Pedoman Pelayanan Gizi Bagi ODHA 2014

PEDOMAN
PELAYANAN GIZI BAGI  

ODHA  

....................................

_-

KEMENTERIAN  KESEHATAN  RI  
2014  

Cetakan I
Cetakan II

: Tahun 2010
: Tahun 2014

Katalog Dalam Terbitan Kementerian Kesehatan RJ
612.3 


Ind
P

Indonesia. Kementerian Kesehatan RI
Pedoman Pelayanan Gizi Bagi ODl-IA .-- JRkartR :
Kementerian Kesehatan R I, 20 I 0
I. Judul

I.  NUTRlTlON REQUIREMENTS

2. AIDS - DIET THERAPY

PEDOMANPELAYANAN GIZI BAG] ODHA

KATA PENGANTAR

Saat ini Indonesia menghadapi dua masalah kesehatan, yaitu masalah
penyakit infeksi yang belum dapat diatasi dengan optimal dan kecenderungan
peningkatan penyakit degeneratif. Penyakit infeksi, khususnya prevalensi
HIV/ Al OS masih relative rendah tetapi cenderung meningkat dari tahun ke

tahun.
Berdasarkan rekomendasi " Regional Consultatio n on Nutrition and
HIV/ AIDS" di Thailand pada 9-11 Oktober 2007 yang dihadiri oleh 14 negara
SEARO, termasuk Indonesia, penanganan HIV/ AIDS bersifat komprehensif
dan terintegrasi. Gizi memegang peran yang sangat penting karena : 1) Gizi
adalah komponen kesehatan yang penting dan utama dalam pencegahan,
perawatan dan pengobatan HIV/AI OS secara komprehensif, 2) Infeksi HIV/
AIDS pasti mempengaruhi status gizi OOHA 3) Malnutrisi (kurang gizi dan
gizi lebih) pada HIV berdampak memperburuk penyakit 4) intervensi gizi
yang adekuat dapat membantu OOHA mengurangi gejala klinis, mengurangi
risiko infeksi serta dapat meningkatkan status gizi.
Oalam rangka menuju pelayanan HIV/ Al OS yang komprehensif, pada
tahun 2008, JEN (Jaringan Epidemiologi Nasional) bekerjasama dengan
OepKes dan WHO telah menyusun Pedoman PeIatihan Perawatan dan
Oukungan Gizi bagi OOHA di tingkat masyarakat dan pendamping "care
giver". Namun, tenaga kesehatan sebagai pemberi layanan pada OOHA
belum mempunyai acuan, sehingga perlu disusun "Pedoman Pelayanan Gizi
Bagi セohaBN@
Kami mengucapkan terimakasih kepada !intas program, akademis,
profesi serta pihak yang terkait dalam penyusunan buku Pedoman ini.

Semoga ini bermanfaat.

Maret 2014

=  "'  = 

PEDOMANPELAYANAN GI ZI BAGI  ODHA



IV= 

PEDOMANPELAYANAN GIZI BAG! ODHA

DAFTAR lSI
KATA PENGANTAR
DAFTAR lSI

ii
v


BAB I.  PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
8. Tujuan
C. Sasaran
D. Ruang Lingkup

1
2
2
2

BAB II HIV/ AIDS, GIZI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
A. Stadium KJinis HIV
B. Oiagnosa
C. Metabolisme Gizi Pada OOHA
D. Hubungan Antara Gizi dan HIV
E. Gizi dengan ARV

3

6
7
7
8

BAB ([I PELAYANAN GIZ! BAG! OOHA
A. Tujuan
8. Asuhan Gizi
1.  Pada bayi dan anak (0-12 tahun)
2. Remaja dan dewasa
3. Ibu hamil dan menyusui
BAB IV MONITORING
A. Monitoring kiinis
B. Monitoring laboratorium
C.  Monitoring asupan makanan
BAB V PENUTUP
OAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

11

11

15
30

PEDOMANPELAYANAN G!Z! BAG! ODHA

LAMPIRAN
a. Form Monitoring berat badan pada bayi dan anak
b. Form monitoring berat badan pad a remaja dan dewasa
2. Form catatan pola makan
3. Form Recall 24 jam
4. Form monitoring Status Gizi Anak
5. Tabel Angka Kecukupan Gizi 2004
6. Form daftar bahan makanan penukar
7. Contoh Makanan Formula Cair Oral
8. Form monitoring asupan makanan
9. Contoh menu
10. Contoh menu makanan lumat
1. 


= VI  =

PEDOMANPELAYANAN GIZI BAGI ODHA

BABI
PENDAHULUAN
A. 

LATAR BELAKANG 

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Virus ini merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang mengakibatkan
turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang
berbagai penyakit infeksi.
Penyakit HIV/AIDS merupakan masalah besar bagi kesehatan dan
sangat berpengaruh pada pertumbuhan sosio-ekonomi negara-negara di
seluruh dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan estimasi Depkes 2006,
diperkirakan di Indonesia jumlah orang yang hidup dengan H1V/ AI DS

(ODHA) sebanyak 193.000 - 247.000 orang. Dari laporan Surveilans AIDS
Depkes RI hingga September 2009 jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak
18.442 orang dan kumulatif HIV hingga Juni 2009 mencapai 28.260 orang.
Hampir semua propinsi di Indonesia melaporkan peningkatan kasus HIV/
AIDS, dengan 10 propinsi terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua,
Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi
selatan dan Kepulauan Riau. Jumlah dan prevalensi kasus HIV/ AIDS yang
dilaporkan masih relatif rendah, akan tetapi cenderung meningkat dari
tahun ke tahun.
Pada penelitian multicenter di 3 propinsi : DKJ Jakarta, Jawa Timur dan
Sulawesi Selatan pada tahun 2007 ditemukan dari 752 responden ODHA ,
sebanyak 1 % berada pada stadium 4 dengan status gizi buruk (BMI16,92).
Oktober 2006 Houtzager L, Matulessy P.F, dkk pada studi KIE gizi di 3 propinsi
tersebut, didapatkan bahwa petugas kesehatan menemukan sekitar 80%
ODHA mempunyai masalah gizi antara lain kehilangan BB (wasting), diare,
mual dan muntah, tidak nafsu makan (appetite) dan oral kandidiasis.

PEDOMANPELAYANAN GIZI BAGI ODHA

ODHA dengan berbagai penyakit penyulit dan penyerta serta penyakit

oportunistik yang menyertai membutuhkan penatalaksanaan gizi yang
adekuat. Tenaga kesehatan seperti dokter dan paramedis hanya 10 % dari
67  responden pada penelitian tersebut yang mempunyai pengetahuan dan
ketrampilan yang cukup dalam menangani masalah gizi pada ODHA. Dengan
pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
dalam memberikan pelayanan gizi bagi ODHA yang pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas hidup.
B. 

TUJUAN 

Umum: Meningkatkan kualitas pelayanan gizi bagi ODHA
Khusus:
1. Meningkatnya pengetahuan tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan gizi bagi ODHA
2.   Terlaksananya monitoring asupan makanan
3. Terlaksananya monitoring berat badan
4. Terlaksananya konseling gizi bagi ODHA
C.


SASARAN
Sasaran pengguna buku adalah tenaga kesehatan di Puskesmas dan RS
yang terdiri dari:
1. Dokter
2. Nutrisionisj dietisien
3. Perawat
4. Bidan

D. 

RUANG LINGKUP 

Ruang lingkup yang akan dibahas dalam buku ini adalah :
1.   Latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup dan landasan hukum
2. HIV j AIDS, Gizi dan faktor yang mempengaruhinya (stadium klinis
HIV, diagnosa, metabolisme gizi pada ODHA, Hubungan antara Gizi
dan HIV, Gizi dan ARV)
3. Tatalaksana gizi bagi ODHA untuk bayi dan anak (0-2 tahun), remaja
dan dewasa, ibu hamil dan menyusui serta ODHA denganmanifestasi
klinis penyakit Jain.

4. Monitoring (monitoring klinis, laboratorium dan asupan makanan).

= 2=

PEDOMANPELAYANAN GIZI BAGI ODHA

BAB II
HIV/ AIDS, GIZI DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA
HIV adalah virus penyebab AIDS. Virus ini ditemukan dalam cairan
tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, Air Susu Ibu
(AS1). Virus ini menyerang sistem kekebalan dan mengakibatkan turunnya
daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. Seseorang bisa
hidup dengan HIV dalam tubuhnya bertahun-tahun lamanya tanpa merasa
sakit atau mengalami gangguan kesehatan yang serius. Wa\aupun tampak
sehat, ODHA dapat menularkan HIV pada orang lain melalui hubungan seks
yang tidak aman, tranfusi darah, pemakaian jarum suntik secara bergantian
dan penularan dari ibu ke anak/ Prevention Mother To Child Tranmission
(PMTCT).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular
berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan di dalam tubuh
menurun.
Gizi adalah makanan/ sari makanan yang bermanfaat untuk kesehatan.
Peranan gizi sangat penting dalam menunjang kesembuhan suatu penyakit,
termasuk pada ODHA sehingga akan berdampak pada peningkatan kualitas
hidup ODHA.
A.

STADIUM KLINIS HIV

HIV hidup di semua cairan tubuh, tetapi hanya bisa menular melalui
cairan tubuh tertentu, yaitu darah, cairan sperma, cairan vagina dan AS!.

PEDOMANP ELAYANAN GIZI BAGI O DHA

Tabel1 : Stadium klinis HIV/ AIDS pada dewasa

Stadium klinis I
1.
2.

Asimtomatik
Limfadenopati Generalisata

Stadium klinis II
Penurunan BB   10%
2. Diare kronik tanpa penyebab yang jelas, >  1 bulan
3.   Demam berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas (datang pergi
atau menetap), >  1 bulan
4. Kandidiasis oral (thrush)
S.   Oral Hairy Leukoplakia (OHL)
6.   TB  Paru
7. Infeksi bakterial yang berat (seperti pneumonia, piomiositis, dU)

U:m atJU  skal,)  fllngsloTldl  .3 .

SO% dalam mJsa

bul,lIl teral hi)'

tl'rh,lring 

Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
1.   HIV wasting Syndrome * 

2.
3.
4.
S.
6.

Pneumocytic carinii pneumonia
Toksoplasmosis otak
Diare karena kriptosporidiosis >  1 bulan
Kriptokokosis ekstra paru
Penyakit Cytomegalovirus pada satu organ selain hati, limpa ataB
kelenjar getah bening (contoiT etinitis)

= 4 =  

PEDOMANPElAYANAN GIZI BAG! ODHA

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Infeksi virus Herpes Simpleks di mukokutaneus (>  1 bulan)
atau organ dalam
Progressive Multifocal Leucoencephalopathy (PML)
Mikosis endemik yang menyebar
Kandidiasis esofagus, trakea dan bronki
Mikobakteriosis atipik, menyebar atau di paru
Septikemia salmonela non-tifoid
Tuberkulosis ekstra paru
Limfoma
Sarkoma Kaposi's
Ensefalopati HIV ** 

Dan atau skala fungsional 4: > 50% dalam masa 1 bulan tcrakhir
terbaring

*   HIV wasting syndrome: berat bad an berkurang

>  10% dari BB
semula, disertai salah satu dari diare kronik tanpa penyebab
yang jelas (>  1 bulan) atau kelemahan kronik dan demam
berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas .
**   Ensefalopati HIV : adanya gangguan dan atau disfungsi motorik
yang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari, berJangsung selama
berminggu-minggu atau bulan tanpa ada penyakit penyerta lain
selain infeksi HIV yang dapat menjelaskan mengapa demikian.

Tabel 2 : Stadium klinis HIV/ AIDS pada anak

Stadium k1inis I
1.
2.

Asimtomatik
Limfadenopati Generalisata

Stadium klinis II
1.
2.
3.
4.

Diare kronik > 30 hari tanpa etiologi yang jelas
Kandidiasis persisten atau berulang di luar masa neonatal
Berat badan berkurang atau gagal tumbuh tanpa etiologi
yangjelas
Demam persisten > 30 hari tanpa etiologi yang jelas

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAG!  ODHA 

5.

Infeksi bakterial berulang yang berat selain septikemia atau
meningitis ( contoh : osteomielitis, pnemonia bakterial non-TB,
abses)

Stadium klinis III
1. 

2.
3.
4.
5.



B.

J nfeksi

oportunistik yang termasuk dalam de f inisi AI DS
Gagal tumbuh yang berat (wasting) tanpa etiologi yang jelas * 
Ensefalopati yang progresif
Keganasan
Septikemia atau meningitis berulang
Berat badan berkurang secara persisiten > 10% dari BB semula
atau di bawah persentil 5 grafikBB/TB pada pengukuran 2 kali
berturut-turut dengan selang waktu lebih dari 1 bulan tanpa
adanya etiologi atau penyakit penyerta lain yang jelas .

DIAGNOSA

Diagnosa HIV/ AIDS dapat ditegakkan dengan melihat manifestasi
klinis dan pemeriksaan laboratorium.
1. Manifestasi klinis
Sesuai dengan stadium klinis HIV/ AIDS diatas (4 stadium).
2. Pemeriksaan laboratorium
2.1 Dilakukan untuk menegakkan diagnosa HIV/ AIDS.
Pemeriksaan serologi untuk HIV
- Limfosit total atau CD4 (jika tersedia)
Rapid Test Diagnosa (jika tersedia)
2.2. Dilakukan untuk menegakkan diagnosa infeksi oportunistik dan
Co-morbidity:
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan urin rutin dan mikroskopik
Pemeriksaan feses lengkap
Kimia darah: kreatinin serum, ureum darah, glukosa darah,
SGOT/SGPT, bilirubin serum, lipid serum & amilase serum.
- Serologi virus hepatitis (HCV) dan virus hepatitis B (HBV)
Pemeriksaaan sputum BTA
Pemeriksaan foto thorax
Pemeriksaan kehamilan

PEDOMANPELAYANAN GIZI BAGI ODHA
C. 

METABOLISME GIZI PADA ODHA
Pada OOHA sering terjadi anoreksia, depresi, rasa lelah, mual, muntah,
sesak nap as, diare serta infeksi. Hal ini menyebabkan asupan gizi
tidak adekuat dan tidak mampu memenuhi kebutuhan energi yang
meningkat, apalagi disertai infeksi akut.
Kurang gizi dapat menurunkan kapasitas fungsional, memberikan
kontribusi tidak berfungsinya kekebalan dan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas. Salah satu faktor yang berperan dalam penurunan
sistim imun, adalah defisiensi zat gizi baik mikro maupun makro.
Memburuknya status gizi bersifat multifaktor, terutama disebabkan
oleh kurangnya asupan makanan, gangguan absorbsi dan metabolisme
zat gizi, infeksi oportunistik, serta kurangnya aktivitas fisik

D.

HUBUNGAN ANTARA GIZI DAN HIV
Sejak seseorang terinfeksi HIV, terjadi gangguan sistim kekebalan tubuh
sampai ke tingkat yang lebih parah hingga terjadi pula penurunan
status gizi. Menurunnya status gizi disebabkan oleh kurangnya asupan
makanan karena berbagai hal, misalnya adanya penyakit infeksi,
sehingga menyebabkan kebutuhan zat gizi meningkat. Selain itu
perJu diperhatikan faktor pSikososial serta keamanan makanan dan
minuman.
Gambar 1
GIZI DAN IMUNITAS PADA HIV

Sumber: Modul Asuhan dan Oukungan Gizi Pada OOHA

==7  == 

PEDOMANPElAYANAN GIZI BAGl ODHA

Pada OOHA terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi yang disebabkan
antara lain karena stres metabolisme, demam, muntah, diare, malabsorbsi,
infeksi oportunistik. Selain itu terjadi perubahan komposisi tubuh, yaitu
berkurangnya masa bebas lemak terutama otot.
Gambar2. 

EFEK HIV PADA GIZI

Sumber: Modul Asuhan dan Oukungan Gizi Pada OOHA
Gizi yang adekuat pada OOHA dapat mencegah kurang glZI,
meningkatkan daya tahan terhadap infeksi oportunistik, menghambat
berkembangnya HIV, memperbaiki efektivitas pengobatan dan
memperbaiki kualitas hidup.

E.

GIZI DENGAN ANTI RETRO VIRAL (ARV)
Asuhan gizi bagi OOHA sangat penting, bila mereka juga mengonsumsi
obat-obat ARV. Makanan yang dikonsumsi mempengaruhi penyerapan
ARV dan obat infeksi oportunistik. Sebaliknya penggunaan ARV dan
obat infeksi oportunistik dapat menyebabkan gangguan gizi . Terdapat
interaksi antara gizi dan ARV yaitu :
l.   Makanan dapat mempengaruhi efektivitas ARV
2. ARV dapat mempengaruhi penyerapan zat gizi
3. Efek sa mp ing ARV dapat me mpengaruhi konsumsi makanan
4. Kombinasi ARV dan makanan tertentu dapat menimbulkan efek
sampi ng
= 8 =  

PEDOMANPELAYANAN GIZI BAG\ ODHA

ARV bekerja dengan menghambat proses replikasi HIV dalam sel
yang mempunyai reseptor C04, dengan demikian mengurangi jumlah
virus yang tersedia untuk menginfeksi sel C04 baru. Akibatnya sistem
kekebalan tubuh dilindungi dari kerusakan dan mulai pulih kern bali,
yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah sel C04.
Manfaat ARV dalam pengobatan HIV/ AIDS adalah menghambat
perjalanan penyakit HIV, meningkatkan jumlah sel C04, mengurangi
jumlah virus dalam darah dan membuat OOHA merasa Iebih baik yang
pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidu p OOHA.
Tidak semua OOHA membutuhkan ARV. Bila OOHA membutuhkan ARV,
sebaiknya mulai diberikan ARV sebelum masuk ke fase AIDS. Selain
obat-obat ARVada beberapa obat lain yang diberi kan pada OOHA sesuai
dengan kondisi klinisnya.
Tabel 3 : Pilihan Paduan ARV untuk Lini- Pertama
Anjuran
Pilihan utama
Pilihan alternatif

Paduan ARV
AZT + 3TC + NVP
AZT + 3TC + EFV
04T + 3TC + NVP
04T + 3TC + EFV



Catatan: Pili han paduan berdasarkan Pedoman Tatalaksana HIV dan ARV dari
Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2ML) Kementerian Kesehatan RI.

Efek samping dalam pemakaian ARV harus diperhatikan, karena
dapat mengganggu kepatuhan minum obat, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi pengobatan. Beberapa efek sam ping bahkan tidak dapat
ditolerir sehingga membutuhkan penghentian obat.

PEDOMANPELAYANAN GIZI BAGI ODHA . 'v 'l\."  NiセイvG@
セ@
1fIl..; .... ... 
• 10t .". 4IV"U.".,.......... ....

Tabel 4 : efek samping beberapa ARV
NAMA GENERIK
GOLONGAN Zidovudine
NRTI
(AZT, ZOV)

EFEK SAMPING
Anemia, neutropenia, intoleransi
gastro intestinal, sakit kepala, sulit
tidur, miopati, adosis laktat dengan
statosis hepatitis (jarang), gangguan
pengecapan, luka di mulut, edema
di lidah dan bibir, mual, muntah,
anoreksia, diare, konstipasi, dispepsia,

Lamivudine (3TC)

Sedikit toksik, asidosis laktat dengan
steatosis hepatitis (jarang)

Stavudine (d4T)

Pancreatitis,neuropati peri fer,asidosis
laktat dengan hepatitis (jarang),
lipoatrofi, mual.

Oidanosine (ddl)

Diare, mual, muntah, pankreatitis.

Tenofovir (TDF)

Insufisiensi fungsi ginjal

- - -1-- - -

GOLONGAN Nevirapine (NVP)
NNRTI

­
Ruam kulit, sindrom steven Johnson,
peningkatan serum aminotranferase,
hepatitis, keracunan hati, mual,
muntah.
-

1-

Efavirenz (EFV)

Gejala SSP: pusing, mengantuk, sukar
tidur, bingung, halusinasi, agitasi
peningkatan kadar transaminase, ruam
kulit

GOLONGAN Lopinavir (LPV)
PI

lntoleransi
gastrointestinal,mual,
muntah,
peningkatan
enzim
transaminase,
hiperglikemia,
pemindahan lemak dan abnormalitas
lipid

_

.

--

-

Oengan banyaknya efek samping penggunaan ARV, maka penentuan
diet harus disesuaikan denga n kondisi klinis, efek sam ping, penyakit
penye rta dan status gizi pada OOHA.

= 10  =

PELAYANAN  GIZI  BAG\  ODHA 

BAB III
PELAYANAN GIZI BAGI ODHA
A.

TUJUAN
Umum:
Memberikan intervensi gizi secara tepat dengan mempertimbangkan
seluruh aspek dukungan gizi OOHA pada semua stadium HIV.
Khusus:
1. Tercapainya berat bad an normal

2. Teratasinya gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah
3. Terlaksananya pemberian konseling kepada pasien untuk memilih
makanan sesuai dengan selera dan kebutuhan gizi
4. Terhambatnya progresivitas HIV menjadi AIDS
5. Tercapainya kualitas hidup yang optimal pada OOHA untuk tetap
produktif, aktif bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat
B.

ASUHAN GIZI
1. PADA BAYI DAN ANAK

Bayi yang lahir dari ibu positifHIV, umumnya mempunyai berat lahir
rendah. Bayi yang terbukti HIV positif biasanya akan mengalami
kenaikan berat badan dan panjang badan yang tidak adekuat. Hal
ini mencerminkan adanya suatu proses kronik yang dapat berakibat
terjadinya gaga I tumbuh. Keadaan ini disebabkan karena interaksi
infeksi HIV dan adanya penyakit penyerta (misalnya TB) serta
asupan makro dan mikronutrien yang tidak adekuat.
Pada bahasan ini asuhan gizi dibedakan pada :
1.1. Bayi 0-6 bulan

Makanan terbaik untuk anak usia 0-6 bulan adalah AS\, karena
itu bayi yang lahir dari seorang ibu denga n HIV positif, harus
diberikan pendampingan dan konseling menge nai pemilihan


11  =

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGI  ODHA 

cara pemberian makanan untuk bayinya dan dijelaskan
mengenai risiko dan manfaat masing-masing pilihan tersebut.
Ibu juga harus diberikan petunjuk khusus dan pendampingan
hingga anak berusia 2 tahun agar dapat tercapai asupan
nutrisi yang adekuat sehingga tercapai tumbuh kembang yang
optimal.
Apabila ibu memutuskan untuk tetap menyusui bayinya. maka
harus diberikan secara eksklusif 0-6 bulan. Artinya hanya
diberikan ASI saja. bukan mixed feeding (ASI dan susu formula
bergantian). Pemberian mixed feeding ini terbukti memberikan
resiko lebih tinggi terhadap kejadian infeksi daripada pemberian
ASI ekslusif. Makanan Pendamping AS! (MPASI) diberikan mulai
usia yang dapat digunakan untuk memperkecil resiko transmisi
melalui AS!. yaitu : 1) memberikan ASI ekslusif dengan (Inisiasi
Menyusu Dini)/early cessation. 2) memanaskan ASl perah pada
suhu tertentu (suhu 66°C) .
Adanya masalah pada payudara ibu seperti puting yang lecet.
mastitis atau abses akan meningkatkan resiko transmisi HIV.
8agi ibu dengan HlV positif yang memilih untuk tidak
memberikan ASl dapat memberikan susu formula sepanjang
memenuhi kriteria AFASS (acceptable. feasible. affordable.
sustainable. and safe). Acceptable (mudah diterima) berarti
tidak ada hambatan sosial budaya bagi ibu untuk memberikan
susu formula untuk bayi. Feasible (mudah dilakukan) berarti ibu
dan keluarga punya waktu. pengetahuan. dan ketrampilan yang
memadai untuk menyiapkan dan memberikan susu formula
kepada bayi. Affordable (terjangkau) berarti ibu dan keluarga
mampu membeli susu formula. Suistanable (berkelanjutan)
berarti susu formula harus diberikan setiap hari dan malam
selama usia bayi dan diberikan dalam bentuk segar. serta suplai
dan distribusi susu formula tersebut dijamin keberadaannya.
Safe (aman penggunaannya) berarti susu formula harus
disimpan secara benar. higienis. dengan kadar nutrisi yang
cukup. disuapkan dengan tangan dan peralatan yang bersih.
serta tidak berdampak peningkatan penggunaan susu formula
untuk masyarakat luas pada umumnya.
Susu yang dapat dijadikan makanan pengganti AS! bisa

12  = 

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGI  ODHA 

diperoleh dari susu formula komersial rnaupun susu hewani
yang dimodifikasi. Susu formula komersial diberikan apabi,la ibu
mampu menyediakannya minimal untuk jangka waktu 6 bulan
(44 kaleng @ 450 gram susu formula). Penting diperhatikan
kebersihan peralatan, air yang digunakan dan jumlah takaran
susu untuk mengurangi risiko terjadinya diare. Susu hewani
yang dimodifikasi dapat dijadikan pilihan bagi ibu yang tidak
mampu menyediakan susu formula komersial (karena harga
yang mahal serta tidak tersedia di daerahnya). Bila keluarga
tersebut mempunyai hewan peliharaan seperti sapi, kambing
dapat digunakan sebagai pengganti AS!.
Beberapa hal penting yang harus di sampaikan kepada ibu dan
keluarganya:
1.1.1. ASI yang tidak eksklusif (ASI bersama dengan susu atau
makanan lain) meningkatkan risiko terjadinya infeksi
pada bayi.
1.1.2. Ibu dan keluarga harus diberikan KIE (Komunikasi,
Informasi dan Edukasi mengenai cara mengolah dan
menyajikan susu dan makanan
1.1.3. Membersihkan tangan dengan air dan sabun sebelum
menyiapkan makanan
1.1.4. Membersihkan peralatan makan dengan cara merebus
sampai mendidih sebelum menggunakannya
1.1.5. Selalu menggunakan air matang yang bersih dan aman
dalam mempersiapkan makanan
1.1.6. Hindari menyimpan susu atau makanan yang teIah
dimasak.
1.1.7. Jika akan disimpan, dapat dimasukkan dalam lemari
pendingin dan dipanaskan kembali jika akan disajikan
1.1.8. Simpan makanan dan minuman dalam tempat yang
tertutup
1.2. Anak 6-24 bulan
Setelah bayi berusia 6 bulan, pemberian ASI atau susu saja tidak
dapat memenuhi kebutuhan bayi, oleh karena itu makanan
padat harus segera diberikan. Jika bayi berusia 4 bulan terdapat
tanda-tanda gagal tumbuh dengan ODHA atau ibu dengan HIV
==

13



PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGI  ODHA 

Positif memutuskan untuk tidak memberikan ASI-nya lagi.
maka makanan padat dapat segera diberikan.
Susu sebagai komponen dari makanan bayi masih diperlukan,
tetapi semakin lama semakin berkurang porsinya. Pada usia 612  bulan,  susu  paling  banyak  memenuhi  setengah  kebutuhan 
bayi,  sedangkan  pada  usia  12­24  bulan  hanya  memenuhi 
sepertiga  kebutuhan  per  harinya.  Pada  usia  usia  diatas 
24  bulan,  makanan  yang  diberikan  sarna  dengan  makanan 
keluarga,  usahakan  untuk  menghindari  makanan  jajanan  dan 
memperhatikan kebersihan. 
Pada anak yang sudah mengalami  kurang gizi,  intervensi  harus 
segera  dilakukan  dan  dapat  lebih  agresif.  Pada  dasarnya  tata 
laksana gizi  tersebut harus meliputi : 
Konseling dan edukasi gizi, untuk mencapai kecukupan gizi agar 
tumbuh kern bang optimal dapat tercapai . 
1.3. Pada anak (2­12 tahun) 
Sekitar 90%  dari  anak  dengan  HIV  positif  mengalami  kurang 
gizi.  Hal  ini akan meningkatkan  risiko  terjadinya gagal  tumbuh 
pada  anak.  Oleh  karena  itu,  diperlukan  tatalaksana  gizi  yang 
adekuat agar dapat mencegah terjadinya malnutrisi serta dapat 
memacu tumbuh kern bang anak secara optimal. 
Pemberian makan  pada anak dengan  HIV positif pada dasarnya 
tidak  berbeda  dengan  anak  seusianya.  Pemilihan  bentuk  dan 
cara makan dilakukan berdasarkan kemampuan oral dan adanya 
faktor lain yang mungkin menghambat, seperti misalnya adanya 
oral  trush,  atau  ulserasi  pada  mulut  atau  adanya  perdarahan 
saluran cerna. Diusahakan untuk senantiasa memberi makanan 
melalui  oral,  bila  tidak  dapat  dipenuhi  melalui  oral  dapat 
digunakan  pipa  orol nasogastrik  (nutrisi  enteral).  Apabila 
terdapat infeksi kronis saluran cerna serta sind rom malabsorpsi 
yang berat dapat dipertimbangkan pemberian nutrisi parenteral. 
Pada anak gizi  buruk, dilakukan tata laksana sesuai dengan tata 
laksana gizi buruk. 
Berikut beberapa saran dalam pemberian makanan pada anak: 
1.3.1.   Anjuran  diet berdasarkan  bahan  lokal  yang  memenuhi 
persyaratan 
=  14  =

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGI  ODHA 

1.3.2.   Selalu mencoba nutrisi oral terlebih dahulu. 
1.3.3.   Buah  dicuci  dengan  air  hangat,  kupas  kulitnya  jika 
memungkinkan. 
1.3.4.   Sayuran  dicuci  dengan  air  hangat  dan  masak  hingga 
matang . 
1.3.5.   Meningkatkan  densitas  kalori,  dapat  dengan 
menambahkan  jenis  bahan  makanan yang disukai  oleh 
anak, misalnya minyak, margarine atau mentega 
1.3.6.   Obati penyakit penyerta. 
1.3.7.   Melakukan  pemantauan rutin tiap 2­4 minggu 
2.  REMAJA  (12­18 tahun)  DAN  DEWASA 
A.   PENGKAJIAN  GIZI 
Pengkajian gizi  meliputi data antropometri, data biokimia, data 
klinis  dan  fisik,  data  kebiasaan  makan  dietary  history  I serta 
data riwayat personal. 
Informasi  yang  diperoleh  melalui  pengkajian  gizi  selanjutnya 
dibandingkan  dengan  standar  baku/nilai  normal.  sehingga 
dapat dievaluasi dan diidentifikasi seberapa besar masalahnya. 
1.   Pengumpulan dan pengkajian data antropometri 
Pengumpulan dan pengkajian data antropometri merupakan 
hasil  pengukuran  fisik  pada  individu.  Pengukuran  yang 
umum dilakukan adalah tinggi badan, berat badan,lingkar 
lengan atas, teballemak, lingkar pinggang, lingkar panggul, 
tinggi  lutut  dan  sebagainya.  Kecepatan  pertumbuhan  dan 
kecepatan perubahan berat badan juga termasuk data yang 
dinilai  dalam  aspek  ini.  Dengan  mengaitkan  dua  ukuran 
antropometri  akan  didapat  indeks  yang  dapat  memberi 
informasi mengenai  kondisi status gizi  seperti IMT  (Indeks 
Massa  Tubuh)  untuk  dewasa  dan  standar  deviasi  Z­score 
BB/PB atau  BB/TB untuk anak. 
Hasil  pengukuran ini dapat menginterpretasikan status gizi 
seseorang yaitu dengan membandingkan hasil  pengukuran 
dengan  standar  yang  ada  atau  memasukkan  beberapa 
hasil  pengukuran ini  ke  dalam  rum us  penilaian  status gizi 
tertentu. 
1.1.   IMT (Indeks Massa Tubuh)
Digunakan u ntuk menentukanstatusgizi orangdewasa. 


15  = 

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGI  ODHA 

Cara  menghitungnya  adalah  dengan  menggunakan 
hasil  pengukuran  tinggi  badan  dan  berat  badan. 
Rumusnya adalah : 
IMT  (k  1m2) =  _ 
Berat Badan (kg) 

Tinggi  badan (m) X Tinggi  Badan (m) 
Hasil  perhitungannya dapat diinterpretasikan dengan 
cara  membandingkannya dengan klasifikasi IMT  yang 
tersedia.  Berikut  adalah  klasifikasi IMT  untuk  orang 
Indonesia. 
Tabel  5  :  Penilaian  berat  IMT  menggunakan  batas 
ambang 
IMT 

Kategori

  27,0 



Normal 

­
Gemuk (kelebihan berat badan tingkat 
ringan) 

Obes (kelebihan berat badan 
tingkat berat) 

Sumber: Oepkes, Keluarga Sadar Gizi,  2009 

1.2   Laboratorium 
Misalnya  C04,  Viral  load,  C­reactive  Protein, 
Fibronectin,  Albumin,  Prealbumin,  Hemoglobin, 
Hematokrit,  Total  kolesterol,  HOL,  LOL,  trigliserida, 
Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT,  Gula  darah 

= 16  == 

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGt  ODHA 

1.3.   Klinis  / fisik 
Misalnya  tanda dan gejala kurang gizi  (sesuai stadium 
HIV/ AIDS),  kehilangan  massa  Jemak,  massa  otot, 
kekurangan cairan dan zat gizi mikro. 
1.4.   Riwayat gizi : 
Meliputi  pola  makan,  kebiasaan  makan,  adanya 
pantangan  makanan  (berkenaan  dengan  agama 
dan  etnis),  aJergi  makanan,  intoleransi  makanan, 
keamanan  makanan  dan  min uman,  efek  samping 
obat ARV,  masalah yang  mempengaruhi  nafsu  makan 
(masalah mengunyah, mual, muntah, konstipasi, diare, 
rasa  panas  di  dada),  penggunaan  suplemen  vitamin, 
mineral, herbal, konsumsi alkohol dan kafein. 
1.5.  Riwayat personal 
Meliputi  riwayat  penyakit,  riwayat  keluarga,  sosial 
ekonomi dan kebiasaan merokok . 
2.   PENENTUAN  MASALAH  GIZI 
Merupakan hasil  penilaian dari pengkajian gizi, misalnya : 
2.1.   Asupan makanan/minuman yang tidak adekuat 
2.2.   Kehilangan  berat badan 
2.3.   Efek samping obat­obatan, misalnya ARV 
2.4.  Kurangnya pengetahuan tentang gizi 
Masalah gizi bisa berkembang sesuai dengan klinis ODHA 
3.   INTERVENSI  KEBUTUHAN  GIZI 
3.1.  Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi 
Berdasarkan  diagnosis  gizi  kemudian  dilakukan 
perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi klien. Hal ini 
dilakukan  dalam  rangka  menetapkan  preskripsi gizi, 
pedoman makan,  makanan yang dianjurkan dan tidak 
dianjurkan dan  merencanakan menu sesuai kebutuhan 
klien.  Pada  penderita dengan  HI\!,  kebutuhan  gizinya 
disesuaikan dengan stadium penyakitnya. 



17  = 

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGI  ODHA 

Tabel  6 : Kebutuhan gizi  pad a DOHA berdasar stadium 
Stadium 1 

Kebutuhanenergi mengikuti kebutuhan 
normal  dengan  memperhatikan  gizi 
seimbang 

Stadium 2 

Kebutuhan energi meningkat 10% dari 
kebutuhan  normal 

Stadium 3 dan 4  Kebutuhan  energi  meningkat  20%  ­
30% dari  kebutuhan normal 
3.1.1.   Perhitungan Kebutuhan  Energi. 
Perhitungan  kebutuhan  energi  adalah  suatu 
perhitungan  jumlah  energi  yang  dibutuhkan 
seseorang  dalam  berbagai  aktifitas  selama  24 
jam  untuk  mencapai  derajat  kesehatan  yang 
optimal. Ada  beberapa cara  untuk menetapkan 
perkiraan kebutuhan energi seseorang dan cara 
yang  dipilih  disesuaikan  dengan  kebutuhan 
klien  berdasarkan  penyakit  yang  diderita. Hal 
penting yang perlu dilakukan adalah memonitor 
dan  mengevaluasi  apakah  konsumsinya  sudah 
seimbang. 
3.1.1.1  Harris  Benedict 
Merupakan  cara  yang  sering  digunakan  untuk 
menetapkan  kebutuhan  energi  seseorang. 
Rumusnya  dibedakan  antara  kebutuhan  untuk 
laki­Iaki dan perempuan. 
Laki­Iaki 

= 66  + (  13,7 x BB  )  + ( 5 x TB  ) ­ ( 6,8 xU) 

Perempuan  =  65,5  +  (9,6 x BB)  +  (1,8 x TB) ­ (4,7 xU) 
Faktor  koreksi  BEE  untuk  berbagai  tingkat 
stress adalah : 
=1,3 x BEE 
Stress ringan 
=  1,5 x BEE 
Stress sedang 
=  18  = 

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGI  ODHA 

Stress berat 
Kanker 

= 2,0  x BEE 
= 1,6  x BEE 

3.1.1.2. Basal  Metabolik Rate dan Aktifitas 
Untuk  menghitung  perkiraan  BMR  seseorang 
digunakan  berat  badan  sebenarnya.  Secara 
umum  BMR  wanita adalah  0,9  kkaljkg BB/jam 
dan  untuk laki­Iaki adalah 1,0 kkal/kg BB/jam. 
Laki­Iaki 

= 1 x BB  sebenarnya x 24 jam 

Perempuan  = 0,9 x BB  sebenarnya x 24 jam 
Selain  BMR,  kebutuhan  energi  dipengaruhi 
oleh  tingkat  aktifitas  da n SDA.  Aktifitas  tubuh 
umumnya dikelompokkan menjadi 4 yaitu : 
Aktifitas sangat ringan 
=  20% x BMR 
Aktifitas ringan 
= 30% x BMR 
Aktifitas sedang 
= 40% x BMR 
Aktifitas berat 
= 50% x BMR 
SDA  atau  Specific  Dynamic  Action  dari  intake 
makanan  adalah  pengeluaran  energi  dari  efek 
makanan yaitu 10% dari total energi makanan. 
Kebutuhan energi total  
= BM R +T
  ingkat  aktifitas +SDA  

3.1.1.3  Berdasarkan Berat Badan 
Perhitungan  kebutuhan  energi  untuk 
mengetahui  Angka  Metabolisme  Basal  (AMB) 
berdasarkan  per  kg  berat  badan  normal  atau 
ideal  dengan  memperhitungkan  energi  untuk 
aktifitas dan faktor koreksi tingkat stress karena 
adanya penyakit. 



AMB  =  1 kkal x BB ideal  x 24 jam 

Kebutuhan  energi  didapat  dengan  mengalikan  
AMB  dengan faktor akivitas dan faktor trauma/   I 


19  = 

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGl  ODHA  

stress, Rumus yang digunakan adalah:  
Kebutuhan energi 
= AMB  X faktor aktivitas X faktor traumajstres 

catatan  : Bila  seseorang  memiliki  berat  badan 
kurang,  maka  kebutuhan  energinya  ditambah 
500  kkaJori,  sedangkan  bila  berat  badannya 
lebih dikurangi 500 kkalori 
Tabel 7: Faktor aktivitas fisik 
Aktivitas 

Jenis Kelamin 
Laki­laki 

Perempuan 

Sangat ringan*) 

1,30 

1,30 

Ringan**) 

1,65 

1,55 

Sedang 

1,76 

1,70 

Berat**) 

2,10 

2,00 

Sumber 
*)  Mahan,  L.K  dan  M.T.  Arlin,  2000,  Krause's 
Food,  Nutrition  &  Diet Therapy. 
**)  Muhilal,  Fasli  Jalal  dan  Hardinsyah,  1998, 
Angka  Kecukupan  Gizi yang dianjurkan,  Widya 
Karya  Pangan dan Gizi VI. 



20  = 

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGI  ODHA 

Tabel 8 : Faktor aktivitas  & faktor trauma/stress 
dalam menetapkan kebutuhan energi 
No 

Aktivitas 

Faktor  No 

Jenis trauma/stress 

Faktor 

1.  Istirahat di 
tempat tidur 

1.2 

1.  Tidak ada stress, pasien 
dalam keadaan gizi baik 

1.3 

2.  Tidak terikat 
di tempat tidur 

1.3 

2.  Stress ringan:  peradangan 
saluran cerna, kanker, 
bedah elektif, trauma 
kerangka moderat 

1.4 

3.  Stres sedang: sepsis, 
bedah tulang, luka bakar, 
trauma kerangka mayor 

1.5 

4.  Stres berat: trauma 
multiple, sepsis, dan 
bedah Multisistem 

1.6 

5.  Stres sangat berat: 
luka kepaJa berat, sindroma 
penyakit pernapasan akut, 
luka bakar, dan sepsis 

1.7 

6.  Luka bakar sangat berat 

2.1 

Sumber:  A Practical  Guide  to  Nutritional  Support  in  Adult  and 
Children.  Nutritional  Support  Service,  University  Malaya,  Kuala 
Lumpur, 2000 
Contoh kasus 1:
Seorang  pasien  perempuan  berobat  jalan,  berumur  30  tahun, 
mempunyai  tinggi  badan 158 em  dan  berat badan 45  kg  dengan 
HIV stadium  I. 
Kebutuhan AMB:  lx 45 x 24 Jam  = 1080 k kal 
Faktor aktifitas = 1,3. Faktor stress  = 1.3 
Total  kebutuhan  Kalori  = 1080  kkal  x  1,3  x  1,3  = 1823,9 
(dibulatkan 1850 kkal) 

= 2] 

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGI  ODHA 
Contoh Kasus 2:

Seorang laki­laki  menderita HIV stadium III  dirawat di  RS,  
berat badan  45  kg  tinggi  badan  165  em.  berat badan  idealnya  untuk  
IMT  Normal  (19,0)  adalah  1,652 X 19,0  = 51,7  kg atau  
dibulatkan menjadi 52  kg.  
Orang  ini  mengalami  kekurangan  berat badan  tingkat  berat IMT: 45  /  
1.652  =  16,5.  Bila  IMT  yang diinginkan adalah  19,0  maka  perhitungan 
kebutuhan energinya adalah sebagai berikut : 
Kebutuhan AMB  = 1 kkal  x 52  x 24 jam= 1248 kkal 
AMB  x aktivitas fisik x stress = 1248 kkal  x 1.3  x 1,3  = 2.109  kkal 
­ Tambahan energi untuk menaikkan berat badan  = 500 kkal 
­ Total  kebutuhan energi = 2609 kkal 
(Pemberian  energi  ini  diberikan  seeara  bertahap  dan  Iihat  kondisi 
pasien  sampai  meneapai  kebutuhan  energi  yang  dibutuhkan  untuk 
menaikan  berat badannya) 
Contoh Kasus 3:

Laki­Iaki  berumur  40  tahun  dengan  tinggi  badan  165  em  dan  berat  
badan  50  kg  dengan  HIV  stadium  I (ringan).  Perhitungan  kebutuhan  
energinya adalah:  
Berat badan  ideal  adalah  53  kg.  Faktor aktivitas  = 1.2,  Faktor stress  =  
1.4  (stress ringan).  Kebutuhan  AMB  = 1 kkal  X 53  kg  X 24  jam  = 1272 
kkal.  Kebutuhan Total energi adalah 1.2  X 1.4 X 1272  = 2136 kkal. 

= 22  =  

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGI  ODHA 

3.1.2. Perhitungan kebutuhan protein 
Kebutuhan  protein  berdasarkan  proporsi  energi 
adalah  12­15%  dan  tingkat  kecukupan  yang 
dianjurkan  berdasarkan  BB  ideal  per  hari  adalah  0,8 
­ 1,0  g/kg  BB.  Kebutuhan  energi  minimal  untuk 
mempertahankan  keseimbangan  nitrogen  adalah  1,40,5 g/kg BB. Demam, sepsis, operasi, trauma, dan luka
dapat meningkatkan katabolisme protein, sehingga
meningkatkan kebutuhan protein sampai 1,5-2,0 g/kg
BB. Sebagian besar pasien yang dirawat membutuhkan
1,0-1,5 g protein/kg BB.
3.1.3. Perhitungan Kebutuhan Lemak
Kebutuhan lemak berdasarkan proporsi energi
dari lemak yaitu berkisar 20-25% dari total energi
dengan rasio lemak tidak jenuh : lemak jenuh (2 : 1)
. Kebutuhan Jemak dalam keadaan sakit bergantung
jenis penyakit, yaitu lemak sedang atau lemak rendah.
Di sam ping itu, pada penyakit tertentu, misalnya
dislipidemia, membutuhkan modifikasi jenis lemak.
Kebutuhan Lemak sedang 15-20% dari kebutuhan
energi total, kebutuhan lemak rendah   400 mg/dL, pemberian lemak
sangat minimal
3.1.4. Perhitungan Kebutuhan Karbohidrat
Kebutuhan karbohidrat berdasarkan proporsi energi
dari karbohidrat adalah 60-75% dari total energi, atau
sisa total energi setelah dikurangi energi yang berasal
dari protein dan lemak. Selain jumlah, kebutuhan
karbohidrat dalam keadaan sakit sering dinyatakan
dalam bentuk karbohidrat yang dianjurkan. Misalnya
penyakitdiabetes mellitus, dislipidemia, dan konstipasi
membutuhkan serat tinggi (30-50 g/hari), sedangkan
diare membutuhkan serat rendah «1 0 gjhari).

= 23



PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGI  ODHA 

3.1.5.  Perhitungan Kebutuhan  Mineral dan Vitamin 
Kebutuhan  mineral  dan  vitamin  dapat  diambil 
dari  Angka  Kecukupan  Gizi  (AKG)  yang dianjurkan. 
Disamping  itu,  dipertimbangkan  sifat  penyakit, 
simpanan dalam  tubuh, kehilangan  melalui  urin,  kulit 
atau saluran cerna, dan interaksi dengan obat­obatan. 
Untuk  menjamin kebutuhan, dalam keadaan  tertentu, 
vitamin dan mineral  perlu ditambahkan dalam bentuk 
suplemen. 
3.1.6.  Perhitungan kebutuhan cairan 
3.1.6.1.   Seorang  dewasa  biasanya  membutuhkan 
cairan antara 1,5 ­ 2 lj hari 
3.1.6.2   Berdasarkan kepada berat badan yaitu : 
Dewasa  muda  35  ­ 40  ml  /  kg  BB  yang 
diinginkan /  hari dan manula 25 ­ 30 ml  /  kg 
BB yang diinginkan /  hari 
3.1.6.3.   Pada  kondisi  penyakit  tertentu  yang 
membutuhkan 
pembatasan 
cairan 
maka  perhitungan  cairan  berdasarkan 
penghitungan  balans  cairan  yaitu  :  Balans 
cairan  =asupan (intake) ­ keluaran  (output) 
Asupan  cairan  = jumlah  urin  +  insensible 
water loss  (500 ml). 

B.

PRESKRIPSI DIET
1.   Preskripsi  Diet  atau  disebut dengan  batasan  pengaturan  makanan 
mencakup  kebutuhan  energi  dan  zat  gizi  serta  zat­zat  makanan 
lainnya merupakan aspek utama dalam asuhan gizi klien. Preskripsi 
Diet  disusun  berdasarkan  diagnosis  penyakit  dan  gizi  dan  dapat 
diresepkan  oleh  dokter atau  ahli  gizi.  Preskripsi  Gizi  memberikan 
arah  khusus  kepada  klien  untuk  merubah  perilaku  makannya 
sehingga mendapatka nn kesehatan yang optimal. 
2.   Pedoman  makan  mencakup  cara  pemberian  makan,  bentuk  dan 
porsi  makan serta cara mengolah makanan 
3.   Penyusuna n menu  satu hari  meliputi  3  kali  makanan  utama  yaitu 

=  24  = 

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGl  ODHA 

pagi,  siang  dan  malam  serta  2  kali  snack  yaitu  diantara  waktu 
makan pagi dan siang serta diantara waktu makan siang dan malam. 
Menu yang dipilih disesuaikan dengan preskripsi Gizi dan pedoman 
makan. 
C. 

KONSELING GIZI

Ahli gizi sebagai konselor menginformasikan status gizi, data biokimia, 
data  kJinis  yang  berkaitan dengan  masalah  kesehatan  dan  gizi  pasien, 
kebiasaan makan, asupan energi dan zat gizi klien serta hasil diagnosis 
gizi.  Informasi  tersebut  kemudian  didiskusikan,  menuju  peru bah an 
pola  makan  mengikuti  perencanaan  menu  yang  sudah  disiapkan 
meliputi porsi makan 1 hari, distribusi porsi makan setiap waktu makan, 
hambatan dan alternatif perubahan pola  makan yang  dapat dilakukan 
oleh klien berkaitan dengan pola aktivitas dan gaya hid up,  penggunaan 
daftar bahan makanan penukar, contoh menu, makanan yang boleh dan 
yang  tidak boleh  dengan  menggunakan  alat  bantu  food  model,  leaflet 
dan  alat  peraga  lainnya.  Berikut  ini  adalah  beberapa  informasi  yang 
perJu diberikan pada pasien HIV : 
1.  Syarat diet untuk stadium 1 dan 2 
1.1.   Mengkonsumsi  protein  dari  sumber  hewani  dan  nabati 
seperti daging, telur. ayam,  ikan, kacang ­ kacang dan produk 
olahannya. 
1.2.   Banyak  makan  sayur  dan  buah  ­ buahan  secara  teratur 
terutama  sayuran  dan  buah­buahan  berwarna  kaya  vitamin 
A dan zat besi. 
1.3.   Bila DDHA sudah terbiasa minum susu, teruskan, karena susu 
sangat baik untuk kesehatan . 
1.4.   Menghindari  makanan  yang  diawetkan  dan  makanan  yang 
beragi (tape, brem) 
1.5.   Menghindari  makanan  yang  merangsang  alat  penciuman 
(untuk mencegah mual). 
1.6.   Menghindari  makanan  yang  merangsang  pencernaan  baik 
secara mekanik, termik maupun kimia 
1.7.   Menghindari rokok, kafein dan alkohol 
1.8.   Makanan bebas dari pestisida dan zat ­ zat kimia 
1.9.   Bila ODHA mendapatobatanti retroviral, pemberian makanan 
disesuaikan dengan jadwal minum obat saat iambung kosong, 

= 25  = 

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGI  ODt­IA 

saat  lambung  terisi,  atau  diberikan  bersama­sama  dengan 
makanan. 
2.  Syarat diet untuk stadium 3 dan  4 
2.1.  Mengkonsumsi  protein  dari  sumber  hewani  dan  nabati 
seperti daging,  telur, ayam,  ikan,  kacang ­ kacang dan  produk 
olahannya 
2.2.  Makanan diberikan dalam  porsi  kecil  tetapi sering 
2.3.  Sayur dan  buah ­ buahan diberikan sesuai kebutuhan 
2.4.  Rendah serat, makanan lunak / cair, jika ada gangguan saluran 
pencernaan 
2.5.  Rendah  laktosa dan  rendah lemak jika ada  diare 
2.6.  Dianjurkan  minum  susu  yang  rendah  lemak  dan  sudah 
dipasteurisasi;  jika  tidak  dapat  menerima  susu  sapi,  dapat 
diganti dengan susu kedelai 
2.7.  Bentuk  makanan  disesuaikan  dengan  kondisi  pasien  untuk 
memenuhi kebutuhan gizinya 
2.8.  Sesuaikan  syarat  diet  dengan  infeksi  oportunistik  dan 
penyakit lain yang menyertai (TB, diare, sarkoma, kandidiasis 
oral) 
2.9.  Menghindari  makanan  yang  diawetkan  dan  makanan  yang 
beragi  (tape, brem) 
2.10.  Menghindari  aroma  makanan  yang  merangsang  (untuk 
mencegah mual)  dan makanan yang merangsang pencernaan 
baik secara mekanik, termik maupun  kimia 
2.11.  Menghindari rokok,  kafein  dan alkohol 
2.12.  Makanan  bebas dari  pestisida dan zat ­ zat kimia 
2.13.  Dapat  ditambahkan  vitamin  berupa  suplemen ,  tapi 
pemberian  dosis  besar  (megadosis)  harus  dihindari  karena 
dapat menekan  kekebalan tubuh 
2.14.  Bila ODHA mendapatobatanti retroviraL pemberian makanan 
disesuaikan dengan jadwaJ minum obat saat lambung kosong, 
saat  lambung  terisi,  atau  diberikan  bersama­sama  dengan 
makanan. 
3.  Saran untuk Meningkatkan Energi 
3.1.   GUlla kan  lemak MeT  (minyak  kelapa),  mentega dan  kacangkacangan 

= 26  = 

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAG I  ODHA 

3.2. 

Sediakan  makanan kecil  tinggi  protein: kacang­kacangan, es 
krim, yogurt 
3.3.  Makanan  utama dalam  bentuk padat dan  tinggi  kalori  : krim 
sup, sereal panas, ikan goreng tepung 
3.4.  Makanan  dan  minuman  seperti  :  salad,  buah,  teh  manisj
minuman  manis,  agar  ­ agar  disajikan  sebagai  makanan 
penutup 
3.5.  Makan secara perlahan dan  nikmati secara santai 
4.  Keamanan  Makanan 
4.1.  Bahan  makanan  dikemas  sesual  )enisnya  secara  terpisah 
saat  disimpan,  terutama  daging,  ayam  dan  ikan  agar  tidak 
mengkontaminasi bahan makanan lain. 
4.2.   Selalu cuci tangan sebelum dan setelah makan 
4.3.   Selalu  minum  air  yang  sudah  dididihkan,  termasuk  air 
kemasanjmineral 
4.4.   Cuci bahan  makanan dengan air bersih dan  mengalir 
4.5.   Sebaiknya buah dikupas dan langsung dikonsumsi 
4.6.   Perhatikan  nilai  gizi  dan  tanggal  kadaluarsa  pad a  label 
kemasan makanan 
4.7.   Memakai  air  panas  dan  sabun  untuk  membersihkan  alat 
dapur 
4.8.   Lebih baik konsumsi  makanan yang disiapkan sendiri karena 
lebih terjamin keamanannya. 
4.9.   Hindari produk susu segar yang tidak dipasteurisasi 
4.10.   Hindari konsumsi bahan makanan me!ltah (misalnya lalapan, 
salad, telur dan daging panggang setengah matang) . 
4.11.   Hindari makanan yang sudah berjamur atau basi 
4.12.  Hindari  penggunaan  air  panas  dari  dispenser  karena  tidak 
mencapai titik didih (100QC) 
5.  Bahan  Makanan Yang Dianjurkan : 
5.1.   Tempe  dan  produknya,  selain  mengandung  protein 
vitamin  B12  juga  mengandung  bakterisida  yang  dapat 
mengobati dan mencegah diare. 
5.2.  Kelapa  dan  produknya  dapat  memenuhi kebutuhan  lemak 
sekaJigus  sebagai  sumber  energi  karena  mengandung  MCT 

= 27  =  

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAGI  ODHA 

yang  mudah  diserap  dan  tidak  menyebabkan  diare.  MCT 
merupakan energi yang dapat digunakan untuk pembentukan 
sel. 
5.3.  Wortel  mengandung  beta­karoten  yang  tinggi  sehingga 
dapat  meningkatkan  daya  tahan  tubuh  juga  sebagai  bahan 
pembentuk  C04.  Vitamin  E bersama  dengan  vitamin  C dan 
beta­karoten  berfungsi  sebagai  antiradikal  bebas.  Akibat 
perusakan  oleh  HIV  pada  sel­sel  maka  tubuh  menghasilkan 
radikal  bebas 
5.4.  Brokoli, tinggi kandungan Zn, Fe, Mn, Se untuk mengatasi dan 
mencegah  defisiensi  zat gizi  mikro  dan  untuk  pembentukan 
C04 
5.5.   Sayuran  hijau  dan  kacang­kacangan,  mengandung  vitamin 
neurotropik  B1,  B6,  B12  dan  zat  gizi  mikro  yang  berguna 
untuk pembentukan C04 dan  pencegahan anemia 
5.6.   Buah  alpukat  mengandung  lemak  yang  tinggi,  dapat 
dikonsumsi  sebagai  makanan  tambahan.  Lemak  tersebut 
dalam bentuk mono unsaturated fatty acid (MUFA), berfungsi 
sebagai antioksidan dan  dapat menurunkan LOL.  Oi  samping 
itu  juga  mengandung  glutathion  tinggi  untuk  menghambat 
replikasi  HIV. 
5.7.   Konsumsi  kacang­kacangan sesering mungkin 
5.8.   Konsumsi daging dan  produk susu setiap hari 
5.9.   Konsumsi  sayuran  dan  buah­buahan  setiap  hari,  lebih  baik 
dalam bentuk jus, yang sebelumnya sudah disiram dengan air 
panas. 
5.10.   Konsumsi gula, minyak dan garam gunakan seperlunya 
5.11.   Bahan  makanan sebaiknya dalam  bentuk matang. 
6.  Bahan  Makanan yang Tidak Oianjurkan : 
6.1.   Semua  bahan  makanan  yang  menimbulkan  gas  seperti  : ubi 
jalar, ko!. sawi , nangka dan  durian 
6.2.   Semua  makanan  tinggi  lemak  : santan  kental,  lemak daging 
dan  kulit  ayam 
6.3.   Bum bu yang me rangsang : cabe, merica, cuka 
6.4.   Bahan makanan yang mentah seperti lalapan 
6.5.   Bua h­b ua han yang masih mentah 
=  28  = 

PEDOMANPELAYANAN  GIZI  BAG I ODHA 

6.6.   Makanan  yang  tidak  atau  kurang  masak  seperti  sate,  telur 
setengah matang. 
6.7.   Makanan yang diawetkan dan  penyedap rasa 
6.8.   Minuman bersoda dan  mengandung alkohol 
D. 

Monitoring dan Evaluasi 

Kegiatan  monitoring  dan  evaluasi  gizi  dilakukan  untuk  mengetahui 
respon  pasien  terhadap  intervensi  dan  tingkat  keberhasilannya. 
Kegiatan ini merupakan langkah dari proses asu han gizi terstandar dan 
bukan sekedar kegiatan mengamati apa yang terjadi saja.lndikator hasil 
yang  diamati  dan  dievaluasi  harus  mengacu  pada  kebutuhan  pasien, 
diagnosis gizi, tujuan intervensi dan kondisi  penyakit. Sedangkan waktu 
pengamatan dari masing­masing indikator sesuai dengan rujukan yang 
digunakan. Monitoring dan evaluasi  pasien  HIV  meliputi : 
1.   Asupan  makanan  untuk mengetahui adekuat atau  tidak