan X2 terhadap Xbr dapat dilihat pada Tabel 3.1[3]

Tabel 3.1 Distribusi empiris dari Xbr

Disain Kelas Motor X1 '

2 X

A 0,5 Xbr 0,5 Xbr

B 0,4 Xbr 0,6 Xbr

C 0,3 Xbr 0,7 Xbr

D 0,5 Xbr 0,5 Xbr

Rotor belitan 0,5 Xbr 0,5 Xbr

di sini besar XBR harus disesuaikan dahulu dengan frekuensi rating f. ' XBR

f f X

BR BR =

( Ω) (3.15) XBR' = X1X2' ( Ω) (3.16)

3.2 Komponen Simetris

Pada tahun 1913, metode komponen simetris telah dikembangkan oleh Charles L. Fortescue dari Westinghouse saat menyelidiki pengoperasian motor induksi pada kondisi suplai tidak seimbang. Kemudian pada konvensi tahunan ke 34 AIEE tahun 1918, ia menyajikan makalah yang berjudul “ Method of Symmetrical Coordinates Applied to the Solution of Polyphase Network” yang


(11)

kemudian dipublikasikan oleh AIEE Transaction Volume 37 halaman 1027- 1140. Metode komponen simetris digunakan untuk memahami dan menganalisis operasi sistem tenaga listrik pada kondisi tidak seimbang. Berbagai jenis ketidakseimbangan pada sistem tenaga listrik disebabkan oleh gangguan antar fasa, fasa terbuka, impedansi tidak seimbang dan lainnya.

Metode komponen simetris digunakan untuk menguraikan suatu sistem tidak seimbang yang terdiri atas n buah fasor yang berhubungan menjadi n buah sistem fasor yang seimbang. Pada sistem tiga fasa, tiga fasor tidak seimbang dapat diuraikan menjadi tiga sistem fasor yang seimbang. Ketiga komponen seimbang pada komponen simetris adalah :

1. Komponen urutan-positif, yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya, terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 120°, dan mempunyai urutan fasa yang sama seperti fasor aslinya.

2. Komponen urutan-negatif, yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya, terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 120°, dan mempunyai urutan fasa yang berlawanan dengan fasor aslinya.

3. Komponen urutan nol, yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan dengan penggeseran fasa nol derajat antara fasor yang satu dengan fasor yang lainnya.

Telah menjadi kebiasaan umum, ketika memecahkan permasalahan dengan menggunakan komponen simetris bahwa ketiga fasa dari sistem dinyatakan sebagai a, b, dan c dengan cara yang demikian sehingga urutan fasa tegangan dan arus dalam sistem adalah abc. Jadi urutan fasa komponen urutan positif dari fasor tidak seimbang itu adalah abc, sedangkan urutan fasa dari


(12)

komponen urutan negatif adalah acb. Jika fasor aslinya adalah tegangan, maka tegangan tersebut dapat dinyatakan dengan Va, Vb, dan Vc. Ketiga himpunan komponen simetris dinyatakan dengan subskrip tambahan 1 untuk komponen urutan-positif, 2 untuk komponen urutan negatif, dan 0 untuk komponen urutan nol. Komponen urutan positif dari Va,Vb dan Vc adalah Va1, Vb1, dan Vc1. Demikian pula, komponen urutan negatif adalah Va2, Vb2, dan Vc2, sedangkan komponen urutan nol adalah Va0, Vb0, dan Vc0.

Gambar 3.7 menunjukkan tiga himpunan komponen simetris. Fasor arus akan dinyatakan dengan subskrip seperti untuk tegangan tersebut.

Gambar 3.7 Tiga himpunan fasor seimbang yang merupakan komponen simetris dari tiga fasor tidak seimbang

3.2.1 Operator Komponen Simetris

Penggunaan komponen simetris pada sistem tiga fasa memerlukan suatu satuan fasor dan operator yang akan memutar fasor lainnya yang akan berbeda 1200 bila dipakai vektor/ fasor operator satuan adalah a maka

a = 1 1200 = 1 1 x 1200 = -0,5 + j 0,866 a2 = 1 2400 = 1 2 x 1200 = -0,5 - j0,866 a3 = 1 3600 = 1 3 x 1200 = 1 + j0


(13)

an = 1 n x 1200 = cos ( n x 1200 ) + j sin ( n x 1200 ) (3.17) Selanjutnya pangkat dan fungsi operator a dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini

Tabel 3.2 Fungsi operator a

Fungsi Bentuk Kutub Bentuk Rektangular

a 1 1200 -0,5 + j 0,866

a2 1 2400 -0,5 - j 0,866

a3 1 3600 1 + j0

1 + a = -a2 1 600 0,5 + j 0,866

1- a -300 1,5 - j0,866

1 + a2 = -a 1 -600 0,5 - j 0,866

1 – a2 300 1,5 + j0,866

a- 1 1500 -1,5 + j 0,866

a + a2 = -1 1 1800 -1 + j 0

a – a2 900 0 + j 1,732

a 2 –a - 900 0 - j 1,732

a 2 -1 -1500 -1,5 - j 0.866

Fasor tidak seimbang merupakan jumlah dari komponen- komponen simetrisnya yaitu

Va = Va0 +Va1 + Va2

= V0 + V1 + V2 (3.18) Vb = Vb0 + Vb1 + Vb2

= V0 + a2V1 + a V2 (3.19) Vc = Vc0 +Vc1 + Vc2

= V0 + aV1 + a2 V2 (3.20) Yang dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai berikut


(14)

= (3.21)

3.2.2 Mencari Nilai Komponen Simetris

Komponen-komponen simetris adalah besaran-besaran hasil olah matematika,ia tidak diukur dalam praktek. Yang terukur dalam praktek adalah besaran- besaran yang tidak seimbang yaitu Va, Vb dan Vc. Komponen simetris dapat dicari dari persamaan 3.18, persamaan 3.19 dan persamaan 3.20 dengan menjumlahkan fasor-fasor dan mengingat bahwa ( 1 + a + a2 ) = 0 yaitu

Va = V0 + V1 + V2 Vb = V0 + a2V1 + a V2

Vc = V0 + aV1 + a2 V2 + Va + Vb +Vc = 3 V0 + ( 1 + a+ a2 ) V1 + ( 1 + a+ a2 ) V2

V0 = ( Va + Vb +Vc ) (3.22)

Jika persamaan 3.19 dikalikan dengan a dan persamaan 3.20 dikalikan dengan a2, kemudian dijumlahkan maka diperoleh persamaan:

Va = V0 + V1 + V2 aVb = aV0 + a3V1 + a2V2

a2Vc = a2V0 + a3V1 + a4 V2 + Va + aVb +a2Vc = ( 1 + a+ a2 ) V0 + 3 V1 + ( 1 + a2+ a ) V2

V1 = ( Va + aVb +a2Vc ) (3.23) Jika persamaan 3.19 dikalikan dengan a2 dan persamaan 3.20 dikalikan dengan a, kemudian dijumlahkan maka diperoleh

Va = V0 + V1 + V2


(15)

aVc = aV0 + a2V1 + a3 V2 + Va + a2Vb +aVc = ( 1 + a2+ a ) V0 + ( 1 + a+ a2 ) V1 + 3 V2

V2 = ( Va + a2Vb + aVc ) (3.24)

Relasi antara persamaan 3.22, persamaan 3.23 dan persamaan 3.24 dikumpulkan dalam satu penulisan matriks sebagai berikut

               

    =          

2 1 0

2 2 1 1

1 1 1

V V V

a a

a a V

V V

c b a

(3.25)

3.3 Pengoperasian Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor

Pengoperasian motor induksi tiga fasa pada kondisi operasi satu fasa dapat dilakukan dengan cara membagi kumparan motor induksi tiga fasa menjadi kumparan bantu dan kumparan utama dengan kapasitor yang dipasang pada terminal stator motor induksi. Selanjutnya motor induksi tiga fasa ini akan bekerja seperti motor induksi dua fasa simetris atau motor kapasitor karena keduanya memiliki prinsip kerja yang sama.

3.3.1 Analisis Rangkaian Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor

Motor induksi tiga fasa dapat dioperasikan pada kondisi satu fasa dengan penambahan kapasitor yang dihubungkan pada belitan stator yang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.8 .

Pada kondisi ini motor induksi tersebut beroperasi dengan tegangan tidak simetris. Dengan menggunakan analisis komponen simetris dapat dibuat suatu


(16)

model matematika untuk mendapatkan persamaan tegangan urutan positif ( V1 ) maupun persamaan tegangan urutan negatif ( V2).

Gambar 3.8 Belitan stator dengan penambahan kapasitor

Berdasarkan dari rangkaian di atas, dapat dianalisis hubungan arus dan tegangan dengan menggunakan Hukum Kirchoff sebagai berikut[2].

Ia + Ib + Ic = 0 (3.25) V - Va + Vb = 0 (3.26) Va - Vc

-

= 0 (3.27) Dimana Va, Vb dan Vc merupakan tegangan masing- masing kumparan stator, sedangkan Ia, Ib dan Ic merupakan arus yang mengalir pada setiap kumparan stator. Dengan metode transformasi komponen simetris dan pergeseran fasa menggunakan operator a, tiga fasor tegangan tidak seimbang fasa ( Va, Vb dan Vc ) dapat ditransformasikan dan diuraikan menjadi sistem tiga fasor yang seimbang menjadi:


(17)

Va = V0 + V1 + V2 (3.28) Vb = V0 + a2 V1 + a V2 (3.29) Vc = V0 + a V1 + a2 V2 (3.30)

Dimana V0, V1 dan V2 merupakan tegangan urutan nol , urutan positif dan urutan negatif. Nilai a =

Sedangkan persamaan arus pada masing- masing kumparan stator adalah

Ia = I0 + I1 + I2 (3.31) Ib = I0 + a2I1 + a I2 (3.32) Ic = I0 + a I1 + a2 I2 (3.33)

Kemudian substitusi nilai I0 = V0.Y0, I1 = V1.Y1 dan I2 = V2. Y2 ke persamaan arus di atas, sehingga persamaan arusnya menjadi

Ia = V0.Y0 + V1.Y1 + V2.Y2 (3.34) Ib = V0.Y0 + a2 V1.Y1 + a V2.Y2 (3.35) Ic = V0.Y0 + a V1.Y1 + a2 V2.Y2 (3.36)

Berdasarkan jurnal The Starting Of a Three Phase Induction Motor Connected To a Single Phase Supply System oleh J.E. Brown, maka tegangan urutan positif(V1) motor induksi dari rangkaian adalah[2]

( )

    

  

+ +

+ 

  

 

= − −

2 1

2 30 30

1

3 3

3 Y Y Y

Y e

Y Ve

V

c j c j

(3.37) Sedangkan tegangan urutan negatif(V2) motor induksi adalah


(18)

( )

  

  

+ +

+ 

  

  =

2 1

1 30 30

2

3 3

3 Y Y Y

Y e Y Ve

V

c j c j

(3.38)

3.3.2 Rangkaian Urutan Positif Dan Rangkaian Urutan Negatif

Rangkaian ekivalen motor induksi pada kondisi operasi satu fasa dengan penambahan kapasitor urutan positif dan negatif dapat dilihat pada Gambar 3.9 berikut ini.

a. Rangkaian urutan positif

Gambar 3.9 Rangkaian urutan motor induksi

Berdasarkan rangkaian ekivalen pada Gambar 3.9 dapat dicari impedansi rangkaian ekivalen motor induksi, baik impedansi urutan positif maupun impedansi urutan negatif.


(19)

Adapun nilai impedansi rangkaian urutan positif(Z1) dan impedansi urutan negatif (Z2) adalah :

) ( 2'

' 2 ' 2 ' 2 1 1 1 m m X X j s R jX s R jX jX R Z + +       + + +

= (3.39)

) ( ) 2 ( ) 2 ( ' 2 ' 2 ' 2 ' 2 1 1 2 m m X X j s R jX s R jX jX R Z + + −       + − + +

= (3.40)

Sedangkan untuk mencari nilai arus stator urutan positif(Is1) dan arus rotor urutan positif(Ir1) adalah sebagai berikut

Is1 = V1.Y1 (3.41)

1 ' 2 ' 2 1 ) ( s m m r I X X j s R jX I + +      

= (3.42)

Arus stator urutan negatif(Is2) dan arus rotor urutan negatif(Ir2) adalah sebagai berikut:

2 2 2 V .Y

Is = (3.43)

2 ' 2 ' 2 2 ) ( ) 2 ( s m m r I X X j s R jX I + +       −


(20)

3.4 Torsi Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor

Torsi motor induksi tiga fasa pada kondisi operasi satu fasa dengan penambahan kapasitor berbeda dengan ketika motor induksi beroperasi normal tiga fasa. Perbedaan ini diakibatkan oleh ketidakseimbangan tegangan pada masing- masing kumparan stator ketika motor dioperasikan pada sistem tenaga satu fasa. Ketidakseimbangan ini akan mengakibatkan munculnya komponen urutan negatif yang akan berlawanan dengan komponen urutan positif, sehingga akan memperkecil nilai torsi output motor induksi. Adapun persamaan torsi output yang dihasilkan pada kondisi operasi satu fasa adalah:

b f

out T T

T =

     

   

− −

     

    =

) )( 2 (

. 3 ) (

. 3

2 2 ' 2 2

1 ' 2

s r

s r

s I R s

I R

ω ω



  

 

− − 

     =

) 2 (

3 2

2 2

1 '

2

s I s I s

R r r

ω ( 3.45)

Dimana Tout = Torsi total yang dihasilkan motor induksi( Nm ) Tf = Torsi arah maju( Nm )


(21)

BAB IV

PENGUJIAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA PADA KONDISI OPERASI SATU FASA DENGAN PENAMBAHAN KAPASITOR

4.1 Umum

Sebelum melakukan pengujian motor induksi tiga fasa pada kondisi operasi satu fasa dengan penambahan kapasitor, dibutuhkan beberapa parameter dari motor induksi tiga fasa yang dapat diperoleh dari percobaan beban nol, percobaan rotor tertahan, dan percobaan tahanan DC. Pada percobaan beban nol dimana tidak ada beban yang terhubung pada poros rotor sehingga putaran rotor dikatakan maksimum. Percobaan rotor tertahan harus dilakukan jauh dibawah keadaan nominal, karena dengan tegangan stator yang kecil sudah menghasilkan arus yang besar pada rotor. Pada percobaan rotor tertahan, putaran rotor dikatakan dalam keadaan minimum (nr= 0). Untuk percobaan tahanan DC dimana pada percobaan ini akan mengukur besarnya tahanan DC pada kumparan motor.

4.2 Peralatan Yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 1. Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Sangkar

Spesifikasi motor induksi tiga fasa:

• Merk : LM- Motor Industry

• Type : B

• Daya Output : 1,5 KW


(22)

• Arus : 6,3/ 3,6 A

• Putaran ( Nr ) : 1400 rpm

• Cos phi : 0,83

2. Amper meter 3. Volt Meter 4. Tahanan Geser 5. Tachometer

6. Sumber tegangan AC dan DC

4.3 Percobaan Untuk Mendapatkan Parameter – Parameter Motor Induksi Tiga Fasa

Untuk dapat menentukan parameter motor induksi tiga fasa jenis rotor sangkar, maka dapat dilakukan percobaan berikut ini :

4.3.1Percobaan Tahanan DC

A. Percobaan Tahanan DC Pada Belitan Stator 1. Rangkaian Percobaan

A

V U

V

W +

-VDC Variabel

Ru

Rv

Rw


(23)

2. Prosedur Percobaan

1. Hubungan belitan stator dibuat hubungan Y, dan yang akan diukur adalah dua dari ketiga belitan stator.

2. Rangkaian belitan stator dihubungkan dengan suplai tegangan DC

3. Tegangan suplai dinaikkan sampai pembacaan voltmeter mencapai 5 volt, kemudian catat pembacaan voltmeter dan amperemeter pada dua fasa belitan. 4. Tegangan suplai dinaikkan dengan besar kenaikan 1 volt sampai tegangan

mencapai 8 volt. Catat pembacaan voltmeter dan amperemeter untuk setiap kenaikan tegangan 1 volt.

5. Tegangan diturunkan dan lakukan langkah 3 dan 4 untuk dua fasa belitan yang lainnya.

6. Percobaan selesai.

3. Data Hasil Percobaan

DC DC DC

I V R

2 1

= (Ω)

DC

AC k R

R = .

Karena motor yang digunakan memiliki daya yang kecil, maka besarnya faktor pengali (k) adalah 1,1

Tabel 4.1 Data hasil percobaan tahanan DC pada belitan stator

Fasa Tegangan(V) Arus(A) RDC(Ω) RDCrata-rata (Ω) RAC(Ω)

U- V 5 0,47 5,425

5,36 5,94

U- W 5 0,46 5,443


(24)

Fasa Tegangan(V) Arus(A) RDC(Ω) RDCrata-rata (Ω) RAC(Ω)

U- V 5 0,47 5,42

5,445 5,98

U- W 5 0,45 5,65

V- W 5 0,46 5,32

Fasa Tegangan(V) Arus(A) RDC(Ω) RDCrata-rata (Ω) RAC(Ω)

U- V 5 0,47 5,42

5,44 5,97

U- W 5 0,45 5,44

V- W 5 0,46 5,46

4. Analisis Data

Berdasarkan data di atas, nilai belitan stator per fasa pada belitan stator adalah:

3

) (

) (

) ( 1

W V R W U R V U R

R = AC − + AC − + AC

3 89 , 17 =

= 5,96 Ω

4.3.2 Percobaan Rotor Tertahan 1. Rangkaian Percobaan

Dari data yang didapat pada pengukuran motor dalam keadaan rotor tertahan atau hubung singkat maka dihitung Xs dan Xr'. Rangkaian pengukuran ketika terhubung singkat ditunjukkan pada Gambar 4.2 berikut ini .


(25)

W3phasa

PT AC1 3 Phasa

MI

V1

A1

T

Mesin DC

S3

S2

PT DC1

PT DC

2

A3

S1

V2 V3

Gambar – 4.3

Gambar 4.2 Gambar rangkaian percobaan rotor tertahan

2. Prosedur Percobaan

Prosedur yang dilakukan untuk memperoleh data hubung singkat adalah : 1. Motor induksi dikopel dengan mesin arus searah.

2. Semua switch dalam keadaan terbuka, pengatur tegangan dalam kondisi minimum.

3. Switch S1 ditutup, PTAC1 dinaikkan sehingga motor induksi mulai berputar perlahan.

4. Switch S3 kemudian ditutup, PTDC2 dinaikkan sampai penunjukan amperemeter A3 mencapai harga arus penguat nominal mesin arus searah

5. Switch S2 ditutup dan PTDC1 dinaikkan sehingga mesin arus searah memblok putaran motor induksi dan putaran berhenti. Kemudian penunjukan alat ukur A1 dan W dicatat, percobaan selesai.


(26)

3. Data Hasil Percobaan

Tabel 4.2 Data hasil percobaan rotor tertahan

VBR (V) IBR (A) PBR (W)

61,4 3,6 370

4. Analisis Data

Dari data di atas diperoleh :

Dalam percobaan ini belitan stator dihubungkan bintang, sehingga besarnya nilai ZBR adalah sebagai berikut :

BR BR BR

I V Z =

6 , 3

3 4 , 61

      = BR

Z

( )

Ω ≈

=

      =

52 , 9

516460 ,

9 6 , 3

3 370

2

BR

R

Ω =

− =

− =

56 , 3

96 , 5 52 , 9

1 '

2 R R


(27)

Ω =

Ω =

85 , 9

8470 , 9

2 2

BR BR

BR Z R

X = −

(

) (

)

Ω ≈

=

− =

53 , 2

5282 , 2

52 , 9 85 ,

9 2 2

BR

X

Karena pada saat percobaan besarnya frekuensi kita perkecil, sehingga nilai XBR harus disesuaikan dengan frekuensi rating, besarnya nilai XBR menjadi :

(

)

Ω =

= =

54 , 10

53 , 2 12 50 '

BR BR

BR X

f f X

Karena motor merupakan desain kelas B sehingga besarnya nilai X1 dan X2' adalah :

( )

Ω =

=

22 , 4

4 ,

0 '

1 XBR


(28)

M. INDUKSI 3 FASA

PTAC 3 FASA

S1

V1 A1

K L R S T

W 3 FASA Besarnya nilai X2' adalah :

Ω =

− =

− =

32 , 6

22 , 4 54 , 10

1 '

'

2 X X

X BR

4.3.3 Percobaan Beban Nol 1. Rangkaian Percobaan

Gambar 4.3 Rangkaian percobaan beban nol

2. Prosedur Percobaan

Prosedur yang dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan adalah : 1. Rangkailah rangkaian percobaan seperti Gambar 4.3 diatas.


(29)

2. Semua switch dalam keadaan terbuka dan pengaturan tegangan dalam posisi minimum.

3. Switch S1 kemudian ditutup, pengatur tegangan PTAC1 dinaikkan sampai tegangan pada pembacaan voltmeter hampir mencapai tegangan 380 volt. 4. Catat hasil pembacaan voltmeter, amperemeter dan wattmeter.

5. Tegangan PTAC1 diturunkan, switch S1 dibuka. 6. Percobaan selesai.

3. Data Hasil Percobaan

Tabel 4.3 Data hasil percobaan beban nol

VNL (V) INL (A) PNL ( W)

371 1,97 130

4. Analisis Data

Dari data di atas diperoleh :

0

0 1

0 1 0

1 , 84

10570975 ,

84

97 , 1 3 371

3 130 .

≈ =

      

    

      =

    

   =

− −

Cos

I V

P Cos

ϕ ϕ


(30)

V j jX R I V E NL 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 01 , 3 07 , 205 ) 78 , 48 39 , 14 ( 0 3 371 ) 22 , 4 96 , 5 ( ) 1 , 84 97 , 1 ( 0 3 371 ) ( ) ( 0 ∠ = − ∠ − ∠ = + − ∠ − ∠ = + − ∠ − ∠ = θ

(

)

Ω =       = = 54 , 970 3 130 07 , 205 2 0 2 1 c c R P E R Ω = −       = −       = 51 , 104 22 , 4 97 , 1 3 371 3 1 j X I V X L N NL m


(31)

A1

M. INDUKSI 3 FASA

V1

MOTOR DC

A2

A3

PTDC N

T

S2

PTAC 3 FASA

S1

R

S3 4.3.4 Percobaan Berbeban Motor Induksi

1. Rangkaian Percobaan

Gambar 4.4 Rangkaian percobaan pembebanan motor induksi

2. Prosedur Percobaan

Prosedur yang dilakukan untuk memperoleh data pembebanan motor innduksi adalah sebagai berikut:

1. Rangkai rangkaian percobaan seperti Gambar 4.4 diatas.

2. Tutup saklar S1 yang menghubungkan PTAC dengan terminal stator motor induksi.

3. Tutup switch S3.

4. Tegangan PTDC dinaikkan sampai pada nilai tertentu. 5. Naikkan tegangan PTAC sampai pada tegangan nominal.


(32)

6. Naikkan tahanan R secara bertahap sesuai data yang telah ditentukan, dan pertahankan agar tegangan di V1 konstan. Catat penunjukan alat ukur dan percobaan selesai.

3. Data Hasil Percobaan

Tabel 4.4 Percobaan berbeban motor induksi

Beban(%) Is(Ampere) Nr(rpm)

20 1,57 1450

40 1,6 1420

60 1,61 1400

Dari percobaan berbeban motor induksi di atas dapat dicari nilai torsi output motor induksi tiga fasa adalah

Beban 20 %

) ( 2'

' 2

' 2 '

2

1 1 1

m m

X X j s R

jX s R jX jX

R Z

+ +

   

 

+ +

+ =

) 51 , 104 32 , 6 ( 03 , 0

56 , 3

32 , 6 03 , 0

56 , 3 51 , 104 22

, 4 96 , 5

+ +

   

+

+ +

=

j

j j

j

= (5,96+ j4,22)+( 49,16+ j58,59)


(33)

Z V Is =

81 , 62 12 , 55 220 j + = A 0 73 , 48 63 ,

2 ∠−

= s m m r I X X j s R jX I )

( 2'

'

2 + +

      = ) 73 , 48 63 , 2 ( ) 32 , 6 51 , 104 ( 03 , 0 56 , 3 51 , 104 0 − ∠ + +       = j j A 0 77 , 1 69 ,

1 ∠−

= s R I T s r out ω ' 2 2 3 = ) 03 , 0 ( 157 56 , 3 ) 69 , 1 ( 3 2 = Nm 47 , 6 =

Beban 40 %

) ( 2'

' 2 ' 2 ' 2 1 1 1 m m X X j s R jX s R jX jX R Z + +       + + + =


(34)

) 51 , 104 32 , 6 ( 053 , 0 56 , 3 32 , 6 053 , 0 56 , 3 51 , 104 22 , 4 96 , 5 + +       + + + = j j j j

= (5,96+ j4,22)+( 43,67+ j32,42)

= 49,63+ j36,64 Ω

Z V Is =

64 , 36 63 , 49 220 j + = A 0 43 , 36 56 ,

3 ∠−

= s m m r I X X j s R jX I )

( 2'

'

2 + +

      = ) 43 , 36 56 , 3 ( ) 32 , 6 51 , 104 ( 053 , 0 56 , 3 51 , 104 0 − ∠ + +       = j j A 0 2 , 5 87 ,

2 ∠−

= s R I T s r out ω ' 2 2 3 = ) 053 , 0 ( 157 56 , 3 ) 87 , 2 ( 3 2 = Nm 57 , 7 =


(35)

Beban 60 %

) ( 2'

' 2 ' 2 ' 2 1 1 1 m m X X j s R jX s R jX jX R Z + +       + + + = ) 51 , 104 32 , 6 ( 067 , 0 56 , 3 32 , 6 067 , 0 56 , 3 51 , 104 22 , 4 96 , 5 + +       + + + = j j j j

= (5,96+ j4,22)+(38,4+ j24,35)

= 44,36+ j28,57 Ω

Z V Is =

57 , 28 36 , 44 220 j + = A 0 78 , 32 16 ,

4 ∠−

= s m m r I X X j s R jX I )

( 2'

'

2 + +

      = ) 78 , 32 16 , 4 ( ) 32 , 6 51 , 104 ( 067 , 0 56 , 3 51 , 104 0 − ∠ + +       = j j A 0 1 , 7 53 ,

3 ∠−

= s R I T s r out ω ' 2 2 3 =


(36)

A1

M. INDUKSI 3 FASA

V1 MOTOR

DC

A2

A3

PTDC N

T

S2

PTAC 3 FASA

S1

R

S3

) 067 , 0 ( 157

56 , 3 ) 53 , 3 (

3 2

=

4..4 Percobaan Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor

1. Rangkaian Percobaan

Gambar 4.5 Rangkaian percobaan motor induksi tiga fasa pada kondisi operasi satu fasa dengan penambahan kapasitor

2. Prosedur Percobaan

Prosedur yang dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan adalah : 1. Rangkailah rangkaian percobaan seperti gambar di atas.

2. Saklar S1 dan S2 dalam keadaan tertutup. 3. Tutup saklar S3,lalu naikkan tegangan PTDC.

4. Naikkan tegangan PTAC1 sampai mencapai tegangan nominal. Nm

65 , 9 =


(37)

5. Naikkan tahanan geser pada posisi 20% 6. Catat parameter yang diperlukan.

7. Ulangi percobaan untuk tahanan geser posisi 40% dan 60%. 8. Percobaan selesai.

3. Data Hasil Percobaan

Tabel 4.5 Data hasil pengujian motor induksi tiga fasa pada kondisi operasi satu fasa dengan penambahan kapasitor C = 20 �F

Beban(%) V( Volt) I(A) Nr(rpm) T(Nm)

20 220 1,59 1400 1,6

40 220 1,91 1380 1,75

60 220 2,52 1350 2,4

4. Analisis Data

fC Xc

π

2 1

=

) 10 . 20 )( 50 ( ) 14 , 3 .( 2

1

6 −

=

0062 , 0 j

Yc = ℧

Dari Tabel 4.5 untuk beban 20 % maka nilai slip (s) :

1500 1400

1500−

=

S

067 , 0 =

Untuk nilai S= 0,067 ,berdasarkan persamaan maka dapat dicari:

Ω −


(38)

) ( 2'

' 2 ' 2 ' 2 1 1 1 m m X X j s R jX s R jX jX R Z + +       + + + = ) 51 , 104 32 , 6 ( 067 , 0 56 , 3 32 , 6 067 , 0 56 , 3 51 , 104 22 , 4 96 , 5 + +       + + + = j j j j

= (5,96+ j4,22)+(38,4+ j24,35)

= 44,36+ j28,57 Ω

0102 , 0 0159 , 0 1 j

Y = − ℧

) ( ) 2 ( ) 2 ( ' 2 ' 2 ' 2 ' 2 1 1 2 m m X X j s R jX s R jX jX R Z + + −       + − + + = ) 51 , 104 32 , 6 ( ) 067 , 0 2 ( 56 , 3 32 , 6 ) 067 , 0 2 ( 56 , 3 51 , 104 22 , 4 96 , 5 + + −       + − + + = j j j j

= (5,96+ j4,22)+(1,63+ j5,98)

= 7,59+ j10,2 Ω

0631 , 0 0469 , 0 2 j

Y = − ℧

Berdasarkan persamaan, maka dapat dicari nilai tegangan urutan positif(V1) dan urutan negatif(V2)

( )

        + + +       = − − 2 1 2 30 30 1 3 3

3 Y Y Y

Y e Y Ve V c j c j


(39)

( )

        − + − + − + −       − = ) 0631 , 0 0469 , 0 ( ) 0102 , 0 0159 , 0 ( ) 0062 , 0 ( 3 ) 0631 , 0 0469 , 0 ( ) 5 , 0 86 , 0 )( 0062 . 0 ( 3 3 ) 5 , 0 86 , 0 ( 220 j j j j j j j

(

)

      − − − ∠ = 0547 , 0 0628 , 0 0539 , 0 05225 , 0 17 , 30 86 , 114 0 j j

(

0

) (

0

)

83 , 4 901 , 0 17 , 30 86 ,

114 ∠− ∠−

=

V j59,35 77 , 84 − =

( )

        + + +       = 2 1 1 30 30 2 3 3

3 Y Y Y

Y e Y Ve V c j c j

( )

        − + − + − + +       + = ) 0631 , 0 0469 , 0 ( ) 0102 , 0 0159 , 0 ( ) 0062 , 0 ( 3 ) 0102 , 0 0159 , 0 ( ) 5 , 0 86 , 0 )( 0062 . 0 ( 3 3 ) 5 , 0 86 , 0 ( 220 j j j j j j j

(

)

      − − ∠ = 0547 , 0 0628 , 0 000998 , 0 01055 , 0 17 , 30 86 , 114 0 j j

(

0

) (

0

)

65 , 35 127 , 0 17 , 30 86 ,

114 ∠ ∠

=

V j13,3 97

,

5 +

=

Maka berdasarkan persamaan 3.41 dapat dicari arus stator urutan positif(

Is1

) dan berdasarkan persamaan 3.42 akan didapat arus rotor urutan positif(Ir1)

1 1 1 V.Y Is =

) 0102 , 0 0159 , 0 ( ) 35 , 59 77 , 84

( − jj

=

A j1,808

742 , 0 − = 1 ' 2 ' 2 1 ) ( s m m r I X X j s R jX I + +       =


(40)

) 808 , 1 742 , 0 ( ) 32 , 6 51 , 104 ( 067 , 0 56 , 3 51 , 104 j j j − + +       = 83 , 110 13 , 53 54 , 77 954 , 188 j j + + = A 0 07 , 42 66 ,

1 ∠−

=

Berdasarkan persamaan 3.43 dan persamaan 3.44 dapat dicari nilai arus stator urutan negatif (Is2) dan arus rotor urutan negatif (

Ir2

)

2 2 2 V .Y Is =

) 0631 , 0 0469 , 0 ).( 3 , 13 97 , 5

( + jj

=

A j0,247

119 , 1 + = 2 ' 2 ' 2 2 ) ( ) 2 ( s m m r I X X j s R jX I + +       − = ) 247 , 0 119 , 1 ( ) 32 , 6 51 , 104 ( ) 067 , 0 2 ( 56 , 3 51 , 104 j j j + + +       − = 83 , 110 841 , 1 94 , 116 81 , 25 j j + + − = A 0 38 , 13 08 , 1 ∠ =

Maka dapat dicari torsi output motor induksi adalah sebagai berikut

      − −       = ) 2 ( 3 2' 21 22

s I s I R

T r r

s out ω       − −       = ) 0067 , 0 2 ( ) 08 , 1 ( 067 , 0 ) 66 , 1 ( 157 ) 56 , 3 (


(41)

) 603 , 0 12 , 41 ( 068 , 0 − = Nm 75 , 2 =

Dari Tabel 4.5 untuk beban 40 % maka nilai slip (s) :

1500 1300 1500− = S 08 , 0 =

Untuk nilai S= 0,08 ,berdasarkan persamaan maka dapat dicari:

) ( 2'

' 2 ' 2 ' 2 1 1 1 m m X X j s R jX s R jX jX R Z + +       + + + = ) 51 , 104 32 , 6 ( 08 , 0 56 , 3 32 , 6 08 , 0 56 , 3 51 , 104 22 , 4 96 , 5 + +       + + + = j j j j

= (5,96+ j4,22)+(34,07+ j19,64)

= 40,03+ j23,86 Ω

0109 , 0 018 , 0 1 j

Y = − ℧

) ( ) 2 ( ) 2 ( ' 2 ' 2 ' 2 ' 2 1 1 2 m m X X j s R jX s R jX jX R Z + + −       + − + + = ) 51 , 104 32 , 6 ( ) 08 , 0 2 ( 56 , 3 32 , 6 ) 08 , 0 2 ( 56 , 3 51 , 104 22 , 4 96 , 5 + + −       + − + + = j j j j


(42)

= (5,96+ j4,22)+(1,64+ j5,98)

= 7,6+ j10,2 Ω

063 , 0 0469 , 0 2 j

Y = − ℧

Berdasarkan persamaan, maka dapat dicari nilai tegangan urutan positif(V1) dan urutan negatif(V2)

( )

        + + +       = − − 2 1 2 30 30 1 3 3

3 Y Y Y

Y e Y Ve V c j c j

( )

        − + − + − + −       − = ) 063 , 0 0469 , 0 ( ) 0109 , 0 018 , 0 ( ) 0062 , 0 ( 3 ) 063 , 0 0469 , 0 ( ) 5 , 0 86 , 0 )( 0062 . 0 ( 3 3 ) 5 , 0 86 , 0 ( 220 j j j j j j j

(

)

      − − − ∠ = 0553 , 0 0649 , 0 0537 , 0 05225 , 0 17 , 30 86 , 114 0 j j

(

0

) (

0

)

35 , 5 878 , 0 17 , 30 86 ,

114 ∠− ∠−

=

V j58,59 08 , 82 − =

( )

        + + +       = 2 1 1 30 30 2 3 3

3 Y Y Y

Y e Y Ve V c j c j

( )

        − + − + − + +       + = ) 063 , 0 0469 , 0 ( ) 0109 , 0 018 , 0 ( ) 0062 , 0 ( 3 ) 0109 , 0 018 , 0 ( ) 5 , 0 86 , 0 )( 0062 . 0 ( 3 3 ) 5 , 0 86 , 0 ( 220 j j j j j j j

(

)

      − − ∠ = 0547 , 0 0628 , 0 001698 , 0 01265 , 0 17 , 30 86 , 114 0 j j

(

0

) (

0

)

41 , 33 153 , 0 17 , 30 86 ,

114 ∠ ∠

=

V j15,73 819

,

7 +


(43)

Maka berdasarkan persamaan 3.41 dapat dicari arus stator urutan positif(

Is1

) dan berdasarkan persamaan 3.42 akan didapat arus rotor urutan positif(Ir1)

1 1 1 V.Y Is =

) 0109 , 0 018 , 0 ( ) 59 , 58 08 , 82

( − jj

=

A j1,949

838 , 0 − = ) 949 , 1 838 , 0 ( ) 32 , 6 51 , 104 ( 08 , 0 56 , 3 51 , 104 j j j − + +       = 83 , 110 5 , 44 57 , 87 68 , 203 j j + + = A 0 86 , 44 85 ,

1 ∠−

=

Berdasarkan persamaan 3.43 dan persamaan 3.44 dapat dicari nilai arus stator urutan negatif (Is2) dan arus rotor urutan negatif (

Ir2

)

2 2 2 V .Y Is =

) 063 , 0 0469 , 0 ).( 73 , 15 819 , 7

( + jj

=

A j0,245

357 , 1 + = 2 ' 2 ' 2 2 ) ( ) 2 ( s m m r I X X j s R jX I + +       − = 1 ' 2 ' 2 1 ) ( s m m r I X X j s R jX I + +       =


(44)

) 245 , 0 357 , 1 ( ) 32 , 6 51 , 104 ( ) 08 , 0 2 ( 56 , 3 51 , 104 j j j + + +       − = 83 , 110 85 , 1 82 , 141 604 , 25 j j + + − = A 0 18 , 11 29 , 1 ∠ =

Maka dapat dicari torsi output motor induksi adalah sebagai berikut

      − −       = ) 2 ( 3 2' 21 22

s I s I R

T r r

s out ω       − −       = ) 08 , 0 2 ( ) 29 , 1 ( 08 , 0 ) 85 , 1 ( 157 ) 56 , 3 (

3 2 2

) 866 , 0 78 , 42 ( 068 , 0 − = Nm 95 , 2 =

Dari Tabel 4.5 untuk beban 60 % maka nilai slip (s) :

1500 1300 1500− = S 1 , 0 =

Untuk nilai S= 0,1 berdasarkan persamaan maka dapat dicari:

) ( 2'

' 2 ' 2 ' 2 1 1 1 m m X X j s R jX s R jX jX R Z + +       + + + = ) 51 , 104 32 , 6 ( 1 , 0 56 , 3 32 , 6 1 , 0 56 , 3 51 , 104 22 , 4 96 , 5 + +       + + + = j j j j


(45)

= (5,96+ j4,22)+( 28,69+ j15,17)

= 34,36+ j19,39 Ω

012 , 0 021 , 0 1 j

Y = − ℧

) ( ) 2 ( ) 2 ( ' 2 ' 2 ' 2 ' 2 1 1 2 m m X X j s R jX s R jX jX R Z + + −       + − + + = ) 51 , 104 32 , 6 ( ) 1 , 0 2 ( 56 , 3 32 , 6 ) 1 , 0 2 ( 56 , 3 51 , 104 22 , 4 96 , 5 + + −       + − + + = j j j j

= (5,96+ j4,22)+(1,66+ j5,98)

= 7,62+ j10,2 Ω

062 , 0 047 , 0 2 j

Y = − ℧

Berdasarkan persamaan, maka dapat dicari nilai tegangan urutan positif(V1) dan urutan negatif(V2)

( )

        + + +       = − − 2 1 2 30 30 1 3 3

3 Y Y Y

Y e Y Ve V c j c j

( )

        − + − + − + −       − = ) 062 , 0 047 , 0 ( ) 012 , 0 021 , 0 ( ) 0062 , 0 ( 3 ) 062 , 0 047 , 0 ( ) 5 , 0 86 , 0 )( 0062 . 0 ( 3 3 ) 5 , 0 86 , 0 ( 220 j j j j j j j

(

)

      − − − ∠ = 0554 , 0 068 , 0 05279 , 0 05235 , 0 17 , 30 86 , 114 0 j j

(

0

) (

0

)

069 , 6 847 , 0 17 , 30 86 ,

114 ∠− ∠−

=

V j57,51 46

,

78 −


(46)

( )

        + + +       = 2 1 1 30 30 2 3 3

3 Y Y Y

Y e Y Ve V c j c j

( )

        − + − + − + +       + = ) 062 , 0 047 , 0 ( ) 012 , 0 021 , 0 ( ) 0062 , 0 ( 3 ) 012 , 0 021 , 0 ( ) 5 , 0 86 , 0 )( 0062 . 0 ( 3 3 ) 5 , 0 86 , 0 ( 220 j j j j j j j

(

)

      − − ∠ = 0554 , 0 068 , 0 002798 , 0 01565 , 0 17 , 30 86 , 114 0 j j

(

0

) (

0

)

03 , 29 181 , 0 17 , 30 86 ,

114 ∠ ∠

=

V j17,85 64

,

10 +

=

Maka berdasarkan persamaan 3.41 dapat dicari arus stator urutan positif(

Is1

) dan berdasarkan persamaan 3.42 akan didapat arus rotor urutan positif(Ir1)

1 1 1 V.Y Is =

) 012 , 0 021 , 0 ( ) 51 , 57 46 , 78

( − jj

=

A j 2,149

957 , 0 − = ) 149 , 2 957 , 0 ( ) 32 , 6 51 , 104 ( 1 , 0 56 , 3 51 , 104 j j j − + +       = 83 , 110 6 , 35 01 , 100 59 , 224 j j + + = A 0 18 , 48 11 ,

2 ∠−

=

Berdasarkan persamaan 3.43 dan persamaan 3.44 dapat dicari nilai arus stator urutan negatif (Is2) dan arus rotor urutan negatif (

I

r2)

1 ' 2 ' 2 1 ) ( s m m r I X X j s R jX I + +       =


(47)

2 2 2 V .Y Is =

) 062 , 0 047 , 0 ).( 85 , 17 64 , 10

( + jj

=

A j 0,179

606 , 1 + = 2 ' 2 ' 2 2 ) ( ) 2 ( s m m r I X X j s R jX I + +       − = ) 179 , 0 606 , 1 ( ) 32 , 6 51 , 104 ( ) 1 , 0 2 ( 56 , 3 51 , 104 j j j + + +       − = 83 , 110 873 , 1 84 , 167 7 , 18 j j + + − = A 0 31 , 7 523 , 1 ∠ =

Maka dapat dicari torsi output motor induksi adalah sebagai berikut

      − −       = ) 2 ( 3 2' 21 22

s I s I R

T r r

s out ω       − −       = ) 1 , 0 2 ( ) 523 , 1 ( 1 , 0 ) 11 , 2 ( 157 ) 56 , 3 (

3 2 2

) 22 , 1 521 , 44 ( 068 , 0 − = Nm 24 , 3 =


(48)

5. Tabel Analisis Data

Tabel 4.6 Perbandingan analisis data antara percobaan pada kondisi normal tiga fasa terhadap kondisi operasi satu fasa dengan penambahan kapasitor

6. Grafik Analisis Data

Gambar 4.6 Grafik torsi vs beban

Berdasarkan dari Gambar 4.6 di atas dapat dianalisis bahwa motor induksi operasi pada kondisi operasi satu fasa dengan penambahan kapasitor memiliki

Beban (%)

Kondisi normal tiga fasa Kondisi operasi satu fasa Torsi (Nm) Putaran(rpm) Torsi( Nm) Putaran(Nm)

20 6,47 1450 2,75 1400

40 7,57 1420 2,95 1380

60 9,65 1400 3,24 1350

0 2 4 6 8 10 12

0 20 40 60 80

Kondisi 3 Fasa

Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor

Kurva Torsi vs Beban

T

o

rsi

(

Nm

)


(49)

nilai torsi yang lebih kecil dibandingkan dengan motor induksi tiga fasa yang dioperasikan pada kondisi normal tiga fasa. Hal ini diakibatkan oleh karena timbulnya torsi urutan negatif yang memperkecil nilai torsi output motor induksi.

Gambar 4.7 Grafik putaran vs beban

Dari Gambar 4.7 di atas dapat dianalisis bahwa putaran motor induksi pada saat operasi satu fasa dengan penambahan kapasitor lebih rendah bila dibandingkan dengan kondisi operasi normal tiga fasa.

1340 1360 1380 1400 1420 1440 1460

0 20 40 60 80

Kondisi 3 Fasa

Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor

Kurva Putaran vs Beban

Put

ar

an

(

r

pm

)


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pengujian dan analisis data yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Untuk beban 20 %, 40% dan 60% motor induksi pada kondisi operasi satu fasa dengan penambahan kapasitor memiliki nilai torsi output sebesar 2,75 Nm, 2,95 Nm dan 3,24 Nm. Lebih kecil dibandingkan dengan kondisi operasi normal tiga fasa yaitu sebesar 6,47 Nm, 7,57 Nm dan 9,65 Nm. Hal ini disebabkan pada kondisi operasi satu fasa dengan penambahan kapasitor timbul komponen urutan negatif yang memperkecil nilai torsi output motor induksi tiga fasa.

2. Pada motor induksi kondisi operasi satu fasa dengan penambahan kapasitor memiliki putaran lebih rendah dibandingkan dengan pada kondisi operasi normal tiga fasa.

5.2 Saran

Adapun beberapa saran yang dapat diberikan dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut.

1. Dalam penelitian selanjutnya dicari metode mencari nilai kapasitor yang dapat memberikan tegangan yang seimbang pada motor induksi .

2. Disarankan pada penelitian selanjutnya dicari pengaruh pengoperasian motor induksi tiga fasa pada kondisi operasi satu fasa terhadap nilai effisiensi motor induksi.


(51)

BAB II

MOTOR INDUKSI TIGA FASA

2.1 Umum

Motor induksi merupakan motor arus bolak – balik (AC) yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga. Penamaannya berasal dari kenyataan bahwa arus rotor motor bukan diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic field) yang dihasilkan arus stator.

Hampir semua motor AC yang digunakan adalah motor induksi, terutama motor induksi tiga fasa yang paling banyak dipakai pada perindustrian, karena memiliki banyak keunggulan. Keunggulan motor induksi tiga fasa antara lain memiliki konstruksi yang sangat sederhana dan kuat khususnya motor induksi rotor sangkar, harganya yang murah, mempunyai effisiensi yang tinggi, dan tidak menggunakan sikat sehingga faktor gesekan dapat dihindari serta perawatannya yang lebih mudah.

Selain itu motor induksi juga memiliki beberapa kelemahan bila dibandingkan dengan mesin lainnya yaitu pengaturan kecepatannya tidak dapat dilaksanakan tanpa mengurangi effisiensinya, putaran motor akan turun seiring dengan meningkatnya beban yang dipikul, dan memiliki arus start yang besar.


(52)

2.2 Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa

Secara umum motor induksi terdiri dari rotor dan stator. Rotor merupakan bagian yang berputar , sedangkan stator adalah bagian yang diam. Diantara stator dan rotor terdapat celah udara yang jaraknya sangat kecil. Konstruksi motor induksi dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1. Konstruksi motor induksi tiga fasa

Komponen stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian yang diam dan mengalirkan arus fasa. Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi tempat kumparan dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan laminasi inti diisolasi dengan kertas. Tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi. Tiap lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan fasa dimana untuk motor tiga fasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120o. Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris.


(53)

2.3 Jenis Motor Induksi Tiga Fasa

Ada dua jenis motor induksi tiga fasa berdasarkan rotornya yaitu : 1.Motor induksi tiga fasa sangkar tupai

2.Motor induksi tiga fasa rotor belitan.

Kedua motor ini bekerja pada prinsip yang sama dan mempunyai konstruksi stator yang sama tetapi berbeda pada konstruksi rotornya.

2.3.1 Motor Induksi Tiga Fasa Sangkar Tupai

Penampang motor sangkar tupai memiliki konstruksi yang sederhana. Inti stator pada motor sangkar tupai tiga fasa terbuat dari lapisan – lapisan pelat baja beralur yang didukung dalam rangka stator yang terbuat dari besi tuang atau pelat baja yang dipabrikasi. Lilitan – lilitan kumparan stator diletakkan dalam alur stator yang terpisah 120 derajat listrik. Lilitan fasa ini dapat disambung dalam hubungan delta ( Δ ) ataupun bintang ( Υ ).

Rotor jenis rotor sangkar ditunjukkan pada Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Rotor sangkar dan bagian- bagiannya

Batang rotor dan cincin ujung motor sangkar tupai yang lebih kecil adalah coran tembaga atau aluminium dalam satu lempeng pada inti rotor. Dalam motor yang lebih besar, batang rotor tidak dicor melainkan dibenamkan ke dalam alur


(54)

rotor dan kemudian dilas dengan kuat ke cincin ujung. Batang rotor motor sangkar tupai tidak selalu ditempatkan paralel terhadap poros motor tetapi kerapkali dimiringkan. Hal ini akan menghasilkan torsi yang lebih seragam dan juga mengurangi derau dengung magnetik sewaktu motor sedang berputar. Pada ujung cincin penutup dilekatkan sirip yang berfungsi sebagai pendingin.

2.3.2 Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan

Motor rotor belitan berbeda dengan motor rotor sangkar tupai dalam hal konstruksi rotornya. Seperti namanya, rotor pada motor induksi rotor belitan dililit dengan lilitan terisolasi serupa dengan lilitan stator. Lilitan fasa rotor

dihubungkan secara Υ dan masing – masing fasa ujung terbuka yang dikeluarkan ke cincin slip yang terpasang pada poros rotor. Secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2.3. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa cincin slip dan sikat semata – mata merupakan penghubung tahanan kendali variabel luar ke dalam rangkaian rotor.


(55)

Pada motor ini, cincin slip yang terhubung ke sebuah tahanan variabel luar yang berfungsi membatasi arus pengasutan dan yang bertanggung jawab terhadap pemanasan rotor. Selama pengasutan, penambahan tahanan luar pada rangkaian rotor belitan menghasilkan torsi pengasutan yang lebih besar dengan arus pengasutan yang lebih kecil dibanding dengan rotor sangkar. Konstruksi motor tiga fasa rotor belitan ditunjukkan pada Gambar 2.4 di bawah ini.

Gambar 2.4 Rotor belitan motor induksi 3 fasa

2.4 Medan Putar

Perputaran motor pada mesin arus bolak – balik ditimbulkan oleh adanya medan putar (fluks yang berputar) yang dihasilkan dalam kumparan statornya. Medan putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam fasa banyak, umumnya 3 fasa. Hubungan dapat berupa hubungan bintang atau delta.

Misalkan kumparan a – a; b – b; c – c dihubungkan 3 fasa, dengan beda fasa masing – masing 1200 (Gambar 2.5a) dan dialiri arus bolak-balik. Distribusi arus ia, ib, ic sebagai fungsi waktu adalah seperti Gambar 2.5b. Pada keadaan t1, t2,


(56)

t3, dan t4, fluks resultan yang ditimbulkan oleh kumparan tersebut masing – masing adalah seperti Gambar 2.5c.

Pada t1 fluks resultan mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilkan oleh kumparan a – a; sedangkan pada t2, fluks resultannya mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilkan oleh kumparan c – c; dan untuk t3 fluks resultan mempunyai arah sama dengan fluks yang dihasilkan oleh kumparan b – b. Untuk t4, fluks resultannya berlawanan arah dengan fluks resultan yang dihasilkan pada saat t1 keterangan ini akan lebih jelas pada analisa vektor.

Gambar 2.5 (a) Kumparan a –a; b –b; c –c dihubungkan 3 fasa (b) Arus tiga fasa setimbang

(c) Medan putar pada motor induksi tiga fasa

Dari Gambar 2.5 diatas terlihat fluks resultan ini akan berputar satu kali. Oleh karena itu untuk mesin dengan jumlah kutub lebih dari dua, kecepatan sinkron dapat diturunkan sebagai berikut :


(57)

ns = p 120.f

(2.1) dimana:

ns = Kecepatan sinkron (rpm) f = frekuensi sumber ( Hz ) p = jumlah kutub

2.4.1 Analisis Secara Vektor

Analisis secara vektor didapatkan atas dasar :

1. Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar sesuai dengan perputaran sekrup (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar

2. Besaran fluks yang ditimbulkan ini sebanding dengan arus yang mengalir. Notasi yang dipakai untuk menyatakan arah arus yang mengalir pada kumparan a – a, b – b, dan c – c pada Gambar 2.7a yaitu: arus masuk, apabila tanda silang (x) terletak pada pangkal konduktor tersebut (titik a, b, c), sedangkan arus keluar apabila tanda titik ( . ) terletak pada pangkal konduktor tersebut. Maka diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4 pada Gambar 2.5, dapat dilihat pada Gambar 2.7.


(58)

Gambar 2.7 Diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4

Dari semua diagram vektor di atas dapat dilihat bahwa fluks resultan yang dihasilkan berputar.

2.5 Slip

Motor induksi tiga fasa tidak dapat berputar pada kecepatan sinkron. Seandainya hal ini terjadi, maka rotor akan tetap diam relatif terhadap fluksi yang berputar. Maka tidak akan ada ggl yang diinduksikan dalam rotor, tidak ada arus yang mengalir pada rotor, dan karenanya tidak akan menghasilkan kopel. Kecepatan rotor sekalipun tanpa beban, lebih kecil sedikit dari kecepatan sinkron agar adanya tegangan induksi pada rotor, dan akan menghasilkan arus di rotor, arus induksi ini akan berinteraksi dengan fluks listrik sehingga menghasilkan kopel. Selisih antara kecepatan rotor dengan kecepatan sinkron disebut slip (s). Slip dapat dinyatakan dalam putaran setiap menit, tetapi lebih umum dinyatakan sebagai persen dari kecepatan sinkron.


(59)

Slip (s) = 100% n

n n

s r s− ×

(2.2)

dimana: nr = kecepatan rotor (rpm)

Persamaan 2.2 di atas memberikan informasi yaitu :

1. saat s = 1 dimana nr = 0, ini berarti rotor masih dalam keadaan diam atau akan berputar.

2. s = 0 menyatakan bahwa ns = nr, ini berarti rotor berputar sampai kecepatan sinkron. Hal ini dapat terjadi jika ada arus dc yang diinjeksikan ke belitan rotor, atau rotor digerakkan secara mekanik.

3. 0 < s < 1, ini berarti kecepatan rotor diantara keadaan diam dengan kecepatan sinkron. Kecepatan rotor dalam keadaan inilah dikatakan kecepatan tidak sinkron.

2.6 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa

Secara umum prinsip kerja motor induksi tiga fasa dapat dijabarkan dalam langkah-langkah berikut:

1. Pada keadaan beban nol ketiga fasa stator yang dihubungkan dengan sumber tegangan tiga fasa yang setimbang menghasilkan arus pada tiap belitan fasa. 2. Arus pada tiap fasa menghasilkan fluksi bolak-balik yang berubah-ubah. 3. Amplitudo fluksi yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan arahnya tegak

lurus terhadap belitan fasa.

4. Akibat fluksi yang berputar timbul ggl pada stator motor yang besarnya adalah e1 =

dt

N1


(60)

5. Penjumlahan ketiga fluksi bolak-balik secara periodik akan menghasilkan medan putar yang disebut dengan kecepatan sinkron ns. Besarnya nilai ns ditentukan oleh jumlah kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan sesuai dengan persamaan 2.1

6. Fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi (ggl) sebesar E2 yang besarnya

E2 =4,44fN2Φm

dimana :

E1 = Tegangan pada stator (Volt)

E2 = Tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam (Volt) N1 = Jumlah lilitan kumparan stator

N2 = Jumlah lilitan kumparan rotor

Фm = Fluksi maksimum (Wb)

7. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl tersebut akan menghasilkan arus I2.

8. Adanya arus I2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F pada rotor 9. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul

kopel beban, rotor akan berputar searah medan putar stator.

10.Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan sinkron. Perbedaan kecepatan medan stator (ns) dan kecepatan rotor (nr) disebut slip (s) dan dinyatakan dengan

100% n

n n s

s r s− × =


(61)

11.Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E2s yang besarnya

E2s =4,44sfN2Φm ( Volt ) dimana

E2s = tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar (Volt)

12.Bila ns = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada kumparan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan jika nr < ns.

2.7 Frekuensi Rotor

Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan. Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f' yaitu,

f’’ = (��−��)�

120

Dengan membagi frekuensi rotor setelah berputar dengan frekuensi sebelum berputar, maka didapatkan nilai sebagai berikut.

� =

(�−�)

�� = s


(62)

Telah diketahui bahwa arus rotor dipengaruhi frekuensi rotor f =' sf dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing fasa di belitan rotor, akan memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya tergantung atau relatif terhadap putaran rotor sebesar sns.

Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi medan magnet yang sinusoidal dimana medan magnet ini memiliki magnitud yang konstan dan kecepatan medan putar ns yang konstan. Kedua hal ini merupakan medan magnetik yang berputar secara sinkron. Kenyataannya tidak seperti ini karena pada stator akan ada arus magnetisasi pada kumparannya.

2.8 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi

Untuk mempermudah analisis motor induksi, digunakan metoda rangkaian ekivalen per – fasa. Motor induksi dapat dianggap sebagai transformator dengan rangkaian sekunder berputar. Rangkaian ekivalen statornya dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut ini.

1 V

1 R

1 X 1 I

c

R Xm

0

I

c

I Im

2 I

1 E

Gambar2.8 Rangkaian ekivalen stator motor induksi dimana :


(63)

V1 = tegangan terminal stator ( Volt )

E1 = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan ( Volt ) I1 = arus stator ( Ampere )

R1 = tahanan efektif stator ( Ohm ) X1 = reaktansi bocor stator ( Ohm )

Arus stator terbagi atas 2 komponen, yaitu komponen arus beban dan komponen arus penguat I0. Komponen arus penguat I0 merupakan arus stator tambahan yang diperlukan untuk menghasilkan fluksi celah udara resultan, dan merupakan fungsi ggm E1.

Komponen arus penguat I0 terbagi atas komponen rugi – rugi inti IC yang sefasa dengan E1 dan komponen magnetisasi IM yang tertinggal 900 dari E1. Hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor sebenarnya ( Erotor ) dan tegangan yang diinduksikan pada rotor ekivalen ( E2S ) adalah :

rotor

2S

E E

= 2 1

N N

= a (2.4) atau

E2S = a Erotor (2.5) dimana a adalah jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator yang banyaknya a kali jumlah lilitan rotor.

Bila rotor diganti secara magnetik, lilitan – ampere masing – masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya Irotor dan arus I2S pada rotor ekivalen adalah:

I2S = a Irotor

(2.6)


(64)

sehingga hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip Z2S dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip Zrotor dari rotor sebenarnya adalah :

Z2S = =

2S 2S

I

E =

rotor rotor 2 I

E a

rotor 2

Z

a (2.7) Nilai tegangan, arus dan impedansi tersebut diatas didefinisikan sebagai nilai yang referensinya ke stator.

Selanjutnya persamaan 2.7 dapat dituliskan : =

2S 2S

I E

2S

Z = R2+ jsX2 (2.8) dimana :

E2s = Tegangan induksi rotor ekivalen (Volt) I2s = Arus rotor ekivalen (Amper)

Z2S = impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa dengan referensi ke stator (Ohm)

R2 = tahanan efektif referensi (Ohm)

sX2 = reaktansi bocor referensi pada frekuensi slip X2 didefinisikan sebagai harga reaktansi bocor rotor dengan referensi frekuensi stator (Ohm).

Reaktansi yang didapat pada persamaan 2.8 dinyatakan dalam cara yang demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi X2 didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator.

Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi


(65)

slip sebesar E2s dan ggl lawan stator E1. Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah:

E2s = sE1 (2.9) Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban I2 dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif

I2s= I2 (2.10) Dengan membagi persamaan 2.9 dengan persamaan 2.10 didapatkan:

=

S S

I E

2 2

2 1 I sE

(2.11) Didapat hubungan antara persamaan 2.10 dengan persamaan 2.11, yaitu

=

S S

I E

2 2

2 1 I sE

= R2+ jsX2 (2.12) Dengan membagi persamaan 2.12 dengan s, maka didapat

2

1 I E

= s R2

+ jX2 (2.13) Dari persamaan 2.7, 2.8 dan 2.13 maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen rotor seperti yang terlihat pada Gambar 2.9 berikut ini.


(66)

s

E2 E1

2

R

2

sX

2

X

s R2

2

R

) 1 1 (

2 −

s R

2

I I2

2

X

2

I

1

E

Gambar2.9 Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi.

s R2

= s R2

+ R2- R2

s R2

= R2+ 2(1−1) s R

(2.14) Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing – masing fasanya. Perhatikan Gambar 2.10 di bawah ini.

1

V

1 R

1 X 1 I

c

R Xm

Φ

I

c

I

Im

2 I

1 E

2 sX 2

I

2 R 2

sE

Gambar2.10 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa

Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada Gambar 2.10 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.11 berikut ini.


(67)

1 V

1

R X1

c

R

m

X

' 2 X

1 E 1

I I0

c

I

m

I

2 ' I

s R2'

Gambar2.11 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi dimana:

2 '

X = a2X2 2

'

R = a2R2

Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus penguatan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen Rc dapat dihilangkan (diabaikan). Rangkaian ekivalen menjadi Gambar 2.12 berikut ini.


(68)

1 V

1

R X1

m

X

2 ' R '

2 X

) 1 1 (

'

2 −

s R 1

E 1

I I0

2 ' I


(69)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sesuai dengan aturan dan prinsip kerjanya, pengoperasian motor induksi tiga fasa harus menggunakan sistem tenaga listrik 3 fasa. Di daerah pedesaan yang kebanyakan menggunakan sistem listrik satu fasa, motor induksi yang digunakan adalah motor satu fasa yang digunakan untuk pertanian maupun industri kecil. Seiring bertambahnya beban ,maka diperlukan motor induksi satu fasa yang berdaya besar. Pemakaian motor induksi satu fasa dengan daya yang besar memerlukan rangkaian kendali dengan biaya yang besar.

Pengoperasian motor induksi tiga fasa pada kondisi satu fasa merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan. Pengoperasian motor induksi tiga fasa pada kondisi satu fasa dapat dilakukan dengan cara membagi kumparan motor induksi tiga fasa menjadi kumparan bantu dan kumparan utama dengan kapasitor yang dipasang pada terminal motor induksi. Selanjutnya motor induksi tiga fasa ini akan bekerja seperti motor induksi dua fasa simetris atau motor kapasitor karena keduanya mempunyai prinsip kerja yang sama.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui cara mengoperasikan motor induksi tiga fasa pada kondisi satu fasa dengan penambahan kapasitor, membandingkan nilai torsi motor induksi tiga fasa pada operasi satu fasa dengan kondisi normal tiga fasa.


(70)

Manfaat penulisan Tugas Akhir ini adalah diharapkan dapat menjadi sumbangan dalam memperkaya pengetahuan dan memberikan kesempatan untuk mempelajarinya lebih lanjut.

1.3 Batasan Masalah

Agar tujuan penulisan Tugas Akhir ini sesuai dengan yang diharapkan serta terfokus pada judul dan bidang yang telah disebutkan diatas, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Motor induksi yang penulis ambil sebagai aplikasi adalah motor induksi tiga fasa rotor sangkar pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT. USU . 2. Tidak membahas gangguan yang terjadi pada motor induksi tiga fasa 3. Tidak membahas sistem proteksi motor induksi.

4. Tidak membahas tentang harmonisa yang terjadi pada motor. 5. Membahas motor hanya dalam keadaan berbeban.

6. Tidak membahas cara mendapatkan nilai kapasitor agar mendapatkan tegangan seimbang pada motor induksi.

1.4 Metode Penulisan

Untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini maka penulis menerapkan beberapa metode studi diantaranya:

a. Studi Literatur,yaitu dengan membaca teori- teori yang berkaitan dengan topik Tugas Akhir ini dari buku- buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau yang ada di perpustakaan dan juga dari artikel- artikel, jurnal maupun dari internet.


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 1

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Metode Penulisan. ... 2

1.5. Sistematika Penulisan ... 3

BAB II. MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1. Umum ... 5

2.2. Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa ... 6

2.3. Jenis Motor Induksi Tiga Fasa ... 7

2.3.1. Motor Induksi Tiga Fasa Sangkar Tupai ... 7

2.3.2. Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan ... 8

2.4. Medan Putar ... 9


(2)

v

2.5. Slip ... 12

2.6. Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa ... 13

2.7. Frekuensi Rotor ... 15

2.8. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi ... 16

BAB III. PARAMETER MOTOR INDUKSI TIGA FASA DAN TORSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA PADA OPERASI SATU FASA DENGAN PENAMBAHAN KAPASITOR 3.1. Parameter Motor Induksi Tiga Fasa ... 23

3.1.1. Percobaan DC ... 23

3.1.2. Percobaan Beban Nol ... 26

3.1.3. Percobaan Rotor Tertahan ... 28

3.2. Komponen Simetris ... 30

3.2.1. Operator Komponen Simetris ... 32

3.2.2. Mencari Nilai Komponen Simetris ... 34

3.3. Pengoperasian Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor ... 35

3.3.1. Analisis Rangkaian Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor ... 35

3.3.2. Rangkaian Urutan Positif Dan Rangkaian Urutan Negatif ... 38

3.4. Torsi Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor ... 40


(3)

BAB IV. PENGUJIAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA PADA KONDISI OPERASI SATU FASA DENGAN PENAMBAHAN KAPASITOR

4.1. Umum ... 41

4.2. Peralatan Yang Digunakan ... 41

4.3. Percobaan Untuk Mendapatkan Parameter – Parameter Motor Induksi Tiga Fasa ... 42

4.3.1. Percobaan Tahanan DC ... 42

4.3.2. Percobaan Rotor Tertahan ... 44

4.3.3. Percobaan Beban Nol ... 48

4.3.4. Percobaan Berbeban Motor Induksi ... 51

4.4. Percobaan Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor ... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 70

5.2. Saran ... 70


(4)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa ... 6

Gambar 2.2. Rotor Sangkar dan Bagian- bagiannya ... 7

Gambar 2.3. Cincin Slip ... 8

Gambar 2.4. Rotor Belitan Motor Induksi 3 Fasa ... 9

Gambar 2.5.a. Kumparan a –a; b –b; c –c Dihubungkan 3 Fasa ... 10

Gambar 2.5.b. Arus Tiga Fasa Seimbang ... 10

Gambar 2.5.c. Medan Putar Pada Motor Induksi Tiga Fasa ... 10

Gambar 2.6. Arah Fluks Yang Ditimbulkan Oleh Arus Yang Mengalir Dalam Suatu Lingkar ... 11

Gambar 2.7. Diagram Vektor Untuk Fluks Total Pada Keadaan t1, t2, t3, t4 ... 12

Gambar 2.8. Rangkaian Ekivalen Stator Motor Induksi ... 16

Gambar 2.9. Rangkaian Ekivalen Pada Rotor Motor Induksi ... 20

Gambar 2.10. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa ... 20

Gambar 2.11. Rangkaian Ekivalen Dilihat Dari Stator Motor Induksi ... 21

Gambar 3.1. Rangkaian Fasa Stator Saat Pengukuran DC Hubungan Y ... 24

Gambar 3.2. Rangkaian Fasa Stator Saat Pengukuran DC Hubungan ∆ ... 24

Gambar 3.3. Rangkaian Fasa Stator Saat Pengukuran DC Hubungan ∆ ... 25

Gambar 3.4. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi 3 Fasa ... 27

Gambar 3.5. Rangkaian Ekivalen Pada Saat Beban Nol ... 27

Gambar 3.6. Rangkaian Ekivalen Pada Saat Rotor Tertahan ... 29

Gambar 3.7. Tiga Himpunan Fasor Seimbang Yang Merupakan Komponen Simetris Dari Tiga Fasor Tidak Seimbang ... 32


(5)

Gambar 3.8. Belitan Stator Dengan Penambahan Kapasitor ... 36

Gambar 3.9 Rangkaian Urutan Motor Induksi ... 38

Gambar 4.1. Rangkaian Percobaan Tahanan DC Pada Stator ... 42

Gambar 4.2. Gambar Rangkaian Percobaan Rotor Tertahan ... 45

Gambar 4.3. Rangkaian Percobaan Beban Nol ... 48

Gambar 4.4. Rangkaian Percobaan Pembebanan Motor Induksi ... 51

Gambar 4.5. Rangkaian Percobaan Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor ... 56

Gambar 4.6. Grafik Pengaruh Penambahan Beban Terhadap Torsi Motor Induksi ... 68

Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Penambahan Beban Terhadap Putaran Motor Induksi ... 69


(6)

ix DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Distribusi Empiris Dari Xbr ... 30

Tabel 3.2 Fungsi Operator a... 33

Tabel 4.1. Data Hasil Percobaan Tahanan DC Pada Belitan Stator ... 43

Tabel 4.2. Data Hasil Percobaan Rotor Tertahan ... 46

Tabel 4.3. Data Hasil Percobaan Beban Nol ... 49

Tabel 4.4. Data Hasil Percobaan Berbeban Motor Induksi ... 52

Tabel 4.5. Data Hasil Pengujian Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi satu fasa Dengan Penambahn Kapasitor ... 57

Tabel 4.6. Perbandingan analisis data antara percobaan pada kondisi normal tiga fasa terhadap operasi pada sistem tenaga satu fasa ... 68


Dokumen yang terkait

Analisa Pengaruh Satu Fasa Stator Terbuka Terhadap Torsi Dan Kecepatan Motor Induksi Tiga Fasa ( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

5 87 84

Studi Pemakaian Kapasitor Untuk Menjalankan Motor Induksi Tiga Fasa Pada Sistem Satu Fasa (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

0 67 108

Pengaturan Kecepatan Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan Dengan Injeksi Tegangan Pada Rotor(Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

4 61 81

Analisis Karakteristik Torsi Dan Putaran Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

4 103 83

Analisis Pengaruh Jatuh Tegangan Terhadap Kinerja Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

3 25 69

Analisis Karakteristik Torsi Dan Putaran Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

0 0 10

Analisis Karakteristik Torsi Dan Putaran Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

0 0 1

Analisis Karakteristik Torsi Dan Putaran Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

0 0 4

Analisis Karakteristik Torsi Dan Putaran Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

0 0 18

Analisis Karakteristik Torsi Dan Putaran Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

0 0 2