belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari pengertian tersebut diketahui bahwa belajar memang selalu berkaitan dengan
perubahan, baik yang meliputi keseluruhan tingkah laku maupun yang hanya terjadi pada beberapa aspek dari kepribadian individu.
Di dunia pendidikan guru memiliki peran penting dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Guru memberikan pelayanan agar peserta didik belajar.
Proses belajar mengajar yang dilaksanakan harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menjadikan siswa lebih aktif dibandingkan
guru student dominated class. Akan tetapi, pada umumnya mayoritas guru masih menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional. Guru lebih
berperan aktif dibandingkan dengan peserta didik teacher dominated class. Hal ini dapat menghambat perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik
peserta didik.Peserta didik tidak dibiasakan berpikir kritis, dan kreatif. Hal ini juga dapat dipandang bahwa belajar hanya merupakan proses transfer
pengetahuan yang dimiliki guru ke peserta didik, bukan membantu untuk mengembangkan penalaran berpikir dan pemahaman konsep peserta didik.
Menanggapi masalah tersebut diperlukan suatu teori belajar yang dapat mengembangkan potensi, penalaran berpikir, dan pemahaman konsep peserta
didik, sehingga menjadikan peserta didik lebih aktif dibandingkan dengan guru. Berdasarkan uraian di atas penulis memandang perlunya menanggapi
permasalahan tersebut. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas beberapa teori belajar
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian teori belajar matematika? 2. Apa saja yang termasuk teori pembelajaran matematika?
3. Bagaimana penerapan teori pembelajaran dalam pembelajaran matematika?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian teori belajar matematika
2
2. Untuk mengetahui teori yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika dan bagaimana implementasinya dalam pembelajaran
matematika
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Belajar Matematika
Teori belajar atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi 1988 adalah berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi
terhadap mental peserta didik. Sementara itu, pengertian tentang belajar itu sendiri berbeda-beda menurut teori belajar yang dianut seseorang. Menurut
pandangan modern menganggap bahwa belajar merupakan kegiatan mental seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut dapat
dilihat ketika siswa memperlihatkan tingkah laku baru, yang berbeda dari tingkah laku sebelumnya. Selain itu, perubahan tingkah laku tersebut dapat
dilihat ketika seseorang memberi respons yang baru pada situasi yang baru Gledler, 1986. Hudoyo 1998 menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan
yang berlangsung dalam mental seseorang, sehingga terjadi perubahan tingkah laku, di mana perubahan tingkah laku tersebut bergantung kepada
pengalaman seseorang.
B. Teori Pembelajaran Matematika
1. Teori Pembelajaran Piaget dan Implementasinya Pada umumnya anak SD berumur sekitar 67-12 tahun. Menurut
Piaget, anak seumur ini berada pada periode operasi konkret. Periode ini disebut operasi konkret sebab berpikir logiknya didasarkan pada
manipulasi fisik objek-objek konkret. Anak yang masih berada pada periode ini untuk berpikir abstrak masih membutuhkan bantuan
memanipulasi obyek-obyek konkret atau pengalaman-pengalaman yang langsung dialaminya.
Dalam belajar, menurut Piaget, struktur kognitif yang dimiliki seseorang terjadi karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah
4
proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung menyatu dengan struktur mental yang sudah dimiliki seseorang. Adapun
akomodasi adalah proses menstruktur kembali mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru. Jadi belajar tidak hanya menerima
informasi dan pengalaman lama yang dimiliki anak didik untuk mengakomodasikan informasi dan pengalaman baru. Oleh karena itu, yang
perlu diperhatikan pada tahap operasi konkret adalah pembelajaran yang didasarkan pada benda-benda konkret agar mempermudah anak didik
dalam memahami konsep-konsep matematika. Misalnya untuk memahami suatu konsep matematika, anak
memerlukan bantuan memanipulasi benda-benda konkret yang relevan sebagai pengalaman langsung. Contoh untuk memahami konsep
penjumlahan bilangan cacah 3+4 anak perlu mengalami menggabungkan kelompok 3 benda dengan kelompok 4 benda menjadi satu kelompok baru.
Dapat juga dengan melakukan permainan berlagu ular naga panjangnya atau naik kereta api.
Menurut Piaget, perkembangan belajar matematika anak melalui 4 tahap yaitu tahap konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak. Pada
tahap Konkret, kegiatan yang dilakukan anak adalah untuk mendapatkan pengalaman langsung atau memanipulasi objek-objek konkret. Pada tahap
semi konkret sudah tidak perlu memanipulasi objek-objek konkret lagi seperti pada tahap konkret, tetapi cukup dengan gambaran dari objek yang
dimaksud. Kegiatan yang dilakukan anak pada tahap semi abstrak memanipulasimelihat tanda sebagai ganti gambar untuk dapat berpikir
abstrak. Sedangkan, pada tahap abstrak anak sudah mampu berpikir secara abstrak dengan melihat lambangsimbol atau membacamendengar secara
verbal tanpa kaitan dengan objek-objek konkret. untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh tahap anak dalam memahami bilangan 3 tiga berikut:
5
Pada tahap konkret: misal anak melihat 3 ekor kelinci untuk dapat memahami bilangan 3
Pada tahap semi konkret: dengan melihat gambar 3 kelinci anak mampu memahami bilangan 3.
Pada tahap semi abstrak: dengan melihat 3 tanda misalnya noktah, anak mampu memahami bilangan 3
Pada tahap abstrak: dengan melihat angka 3 atau mendengar “tiga”, anak sudah mampu memahami bilangan 3
Implementasi Pembelajaran Matematika SD menurut Teori Piaget a. Tahap operasi konkret 7 – 11 tahun
Tahap operasi konkret dicirikan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada aturan – aturan tertentu yang logis.
Tahap operasi konkret ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa- apa yang kelihatan nyatakonkret. Anak masih
mempunyai kesulitan untuk menyelesaikan persoalan yang mempunyai banyak variabel. Misalnya, bila suatu benda A dikembangkan dengan
cara tertentu menjadi benda B, dapat juga dibuat bahwa benda B dengan cara tertentu kembali menjadi benda A. Dalam matematika,
diterapkan dalam operasi penjumlahan +, pengurangan -, urutan , dan persamaan =.
Contohnya, 5 + 3 = 8 dan 8 – 3 = 5 Pada umur 8 tahun, anak sudah memahami konsep
penjumlahanyang seterusnya berlanjut pada perkalian. Misalnya guru memberikan soal kepada siswa mengenai perkalian.
Guru: “Berapa 8 × 4, Dony?” Dony: “ 32 Pak”
6
Pada umur 9 tahun, penalaran anak masih cenderung tidak dapat menghubungkan suatu rangkaian atau gagasan yang terpisah dalam
suatu keseluruhan yang masih kurang jelas. Contohnya dalam menyelesaikan persoalan berikut:
Rambut Tina T kurang gelap daripada rambut Sinta S. Rambut Tina Ts lebih gelap daripada rambut Lily L.
Rambut siapa yang lebih gelap? 2. Teori Pembelajaran Bruner
Menurut Bruner, belajar matematika adalah belajar tentang konsep- konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi
yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika.
Pemahaman terhadap konsep dan struktur suatu materi menjadikan materi itu mudah dipahami secara lebih komprehensif. selain itu anak
didik lebih mudah mengingat materi bila yang dipelajari mempunyai pola terstruktur. Dengan memahami konsep dan struktur akan mempermudah
terjadinya transfer. Dalam belajar, Bruner hampir selalu memulai dengan memusatkan
manipulasi material. Anak didik harus menemukan keteraturan dengan cara pertama-tama memanipulasi material yang sudah dimiliki anak
didik. Berarti anak didik dalam belajar haruslah terlibat aktif mentalnya yang dapat diperlihatkan dari keaktifan fisiknya. Bruner melukiskan
anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan mental, yaitu: 1. Tahap Enaktif
Pada tahap ini, dalam belajar anak didik menggunakan atau memanipulasi objek-objek konkret secara langsung. Misalnya,
jnjm untuk memahami konsep operasi pengurangan bilangan cacah 7-4, anak memerlukan pengalaman mengambilmembuang 4 benda
dari sekelompok 7 benda. 2. Tahap Ikonik
7
Pada tahap ini kegiatan anak didik mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek konkret. Anak didik tidak
memanipulasi langsung objek-objek konkret seperti pada tahap anektif, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan memakai
gambaran dari objek-objek yang dimaksud. 3. Tahap Simbolik
Tahap ini merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek.
Dari hasil penelitian Bruner ke sekolah-sekolah, dalam belajar matematika ada beberapa teori yang berlaku yang disebutnya dengan
dalil. Terori tersebut antara lain adalah 1. Dalil Penyusunan
Menurut dalil penyusunan, siswa selalu ingin mempunyai kemampuan menguasai definisi, teorema, konsep dan kemampuan
matematis lainnya. Oleh karena itu, siswa hendaknya dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Untuk menguasai suatu
konsep matematis hendaknya siswa mencoba dan melakukan sendiri kegiatan yang mengacu pada perumusan dan penyusunan
konsep tersebut. Jika dalam proses perumusan dan penyusunan tersebut disertai bantuan objek-objek konkret, maka anak lebih
mudah untuk memahaminya, dan idekonsep tersebut lebih tahan lama dalam ingatannya. Untuk itu, dalam pembelajaran konsep
matematis, guru hendaknya benar-benar memberi kesempatan anak untuk melaksanakan tahap enaktif.
2. Dalil Notasi Dalil Notasi menyatakan bahwa dalam penyajian konsep
matematis, notasi memegang peranan yang sangat penting. Penggunaan notasi dalam menyatakan konsep matematis tertentu
harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak didik. Misalnya notasi untuk menyatakan fungsi fx = x + 5, untuk anak
8
SD dapat digunakan + = ∆ + 5, sedangkan bagi anak sekolah lebih lanjut SLTP dapat digunakan {x.y | y = x + 5}.
3. Dalil Pengkontrasan dan Keanekaragaman Pengkontrasan dan Keanekaragaman sangat penting dalam
melakukan pengubahan konsep matematika dari konsep konkret menjadi konsep yang lebih abstrak. Untuk melakukan itu
diperlukan banyak contoh dan beranekaragam, sehingga anak memahami karakteristik konsep yang dipelajari. Contoh-contoh
yang diberikan hendaknya memenuhi rumusan konsep yang sedang dipelajari. Untuk dapat lebih memahami karakteristik konsep, juga
diperlukan contoh yang tidak memenuhi rumusan konsep. Misalnya untuk memahami konsep bilangan 2 dua diberi kegiatan
membuat kelompok benda-benda yang beranggotakan 2. selain itu juga diberi kegiatan membuat kelompok benda yang anggotanya
tidak 2 untuk lebih memahami kosep bilangan 2. Atau memilih kelompok mana yang merupakan kelompok 2 benda dan kelompok
mana yang bukan kelompok 2 benda. berikut ini contoh kegiatan yang diberikan pada siswa kelas 1 SDMI.
berilah tanda x pada kelompok yang bukan 2 benda
4. Dalil Pengaitan
9
Dalil Pengaitan menyatakan bahwa antara konsep bahwa antara konsep matematika yang satu dengan konsep yang lain mempunyai
kaitan yang erat, baik dari segi isi maupun dari segi penggunaan rumus-rumus. Materi yang satu merupakan prasyarat bagi materi
yang lain, atau suatu konsep digunakan untuk menjelaskan konsep yang lain. Misalnya dengan pendekatan intuitif-deduktif, rumus isi
tabung diperlukan untuk menemukan rumus isi kerucut. Untuk itu diperlukan alat peraga model sebuah tabung tanpa tutup dan sebuah
kerucut tanpa bidang alas yang terbuat dari mika atau karton, dengan syarat tinggi tabung sama dengan tinggi kerucut dan jari-
jari alas tabung sama dengan jari-jari alas kerucut, dan pasir.
Anak akan mendapatkan bahwa untuk mengisi tabung dengan pasir hingga penuh dengan memakai takaran kerucut, diperlukan 3 kali
menuangkan pasir dari kerucut yang penuh pasir kedalam tabung. Secara intuitif anak dapat mengerti bahwa isi tabung = 3x isi
kerucut. Kemudian dengan penalaran deduktif anak diajak menurunkan rumus isi kerucut dari isi tabung.
Dari percobaan diperoleh isi tabung = 3 x isi kerucut, atau isi kerucut = 13 x isi tabung.
karena isi tabung =
10
Implementasi Teori Brunner Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan
dengan: a. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda
ajarkan. b. Bantu siswa belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-
konsep. c. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari
jawabannya sendiri. d. Ajak dan beri semangat siswa belajar untuk memberikan pendapat
berdasarkan intuisinya. 3. Teori Pemebelajaran Dienes
Perkembangan konsep matematika menurut Dienes dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian kegiatan
belajarnya berjalan dari yang konkret ke simbolik. Menurutnya, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam
permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik.
Dapat dikatakan bahwa objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika
dimanipulasi dengan baik. Konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap
belajar menjadi 6 tahap, yaitu: 1. Permainan bebas free play
Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi
kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai belajar membentuk struktur
mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep. Guru dapat mengarahkan pengetahuan dan mempertajam
11
konsep yang sedang dipelajari. Misalkan dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak
tentang warna, tebal tipisnya benda, yang merupakan cirisifat dari benda yang dimanipulasinya.
2. Permainan yang disertai aturan games Pada periode permainan yang disertai aturan terstruktur, anak
didik mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat atau tidak terdapat dalam konsep matematika tertentu. Melalui
permainan anak mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Pada tahap ini anak didik juga sudah
mulai mengabstraksikan konsep. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan sesuatu
kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk menolak yang tidak relevan dengan
pengalaman itu. Hal ini selaras dengan dalil keanekaragaman dan pengkontrasan dari Bruner.
3. Permainan kesamaan sifat searching for communities Dalam permainan untuk mencari kesamaan sifat, anak mulai
diarahkan dalam kegiatan untuk mencari sifat-sifat yang sama dari permainan yang sedang diikuti. Untuk itu perlu diarahkan
pada pentranslasian kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi yang dilakukan tentu saja tidak boleh mengubah
sifat-sifat abstrak dari permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada
kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta
12
mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut anggota kelompok.
4. Representasi representation Representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari
beberapa situasi yang sejenis. Para anak didik menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Representasi yang
diperoleh ini bersifat abstrak. Anak didik telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang bersifat abstrak pada topik-
topik yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal polygon misal segi dua puluh
tiga dengan pendekatan induktif seperti berikut ini
5. Simbolisasi symbolization Simbolisasi adalah tahap belajar konsep yang membutuhkan
kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan
verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut kegiatan berikutnya
menentukan rumus banyaknya diagonal suatu polygon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
6. Formalisasi formalization Dalam tahap ini anak didik dituntut untuk menurunkan sifat-sifat
konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru rumus tersebut. Contohnya, anak didik yang telah mengenal dasar-dasar
dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti
membuktikan teorema tersebut. Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman abstraction
berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara
konkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dianes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam
13
berbagai penyajian multiple embodiment, sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat
mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi multiple embodiment dapat mempermudah proses
pengklasifikasian abstraksi konsep. Berhubungan dengan tahap belajar, suatu waktu anak dihadapkan
pada permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan unbtuk membantu anak didik
menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan temuan- temuannya. Langkah selanjutnya adalah memotivasi anak didik
untuk mengabstraksikan pelajaran tanpa material konkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan
simbol-simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak
didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga
lebih melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara aktif dari pada hanya sekedar menghapal. Pemtingnya simbolisasi adalah
untuk meningkatkan kegiatan matematika ke suatu bidang baru. 4. Teori Pembelajaran Skinner
Burrush Frederich Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar.
Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan proses yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang
sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respond an lebih
mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur. Skinner juga berpendapat bahwa penguatan dibagi atas dua bagian
yaitu, penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan merupakan stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya
perilaku anak didik dalam melakukan pengulangan perilaku tersebut. Jadi
14
penguatan yang diberikan kepada anak didik memperkuat tindakan anak didik, sehingga anak didik cenderung untuk sering melakukannya.
Contoh penguatan positif antara lain pujian pada saat anak didik menjawab benar atau mendapat nilai tinggi. Dengan penguatan tersebut
akan memotivasu anak didik untuk rajin belajar dan mempertahankan prestasi yang diraihnya.
Dalam teori belajar Skinner untuk mengemukakan pemahaman siswa tentang apa yang baru dipelajari, maka setelah terjadinya proses
stimulus-respon yang antara lain berupaya tanya jawab dalam proses pengajaran harus dilanjutkan dengan memberikan penguatan antara lain
berupa latian soal-soal. Dengan demikian teori belajar yang dominan digunakan dalam implementasi kurikulum matematika 1968 adalah
“Teori Belajar Skinner”. Pada tahun 1975, terjadi perubahan yang sangat besar dalam pengajaran matematika di Indonesia. Berikut akan diberikan
contoh penerapan teori Skinner dalam pembelajaran matematik. Penguatan reinforcement dapat diberikan kepada siswa apabila siswa
dalam pembelajaran matematika dominta untuk menjawab pertanyaan, apabila siswa dapat menjawab pertanyaan dengan benar, maka siswa
berhak memperoleh penguatan, baik itu positif maupun penguatan negatif. Contoh penguatan positif adalah memuji siswa dengan berkata
‘ya benar’ atau sebagainya. Sedangkan contoh penguatan negatif yaitu tidak dengan cara membebankan siswa tugas tambahan, bisa dengan cara
diminta untuk maju kedepan kelas lalu guru dan murid sama sama mencari tahu letak kekeliruan yang dialami siswa. Hukuman atau
punishment dapat diberikan kepada siswa yang mengganggu kegiatan belajar dikelas atau tidak tertib saat belajar.
5. Teori Pembelajaran Van Hiele Teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Van Hiele 1964,
menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak didik dalam bidang geometri. Menurut Van Hiele, ada tiga 3 unsur utama dalam pengajaran
geometri yaitu waktu, materi pengajaran, dan meode pengajaran yang
15
diterapkan. Jika ketiga hal tadi ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir yang lebih tinggi. Van Hiele juga
menyatakan bahwa terdapat tahap belajar anak didik dalam belajar geomretri, yaitu:
1. Tahap Pengenalan Dalam tahap ini anak didik mulai belajar mengenal suatu bentuk
geometeri secara keseluruhan, namun belum mampu mengenal adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh,
jika pada seorang diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus tersebut. Kegiatan
yang diberikan anak pada tahap ini misalnya mengamati model bangun-bangun ruang dan menyebutkan nama bangunnya disertai
dengan gambar-gambar bangun ruang. Kemudian mengamati dan menyebutkan bangun-bangun di sekitar anak yang sama dengan
bangun ruang tertentu, membuat kelompok benda-benda sekitar siswa yang merupakan bangun ruang tertentu, dan kegiatan semacamnya.
Gambar bangun ruang.
2. Tahap Analisis Pada tahap ini anak didik sudah mulai mengenal sifat-sifat yang
dimiliki benda geometri yang diamati. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geomteri tersebut. Misalnya saat
dia mengamati kubus, ia telah mengetahui bahwa kubus terdapat 6 sisi berbentuk persegi yang sama, ada 12 rusuk yang sama panjang, dan 8
titik sudut. Dalam tahap ini anak didik belum mengetahui hubungan
16
yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya, anak didik belum mengetahui bahwa kubus
merupakan balok yang istimewa.
3. Tahap Pengurutan Pada tahap ini anak didik sudah mulai mampu melakukan penarikan
kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu
diketahui adalah anak didik pada tahap ini sudah mampu mengurutkan. Demikian pula dalam pengenalan benda-benda ruang,
anak didik sudah memahami bahwa kubus adalah balik juga. Pola berpikir anak didik pada tahap ini masih belum menerangkan
mengapa diagonal sutau persegi panjang itu sama panjang. 4. Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum
menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan
dismaping unsur-unsur yang didefinsikan. Mislanya, anak didik sudah memahami perlunya aksioma, asumsi, definisi, teorema, bukti dan
dalil. Selain itu pada tahap ini anak sudah mampu mulai menggunakan aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian. Postulat
dalam pembuktian segitiga yang sama, dan sebangun, seperti sisi- sudut-sisi, sisi-sisi-sisi, atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya,
namun belum mengerti mengapa postulattersebut benar dan mengapa
17
dapat dijadikan sebagi postulat dalam cara-cara pembuktian dua segitiga yang sama dan sebangun kongruen.
5. Tahap Akurasi Dalam tahap ini anak didik sudah mulai menyadari betapa pentingnya
ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-
postulat dari geometri Euclid. Ia mengetahui bahwa dengan dasar aksioma yang berbeda dengan pernyataan benar untuk suatu hal yang
sama akan berbeda pula. Tahap akurasi merupaka tahap berpikir yang tinggi, rumit, dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika
ada anak yang belum sampai pada tahap ini.
18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan