Bahan Kuliah Filafat Ilmu

FILSAFAT ILMU

BIDANG/WILAYAH FILSAFAT

Estetika

MANUSIA

F. Ilmu
Logika
Metodologi

Etika,
Religi

Problem yang dibahas dalam
Filsafat Ilmu Pengetahuan:
• Problem Epistemologis tentang ilmu
• Problem metafisis (ruang-waktu,
asumsi-asumsi, kausalitas Dll.)
• Problem metodologis tentang ilmu

• Problem logis tentang Ilmu
• Problem etis tentang ilmu
• Problem estetis tentang Ilmu

Filsafat Ilmu dibedakan:





Philosophy of Science in-general (Filsafat Ilmu umum). Membahas
permasalahan/prinsip ilmu pengetahuan secara umum
Filsafat Ilmu Pengetahuan umum, bisa dibedakan atas:
Filsafat Ilmu Pengetahuan alam dan Filsafat Ilmu sosial &
Humaniora
Philosopies of Specific Sciences (Filsafat Ilmu Pengetahuan
khusus: Filsafat matematik, fisika, teknologi, fisafat ilmu
pengetahuan sosial, dll.)

Sumber Pengetahuan (Ted

Hondrich, 1995. 935):
1. Persepsi (Perception).
2. Reason (rasio): Deduction, induction,
abduction; dialectic
3. Introspection
4. Sumber lain: Intuition, telepathy,
clairfoyance, precognition.

Sumber Pengetahuan (Hosper,
1967, 123-24):
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Sense experience (pengalaman indrawi)
Reason
Authority

Intition
Relevation (Wahyu)
Faith (kepercayaan)

Obyek Pengetahuan
1. Fenomena/gejala alam fisis (External
world)
2. Masa lalu (the Past)
3. Masa depan (The future)
4. Values (etis, estetis, religius)
5. Abstraksi
6. Mind (dimensi dalam/psikis)

Struktur pengetahuan (hubungan Subyek-Obyek):

1. Obyektivisme (subyek pasif)
2. Subyektivisme (subyek aktif)
3. Relativisme
4. Fenomenalisme
5. Konstruktivisme


• F. Bacon (1561-1626) menyebut filsafat
sebagai “the great mother of the sciences”
(ibu agung dari ilmu-ilmu)
• “The queen of all sciences” (ratu dari ilmuilmu
• Hrndry Sidwick (1839-1900) Scientia
Scientiarum” (ilmu dari Ilmu-ilmu)

• Pengetahuan prailmiah = commonsense = pengetahuan
eksistensial
• Filsuf Sophis (yang mempermasalahkan segala sesuatu,
mempertanyakan pengetahuan; pendiri epistemologi)
• Relativisme (Protagoras): manusia individu ukuran
segalanya
• Epistemology : episteme (pengetahuan) + logos (teori,
ilmu) = pengetahuan sistematis mengenai pengetahuan
(Theory of knowledge)
• Plato dan Aristoteles menanggapi pandangan para sofis
(ada pengetahuan yang tetap dan abadi)


• Filsafat & pengetahuan awalnya menyatu
• Filsafat disebut induk ilmu (matter
scientarum)
• Ilmu memisahkan diri dari filsafat dengan
tuntutan jastifikasi ilmiah dapat
ditingkatkan menjadi ilmu


1.
2.
3.

4.
5.

Teori Kebenaran:
T. Korespondensi (the correspondence theory of truth). Aristoteles
“Veritas est adequatio intellectus et rhei”
T. Konsistensi atau koherensi (the Concistence theory of truth)
T. Pragmatis (The Pragmatic theory of truth). Tokoh pragmatisme

Amerika Charles Sander Pierce (1834-1914);m William James
(1842-1920); John Dewey (1859-19 ), Kemanfaatan, kegunaan,
efekltivitas yang menetukan kebenaran. James “Something is
true it is works”. Ilmu dilihat sebagai problem solving. Ilmu
sebagai instrumen(talisme).
T. Performatif atau tindak bahasa (John Langshaw Austin (19111960)
T. Paradigmatis (berdasarkan aturan paradigma yang digunakan)

Batas Pengetahuan
• Batas pengetahuan tergantung pada jenis
pengetahuan:
1.Pengetahuan biasa
2.Pengetahuan ilmiah
3.Pengetahuan filosofis
4.Pengetahuan teologis

Paradigma Newtonian








Ilmu pengetahuan modern didasarkan atas paradigma Newtonian
yang memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut;
Alam semesta adalah sebuah mesin yang mengikuti hukum-hukum
sebab-akibat (cause-effect);
Ruang dan waktu adalah realitas yang obyektif yang
keberadaannya terlepas dari pengamat;
Atom adalah unit terdasar dari materi (ingat penemuan sub-atomik
dan quantum makanik);
Manusia seperti mesin, panas tubuh adalah akibat gelombang radio
yang bergerak kontinyu;
Ilmu pengetahuan pada akhirnya dapat membawa pengetahuan
yang sempurna (obyektif) tentang universe ( bandingkan dengan
tentative theory dari Popper dan Kritik Thomas Kuhn dan
postmodernis)

FILOSOF

• Stephen Korner, Fundamental Questions
in Philosophy: One Philosopher’s Answer,
1971,278-280 (Philosophical replection
will cease only when non-philosophical
reflection too is at its end” (pemikiran
filsafat berhenti hanya bilamana pemikiran
no-filsafat juga tiba pada akhir
(kematiannya)”

Positivisme








Positivisme bertujuan untuk menjadikan ilmu pengetahuan dengan
fundasi yang kuat dan terpercaya. Ajaran dasar positivisme antara

lain:
Dalam alam terdapat hukum-hukum yang dapat diketahui
Penyebab adanya benda-benda dalam alam tidak dapat diketahui,
karena ilmuwan tidak dapat melihat penyebab itu (misalnya apakah
alam diciptakan atau alam terjadi dengan sendirinya berada di lusar
jangkauan indrawi).
Setiap pernyataan yang secara prinsip tidak dapat dikembalikan
pada fakta tidak mempunyai arti nyata dan tidak masuk akal.
Hanya hubungan antara fakta-fakta saja yang dapat diketahui.
Perkembangan intelektual merupakan sebab utama perubahan
sosial (Osborne, 2001, 134-135).



Prosedur penelitian empiris-eksperimental Comte dapat dirumuskan
sebagai berikut:
– Observasi: meneliti dan mencari hubungan antara fakta-fakta, lalu
meninjaunya dari hukum statika dan dinamika sosial. Dari Observasi
dapat dirumuskan hipotresa yang akan dibuktikan melalui penelitisan.
– Eksperimen: fenomen sosial dengan cara tertentu diintervensi cara

tertentu, sehingga dengan demikian dapat dijelaskan sebab-akibat
fenomena masyarakat ( Misalnya studi tentang pathologi dan
keresahan) dan mendapat pemahaman tentang bagaimana masyarakat
yang normal.
– Perbandingan (komparasi) dan metode historis, misalnya dalam biologi
dikenal anatomi komparatif. Dalam sosiologi studi komparatif bisa
dilakukan antara dua masayarakat/kebudayaan (studi antropologi) atau
antara dua periode dalam masyaratakt tertentu (sosiologi historis).
Metode historis dimaksudkan adalah penelusuran terhadap hukumhukum yang menguasai petkembangan pemikiran manusia.

• Soberg dan Nett ,mengemukakan berberapa asumsi-asumsi yang
teradapat dalam metode ilmiah antara lain:
• Bahwa ada peristiwa atau fenomena yang terjadi secara berulang
kembali atau peristiwa yang mengikuti alur/pola tertentu.
• Ilmu pengetahuan adalah lebih utama dari kebodohan.
• Ada keyakinan bahwa pengalaman memberikan dasar yang dapat
dipercaya bagi kebenaran ilmu pengetahuan.
• Ada tatanan kausalitas dalam fenomena alam dan fenomena sosial
dan manusia.
• Ada asumsi yang berkaitan dengan pengamat, antara lain:

• Dorongan untuk memperolah pengetahuan sebagai alat memperbaiki
kehidupan manusia.
• Pengamat/peneliti mampu menarik hakekat yang ada pada fenomena
yang diteliti.
• Masyarakat ilmiah mendukung metode empiris sebagai dasar
pencarian ilmu pengetahuan (Chadwick, 1991: 14).









Makna verfikasi adalah:
Satu proposisi hanya berarti bila proposisi itu dapat dibuktikan
benar-salahnya. Misalnya, kalau saya katakan, bahwa , ada tuyul
di dalam kelas, atau Si Ali sakit karena santet, maka pernyataan itu
dinyatakan tidak ilmiah karena tuyul dan santet itu tidak dapat
diverifikasi (tidak dapat dibuktikan).
Ada bentuk-bentuk kebenaran logis dan bentuk-bentuk kebenaran
faktual. Kebenaran logis dan matematis adalah kebenaran yang
sifatnya rasional, sedangkan kebenaran faktual jastifikasinya
(pembenarannya) adalah verifikasi fakta yang dapat dilakukan oleh
orang yang indranya baik (normal).
Kebenaran faktual hanya dapat dibuktikan melalui pengalaman
indrawi (verifikasi). (bandingkan dengan Osborne, 2001; 149).
Dari pembahasan di atas dapat dirumuskan asumsi-asumsi yang
terkandung dalam paradigma positivisme itu melalui tabel berikut,
(bandingkan dengan Smith, 1998; 76,. Lubis, ):



Dari penelitian yang dilakukan Durkheim dapat ditarik lima aturan fundamental
dalam metodenya ( lihat Giddens, Anthony, Daniel Bell, dan Michel Forse’ Cs.
(2004, 47) yaitu:
1. Mendefinisikan obyek yang dikaji secara obyektif.
Obyek dan focus penelitian adalah peristiwa (fenomena) masyarakat yang dapat
diobservasi yang berada di luar kesadaran individu. Definisi tidak boleh
mengandung prasangka dan terlepas dari apapun yang kira-kira akan menjadi
kesimpulan studi. Misalnya Durkheim merumuskan definisi tujuan pendidikan
sebagai berikut, “Pemdidikan adalh tindakan yang dilaksanakan oleh generasigenerasi dewasa kepada generasi yang belum dewasa dalam kehidupan sosial.
Pendidikan bertujuan untuk membangkitkan dan mengembangkan sejumlah
kondisi fisik, intelektual dan moral pada anak seperti yang dituntut masyarakat
politik terhadap si anak dalam keseluruhan dan lingkungan sosial yang
diperuntukkannya”
2. Memilih satu atau beberapa kriteria yang obyektif.
Dalam buku pertamanya De la division du travail socia l (pembagian Kerja
Sosial). Durkheim mempelajari bebagai bentuk solidaritas sosial yang berbedabeda dari sudut hukum. Ia juga berusaha mencari penyebab tindakan bunuh diri
dengan mempergunakan angka klematian akibat bunuh diri. Kana tetapi harus
diperhatian berbagai kriteria yang digunakan dalam menganalisis bunuh diri itu

3. Menjelaskan kenormalan patologi
Ada beberapa situasi yang bersifat kebetulan dan sementara yang
bisa mengacaukan keteraturan peristiwa. Kita harus dapat
membedakan situasi normal yang menjadi dasar bagi kesimpulankesimpulan teoritis. Dapat kita bendingkan dengan pemikiran
dengan metode ideal-tipikasl dari Max Weber. Yang riil akan selalu
terlihat orisinal dalam kompleksitasnya, akan tetapi bisa pula kita
mencari struktur dan ciri khas yang menonjol .
4. Menjelaskan masalah sosial secara sosial.
Satu peristiwa sosial tidak hanya dapat dijelaskan melalui keinginan
individual yang sadar namun juga melalui peristiwa atau tindakan
sosial sebelumnya. Semua tindakan kolektifmemiliki sati
sugnifikansi dalam sebuah sistem interaksi dan sejarah. Inilah yang
disebut dengan metode fungsionalis.
5. Mempergunakan metode komparatif secara sistematis
demonstrasi sosiologis.



old paradigm” (paradigma lama) yang pandangannya

terlalu ekstrem dan mengandung beberapa ciri dan kelemahan antara lain:





menyingkirkan hegemoni agama (Kristen) pada zaman
Pertengahan dengan menggantinya dengan hegemoni ilmu
pengetahuan (Paul Feyerabend, 1975). Reduksi realitas pada fakta
yang teramati telah menyingkirkan dimensi dan perspektif lain, dan
memandang manusia hanya sebagai obyek, pandangan ini tidak
dapat dibenarkan;
positivisme telah menciptakan satu model rasionalitas ilmiah
(rasionalitas instrumental menurut Habermas) dengan
menyingkirkan model rasionalitas lain. Selama tiga dasawarsa
terakhir proyek-proyek besar dan kebenaran absolut dan ide
rasionalisme Pencerahan (modern) mulai berantakan diserang dari
berbagai sisi oleh perkembangan fisika kuatum, postrukturalis dan
dekonstruksionis (tentang postrukturalis & Dekonstruksionis akan
dibahas secara khusus pada kuliah selanjutnya).







positivisme tidak mengakui sifat kontigensi, relativitas dan historisitas pikiran (rasio) manusia.
Pendukung positivisme seperti dikemukakan Hillary Putnam, seakan dapat memposisikan diri
sebagaimana Tuhan melihat realitas dengan transparan apa adanya. Pandangan ini ditolak
oleh Putnam (1983; 1989), Gadamer, Heidegger. Kuhn , Rorty, dan tokoh paradigma
Konstruktivis (tema ini akan dibahas selanjutnya). Putnam dan Rorty dengan jelas
mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk yang terbatas, sehingga tidak mampu
melihat realitas dengan transparan dan holistik
pandangan evolusionisme, pandangan tentang keseragaman serta kesatuan hukum alam
(grand theory) tidak mampu menjelaskan keberagaman budaya manusia, karena itu
pandangan positivisme ini cendrung ditolak oleh pendukung pascapositivisme dan
postmodernisme. Pandangan kesatuan ilmu pengetahuan tidak mampu memperhitungkan
situasi budaya lokal, etnis, budaya multikultural, psikologi pribumi (indigeneous psychology),
studi budaya-budaya, dan teori-teori feminis yang banyak menjadi perhatian pada pluralisme
budaya sekarang ini. Grand-theory tidak menerima cerita-cerita kecil dan suara dari
kelompok yang terpinggirkan, karena itu dalam ilmu sosial-budaya pandangan ini banyak
dikritik dan ditinggalkan.
Kepercayaan bahwa ilmu pengetahuan akan membawa pada kemajuan ternyata di sisi lain
juga menimbulkan hal-hal yang negatif bagi kehidupan (persaingan senjata/perang,
kesenjangan antara negara kaya dan miskin, masalah ekologi) dan lain-lain. Masalah ini
menjadi salah satu kritik kaum pospositivis terhadap pandangan positivisme ilmiah yang
sangat mempercayai kemampuan ilmu pengetahuan untuk menciptakan kemakmuran,
keadilan dalam masyarakat modern. Ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata bersifat
ambivalen, artinya di samping memberi harapan dan kemudahan bagi umat manusia, akan
tetapi di sisi lain menimbulkan dampak negatif yang sangat memprihatinkan.

• Kuhn menggunakan pengertian paradigma
dengan dua puluh satu pengertian yang
berbeda-beda. Masterman membantu untuk
menjelaskan pengertian paradigma Kuhn
dengan mereduksir kedua puluh satu konsep
Kuhn itu pada tiga tipe paradigma. Tipe
paradigma itu antara lain: 1) paradigma
metafisik (metaphysical paradigm) ,: 2)
Paradigma sosiologis (sociological paradigm)
dan; 3) Paradigma konstruk (construct
paradigm) (Ritzer,2002;4).

• Paradigma metafisik, memerankan beberapa fungsi:
• Untuk menentukan masalah ontologi (realitas, obyek)
yang menjadi fokus atau obyek kajian ilmiah dari
komunitas ilmuwan tertentu. Misalnya dalam paradigma
Positivisme dalam sosiologi obyek yang dikaji adalah
fakta sosial
• Menunjuk pada komunitas ilmuwan tertentu bagaimana
mereka menemukan realitas atau obyek (problem
ontologi) yang menjadi pusat perhatiannya.
• Menunjuk kepada ilmuwan yang berharap untuk
menemukan sesuatu yang sunguh-sungguh ada sesuai
dengan pandangan (1) dan (2). (Bandingkan dengan
Ritzer; 2002; 5).



Paradigma sosilogi;Pengertian yang dikemukakan Masterman
tentang paradigma sosilogi ini mirip dengan exemplar pada Kuhn.
Eksemplar berkaitan dengan bekiasaan-kebiasaan, keputusankeputusan dan aturan yang diterima serta hasil penelitian yang
diterima secara umum, Hasil penelitian yang diterima secara umum
inilah yang dimaksudkan dengan eksemplar. Misalnya penelitian
Durkheim, Max Weber, Atfred Schulz dalam sosiologi; Freud,
Skinner, Maslow dalam psikologi, yang hasil penelitian ini kamudian
dijadikan contoh penelitian oleh pendukung paradigma tersebut.
Durkeim menjadi model bagi paradigma fakta sosial, Max Weber
dengan Social Action-nya menduduki eksempakr bagi sosiologi
interpretatif, sehingga mereka disebut sebagai “jembatan
paradigma”. Hal Yang sama tentu dapat diberikan pada Freud
(paradigma Psikoanalisa; Skinner (paradigma Behaviorisme) dan
Maslow (paradigma Humanistik) sebagai “jembatan paradigma”
ilmiah dalam psikologi

• Paradigma Konstruk; adalah konsep
yang paling sempit dari ketiga paradigma
yang dikemukakan Masterman. Untuk
menjelaskan paradigma konstruk ia
memberikan contoh: pembangunan
reaktor nuklir merupakan paradigma
konstruk dalam fisika nuklir, mendirikan
laboratorium menjadi paradigma konstruk
bagi psikologi eksperimental
(behaviorisme) dan seterusnya.







Pergeseran paradigma ilmiah itu mengandung beberapa
unsur/pengertian:
Munculnya cara berpikir baru mengenai masalah masalah baru
Dapat berupa prinsip yang selalu hadir, akan tetapi tidak kita
kenal/sadari (bandingkan dengan dimensi yang teka terungkap
menurut Michel Polanyi)
Paradigma baru tidak dapat diterapkan kecuali dengan
meningggalkan paradigma lama (prinsip incommonsurable)
Paradigma baru selalu dihadapi/ditanggapi dengan kecurigaan dan
permusuhan (ingat tantangan terhadap Giordano Bruno dan Gelileo
Galilei sewaktu mereka mengajukan teori heliosentris yang
menggeser teori geosentris yang didukung oleh tokoh-tokoh gereja)
(Smith, Linda & W. Raeper,2000, 247).

• Dalam sosiologi menurut George Ritzer setidaknya ada
tiga paradigma yang bersaing dengan beberapa varian
teori yang dipayunginya. Paradigma itu antara lain:
• paradigma fakta sosial dengan variannya: a) teori
fungsionalisme struktural; b) teori konflik; c) teori sistem;
d) teori siologi makro.
• Paradigma Definisi sosial dengan varian teori yang
dipayunginya antara lain: a) teori aksi (action thory); b)
interaksionisme simbolik (simbolic interactionism); c)
fenomenologi (Phenomenology).
• Paradigma perilaku sosial yang dikenal juga dengan
pendekatan behavioris. Varian teorinya adalah, a)
Sosilogi tingkah-laku (behavioral sociology); b) teori
exhange atau teori pertukaran Ritzer, 2002).


.


Skema Revolusi ilmiah Kuhn
(Smith;1998; ):
Pra paradigma
Paradigma A
normal Science
Anomalies
Crisis
Scientific
Revolution
Paradigma B

Ian Hacking mengemukakan bahwa pemikiran Kuhn telah
menghancurkan beberapa gagasan penting dalam ilmu pengetahuan
(khususnya positivisme), antara lain:

1. Realisme ilmiah: di mana ilmu pengetahuan dianggap sebagai upaya untuk
menemukan/menjelaskan suatu dunia nyata, bahwa kebenaran teori adalah
sesuai dengan realitas/ obyek apa adanya, dengan demikian teori adalah
pencerminan realitas tanpa keterlibatan subjek di dalamnya.
2. Demarkasi, maksudnya ada garis batas yang jelas dan tegas antara teori
ilmiah dengan non-ilmiah atau jenis keperca-yaan lainnya.
3. Kumulasi, yang mengandung pengertian bahwa ilmu penge-tahuan
berkembang secara kumulatif dan berkembang berdasarkan apa yang
sudah diketahui dan berdasarkan paradigma sebelumnya.
4. Pemilahan antara teori dengan observasi, karena tidak ada keterkaitan
antara teori/paradigma dengan observasi.
5. Fundasionalisme, karena adanya pandangan bahwa observasi dan
eksperimen merupakan fundasi terpercaya bagi kebenaran hipotesa dan
teori (karena dapat diverifikasi).

6. Struktur deduktif teori, yakni bahwa pengujian atas teori-teori
berlangsung dengan cara mendeduksi laporan-laporan observasi
dari postulat-postulat teoretis.
7. Presisi, yakni bahwa konsep-konsep ilmiah memiliki ketepatan dan
memiliki makna yang pasti.
8. Penemuan dan pembenaran, yakni bahwa antara konteks
pembenaran dan konteks penemuan adalah dua hal yang benarbenar terpisah. Dalam ilmu pengetahuan harus benar-benar
dipisahkan secara tegas antara dimensi sosial, histo-ris, psikologis
di mana suatu penemuan dilakukan dengan basis logismetodologis
yang mengukuhkan kepercayaan pada fakta-fakta yang ditemukan.
9. Kesatuan ilmu pengetahuan, yakni bahwa ilmu pengetahuan
ditegakkan di atas fundasi (bahasa, obyek, metode) yang sama.
Paradigma positivisme (metode ilmu alam) menjadi model
terpercaya dan dapat diandalkan bagi semua ilmu pengetahuan
(Hacking, 1981: 1-2).

Critical Theory
ajaran Marx yang ditinggalkan oleh Tokoh Mazhab Frankfurt antara lain:
1. Teori nilai pekerjaan Marx dianggap kehilangan arti, karena dalam
masyarakat industri maju ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi tenaga
produktif yang utama. Jika Marx menganggap ekonomi sebgaia infrastruktur
yang menentuka suprastriuktur, maka pada abad xxi ini sering disebut
sebagai era ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan. Jadi ilmu
pengetahuan dianggap sebagai modal (capital) utama.
• Pertentangan modal (kapital) dengan pekerjaan juga kehilangan
relevansinya, karena penindasan manusia tidak lagi penindasan kaum
kapitalis pada pekerja (buruh), akan tetapi semuanya ditindas oleh sistem,
di mana proses produksi yang ditentukan oleh teknologi sudah tidak
terkontrol lagi. Dengan demikian analisis kelas yang begitu penting dalam
pemikiran Marx, kehilangan fundamennya atau tidak relevan lagi.
• Hilangnya pertentangan kelas, disebabkan meleburnya kaum proletariat ke
dalam “sistem” sehingga tidak lagi memiliki semangat revolusioner,
Proletariat bukan lagi subyek bagi revolusi menyeluruh.

Critical Theory
• Generasi I Teori Kritis menghasilkan karakter Teori
sbb :
1. Teori bersifat historis, maksudnya teori didasarkan
atas situasi mesyarakat yang kongkrit, lalu
melakukan kritik terhadap kondisi masyarakat yang
tidak adil dan tidak manusiawi.
2. Teori Kritis bersifat kritis terhadap
pandangan/teorinya sendiri
3. Metode dialektik yang digunakan memunculkan
kecurigaan terhadap kondisi masyarakat aktual.
4. Teori tidak bersifat kontemplatif tapi bertujuan praxis,
di mana teori mendorong transformasi masyarakat
yang hanya mungkin bisa diterapkan melalui praxis

Kritik Teori Kritis mencakup:
1. Kritik terhadap marxisme yang terlalu deterministik. Teori kritis
mengatasi determinisme ekonomi dengan memperhatikan
aspek sosial-budaya di samping ekonomi
2. Kritik terhadap positivisme yang menyamakan kehidupan
sosial-budaya dengan alam (fisikalisme), Habermas
menyatakan bahwa positivisme mengabaikan peran individu
(actor, egent). Positivisme merendahkan pandangan terjhadap
manusia dan hukum ilmiah tidak begitu saja berlaku bagi
manusia.
3. Kritik terhadap positivisme dalam sosiologi yang menyebabkan
sosiologi berwatak konservatif dan mempertahankan statusquo.
4. Teori Kritis menolak ilmu yang kontemplatif dengan
mengaitkan teori dengan praxis –emansipatoris.

Keterkaitan antara pengetahuan dengan Kepentingan

:

Ilmu dan kepentingan (Habermas)

Asumsi Epistemologi Praktis
(Pragmatisme):
1. Tidak ada dasar epistemilogi yang pasti bagi
ilmu pengetahuan (antifundasionalisme).
2. Pengetahuan adalah kepingan-kepingan
pengalaman.
3. Ilmu pengetahuan adalah konstruksi kognitif
& interaksi yang berkaitan dgn lingkungan.
4. Kebenaran ilmu pengetahuan ditentukan
oleh kegunaan praktisnya.







Akibatnya revolusi kehilangan arti, revolusi ternyata
hanya akan mengembalikan keadaan semula.
Kritik ekonomi kapitalis Marx yang parsial, digantikan
oleh kritik yang lebih menyeluruh yaitu kritik terhadap
kebudayaan teknokratis.
Karena dalam upaya emansipasi tekanan fungsi
kesadaran bersifat primer, maka bidang produksi tidak
lagi memiliki kedudukan sentral, Akibatnya skema
basis- bangunan atas dianggap tidak berlaku lagi.
Atas dasar itu ajaran (dogma) inti Marxisme tentang
hukum perkembangan ekonomi umat manusia yang
niscaya menuju penghapusan masyarakat berkelas
dan ke arah kebebasan manusia, juga tertolak.
(Magnis, 1992; 167-68).









Upaya untuk membebaskan diri dari dogmatisme ajaran Marx telah
memunculkan berbagai pandangan baru yang berkembang seperti:
bukan kebutuhan manusia yang menentukan proses produksi melainkan
kebutuhan itu sendiri diciptakan, agar hasil-hasil produksi bisa laku;
perkembangan teknologi ternyata menuruti hukum-hukumnya sendiri dan
lepas dari kontrol manusia;
kebahagiaan yang ditawarkan industri konsumsi ternyata kebahagiaan
semu, karena ternyata membuatnya semakin tergantung pada benda-benda
(pemilikan) dan menghilangkan nilai pada dirinya sendiri;
bekerja bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan
diri, akan tetapi merupakan keterpaksaan untuk memenuhi kebutuhan yang
diciptakan;
teknologi modern ternyata bukan memanusiakan manusia akan tetapi
sebaliknya semakin memperbudaknya;
kemajuan sarana komunikasi ternyata mengisiolosi manusia dan bukan
meningkatkan interaksi dan komunikasi individu (Magnis. 1992; 169).

T. Feminis
• Ada tiga faktor yang membantu terciptanya gelombang
aktivitas feminis akhir-akhir ini antara lain:
– Berkembangnya pemikiran kritis pada tahun 1960-/1970an.
– Kemarahan aktivis perempuan yang terhimpun dalam gerakan
anti perang, penegakan hak-hak sipil, gerakan mahasiswa yang
hanya bertujuan menentang menentang sikap seksis dan liberal
di dalam gerakan tersebut.
– Pengalaman kaum perempuan dalam menghadapi prasangka
dan diskriminasi yang mereka alihkan menjadi tuntutan upah
dan pendidikan yang lebih tinggi (Ritzer dan Goodman, 2004:
98).

T. Feminis

1.
2.

3.
4.

Jika diteliti secara rinci dapat dilihat ciri utama teori sosiologi
feminis dalam upaya membangun sosiologi yang prefosional
anatara lain:
Menekankan bahwa pengalaman, pekerjaan, dan kehidupan
perempuan sama pentingnya dengan, pengalaman, pekerjaan dan
kehidupan kaum laki-laki.
Penekanan itu diiringi oleh kesadaran bahwa ,mereka berbicara
dari pendirian hendak diwujudkan bukan dengan nada
keangkuhan obyektivisme, karena mereka ingin menjadikan teori
sosiologi laki-laki sebagai patner bagi teori yang mereka bangun.
Kesadaran bahwa sosiologi bertujuan untuk mereformasi
kehidupan sosial, di mana tujuan akhirnya adalah untuk
meningkatkan kualitas kehidupan manusia melalui kehidupan.
Kesadaran bahwa ketimpangan sosial sebagai masalah utama
dalam upaya mencapai kemajuan, karena itu ketimpangan dan
ketidak adilan itu harus diatasi .


1.
2.
3.
4.
5.

Dalam mengembangkan teorinya pendekatan feminis tidak
menerima pendekatan positivis atau fungsionalis karena
pertimbangan berikut:
Karena pendekatan positivis menekankan pada penemuam
kebenaran universal dengan metode verifikasi.
Komitmennya pada obyektivitas dan netralitas peneliti.
Klasifikasinya yang dikotomis serta penekanannya pada prinsip
kausalitas.
Pandangan-pandangannya yang ahistoris.
Tidak melihat pemakaian bahasa sebagai medium untuk
menyampaikan pemikiran-pemikiran, konsep-konsep dan teori-teori
(Ollenburger & Helen A. Moore, 1996: 46).

• Janet Chavetz mengemukakan beberapa unsur yang
terdapat dalam teori sosiologi feminis sebagai berikut:
1. Masalah jenis kelamin sentral dalam semua teori
2. Hubungan jenis kelamin tidak dipandang sebagai
masalah
3. Hubungan jenis kelamin tidak dipandang sebagai
alamiah dan kekal
4. Kriteria teori sosiologi feminis dapat digunakan untuk
menentang, meniadakan atau mengubah suatu status
quo yang merugikan atau merendahkan derajat
perempuan (Olenburger & Helen A. Moore, 1996: 45).


1.

2.
3.
4.
5.

Sandra Harding merumuskan metode (epistemologi) feminis sebagai
alternatif. Ia merumuskan lima macam kecenderungan penelitian
interdisipliner yang perlu dikembangkan oleh kaum feminis:
Suatu penelitian yang adil didorong oleh politik reformis liberal untuk
menguji perlawanan dan diskriminasi terhadap wanita di dalam dunia ilmiah.
Pendidikan serta proses sosialisasinya menanamkan minat dan bakat
dalam ilmu pengetahuan.
Penelitian terhadap penyalahgunaan ilmu-ilmu sosial, bilogi dan teknologi
diperlukan untuk menunjukkan adanya proyek-proyek sosial yang bersifat
sexist, racist dan homophobic
Kajian dari kaum konstruktivisme sosial diperlukan untuk mengusahakan
kemungkinan adanya ilmu pengetahuan murni.
Kajian kelompok dekonstruksionis diperlukan untuk menemukan kebenaran
laporannya, terutama yang berkaitan dengan batas bahasa, struktur retoris
dan lain sebagainya.
Kajian epistemologis diperlukan untuk mengeksplorasi fundasi-fundasi
pengetahuan dalam kaitannya dengan relasi sosial, perwujudannya serta
kaitannya dengan struktur kekuasaan.



Shulamit Reinharzt mengemukakan sepuluh tema metodologi feminis
( dalam Feminst Methods In Social Research, 1992) sebagaiu berikut:
1. Feminisme adalah suatu perpektif bukan metode penelitian
2. Feminist menggunakan bermacam-macam metode penelitian
3. Penelitian femins melibatkan kritik berkelanjutan terhadap penelitian dan
kegiatan ilmiah di luar Kajian feminis
4. Penelitian feminis dituntun oleh teori feminis
5. Penelitian feminis bersifat interdisipliner/multididipliner
6. Penelitian feminis bertujuan untuk menciptakan perubahan sosial
7. Penelitian feminis berupaya untuk menampilkan keberagaman manusia.
8. Penelitian feminis sering menyertakan peneliti sebagai seorang pribadi
9. Penelitin fiminis sering berupaya mengemvbangkan hubungan khusus
dengan orang-orang yang diteliti (penelitian interaktif, partisipatif)
10. Penelitian feminis sering menetukan hubungan khusus dengan pembaca
( Shulamit; : 336).



Richardson dan Taylor menyusun lima metode feminis sebagaimana
dikamukakan oleh Judith Cook dan Mary Margaret Fonow sebagai berikut:

1. Memperkenalkan tentang adanya pengaruh gender (male biased) ketimpangan
gender dalam semua kegiatan sosial manusia.
2. Menyingkapkan bagaimana hubungan gender dengan system lain yang
mempengaruhi perbedaan seperti: ras, kelas sosial, etnis, umur dan lain sebagainya.
Ada pengalaman dan harapan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan antara
kelas, ras kulit putih dengan kulit hitam dan berwarna.
3. Meningkatkan dan menyebarkan kesadaran (conciuosness rising) yang diyakini
dapat membantu memperkecil atau menghilangkan ketidak adilan/penindasan
terhadap kaum perempuan.
4. Memikirkan dan mengubah pandangan dualisme antara si peneliti dengan obyek
yang diteliti dengan pandangan yang dialogis, partisipatif. Karena tuntutuan
obtektivitas ilmiah ternyata membuat hubungan yang tidak sejajar (tidak adil). Dialog
dan sikap kritis diperlukan untuk memahami perspektif, pengalaman dan harapan
kaum perempaun.
5. Menekankan perlunya pemberdayaan dan transformasi yang secara tidak langsung
telah menimbulkan berbagai kritik.



Dalam proses pengetahuan ini yang terjadi bukanlah dualisme subyekobyek, rasio dan emosi. Akan tetapi proses yang menyatukan antara
tangan, kepala dan hati (hand, brain, and heart).
• Dalam pandangan ini ilmu pengetahuan menjadi holistik, relasional serta
bertangungjawab terhadap berbagai proses keputusan kelompok. Ada tiga
pengertian analitis menuju ke suatu teori yang holistik (terpadu) yaitu:
1. Memberi tempat bagi mereka yang tertekan, sebagai cara untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan penelitian yang adil,
bertangungjawab. Subyek yang dijadikan sebagai obyek penelitiasn justru
harus diposisikan sebagai mitra dialog;
2. Ilmu dan penelitian diakui tidak netral, terdapat hubungan antara gaya
kognitif dengan keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan sosial;
3. Ciri relasional ilmu dan penelitian mengakui dan menjalani proses, dan tidak
dapat meninggalkan sumbangan pengalaman prarasional sekalipun. (lihat
tulisan J.B. Banawiratma, dalam, Budi Susanto, 1994, 97).

Pengertian Modernitas

• Menurut G. Simmel, Weber : modernitas adalah
proses yang melahirkan negara industri
kapitalis modern. Modernitas merangkum
pengertian yang sistem sosial, ekonomi, politik
yang muncul di Barat sejak abad 18.
• Posmodernitas berarti yang muncul setelah
modernitas (kebudayaan posmodern yng
muncul setelah kebudayaan modern).
Posmodern bisa juga disebut sebagai cara
berpikir baru.

modernisasi

• Modernisasi proses perubahan sosialekonomi (budaya) yg diakibatkan
perkembangan ilmu pengetahuan &
teknologi (industrialisasi)
• Posmodernisme adalah gerakan
kebudayaan kapitalis lanjut(late
capitalism, postindustrial, consumer
society, trans-national capitalism).



Dalam perspektif Cultural Studies, politik budaya feminis dapat
dibagi secara luas setidaknya dalam lima kategori yang bersaing:
1. Politik liberal dan feminis liberal yang menekankan pentingnya
persamaan dan kesmpatan dalam bidang – bidang seperti:
pekerjaan, akses pendidikan, perawatan anak. Dalam pandangan
ini menekjankan individualitras perempuan tanpa berfokus pada
perbedaan mereka dengan kaum laki-laki.
2. Politik budaya yang terpusat pada perempuan, dipihak lain
memusatkan perhatian pada perspektif yang mengistemewakan
kaum perempuan. Keanekaragaman politik budaya kaum
perempuan ditujukan sebagai upaya menulis ulang sejatrah
perempuan dari perspektif mereka
3. Feminis Marxis melihat gender sebagai fenomena budaya.
Perbedaan dalam praktek kebudayaan tidak dilihat sebagai tanda
adanya perbedaan esensial antara kedua jenis kelamin tersebut.
Perbedaan gender dilihat sebagai bagaimana perbedaan itu
bermanfaat bagi kapitalisme.

Dalam feminisme posmodern perbedaan ras dan gender tidak memiliki
makna yang tetap. Setiap individu dianggap sebagai gabungan unsur-unsur
berbagai mode subyektivitas yang ada Unsur-unsur yang bertentangan pun
bisa saja cocok pada waktu yang berbeda Feminitas dan maskulinitas
dikonstruksi secara sosial dan merupakan situs perjuangan politik tentang
makna.
4. Konstruksi sosial merupakan relasi, karena itu feminis posmodern tidak
tertarik pada autensitas. Feminisme posmpdern membuka ruang bagi
perbedaan dan (beragam suara) serta interpretasi baru mengenai identitas.
5. Feminisme kulit hitam dan feminisme non barat berkonsentrasi pada
rasisme dan kolonialisme.dan memandang hal ini sebagai alat untuk
memahami relasi gender. Bagi feminism kulit hitam ras tetap merupakan
suatu bentuk penindasan yang hakiki (Sardar danBoris van Loon,2001:
142-145). Feminsme Dunia Ketiga umumnya menolak pemikiran feminisme
Barat sebagai tolak ukur dan representasi dari gerakan feminis, Feminisme
NonBarat berakar dari rasisme dan kolonialisme, pengakuan terhadap
peranan negara modern dalam mengabadikan keduanya.

Posmodern
Sebelum kita menjelaskan posmodern ada baiknya kita jelaskan
asumsi ilmiah paradigma positivisme yg dominan pd era modern
yang ditolak oleh epistemologi posmodernis, antara lain:
• Metode ilmiah adalah metode yang baku: (konstruksi sosial,
Feyerabend)
• Pertanyaan manusia dan sosial-budaya dapat dijawab dengan
metode ilmiah yang baku itu (maksudnya positivisme).
• Eksistensi manusia (human being) itu seperti mesin.
• Obyektivitas total itu dapat dicapai.
• Kuesioner itu selalu mengemukakan kebenaran.
• Proses penelitian benar-benar bebas dari bias personal.
• Semua yang ada hanya merupakan sebuah teka-teki sosial yang
akan terpecahkan melalui metode eksperimen.

Posmodern
• megemukakan pengertian post-modern sebagai
sesudah modern. Ia mengemukakan bahwa
pengertain postmodern itu merupakan campuran
beberapa atau gabungan seluruh pengertian
berikut: hasil dari modernisme; anak dari
modernisme; akibat dari modernisme;
penyangkalan akan modernisme; penolakan
terhadap modernisme (Appinnanesi, Chris
Garrat, 1995).





Istilah moderrn berasal dari kata Latin modo yang berarti ‘barusan”.
Istilah itu dimunculkan tahun 1127 oleh Suger seorang kepala
biarawan Basilika St. Denis di Paris Waktu itu Ia melakukan
renovasi yang hasilnya berupa karya arsitektur yang benar-benar
baru (bukan seperti arsitektur Yunani, bukan Romawi) karena itu
Suger mengalami kesulitan untuk menyebutnya, sehingga ia
menggunakan istilah opus modernum (sebuah karya modern)
(Appignanesi, Richard dan Chris Garratt1995: 6). Dalam filsafat era
Renaisans dan Pencerahan sering disebut sebagai awal zaman
modern. Modernisme dalam pengertian kultural dimulai pada tahun
1900-an ketika terjadi inovasi teknologi massal, yaitu gelombang
pasang kedua revolusi industri yang telah terjadi sekitar tahun 1800an
Periode dari tahun 1890-an sampai 1920-an dapat disebut sebagai
masa kejayaan zaman modern sedangkan masa sesudah tahun
1960-an/1970-an disebut sebagai zaman posmodern.

Pemikir yg mempengaruhi Posmodern:

Menurut teoritisi sosial postmodern era postmodern
ditandai oleh beberapa hal berikut:

1. Globalitas: Bangsa-bangsa dan wilayah semakin terhubung satu
sama lain sehingga mengaburkan perberdaan antara wilayah dan
bangsa dan wilayah maju (Dunia Pertama) dengan bangsa dan
wilayah terbelakang (Dunia Ketiga). Dengan Era informasi tidak
ada satu Negara atau wilayah pun di dunia yang dapat mengurung
diri dalam batas geografisnya.
2. Lokalitas: kecendrungan global berdampak langsung pada
lingkungan lokal, sehingga memungkinkan kita untuk memahami
dinamika global dengan mempelajari manifestasi lokal. Dalam
pemikiran posmodernis dimensi local dan global merupakan dua hal
yang berjalan beriringan , karena itu sering juga disebut global
paradoks. Dari satu sisi era informasi cendrung menghilangkan halhal yang bersifat lokal, akan tetapi di sis lain memungkinkan hal-hal
yang bersihat local itu memasuki wilayah nasional dan gobal.
Contoh jelas paradoks ini dapat kita lihat bagaimana TV selama dua
puluh empat jam menyuguhkan masalah global, akan tetapi juga TV
lokal menyiarkan masalah dan budaya lokal ke dunia internasional.

3. “Akhir dari Sejarah” : Modernitas sebagaimana diteorikan pendukung
pencerahan, bukanlah akhir dari sejarah, yang muncul dari era
postindustrial dimana kebutuhan dasar material semua orang dipenuhi
sehingga konflik kolompok dan pertentangan ideologi semakin
menghilang. Akan tetapi posmodernitas adalah keterputusan
(diskontinuitas) sejarah yang halus, perkembangan evolusioner kapitalis
sebagai mana dirancamg oleh pendukung Pencerahan dan pendiri teori
sosiologi dan ekonomi borjuis. Akhir sejarah diartikan berakhirnya
pertentangan idologi kapitalis dengan sosialis, dan semakin
merajalelanya kapitalisme gobal (neokapitalisme)
4.
“Kematian individu” konsep borjuis tentang subyektivitas tunggal dan
tetap secara jelas dan dibedakan dengan dunia luar tidak dianggap
masuk akal lagi oleh pemikir postmodernitas. Kini diri atau self
(individualitas) menjadi arena pertarungan tanpa batas antara “diri” dan
yang di “ luar diri” atau pertarungan antara “diri” dengan “lingkungan
sosial-budaya”.
(Jacques Lacan, 1977, 1982) mengkonsepkan masyarakat sebagai
subyek tunggal serta sekaligus subyek yang tengah dan selalu berubah.

5. “Mode informasi” cara produksi, dalam terminoligi marxis, kini tidak lagi
relevan, era sekarang adalah “era informasi” “era postindustri” . Era dimana
masyarakat postmodern mengorganisir dan menyebarkan informasi dan
hiburan.
6. “Simulasi” Jean Baudrillard (1983) menyatakan bahwa apa yang disebut
dengan realitas, sekarang tidaklah stabil dan tidak dapat dilacak dengan
konsep ilmiah tradisional (maksudnya positivisme), termasuk juga
Marxisme. Masyarakat semakin “tersimulasi”, tertipu dalam “dunia citraan”
dan “Wacana” yang secara cepat menggantikan pengalaman manusia atas
realitas. Goldman dan Parson (1995) mengemukakan bahwa, iklan
merupakan wahana utama dunia simulasi itu.
7. “Perbedaan dan penundaan dalam bahasa”: Bahasa ,menurut Jacques
Derrida tidak lagi berada dalam hubungan representasional pasti atas
”realitas”. Bahasa tidak lagi dapat menggambarkan realitas dunia secara
jernih dan transparan. Bahasa dianggap bersifat licin, media ambigu yang
bisa mengaburkan pemahaman yang jelas menjadi tak pasti. Posmodern
mengkritisi pandangan obyektivisme–universalisme dalam wacana ilmiah.
Dekonstruksi atau pembacaan kreatif atas teks dari Derrida, membuka
ruang bagi penafsir untuk menyingkapkan kekayaan makna teks.

8. “ Polivokalitas” : Segala hal atau obyek dapat dikemukakan dengan
perspektif atau paradigma yang berbeda, yang kedudukannya satu
sam lain memiliki kesejajaran atau kedudukan yang sama. Karena
itu ilmu pengetahuan dihadapkan pada “multi narasi” yang satu
sama lain saling melengkapi, saling bersaing, di mana satu
perspektif atau paradigma tidak memiliki keunggulan epistemologis
dari yang lain. Ketika Amerika menginvasi Irak, Presiden Bush
menyatakan bahwa ia memerdekakan rakyat Irak dari penguasaan
Saddam. Berbagai TV seperti CNN, Aljazira, Al-Arabiya, Metro TV,
dan yang lain menyiarkan kejadian yang sama berdasarkan sudut
pandang dan kepentinganya masing-masing, sehingga fakta
(kejadian yang sama) ditafsirkan secara beragam.
9. Kematian analisis oposisi biner: model berpikir yang didasarkan
atas analisis polaritas (oposisi biner) misalnya: laki-laki Versus
Perempuan, benar versus salah, negara maju Vs negara
terbelakang, model berpikir ini dianggap tidak lagi relevan, karena
munculnya keanekaragaman/pluralitas posisi subyek atau manusia.

10. Lahirnya Gerakan sosial baru: akhir-akhir ini
bermunculan berbagai gerakan akar rumput yang
mendorong berbagai perubahan sosial progresif, seperti
gerakan perempuan, gerakan perempuan kulit hitam,
gerakan anti kolonialisme, gerakan lingkungan hidup,
gerakan kaun lesbian, gay dan lain-lain.Gerakan ini tidak
selalu tepat dengan analisis oposisi biner atau analisis
hitam-putih, namun yang jelas gerakan ini menuntut
perubahan sosial baru, menuntut penghargaan pada
perbedaan etnis, budaya, agama dan lain-lain. Gerakan
sosial baru ini sangat berkembang dalam kajian
multikuturalisme.

11. Kritik terhadap narasi besar: Lyotard mengemukakan bahwa pada era
postmodern kepercayaan pada penjelasan makro atau cerita besar/
cerita .agung sejarah seperti diungkapkan oleh Marx, dilektika Roh model
Hegel, kemajuan yang dipercayai oleh modernitas sudah tidak relevan lagi.
Posmodernitas lebih mempercayai pada polivokalitas, keanekaragaman
daripada keseragaman, mengharagai perbedaan, dan interpersonal..
Posmodern menolak bentuk pemikiran yang monodimensional yang
otoritarian. Posmodern menurut Lyotard lebih menekankan dan
mempercayai narasi kecil tentang masalah sosial, cerita tentang masalah
kehidupanm dan perjuangan pada tingkat budaya, etnis, bahasa yang
bersifat lokal.
12. Otherness (ke-liyan-an) : Pemikir postmodernis memberikan ruang dan
penghargaan pada kelompok yang selama ini terpinggirkan (termarjinalkan).
Penghargaan pada kel;ompok atau suara yang terpinggirkan selama ini,
berkaitan erat dengan munculnya gerakan dan perjuangan hak-hak sipil
serta penghargaan pada multikutural(isme) akhir-akhir ini.

Pandangan postmodernisme sebagai titik balik peradaban ditunjukkan
melalui beberapa pandangan pemikir:











Vattimo : Berakhirnya modernitas
Daniel Bell: Akhir ideology, Masyarakat postindustri
Francois Lyotard : matinya Metanarasi
Akhir dari Sosial, ( Jean Baudrillard)
Akhir dari Teori, Masyarakat Konsumer (Fredrich
Jameson)
Matinya Logos ( Jacques Derrida)
Matinya Ilmu Pengetahuan (The End of Science)
Matinya Ilmu Ekonomi (Omerod)
Matinya Realitas (Leary)

(Yasraf 244).

Perlu dibedakan konsep postmodernity
(postmodernitas) dengan dengan postmodernisme:

• Postmodernitas mengacu pd periode historis
yang mengikuti era modern.
• Postmodernisme mengacu pada produk cultural
(seni, film, arsitektur, ilmu pengetahuan) yang
berbeda dengan produk kultural modern
• Munculnya teori social-budaya postmodern
(subyektif, local, relative, mini-narrative)
menggantikan atau melengkapi teori modern
(obyektif, rasional, universal, grand-narrative).

Barry Smart dalam, Postmodernity (1993) membedakan
tiga pendirian yang berbeda dikalangan postmodernis:
1. Tipe Moderat: Postmodern(isme) sebagai lanjutan
modern(isme). Kekurangan pada modernisme dicoba
atasi oleh postmodernisme . Tokohnya J. Habermas,
Daniel Bell (postindustrial Society)
2. Postmodernis ekstrem/Radikal: ada keterputusan antara
masyarakat/pemikiran modern dengan postmodern.
Tokoh yang termasuk ini: Francios Lyotard, Jean
baudrillard, M. Foucault, J. Derrida, Gilles Deleuze, Felix
Quattari, Richard Rorty
3. Modern dan Posmodern sebagai pilihan dalam
melihat/menjelaskan masalah social-budaya

Ciri Filsafat Posmodern

1. Berubah dari ilmu pengetahuan universal
(metanarasi, grandnarrative) ke narasi yang
bersifat lokal mini/little narative)
2. Menolak rasionalitas yg universal. Rasionalitas
selalu dikondisikan dalam narasi partikular,
tradisi, dan intitusi dan praksis tertentu
3.Posmodern menolak kesatuan, totalisasi, dan
skema universal dengan merayakan pluralitas,
perbedaan, fragmentasi, dan kompleksitas
4. Menolak individu yg otonom dan rasionalitas yg
transenden. Individu senantiasa terkait dengan
lingkungan budaya, bahasa, sejarah

5. Postmodernis anti metafisika, dimana
sejarah dan nilai-nilai diturunkan dari
kepercayaan itu (ingat abad kegelapan).
6. Pengetahuan kita tentang sesuatu
merupakan konstruksi bahasa dan
konstruksi sosial.
7. Bahasa adalah konstruksi sosial,
melaluinya kita berpikir, dan mengubah
keberadaan kita.

Ciri Kebudayaan Posmodern (Zygmunt Bauman, 1992) :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Pluralistis
Berjalan di atas perubahan yg konstan
Kurang dlm “otoritas universal”
Hieterarkhis & Permainan
Merujuk pada “Polivalensi penafsiran”
Dominasi media & Pesan-pesannya
Anti esensialis (semua tanda-tanda)
Didominasi pemirsa, pembaca

Bauman membedakan Tipe Intelektual modern (legislator) & Tipe
postmodern (Interpreter)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tipe Legislator:
Memiliki kewenangan mengatasi perbedaan
Pendapat legislator benar & mengikat
Otoritas karane ilmu yg lebih unggul
Ilmuwan memiliki akses yg lebih baik pd ilmu
Ilmuwan pemilik kolektif atas pengetahuan yg dihasilkan
Ilmu dianggap berhubungan langsung dg perbaikan sosial
Ilmuwan tdk terikat dgn tradisi lokal serta menjastifikasinya.
Ilmuwan melakukan kontrol thdp aturan & aplikasi ilmu

Tipe Interpreter:

1.
2.
3.
4.
5.

Interpreter menafsirkan ide-ide dlm komunitas
Interpreter tidak berorientasi mencari ide terbaik, tujuannya utk
memfasilitasi komunikasi bebas antar komunitas
Interpreter berusaha mencegah distorsi dlm komunikasi
Interpreter perlu pemahaman yg dalam & luas
Interpreter perlu menjaga keseimbangan antar tradisi yg
berlawanan

Perbedaan modern dgn
Posmodern

Perbedaan modern dgn posmodern (Eduardo P. Schetti dalam
Kuper, Adam & Jessica Kuper, 1996, 653) :

Tipe Pemikiran Posmodernis:
1. Tokoh Posmodern radikal menolak modern: Francois Lyotard, Jacques
Derrida, Michel Foucault, Jean Baudrilard. Paul Virilio. Tokoh
postmodernisme radikal ini memfokuskan pemikirannya pada
pengembangan model, teori sosial- budaya, pengetahuan dan wacana,
serta praktek-praktek posmodern.
• Para pemikir postmodern radikal/garis keras menyatakan bahwa teori
totalitas, universalitas modern dipastikan akan membawa kemunduran dan
dapat memicu tumbuhnya pemikiran totaliter dan politik kotor (Francois
Lyotard).
• Baudrrilard menyatakan bahwa dalam masyarakat yang sangat terpecah
(hyperfragmented) dan masyarakat yang dibanjiri media tidak mungkin
untuk menyatakan mana yang hayalan dan mana yang kenyataan, mana
tanda (signs) dan mana penanda (signifier), alhasil seseorang tidak bisa
membuat perbedaan, penghubungan, dan analisis yang sistematis yang
sebelumnya merupakan ciri teori sosial klasik (modern).
• Bagi aliran Posmodernisme keras, realitas sosial tidak bisa didefinisikan
dan dipetakan, hal yang terbaik yang mungkin kita bisa lakukan adalah
tinggal dalam serpihan-serpihan sebuah perpecahan dalam tatanan
masyarakat (Steven Best, 272).

2. Tipe posmodernis yang moderat yang menyatakan bahwa
postmodern itu hanya lanjutan dari modernitas. Jurgen Habermas,
David Hervey, fredrich Jameson, Daniel Bell. Pemikir ini masih
menggunakan konsep modern (misalnya Marxisme) untuk
menganalisis bentuk sosial-budaya postmodern. Kelompok ini tidak
terlalu mempertentangkan apakah Nietszche, Marx modernis atau
posmodernis. Yang jelas dalam pemikiran Nietzsche dan Marx
sudah terkandung pemikiran postmodern yang sekarang disebut
poskapitalisme, dan masyarakat konsumer. Jameson
mengembangkan konsep marxisme dalam posmodernitas, serta
menyatakan bahwa ia bukan menolak dan mendukung
posmodernisme (Jameson, 1991). Karya Michel Ryan, Marxism
and Deconstructionism (1982), adalah satu karya yang baik sekali
yang menunjukkan betapa Teori Kritis dan Posmodernisme sebagai
dua teori yang saling memperkaya, sehingga menghasilkan
perpaduan teoritis yang menarik.

3. Kelompok ketiga yang menyatakan bahwa postmodernitas sebagai
perspektif alternative, paradigma alternatif yang dapat kita jadikan
sebagai alternative untuk memahami dan penyelesaian masalah
secara baru. Tokohnya antaralain Barry Smart, dan oleh Ritzer
dimasukkan Francois Lyotard yang menurut penulis Lyotard lebih
cendrung masuk dalam postmodernisme radikal (Ritzer, George,
2003; 18). Penggunaan istilah posmodern setelah tahun 1970-an
kita temukan dalam berbagai bidang, yakni: seni rupa, arsitektur,
politik, sastra, antropologi, sosio-logi, feminisme, psikologi, filsafat
dan lain-lain. Istilah posmo-dern digunakan secara luas dengan
pengertian yang agak longgar bahkan cenderung ambigu dan
seakan-akan “memayungi” ber-bagai aliran pemikiran yang satu
sama lain tidak selalu ber-kaitan. Kekaburan itu juga terdapat pada
pemakaian awalan ‘pos’ dan akhiran ‘isme’ pada (pos-) modern
(isme) yang biasa-nya dibedakan dengan istilah posmodernitas.

Daniel Bell


Dalam buku The Coming of Postindustrial Society, ia
mengemukakan beberapa elemen perubahan dalam masyarakat,
antara lain:



Dalam bidang ekonomi; perubahan dari keunggulan barang-barang
produksi ke pelayanan (jasa). Pelayanan/jasa itu terlihat pada:
bisnis eceran, perbankan, kesehatan, pendidikan, penelitian, serta
pelayanan pemerintahan sebagai hal penting dan menentukan
dalam masyarakat postindustri.



Hadirnya pekerjaan professional dan teknis yang kini menguasai
lapangan kerja. Pada Era posindustri peran para ilmuwan dan
teknisis menjadi sangat penting dan dominant. Pada era ini ilmu
pengetahuan (capital intelektual) dianggap sebagai modal utama,
menggantikan peran uang pada era modern.

• Pengetahuan teoritis menjadi esensial bagi masyarakat
industri. Ada keterkaitan erat antara teori dengan
praksis. Ilmu pengetahuan menjadi sumber utama
perubahan struktural dalam masyarakat, perubahan dan
inovasi dalam hubungan dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kebijakan publik, sesungguhnya didorong
oleh perubahan dalam karakter ilmu pengetahuan.
Perkembangan ilmu pengetahuan (teoritis) telah
mempercepat perkembangan ilmu pengetahuan,
berkembangnya teknologi intelektual baru, terciptanya
penelitian-penelitian sistematik di dunia perguruan tinggi
dan lembaga lain yang didukung anggaran penelitian
oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan besar
(Bell, 1973: 44).





Masyarakat posindustri berorientasi pada prediksi dan
kontrol atas teknologi serta berbagai dampaknya. Bell
melihat peran besar dari “peramalan dan kontrol” serta
teknik-teknik pemetaan yang melahirkan sejarah baru
ekonomi, karena lebih memungkinkan ekonomi dan
kemajuan yang terencana, sehingga memperkecil
ketidak menentuan ekonomi dan masa depan.
Pengambilan “kebijakan” ikut menciptakan sebuah
“teknologi intelektual” baru seperti: teori informasi,
sibernetika, teori keputusan, teori permainan, teori
daya guna, proses-proses yang melibatkan variable
yang bervariasi (Giddens, 1973: 29).

Pengantar Ke Pemikiran
Posmodernis: Lyotard
Gagasan Teori Kritis:








Pada Teori kritis sudah dikemukakan kritik tokohnya pada ilmu pengetahuan &
Kebudayaan modern.
Max Horkheimer & Theodor Adorno, Dialectic of Enlightenment (1944) mengkritik
dorongan untuk menguasai alam