Bagaimana Blogger Memanfaatkan Undang-ungang Keterbukaan Informasi Publik

Bagaimana Blogger Mengawal KIP?
Penerapan Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Indformasi publik secara matematis belum maksimal. Dalam sebuah siaran
radio yang saya simak pada Selasa (13/11), Direktur Komunikasi Publik
Kemkominfo Tulus Subardjono mengatakan bahwa secara keseluruhan
implementasi UU KIP baru mencapai 25,83%. Masalah utama yang
menghambat penerapan undang-undang ini adalah infrastruktur,
kepemimpinan daerah dan keinginan politik. Di saat era media sosial dan
blog sudah mengulas banyak isu, bagaimana blogger mengawal undangundang ini?
Sebagai catatan, Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik disahkan
pada April 2008 sebagai acuan bagi masyarakat untuk mendapatkan dan
menggunakan informasi-informasi yang sifatnya publik, yakni segala macam
informasi dari badan/instansi publik yang tidak dikecualikan. UU ini
memungkinkan siapapun mendapatkan informasi yang diperlukannya dari
instansi pemerintah maupun badan-badan yang ditunjuk atas daulat undangundang. Kasus calon mahasiswa yang menggugat sebuah kampus ternama
di Yogya beberapa waktu lalu karena merasa aksesnya dibatasi ke nilai hasil
ujian masuk adalah satu contoh sengketa informasi yang berkaitan dengan
undang-undang ini.
Dalam peruntukannya, UU KIP tidak dipakai untuk profesi jurnalisme yang
tugasnya memang melakukan investigasi di bawah UU Pers tahun 1999.
Karena keterbukaan informasi publik adalah hak warga secara luas, maka

prosesnya pun perlu dicermati. Blogger sebagai satu bagian pewartaaan
warga juga perlu tahu bagaimana memanfaatkan sekaligus mengawal
implementasi UU KIP ini. Bagaimana di era informasi bisa tersebar begitu

cepat lewat media sosial seperti sekarang ini, blogger atau pewarta warga
bisa menjamin kekayaan informasinya menggunakan UU KIP?
Lebih lanjut Tulus menjelaskan, masalah utama dari belum optimalnya
penerapan UU KIP adalah karena jumlah permintaan informasi dari
masyarakat masih rendah. Artinya, dalam praksisnya masyarakat
kebanyakan masih kurang proaktif meminta dan memanfaatkan informasi
publik pada instansi-instansi pemerintah yang dikehendaki. Padahal, UU
menjamin masyarakat untuk mendapatkan semua informasi yang sifatnya
publik, termasuk laporan keuangan dan proses renumerasi para pejabatnya.
Selama ini baru LSM dan NGO saja yang dinilai aktif meminta informasi
publik ini. Di satu sisi, di seluruh Indonesia baru 17 dari 33 provinsi yang aktif
menyosialisasikan pentingnya KIP bagi masyarakat.
Di mana posisi blogger?
Blogger atau pewarta warga termasuk dalam lingkup masyarakat dengan hak
penuh menggunakan informasi publik. Dalam sebuah proses pewartaan
warga, prosedur permintan informasi ke sebuah instansi pemerintah tetap

melewati prosedur standar yang ditetapkan, mulai dari mengisi formulir
sampai dokumen diakses. Karena dalam lima tahun terakhir pewartaan
warga berkembang begitu pesat, maka bloger bisa lebih aktif menggali isu,
mengecek silang sebuah kebijakan, atau menjadi “jembatan” untuk beberapa
program kemasyarakatan yang tersedia di lembaga-lembaga pemerintah.
Pedoman pemanfaatkan informasi publik saat ini sudah tersedia di kantorkantor pemerintah daerah.
Memang, ada beberapa kecenderungan masyarakat luas masih ragu
menggunakan haknya. Sosiolog Universitas Negeri Yogyakarta Sugeng Bayu
Wahyono pada kesempatan yang sama mengatakan, kecenderungan
masyarakat masa kini sebetulnya sudah lebih baik sejak reformasi. Pola

budaya kita saat ini sudah lebih transparan, di mana masyarakat yang lebih
pantas dilayani dan bukannya birokrat, seperti pada zaman orde baru.
Keengganan masyarakat mengakses haknya lebih kepada ketidaktahuan
prosedur, dan ketakutan-ketakutan potensi perkara hukum dan sengketa
informasi. Saya kira blogger sebagai pencari dan pengguna informasi di satu
sisi bisa menjadi selang bagi kelompok masyarakat ini, di mana proses
penggalian yang bukan liputan ini dimanfaatkan di dua sisi, untuk blog dan
untuk kebutuhan masyarakat pada waktu bersamaan.
Blogger yang menggiati pewartaan warga sudah jelas perlu mempelajari

esensi penerapan UU KIP. Di satu sisi ini berguna sebagai pedoman
peliputan agar tidak “melanggar” ketentuan yang ada, di sisi lain undangundang ini bisa menjadi alat pendidikan yang baik bagi masyarakat sebagai
pembaca blog. Menjelaskan proses pengambilan berita, penulisan sampai
penggunaanya tentu saja adalah hak blogger yang bisa dipakai sewaktuwaktu. Di saat bahkan pengguna media sosial Twitter dan Facebook
dianggap sebagai pewarta, instansi pemerintah akan lebih paham tentang
apa yang seharusnya diketahui masyarakat, dan bagaimana
menyampaikannya.
Berkembangnya pewartaan warga di Indonesia sebetulnya jadi tantangan
juga untuk para blogger. Konten yang dimuat ke publik harus lebih kompetitif
dari segi narasi, kekuatan data dan juga kedaulatan independensi. Di saat
kita saat ini berteman dengan atau bahkan mencoba jadi pewarta warga, UU
KIP adalah senjata yang baik untuk menguatkan posisi ketika berhadapan
dengan pengelola informasi. Informasi-informasi seperti program kerja,
anggaran sampai penggunaan tenaga kerja harus bisa kita gali sebelum
kecolongan karena korupsi.
Sebagai panduan sederhana, jenis informasi yang masuk kategori
“dikecualikan” sesuai KIP adalah jika:

Informasi yang bila diberikan akan menghambat proses penegakan hukum.
Mengganggu kepentingan Hak Cipta dan Kepemilikan Intelektual

Membahayakan pertahanan dan keamanan negara
Dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia
Merugikan ketahanan ekonomi nasional
Merugikan kepentingan hubungan luar negeri
Mengungkap akta otentik yang bersifat pribadi/wasiat seseorang
Mengungkap rahasia pribadi
Memorandum atau surat antar-badan publik
Informasi lain yang tidak boleh diungkap berdasarkan undang-undang.