KARAKTERISTIK BAHAN AWAL HASIL DAN PEMBAHASAN

20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. KARAKTERISTIK BAHAN AWAL

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas sampah organik dan sludge. Pertimbangan atas penggunaan bahan tersebut yaitu jumlahnya yang melimpah serta kemudahan dalam mendapatkannya. Sampah organik sayur-sayuran dan buah-buahan seperti layaknya kotoran ternak adalah substrat terbaik untuk menghasilkan biogas Hammad et al, 1999. Sampah diperoleh dari pasar tradisional Cibereum dan rumah makan di lingkar kampus IPB. Pertimbangan penggunaan sludge yaitu ingin mengetahui pengaruh penambahan sludge terhadap proses fermentasi biogas yang selama ini didominasi oleh kotoran hewan dan manusia serta pemanfaatannya yang tidak optimal. Romli 2010 menerangkan bahwa sludge merupakan produk samping yang dihasilkan dari proses penanganan limbah cair, berupa suspensi padatan anorganik dan organik antara 1-5 , yang bercampur dalam cairan efluen yang mengandung berbagai jenis padatan terlarut. Sludge yang dihasilkan oleh instalasi pengolahan limbah PT. SMII pada kenyataannya dalam pembuangannya harus membayar seorang petugas. Selanjutnya oleh petugas digunakan untuk mengurug suatu lahan. Pahadal sistem landfilling dalam hirarki pengelolaan limbah merupakan opsi terakhir dan seharusnya tidak dipilih mengingat masalah keterbatasan lahan pembuangan serta dampak yang ditimbulkan bau dan lindi. Hasil yang diperoleh dari analisis sludge dan sayuran ditunjukkan pada tabel di bawah ini: Tabel 11. Karakteristik sludge Kadar air Kadar abu pH TS TVS wet TVS dry 96.66 1.05 6.23 46.68 45.63 97.75 Tabel 12. Karakteristik sayuran Jenis Biomasa Kadar Abu Kadar Air Padatan total Padatan organic w.b d.b Jagung 0.74 63.54 36.46 35.73 97.98 Sawi 1.30 87.61 12.39 11.09 89.50 Kangkung 1.34 91.62 8.90 7.50 84.06 Wortel 0.32 53.32 46.68 4.36 99.32 Saosin 1.86 88.99 11.01 9.15 83.07 Kol 0.74 92.33 7.70 6.93 90.41 Daun pisang 3.07 81.83 18.17 15.10 83.10 Pare 0.65 94.73 5.27 4.62 87.64 Sayuran total 3.71 82.90 10.22 6.51 62.02 Dari hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata sayuran yang digunakan memiliki kadar air yang tinggi, begitu juga dengan campuran sampah sayuran yang telah dikomposisikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alvarez dan Liden 2007 bahwa sampah sayuran dan buah didominasi oleh kadar air yang tinggi. Berkaitan dengan produksi biogas, Price 1981 menjelaskan bahwa perbedaan kadar air 36-99 akan meningkatkan produksi 21 biogas sebesar 67 . Kandungan air dalam substrat dan homogenitas sistem memengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kandungan air yang tinggi akan memudahkan proses penguraian, sedangkan homogenitas sistem menbuat kontak antar mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih intim. Van Buren 1979 juga menguatkan bahwa agar dapat beraktivitas normal, bakteri penghasil biogas memerlukan substrat dengan kadar air 90 dan kadar padatan 8-10 . Jika bahan yang digunakan merupakan bahan berjenis kering, maka perlu ditambah air, tetapi jika substratnya berbentuk lumpur, maka tidak perlu banyak penambahan air. Penambahan air akan meningkatkan konsentrasi oksigen yang bersifat racun bagi bakteri anaerob, sedangkan kadar air yang rendah mengakibatkan terjadinya akumulasi asam asetat yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri metanogen. Kandungan air akan berkaitan langsung dengan ketersediaan oksigen untuk aktivitas mikroorganisme aerobik. Bila kadar bahan berada kisaran 40-60 maka mikroorganisme pengurai aerobik akan bekerja secara optimal dan menyebabkan dekomposisi bahan berjalan cepat. Namun jika di atas 60 , yang berperan adalah bakteri anaerobik. Hasil analisis menunjukkan padatan total hasil karakterisasi bahan awal berkisar antara 5.27 –46.68 , sedangkan jika sudah dibuat campuran sampah sayuran, padatan totalnya bernilai 10.27 . Nilai ini sesuai dengan kondisi kadar padatan optimum fermentasi biogas. Kriteria lain yang juga sering digunakan pada proses fermentasi anaerobik adalah kandungan Volatile Solid atau padatan organik. Siregar 2005 menerangkan bahwa padatan- padatan TS, SS, DS, serta fraksi volatile dan fixed dapat digunakan untuk menetukan kepekatan air limbah, efisiensi proses, dan beban unit proses. Nilai tersebut menunjukkan seberapa besar proses degradasi atau penguraian suatu bahan oleh mikroorganisme. Mengacu pada pernyataan Misi dan Foster 2001 mengenai kriteria untuk menilai keberhasilan degradasi limbah pertanian secara anaerobik, diantaranya penurunan padatan organik VS, produksi total biogas, dan menghasilkan metan. Padatan organik atau volatile solid dari hasil analisis menunjukkan nilai yang cukup besar yaitu berkisar antara 83.07 –99.32 db untuk semua jenis sayuran dan 62.02 untuk campuran sampah sayuran. Potensi tersebut menunjukkan peluang yang cukup besar untuk dikonversikan menjadi sejumlah biogas hasil proses fermentasi anaerobik karena persentase teruapkannya padatan organik yang besar. Di samping karakterisasi sayuran, juga dilakukan karakterisasi sludge sebagai starter yang digunakan dalam proses ini. Menurut Boopathy 1986 dalam Rohim 1991, sumber inokulum mempunyai pengaruh yang nyata terhadap persen reduksi selulosa, kadar asam lemak menguap, persen reduksi padatan total, padatan menguap total, padatan organik, dan produksi biogas. Berdasarkan hasil analisis, sludge yang akan digunakan memiliki kadar air yang tinggi yaitu 96.66 , kadar abu 1.05 , padatan total 46.68 , serta padatan organik db sebesar 97.79 dan 45.63 wb. Selain itu, sludge juga memiliki nilai COD yang besar yaitu 71200 mgl. Oleh karena sludge juga sudah mengandung kadar air yang tinggi, sehingga tidak dilakukan penambahan air, melainkan kotoran sapi sebagai inokulum awal. Selain untuk mendapatkan padatan total yang sesuai, juga rasio CN yang tepat sehingga pertumbuhan mikroorganisme pada proses ini dapat maksimal. Sulaeman 2007 menyebutkan bahwa unsur CN merupakan karakteristik terpenting dalam bahan organik dan berguna untuk mendukung proses pengomposan. Unsur N banyak terbentuk dari protein sedangkan unsur C banyak dibentuk oleh karbohidrat, selulosa, lemak, asam-asam organik, dan alkohol Susanto 1988. Dalam hal ini sayuran berperan sebagai penyedia karbon dan sludge sebagai penyedia nitrogen. Sayuran memiliki 22 rasio CN sebesar 16,53 dan setelah dicampur sludge menjadi 38. Nilai tersebut terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan rasio yang ditetapkan untuk proses anaerobik digesti yaitu 25-30, sehingga untuk mencapai CN yang diharapkan perlu ditambahkan dengan tinja sapi Gaur 1981. Selain sebagai sumber nitrogen bagi mikroorganisme, kotoran sapi digunakan sebagai sumber inokulum bagi bakteri metanogen yang akan merombak asam asetat, CO 2 , dan H 2 menjadi metana. Keberadaan bakteri di dalam usus besar ruminansia membantu proses fermentasi sehingga proses pembentukan biogas dapat dilakukan lebih cepat Sufyandi 2001. Namun secara umum campuran sludge dan sampah sayuran merupakan campuran bahan yang akan mengingat karakteristik campuran yang saling melengkapi. Keuntungan lainnya yaitu meningkatkan produksi metana, memperbaiki stabilitas proses, dan handling limbah yang lebih baik Romli 2010. Berikut merupakan karakteristik kualitatif beberapa jenis limbah untuk penanganan limbah campuran menurut Romli 2010. Tabel 13. Karakteristik kualitatif beberapa jenis limbah Karakteristik Fraksi organik sampah Sludge Limbah peternakan Kandungan nutrien makro dan mikro Rasio C:N Bahan organik yang dapat terdegradasi secara biologis Kandungan bahan kering Kapasitas penyanggaan pH 4.2. PENGARUH UKURAN BAHAN DAN KOMPOSISI SUBSTRAT 4.2.1 PRODUKSI BIOGAS