BAB I PENDAHULUAN - TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK | REYHAN AES

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dunia berkembang begitu pesatnya. Segala sesuatu yang semula tidak bisa

  dikerjakan, mendadak dikejutkan oleh orang lain yang bisa mengerjakan hal tersebut. Agar kita tidak tertinggal dan tidak ditinggalkan oleh era yang berubah cepat, maka kita sadar bahwa pendidikan itu sangat penting.

  Banyak negara yang mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa.

  Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak lepas dari individu yang lainnya. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antarmanusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya, baik itu sengaja maupun tidak disengaja.

  Belajar sebagai proses pengembangan diri tidak bisa lepas dari interaksi antar subyek dan obyeknya. Manusia sebagai subyek dan obyek dari belajar selalu berusaha untuk memahami arti belajar yang sebenarnya. Untuk memenuhi keingintahuan manusia tentang belajar, banyak ahki pendidikan yang mendedikasikan waktunya untuk meneliti teori belajar. Akibatnya munculah banyak pandanagn dan teori belajar dari para ahli pendidikan. Meskipun begitu, dari pandangan dan teori tentang pendidikan yang ada, sulit bisa mencapai kesamaan yang mutlak.

  Diantara teori-teori tentang belajar yang ada yaitu teori behavioristik. Teori ini mengemukakan bahwa Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan

  untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dalam makalah ini akan dibahas lebih jauh tentang teori behavioristik.

  II. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang diatas dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

  1. Apakah pengertian dari teori belajar?

  2. Bagaimanakah teori belajar behavioristik?

  3. Bagaimanakah teori-teori yang mendasari pandangan behaviorisme?

  4. Bagaimanakah pandangan behaviorisme tentang prinsip-prinsip belajar?

  III. TUJUAN DAN MANFAAT PEMBUATAN MAKALAH 1. Memahamai pengertian tentang teori belajar.

  

2. Mengetahui pengertian dan semua hal yang berkaitan dengan teori

behavioristik.

  3. Mengetahui teori-teori yang mendasari pandangan behaviorisme.

  4. Mengetahui pandangan behaviorisme tentang prinsip-prinsip belajar.

BAB II TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK A. Pandangan Tentang Teori Belajar Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Secara umum, teori adalah

  sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sedangkan belajar menurut skinner (1958) adalah suatu proses perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang dimaksud dapat berwujud perilaku yang tampak (over behavior) atau perilaku yang tidak tamkap (inner behavior). Perilaku yang tampak misalnya : menulis, memukul, memandang, dsb. Sedangkan perilaku yang tidak tampak seperti : berfikir, bernalar dan berkhayal.

  Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah ditemukan teori belajar yang pada dasarnya menitikberatkan ketercapaian perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran.

  Teori belajar merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang pengkondisian situasi belajar dalam usaha pencapaian perubahan tingkah laku yang diharapkan. Teori belajar yang berpengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme dan teori belajar pemrosesan informasi. Teori belajar konstruktivisme adalah Teori yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan lama itu tidak lagi sesuai. Teori belajar pemrosesan informasi merupakan teori yang menitikberatkan tentang bagaimana informasi yang didapat tersebut dapat diolah oleh siswa dengan pemahamannya sendiri.

B. Teori Belajar Behavioristik

  Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks- refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.

  Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.

  Aspek terpenting yang dikemukakan oleh aliran behavioristik dalam belajar adalah bahwa hasil belajar (perubahan perilaku) itu tidak disebabkan oleh kemampuan internal manusia (insight), tetapi karena factor stimulus yang menimbulkan respons. Untuk itu, agar aktivitas belajar siswa di kelas dapat mencapai hasil belajar yang optimal, maka stimulus harus dirancang sedemikian rupa (menarik dan spesifik) sehingga mudah direspons oleh siswa. Oleh karea itu siswa akan memperoleh hasil belajar, apabila dapat mencari hubungan antara stimulus (S) dan respons (R).

  Aliran behaviorisme mempunyai teori-teori belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli pendukung behaviorisme. Teori-teori pendukung aliran behaviorisme adalah teori belajar classical conditioning, teori belajar koneksionisme, teori belajar operant conditioning, teori belajar conditioning, teori belajar modeling dan observational learning serta teori belajar modifikasi perilaku kognitif.

C. Teori-Teori Belajar Pada Aliran Behaviorisme

  1. Teori Belajar Classical Conditioning Teori belajar classical conditioning dikembangkan oleh Ivan

  Pavlov (1849-1936) seorang psikolog Rusia. Ia mengadakan percobaan dengan cara mengoperasi leher pada seekor anjing. Akibatnya kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan suatu makanan, maka akan keluar air liur anjing tersebut. Selanjutnya, sebelum makanan diperlihatkan, bel dibunyikan terlebih dahulu. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar juga. Apabila percobaan dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya membunyikan bel saja tanpa makanan maka air liur tetap akan keluar.

  Makanan adalah rangsangan wajar, sedang bel adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut Conditioing Respons (CR).

  Dari eksperimen diatas dapat diambil beberapa kesimpulan :

  a) Apabila stimulus alamiah (daging) disajikan dihadapan ajning, maka anjing akan memebentuk respon alamiah (menegeluarkan air liur) b) Apabila stimulus berkondisi (bel) diberikan setelah diberikan stimulus alamiah, maka respon berkondisi tidaka akan terbentuk. c) Respon berkondisi akan terbentuk apabila stimulus berkondisi diberikan sebelum atau berbarengan dengan stimulus alamiah.

  Didalam eksperimen ini juga dapat dijelaskan bahwa apabila dalam diri anjing telah terbentuk conditioning response (keluarnya air liur) terhadap conditioning stimulus (bunyi bel), maka stimulus yang mirip dengan dengan CS (conditioning stimulus) juga akan menimbulkan CR (conditioning response). Hal ini dikarenakan adanya kemiripan antara C Sbaru dengan CS yang lama. Peristiwa ini disebut prinsip generalisasi (generalization). Kemudian apabila penyajian CS secara berulang-ulang tanpa diikuti UCS (tidak diberikan penguatan), maka CR semakin lama semakin hilang. Peristiwa ini disebut kepunahan (extinction).

  Pavlov berpendapat, bahwa selain air liur, kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Dari eksperimen ini Pavlov menarik kesimpulan yang kemudian dijadikan prinsip belajar, yaitu bahwa dalam diri anjing akan terjadi pengkondisian selektif berdasar atas penguatan selektif. Dalam arti, anjing dapat membedakan stimulus yang disertai dengan penguatan dan stimulus yang tidak disertai dengan penguatan. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dan dilakukan pada manusia, Hasilnya adalah banyak conditioning response yang timbul dan tidak disadari oleh manusia.

  2. Teori Belajar Operant Conditioning Operant Conditioning merupakan teori yang dikembangkan oleh

  Burrhus Federic Skinner. Seorang psikolog kelahiran Susquehanna, Pennsylvania 20 Maret 1904 dan wafat tahun 1990 dikarenakan penyakit Leukimia. Skinner mengembangkan teori conditioning dengan menggunakan tikus sebagai percobaan. Menurutnya, suatu respon sesungguhnya juga menghasilkan sejumlah konsekuensi yang nantinya akan mempengaruhi tingkah laku manusia. Untuk memehami tingkal laku manusia secara tuntas menurut skinner perlu memahami hubungan antara stimulus dengan stimulus yang lainnya, memahami respons itu sendiri dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut.

  Skinner juga mengemukakan bahwa menggunakan perubahan- perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan segala sesuatunya menjadi bertambah rumit, sebab alat itu akhirnya juga dijelaskan lagi. Ini nantinya akan lebih jelas apabila akan mempelajari teori kognitivisme.

  Dari hasil percobaannya, skinner membedakan pengkondisian menjadi dua yaitu:

  1. Respondent conditioning (conditioning tipe S). Disebut conditioning tipe S karena conditioning ini menekankan pentingnya stimulus (S) dalam menimbulkan respons yang dikehendaki atau diinginkan. Conditioning ini sama dengan conditioning dari Pavlov.

  2. Operant conditioning (conditioning tipe R). Conditioning tipe R menekankan pentingnya respon.

  Teori Skinner dikenal dengan “operant conditioning”, dengan enam konsepnya yaitu: a) Penguatan negatif dan positif.

  b) Shapping yaitu proses pembentukann tingkah laku yang makin mendekati tingkah laku yang diharapkan.

  c) Pendekatan suksesif yaitu proses pembentukan tingkah laku yang menggunakan penguatan pada saat yang tepat, hingga respons pun sesuai dengan yang diisyaratkan.

  d) Extinction yaitu proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya penguatan.

  e) Chaining of response yaitu respons dan stimulus yng berangkaian satu sama lain.

  f) Jadwal penguatan yaitu pemberian penguatan: rasio tetap dan bervariasi, interval tetap dan bervariasi.

  Skinner lebih percaya pada “penguatan negatif” (negatif reinforcement), yang tidak sama dengan hukuman. Bedanya dengan hukuman adalah, bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respons yang timbul berbeda dari yang diberikan sebelumnya, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respons yang sama menjadi kuat. Misalnya seorang siswa perlu dihukum untuk suatu kesalahan dan dilakukan pengurangan terhadap sesuatu yang mengenakan baginya (bukan malah ditambah), maka pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya. Inilah yang disebut “penguatan negatif”.

  3. Teori Belajar Modeling Dan Observational Learning Teori modeling dikemukakan oleh Badura, menurutnya tteori belajar operant conditioning yang dikembangkan oleh skinner menekankan pada efek dari konsekuensi perilaku, dan tidak ememandang pentingnya modeling, yakni meniru perilaku orang lain dan pengalaman yang dialami oleh orang lain, atau meniru keberhasilan atau kegaagalan dari orang lain. Belajar pada individu tidak dibentuk oleh konsekuensi atas perilaku yag ditampilkan., tetapi belajar secara langsung dari model.

  Bnadura mengembangkan empat tahap melalui pengamatan atau modeling, yaitu:

1. Perhatian (’Attention’)

  Subjek harus memperhatikan tingkah laku model untuk dapat mempelajarinya. Subjek memberi perhatian tertuju kepada nilai, harga diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki. Contohnya, seorang pemain musik yang tidak percaya diri mungkin meniru tingkah laku pemain music terkenal sehingga tidak menunjukkan gayanya sendiri. Bandura & Walters(1963) dalam buku mereka “Sosial Learning & Personality Development”menekankan bahwa hanya dengan memperhatikan orang lain pembelajaran dapat dipelajari. Mengingat (’Retention’) 2.

  Subjek yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya. Ini membolehkan subjek melakukan peristiwa itu kelak bila diperlukan atau diingini.Kemampuan untuk menyimpan informasi juga merupakan bagian penting dari proses belajar. Reproduksi gerak (’Reproduction’) 3.

  Setelah mengetahui atau mempelajari sesuatu tingkahlaku, subjek juga dapat menunjukkan kemampuannya atau menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah laku. Contohnya, mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah subyek memperhatikan model dan menyimpan informasi, sekarang saatnya untuk benar-benar melakukan perilaku yang diamatinya. Praktek lebih lanjut dari perilaku yang dipelajari mengarah pada kemajuan perbaikan dan keterampilan.

4. Motivasi

  Motivasi juga penting dalam pemodelan Albert Bandura karena ia adalah penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu. Konsep penting lainnya dari teori belajar melalui pengamatan dan modeling adalah pengaturan diri (self-regulation). Dalam kegiatan belajar ini individu mengamati perilakunya sendiri, dan memperkuat atau menghukum diri sendiri apabila berhasil ataupun gagal dalam berperilaku.

  4. Teori Koneksionisme Teori koneksionisme dikembangkan oleh Edward Thorndike di

  Amerika Serikat (1874-1949). Dalam eksperimaennya, Thorndike menggunakan kucing sebagai obyek. Thorndike menghitung wakltu yang dibutuhkan kucing untuk dapat keluar dari kandang pecobaan. Dalam percobaaan yang dilakukan, kucing pertama kali berhasil keluar dari kandang percobaan dengan jalan coba-coba (trial and error). Kucing membutuhkan waktu (latihan) untuk bisa keluar dari kandang.

  Menurut thorndike, dasar dari belajar adalah trial and error, hal ini terlihat pada hewan percobaan yang menunjukkan adanya penyesuaian diri dengan lingkungannya sedemikian rupa sebelum hewan percobaan berhasil lolos dari kandang percobaan. Kemudian kemajuan yang diperoleh dalam belajar adalah sedikit demi sedikit dan bukan dalam bentuk lompatan.

  Koneksi (connection) merupakan asosiasi antara kesan-kesan penginderaan dengan dorongan untuk bertindak., yakni upaya untuk menggabungkan antara kejadian penginderaan dengan dengan perilaku. Dalam hal ini Thorndike menitikberatkan pada aspek fungsional dari pelaku, yaitu proses mental dan perilaku orang berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

  Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, Thorndike pada akhirnya mengemukakan tiga macam hukum belajar, yaitu : a. Hukum kesiapan (the law of readiness)

  Agar proses belajar mencapai hasil yang terbaik, maka diperlukan adanya kesiapan individu dalam belajar. Ada tiga keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum ini :

  • Apabila individu memiliki kesiapan untuk bertindak dan dapat melaksanakannya, maka ada kepuasan yang dirasakan. Apabila individu memilki kesiapan untuk bertindak tetapi tidak - dapat melaksanakannya, maka dia akan merasa kecewa. Apabila individu tidak mempunyai kesiapan untuk bertindak tetapi - dipaksa untuk melakukannya maka akan menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.

  Sesuatu yang menyenangkan adalah sesuatu yang tidak ditolak oleh seseorang, dan keadaan yang tidak menyenangkan atau ditolak merupakan sesuatu yang tidak dikehendaki oleh setiap orang.

  b. Hukum Latihan (the law of exercise) Hukum latihan menyatakan bahwa hubungan (koneksi) antara stimulus dan respons akan semakin kuat apabila sering dilakukan latihan. Dengan kata lain hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi lebih baik jika sering dilatih. Sebaliknya hubungan anatara stimulus dan respons akan semakin lemah jika tidak diadakan latihan. Makna menjadi kuat atau menjadi lemah menunjukkan terjadinya probabilitas respons yang semakin tinggi apabila stimulus itu timbul kembali. Oleh karena itu hukum latihan memerlukan tindakan belajar sambil kerja (learning by doing).

  c. Hukum akibat Hukum akibat ini menunjukkan hubungan antara hasil dan kekuatan hubungan antara stimulus dan respons. Apabila hasil yang dicapai menyenangkan maka hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi semakin kuat, begitu pula sebaliknya, apabila hasilnya tidak memuaskan maka hubungan antara stimulus dan respons menjadi menurun. Dengan kata lain, apabila stimulus yang menimbulkan respon membawa hadiah (reward), maka hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi semakin kuat dan berlaku sebaliknya. Thorndike juga mengemukakan tiga hukum lain yang bersifat sekunder yaitu : a. Multiple respone, dalam menghadapi masalah individu akan mencoba berbagai respons untuk mendapatkan respons yang tepat.

  b. Set (attitude), yakni kesiapan atau kecenderungan individu berperilaku tertentu. Dalam hal ini orang yang sedang belajar perlu memperhatikan kompleksitas lingkungan yang ada.

  c. Associative shifting, setiap respons yang telah dimiliki oleh seseorang dapat dipindahkan sebagai respons terhadap stimulus yang baru.

  5. Teori Modifikasi Perilaku Kognitif Pencetus teori modifikasi perilaku kognitif adalah Meichenbaum, dia menyatakan bahwa individu dapat diajarkan untuk memantau dan mengatur perilakunya sendiri. Cara yang digunakan ialah melatih individu yang terganggu emosinya untuk membuat dan menjawab pertanyaannya sendiri. Cara belajar ini juga bisa digunakan siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.

  Ada lima tahap dalam kegiatan belajar mandiri yang dikemukakan oleh Meichenbaum, yaitu : a. Model orang dewasa melakukan tugas tertentu sambil berbicara dengan keras. Kegiatan ini disebut modeling kognitif.

  b. Anak melakuakn tugas yang sama dibawah arahan pembelajaran dari model. Kegiatan ini disebut bimbiungan eksternal.

  c. Anak melakukan tugas sambil mempelajari diri sendiri.

  d. Anak membelajarkan dirinya sendiri dengan cara berbicara pelan- pelan pada saaat melakuakn tugas. e. Anak melakukn tugas untuk mencapai kinerja tertentu dengan melakukan percakapan diri sendiri (pembelajaran diri sendiri).

  Teori belajar modifikasi perilaku kognitif ini menekankan pada modeling percakapan diri sendirir dan peningkatan dari perilaku yang dikendalikan oleh orang lain berpindah pada perilaku yang dikendalikan oleh diri sendiri.

  6. Teori Belajar Conditioning Teori conditioning dikemukakan oleh Guthrie. Ia menyatakan bahwa semua bentuk belajar dapat diterangkan dengan satu prinsip yaitu prinsip asosiasi. Teori conditioning mengartikan belajar sebagai suatu upaaya untuk menentukan hukum-hukum, bagaimana stimulus dan respons itu terjadi. Agar dua kejadian dapat dihubungklan sehingga dapat membentuk sebuah asosiasi (dalam otak), maka kedua kejadian itu harus terjadi pada waktu dan tempat yang kira-kira sama (memiliki keterdekatan).

  Pendapat Guthrie menyatakan bahwa respons dapat menimbulkan stimulasi untuk respon berikutnya. Menurut Guthrie, perilaku manusia merupakan deretan perilaku yang terdiri atas unit-unit reaksi atau respons dari stimulus baru dan menimbulkan respon pada unit perilaku berikutnya. Dengan kata lain stimulus memperoleh respons, kemudian respon tersebut menjadi stimulus dan memperoleh respons dan seterusnya.

  Pengubahan perilaku buruk yang terdapat pada seseorang dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya : a. Metode reaksi berlawanan (incompatible respone method). Manusia merupakan organisme yang selalu bereaksi dengan stimulus tertentu.

  Apabila suatu respon terhadap stimulus telah menjadi kebiasaan, maka cara untuk mengubahnya adalah dengan menghubungkan stimulus itu dengan respons yang berlawanan.

  b. Metode membosankan (exchaustion method). Dalam metode ini, perilaku yang buruk dibiarkan terus sampai orang yang bersangkutan menjadi bosan dengan sendirinya. Dengan kata lain asosiasi antara stimulus dan respons yang buruk dibiarkan terus agar terjadi kepunahan dengan sendirinya.

  c. Metode pengubahan lingkungan (change of environment method).

  Metode ini dilakukan dengan cara memutuskan hubungan antara stimulus dan respons yang akan dihilangkan. Aspek yang diubah adalah stimulus yang menghasilkan kebiasaan buruk.

D. Prinsip-Prinsip Belajar

  1. Penguatan (reinforcement) Skinner ,menyatakan bahewa perilaku akan berubah sesuai dengan konsekuensi yang diperolehnya. Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku seseorang.

  Konsekuensi yang menyenangkan pada umumnya disebut sebagai penguat (reinforcers), sementara konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut sebagai hukuman (punishers). Reinforcement dan punishment dibedakan menjadi dua yaitu primer (alami) dan sekunder.

  2. Hukuman (punishment) Konsekuensi yang tidak memperkuat perilaku disebut hukuman.

  Hukuman dimaksudkan untuk memperlemah atau meniadakan perilaku tertentu dengan cara menggunakan kegiatan yang tidak diinginkan. Skinner berpendapat bahwa hadiah (reward) lebih efektif daripada hukuman (punishment).

  3. Kesegaran pemberian penguatan Penguatan yang diberiakn segera setelah perilaku muncul, akan menimbulkan efek yang lebih baik daripada dengan pemberian penguatan yang diulur-ulur waktunya. Balikan segera yang diberikan kepada seseorang setidak-tidaknya memiliki dua tujuan : (a). dapat membuat kejelasan hubungan anatara perilaku dan konsekuensi, (b). dapat meningkatkan nilai informasi terhadap balikan itu sendiri.

  4. Jadwal pemberian penguatan (schedule of reinforcement) Penguatann dapat diberikan terus-menerus atau berantara. Jika setiap respons diikuti dengan penguatan, maka tindakan ini dinamakan pemberian penguatan secara terus-menerus. Sebaliknya, jika sebagian respons yang mendapattkan penguatan, maka tindakan ini dinamakan penguatan secara berantara.

  5. Peranan stimulus terhadap perilaku Pengauatan yang diberikan setelah munculnya suatu perilaku sangat berpengaruh pada perilaku. Demikian pula stimulus yang mendahului perilaku, disebut juga anteseden perilaku. Ada beberapa stimulus yang mempengaruhi perilaku, yiatu : a. Petunjuk, dinamakan stimulus anteseden karena akan memberikan informasi kepada setiap orang mengenai perilaku apa yang akan memperoleh hadiah dan perilaku apa yang akan memperoleh hukuman.

  b. Diskriminasi, diskriminasi dilakukan dengan cara menggunakan petunjuk, tanda, atau informasi untuk mengetaahui kapan suatu perilaku akan memperoleh penguatan.

  c. Generalisasi, generalisasi pada setiap orang tidak dapat berlangsung begitu saja. Biasanya, apabila program manajemen perilaku berhasil diperkenalkan di lingkungan tertentu, perilaku seseorang tidak secara otomatis akan menjadi baik dilingkungan yang lain. Agar generalisasi terjadi pada individu, maka generalisasi harus direncanakan.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Teori belajar behavioristik merupakan salah satu pendekatan untuk

  memahami perilaku individu. Behavioristik memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behavioristik tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut pembelajaran untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.

  Aliran behaviorisme mempunyai teori-teori belajar yang mendasari aliran tersebut, yaitu teori belajar classical conditioning, teori belajar koneksionisme, teori belajar operant conditioning, teori belajar conditioning, teori belajar modeling dan observational learning serta teori belajar modifikasi perilaku kognitif. Dari semua aliran diatas dapat diambil benang merah yaitu hasil belajar (perubahan perilaku) tidak disebabkan oleh kemampuan internal manusia (insight), tetapi karena faktor stimulus yang menimbulkan respons.

B. SARAN

  Sebagai calon pendidik kita harus mentransfer ilmu yang kita miliki kepada peserta didik. Dalam proses belajar-mengajar di kelas kita harus memperhatikan teori-teori belajar yang ada agar lebih efektif dan efisien. Dari teori behavioristik, kita dapat mengimplementasikan cara mengatasi kendala- kendala yang mengganggu berlangsungnya proses belajar mengajar yaitu dengan mengoptimalkan stimulus-stimulus yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

  Rifai, Ahmad, dkk. 2010. Psikologi Pendidikan. Semarang : Unnes Press