Pengaruh Komposis Media Pembibitan Dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Okulasi Jeruk

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA PEMBIBITAN DAN INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT OKULASI JERUK SIAM (Citrus nobilis)
FERRY EZRA T. SITEPU, SP
Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang banyak digemari oleh masyarakat kita. Buah jeruk bukan hanya dinikmati rasanya yang segar saja, melainkan buah jeruk juga sebagai pelepas dahaga dan sebagai buah pencuci mulut. Disamping itu buah jeruk banyak mengandung vitamin C dan vitamin A (Pracaya, 2000).
Tanaman jeruk siam adalah salah satu jenis jeruk yang buahnya sangat digemari oleh sebagian besar masyarakat dan jenis ini banyak dibudidayakan di Indonesia terutama Sumatera Utara (Barus, 1992).
Jeruk siam merupakan anggota jeruk keprok dan mempunyai nama ilmiah Citrus nobilis var. mikrocarpa Hassk. Di negeri asalnya yaitu Muangthai, jeruk ini dikenal dengan nama som kin wan (TPPS, 1999).
Bibit merupakan salah satu faktor penting yang menentukan berhasil atau tidak dalam menjalankan usaha tani jeruk (Joesoef, 1993). Salah satu tahap kegiatan sebelum bibit dipindahkan ke lapangan adalah membuat pembibitan di tempat-tempat tertentu yang tanahnya subur (dalam polybag). Hal ini bertujuan agar diperoleh pertumbuhan bibit yang sehat, kuat serta bebas dari gangguan patogen( Ginting, 1992 ).
Media pembibitan yang baik adalah tanah yang mempunyai sifat fisik seperti agregat mantap, tekstur lempung/lempung berliat, kapasitas penahan air baik total ruang pori optimal dan tidak terdapat lapisan kedap air. Selain itu tanah juga harus mempunyai sifat kimia yang baik yaitu mengandung bahan organik tinggi, tidak terdapat unsur-unsur yang bersifat racun, mengandung unsur hara makro dan mikro yang cukup, mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi dan lain sebagainya ( Inawati, 1989 ).
Tanaman jeruk pada umumnya menyukai tanah yang mengandung banyak humus. Humus sangat dibutuhkan tanaman, sebab disamping dapat mengatur kadar air dalam tanah dan menampungnya, humus juga menahan zat-zat organik lainnya yang tidak mudah ikut aliran air (TPK, 1994).
Air diperlukan oleh tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, antara lain memenuhi transpirasi, proses asimilasi untuk pembentukan karbohidrat serta untuk mengangkut hasil-hasil fotosintesis ke seluruh jaringan tumbuhan ( Hakim ,dkk, 1986). Tanaman jeruk yang berasal dari bibit okulasi mutlak membutuhkan air secara teratur dan cukup terlebih pada musim kemarau, sehingga perlu dilakukan pemberian air. Oleh karena itu perlu diketahui kebutuhan air suatu tanaman karena kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh temperatur, pelaksanaan pemberian air, fotosintesis dan faktor lain (Hansen, dkk, 1992 ).

2003 Digitized by USU digital library

1

Perumusan Masalah
Pada saat ini di dalam usaha pembibitan jeruk yang menjadi masalah adalah jumlah air yang tersedia yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman jeruk. Di dalam pembibitan air diperlukan dalam jumlah banyak dan harus tersedia terus menerus. Oleh sebab itu ketersediaan air menjadi sangat sulit dan mengakibatkan air menjadi sangat berharga. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan penelitian tentang interval penyiraman yang diberikan terhadap bibit okulasi jeruk siam dengan menggunakan komposisi tanah yang mampu menyerap air lebih banyak dan menahannya sebagai media pembibitan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui interval penyiraman yang paling sesuai bagi pertumbuhan bibit

okulasi jeruk siam. 2. Mengetahui komposisi media pembibitan yang paling sesuai bagi
pertumbuhan bibit okulasi jeruk siam.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi bagi pelaku usaha pembibitan jeruk siam sehingga jumlah air yang diberikan kepada bibit jeruk lebih efisien dan efektif.
TINJAUAN PUSTAKA
Media Pembibitan
Tanaman jeruk umumnya menyukai media tumbuh dengan keadaan tanah yang cerul, yakni tanah yang mengandung banyak humus, sirkulasi udara bagus, mudah memperoleh O2, kaya akan bahan organis dan permukaan kadar air tanahnya agak dalam (TPK, 1994).
Media tumbuh mempengaruhi tinggi tanaman dan diameter batang yang dampaknya adalah nyata. Dari hasil penelitian ternyata tinggi tanaman dan diameter batang yang ditanam dalam media top soil, pasir, dan pupuk kandang lebih tinggi daripada yang ditanam dalam media pasir. Keadaan ini dikarenakan bahwa media campuran mengandung air, unsur hara makro dan mikro yang labih tinggi dari media pasir (Hutahaean, 1999).
Pengaruh media tumbuh nyata terhadap berat basah baik bagian atas maupun bagian bawah. Hal ini diduga karena air sangat penting peranannya dalam proses metabolisme dan merupakan penyusun struktur tubuh dari tanaman itu sendiri. Gardner, dkk, (1991) menyatakan bahwa air merupakan faktor utama dalam melangsungkan metabolisme pada tanaman.
Lapisan tanah bagian atas pada umumnya mengandung bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan lapisan tanah dibawahnya. Karena akumulasi bahan organik inilah lapisan tanah tersebut berwarna gelap dan merupakan lapisan tanah yang subur sehingga penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman di polybag (Islami dan Utomo, 1995).

2003 Digitized by USU digital library

2

Penggunaan humus sebagai media pembibitan sangat baik karena humus adalah bahan organik yang telah mengalami dekomposisi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Selain itu merupakan sumber N, P, dan S yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhannya (Hakim, dkk, 1986).
Humus merupakan senyawa kompleks agak resisten terhadap pelapukan, berwarna coklat, amorfus bersifat koloidal dan berasal dari jaringan tumbuhan atau binatang yang telah dimodifikasikan atau disintesiskan oleh berbagai jasad renik (Hakim, dkk, 1986).
Sifat humus yang penting adalah kandungan karbon yang agak besar yaitu sekitar 55 – 60 %, umumnya rata-rata 58 % dan kandungan Nitrogennya sekitar 3 – 6 % serta cadangan Posfor dan Belerang yang penting bagi tanaman (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1988).
Pemberian humus yang cukup maka produksi tanaman menjadi jauh lebih baik karena humus ikut menentukan seluruh lingkungan hidup tanaman yang dapat menghisap lebih banyak unsur, dapat bernafas lebih sempurna dan perakaran lebih bisa berkembang (TPK, 1983).
Hubungan Air dengan Tanaman

Kandungan air pada tanaman bervariasi antara 70 - 90%, tergantung spesies, umur, jaringan tertentu dan lingkungannya. Air dibutuhkan tanaman untuk bermacam-macam fungsi tanaman: 1. Sebagai pelarut dan medium untuk reaksi kimia. 2. Medium untuk transpor, zat terlarut organik dan anorganik. 3. Bahan baku untuk fotosintesis, proses hidrolisis dan reaksi-reaksi kimia lainnya
dalam tumbuhan. 4. Medium yang memberikan turgor pada sel tanaman. Turgor menggalakkan
pembesaran sel, struktur tanaman dan penempatan daun. 5. Evaporasi air ( transpirasi ) untuk mendinginkan permukaan tanaman ( Fitter dan Hay, 1981 ).
Air didalam tanah berperan bagi kelangsungan proses kimia dan mikrobiologi tanah. Air penting bagi mekanisme pengambilan unsur hara yaitu intersepsi akar, difusi dan aliran massa. Air diserap tanaman melalui akar bersama-sama unsur hara yang terlarut didalamnya, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman terutama daun melalui pembuluh xylem (Islami dan Utomo, 1995).
Kozlowski (1968) menyatakan bahwa cekaman air akan menyebabkan akar tanaman yang terbentuk sedikit, ukurannya kecil dengan daerah penyebaran relatif sempit. Sebagai akibat lebih lanjut, absorbsi air dan zat hara menurun (Kramer, 1977). Kejadian-kejadian tersebut, diikuti dengan terganggunya metabolisme karbohidrat, protein dan zat pengatur tumbuh dan translokasi sehingga menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dan daun yang baru terbentuk tidak berkembang sempurna.
Stress air mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan memodofikasi secara anatomi, morfologi, fisiologi dan biokimia. Stress air mengurangi pembesaran sel, akibatnya terjadi penurunan laju pertumbuhan, pemanjangan batang, perluasan daun dan pembukaan stomata, penebalan daun dan zat kutin, peningkatan bahan kering dan ratio akar/batang ( Kramer, 1983 ).
Kelebihan air juga dapat menyebabkan perkembangan tanaman menjadi terhambat dan umumnya daun tanaman akan menguning. Tanah yang terlalu basah akan bersifat:

2003 Digitized by USU digital library

3

1. Perakaran akan menjadi lemah, begitu pula aktivitas jasad-jasad hidup tanah juga akan berkurang.
2. Tanah akan menjadi terlalu dingin. 3. Pengolahan tanah menjadi sulit. 4. Pertumbuhan rumput-rumput liar menjadi lebih cepat ( TPK, 1983 ).
Syarat Tumbuh
Iklim Tanaman jeruk siam dapat tumbuh pada ketinggian tempat sampai 1400
meter diatas permukaan laut. Ketinggian tempat tersebut sangat mempengaruhi kualitas serta rasa buah ( TPPS, 1999 ).
Iklim yang sesuai untuk penanaman jeruk siam adalah iklim tipe B dan C berdasarkan penggolongan Smith dan Ferguson. Iklim tipe B memiliki 7-9 bulan basah dan 2-3 bulan kering, sedang tipe C memiliki 5-6 bulan basah dan 2-4 bulan kering. Idealnya pada iklim ini curah hujan berkisar 1500 mm / tahun, serta penyebarannya merata sepanjang tahun ( Joesoef, 1993 ).
Daerah penanaman jeruk siam sebaiknya menerima penyinaran matahari antara 50-60 % dengan perbedaan suhu siang dan malam lebih dari 10 %. Keadaan udara yang lembab akan lebih banyak menimbulkan serangan hama terutama scale insect ( kutu perisai )dan kutu penghisap lainnya( TPPS, 1999 ).
Tanah Tanaman jeruk menghendaki tanah yang gembur,subur dengan keadaan air

tanah yang dangkal tapi tidak tergenang. Dengan demikian penanaman tanaman jeruk pada lahan yang miring akan lebih baik dibanding tanah yang datar. Tanahtanah yang bersifat porous adalah kurang baik (Barus, 1992).
Tanaman jeruk siam dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah asalkan tanah tersebut subur dan gembur. Selain itu kedalaman air tanah tidak terlalu dalam yaitu 0,5 m dimusim hujan dan 1,5 m dimusim kemarau. Pada tanah yang tergenang tanaman ini mudah diserang penyakit akar, tetapi apabila kekurangan air akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan ( Sarwono, 1991 ).
Jeruk siam membutuhkan pH tanah antara 5-7,5. Hasil maksimum diperoleh pada pH 6. Tanaman akan menunjukkan gejala-gejala daun menguning dan buahnya tidak bisa berkembang dengan baik bila tanah memiliki pH dibawah 5. Sedangkan bila tanah memiliki pH diatas 7,5 maka tanaman jeruk akan menunjukkan gejala seperti kekurangan unsur borium pada pucuk-pucuk daun ( TPPS, 1999 ).

2003 Digitized by USU digital library

4

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bangun Rejo, Tanjung Morawa, Deli Serdang dengan ketinggian tempat sekitar 30 meter diatas permukaan laut.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2002 sampai bulan Januari 2003 ( empat bulan ).

Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah bibit Citrus nobilis var. microcarpa Hassk, tanah top soil jenis Podsolik Merah kuning (PMK) ordo ultisol dan humus dari perladangan bambu sebagai media tanam, polybag ukuran 25 x 35 cm sebagai tempat media tanam, insektisida Curacron 500 EC untuk memberantas hama, fungisida Orthocide untuk memberantas jamur. Alat yang digunakan adalah plastik putih transparan, gunting pangkas untuk memotong tunas liar dan tunas yang kering, meteran untuk mengukur tinggi bibit, jangka sorong untuk mengukur diameter bibit, timbangan, handsprayer, oven untuk mencari bobot kering , ayakan, cangkul, alat tulis dan alat-alat lain yang mendukung penelitian ini.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak Terpisah


(RPT) dengan 2 faktor perlakuan yaitu :

Faktor I. Perlakuan Komposisi Media Pembibitan (M) dengan 3 taraf :

M0 = Top Soil : Humus ( 1 : 0 ) M1 = Top Soil : Humus ( 1 : 1 ) M2 = Top Soil : Humus ( 1 : 2 ) Faktor II. Perlakuan Interval Penyiraman (I) dengan 4 taraf :

I0 = Tiap hari dengan dosis 350 ml I1 = Dua hari sekali dengan dosis 700 ml

I2 = Tiga hari sekali dengan dosis 1050 ml I3 = Empat hari sekali dengan dosis 1400 ml

Kombinasi Perlakuan = 12 kombinasi yaitu :M0I0, M1I0, M2I0,

M2I1, M0I2,

M1I2, M2I2, M0I3, M1I3 dan

M2I3.

M0I1,


M1I1,

Pelaksanaan Percobaan Persiapan penelitian yang pertama adalah menentukan jumlah volume siram yang dilakukan sebagai berikut: sampel tanah ( humus dan top soil ) yang telah diambil dari lokasi penelitian dikeringudarakan terlebih dahulu. Kemudian dicari persentase kadar air dan persentase kapasitas lapangnya sehingga diketahui jumlah penambahan air ke polybag untuk mencapai kapasitas lapang. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 1. Tabel :1. Persentase kadar air, persentase kapasitas lapang dan jumlah penambahan
air terhadap komposisi media pembibitan .

Komposisi media pembibitan Top Soil : Humus ( 1 : 0 ) Top Soil : Humus ( 1 : 1 ) Top Soil : Humus ( 1 : 2 )

% KA 5,82 7,75 7,50

% KL 51,65 52,37 52,79

Penambahan Air 3,82 (l) 3,51 (l) 3,47 (l)

2003 Digitized by USU digital library

5

Kemudian tanah yang telah kering udara tersebut dimasukkan masing-masing


kedalam polybag berukuran 5 kg(sesuai dengan perlakuan) dan disiram sesuai hasil

jumlah penambahan air yang telah diperoleh. Kemudian media tersebut dibiarkan

selama 1, 2, 3, dan 4 hari. Jumlah air yang hilang melalui evaporasi, yang diukur

dengan metode penimbangan, menjadi pendekatan volume siram bagi masing-

masing perlakuan komposisi media pembibitan. Dari pengukuran yang dilakukan

diperoleh jum-lah air yang menguap (ml) yang disajikan dalam tabel 2.

Tabel: 2.

Jumlah air yang menguap pada berbagai komposisi media pembibitan

selama 1, 2, 3 dan 4 hari.

KOMPOSISI PEMBIBITAN Top Soil : Humus(1 : 0) Top Soil : Humus(1 : 1) Top Soil : Humus(1 : 2) Rata – Rata


MEDIA

JUMLAH AIR YANG MENGUAP DALAM

1 HARI 2 HARI 3 HARI 4 HARI

420 g

850 g

1210 g 1570 g

380 g

740 g

1120 g 1360 g

280 g


520 g

780 g

960 g

360 g

703,3 g 1036 g 1296,7 g

Berdasarkan pengukuran tersebut diatas ditentukan volume air siraman yang mendekati untuk masing-masing perlakuan yaitu sebagai berikut:
Selang penyiraman 1 hari (I0) sebanyak 350 ml Selang penyiraman 2 hari (I1) sebanyak 700 ml Selang penyiraman 3 hari (I2) sebanyak 1050 ml Selang penyiraman 4 hari (I3) sebanyak 1400 ml.
Naungan dibuat di seluruh petak utama berbentuk segi tiga sama kaki, dengan tinggi segi tiga 1,5 meter dan tinggi sudut kaki segi tiga 0,5 meter diatas permukaan tanah. Naungan terbuat dari plastik berwarna putih transparan.
Sebelum dilakukan pengisian tanah ke polybag terlebih dahulu media pembibitan top soil dan humus dibersihkan dari kotoran, rumput ataupun akar-akar dengan cara mengayak dengan ayakan pasir lalu dikeringudarakan sekitar 4 hari. Pencampuran media pembibitan ini dilakukan berdasarkan berat dan sesuai dengan perlakuan.
Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dibuat lubang tanam tepat di tengah polybag. Polybag bibit yang akan dipindahkan (polybag kecil) dibuka secara hati-hati dengan menyayat bagian sisi samping dan bawah polybag, lalu bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam bersama dengan tanah yang melekat pada bibit pindahan tersebut kemudian ditutup kembali dengan sisa tanah yang ada. Setelah itu dilakukan penyiraman secukupnya.
Bibit yang telah ditanam dipindahkan ke bawah naungan, lalu dipelihara secara rutin yang meliputi penyiangan, pengendalian hama dan penyakit.

Pengamatan dan Pengumpulan Data Pengamatan parameter dilakukan satu minggu sekali untuk tinggi bibit, diameter batang bibit, jumlah cabang primer, jumlah cabang sekunder, jumlah daun, bobot kering daun dan bobot kering batang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui pertumbuhan bibit okulasi jeruk siam pada penelitian ini sebagai akibat dari perlakuan interval penyiraman dan komposisi media pembibitan

2003 Digitized by USU digital library

6

dilakukan pengumpulan data tinggi bibit, diameter batang bibit, jumlah cabang primer, jumlah cabang sekunder, jumlah daun, bobot kering daun dan bobot kering batang. Data selengkapnya untuk parameter tersebut disajikan pada tabel lampiran 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 sedangkan pengaruh interval penyiraman dan komposisi media pembibitan dicantumkan pada tabel 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9.
Tinggi Bibit (cm) Hasil pengamatan untuk tinggi bibit dicantumkan pada tabel lampiran 3 sedangkan pengaruh komposisi media pembibitan dan interval penyiraman dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Komposisi Media Pembibitan dan Interval penyiraman Terhadap
tinggi bibit (cm).

Media Pembibitan (Top Soil:Humus)
1:0 1:1 1:2 Rataan

Interval Penyiraman (hari) 1234 60.71 a 76.75 b 66.71 a 65.38 a 72.50 b 63.42 a 68.46 a 65.38 a 67.00 a 68.13 a 67.17 a 74.08 b 66.74 69.43 67.44 68.28

Rataan
67.39 67.44 69.09

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa interval penyiraman dua hari sekali memberikan tinggi bibit yang tertinggi, kemudian cenderung menurun pada penyiraman empat, tiga dan satu hari sekali. Hal ini disebabkan karena air yang diberikan kepada bibit okulasi jeruk siam cukup bagi pertumbuhan bibit ataupun selalu tersedia pada saat tanaman membutuhkannya. Islami dan Utomo (1995) menyatakan bahwa air yang tersedia bagi tanaman merupakan air yang terikat antara kapasitas lapang dan titik layu permanen dan dinyatakan sebagai air tersedia total.
Dari tabel 3 dapat juga dilihat bahwa komposisi media pembibitan memberikan tinggi bibit yang tertinggi pada komposisi media pembibitan top soil : humus 1 : 2, kemudian cenderung menurun pada komposisi media pembibitan top soil : humus 1 :1 dan 1 : 0. Hal ini disebabkan karena komposisi media pembibitan top soil : humus (1 : 2) merupakan media yang mempunyai tekstur, struktur dan bahan organik yang paling tinggi. Dimanamenurut Hakim, dkk, (1986) bahwa tekstur, struktur dan bahan organik merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya menahan air pada kapasitas lapang dan koefisien layu sehingga menentukan jumlah air yang tersedia.

Diameter Batang Bibit (mm) Hasil pengamatan untuk diameter batang bibit dicantumkan pada tabel lampiran 4 sedangkan pengaruh komposisi media pembibitan dan interval penyiraman dapat dilihat pada tabel 4.

2003 Digitized by USU digital library

7

Tabel 4. Pengaruh Komposisi Media Pembibitan dan Interval Penyiraman Terhadap Diameter Batang (mm).

Media Pembibitan (Top Soil:Humus)
1:0 1:1 1:2 Rataan

Interval Penyiraman (hari)

1234

7.52

8.43

8.08


7.55

8.06

7.46

7.53

7.60

7.91

7.92

7.88

8.08

7.83

7.93

7.83

7.74

Rataan
7.89 7.66 7.94

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa interval penyiraman dua hari sekali memberikan diameter batang bibit yang terbesar, kemudian cenderung menurun pada penyiraman, tiga, satu dan empat hari sekali. Sedangkan komposisi media pembibitan memberikan diameter batang bibit yang terbesar pada komposisi media pembibitan top soil : humus 1 : 2, kemudian cenderung menurun pada komposisi media pembibitan top soil : humus 1 :1 dan 1 : 0. Ini menunjukkan bahwa pertambahan diameter batang bibit sejalan dengan pertambahan tinggi bibit. Barus (1992) menyatakan bahwa pertambahan diameter batang tunas mempunyai pola yang sama dengan variabel respon tinggi tunas.
Jumlah Cabang Primer (Cabang) Hasil pengamatan untuk jumlah cabang primer dicantumkan pada tabel lampiran 5 sedangkan pengaruh komposisi media pembibitan dan interval penyiraman dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Komposisi Media Pembibitan dan Interval Penyiraman Terhadap
Jumlah Cabang Primer (cabang).

Media Pembibitan (Top Soil : Humus)
1:0 1:1 1:2 Rataan

Interval Penyiraman (hari)

12

34

10.33 11.83

9.42

9.75

12.83 11.75

12.25 12.42

12.42 12.25

13.58 11.83

11.86 11.94

11.75 11.33

Rataan
10.33 12.31 12.52

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa interval penyiraman dua hari sekali memberikan jumlah cabang primer yang terbanyak, kemudian cenderung menurun pada penyiraman, satu, tiga dan empat hari sekali. Sedangkan komposisi media pembibitan memberikan jumlah cabang primer yang terbanyak pada komposisi media pembibitan top soil : humus 1 : 2, kemudian cenderung menurun pada komposisi media pembibitan top soil : humus 1 :1 dan 1 : 0. Ini menunjukkan bahwa pertambahan jumlah cabang primer sejalan dengan pertambahan tinggi bibit dan diameter batang bibit.
Jumlah Cabang Sekunder (Cabang) Hasil pengamatan untuk jumlah cabang sekunder dicantumkan pada tabel lampiran 6 sedangkan pengaruh komposisi media pembibitan dan interval penyiraman dapat dilihat pada tabel 6.

2003 Digitized by USU digital library

8

Tabel 6. Pengaruh Komposisi Media Pembibitan dan Interval Penyiraman Terhadap Jumlah Cabang Sekunder (cabang).

Media Pembibitan (Top Soil : Humus)
1:0 1:1 1:2 Rataan

Interval Penyiraman (Hari)

1234

0.58

0.75

1.25

0.17

0.50

0.83

0.67

0.67

1.67

0.75

2.08

1.33

0.92

0.78

1.33

0.72

Rataan
0.69 0.67 1.46

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa interval penyiraman tiga hari sekali memberikan jumlah cabang sekunder yang terbanyak, kemudian cenderung menurun pada penyiraman, satu, dua empat hari sekali. Sedangkan komposisi media pembibitan memberikan jumlah cabang primer yang terbanyak pada komposisi media pembibitan top soil : humus 1 : 2, kemudian cenderung menurun pada komposisi media pembibitan top soil : humus 1 : 0 dan 1 : 1. Ini menunjukkan bahwa pertambahan jumlah cabang primer sejalan dengan pertambahan jumlah cabang primer, karena cabang sekunder keluar dari cabang primer.
Jumlah Daun (helai) Hasil pengamatan untuk jumlah daun dicantumkan pada tabel lampiran 7 sedangkan pengaruh komposisi media pembibitan dan interval penyiraman dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Komposisi Media Pembibitan dan Interval Penyiraman Terhadap
Jumlah Daun (helai).

Media Pembibitan (Top Soil : Humus)
1:0 1:1 1:2 Rataan

Interval Penyiraman (Hari) 1 2 34 125.67 127.33 120.08 125.75 125.92 123.25 128.50 124.50 124.92 126.83 127.25 125.25 125.50 125.81 125.28 125.17

Rataan
124.71 125.54 126.06

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa interval penyiraman dua hari sekali memberikan jumlah daun yang terbanyak, kemudian cenderung menurun pada penyiraman satu, tiga dan empat hari sekali. Sedangkan komposisi media pembibitan memberikan jumlah daun yang terbanyak pada komposisi media pembibitan top soil : humus 1 : 2, kemudian cenderung menurun pada komposisi media pembibitan top soil : humus 1 : 1 dan 1 : 0. Ini menunjukkan bahwa pertambahan jumlah daun sejalan dengan pertambahan jumlah cabang primer dan jumlah cabang sekunder karena daun terbentuk dari cabang.
Bobot Kering Daun (g) Hasil pengamatan untuk bobot kering daun dicantumkan pada tabel lampiran 8 sedangkan pengaruh komposisi media pembibitan dan interval penyiraman dapat dilihat pada tabel 8.

2003 Digitized by USU digital library

9

Tabel 8. Pengaruh Komposisi Media Pembibitan dan IntervalPenyiraman Terhadap Bobot Kering Daun (g).

Media Pembibitan (Top Soil : Humus)
1:0 1:1 1:2 Rataan

Interval Penyiraman (Hari)

1 2 34

8.62

11.88 12.52 10.60

13.73 10.81 12.53 11.61

13.64 10.51 15.19 14.44

12.00 11.07 13.41 12.21

Rataan
10.91 12.17 13.45

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa interval penyiraman dua hari sekali memberikan bobot kering daun yang terberat, kemudian cenderung menurun pada penyiraman satu, tiga dan empat hari sekali. Sedangkan komposisi media pembibitan memberikan bobot kering daun yang terberat pada komposisi media pembibitan top soil : humus 1 : 2, kemudian cenderung menurun pada komposisi media pembibitan top soil : humus 1 : 1 dan 1 : 0. Ini menunjukkan bahwa bobot kering daun sejalan dengan pertambahan jumlah daun yang berarti semakin banyak jumlah daun maka bobot kering daun bertambah.
Bobot Kering Batang (g) Hasil pengamatan untuk bobot kering batang dicantumkan pada tabel lampiran 9 sedangkan pengaruh komposisi media pembibitan dan interval penyiraman dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Pengaruh Komposisi Media Pembibitan dan Interval Penyiraman Terhadap
Bobot Kering Batang (g).

Media Pembibitan (Top Soil : Humus)
1:0 1:1 1:2 Rataan

Interval Penyiraman (Hari)

1 23 4

5.78

9.29 9.72

7.82

9.19

6.21 9.12

8.89

8.83

6.73 9.64 11.02

7.93

7.41 9.50

9.24

Rataan
8.15 8.35 9.06

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa interval penyiraman tiga hari sekali memberikan bobot kering batang yang terberat, kemudian cenderung menurun pada penyiraman satu, dua dan empat hari sekali. Sedangkan komposisi media pembibitan memberikan bobot kering batang yang terberat pada komposisi media pembibitan top soil : humus 1 : 2, kemudian cenderung menurun pada komposisi media pembibitan top soil : humus 1 : 1 dan 1 : 0. Ini menunjukkan bahwa bobot kering batang sejalan dengan pertambahan tinggi bibit yang berarti semakin tinggi suatu bibit maka semakin besar diameter batang bibit dan bertambah banyak jumlah cabang sehingga bobot kering batang juga bertambah.

2003 Digitized by USU digital library

10

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Komposisi media pembibitan yang paling baik dalam pembibitan bibit okulasi jeruk siam adalah top soil : humus 1 : 2. 2. Interval penyiraman yang paling baik dalam pembibitan bibit okulasi jeruk siam adalah dua hari sekali.
Saran Jika penelitian ingin diulang, maka sebaiknya waktu yang digunakan lebih lama agar hasil dari pengaruh perlakuan dapat dilihat.
DAFTAR PUSTAKA
Barus, A. 1992, Pengaruh Tinggi Penempelan Dan Diameter Batang Bawah Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Jeruk. Lembaga Penelitian USU, Medan.
Buckman. H.O dan Brady.N.C. 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya, Jakarta.
Fitter dan Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Gardner, F.P. R.B. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan H. Susilo dan subianto. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Ginting, J. 1992. Mempelajari Perkembangan Akar Dan Pertumbuhan Bibit Jeruk Akibat Perbedaan Bobot Isi Media Tanah Dan Sumber Pupuk Kalium. Lembaga Penelitian USU, Medan.
Hakim, N, M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.H. Diha, G.D. Hong dan H.H. Bayley. 1986. Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung Press, Lampung.
Hansen, V.E, O.W. Israelson, G.E. Stringham. 1992. Dasar-Dasar Dan Praktek Irigasi, Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta.
Harjadi, S.S. 1979. Pengantar Agronomi. Fakultas Pertanian, IPB.
Hutahayan, G.M., 1999. Pengaruh ZPT GA3 Dan Perbedaan Media Tumbuh Terhadap Perkecambahan Benih Kopi Robusta (Coffea canefora. Pierra ex. Froehner). Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Skripsi Hal 53 –54 (Tidak dipublikasikan).
Inawati, K. 1989. Pengelolaan Pembibitan Jeruk Dengan Cara Minigrafting di PT. Hartimart Utama Bawen, Jawa Tengah. Laporan KKN, Jurusan Budidaya Pertanian, IPB, Bogor.
Islami,T dan W.H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang.
Joesoef, M. 1993. Penuntun Berkebun Jeruk. Bhratara, Jakarta.

2003 Digitized by USU digital library

11

Kozlowski, T.T. 1968. Water Deficit and Plant Growth. Academic Press, New York.
Kramer, P.J. 1977. Plant and Soil Water Relationship. TMH ed. Mc.Graw Hill Pub. Co. London.
. 1983. Water Relationship of Plants. Academic Press, Santa Clara, Calif.
Pracaya. 2000. Jeruk Manis : Varietas, Budidaya dan Pascapanen. Swadaya, Jakarta.
Rismunandar. 1983. Membudidayakan Tanaman Buah-Buahan. Sinar Baru, Bandung.
Salisbury, F.B dan C.W.Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Terjemahan dari Plant Physiologi Oleh D.R. Lukman dan Sumaryono. ITB, Bandung.
Sarwono, B. 1991. Jeruk dan Kerabatnya. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sutedjo, M.M dan A.G. Kartasapoetra. 1988. Pengantar Ilmu Tanah, Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Bina Aksara, Jakarta.
TPK. 1983. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Kanisius, Yogyakarta.
. 1994. Budidaya Tanaman Jeruk. Kanisius, Yogyakarta.
TPPS. 1999. Peluang Usaha dan Pembudidayaan Jeruk Siam. Penebar Swadaya, Jakarta.
Lampiran 1. Data Pengamatan Tinggi Bibit 12 MST

Perlakuan
M0I0 M0I1 M0I2 M0I3 M1I0 M1I1 M1I2 M1I3 M2I0 M2I1 M2I2 M2I3 TOTAL RATAAN

I
68.63 78.75 71.25 66.50 69.13 55.63 68.13 66.75 59.50 63.13 60.88 61.63 789.88 65.82

Blok
II
57.38 69.88 69.88 67.75 72.25 66.88 69.25 68.13 66.00 74.25 68.88 82.13 832.63 69.39

III
56.13 81.63 59.00 61.88 76.13 67.75 68.00 61.25 75.50 67.00 71.75 78.50 824.50 68.71

Total
182.13 230.25 200.13 196.13 217.50 190.25 205.38 196.13 201.00 204.38 201.50 222.25 2447.00

Rataan
60.71 76.75 66.71 65.38 72.50 63.42 68.46 65.38 67.00 68.13 67.17 74.08
67.97

2003 Digitized by USU digital library

12

Lampiran 2. Data Pengamatan Diameter Batang 12 MST

PERLAKUAN
M0I0 M0I1 M0I2 M0I3 M1I0 M1I1 M1I2 M1I3 M2I0 M2I1 M2I2 M2I3 TOTAL RATAAN

I
7.73 8.13 8.30 7.70 7.20 6.36 7.10 7.33 7.63 7.85 7.65 7.90 90.86 7.57

BLOK II
7.05 7.73 8.79 7.90 8.19 7.78 7.05 8.40 8.28 8.28 8.00 8.23 95.65 7.97

III
7.78 9.43 7.14 7.06 8.80 8.24 8.44 7.06 7.84 7.63 7.98 8.10 95.48 7.96

TOTAL
22.55 25.28 24.23 22.66 24.19 22.38 22.59 22.79 23.74 23.75 23.63 24.23 281.99

Lampiran 3. Data Pengamatan Jumlah Cabang Primer 12 MST

RATAAN
7.52 8.43 8.08 7.55 8.06 7.46 7.53 7.60 7.91 7.92 7.88 8.08
7.83

PERLAKUAN
M0I0 M0I1 M0I2 M0I3 M1I0 M1I1 M1I2 M1I3 M2I0 M2I1 M2I2 M2I3 TOTAL RATAAN

I
10.00 13.25 11.50 10.00 11.75 9.25 9.50 11.75 12.50 12.00 11.25 11.25 134.00 11.17

BLOK II
10.25 10.00 8.00 7.75 11.75 14.00 12.50 13.50 12.50 12.75 16.00 14.00 143.00 11.92

III
10.75 12.25 8.75 11.50 15.00 12.00 14.75 12.00 12.25 12.00 13.50 10.25 145.00 12.08

TOTAL
31.00 35.50 28.25 29.25 38.50 35.25 36.75 37.25 37.25 36.75 40.75 35.50 422.00

RATAAN
10.33 11.83 9.42 9.75 12.83 11.75 12.25 12.42 12.42 12.25 13.58 11.83
11.72

2003 Digitized by USU digital library

13

Lampiran 4. Data Pengamatan Cabang Sekunder 12 MST

PERLAKUAN
M0I0 M0I1 M0I2 M0I3 M1I0 M1I1 M1I2 M1I3 M2I0 M2I1 M2I2 M2I3 TOTAL RATAAN

I
1.25 1.75 1.00 0.25 0.25 0.25 1.00 1.00 3.50 1.25 3.50 1.75 16.75 1.40

BLOK II
0.00 0.50 2.25 0.00 1.00 1.50 0.25 0.75 1.00 0.75 1.75 1.00 10.75 0.90

III
0.50 0.00 0.50 0.25 0.25 0.75 0.75 0.25 0.50 0.25 1.00 1.25 6.25 0.52

TOTAL
1.75 2.25 3.75 0.50 1.50 2.50 2.00 2.00 5.00 2.25 6.25 4.00 33.75

Lampiran 5. Data Pengamatan Jumlah Daun 12 MST

RATAAN
0.58 0.75 1.25 0.17 0.50 0.83 0.67 0.67 1.67 0.75 2.08 1.33
0.94

PERLAKUAN
M0I0 M0I1 M0I2 M0I3 M1I0 M1I1 M1I2 M1I3 M2I0 M2I1 M2I2 M2I3 TOTAL RATAAN

I
114.25 112.25 114.00 138.00 121.00 111.50 121.25 126.75 112.75 114.00 122.75 130.75 1439.25 119.94

BLOK II
130.25 130.25 128.00 128.00 131.75 136.25 140.00 134.75 119.00 134.50 137.00 134.75 1584.50 132.04

III
132.50 139.50 118.25 111.25 125.00 122.00 124.25 112.00 143.00 132.00 122.00 110.25 1492.00 124.33

TOTAL
377.00 382.00 360.25 377.25 377.75 369.75 385.50 373.50 374.75 380.50 381.75 375.75 4515.75

RATAAN
125.67 127.33 120.08 125.75 125.92 123.25 128.50 124.50 124.92 126.83 127.25 125.25
125.44

2003 Digitized by USU digital library

14

Lampiran 6. Data Pengamatan Bobot Kering Daun 12 MST

PERLAKUAN
M0I0 M0I1 M0I2 M0I3 M1I0 M1I1 M1I2 M1I3 M2I0 M2I1 M2I2 M2I3 TOTAL RATAAN

I
12.02 12.85 13.40 12.20 16.07 10.40 13.82 11.70 15.82 8.01 10.91 12.44 149.64 12.47

BLOK II
6.75 12.08 15.00 13.24 8.07 14.00 13.74 13.57 13.20 11.03 16.20 14.95 151.83 12.65

III
7.10 10.72 9.15 6.35 17.05 8.04 10.02 9.55 11.90 12.49 18.47 15.92 136.76 11.40

TOTAL
25.87 35.65 37.55 31.79 41.19 32.44 37.58 34.82 40.92 31.53 45.58 43.31 438.23

RATAAN
8.62 11.88 12.52 10.60 13.73 10.81 12.53 11.61 13.64 10.51 15.19 14.44
12.17

Lampiran 7. Data Pengamatan Bobot Kering Batang 12 MST

PERLAKUAN
M0I0 M0I1 M0I2 M0I3 M1I0 M1I1 M1I2 M1I3 M2I0 M2I1 M2I2 M2I3 TOTAL RATAAN

I
4.55 11.66 4.89 6.49 11.28 7.60 8.13 10.93 9.91 7.12 10.75 8.64 101.95 8.50

BLOK II
4.45 7.93 14.71 8.73 5.36 5.94 8.71 9.22 9.03 4.97 6.76 11.98 97.79 8.15

III
8.33 8.28 9.57 8.25 10.94 5.08 10.53 6.52 7.56 8.10 11.41 12.43 107.00 8.92

TOTAL
17.33 27.87 29.17 23.47 27.58 18.62 27.37 26.67 26.50 20.19 28.92 33.05 306.74

RATAAN
5.78 9.29 9.72 7.82 9.19 6.21 9.12 8.89 8.83 6.73 9.64 11.02
8.52

2003 Digitized by USU digital library

15