41
2.2.1. Kehidupan Berkelompok
Manusia sebagai mahluk yang paling unggul di mukabumi memiliki kele- bihan dibandingkan dengan mahluk lainnya, karena manusia diberi akal maka
tercipta kebudayaan yang memiliki fungsi untuk bertahan hidup, mengembang- kan kehidupan, dan melakukan reproduksi. Dengan demikian, bahwa kebuda-
yaan merupakan hasil karya manusia yang tidak dimiliki oleh mahluk lainnya. Manusia sebagai mahluk yang berbudaya tidak dapat hidup sendiri, tetapi
memerlukan manusia lainnya agar kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi. Seperti yang dikemukakan Suparlan 19811982 yaitu : Tidak ada seorang manusiapun
yang tidak hidup dalam suatu lingkungan manusia. Dengan kata lain, tidak ada seorang manusiapun yang tidak tergolong sebagai mahluk sosial. Karena itu,
manusia senantiasa akan hidup dengan manusia lain di dalam kelompoknya.
Pada mulanya manusia Indonesia sebelum membentuk komunitas sampai
menjadi suku-bangsa
hidup secara
berkelompok, menurut
Hendropuspito 1989 : 42-44 didasari oleh : Kepentingan yang sama; darah dan keturunan yang sama; daerah yang sama; dan ciri badaniah yang sama.
Atas dasar kesamaan inilah, maka manusia tidak dapat hidup sendiri, kemudian satu sama lain terjadi saling ketergantungan. Kelompok yang terjadi dalam
perkembangan manusia Indonesia, sebagai cikal-bakal suku-bangsa merupakan kelompok yang langgeng dan terus berkembang sesuai adaptasi mereka
terhadap lingkungan geografis tempat
mereka berada. Adapun ciri pengelompokan ini menurut Gerungan 1978 : 92 - 93 sebagai berikut :
1. Terdapatnya dorongan motif yang sama pada individu-individu yang menyebabkan terjadinya interaksi di antaranya ke arah tujuan
yang sama. 2. Terjadilah akibat-akibat interaksi yang berlainan terhadap individu-
individu yang satu banding yang lain, berdasarkan reaksi- reaksi dan kecakapan-kecakapan yang berbeda-beda antara individu yang
terlibat di dalamnya. Oleh karena itu lambat laun mulai terbentuk pembagian tugas serta struktur tugas-tugas tertentu dalam usaha
bersama untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam pada itu mulai pula terbentuknya norma-norma yang khas dalam interaksi
kelompok ke arah tujuannya sehingga terbentuklah kelompok sosial dengan ciri-cirinya yang khas.
3. Pembentukkan dan penegasan struktur atau organisasi kelompok yang jelas dan terdiri atas peranan-peranan dan kedudukan
hierarkis yang lambat laun berkembang dengan sendirinya di dalam usaha pencapaian tujuannya. Terjadinya pembatasan yang jelas
antara usaha-usaha dan orang termasuk ingroup, serta usaha- usaha dan orang outgroup.
4. Terjadinya penegasan dan peneguhan norma-norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur interaksi dan
kegiatan anggota kelompok dalam merealisasi tujuan kelompok. Norma-norma dan pedoman tingkahlaku ini seperti juga struktur
42 pembagian tugas anggotanya, merupakan norma dan struktur yang
khas bagi kelompoknya. Keempat ciri tersebut, akan dimiliki setiap kelompok. Begitupula halnya mereka
yang merupakan cikal-bakal suku-bangsa di Indonesia yang datang dari Utara dengan kelompok-kelompok kecil, mereka memiliki tujuan bersama dan hidup
saling bantu-membantu dengan pembagian tugas masing-masing, baik yang menyangkut kepentingan keamanan, perlindungan, mencari bahan makanan,
pembagian tugas berdasarkan jenis kelamin dan usia, maupun pembagian tugas yang berhubungan dengan tingkat kecakapan atau keterampilan berburu dan
meramu, membuat perlengkapan hidup, pengetahuan dan lain-lain. Hidup berkelompok memerlukan pengaturan tingkah laku dari anggotanya agar
kelompok tetap bersatu terintegrasi tidak terpecah akibat adanya perilaku menyimpang dari anggotanya, pengaturan tingkah-laku ini diwujudkan dalam
bentuk norma. Pengertian norma sendiri seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi 1991 : 110 sebagai berikut :
Norma sosial adalah patokan-patokan umum mengenai tingkah laku dan sikap individu anggota kelompok yang dikehendaki oleh kelompok
mengenai bermacam-macam hal yang berhubungan dengan kehidupan kelompok yang melahirkan norma itu. Dalam pada itu tidak semua
kelompok mempunyai norma-norma tingkah laku dan sikap mengenai situasi yang dihadapi oleh anggota-anggota kelompok itu di dalam
interaksinya. Bermacam-macam kelompok dapat memiliki bermacam- macam norma-norma, bermacam-macam situasi interaksi.
Norma sebagai hasil interaksi sesama anggota kelompok bertujuan untuk keselarasan dan ketertiban hidup di dalam kelompok bersangkutan, sehingga
kelompok dapat terus berjalan sesuai dengan tujuan kelompok itu sendiri. Norma yang terbentuk di dalam kehidupan kelompok bands lebih banyak di tekankan
pada sistem kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat ghaib atau roh, sehingga anggota kelompok takut terhadap roh yang berasal dari pemimpin yang
paling dihormati dan dianggap banyak melindungi kehidupan kelompoknya. Apabila terdapat salah seorang anggota kelompok yang melanggar ketentuan
atau aturan norma yang telah ditetapkan, maka yang bersangkutan akan mendapatkan musibah atau hal lain yang merugikan dirinya. Dengan demikian,
setiap anggota kelompok akan takut berbuat kesalahan atau melanggar norma. Karena itu norma terus bertahan di dalam kehidupan dan terus berkembang
sesuai dengan kehidupan kelompok bersangkutan.
Kelompok masyarakat di awal pembentukan suku-bangsa ini lambat laun terus berkembang, dari kehidupan yang terus berpindah-pindah kemudian
menetap dan membentuk komunitas. Perubahan dari kelompok, kemudian membentuk komunitas yang akhirnya menjadi suku-bangsa, ternyata ada yang
terus dipertahankan, yaitu kepercayaan terhadap roh sebagai norma yang
43 mengikat anggotanya agar terjadi ketertiban, sehingga norma ini dijadikan
hukum yang berlaku walaupun tidak secara tertulis. Perubahan terhadap norma dapat terjadi di saat anggota kelompok sudah tidak memerlukannya apalagi
kelompok sudah semakin membesar dengan membentuk komunitas bahkan menjadi suku bangsa, apalagi sudah adanya kontak dengan budaya luar, banyak
norma-norma yang berlaku digantikan dengan norma yang baru.
2.2.2. Pembentukan Komunitas