Pengaruh Padat Tebar Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Redfin (Epalzeorhynchos Frenatum) Yang Dipelihara Dengan Sistem Resirkulasi

(1)

(2)

(3)

Lampiran 2. Bagan Percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

P11 P13 P12

P22 P21 P23

P32 P31 P33

Keterangan :

Perlakuan terdiri dari 1 ekor, 3 ekor/2liter, dan 2 ekor/liter (t=3) dengan simbol P1, P2, P3 dan diulang sebanyak 3 kali (i = 1, 2 ,3) maka simbol unit-unit percobaan sebagai berikut:

P11 = Perlakuan P1 pada ulangan ke 1 P12 = Perlakuan P1 pada ulangan ke 2 P13 = Perlakuan P1 pada ulangan ke 3 P21 = Perlakuan P2 pada ulangan ke 1 P22 = Perlakuan P2 pada ulangan ke 2 P23 = Perlakuan P2 pada ulangan ke 3 P31 = Perlakuan P3 pada ulangan ke 1 P32 = Perlakuan P3 pada ulangan ke 2 P33 = Perlakuan P3 pada ulangan ke 3


(4)

Lampiran 3. Data Pengamatan Jumlah Ikan Mati (Ekor) Pada Perlakuan P1, P2 dan P3 Selama Masa Pemeliharaan

Perlakuan Ulangan Jumlah Ikan Mati Minggu Ke- (Ekor)

Total Ikan Mati

(Ekor)

Jumlah Ikan Pada Akhir Pemeliharaan 0 1 2 3 4

P1

1 0 2 0 0 0 2 10

2 0 0 0 0 0 0 12

3 0 0 0 0 0 0 12

P2

1 0 1 0 0 0 1 17

2 0 2 0 0 0 2 16

3 0 2 1 0 0 3 15

P3

1 0 2 1 0 0 2 22

2 0 2 2 0 0 4 20


(5)

Lampiran 4. Data Pengamatan Rata-Rata Pertumbuhan Panjang (cm) Ikan Redfin Pada Perlakuan P1, P2, dan P3

Perlakuan Ulangan Panjang Rata-Rata (cm) Sampling Ke-

0 1 2 3 4

P1

1 5.07 5.14 5.35 5.51 5.62 2 5.06 5.125 5.25 5.39 5.59 3 4.98 5.075 5.21 5.4 5.54

Rata-rata 5.03 5.11 5.27 5.43 5.59

P2

1 5.08 5.12 5.23 5.32 5.45 2 5.07 5.11 5.25 5.34 5.46 3 5.05 5.10 5.21 5.33 5.53

Rata-rata 5.07 5.1 5.23 5.32 5.49

P3

1 5.03 5.07 5.14 5.21 5.25 2 4.99 5.03 5.07 5.16 5.23 3 5.05 5.07 5.12 5.18 5.24


(6)

Lampiran 5. Data Pengamatan Rata-Rata Pertumbuhan Bobot (gram) Ikan Redfin Pada Perlakuan P1, P2, dan P3

Perlakuan Ulangan Bobot Rata-Rata (gram) Sampling Ke-

0 1 2 3 4

P1

1 1.03 1.09 1.12 1.21 1.4 2 1.01 1.05 1.17 1.30 1.4 3 1.03 1.05 1.15 1.33 1.48

Rata-rata 1.02 1.07 1.15 1.28 1.40

P2

1 1.04 1.05 1.08 1.17 1.26 2 1.02 1.04 1.11 1.22 1.29 3 0.99 1.03 1.1 1.21 1.29

Rata-rata 1.02 1.04 1.10 1.20 1.28

P3

1 1 1.02 1.07 1.17 1.19 2 0.99 1 1.03 1.07 1.13 3 1 1.01 1.05 1.13 1.17


(7)

Lampiran 6. Tabel Nilai Kisaran dan Rata-Rata Parameter Kualitas Air Pada Perlakuan P1, P2 dan P3 Selama Pemeliharaan

Perlakuan Parameter Kualitas

Air

Hari ke- 0

Rata-rata

10 Rata-rata

20 Rata-rata

30 Rata-rata

40 Rata-rata

P1

DO (mg/l) 6,7-7,1

6,9 6,5-7 6,6 6,1-6,7

6,48 5,8-6,7

6,2 5,6-6,6

6,2 Suhu (oC) 28 28

28-30

29 29-30 29 29-30 29 28-30

29 pH 7,3 7,3 7-7,2 7 6,7-7 6,83 6,8 6,8

6,7-30 6,7 Ammoniak 0 0 0,003 0,003 0.0045 0,0045

0,006-0,01

0,006 0,01 0,01 P2

DO (mg/l) 6,7-,7

6,8 6,2-6,6

6,4 6,6-6 6,28 5,5-6,5

5,8 5-6,1

5,5 Suhu (oC) 28 28

28-30

29 29-30 29,4 29-30 29 28-30

29 pH 7,3 7,3 7-7,2 7,1 6,7-7 6,8 6,8 6,8

6,7-6,8 6,7 Ammoniak 0 0 0,003 0,003 0,0045 0,03

0,006-0,01

0,006 0,01 0,01 P3

DO (mg/l) 6,7-,6,8

6,7 5,5-6,3

5,5,63 5,4-5,9

5,7 5,2-5,6

5,3 4,7-51

5,8 Suhu (oC) 28 28

28-30

28-30 29-30 29 29-30 29 28-29

29 pH 7,3 7,3 7-7,2 7,1 6,7-7 6,8 6,8 6,8

6,7-6,8 6,7 Ammoniak 0 0 0,003 0,003 0,0045 0,0045

0,006-0,01


(8)

Lampiran 7. Analisis Ragam Kelangsungan Hidup (%) Ikan Redfin Selama Masa Pemeliharaan

Ulangan Perlakuan

1 2 3 Total Rata-rata

P1 83.33 100 100 283.33 94.44

P2 94.44 88.88 83.33 266.66 88.88

P3 91.66 83.33 75 250 83.33

Total 269.44 272.22 258.33 800 88.88

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F hitung F Tabel 0,05 1,01 Padat Tebar 185,185 2 92,593 1.440 5,14 1,52

Galat 385,802 6 64,300

Total 570,988 8

Dari hasil analisis ragam yang dilakukan memperlihatkan Fhitung < Ftabel 0,05 dan 0,01 yang berarti bahwa perlakuan padat penebaran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan redfin (%)


(9)

Lampiran 8. Analisis Ragam Laju Pertumbuhan Panjang Harian (%) Ikan Redfin Selama Masa Pemeliharaan

Ulangan Perlakuan

1 2 3 Total Rata-rata

P1 0.25 0.24 0.26 0.77 0.25

P2 0.15 0.14 0.15 0.45 0.19

P3 0.11 0.12 0.09 0.32 0.10

Total 0.52 0.51 0.51 1.55 0.56

ANOVA VAR00001

Sum of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Between

Groups .033 2 .016 49.384** .000

Within Groups .002 6 .000

Total .035 8

** Berpengaruh Sangat Nyata

Dari hasil analisis ragam yang dilakukan memperlihatkan Fhitung > Ftabel 0,01 yang berarti bahwa perlakuan padat penebaran memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan panjang harian ikan redfn (%)


(10)

Lampiran 8. Lanjutan

Berdasarkan nilai Koefisien keragaman yang diperoleh (KK < 5%) maka uji lanjut yang digunakan adalah Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) diperoleh

Multiple Comparisons Dependent Variable: VAR00001

Tukey HSD (I)

Panjang

(J) Panjang Mean Difference

(I-J)

Std. Error

Sig. 95% Confidence Interval Lower

Bound

Upper Bound

1.00 2.00 .05898

*

.01491 .018 .0132 .1047

3.00 .14725* .01491 .000 .1015 .1930

2.00 1.00 -.05898

*

.01491 .018 -.1047 -.0132

3.00 .08827* .01491 .003 .0425 .1340

3.00 1.00 -.14725

*

.01491 .000 -.1930 -.1015

2.00 -.08827* .01491 .003 -.1340 -.0425


(11)

Lampiran 9. Analisis Ragam Laju Pertumbuhan Berat Harian (%) Ikan Redfin Selama Masa Pemeliharaan

Ulangan Perlakuan

1 2 3 Total Rata-rata

P1 0.51 0.81 0.73 2.04 0.78

P2 0.48 0.59 0.66 1.73 0.57

P3 0.43 0.33 0.39 1.16 0.38

Total 1.42 1.72 1.78 4.93 1.74

ANOVA

VAR00001

Sum of Squares

df Mean

Square

F.hitung F.Tabel 0,05 0,01 Between

Groups .238 2 .119 30.643** 5,14 .10,92

Within Groups .023 6 .004

Total .262 8

*Berpengaruh Sangat Nyata

Dari hasil analisis ragam yang dilakukan memperlihatkan Fhitung > Ftabel 0,01 yang berarti bahwa perlakuan padat penebaran memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan berat harian ikan redfin (%)


(12)

Lampiran 9. Lanjutan

KK = KK = √KTG

Ẏ x 100% =

√0.012

1.64 x 100% = 6.55%

Berdasarkan koefisien keragaman yang diperoleh (KK < 10%) maka uji lanjut yang digunakan adalah Uji Beda nyata Terkecil (BNT)

Multiple Comparisons Dependent Variable: VAR00001

Tukey HSD (I) Bobot (J) Bobot Mean Difference (I-J) Std. Error

Sig. 95% Confidence Interval Lower

Bound

Upper Bound

1.00 2.00 .20832

*

.05092 .015 .0521 .3645

3.00 .39848* .05092 .001 .2422 .5547

2.00 1.00 -.20832

*

.05092 .015 -.3645 -.0521

3.00 .19017* .05092 .023 .0339 .3464

3.00 1.00 -.39848

*

.05092 .001 -.5547 -.2422

2.00 -.19017* .05092 .023 -.3464 -.0339


(13)

Lampiran 10 . Foto-Foto Penelitian

Gambar 1. Aklamatisasi Ikan Uji` Gambar 2. Proses Lanjutan Aklamatisasi

Gambar 3. Adaaptasi Ikan Uji Terhadap Gambar 4, Pengukuran Nilai pH Lingkungan Sebelum Penelitian


(14)

Lampiran 10 Lanjutan

Gambar 7. pengukuran kadar DO Gambar 8. Pengukuran Berat Ikan


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Bardach J.E, J.H Ryther dan W.O McLarney. 1972. Aquaculture : The Farming and Husbandry of Fresh Water and Marine Organism. John Wiley and Sons. New York

Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi. USU Press. Medan

Diansari, V.R, Arini E., Elfitasari T., 2013. Pengaruh Kepadatan Yang Berbeda Terhadap Kelulushidupan Dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Sistem Resirkulasi dengan Filter Zeolit. [Jurnal]. Journal of Aquaculture Management and Technology Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 37-45

Dewatisari, W.F. 2007. Pengaruh Padat Penebaran Nauplii dengan Pakan Silase Ikan Juwi Terhadap Produk Biomassa Artemia fransiscana. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Effendi, I., H.J. Bugri., Widanarni., 2006. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurami (Osphronemus gouramy lac.) Ukuran 2 cm. [Jurnal]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor

Effendie. M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Goddard, S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and

Hall. New York.

Hanafiah, K.A. 2007. Rancangan Percobaan. Raja Grafindo Persada. Jakarta Handajani, H., dan Hastuti S.D. 2002. Budidaya Perairan. Bayu Media. Malang. Kiloes, A.M. 2004. Produksi Juwana Kuda Laut (Hippocampus kuda) Pada

Sistem Resirkulasi Filtrasi dengan Penambahan Amoniak dan Nitrit. [Skripsi]. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. .

Murtejo, H.E. 2008. Effektivitas Egg Stimulant dalam Pakan Terhadap Pematangan Gonad dan Produktifitas Ikan Redfin Shark (Epalzeorhynchos


(16)

frenatum). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Panjaitan, E.F. 2004. Pengaruh Suhu Air yang Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia (Botia macracanthus) Bleeker. [Skripsi]. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Priatama, A. 2009. Kinerja system resirkulasi air pada pembesaran ikan redfin (Labeo errythropterus C.V.) dikolam terpal. [Skripsi]. Fakultas teknologi pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Setiawan, B. 2009. Pengaruh Padat Penebaran 1, 2 Dan 3 Ekor/L Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Manvis (Pterophyllum scalare). [Skripsi]. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Sidik, A.S., Sarwono., Agustina. 2002. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Laju Nitrifikasi dalam Budidaya Ikan Sistem Resirkulasi Tertutup. [Jurnal]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia

Sumpeno, D. 2005. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Pada Padat Penebaran 15, 20, 25, dan 30 Ekor/Liter dalam Pendederan Secara Indoor dengan Sistem Resirkulasi. [Skripsi]. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Suresh, A.V., dan C.K. Lin. 1992. Effect of Stocking Density on Water Quality and Production of Red Tilapia in a Recirculated Water System. Aquacultural Engineering.

Timmons, M.B., dan T. M. Losordo. 1994. Aquaculture Water Resue System : Engineering Design and Management. Elsevier Science. Amsterdam Netherland.

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan.

Wedemeyer, G.A. 1996. Physiology of Fish in Intensive Aquaculture Systems. Chapman and Hall. New York.

Yudhistira. A. 2010. Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum) Pada Kepadatan Yang Berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor.


(17)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2015, di Labolatorium Basah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain akuarium dengan ukuran 40 cm x 20 cm x 20 cm sebanyak 9 buah, pompa air, bak fiber berbentuk tabung dengan diameter 40 cm dan tinggi 40 cm sebagai bak filter dan bak penampungan/tandon, Pipa outlet (keluaran air) dengan diameter 0,75 inchi, Pipa inlet (masukan air) dengan diameter 0,5 inchi, pH meter, winkler, thermometer, ammoniak tes kit, kertas milimeter, timbangan digital, rak kayu.

Sedangkan bahan–bahan yang digunakan antara lain ikan Redfin dengan ukuran panjang rata-rata 5,04 cm dan bobot rata-rata 1,01 gram sebanyak 162 ekor, pakan ikan hias buatan, zeolith, krikil, busa.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, yaitu :

Perlakuan 1 dengan padat tebar 1 ekor/liter (P1) Perlakuan 2 dengan padat tebar 3 ekor/2 liter (P2) Perlakuan 3 dengan padat tebar 2 ekor/liter (P3)


(18)

Rancangan ini digunakan karena keragaman kondisi lingkungan, alat, bahan dan media yang digunakan adalah homogen atau letak/posisi masing-masing unit tidak mempengaruhi hasil-hasil percobaan, dan percobaan ini dilakukan pada kondisi terkendali atau setiap unit percobaan secara keseluruhan memiliki peluang yang sama besar untuk menempati akuarium percobaan atau dapat dilihat pada bagan (Hanafiah, 2007).

Prosedur Penelitian Persiapan Bahan dan Alat

Alat yang digunakan seperti akuarium, serokan dan pipa termasuk ember peliharaan yang digunakan untuk adaptasi dicuci terlebih dahulu dengan larutan desinfektan yang diperbolehkan bagi perikanan kemudian dibilas dengan menggunakan air bersih. Setelah dicuci bersih alat tersebut dijemur selama 1 hari di bawah sinar matahari. Hal ini di maksud untuk menghilangkan atau memutuskan mata rantai bibit penyakit. Pada ikan redfin yang akan digunakan diadaptasi terlebih dahulu selama tiga hari dalam bak pemeliharaan. Hal ini dimaksud agar ikan tidak stres dan dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan.


(19)

Teknis Pemeliharaan Sistem Sirkulasi

Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan adalah akuarium dengan ukuran 40 cm x 20 cm x 20 cm sebanyak 9 buah dengan volume air sebanyak 12 liter dan dilengkapi dengan bak fiber sebagai bak filter dan bak penampungan berbentuk tabung dengan diameter 40 cm dan tinggi 40 cm dengan volume air pada bak sebanyak 25,12 liter yang dihubungkan dengan menggunakan pipa plastik (paralon) dan kran air sebagai pengatur debit air dalam satu sistem sirkulasi (Lampiran 1). Untuk mengalirkan air dari bak penampungan ke akuarium digunakan pompa air. Sedangkan untuk mengalirkan air dari akuarium ke bak penampungan dengan memanfaatkan gravitasi, dimana bak penampungan dan bak filter diletakkkan sejajar tetapi berada posisi yang lebih rendah dari posisi akuarium dengan perhitungan debit dari inlet dan outlet bak penampungan adalah sama. Sehingga tidak terjadi defisit air. Media yang digunakan untuk filter yaitu batu krikil, busa dan zeolith yang terlebih dahulu dicuci bersih dan kemudian dijemur.

Akuarium yang akan digunakan dicuci menggunakan larutan desinfektan kemudian dibilas dengan bersih dan di isi air bersih dan diaerasi selama 24 jam. Kemudian media filter disusun didalam bak filter dan dilakukan pengisian ulang air kedalam akuarium, bak penampungan, dan bak filter. Sebelum ikan ditebar, sistem sirkulasi yang telah disusun dijalankan terlebih dahulu selama 2 hari sehingga debit dari air inlet dan outlet sama atau stabil.

Selama penelitian atau 40 hari akan dilakukan pergantian air setinggi 3 cm dari tinggi air di akuarium atau 20% dari volume air pemeliharaan di akuarium


(20)

atau sebanyak 2,4 liter untuk membersihkan bak filter, bak penampungan serta mengurangi kotoran dan menjaga kualitas air media pemeliharaan agar tetap sesuai dengan kualitas air yang dibutuhkan oleh ikan Redfin dan membersihkan bak filter. Pergantian air dilakukan apabila dirasa perlu dengan mematikan pompa terlebih dahulu selama 5 menit dengan tujuan agar amoniak dan kotoran mengendap di dasar bak tandon, kemudian di buang dan diganti dengan air yang baru sesuai dengan jumlah air yang dibuang.

Penebaran Ikan Uji

Ikan yang digunakan adalah ikan Redfin (E. frenatum). Sebelum ditebar, dilakukan beberapa tahapan perlakuan/treatmen. Adapun tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Ikan dari bak pemeliharaan sementara diambil kemudian direndam dalam larutan desinfektan bagi perikanan selama 10 menit dan diberi aerasi. Hal tersebut bertujuan agar kuman penyakit atau bibit penyakit yang ada pada ikan mati sehingga sewaktu penelitian ikan tidak akan terserang penyakit. b. Selanjutnya ikan yang sudah direndam dipindahkan ke media air yang baru

dan dibiarkan hingga beberapa saat, hal ini agar ikan tidak stres.

c. Kemudian dilakukan pengukuran kualitas air media pemeliharaan di akuarium sebagai data awal.

d. Pada tahapan akhir dilakukan pengukuran panjang dan berat ikan kemudian dimasukkan ke dalam 9 akuarium, dengan kepadatan masing-masing 1 ekor/liter, 3 ekor/2 liter dan 2 ekor/liter dan diulang sebanyak 3 kali.


(21)

Pemberian Pakan

Pakan yang digunakan adalah pakan buatan (pelet ikan hias), dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali dalam satu hari yaitu pukul 09.00 WIB, 13.00 WIB dan 17.00 WIB dengan jumlah pemberian pakan 5% dari bobot ikan per hari.

Pengumpulan Data

Tingkat Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup ikan uji diamati untuk mengetahui perbandingan jumlah total ikan uji pada saat awal penebaran sampai saat akhir percobaan yang dilakukan pada setiap perlakuan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yudhistira (2010) selama 30 hari, pengambilan sampel ikan dilakukan setiap 10 hari sekali dengan pengambilan contoh ikan secara total (sampling pada seluruh ikan dalam akuarium disetiap perlakuan dan ulangan) kemudian jumlah ikan dihitung setiap hari dengan melakukan pencatatan ikan yang mati. Maka dari itu dilakukan penghitungan derajat tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate. Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Panjaitan, 2004) :

SR =��

�0 x 100 %

Keterangan : SR = Kelangsungan hidup benih (%)

Nt = Jumlah ikan pada akhir penelitian (ekor) N0 = Jumlah ikan pada awal penelitian (ekor)


(22)

Laju Pertumbuhan Panjang Harian

Pada ikan hias ukuran panjang menjadi penentu harga ikan. Sehingga laju pertumbuhan menjadi parameter utama dalam budidaya ikan hias. Pengukuran panjang dilakukan setiap 10 hari. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kertas milimeter. Dengan mengukur seluruhnya dari jumlah ikan uji pada setiap wadah percobaan. Pertumbuhan panjang harian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Yudhistira, 2010) :

Ph = [(ln Lt – ln L0)/t] x 100%

Keterangan: Ph = Pertumbuhan panjang harian (%) Lt = Panjang rata-rata akhir (cm) L0 = Panjang rata-rata awal (cm)

t = Lama pemeliharaan (hari)

Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Pengukuran pertumbuhan bobot dilakukan setiap 10 hari dan dengan mengukur seluruh ikan dari jumlah ikan uji pada setiap wadah percobaan. Laju pertumbuhan bobot harian (α) dihitung dengan rumus (Panjaitan, 2004) :

α = [(lnWt-lnWo)/t] x 100%

keterangan: α = Laju pertumbuhan bobot harian (%)

Wt = Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram) W0 = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram) t = Lama pemeliharaan (hari)


(23)

Kualitas Air

Parameter kualitas air media pemeliharaan ditentukan dengan mengukur parameter kualitas air selama penelitian yang terdiri dari parameter fisika dan kimia yang telah ditentukan yaitu pH, Ammonia, DO, suhu. Data ini digunakan untuk menentukan kelayakan kualitas air media pemeliharaan selama penelitian apakah masih memenuhi baku kelayakan hidup ikan Redfin.

Pengukuran Suhu dan DO dilakukan setiap melakukan sampling sedangkan pengukuran kandungan Ammonia dan pH dilakukan setiap 10 hari sekali dengan menggunakan Ammonia tes kit dan PH meter. Pengukuran ammonia dilakukan dengan mengambil sampel dari setiap perlakuan sebelum dilakukan pergantian air.

Analisis Data

Untuk mengetahui apakah pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati berpengatuh nyata atau tidak kemudian dilakukan uji analisis ragam (ANOVA) dan uji F pada selang kepercayaan 95%. Jika ada perbedaan nyata, maka akan diuji lanjut dengan menggunakan BNJ (Beda Nyata Jujur) pada selang kepercayaan 95% dan selanjutnya data akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.


(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup ikan redfin yang dipelihara dengan tingkat kepadatan 1 ekor/liter (P1), atau 3 ekor/2 liter (P2) dan 2 ekor/liter (P3) selama 40 hari berkisar 83,33% - 94,45%. Nilai tertinggi dicapai pada perlakuan P1 sebesar 94,45% dan nilai terendah pada perlakuan P3 81,95% atau untuk leibih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3. Dari hasil analisis data (ANOVA) dan uji F, diperoleh hasil bahwa pada perlakuan P1, P2, P3 menunjukkan hasil tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan redfin seperti pada lampiran 3.

Gambar 3. Histogram Kelangsungan Hidup Ikan Redfin Pada Setiap Perlakuan Selama Pengamatan

94.45% 88,89% 83,33% 76,00% 78,00% 80,00% 82,00% 84,00% 86,00% 88,00% 90,00% 92,00% 94,00% 96,00%

P1 P2 P3

K el angs unga n H idup (%) Perlakuan


(25)

Dari hasil pengujian diperoleh bahwa jumlah ikan mati setiap perlakuan yakni perlakuan P1 5,6%, P2 11,2%, dan P3 16,7%.

Laju Pertumbuhan Panjang Harian

Laju pertumbuhan harian ikan mas redfin yang dipelihara selama 40 hari pada setiap perlakuan P1, P2, P3 berturut – turut adalah 0.25%, 0.19%, dan 0.10%. Laju pertumbuhan panjang harian tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yakni sebesar 0,25% sedangkan laju pertumbuhan panjang harian terkecil terdapat pada P3 yaitu sebesar 0,11% seperti pada gambar 4.

Gambar 4. Histogram Laju Pertumbuhan Panjang Harian Ikan Redfin Pada Setiap Perlakuan Selama Pengamatan

Berdasarkan pengamatan peningkatan padat penebaran yang diberikan terhadap ikan redfin juga mempengaruhi kenaikan laju pertumbuhan panjang harian ikan redfin selama masa pemeliharaan 40 hari seperti Gambar 5 di bawah ini. Grafik menunjukkan pada setiap sampling dilakukan nilai panjang terbesar diperoleh

0,25% 0,19% 0,11% 0,00% 0,05% 0,10% 0,15% 0,20% 0,25% 0,30%

P1 P2 P3

L aj u P er tum buha n P anj ang ( % ) Perlakuan


(26)

pada perlakuan P1 kemudian diikuti P2 dan P3 yang memiliki nilai panjang terendah.

Gambar 5. Grafik Pertumbuhan Panjang (Cm) Ikan Redfin yang Dipelihara Pada Setiap Perlakuan Selama 40 Hari

Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap laju pertumbuhan panjang harian. Hasil dari uji lanjut pelakuan P1 berbeda nyata terhadap perlakuan P2 dan P3, begitu juga dengan perlakuan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P3 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 4.

Laju Pertumbuhan Berat Harian

Laju pertumbuhan berat harian atau laju spesifik yang dipelihara pada tingkat kepadatan P1, P2, P3 berturut-turut adalah 0.78%, 0.57%, dan 0.38%. Laju pertumbuhan berat harian tertinggi ada pada perlakuan P1 yaitu 0.78%, sedangkan laju pertumbuhan berat harian terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu 0.38%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 6.

5,03 5,11 5,27 5,43 5,59 5,07 5,1 5,23 5,32 5,49 5,02 5,05 5,11 5,19 5,24 4,7 4,8 4,9 5 5,1 5,2 5,3 5,4 5,5 5,6 5,7

0 10 20 30 40

P1 P2 P3 L aj u P er tum buha n P anj ang ( cm ) Hari Ke


(27)

Gambar 6. Histogram Pertumbuhan Berat (gram) Ikan Redfin pada Setiap Perlakuan Selama 40 Hari

Berdasarkan pengamatan dan sampling yang dilakukan setiap sepuluh hari, peningkatan padat penebaran yang diberikan terhadap ikan redfin mempengaruhi laju berat harian ikan redfin selama masa pemeliharaan 40 hari seperti pada Gambar 7 di bawah ini. Grafik menunjukkan pada setiap sampling dilakukan nilai pertumbuhan bobot tertinggi diperoleh pada P1 kemudian diikuti perlakuan P1 dan perlakuan P3 yang memiliki nilai berat terendah.

Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Berat (gram) ikan Redfin yang dipelihara Pada Setiap Perlakuan Selama 40 Hari.

0,78% 0,57% 0,38% 0,00% 0,10% 0,20% 0,30% 0,40% 0,50% 0,60% 0,70% 0,80% 0,90%

P1 P2 P3

1,02 1,07

1,15

1,28 1,4 1,02 1,04 1,1

1,2 1,28 1 1,01 1,05 1,12

1,16 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6

0 10 20 30 40

P1 P2 P3 L aj u P er tum buha n B er at ( % ) Perlakuan L aj u P er tum buha n B er at ( % ) Hari Ke


(28)

Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan berat harian atau pertumbuhan spesifik ikan redfin dan berdasakan uji lanjut pelakuan P1 berbeda nyata terhadap perlakuan P3, tetapi perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 5.

Kualitas Air

Terjadi penurunan beberapa parameter kualitas air seperti kandungan pH, amoniak, dan oksigen terlarut karena meningkatnya padat penebaran ikan redfin dalam wadah pemeliharaan. Namun pada parameter kualitas air pH, suhu, kadar amoniak adalah sama pada setip perlakuan seperti pada Tabel 1. Hal ini dikarenakan wadah pemeliharaan ikan redfin terhubung antara satu akuarium dengan akuarium lainnya dalam satu sistem resirkulasi.

Tabel 1. Data Kualitas Air Selama Pemeliharaan

PERLAKUAN ULANGAN PARAMETER KUALITAS AIR

Suhu (Co)

DO (mg/L)

pH Amoniak

(mg/L)

P1 1 28-30 5,8-7,0 6,7-7,3 0-0,1

2 28-30 5,7-6,9 6,7-7,3 0-0,1

3 28-30 5,6-6,9 6,7-7,3 0-0,1

P2 1 28-30 5,7-6,9 6,7-7,3 0-0,1

2 28-30 5,6-6,8 6,7-7,3 0-0,1

3 28-30 5,7-6,5 6,7-7,3 0-0,1

P3 1 28-30 5,8-6,9 6,7-7,3 0-0,1

2 28-30 5,6-6,8 6,7-7,3 0-0,1


(29)

Pemberian Pakan

Pakan yang digunakan selama adalah pakan buatan (pelet ikan hias) dengan jumlah 5% dari berat tubuh ikan dan frekuensi pemberian pakan 3 kali dalam satu hari yakni pukul 09.00, 13.00, dan 17.00. Berikut adalah jumlah pemberian pakan selama 40 hari penelitian.

Perlakuan Ulangan Total pakan pada sampling ke- (gram) Total pakan (gram)

0 1 2 3 4

P1

1 6,24 5,5 5,6 6 7 30,34

2 6 6,24 7,08 7,8 8,4 35,52

3 6,24 6,24 6,72 8,04 9,6 36,84 P2

1 9,36 8,84 9,35 9,86 10,71 48,12

2 9 8,32 8,8 9,6 10.08 45,8

3 9 8 8,25 9 9,6 43,85

P3

1 12 11,22 11,13 12,76 13,2 60,31

2 12 11 10,2 10,2 11,2 54,6

3 12 10,71 9,88 10,64 10,44 53,67


(30)

Pembahasan

Kematian ikan terjadi adalah akibat dari persaingan yang timbul dari tingkat kepadatan yang tinggi sehingga kepadatan menjadi faktor pembatas terhadap kelangsungan hidup ikan redfin. Hal ini dapat juga terjadi karena perlakuan pada padat tebar tertinggi telah melampaui daya dukung perairan. Daya dukung merupakan kemampuan suatu perairan untuk dapat mendukung kehidupan biota dalam perairan tanpa menambah atau mengurangi biomassanya. Peningkatan padat penebaran akan mengganggu tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup.

Selama penelitian terjadi kematian pada beberapa ekor ikan pada beberapa perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Hal ini terjadi hari pertama hingga hari ke empat puluh. Hal tersebut diduga karena stres akibat pemindahan ikan dan padat penebaran. Persaingan ruang gerak mengakibatkan banyak ikan redfin, terutama pada perlakuan 2 ekor/liter, saling berkelahi satu sama lain. Perkelahian ini biasanya akan menyebabkan satu dua ekor ikan mati pada keesokan harinya. Ikan yang mati tersebut memiliki tubuh yang tidak utuh seperti kehilangan perutnya, matanya maupun ekornya.

Nilai kualitas air mempengaruhi terhadap kematian ikan, menurut Murtejo (2010) ikan Redfin hidup pada pH 6.2 - 7.5 (optimum 7.0), dengan tingkat kesadahan 2 - 15 dH (optimum 10), dan suhu berkisar 23 - 26°C, sementara para penelitian yang dilakukan nilai kualitas air yaitu ph 6.7-7.3, suhu 280C -300C

sehingga terjadi kematian pada awal penelitian dimana ikan masih mengalami proses adaptasi terhadap lingkungan baru dapat dilihat pada lampiran 6 terjadi perubahan kualitas air pada awal penelitian sampai akhir penelitian.


(31)

Sebagaimana makhluk hidup lainnya ikan membutuhkan lingkungan yang nyaman agar dapat hidup sehat. Kualitas air merupakan faktor utama yang mempengaruhi kelangsungan hidup serta pertumbuhan dari segala jenis ikan. Murtejo (2010) menyatakan bahwa ikan redfin dapat tumbuh mencapai panjang 14 - 15 cm. Ikan Redfin hidup pada pH 6.2 - 7.5 (optimum 7.0), dengan nilai DO berkisar antara 4,5 – 6,5 mg/l , dan suhu berkisar 23 - 30°C.

Pada parameter DO, pH, terjadi penurunan sedangkan pada parameter amoniak terjadi peningkatan di setip perlakuan padat penebaran atau dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan pengukuran kualitas air media pemliharaan, nilai DO selama pemeliharaan berkisar antara 5,6-7,0 mg/L. nilai DO 7,0 mg/L hanya terdapat pada awal pemeliharaan kemudian terus turun hingga di akhir pemeliharaan nilai DO terendah yaitu 5,6 mg/L terdapat pada perlakuan P3 dan terjadi pada minggu terakhir pengamatan. Demikian halnya dengan nilai pH, nilai tetinggi 7,3 pada awal penelitian kemudian turun hingga 6,7. Hasil pengukuran nilai pH pada setiap perlakuan adalah sama hal ini disebabkan akuarium sebagai wadah pemeliharaan terhubung antara satu dengan lain yang mengakibatkan air media sebagai media pemeliharaan dari setiap perlakuan tercampur satu dengan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 6.

Pada parameter amoniak terjadi peningkatan nilai. Nilai terendah hanya terdapat pada awal penelitian kemudian terus meningkat hingga 0,01 mg/L pada akhir penelitian. Hasil dari pengukuran amoniak juga menunjukkan kadar amoniak dari setiap perlakuan selama pemeliharaan adalah sama. Sedangkan hasil pengukuran suhu selama pemeliharaan pada kisaran 28 – 300C. Pada parameter


(32)

tidak ada perubahan suhu drastis selama pemeliharaan. Hal tersebut disebabkan pemeliharaan dilakukan pada ruangan atau pada lingkungan yang terkontrol. Hasil pengukuran suhu juga menunjukkan nilai yang sama pada setiap perlakuan. Suhu juga merupakan salah satu paremeter yang menentukan keberhasilan budidaya ikan redfin, hal ini disebabkan ikan merupakan hewan berdarah dingin. Suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan meningkatnya laju metabolisme ikan redfin yang meningkatkan intensitas pembuangan kotoran sehingga kandungan oksigen menurun.

Sistem filterasi membantu menjaga kualitas air dengan baik dan adanya pergerakan air dari wadah pemeliharaan ke wadah filterasi kemudian dialirkan lagi ke wadah pemeliharaan telah menyuplai oksigen. Menurut Handajani dan Hastuti (2002), Prinsip resirkulasi ditujukan untuk meningkatkan oksigen terlarut, mengurangi karbondioksida, ammonia dan limbah organik yang dihasilkan ikan. Dengan prinsip ini, kualitas air akan tetap baik untuk kehidupan ikan dan air tidak perlu diganti dalam waktu 3 bulan, kecuali bila dianggap perlu. Sistem ini cocok digunakan pada dibudidaya ikan secara intensif terutama di daerah dengan lahan dan air terbatas. Kegunaan sistem resirkulasi adalah untuk menghemat air, dan mempermudah pengontrolan lingkungan budidaya. Filter di dalam sistem ini berfungsi mekanis untuk menjernihkan air dan berfungsi biologis untuk menetralisasi senyawa amoniak yang toksik menjadi senyawa nitrat yang kurang toksik dalam suatu proses yang disebut nitrifikasi

Kotoran dari ikan redfin dan sisa pakan ikan akan diuraikan oleh bakteri nitrosomoas menjadi nitrit dimana prosesnya membutuhkan oksigen sehingga dapat menurunkan kadar oksigen terlarut (DO) di dalam air media pemeliharaan.


(33)

Menurut Sidik, dkk (2002). Berhasil tidaknya budidaya ikan di dalam sistem resirkulasi tertutup sangat ditentukan oleh baik tidaknya fungsi nitrifikasi di dalam sistem tersebut. Menurut Wills (1993) dalam Sumpeno (2005) penggunaan zeolit dalam sistem resirkulasi dapat mengurangi ammonia terlarut di dalam air. Zeolit adalah alumina-silikat (SiO4 dan AlO4) dengan struktur kerangka berpori yang

berisi kation dan molekul air. Dalam sistem resirkulasi, peranan zeolit sangat penting sebagai absorban, yang mengikat sejumlah molekul dan gas yang berbahaya dalam perairan budidaya (misalnya ammonia). Selain disebabkan oleh amoniak penurunn kadar oksigen juga disebabkan oleh proses respirasi dari ikan redfin tersebut. Perlakuan padat tebar yang berbeda juga mengakibatkan kebutuhan oksigen di setiap wadah pemeliharaan berbeda-beda pula. Menurut Goddard (1996) dalam penelitian Yudhistira (2010) kualitas air menurun seiring peningkatan padat tebar yang diikuti dengan penurunan tingkat pertumbuhan. Namun jika kondisi lingkungan dapat dipertahankan dengan baik dan pemberian pakan yang cukup, kepadatan ikan yang tinggi akan meningkatkan produksi. Padat penebaran dan pertukaran air akan sangat mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan efisiensi pakan. Oksigen yang semakin berkurang dapat ditinggkatkan dengan pergantian air dan pemberian aerasi.

Nilai kelangsungan hidup ikan redfin pada akhir penelitian berkisar antara 75% - 83,33%, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa padat tebar ikan redfin P1, P2 dan P3 yang dipelihara selama 40 hari tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan panjang harian dan laju pertumbuhan bobot harian, dan juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan redfin dijelaskan pada lampiran 7 dengan demikian adanya peningkatan


(34)

padat tebar hingga perlakuan P3 tidak menurunkan laju pertumbuhan panjang harian dan laju pertumbuhan bobot harian ikan redfin. Pada penelitian ini tingkat kelangsungan hidup, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar ikan hingga kepadatan 2 ekor/liter tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan redfin. Tingkat kelangsungan hidup ikan redfin selama masa pemeliharaan yakni berkisar antara 83,33% - 94,4%. Kematian ikan ini diduga akibat ikan stres karena kurang baiknya penanganan ikan pada awal melakukan pemeliharaan. Pada penelitian sebelumnya oleh Ginting (2014) dengan menggunakan ikan maskoki (Carassius auratus) perlakuan padat penebaran juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan uji.

Menurut Wedemeyer (1996) menyatakan bahwa peningkatan padat penebaran akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis sehingga pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan. Respon stres terjadi dalam tiga tahap yaitu tanda adanya stres, bertahan, dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar ikan mulai mengeluarkan energinya untuk bertahan dari stres. Selama proses bertahan ini pertumbuhan menurun. Stres meningkat cepat ketika batas daya tahan ikan telah tercapai atau terlewati. Dampak stres ini mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun dan selanjutnya terjadi kematian.

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu (Effendie, 2002). Laju pertumbuhan panjang harian tertinggi dan pertumbuhan bobot harian tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu berturut – turut yakni 0.25% dan 0.68%, sedangkan laju pertumbuhan harian dan laju


(35)

pertumbuhan berat terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu 0.11%. dan 0.39%. Berdasarkan uji lanjut menunjukkan bahwa pelakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P3. Pertambahan panjang ikan redfin diiringi dengan pertambahan berat ikan tersebut atau laju pertumbuhan panjang harian berbanding lurus dengan pertumbuhan berat harian ikan redfin dapat dilihat pada lampiran 8 dan lampiran 9. Semakin besar nilai koefisien keragaman panjang (p>0,05) maka dalam populasi tersebut ukuran antar individu akan semakin beragam. Keseragaman ukuran ikan dalam suatu populasi sangat penting karena apabila terjadi keragaman yang tinggi maka kompetisi akan semakin tinggi pula dalam hal ini kompetisi perebutan ruang gerak.

Penurunan nilai laju pertumbuhan panjang harian, pertumbuhan panjang mutlak dan nilai koefisien keragaman ikan yang tinggi diduga karena ruang gerak ikan yang semakin sempit dengan meningkatnya padat penebaran. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Wedemeyer (1996), peningkatan padat penebaran akan mengganggu tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Rata-rata ikan yang mati adalah ikan yang berukuran kecil karena adanya perkelahian dengan ikan yang berukuran lebih besar dalam perebutan ruang gerak. Sehingga ikan yang lebih besar akan mendominasi ikan yang lebih kecil. Hal ini menyebabkan ikan yang berukuran kecil menjadi terhambat pertumbuhannya sehingga pertumbuhan panjang mutlak ikan menurun dan koefisien keragamannya tinggi.

Jumlah pakan yang diberikan pada setiap perlakuan adalah sama atau homogen yakni 5% dari bobot tubuh ikan redfin setiap harinya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Livianto dan Afrianto (1990) yang menyatakan bahwa


(36)

jumlah pakan yang umum diberikan bagi ikan redfin adalah 3-5% dari bobot tubuh. Pertumbuhan akan semakin cepat jika makanan yang diberikan sesuai kebutuhan ikan, sedangkan jika pakan diberikan secara berlebih ke dalam wadah pemeliharaan akan mengakibatkan penurunan kualitas air. Kandungan gizi dalam pakan ikan juga mempengaruhi pertumbuhan ikan. Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang biasa digunakan oleh pembudidaya ikan hias. Pakan yang diberikan adalah pakan dari dari jenis yang sama dan merek dagang yang sama pada tiap perlakuan.

Kualitas air media budidaya dipengaruhi oleh kandungan amoniak didalamnya. Penurunan kualitas air hiangga berada di bawah batas layak bagi budidaya ikan redfin akan menyebabkan ikan stress yang kemudian dapat mengganggu laju pertumbuhan ikan. Penurunan kualitas air juga dapat disebabkan karena pemberian jumlah pakan yang berlebih yang menyebabkan pakan tersisa dan tidak termakan oleh ikan. Pakan yang tersisa akan terakumulasi menjadi racun dan toksik bagi ikan budidaya karena adanya proses penguraian bahan organik dimana proses tersebut dilakukan bakteri anaerob yang menggunakan oksigen terlarut dalam air untuk membantu proses dekomposisi. Menurut Sumpeno (2005) meningkatnya konsentrasi ammonia selain disebabkan oleh semakin tingginya padat penebaran, juga dipengaruhi oleh waktu (masa) pemeliharaan sampai dengan periode tertentu. Sedangkan menurut Barus (2004) keseimbangan amonium dan ammonia di dalam air sangat dipengaruhi oleh nilai pH air. Semakin tinggi nilai pH akan menyebabkan meningkatnya konsentrasi ammonia yang bersifat toksik bagi perairan


(37)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan analisis ragam perlakuan P1 (1 ekor/liter), P2 (2 ekor/3liter), dan P3 (3 ekor/liter) memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan panjang harian, tetapi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bobot harian dan kelangsungan hidup ikan redfin yang dipelihara selama 40 hari.

2. Berdasarkan hasil Uji lanjut perlakuan P1 berbeda sangat nyata dengan P2 dan P3 sehingga diperoleh perlakuan terbaik adalah P1 karena memiliki nilai laju pertumbuhan panjang tertinggi dan berdasarkan lanjut P1 berbeda nyata dengan P3 dimana perlakuan P1 memiliki laju pertumbuhan berat harian sebesar 0.78% dan laju pertumbuhan panjang harian sebesar 0,25%. Sedangkan kelangsungan hidup pada perlakuan P1, P2 dan P3 berkisar 83,33% - 94,45%. Sehingga padat tebar optimum pemeliharaan ikan redfin adalah 1 ekor/liter.

Saran

Perlu dilakukan penelitian selanjutnya pada ukuran yang lebih kecil atau dengan perlakuan dibawah 1 ekor/liter sebagai pembanding.


(38)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum)

Menurut Fowler (1934) diacu oleh Murtejo (2010), susunan taksonomi dari Redfin adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Subfamily : Bilateria

Genus : Epalzeorhynchos

Species : Epalzeorhynchos frenatum

Ikan Redfin adalah salah satu ikan hias yang memilki tingkat permintaan tinggi baik di dalam maupun di luar negeri. Habitat Ikan Redfin adalah di bagian tengah dan dasar perairan. Ikan ini berasal dari daratan Asia Tenggara, yaitu berasal dari Sungai Mengkong di Thailand.


(39)

Ikan Redfin memiliki ciri mulut yang tajam ke depan dan sepasang sungut pada bagian depan mulutnya, tubuhnya berwarna ungu coklat kehitaman kadang-kadang bervariasi dengan warna violet. Siripnya berwarna orange kemerahan hingga merah, terdapat garis hitam dari bagian operkulum hingga bagian mulut terdepan (Murtejo, 2010).

Kemampuan reproduksi redfin bisa mencapai 1000 butir telur. Induk jantan dan betina agak sulit dibedakan, namun bentuk tubuh yang agak gemuk dan sedikit panjang biasanya adalah betina, sedangkan yang jantan biasanya agak pendek dan langsing pada bagian perutnya. Ikan redfin termasuk jenis ikan yang agresif. Tempat pemeliharaannya memerlukan tempat persembunyian dan menginginkan lingkungan yang mempunyai ph mendekati normal antara 6.5 - 7.5

dengan kesadahan lunak maksimum 1o serta suhu 24oC – 28oC

(Priatama, 2009).

Sedangkan menurut Murtejo (2010) Ikan ini dapat tumbuh mencapai panjang 14 - 15 cm. Ikan Redfin hidup pada pH 6.2 - 7.5 (optimum 7.0), dengan tingkat kesadahan 2 - 15 dH (optimum 10), dan suhu berkisar 23 - 26°C. Ikan Redfin menyukai jenis makanan berupa alga, pelet, sayuran, bayam, tubifex, dapnia dan serangga kecil. Ikan Redfin jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan melihat ciri morfologisnya, yaitu pada ikan jantan memiliki tanda hitam dibagian sirip anal dan memiliki bentuk tubuh cenderung lebih ramping sedangkan pada ikan betina tidak memiliki tanda hitam pada bagian sirip anal dan tubuhnya cenderung lebih terlihat gemuk dibandingkan jantan. Ikan ini memiliki sifat agresif atau teritori dalam mendapatkan makanan sehingga tingkat kompetisi makanan antara spesies sangat tinggi


(40)

Padat Penebaran

Padat penebaran ikan adalah jumlah ikan atau biomassa yang ditebar persatuan luas atau volume wadah pemeliharaan (Effendi, 2004). Menurut Bardach, dkk. (1972) tingkat padat penebaran akan mempengaruhi keagresifan ikan. Ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang rendah akan lebih agresif, sedang ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang tinggi akan lambat pertumbuhannya karena tingginya tingkat kompetisi dan banyaknya sisa-sisa metabolisme yang terakumulasi dalam media air.

Padat penebaran berhubungan dengan produksi dan pertumbuhan ikan. Menurut Hepher dan Pruginin (1981) yang diacu oleh Effendi, dkk. (2006) peningkatan kepadatan akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan (critical standing crop) dan pada kepadatan tertentu pertumbuhan akan berhenti (carrying capacity). Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, peningkatan kepadatan harus disesuaikan dengan daya dukung (carrying capacity). Faktor-faktor yang mempengaruhi carrying capacity antara lain adalah kualitas air, pakan dan ukuran ikan. Pada keadaan lingkungan yang baik dan pakan yang mencukupi, peningkatan kepadatan akan disertai dengan peningkatan hasil (produksi) Effendi, dkk. (2006).

Menurut Suresh dan Lin (1992) bahwa kualitas air menurun seiring peningkatan padat tebar yang diikuti dengan penurunan tingkat pertumbuhan. Namun jika kondisi lingkungan dapat dipertahankan dengan baik dan pemberian pakan yang cukup, kepadatan ikan yang tinggi akan meningkatkan produksi. Padat penebaran dan pertukaran air akan sangat mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan efisiensi pakan. Oksigen yang semakin berkurang dapat ditinggkatkan dengan pergantian air dan pemberian aerasi (Goddard, 1996).


(41)

Dalam penelitian Yudhistira (2010) dikatakan bahwa sampai saat ini, pendederan ikan redfin masih dilakukan secara tradisional dan tidak terkontrol sehingga produksi yang dilakukan belum optimal. Berdasarkan hasil survey kepada petani redfin didaerah Sawangan, Depok, petani biasanya menggunakan kepadatan 2 ekor/l dalam pendederan ikan redfin dari ukuran 3/4 inchi ke ukuran 1,5 inchi dalam kurun waktu 1 bulan. Dari pendederan ini didapatkan kelangsungan hidup sebesar 80 - 90 %.

Sistem Resirkulasi

Resirkulasi merupakan sistem aliran air yang mengalir secara terus menerus dalam sebuah wadah pemeliharaan, terdapat filtrasi sebagai penyaring kotoran/limbah, dan menggunakan pompa sebagai energi penggerak (Sumpeno, 2005). Prinsip resirkulasi ditujukan untuk meningkatkan oksigen terlarut, mengurangi karbondioksida, ammonia dan limbah organik yang dihasilkan ikan. Dengan prinsip ini, kualitas air akan tetap baik untuk kehidupan ikan dan air tidak perlu diganti dalam waktu 3 bulan, kecuali bila dianggap perlu. Sistem ini cocok digunakan pada dibudidaya ikan secara intensif terutama di daerah dengan lahan dan air terbatas. Kegunaan sistem resirkulasi adalah untuk menghemat air, dan mempermudah pengontrolan lingkungan budidaya (Handajani dan Hastuti, 2002).

Sistem budidaya resirkulasi termasuk sistem budidaya intensif. Sistem ini memanfaatkan ulang air yang sudah digunakan dengan meresirkulasinya melewati sebuah filter, sehingga sistem ini bersifat hemat air (Sidik 1996). Filter di dalam sistem ini berfungsi mekanis untuk menjernihkan air dan berfungsi biologis untuk menetralisasi senyawa amoniak yang toksik menjadi senyawa nitrat yang kurang


(42)

toksik dalam suatu proses yang disebut nitrifikasi (Spotte 1979). Berhasil tidaknya budidaya ikan di dalam sistem resirkulasi tertutup sangat ditentukan oleh baik tidaknya fungsi nitrifikasi di dalam sistem tersebut (Sidik, dkk., 2002).

Sistem resirkulasi terdiri dari beberapa bagian, yaitu filter mekanis (mechanical treatment), filter fisik, dan filter biologi (Handajani dan Hastuti, 2002). Filter Mekanik adalah untuk menurunkan turbiditas di air yang disebabkan oleh mikroroganisme dan partikel lain, untuk menurunkan tingat koloid organik, dan untuk menyingkirkan detritus dari filter biologi (Spotte, 1970 dalam Kiloes, 2004). Menurut Stickney (1979) diacu oleh Kiloes (2004) mengatakan, proses yang terjadi dalam filter biologi adalah proses nitrifikasi dari ammonia menjadi nitrat.

Menurut Wills (1993) diacu oleh Sumpeno (2005) penggunaan zeolit dalam sistem resirkulasi dapat mengurangi ammonia terlarut di dalam air. Zeolit adalah alumina-silikat (SiO4 dan AlO4) dengan struktur kerangka berpori yang

berisi kation dan molekul air. Dalam sistem resirkulasi, peranan zeolit sangat penting sebagai absorban, yang mengikat sejumlah molekul dan gas yang berbahaya dalam perairan budidaya (misalnya ammonia).

Menurut Tanjung (1994) diacu oleh Diansari (2013) sistem resirkulasi adalah salah satu jawaban untuk menjaga kualitas air tetap optimal selama pemeliharaan ikan di dalam wadah tertutup. Resirkulasi adalah sistem yang menggunakan air secara terus-menerus dengan cara diputar untuk dibersihkan di dalam filter kemudian di alirkan kembali ke wadah budidaya. Memelihara ikan pada sistem resirkulasi selalu dihadapkan pada masalah penumpukan bahan


(43)

organik (feses, sisa pakan), anorganik (ammonia, nitrit, nitrat) yang terlarut dan terbatasnya oksigen terlarut.

Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi adalah pertambahan jumlah. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang digolongkan menjadi dua bagian yang besar yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya adalah faktor yan sukar di kontrol seperti keturunan sex, umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ialah makanan dan suhu (Effendie, 2002)

Wedemeyer (1996) menyatakan bahwa peningkatan padat penebaran akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis sehingga pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan. Respon stres terjadi dalam tiga tahap yaitu tanda adanya stres, bertahan, dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar ikan mulai mengeluarkan energinya untuk bertahan dari stres. Selama proses bertahan ini pertumbuhan menurun. Stres meningkat cepat ketika batas daya tahan ikan telah tercapai atau terlewati. Dampak stres ini mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun dan selanjutnya terjadi kematian. Gejala ikan sebelum mati yaitu warna tubuh menghitam, gerakan tidak berorientasi, dan mengeluarkan lendir pada permukaan kulitnya.


(44)

Menurut Kimball (1994) diacu Dewatisari (2007), pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai perubahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. pertumbuhan pada organisme dapat terjadi secara sederhana dengan peningkatan jumlah sel-selnya, dan juga dapat terjadi sebagai akibat dari peningkatan jumlah dan ukuran sel. Pada organisme agar pertumbuhan dapat terjadi maka laju sintesis molekul yang kompleks dari organism itu misalnya protein harus melebihi proses perombakan. Artinya harus ada tambahan molekul organik (asam amino, asam lemak, gliserol, dan glikosa yang diambil dari lingkungannya.

Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup adalah persentase ikan yang hidup dari seluruh ikan yang dipelihara dalam suatu wadah (Effendie, 2002). Menurut Hepher dan Pruginin (1981) diacu oleh Setiawan 2009, tingkat kelangsungan hidup ikan adalah nilai persentase jumlah yang hidup selama masa pemeliharaan tertentu. Padat penebaran ikan yang tinggi dapat mempengaruhi lingkungan budidaya dan interaksi ikan. Peningkatan padat penebaran akan menggangu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologi ikan. Akibat lanjut dari proses tersebut adalah penurunan pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Penyakit dan kekurangan oksigen akan mengurangi jumlah ikan secara drastis, terutama ikan yang berukuran kecil.


(45)

Kualitas Air

Sebagaimana makhluk hidup lainnya ikan membutuhkan lingkungan yang nyaman agar dapat hidup sehat. Kualitas air merupakan faktor utama yang mempengaruhi kelangsungan hidup serta pertumbuhan dari segala jenis ikan Menurut Effendie (2002) ada banyak parameter fisika dan kimia kualitas air yang mempengaruhi antara lain;

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor penting yaitu sebagai controling factor yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Ikan merupakan hewan berdarah dingin poikilothermal, yakni suhu tubuh dipengaruhi suhu lingkungan habitatnya sehingga metabolisme tergantung dari suhu lingkungannya (Panjaitan, 2004). Peningkatan Suhu dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10○C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering tidak mampu mempengaruhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba (Effendi, 2003). Meningkatnya suhu air dan aktivitas metabolisme mengakibatkan DO menurun dan dapat akhirnya menyebabkan kematian pada ikan Redfin, sehingga perlu dilakukan pengaturan tingkat kepadatan ikan Redfin agar tetap sesuai dengan laju metabolisme di dalam wadah pemeliharaan.


(46)

Oksigen Terlarut

Menurut Effendi (2003) menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada percampuran (mixing), dan pergerakan (turbulance) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang mencemari air.

pH (Potensial of Hidrogen)

Air merupakan kombinasi dari hidrogen (H) dan oksigen (O) dengan perbandingan dua atom hidrogen dan satu atom oksigen. Atom-atom tersebut membentuk muatan atau ion, yaitu ion H+ dan ion OH- . nilai pH meupakan

perbandingan dari ion ion tersebut. Bila perbandingannya seimbang maka air dikatakan netral. Bila ion H+ lebih besar dibandingkan dengan OH- maka air

dikatakan asam. Sementara bila dibalikkan maka air dikatakan basa. Nilai maksimal untuk derajat keasaman adalah 14. Skala pH dalam Logaritmik. Artinya, setiap satu unit yang terhitung meripakan 10x perubahan konsentrasi ion. Oleh karena itu, kalau terjadi sedikit perubahan pada nilai pH maka hal itu terjadi perubahan yang sangat besar terhadap perbedaan kandungan ion (Priatama, 2009). Kondisi air yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion Aluminium. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi ammonia yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004). Mackereth, dkk. (1989) dalam Effendi (2003) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan


(47)

karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH <5, alkalinitas dapat mencapai nol. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas.

Ammonia

Penguraian zat nutrisi dari sumber makanan yaitu protein dan lemak menjadi masalah dalam perairan terutama protein yang berupa amonium dan ammonia. Keseimbangan amonium dan ammonia di dalam air sangat dipengaruhi oleh nilai pH air. Semakin tinggi nilai pH akan menyebabkan meningkatnya konsentrasi ammonia yang bersifat toksik bagi perairan (Barus, 2004).

Menurut Sumpeno (2005) meningkatnya konsentrasi ammonia selain disebabkan oleh semakin tingginya padat penebaran, juga dipengaruhi oleh waktu (masa) pemeliharaan sampai dengan periode tertentu. Terjadinya penurunan kualitas air akibat melimpahnya kandungan ammonia dalam wadah budidaya dapat membahayakan organisme budidaya, karena bersifat toksik. Adanya sistem resirkulasi dapat membantu menjaga kualitas air dengan baik dengan filtrasi, ataupun debit air yang membantu suplai oksigen.


(48)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha perikanan Indonesia sudah sejak lama berlangsung dan terus berkembang hingga saat ini. Bisnis perikanan yang cukup berkembang adalah bisnis ikan hias yang mulai menunjukkan peningkatan cukup signifikan. Sebagaimana terungkap dalam salah satu seminar Indonesia Fish, Indonesia telah menjadi eksportir ikan hias sejak tahun 1970. Dengan pasar Singapura dan Hongkong, mencapai nilai ekspor sekitar US$ 100.000 setahun. Sejauh ini, devisa ikan hias tertinggi adalah US$ 12 juta pada tahun 2002 ( Murtejo, 2008).

Ikan hias merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan salah satu komoditas ekspor di Indonesia. Pada umumnya ikan hias masih diproduksi oleh petani dengan skala kecil. Ada banyak jenis ikan hias yang dibudidayakan oleh petani ikan hias di Indonesia. Salah satunya adalah ikan Redfin (E. frenatum).

Ikan hias akan memiliki harga yang lebih tinggi jika memiliki ukuran panjang yang lebih besar atau penampilan yang menarik. Untuk memenuhi permintaan pasar, maka budidaya dengan teknologi dan manajemen yang baik sangat diperlukan agar memperoleh hasil yang memuaskan. Salah satunya adalah dengan melakukan pembudidayaan ikan intensif (buatan dengan perlakuan khusus) untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas benih ikan Redfin (E. frenatum). Usaha budidaya ikan Redfin dapat dikelompokkan menjadi usaha pembenihan dan pembesaran. Pembudidayaan ikan intensif dapat dilakukan dengan meningkatkan padat penebaran dan memperhatikan kualitas air pada wadah pemeliharaan.


(49)

Peningkatan padat penebaran akan mengganggu proses fisiologis dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya akan dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan. Akibat lanjut dari proses tesebut adalah penurunan pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan. Sehingga peningkatan padat penebaran harus sesuai dengan daya dukung (Setiawan, 2009).

Ikan Redfin (E. frenatum) adalah salah satu ikan family Cyprinidae yang populer dipelihara dalam akuarium air tawar. Ikan ini juga dikenal dengan nama ruby shark, red-fin shark, red-finned shark, rainbow sharkminnow, green fringelip labeo, whitefin shark dan whitetail sharkminnow. Ikan Redfin adalah salah satu komoditas ikan hias air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial (Yudhistira, 2010).

Meningkatnya padat penebaran tentu akan menurunkan kualitas air media pemeliharaan. Untuk menjaga kualitas air budidaya dilakukan dengan menerapkan sistem resirkulasi air media pemeliharaan dalam budidaya. Sistem resirkulasi adalah suatu wadah pemeliharaan ikan yang menggunakan sistem perputaran air yang dialirkan dari wadah pemeliharaan ikan ke wadah filter (treatment), lalu dialirkan kembali ke wadah pemeliharaan (Timmons dan Lososordo, 1994). Dengan menerapkan sistem resirkulasi maka limbah atau amoniak yang akan dihasilkan oleh ikan di dalam wadah pemeliharaan akan dialirkan ke wadah filter (treatment) untuk disaring dan diserap secara mekanis dan biologis oleh bahan-bahan yang terdapat dalam wadah pemeliharaan. Sistem resirkulasi akan membawa air dari Outlet filter dengan kualitas air yang lebih baik. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menentukan kepadatan optimal budidaya ikan Redfin


(50)

(E. frenatum) dengan sistem resirkulasi agar mendapatkan hasil produksi yang maksimal.

Perumusan Masalah

Ikan Redfin (E. frenatum) adalah salah satu ikan family Cyprinidae yang populer dipelihara dalam akuarium air tawar dan memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan salah satu komoditas ekspor di Indonesia. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum maka dilakukan budidaya intensif yaitu dengan padat penebaran.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan permasalahan yang terjadi antara lain:

1. Apakah sistem resirkulasi air pada wadah pemeliharaan dapat mengoptimalkan padat penebaran IkanRedfin (E. frenatum)?

2. Berapakah padat penebaran optimal benih ikan Ikan Redfin (E. frenatum) pada sistem resirkulasi?

Kerangka Pemikiran

Mengoptimalkan padat penebaran benih Ikan Redfin (E. frenatum) sangat diperlukan untuk mengimbangi permintaan pasar yang tinggi. Dengan bantuan sistem resirkulasi dapat meningkatkan padat penebaran ikan dan tanpa menggangu pertumbuhan optimum Ikan Redfin (E. frenatum). Dari beberapa Penelitian yang telah dilakukan dinyatakan bahwa padat penebaran dengan sistem resirkulasi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ikan hias.

Sistem resirkulasi dapat mengubah atau memperbaiki kualitas air dalam wadah pemeliharaan menjadi lebih baik. Sistem resirkulasi dapat meningkatkan nilai DO (Disolved Oksigen) atau nilai oksigen terlarut, kadar pH, kandungan


(51)

Amoniak (NH3) yang merupakan salah satu parameter utama dalam budidaya

perikanan. Permintaan pasar ikan hias yang tinggi mengakibatkan perlu dilakukannya budidaya intensif. Sehingga perlu juga dilakukan penelitian terhadap padat tebar optimum benih Ikan Redfin (E. frenatum). Secara ringkas, kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Permintaan Pasar

Ikan Hias Tinggi

Budidaya Ikan Hias

Intensif Ekstensif

Mengoptimalkan Padat Penebaran

Penambahan Hormon

Sistem Resirkulasi

Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup

Meningkatkan Mutu Produksi


(52)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari peneilitian ini adalah

1. Untuk mengetahui pengaruh padat penebaran Ikan Redfin (E. frenatum) dengan sistem resirkulasi air media pemeliharaan terhadap pertumbuhan (bobot dan panjang mutlak) serta kelangsungan hidup.

2. Menentukan padat tebar optimum dalam pemeliharaan Ikan Redfin (E. frenatum) yang dipelihara dalam sistem resirkulasi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada petani budidaya ikan redfin dan pecinta ikan hias tentang padat penebaran optimum ikan redfin dengan sistem resirkulasi, serta untuk menambah informasi tentang

pengaruh padat penebaran terhadap laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan Redfin.


(53)

ABSTRAK

REWALDY I SIREGAR. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum) yang Dipelihara dengan Sistem Resirkulasi. Dibimbing oleh ERIYUSNI dan INDRA LESMANA

Ikan redfin adalah satu diantara jenis ikan hias yang diminati. Budidaya intensif dapat dilakukan dengan mengoptimalkan padat penebaran. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh padat penebaran ikan Redfin (E. frenatum) dengan sistem resirkulasi air media pemeliharaan terhadap pertumbuhan serta kelangsungan hidup dan menentukan padat tebar optimum dengan panjang rata-rata 5,04 cm dan bobot rata-rata 1,01 gram. Ikan redfin yang digunakan sebanyak 162 ekor dan wadah pemeliharaan yang digunakan adalah 9 akuarium ukuran 40 cm x 20 cm x 20 cm dengan volume air 12 liter setiap akuarium, yang disusun dalam satu sistem resirkulasi dan dilengkapi dengan bak filter dan bak penampung berbentuk tabung. Parameter yang diamati adalah: kelangsungan hidup, laju pertumbuhan. Metode yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan padat tebar 1 ekor/liter (P1), 3 ekor/2 liter (P2) dan 2 ekor/liter (P3). Perlakuan P1 menunjukkan laju pertumbuhan panjang harian dan pertumbuhan bobot harian terbaik. P3 menunjukkan pertumbuhan panjang harian dan pertumbuhan bobot harian terendah. Padat tebar berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan panjang harian dan pertumbuhan bobot harian namun tidak berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup. Hasil uji Tukey menunjukkan perlakuan P3 dan P2 berbeda nyata dengan P1.

Kata kunci: Epalzeorhynchos frenatum, Redfin, Padat Tebar,Laju Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup


(54)

ABSTRACT

REWALDY I SIREGAR. Effect of Stocking density on the growth rate of Redfin fish (Epalzeorhynchos frenatum) that was maintained in recirculation system. Under academic supervision by ERIYUSNI and INDRA LESMANA.

Redfin fish is one of an interesting ornamental fish. Intensive cultivation can be done by optimizing the stocking density. This reasearch aims to determine the effect of stocking density of redfin fish (E. frenatum), with water recirculation system maintenance media on the growth and survival rate, and determine the optimum stocking density with an average length is 5,04 cm and an average weight is 1,01 gram. Redfin are used as much as 162 fishes and maintenance container used are 9 aquariums with size 40 cm x 20 cm x 20 cm and the volume water are 12 liters each aquarium have, which are arranged in a recirculation system and is equipped with a filter and sump basin tubular. The parameters observed during 40 days of observation are: survival and growth rate, and the daily of length and weight growth. During the observed, fish are given an artificial feed as much as 5% of body weight per day. Feeding frequency are 3 times a day which are at 09.00, 13.00, and 17.00 WIB. The method used is Completely Randomized Design with the treatment of stocking density 1 fish/liter (P1), 3 fish/2liter (P2), and 2 fish/liter (P3). Treatment P1 shows the best of daily length and weight growth. Treatment P3 shows the lowest of daily length and weight growth. Stocking density significantly affected on the daily length and weight growth rate, but did not significantly affect on survival rate. Tukey result has showed that the treatment P2 dan P3 significantly different from P1.

Key word: Epalzeorhynchos frenatum, Redfin, Stocking Density, Growth Rate, Survival Rate.


(55)

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP LAJU

PERTUMBUHAN IKAN REDFIN (Epalzeorhynchos frenatum)

YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM RESIRKULASI

REWALDY I SIREGAR 100302077

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(56)

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP LAJU

PERTUMBUHAN IKAN REDFIN (Epalzeorhynchos frenatum)

YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM RESIRKULASI

SKRIPSI

REWALDY I SIREGAR 100302077

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(57)

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP LAJU

PERTUMBUHAN IKAN REDFIN (Epalzeorhynchos frenatum)

YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM RESIRKULASI

SKRIPSI

REWALDY I SIREGAR 100302077

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(58)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Padat Tebar Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Redfin

(Epalzeorhynchos frenatum) yang Dipelihara dengan Sistem

Resirkulasi Nama : Rewaldy I Siregar

NIM : 100302077

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Eriyusni, M.Sc Indra Lesmana, S.Pi, M,Si Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

Mengetahui :

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan


(59)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Rewaldy I Siregar

Nim : 100302077

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Padat Tebar Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum) yang Dipelihara dengan Sistem Resirkulasi” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data infoemasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi

Medan, Agustus 2015

Rewaldy I Siregar NIM 100302077


(60)

ABSTRAK

REWALDY I SIREGAR. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum) yang Dipelihara dengan Sistem Resirkulasi. Dibimbing oleh ERIYUSNI dan INDRA LESMANA

Ikan redfin adalah satu diantara jenis ikan hias yang diminati. Budidaya intensif dapat dilakukan dengan mengoptimalkan padat penebaran. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh padat penebaran ikan Redfin (E. frenatum) dengan sistem resirkulasi air media pemeliharaan terhadap pertumbuhan serta kelangsungan hidup dan menentukan padat tebar optimum dengan panjang rata-rata 5,04 cm dan bobot rata-rata 1,01 gram. Ikan redfin yang digunakan sebanyak 162 ekor dan wadah pemeliharaan yang digunakan adalah 9 akuarium ukuran 40 cm x 20 cm x 20 cm dengan volume air 12 liter setiap akuarium, yang disusun dalam satu sistem resirkulasi dan dilengkapi dengan bak filter dan bak penampung berbentuk tabung. Parameter yang diamati adalah: kelangsungan hidup, laju pertumbuhan. Metode yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan padat tebar 1 ekor/liter (P1), 3 ekor/2 liter (P2) dan 2 ekor/liter (P3). Perlakuan P1 menunjukkan laju pertumbuhan panjang harian dan pertumbuhan bobot harian terbaik. P3 menunjukkan pertumbuhan panjang harian dan pertumbuhan bobot harian terendah. Padat tebar berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan panjang harian dan pertumbuhan bobot harian namun tidak berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup. Hasil uji Tukey menunjukkan perlakuan P3 dan P2 berbeda nyata dengan P1.

Kata kunci: Epalzeorhynchos frenatum, Redfin, Padat Tebar,Laju Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup


(61)

ABSTRACT

REWALDY I SIREGAR. Effect of Stocking density on the growth rate of Redfin fish (Epalzeorhynchos frenatum) that was maintained in recirculation system. Under academic supervision by ERIYUSNI and INDRA LESMANA.

Redfin fish is one of an interesting ornamental fish. Intensive cultivation can be done by optimizing the stocking density. This reasearch aims to determine the effect of stocking density of redfin fish (E. frenatum), with water recirculation system maintenance media on the growth and survival rate, and determine the optimum stocking density with an average length is 5,04 cm and an average weight is 1,01 gram. Redfin are used as much as 162 fishes and maintenance container used are 9 aquariums with size 40 cm x 20 cm x 20 cm and the volume water are 12 liters each aquarium have, which are arranged in a recirculation system and is equipped with a filter and sump basin tubular. The parameters observed during 40 days of observation are: survival and growth rate, and the daily of length and weight growth. During the observed, fish are given an artificial feed as much as 5% of body weight per day. Feeding frequency are 3 times a day which are at 09.00, 13.00, and 17.00 WIB. The method used is Completely Randomized Design with the treatment of stocking density 1 fish/liter (P1), 3 fish/2liter (P2), and 2 fish/liter (P3). Treatment P1 shows the best of daily length and weight growth. Treatment P3 shows the lowest of daily length and weight growth. Stocking density significantly affected on the daily length and weight growth rate, but did not significantly affect on survival rate. Tukey result has showed that the treatment P2 dan P3 significantly different from P1.

Key word: Epalzeorhynchos frenatum, Redfin, Stocking Density, Growth Rate, Survival Rate.


(62)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Padat Tebar Terhadap Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum) yang Dipelihara dengan Sistem Resirkulasi”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda Hotlin Siregar, S.E, M.M dan Ibunda Rusmida Aritonang, adinda Suvander Siregar, Sulowes Siregar, H.M. Anwary Siregar, Bobi C. Siregar, Imelda Sarah D. Siregar yang saya sayangi yang telah memberikan dukungan materi, kasih sayang dan doa kepada penulis. Pada kesempatan ini juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Eriyusni, M.Sc dan Bapak Indra Lesmana, S.Pi, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan dorongan, bimbingan, arahan, waktu dan perhatiannya dalam pengerjaan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Program Studi, seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Disamping itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Andrius Ginting S.Pi, Sudoyo Tobing, S.Pi, Ricky Suranta, S.Pi, Wildan, Albino, Navisa Fairuz, S.Pi, Ronald F. Naibaho, S.Pi, Teuku Irfan, Evan A. Hulu, Sarah D. Shandy, S.Pi, M. Fahmi, Andreas Marpaung, Dhiandra Putri, Riki Amanta, S.Pi, M.K. Saleh, S.Pi, Sultan, Eduard Tobing, SH, Aryani, SKg dan teman-teman Manajemen Sumberdaya Perairan stambuk 2010, stambuk


(63)

2012 dan stambuk 2013 dan seluruh rekan mahasiswa yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan dan Perikanan Budidaya.

Medan, Agustus 2015


(64)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Silangit, Siborongborong tanggal 12 Juli 1992 sebagai anak Pertama dari enam bersaudara pasangan Hotlin Siregar dan Rusmida Aritonang. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Siborongborong dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis pernah melaksanakan Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMPHP) Medan pada tanggal 10 Juli sampai dengan 10 Agustus 2013. Selama mengikuti perkuliahan juga aktif sebagai pengurus Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMASPERA) 2013-2014, aktif sebagai anggota Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Pertanian koordinator bidang pengkaderan tahun 2014-2015 dan menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum PEMA FP USU dan PEMA USU. Selain itu aktif juga dalam organisasi ekstra Universitas yaitu Gerakan Mahasiswa Karya Tapanuli Utara.


(65)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ……… ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum) ... 6

Padat Penebaran ... 8

Sistem Sirkulasi ... 10

Pertumbuhan ... 11

Kelangsungan Hidup ... 12

Kualitas Air ... 13

Suhu ... 13

Oksigen Terlarut ... 13

pH (Potensial of Hidrogen) ... 14

Ammonia ... 15

METODE PENELITIAN ... 16

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 16

Alat dan Bahan ... 16

Metode Penelitian ... 16

Rancangan Percobaan ... 16

Prosedur Penelitian ... 17

Persiapan Alat dan Bahan ... 17


(66)

Penebaran Ikan Uji ... 19

Pemberian Pakan . ... 20

Pengumpulan Data ... 20

Tingkat Kelangsungan Hidup ... 20

Laju Pertumbuhan Panjang Harian ... 21

Laju Pertumbuhan Bobot Harian ... 21

Kualitas Air……… 22

Analisis Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Hasil ... 23

Kelangsungan Hidup ... 23

Laju Pertumbuhan Panjang Harian ... 24

Laju Pertumbuhan Beratt Harian ... 25

Kualitas Air ... 27

Pemberian Pakan………... 28

Pembahasan ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

Kesimpulan ... 36

Saran ... 36 DAFTAR PUSTAKA


(67)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ……… .... 4 2. IkanRedfin (Epalzeorhynchos frenatum) ………. 6 3. Diagram Batang Kelangsungan Hidup Ikan Redfin Pada Setiap

Perlakuan Pengamatan ………...………... 22 4. Diagram Batang Laju Pertumbuhan Panjang Harian Ikan Redfin

Pada Setiap Perlakuan Selama Pengamatan ……… 23

5. Grafik Pertumbuhan Panjang (cm) ikan redfin yang Dipelihara

pada Setiap Perlakuan Selama 40 Hari ………... 24

6. Diagram Batang Pertumbuhan Berat (gram) Ikan Redfin pada

Setiap Perlakuan Selama Pengamatan ……….. 25

7. Grafik Pertumbuhan Berat (gram) ikan Redfin yang Dipelihara


(68)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Wadah Pemeliharaan Ikan Redfin ... 37 2. Bagan Percobaan Rancangan Acak Lengkap ……….. 38 3. Data Pengamatan Jumlah Ikan Mati (Ekor) Pada Perlakuan P1,P2

dan P3 ………. 39

4. Data Pengamatan Rata – Rata Pertumbuhan Panjang (Cm) Ikan

Redfin Pada Perlakuan P1, P2 dan P3 ………. 40 5. Data Pengamatan Rata – Rata Pertumbuhan Berat (Gram) Ikan

Redfin Pada Perlakuan P1,P2 dan P3 ………... 41 6. Nilai Kisaran Dan Rata – Rata Parameter Kualitas Air Pada

Perlakuan P1, P2 dan P3 ………... 42 7. Analisis Ragam Kelangsungan Hidup (%) Ikan Redfin Selama

Pemeliharaan ………... 43

8. Analisis Ragam Laju Pertumbuhan Panjang Harian (%) Ikan

Redfin Selama Pemeliharaan ……….. 44

9. Analisis Ragam Laju Pertumbuhan Berat Harian (%) Ikan Redfin

Selama Pemeliharaan ……….. 46


(1)

2012 dan stambuk 2013 dan seluruh rekan mahasiswa yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan dan Perikanan Budidaya.

Medan, Agustus 2015


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Silangit, Siborongborong tanggal 12 Juli 1992 sebagai anak Pertama dari enam bersaudara pasangan Hotlin Siregar dan Rusmida Aritonang. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Siborongborong dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis pernah melaksanakan Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMPHP) Medan pada tanggal 10 Juli sampai dengan 10 Agustus 2013. Selama mengikuti perkuliahan juga aktif sebagai pengurus Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMASPERA) 2013-2014, aktif sebagai anggota Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Pertanian koordinator bidang pengkaderan tahun 2014-2015 dan menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum PEMA FP USU dan PEMA USU. Selain itu aktif juga dalam organisasi ekstra Universitas yaitu Gerakan Mahasiswa Karya Tapanuli Utara.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ……… ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum) ... 6

Padat Penebaran ... 8

Sistem Sirkulasi ... 10

Pertumbuhan ... 11

Kelangsungan Hidup ... 12

Kualitas Air ... 13

Suhu ... 13

Oksigen Terlarut ... 13

pH (Potensial of Hidrogen) ... 14

Ammonia ... 15


(4)

Penebaran Ikan Uji ... 19

Pemberian Pakan . ... 20

Pengumpulan Data ... 20

Tingkat Kelangsungan Hidup ... 20

Laju Pertumbuhan Panjang Harian ... 21

Laju Pertumbuhan Bobot Harian ... 21

Kualitas Air……… 22

Analisis Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Hasil ... 23

Kelangsungan Hidup ... 23

Laju Pertumbuhan Panjang Harian ... 24

Laju Pertumbuhan Beratt Harian ... 25

Kualitas Air ... 27

Pemberian Pakan………... 28

Pembahasan ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ……… .... 4 2. Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum) ………. 6 3. Diagram Batang Kelangsungan Hidup Ikan Redfin Pada Setiap

Perlakuan Pengamatan ………...………... 22

4. Diagram Batang Laju Pertumbuhan Panjang Harian Ikan Redfin

Pada Setiap Perlakuan Selama Pengamatan ……… 23

5. Grafik Pertumbuhan Panjang (cm) ikan redfin yang Dipelihara

pada Setiap Perlakuan Selama 40 Hari ………... 24

6. Diagram Batang Pertumbuhan Berat (gram) Ikan Redfin pada

Setiap Perlakuan Selama Pengamatan ……….. 25

7. Grafik Pertumbuhan Berat (gram) ikan Redfin yang Dipelihara


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Wadah Pemeliharaan Ikan Redfin ... 37

2. Bagan Percobaan Rancangan Acak Lengkap ……….. 38

3. Data Pengamatan Jumlah Ikan Mati (Ekor) Pada Perlakuan P1,P2

dan P3 ………. 39

4. Data Pengamatan Rata – Rata Pertumbuhan Panjang (Cm) Ikan

Redfin Pada Perlakuan P1, P2 dan P3 ………. 40

5. Data Pengamatan Rata – Rata Pertumbuhan Berat (Gram) Ikan

Redfin Pada Perlakuan P1,P2 dan P3 ………... 41 6. Nilai Kisaran Dan Rata – Rata Parameter Kualitas Air Pada

Perlakuan P1, P2 dan P3 ………... 42

7. Analisis Ragam Kelangsungan Hidup (%) Ikan Redfin Selama

Pemeliharaan ………... 43

8. Analisis Ragam Laju Pertumbuhan Panjang Harian (%) Ikan

Redfin Selama Pemeliharaan ……….. 44

9. Analisis Ragam Laju Pertumbuhan Berat Harian (%) Ikan Redfin

Selama Pemeliharaan ……….. 46