Penambahan aktivator pupuk kandang untuk produksi biogas dari sampah kantin UIN Syarif Hidayatullah

(1)

U

PRO

FAKULT

UNUVER

SARA

OGRAM

TAS SAI

RSITAS I

HIDA

JA

2008

H MARSE

M STUDI

INS DAN

SLAM N

AYATUL

AKARTA

8 M / 142

ELIA

BIOLOG

N TEKNO

NEGERI

LAH

A

9 H

GI

OLOGI


(2)

Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2008.

Sampah merupakan penyebab penurunan kualitas lingkungan tetapi dapat diolah secara efektif dengan merubahnya menjadi biogas. Penelitian ini bertujuan untuk mengolah biogas dari sampah organik yang berada di kantin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dengan pencampuran pupuk kandang. Pencampuran percobaan terdiri dari K (300 g Sampah Organik + 0 % Pupuk Kandang), A (300 g Sampah Organik + 30 % Pupuk Kandang), B (300 g Sampah Organik + 40 % Pupuk Kandang) dan C (300 g Sampah Organik + 50 % Pupuk Kandang). Inkubasi dilakukan selama 1 bulan pada suhu ruag. arameter ukur adalah berat organik, berat kering bahan organik, pH, suhu, rasio C/N, VFA, gas CH4, CO2 dan

analisa mikroba, pengukuran sampel dilakukan dua kali yaitu pada awal dan akhir penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk kandang memberikan pengaruh terhadap peningkatan metan. Konsentrasi terbaik untuk meningkatkan metan adalah pada perlakuan B (40% pupuk kandang).


(3)

Biology Department. Faculty of Science and Technology. State Islamic University Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2008.

Garbage is known to decrease environmental quality but there is an opportunity to handle it more effectively by converting it to biogas. Research has been conducted to product biogas from canteen garbage from the State Islamic University Syarif Hidayatullah by mixing it with farm manure. The mixtures trialled were: K (300 g organic material + farm manure 0 %), A (300 g organic material + farm manure 30 %), B (300 g organic material + farm manure 40 %) and C (300 g organic material + farm manure 50 %). The incubation period was one month at room (ambient) temperature. The parameters measured were percentage of organic material, dry weight of organic material, pH, temperature, C/N ratio, VFA, gas CH4, CO2 and microbe analysis. Samples were analyzed twice; at the beginning

and the end of the research period. The result showed that farm manure did in fact increase the production of methane. The best concentrate to increase methane was C treatment (40 % farm manure).


(4)

iv sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi yang berjudul “ PENAMBAHAN AKTIVATOR PUPUK KANDANG UNTUK PRODUKSI BIOGAS DARI SAMPAH KANTIN UIN SYARIF HIDAYATULLAH”. Dengan selesainya naskah skripsi ini ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada :

1. Kedua orang tua (Mara Sungai Harahap dan Humairoh), Keluarga Besar H. Ali, Alan Marshal Family, dan adik-adikku (Fahmi Ali Akbar dan Ulis) yang telah memberikan motivasi semangat sepanjang menjalankan perkuliahan dan penulisan skripsi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. DR. Sopiansyah Jaya Putra, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. DR. Lily Surayya E.P, M. Env. Stud. Selaku Ketua Jurusan Biologi dan Pembimbing I yang telah memberikan ijin, bimbingan dan arahan untuk melaksanakan penelitian.

4. Irawan Sugoro. M.Si selaku Pembimbing II yang dengan sabar memberikan petunjuk dan bimbingan selama melaksanakan penelitian hingga selesainya skripsi ini.

5. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si selaku penguji I dan Idawati, M.Si selaku penguji II yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.


(5)

v 8. M.Rifki Fabillah, Nadia Ristanti dan Fitri Fajriah yang telah memberikan dorongan semangat dan persahabat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman Laboratorium Mikrobiologi (Novi, Din, Ayu, Tya, Neni, Fana, Junaidi) yang telah berbagi suka dan duka selama penelitian.

10.Sofiah, Mutiara, Fahmi, Nasrullah, Fitri M, Ofi, Ridho, Tyo dan semua teman biologi angkatan 2004 terima kasih atas kebahagian dan kesedihan selama menjadi keluarga besar ini.

11.Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut diatas. Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima kritik demi perbaikan untuk masa yang akan datang.

Ciputat, 1 Desember 2008


(6)

vi

LEMBARAN PENGESAHAN ……… i

ABSTRAK ……….... ii

ABSTRACT ……….. iii

KATA PENGANTAR ………. iv

DAFTAR ISI ...………. vi

DAFTAR GAMBAR ...……… ix

DAFTAR TABEL ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ……… xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Perumusan Masalah ………. 4

1.3. Hipotesis ……….. 4

1.4. Tujuan Penelitian ………. 4

1.5. Manfaat Penelitian ………... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah ………. 5

2.2. Biogas ...………. 6

2.3. Proses Pembentukan Biogas …….………...… 7

2.4. Syarat Pembentukan Biogas ………. 10

2.5. Kotoran Ternak ………. 13

2.6. Pupuk Kandang ………. 14

2.6. Mikroorganisme ………. 15

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat ……… 17


(7)

vii

3.3.3. Parameter Pengukuran Produksi Biogas ……. 20

3.4. Analisa Data ……….. 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Berat Kering Substrat Biogas .……… 24

4.2. Berat Organik Substrat Biogas ..……… 36

4.3. Rasio C/N Pada Substrat Biogas ……… 28

4.4. Suhu Pada Substrat Biogas ………. 29

4.5. Derajat Keasaman (pH) Pada Substrat Biogas ……… 31

4.6. VFA Pada Substrat Biogas ……….… 33

4.8. CO2 dan CH4 Pada Substrat Biogas ……… 35

4.9. Analisis Mikroba ……… 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ………. 40

5.2. Saran ……… 40

DAFTAR PUSTAKA ……… 41


(8)

viii Gambar 3. Rasio C/N Pada Substrat Biogas ……… 28

Gambar 4. Suhu Pada Substrat Biogas ………. 30 Gambar 5. Derajat Keasaman (pH) Pada Substrat Biogas ……… 31 Gambar 6. VFA Pada Substrat Biogas ……….… 34 Gambar 7. CO2 dan CH4 Pada Substrat Biogas ……… 36


(9)

(10)

x

Lampiran 2. Hasil Analisa VFA ..…...……… 47

Lampiran 3. Analisa SPSS ...……….….…... 48

Lampiran 4. Hasil Pengukuran Substrat Biogas ...……..… 57


(11)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Sampah adalah bagian dari limbah padat yang memberikan pengaruh

terbesar dalam permasalahan lingkungan. Menurut hasil survei KLH (2004),

komposisi sampah di Indonesia adalah sampah makanan (58 %), bahan alam

(karet, kulit dan kayu) sebesar 16,45 %, kertas (13,67 %), plastik (8,68 %), metal

(1,66 %), dan kaca (1,54 %). Masalah sampah merupakan masalah yang cukup

besar di perkotaan khususnya di Jakarta. Hal ini karena lahan untuk melakukan

pembuangan sampah dan mendaur ulangnya cukup sulit, Jakarta lebih

mementingkan kegiatan di sektor ekonomi dibandingkan untuk sektor lingkungan

yang secara langsung mempengaruhi kesehatan manusia (Junda, 2004).

Sampah merupakan hasil dari aktivitas manusia sehari-hari yang

menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Sampah padat memberi

dampak negatif bagi kesehatan lingkungan, seperti menghasilkan bau busuk,

merusak estetika, mengandung logam berat, senyawa-senyawa kimia yang

berbahaya dan beracun serta mikrooganisme patogen. Selain itu, sampah tersebut

berperan untuk mencemari lingkungan sekitarnya. Sampah-sampah yang lembab,

busuk, dan terdapat sarang lalat akan turut berperan menebarkan berbagai

penyakit di sekitarnya (Junda, 2004).

Salah satu sumber sampah adalah berasal dari kampus UIN Syarif-


(12)

Berdasarkan pengamatan harian peneliti, sampah organik yang banyak terdapat di

UIN Syarif Hidayatullah berasal dari, daun yang kering atau serasah tanaman dan

hasil pengolahan kantin. Sampah anorganik yang berasal dari UIN Syarif

Hidayatullah sebagian besar terdiri dari plastik dan kaleng minuman. Sampah

organik yang berasal dari kampus dapat diolah kembali menjadi suatu yang

bermanfaat untuk UIN, salah-satunya dengan pembuatan biogas.

Biogas didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan

organik (seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun

hasil pemilihan sayuran) difermentasikan atau mengalami proses metanisasi.

Biogas terdiri dari campuran metan, CO2, serta sejumlah kecil H2, N2, dan H2S.

Dalam aplikasinya biogas digunakan sebagai gas alternatif untuk memanaskan

dan menghasilkan energi listrik (Hambali dkk., 2008).

Biogas dari hasil pengolahan sampah organik dapat menjadi alternatif

untuk mengurangi efek pemanasan global. Biogas bersifat ramah lingkungan

akibat dari karbondioksida yang dilepaskan pada saat pencernaan dan pembakaran

dapat diserap secara alami oleh biomassa pada saat pertumbuhannya. Setelah

pencernaan selesai, biomassa dapat diambil dan digunakan sebagai pupuk. Oleh

karenanya sistem biogas memiliki nilai biomassa yang tinggi daripada

pembakaran secara langsung (Bridge, 1991).

Sistem biogas dari segi lingkungan jauh lebih baik daripada bahan bakar

fosil yang sering menimbulkan polusi bagi eksploitasi tenaga surya yang

tersimpan dalam biomasa. Selain itu, sistem ini dapat mengurangi penyakit usus


(13)

dan mampu untuk menghancurkan vektor patogen serta memungkinkan mendapat

sisa tanaman pertanian berlebih untuk makan ternak, dan memberikan lebih

banyak pupuk untuk lahan pertanian (Mc Garry and Jill, 1993).

Energi biogas mengandung nilai kalori lebih besar dari bahan bakar

lainnya, artinya akan lebih banyak panas yang dihasilkan untuk memasak dan

menyebabkan proses memasak menjadi lebih cepat. Bau kotoran ternak dalam

pemakaian biogas, akan berkurang akibat dari proses penguraian bahan organik

yang berlangsung. Selain itu dapat mengurangi pencemaran udara, karena asap

pada sistem biogas lebih sedikit terjadi daripada proses memasak dengan kayu

(Junus, 1983).

Kotoran ternak pada wilayah perkotaan untuk proses pembuatan biogas

sulit untuk diperoleh, sehingga perlu bahan lain yang mudah untuk dijangkau,

salah-satunya adalah pupuk kandang. Pupuk kandang selain mudah didapat juga

diharapkan dapat mempercepat terbentuknya gas metan. Pupuk kandang berasal

dari kotoran ternak, dan diharapkan mampu untuk meningkatkan nilai gas pada

proses biogas (Suteju, 1992).

Pada penelitian ini akan digunakan pupuk kandang yang berasal dari

kotoran kambing. Menurut Simanungkalit dan Suriadikarta (2006), Pupuk

kandang kambing memiliki unsur hara yang tinggi. Penambahan unsur hara dari

pupuk kandang diharapkan dapat meningkatkan nutrisi bahan dan

memaksimalkan proses biogas. Konsentrasi pupuk kandang yang tepat dalam


(14)

pengaruh penambahan aktivator pupuk kandang dengan konsentrasi yang berbeda

terhadap produksi biogas.

1.2. Perumusan Masalah

Pada konsentrasi berapakah aktivator pupuk kandang dapat meningkatkan

produksi biogas?

1.3. Hipotesis

Aktivator pupuk kandang dengan berbagai konsentrasi dapat

meningkatkan produksi biogas.

1.4. Tujuan

Mengetahui jumlah aktivator pupuk kandang yang diberikan untuk

meningkatkan produksi biogas.

1.5. Manfaat

1. Biogas dari pengolahan sampah kantin UIN mampu menjadi salah satu

alternatif pengolahan sampah perkotaan khususnya di wilayah UIN.

2. Biogas yang dihasilkan dari pengolahan sampah organik dapat digunakan

dalam berbagai bidang, khususnya untuk UIN yaitu untuk penerangan dan

sumber energi gas bagi kebutuhan memasak di kantin UIN.

3. Hasil sampingan dari biogas dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanaman


(15)

4. Sistem biogas dapat mengurangi dampak negatif akibat penanganan


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah

Sampah merupakan bagian dari limbah padat, yaitu suatu bahan yang

terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia atau

proses-proses alam. Secara garis besar sampah belum mempunyai nilai ekonomi jika

tidak diolah, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Limbah

dikatakan memiliki nilai ekonomi yang negatif karena penanganan untuk

membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar dan

mencemari lingkungan (Rahman, 2007).

Sampah dapat digolongkan menurut sumber penghasilannya, yaitu sampah

domestik yang berasal dari rumah tangga, kantor, pasar dan industri. Berdasarkan

sifatnya, sampah organik dan anorganik. Kemudian dibedakan berdasarkan yang

mudah terbakar dan tidak, mudah busuk dan tidak busuk (Santoso, 2004).

Berdasarkan istilah tehnik sampah padat organik dapat dibedakan menjadi

dua kategori, yaitu garbage dan rubbish. Garbage (sampah mudah lapuk) adalah

limbah dari tumbuhan yang berasal dari pemeliharaan dan budidaya, dapur rumah

tangga, pusat perbelanjaan, pasar, restoran atau tempat di mana makanan

disajikan, disiapkan atau dijual. Limbah tersebut mengandung lebih banyak bahan

organik yang mudah membusuk dan lembab karena mempunyai rantai kimia yang

relatif pendek dan mengandung sedikit cairan. Garbage terdekomposisi dengan


(17)

komersial dari garbage adalah sebagai bahan dasar pakan ternak dengan tetap

mempertimbangkan keamanan dan kriteria kesehatan (Davis and Cornwell, 1989).

Rubbish (sampah tidak lapuk dan tidak mudah lapuk) mengandung aneka

ragam limbah padat yang mudah terbakar. Kertas, kain, kayu, papan, ranting

pohon, hiasan tanaman yang berasal dari rumah, pusat perbelanjaan dan

perkantoran merupakan contoh dari limbah ini. Rubbish dapat didaur ulang

kembali menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan seperti mengubah kayu

menjadi peralatan rumah tangga (Davis and Cornwell, 1989).

2.2. Biogas

Biogas atau gas bio merupakan salah satu jenis energi yang dapat dibuat

dari banyak jenis bahan buangan dan bahan sisa, semacam sampah, kotoran

ternak, jerami, eceng gondok serta banyak bahan-bahan lainnya. Secara singkat,

segala jenis bahan yang dalam istilah kimia termasuk senyawa organik, baik

berasal dari kotoran hewan ataupun sisa tanaman, dapat dijadikan bahan baku

pembuatan biogas (Ismawati, 2006). Sistem biogas memungkinkan rumah tangga

mengubah biomasa murah menjadi bahan bakar yang relatif bersih dengan mesin

pengurai rumah tangga (Rahman, 2007).

Biogas merupakan campuran berbagai gas, biasanya metan (CH4),

karbondioksida (CO2), dan hidrogen sulfida (H2S) tergantung dari substrat yang

dikandung oleh bahan asalnya. Gas tersebut dihasilkan akibat aktivitas


(18)

atau oksigen. Gas metan sendiri bersifat tidak berwarna, tidak berbau dan mudah

terbakar (Ismawati, 2006).

Tabel 1. Nilai kalori biogas (Ginting, 2007)

Bahan bakar Nilai Kalori (Kj/Kg)

Bio gas 15.000

Kayu 2400 Arang 7000 Minyak Tanah 8000

2.3. Proses Pembentukan Biogas

Proses pembentukan biogas terjadi apabila bahan-bahan organik

terdegradasi senyawa-senyawa pembentuknya dalam keadaan tanpa oksigen atau

biasa disebut kondisi anaerob. Dekomposisi anaerob biasa terjadi secara alami di

tanah yang basah, seperti dasar danau dan di dalam tanah pada kedalaman

tertentu. Proses dekomposisi ini dilakukan oleh bakteri-bakteri dan

mikroorganisme yang hidup di dalam tanah.

Dekomposisi anaerob dapat menghasilkan gas yang mengandung

sedikitnya 60 % gas CH4. Gas inilah yang biasa disebut dengan biogas dan

memiliki nilai heating value sebesar 39 MJ/m3 kotoran (Ismawati, 2006). Tahapan

untuk terbentuknya biogas dari proses fermentasi anaerob dapat dipisahkan

menjadi tiga yaitu, tahap hidrolisis, pengasaman, dan pembentukan gas CH4

(Firdaus, 2007).

1. Proses Hidrolisis

Proses hidrolisis adalah proses penguraian senyawa berantai panjang


(19)

Kandungan biomassanya terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan bahan ekstraktif

seperti protein, karbohidrat dan lipida. Mikroorganisme yang berperan yaitu

mikroorganisme yang mengandung enzim ekstraseluler seperti selulose, amilase,

protease dan lipase. Proses hidrolisis terjadi ketika polisakarida terurai menjadi

monosakarida sedangkan protein terurai menjadi peptida dan asam amino.

(Ismawati,2006).

Kotoran hewan merupakan senyawa organik yang terdiri dari berbagai

komponen terutama karbohidrat, lipida, protein, dan bahan inorganik. Sebagian

karbohidrat seperti selulosa dan serat tanaman lainnya (hemiselulosa dan lignin)

memiliki komposisi yang sulit dicerna pada limbah hewan serta pertanian.

Pencernaan bahan tersebut dilakukan oleh bakteri dari kelompok mikroorganisme

fakultatif yang memiliki enzim selulotik, lipolitik dan proteolitik. Polimer seperti

selulosa, hemiselulosa dan bahan ekstra aktif lainnya dikonversi menjadi

monomer dengan bantuan enzim hidrolitik, sehingga larut dan dapat dijadikan

sebagai substrat bagi mikroorganisme berikutnya. (BSTID, 1997 dalam Ismawati

2006).

Bakteri selulolitik mereduksi rantai dan cabang selulosa (polimer glukosa

rantai panjang dengan pola percabangan yang kompleks) menjadi dimer kemudian

menjadi molekul gula monomer yang selanjutnya dikonversi menjadi asam

organik, (Ismawati, 2006). Asam organik diproduksi selama pemecahan selulosa,

di mana pH mulai turun selama proses fermentasi dan digesti, sehingga diperlukan

sistem penyangga dengan penambahan kapur untuk menstabilkannya. Jadi selama


(20)

Sinergis antara bakteri selulotik dan hidrolitik sangat penting dalam

pemecahan material mentah. Penelitian menunjukkan bahwa selulosa yang berada

di dalam bahan campuran lebih cepat dihilangkan oleh bakteri selulolitik,

dibandingkan jika bahan tersebut hanya mengandung selulosa murni (tanpa

kandungan bahan lain). Secara tidak langsung diharapkan sebagai pemanfaatan

hasil aktivitasi bakteri selulolitik oleh bakteri nonselulolitik (Mc Garry and Jill,

1993).

Konversi selulosa dan komplek material mentah lainnya menjadi monomer

sederhana merupakan batas awal tahap produksi metan. Hal ini terlihat dari

kegiatan bakteri tahap pertama yang sudah mulai menurun. Proses hidrolisis tahap

pertama sangat tergantung kepada substrat dan konsentrasi bakteri, serta

lingkungannya seperti pH dan suhu (Mc Garry and Jill, 1993).

2. Proses Asidifikasi (Proses Pengasaman)

Proses asidifikasi terjadi karena kehadiran bakteri pembentuk asam yang

disebut dengan bakteri asetogenik. Bakteri ini akan memecah struktur organik

kompleks seperti protein yang akan dipecah menjadi asam-asam amino,

karbohidrat dipecah menjadi gula dengan struktur yang sederhana dan lemak yang

dipecah menjadi asam yang berantai panjang. Hasil dari pemecahan ini akan

dipecah lebih jauh menjadi asam-asam volatil (Firdaus, 2007).

Bakteri akan menghasilkan asam yang berfungsi untuk mengubah senyawa

pendek hasil hidrolisis menjadi asam asetat, H2 dan CO2 pada tahap pengasaman.

Bakteri ini merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh pada keadaan asam.


(21)

dari oksigen terlarut kemudian melepaskan gas hidrogen dan gas karbondioksida.

Selain itu, bakteri asetogenik juga mengubah senyawa yang bermolekul rendah

menjadi alkohol, asam organik, asam amino, CO2, H2S dan sedikit gas CH4

(Firdaus, 2007).

3. Proses Produksi Metan Melalui Proses Metanogenesis

Bakteri pembentuk metan (bakteri metanogenik) menggunakan asam yang

terbentuk dari proses asidifikasi. Bakteri ini akan membentuk gas CH4 dan CO2

dari gas H2, kemudian membentuk CO2 dan asam asetat pada tahap pengasaman

(Nijaguna, 2002). Substrat berupa asam organik didekomposisikan oleh bakteri

metanogenik dan menghasilkan metan dalam kondisi anaerob melalui dua jalan,

yaitu jalan fermentasi asam asetat menjadi metan dan CO2, atau reduksi CO2

menjadi metan dengan menggunakan gas hidrogen atau asam format yang

diproduksi oleh bakteri lain. Produksi gas metan tahap ketiga mengurangi

ketersediaan oksigen yang tersisa dan menghasilkan residu yang secara biologi

stabil (Campbell, 1983).

Bakteri metanogenik memanfaatkan asam asetat, metanol atau CO2 dan H2

untuk menghasilkan gas metan. Aktivitas bakteri metanogenik juga tergantung

pada bakteri tahap pertama dan tahap kedua dalam menyediakan nutrisi, misalnya

N organik direduksi menjadi amonia sehingga terjadi efisiensi N yang dibebaskan

oleh bakteri metanogenik. Bakteri ini juga memerlukan fosfat dan bahan lain

yang kebutuhannya belum pernah ditentukan. Bakteri metan sangat sensitif


(22)

pertumbuhannya akan terhambat oleh kandungan oksigen yang sedikit. Tidak

hanya oksigen, tapi materi pereduksi, seperti nitrit atau nitrat, dapat menghambat

bakteri metanogenik (Campbell, 1983).

Menururt Hambali (2003), bakteri metan yang telah berhasil diidentifikasi

terdiri dari 4 genus, yaitu bakteri yang berbentuk batang dan tidak membentuk

spora dinamakan methanobacterium. Bakteri bentuk batang dan membentuk

spora adalah methanobacillus, bakteri bentuk kokus yaitu methanococcus

(kelompok koki yang membagi diri) dan bakteri bentuk sarcina yaitu

methanosarcina.

2.4. Syarat Pembentukan Biogas

Penguraian bahan organik yang dilakukan jasad renik menyebabkan

terbentuk zat atau senyawa lain yang lebih sederhana (kecil), salah satu di

antaranya berbentuk CH4 (gas metan). Gas metan yang bergabung dengan CO2

disebut biogas dengan perbandingan CH4 dan CO2 yaitu 65 : 35. Seperti sampah

atau jerami yang diproses menjadi kompos memerlukan persyaratan dasar

tertentu, demikian pula dalam proses pengubahan sampah atau buangan menjadi

biogas, memerlukan persyaratan tertentu yaitu :

1. Kandungan atau isi yang terkandung dalam bahan.

Kandungan atau isi yang terkandung dalam bahan ini, menyangkut nilai

atau bandingan antara unsur C (karbon) dengan unsur N (nitrogen) yang


(23)

2. Rasio C/N

Rasio C/N terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mempengaruhi proses

terbentuknya biogas, karena ini merupakan proses biologis yang

memerlukan persyaratan hidup tertentu, seperti juga manusia perubahan

senyawa organik dari sampah atau kotoran kandang menjadi CH4 (gas

metan) dan CO2 (gas karbon dioksida) memerlukan persyaratan rasio C/N

antara 20-25 (Setiawan, 2002).

3. Kadar air bahan yang terkandung dalam bahan yang digunakan.

Jika hasil biogas diharapkan sesuai dengan persyaratan yang berlaku,

maka bahan yang digunakan berbentuk kotoran ternak kering dicampur

dengan sisa-sisa rumput bekas makanan atau dengan bahan lainnya yang

juga kering, maka diperlukan penambahan air. Air berperan sangat penting

di dalam proses biologis pembuatan biogas. Artinya jangan terlalu banyak

(berlebihan) juga jangan terlalu sedikit (Firdaus, 2007).

4. Temperatur

Temperatur berperan selama proses biogas berlangsung, karena ini

menyangkut “kesenangan” hidup bakteri pemroses yaitu antara 30-350 C

(Sahidu, 1983). Dengan temperatur tersebut proses pembuatan biogas akan

berjalan sesuai dengan waktunya. Umumnya bakteri metan merupakan

golongan mesofil, dimana bakteri ini sangat sensitif terhadap perubahan

temperatur daripada organisme lain di dalam digaster. Kalau nilai

temperatur terlalu rendah (dingin), maka waktu untuk menjadi biogas akan


(24)

5. Keasaman (pH)

Keasaman (pH) mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yang akan

membentuk gas metan. Bakteri sensitif terhadap perubahan pH, dan pH

optimum adalah 7-7,2. Walaupun pH turun hingga 6,6, produksi gas dapat

terpenuhi antara 6,6–7,6. Dalam kondisi asam (pH 6,2) akan memiliki sifat

toksik bagi bakteri di mana produksi asam masih berlangsung, sampai pH

turun dengan cepat hingga 4,5-5,0. Asam organik yang diproduksi selama

tahap pertama melalui proses fermentasi, menyebabkan pH menjadi

tertekan. Jika asam organik volatil yang terbentuk lebih besar dari metan

maka terjadi keseimbangan sistem, sehingga pH akan terus menurun.

Sistem pH tergantung pada hasil intermedier yang difermentasikan

menjadi metan dan karbondioksida, yaitu pada konsentrasi alkalinitas dan

asam volatil (Setiawan, 2002).

6. Kehadiran jasad pemroses.

Jasad pemroses adalah jasad yang mempunyai kemampuan untuk

menguraikan bahan-bahan yang akhirnya membentuk CH4 dan CO2.

Kotoran kandang, lumpur selokan ataupun sampah jerami dan

bahan-bahan buangan lainnya banyak mengandung jasad renik, baik bakteri

ataupun jamur pengurai., tetapi yang menjadi masalah adalah hasil

uraiannya belum tentu menjadi CH4 yang diharapkan dan mempunyai

kemampuan sebagai bahan bakar. Untuk menjamin adanya kehadiran

jasad renik atau mikroba pembuat biogas (umumnya disebut bakteri


(25)

dalamnya sudah dapat dipastikan mengandung mikroba metan sesuai yang

dibutuhkan (Setiawan, 2002).

7. Aerasi atau kehadiran udara (oksigen) selama proses.

Aerasi (keberadaan udara) tidak diperlukan dalam proses biogas.

Keberadaan udara menyebabkan gas CH4 tidak akan terbentuk, untuk itu

maka bejana pembuat biogas harus dalam keadaan tertutup rapat

(Setiawan, 2002).

2.5. Kotoran Ternak

Menurut Harpasi dan Rahardjo (1980) kotoran ternak adalah hasil buangan

metabolisme yang telah bercampur dengan urin dan air bilas. Bahan baku kotoran

hewan dan campurannya memiliki potensi yang berbeda-beda dalam

menghasilkan biogas. Kotoran hewan (kambing) merupakan limbah organik yang

dihasilkan ternak kambing berupa padatan dan kadang-kadang cairan berupa urin.

Limbah buangan yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik secara anaerob

berupa effluent dengan rasio C/N paling sedikit 10. Effluent dapat digunakan

sebagai pupuk untuk menjaga kesuburan tanah dan meningkatkan produksi

tanaman (Mc Garry and Jill. 1993).

Kotoran kambing memiliki 30 % bahan organik yang dapat di

dekomposisikan dengan mudah oleh mikroorganisme seperti bakteri, fungi dan

aktinomisetes yang terdapat pada kotoran sapi. Kotoran ternak merupakan media


(26)

karbohidrat, protein, mineral dan vitamin (larut dalam air) yang dibutuhkan oleh

mikroorganisme untuk hidup (Lodha, 1974).

Kambing merupakan jenis hewan ruminansia yang sering dijadikan hewan

ternak. Di dalam perut ruminansia terdapat empat jenis mikroorganisme anaerob

yaitu ; bakteri, protozoa, jamur dan virus. Dari keempat jenis mikroba ini, bakteri

memiliki populasi yang tertinggi (Simamora, 2006).

2.6. Pupuk Kandang

Pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang

peliharaan yang dapat digunakan untuk manambah unsur hara, memperbaiki sifat

fisik dan biologi tanah. Pupuk Kandang yang matang memiliki kandungan N

sebanyak 0,3 %, P 0,1% dan K 0,3%. Pupuk kandang terdiri dari bahan padat

(feses) dan bahan cair (urin) hewannya (Suteju, 1992). Bahan padat dan cair pada

pupuk kandang dapat menyatu sehingga menyebabkan pupuk ini mengandung Z,

P dan K. Pupuk kandang terbagi atas beberapa pupuk, seperti pupuk sapi (pupuk

dingin), pupuk kambing (pupuk panas), pupuk kuda (pupuk panas), pupuk babi

(pupuk dingin). Pupuk dingin adalah pupuk dimana perubahan-perubahan yang

terjadi di dalam tanah berlangsung perlahan. Sedangkan pupuk panas terjadi

perubahan di dalam tanah lebih cepat. Pupuk kandang dalam keadaan telah

membusuk yang ditempatkan pada tempat tertutup dapat digunakan sebagai

biogas (Hardjowigeno, 1987).

Pupuk kandang cair merupakan pupuk cair yang berasal dari urin ternak.


(27)

mengandung zat tertentu seperti mikroorganisme yang jarang terdapat dalam

pupuk organik padat. Pada bentuk pupuk kering beberapa organisme bisa saja

mati. Pupuk kandang cair memiliki kandungan kalium dan nitrogen lebih besar,

sedangkan pada pupuk kandang padatan kandungan fosfor dan kalsium yang lebih

besar (Pranata, 1992).

Pupuk kambing memiliki komposisi bahan organik sebesar 12,7 %, 0,25

% Nitrogen, 0,18 % P2O5, 0,17 % K2O, 0,4 % CaO dan rasio C/N 25-28 (Lingga,

1991). Tekstur pupuk kambing adalah khas yaitu berbentuk butiran yang sukar

dipecah secara fisik sehingga mempengaruhi dekomposisi dan proses penyediaan

hara. Kadar air pupuk kambing lebih rendah dibandingkan pupuk kandang yang

lainnya (Simanungkalit dan Suriadikarta, 2006).

2.6. Mikroorganisme

Proses biogas untuk menghasilkan metan memerlukan bantuaan dari

mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Bakteri yang berperan dalam

pembuatan biogas adalah bakteri pengguna selulosa, bakteri pembentuk asam, dan

bakteri pembentuk metan. Bakteri pengguna selulosa akan mengubah selulosa

dalam bahan menjadi gula. Bakteri pembentuk asam akan merombak

substansi-substansi polimer kompleks, yaitu protein, karbohidrat dan lemak menjadi

asam-asam lemak sederhana seperti asam-asam-asam-asam butirat, propionat, laktat, asetat dan

alkohol. Bakteri pembentuk gas metan berperan aktif dalam merombak asam


(28)

Bakteri-bakteri yang berperan pada tahap-tahap produksi biogas tidak

sama. Pada proses hidrolisis bakteri yang berperan adalah bakteri selulotik,

proteolitik dan lipolitik. Pada proses asidogenesis, bakteri asetogenik yang bekerja

untuk mengubah bahan setelah terjadinya proses hidrolisis. Syntrophoma nas

wolfei merupakan salah satu bakteri yang berperan pada proses asidogenesis.

Bakteri yang berperan pada saat terjadinya pembentukan asetat adalah seperti

Acetobacterium woodii dan Syntrophobacter wolinii (Bryan, 1987).

Metanogenesis merupakan tahap terakhir dari keseluruhan proses dalam

tahap konversi anaerobik dari bahan organik menjadi gas metan dan

karbondioksida. Kelompok bakterinya merupakan penghasil metan dan

dinamakan bakteri metanogen, dimana asam lemak yang terbentuk akan dirombak

oleh bakteri metan dan menghasilkan biogas. Bakteri tersebut terdiri dari

Methanobacterium, Methanosarcina dan Methanococcus. Disamping itu ada

kelompok bakteri lain, yaitu bakteri Desulvobrio yang memanfaatkan unsur Sulfur


(29)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei tahun 2008 sampai dengan

bulan Juni tahun 2008. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi

Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

3.2. Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampah padat organik

yang berasal dari hasil olahan kantin UIN Syarif Hidayatullah, pupuk kandang

(Kambing), larutan NaCl 0,85 % (Cairan fisiologis), ekstrak sampah organik,

media NA, umbi kentang, dextrose, Bacto agar, spirtus, alkohol 70 %, akuades,

kapas, kassa, H2SO4 15 %, NaOH, asam-5-sulfosalisilat dihidrat, alumunium foil,

plastik tahan panas, kertas label, larutan standar VFA.

Alat yang digunakan adalah penangas air, Ose, Erlenmeyer, Brewer anaerob, kain

kassa, pisau, inkubator, oven, Laminar air flow, pembakar bunsen, gelas ukur,

botol semprot, termometer, mikroskop, timbangan analitik, pipet, tabung reaksi,

tabung eppendorf, gelas beaker, Syringe, Erlenmeyer, GC (Gas Chromatography),

pH meter, Furnance, desikator, tabung sentrifus, Biuret, destilator VFA,


(30)

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Persiapan Sampah Padat Organik untuk Pembuatan Biogas

Tahap pertama adalah proses pemisahan sampah organik dan anorganik.

Sampah organik diambil sebesar 300 g lalu dihancurkan sampai berukuran kecil,

kemudian dikombinasikan komposisinya sesuai pada tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Bahan Biogas

Perlakuan Komposisi bahan Kadar air (%)

K

A

B

C

Sampah organik + 0 % Pupuk kandang

Sampah organik + 30 % Pupuk kandang

Sampah organik + 40 % Pupuk kandang

Sampah organik + 50 % Pupuk kandang

60

60

60

60

Proses biogas dilakukan di botol akuabides dengan penutup dari silikon.

Setelah sampah organik yang dihancurkan dimasukkan ke dalam botol akuabides

maka ditambahkan konsentrasi pupuk kandang sesuai tabel. Penutup dari silikon

ditutup dan divakum sampai tak ada udara dengan menggunakan syringe.

Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali dalam waktu 4 minggu. Syarat yang harus

dipenuhi adalah kandungan isi dalam bahan, rasio C/N antara 20-25, kadar air,

temperatur 300-350 C, pH antara 7-7,2, jasad pemroses dan tanpa aerasi. Inkubasi


(31)

3.3.2. Pembuatan Media

Pembuatan media dilakukan untuk perhitungan total mikroba dengan total

plate count (untuk mengetahui jumlah mikroorganisme yang terdapat pada

kandungan biogas).

3.3.2.1. Pembuatan media PDA

Kentang dikupas bersih dan dipotong kecil-kecil setelah itu ditimbang

sebanyak 150 gram. Kentang dimasukkan ke dalam gelas kimia lalu ditambahkan

300 ml akuades steril. Dipanaskan dengan menggunakan penangas air.

Selanjutnya dilakukan penyaringan kedalam Erlenmeyer 500 ml dengan

menggunakan kain kasa steril 4 lapis dan ditambahkan akuades steril sampai

volumenya 500 ml. Dextrose ditambahkan kedalam Erlenmeyer sebanyak 7,5

gram dan agar sebanyak 10 gram. Media tersebut dipanaskan sampai homogen

dengan menggunakan hot plate, kemudian disterilkan dengan menggunakan

autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit.

3.3.2.2. Pembuatan media NA

Empat gram medium NA ditimbang dan dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer, kemudian dilarutkan dalam 500 ml akuades steril. Medium tersebut

dipanaskan dengan menggunakan penangas air sampai homogen. Setelah itu


(32)

3.3.3. Parameter Pengukuran Produksi Gas 3.3.3.1. Berat Kering dan Kandungan Air

Bahan organik ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian dikeringkan di

dalam oven dengan suhu 1050 C, hingga beratnya konstan. Bahan tersebut

ditimbang kembali. Kandungan air dalam bahan organik dapat dihitung dengan

rumus :

Kandungan air = Berat basah – Berat kering x 100% Berat basah

3.3.3.2. Berat Organik

Bahan organik dari hasil berat kering, ampasnya di panaskan kedalam

furnance dengan suhu 6000 C (4jam) sampai terbentuk abu. Berat organik dapat

dihitung dengan rumus :

Setelah melakukan perhitungan berat organik maka dilakukan perhitungan

% degradasi berat organik dengan rumus :

% Degradasi Berat organik :

Berat Organik awal – Berat Organik akhir x 100% Berat Organik awal

% Berat Organik :

Berat Kering – Abu x 100 % Berat Basah

3.3.3.3. Perhitungan Total Mikroba

Sebanyak 5 g masing masing sampel dimasukkan dalam 45 ml larutan


(33)

vortex. Selanjutnya diambil 1 ml larutan dari pengenceran pertama dan

dimasukkan ke dalam 9 ml larutan NaCl 0,85 % dalam tabung reaksi berikutnya.

Pengenceran tersebut dilakukan sebanyak 6 kali. Seri pengenceran ke 4, 5 dan 6

diambil 1 ml dan diinokulasikan pada media Na dan PDA dengan metode tuang

dan di inkubasi. Pertumbuhan mikroorganisme diamati dengan melakukan

perhitungan jumlah mikrorganisme yang terlihat dalam cawan Petri.

3.3.3.5. Analisa Asam-asam Organik dengan GC (Gas Chromatography) untuk Penentuan kandungan CH4 dan CO2

Sampel perlakuan hasil dari proses biogas, dihentikan reaksinya dengan

menambahkan H2SO4 15%, kemudian disaring dan diambil cairan-nya untuk

dianalisis VFA dengan GC. Cairan sampel diambil 1ml dengan pipet ke dalam

tabung eppendorf, kemudian ditambahkan 0,003 gram asam sulfo-5-salisilat

dihidrat. Campuran dalam tabung tersebut disentrifugasi selama 10 menit pada

12000 rpm dan suhu 70 C. Selanjutnya sampel diinjeksikan ke dalam GC

Perhitungan :

VFA (mM) = Area VFA sampel x kandungan VFA standar x 1000

Area standar VFA x BM

VFA = Volatile Fatty Acid (asam asetat, asam propionat, asam butirat

atau asam valerat) (mmol/100ml)


(34)

3.3.3.6. Perhitungan Komposisi Gas CO2 dan CH4

Setelah didapatkan jenis asam-asam dari GC (Gas Chromatography) maka

dilakukan perhitungan dengan rumus :

CO2 (mmol) = a/2 + p/4 + 1,5b

CH4 (mmol) = a + 2b - CO2

Keterangan : a = kandungan asam asetat ( CH3COOH )

b = kandungan asam butirat (CH3CH2CH2COOH)

p = kandungan asam propionat ( CH3CH2COOH)

1 mmol SCFA menghasilkan 48,7 ml gas (IAEA, 2001)

3.3.3.7. Suhu

Perhitungan suhu dengan menggunakan termometer. Pengukuran suhu

dilakukan 2 kali yaitu pada hari 0 dan hari ke 28. Suhu yang baik untuk proses

biogas adalah 300-350 C.

3.3.3.8. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) selama proses biogas diukur dengan pH meter,

dimana sampel sebanyak 20 ml yang telah dikocok diukur pH-nya menggunakan


(35)

3.3.3.9. Rasio C/N

Pengukuran C/N dilakukan pada hari ke-0 dan ke-28 selama 4 minggu,

dan Rasio C/N yang baik untuk biogas adalah 20-25. Untuk pengukuran karbon

digunakan metode Medius dan nitrogen dengan menggunakan metode Kjeldah.

3.4. Analisa Data

Analisa data dengan menggunakan Anova. Dengan percobaan

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan satu faktor perlakuan

yaitu penggunaan aktivator yang diulang sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 12

unit satuan percobaan.

Perlakuan penggunaan aktivator.

Model Statistika yang digunakan sebagai berikut:

Yij = µ + αi + εij

i : 1, 2, 3, 4 (t=6) j : 1,2,3 (r=3)

Y : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ : rataan umum

αi : pengaruh perlakuan ke-i


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Berat Kering Substrat Biogas

Hasil pengukuran berat kering medium biogas menunjukkan terjadinya

penurunan untuk semua perlakuan dan kontrol (Gambar 1). Hal ini berarti terjadi

suatu proses degradasi oleh mikroorganisme. Persen degradasi terendah terjadi

pada perlakuan C (50 % Pupuk Kandang) yaitu sebesar 2,35%. Secara statistik

menunjukkan bahwa rata-rata berat kering diantara keempat perlakuan berbeda

nyata (P ≤ 0,05), maka pemberian pupuk kandang pada produksi biogas memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai berat kering keempat

perlakuan (Lampiran 3.1).

Gambar 1. Rata-rata Berat Kering (Bk) Substrat Biogas dengan Penambahan Pupuk Kandang (Pk) Setelah Inkubasi 28 Hari

0 5 10 15 20 25 30

Perlakuan

Be

ra

t Ke

ri

n

g

(

G

ra

m

)

BK awal 0,8 2,42 2,89 3,39

BK akhir 0,57 2,04 2,28 3,31

% deg BK 28,1 15,7 20,76 2,35


(37)

Setelah diinkubasi selama 28 hari terjadi penurunan nilai berat kering. Hal

ini menunjukkan adanya proses pendegradasian bahan organik, padatan akan

dirombak pada saat pendekomposisian bahan. Hasil analisis berat kering

menunjukkan pada setiap konsentrasi baik pada kontrol atau yang menggunakan

aktivator pupuk kandang terjadi penurunan berat kering sebesar 2-28 % dari berat

kering awal.

Pemberian aktivator memberikan pengaruh yang negatif yaitu penurunan

% degradasi berat kering. Kontrol memiliki nilai % degradasi tertingggi (Gambar

1). Hal ini bisa saja karena keberadaan mikroba dalam jumlah besar yang dapat

memanfaatkan berat kering dan berat organik secara optimal untuk hidup dan

berkembangbiak selama fermentasi. Selain itu juga dipengaruhi oleh kadar C/N

yang akan dibahas pada sub selanjutnya.

Menurut Pallupi (1994) proses pengubahan substrat menjadi senyawa

pembentuk biogas akan menurunkan bahan padat organik dalam sistem, karena

pada proses fermentasi anaerobik, bakteri merombak makromolekul dengan

menghasilkan enzim yang akan menghidrolisis makro molekul tersebut. Enzim

proteolitik akan menghidrolisis protein, enzim selulolitik menghidrolisis selulosa,

enzim lipolitik menghidrolisis lipid dan karbohidrat akan dihidrolisis oleh enzim

amilase. Padatan sampah organik akan didegradasi oleh mikroba dan akan terus

menurun sampai akhirnya habis karena dipakai untuk menghasilkan produk akhir

seperti metan, CO2 dan gas lainnya.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Karim (1993) dalam Palupi (1994),


(38)

akan mengalami penurunan antara 3,1-3,5 % selama proses produksi. Hal ini

terbukti pada hasil analisis berat kering selama 28 hari inkubasi, kontrol maupun

pada konsentrasi dengan penambahan aktivator pupuk kandang mengalami

penurunan berat kering.

4.2. Berat Organik Substrat Biogas

Hasil analisis berat organik menunjukkan bahwa penambahan aktivator

pupuk kandang memberikan pengaruh terhadap peningkatan berat organik.

Setelah di inkubasi selama 28 hari terjadi penurunan berat organik untuk semua

perlakuan dan kontrol. Penurunan berat organik dapat dilihat dari % degradasi

yang bervariasi yaitu perlakuan kontrol memiliki % degradasi tertinggi bila

dibandingkan dengan perlakuan yang diberikan aktivator pupuk kandang (A, B

dan C).

Secara statistik pemberian aktivator memberikan pengaruh terhadap % degradasi

berat organik (Lampiran 3.5). Hal ini karena aktivator mengandung

mikroorganisme pendegradasi berat organik. Penurunan nilai berat organik seperti

yang dialami keempat perlakuan pada inkubasi hari ke-28 dapat saja disebabkan

oleh laju perombakan padatan yang menguap menjadi senyawa sederhana, karena

menurut Han Qi Yu et al (2003), pendegradasian bahan dapat dilihat dari

perubahan nilai berat organik, dimana pada proses produksi biogas secara

anaerobik, terjadi penurunan kandungan berat organik dengan efisiensi

pendegradasian antara 57-58 % pada akhir proses. Pada hasil penelitian


(39)

berat organik awal. Selain itu dipengaruhi C/N, Suhu, pH yang akan dibahas pada

bab selanjutnya.

Gambar 2. Rata-rata Berat Organik (Bk) Substrat Biogas dengan Penambahan Pupuk Kandang (Pk) Setelah Inkubasi 28 Hari

Proses degradasi berat organik dipengaruhi oleh proses aerob dan anaerob.

Proses awal pada biogas yang terjadi adalah aerob yaitu mikroba membutuhkan

udara dalam mendegradasi substrat, protein dihidrolisis menjadi asam-asam

amino, karbohidrat menjadi gula-gula sederhana, lemak menjadi asam-asam

berantai pendek dan tahap selanjutnya akan terjadi proses anaerob, yaitu

kandungan padatan organik dirombak menjadi senyawa volatil fatty acid, alkohol,

CO2 dan H2 pada tahap asidogenesis, kemudian menjadi CH4 dan CO2 pada tahap

metanogenesis.

0 5 10 15 20

Perlakuan

Be

ra

t O

rg

a

n

ik

(

G

ra

m

)

BO awal 0,24 0,43 0,48 0,49 BO akhir 0,2 0,36 0,41 0,41 % deg BO 16,66 16,27 16,32 4,08


(40)

4.3. Rasio C/N Substrat Biogas

Rasio C/N diperlukan dalam proses biogas karena berkaitan dengan

sumber karbon yang akan digunakan oleh mikroba untuk menjalankan aktivitas.

Rasio C/N pada substrat biogas setelah di inkubasi selama 28 hari mengalami

penurunan untuk semua perlakuan dan kontrol. Hasil analisis statistik

menunjukkan bahwa pada uji Anova terdapat perbedaan yang nyata pada keempat

perlakuan (P ≤ 0,05). Pada uji Duncan, kontrol berbeda nyata dengan ketiga perlakuan yang menggunakan aktivator pupuk kandang, perlakuan kontrol lebih

tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (30 %), B (40 %) dan C (50 %) pupuk

kandang (Lampiran 3.11). Hal ini berarti pemberian aktivator pupuk kandang

pada produksi biogas menunjukkan pengaruh yang signifikan berupa penurunan

rasio C/N pada akhir inkubasi.

Gambar 3. Rata-rata Rasio C/N Substrat Biogas dengan Penambahan Pupuk Kandang (Pk) Setelah Inkubasi 28 Hari

0 50 100 150 200 250 300

Perlakuan

R

asi

o

C

/N

C/N awal 257,8 65 26 30

C/N akhir 34 22 6,4 11

% degradasi 223,8 43 19,6 19


(41)

Degradasi rasio C/N yang tinggi seperti pada kontrol (Gambar 3), bisa saja

terjadi karena bakteri fermentasi menggunakan karbon 25-30 % lebih cepat

dibandingkan dengan nitrogen (Nijaguna, 2002). Rasio C/N yang tinggi seperti

pada kontrol dan 30 % dapat menyebabkan gangguan pada ketersediaan karbon.

Menurut Sutanto (2002), apabila ketersediaan karbon berlebihan sampai diatas 40

menyebabkan jumlah nitrogen menjadi terbatas dan proses dekomposisi menjadi

terhambat, karena kelebihan karbon pertama kali harus di bakar oleh

mikroorganisme dalam bentuk CO2.

Rasio C/N pada akhir inkubasi mengalami penurunan karena

mikroorganisme memakainya sebagai sumber energi untuk menghasilkan metan.

Kandungan C/N tinggi seperti pada perlakuan K dan A, menyebabkan kandungan

CH4 rendah, CO2 tinggi, H2 tinggi dan N2 rendah, tetapi jika komposisinya

seimbang maka CH4 tinggi, CO2 sedang, H2 dan N2 rendah. Jumlah karbon yang

tinggi tidak menyebabkan kandungan metan tinggi karena tidak semua sumber

karbon bisa digunakan oleh bakteri anaerob sebagai sumber pakan (Mital, 2002).

4.4. Suhu Substrat Biogas

Suhu pada substrat biogas setelah diinkubasi selama 28 hari mengalami

penurunan untuk perlakuan dengan penambahan aktivator pupuk kandang

(Gambar 4). Proses biogas tahap awal menyebabkan suhu mengalami kenaikan

seiring dengan penambahan aktivator pada substrat biogas. Tahap akhir dari

proses biogas setelah di inkubasi 28 hari menunjukkan bahwa semakin tinggi


(42)

Pada hasil statistik untuk uji anova, suhu awal aktivator pupuk kandang

menunjukkan perbedaan yang nyata (P ≥ 0,05) yaitu 0,813. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa kontrol berbeda nyata dengan penambahan aktivator pupuk

kandang (Lampiran 3.13), hal ini berarti aktivator pupuk kandang memberikan

pengaruh terhadap perubahan suhu pada substrat biogas.

Gambar 4. Rata-rata Suhu Substrat Biogas dengan Penambahan Pupuk Kandang (Pk) Setelah Inkubasi 28 Hari

Suhu tertinggi terlihat pada perlakuan C (Gambar 4), karena suhunya

terlalu tinggi dimungkinkan menyebabkan kandungan metan dan VFA menjadi

rendah (akan di jelaskan pada sub bab selanjutnya). Menurut Metcalf dan Eddy

(1991) Suhu tinggi dalam proses biogas dan pengomposan bisa menyebabkan

hasil yang tidak optimum karena tidak tercapainya fase termofilik yang dapat

mendegredasi karbohidrat dan protein dengan cepat serta membunuh bakteri

patogen dalam bahan baku biogas.

Penurunan suhu seperti pada substrat biogas yang diberikan aktivator

pupuk kandang bisa saja karena peralihan proses pembentukan biogas, sehingga

35,5 36 36,5 37 37,5 38 38,5 39

De

ra

ja

t Ce

lc

iu

s

0 Hari 36,66 37,6 37,6 38,6

28 Hari 37 37,3 37,3 38


(43)

terjadi penyesuaian dengan mikroorganisme yang berperan untuk terbentuknya

proses biogas (Metcalf, 1991).

4.5. Derajat Keasaman (ph) Substrat Biogas

Hasil pengukuran pH substrat biogas menunjukkan terjadi peningkatan

untuk semua perlakuan (Gambar 5). Derajat keasaman terendah terjadi pada

kontrol, yaitu sebesar 6,83. Hasil statistik menunjukkan bahwa pH substrat di

antara keempat perlakuan berbeda nyata (P ≤ 0,05), maka pemberian aktivator pupuk kandang memberikan pengaruh yang signifikan berupa peningkatan pH di

akhir inkubasi (Lampiran 3.14)

Gambar 5. Rata-rata pH Substrat Biogas dengan Penambahan Pupuk Kandang (Pk) Setelah Inkubasi 28 Hari

Derajat keasaman (pH) sangat erat hubungannya dengan sumber karbon,

suhu serta jumlah mikroba perombak. Sumber karbon mempengaruhi nilai suhu

dan juga pH, karena ketiga faktor tersebut berkaitan dengan enzim yang akan

0 2 4 6 8

Perlakuan

pH

0 Hari 6 6,6 6,1 5,46

28 Hari 6,83 6,86 6,86 6,86


(44)

dimanfaatkan untuk mempercepat proses kerja mikroorganisme dalam

menghasilkan metan. Perlakuan C memiliki suhu yang tinggi (Gambar 4)

sehingga pH menjadi terganggu dan berakibat pada proses metabolisme

mikroorganisme yang akan memproduksi asam-asam organik.

Selain suhu, jumlah mikroba perombak dapat mempengaruhi nilai pH.

Hal ini karena selama proses anaerob, bakteri akan menghasilkan sejumlah asam

sehingga nilai pH akan cenderung mengalami penurunan (Nijaguna, 2002).

Inkubasi selama 28 hari menyebabkan nilai pH mengalami kenaikan (Gambar 5).

Hal ini bisa saja karena pengaruh dari proses-proses biogas yaitu hidrolisis,

asidogenesis dan metanogenesis. Selama proses asidogenesis pH naik dan

menyebabkan pH lebih asam lalu kemudian terjadi proses metanogenesis yang

menyebabkan pH tidak terlalu asam karena sudah memulai pembentukan gas

(Simamora, 2006). Gas yang terbentuk adalah bersifat basa seperti gas-gas

ammonia (NH3) dan karbondioksida (CO2) yang menyebabkan nilai pH mejadi

meningkat (Sahidu, 1983).

Peranan pH sangat penting, karena pada proses biogas di setiap sistem

pengolahannya, baik itu hidrolisis, asidogenesis maupun metanogenenis memiliki

tingkatan pH yang berbeda untuk kehidupan mikroorganisme yang bekerja pada

proses tersebut. Menurut Han Qi Yu et al (2004), nilai pH memiliki pengaruh

yang besar bagi mikroorganisme yang berperan dalam proses biogas, karena nilai

pH memberi efek pada morfologi sel, struktur sel dan kandungan VFA.


(45)

dan kanudungan asam asam lainnya akan meningkat sesuai dengan pH yang di

perlukan untuk masing masing kategori asam.

4.6. Volatile Fatty Acid (VFA) Substrat Biogas

Analisis VFA pada substrat biogas setelah di inkubasi selama 28 hari

menunjukkan bahwa kandungan asam iso butirat pada substrat biogas lebih tinggi

dibandingkan dengan asam-asam lainnya (Gambar 6). Berdasarkan hasil uji

Anova (Lampiran 3.16 ) VFA pada minggu keempat dari proses biogas memiliki

nilai P ≤ 0,05. Nilai ini menunjukkan VFA pada kontrol dan perlakuan (penambahan aktivator) memperlihatkan perbedaan yang nyata. Hasil uji lanjut

Duncan menunjukkan kandungan VFA (asam sasetat, propionat, iso butirat dan

normal butirat) yang di berikan aktivator pupuk kandang berbeda nyata dengan

kontrol, sedangkan pada iso asam valerat perlakuan B (40 %) tidak berbeda nyata

dengan kontrol tetapi berbeda nyata dengan A (30 %) dan C (50 %).

Kandungan asam asetat tertinggi terjadi pada perlakuan B dan K (Gambar

6). Asam asetat merupakan salah satu bahan terbentuknya gas metan yang

menyebabkan kandungan CH4 pada perlakuan B dan K (kontrol) menjadi tinggi

bila dibandingkan dengan A dan C (Gambar 8). Kandungan VFA rendah dapat

saja terjadi karena pengaruh pH, dimana ketika VFA terakumulasi dalam

campuran bahan dan menjadi tinggi, maka pH akan mengalami penurunan


(46)

Gambar 6. Rata-rata pH Substrat Biogas dengan Penambahan Pupuk Kandang (Pk) Setelah Inkubasi 28 Hari

Kondisi lingkungan dengan pH yang rendah dapat mengganggu aktivitas

bakteri dan menyebabkan kematian. Terganggunya aktivitas bakteri maka laju

pendegradasian bahan organik menjadikan VFA akan terhambat, sementara VFA

yang sebagian besar merupakan asam asetat, akan terus dirombak menjadi energi,

CO2 dan H2O oleh mikroorganisme. Menurut Nijaguna (2002), pH yang tidak

sesuai pada proses biogas akan berakibat tidak bekerja maksimal mikroorganisme

yang akan menghasilkan metan dan yang terjadi adalah enzim yang berperan pada

proses biogas akan tidak bekerja sesuai dengan tugasnya, artinya enzim menjadi

tidak aktif dan bisa menyebabkan VFA rendah dan terjadinya denaturasi pada

enzim yang ada dalam mikroorganisme seperti pada bakteri metan.

Pada perlakuan A (30 % Pupuk Kandang ) pH awal berada diatas 6 yang

menyebabkan asam asetat sedikit terbentuk. Menurut Han Qi Yu et al (2004),

asam-asam organik seperti asam asetat akan meningkat karena pengaruh pH.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 Perlakuan m M ol /100 m l

K ( 0% PK) 15,1 3,75 35 4,88 0,63 1,36

A (30% PK) 0,69 0,16 1,02 0,15 0,02 0

B (40% PK) 16,2 3,98 36,2 5,16 0,66 1,43

C (50% PK) 0,48 0,07 0,39 0,06 0,22 0

Asam Asetat Asam Propionat Iso Asam Butirat normal Butirat Iso Asam Valerat normal Asam Valerat


(47)

Peningkatkan produksi asam asetat terjadi ketika pH kurang dari 6,3 akan tetapi

ketika pH mencapat diatas 6,3 maka yang akan terjadi adalah kandungan asam

asetat dan propionat akan semakin turun sesuai dengan peningkatan pH.

Peningkatan kandungan asam butirat pada substrat akan terjadi ketika pH

mengalami kenaikan.

4.8. CO2 dan CH4 Substrat Biogas

Karbondioksida (CO2) dan metan (CH4) hasil inkubasi biogas selama 28

hari menunjukkan nilai tertinggi pada perlakuan B dan K (Gambar 8). Hal ini

dipengaruhi oleh nilai VFA, suhu, pH dan jumlah mikroba. Perlakuan C memiliki

nilai terendah dengan kandungan CO2 sebesar 0,34 ml dan 0,26 ml untuk CH4

(Gambar 8). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa CO2 dan CH4 pada setiap

perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata, pada hasil uji lanjut Duncan

diketahui bahwa ketiga perlakuan berbeda nyata dengan K dimana perlakuan B


(48)

Gambar 7. Rata-rata pH Substrat Biogas dengan Penambahan Pupuk Kandang (Pk) Setelah Inkubasi 28 Hari

Karbondioksida dan asam asetat sangat mempengaruhi dalam proses

terbentuknya biogas, karena keduanya dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk

mengubahnya menjadi metan. Kandungan CO2 tinggi maka diikuti dengan

kandungan CH4 yang tinggi (Gambar 8).

Menurut Palupi (1994), gas metan (CH4) merupakan komponen yang

paling besar dalam biogas dibandingkan dengan komposis gas lain seperti H2.

Kandungan metan ini dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme dan

kondisi-kondisi mikro seperti suhu, pH, VFA dan rasio C/N. Kandungan metan tertinggi

terjadi pada perlakuan B, dimana pada konsentrasi tersebut memiliki pH sebesar

6,4 pada awal inkubasi dan 6,86 pada akhir inkubasi.

Kandungan pH akan mempengaruhi kinerja mikroorganisme karena akan

menghasilkan VFA yang akan dipergunakan untuk menghasilkan metan. Rasio

0 5 10 15 20

Perlakuan

ml

CO2 15,82 0,61 16,81 0,34

CH4 9,07 0,38 9,66 0,26


(49)

C/N pada perlakuan B (Gambar 3), mengandung rasio C/N sebesar 26, termasuk

ke dalam kategori rasio C/N yang optimal dalam proses biogas, dimana jumlah

karbon lebih tinggi bila dibandingkan nitrogen, karena jika kandungan nitrogen

tinggi akan menyebabkan kandungan amonia meningkat dan akan terdapat zat

toksin yang akan mengganggu kehidupan mikroorganisme bahkan kematian. Suhu

pada perlakuan B memiliki kisaran suhu 370 C (Gambar 4), suhu berperan pada

aktivitas mikroorganisme dalam 3 tahap yaitu hidrolisis, asidogenesis dan

metanogenesis. Kesesuaian beberapa kandungan bahan dan unsur mikro,

menyebabkan perlakuan B memiliki nilai CH4 lebih tinggi dibandingkan

konsentrasi lain. Kandungan CH4 yang dapat digunakan sebagai sumber energi

harus memiliki kandungan sebesar 60 % dari total gas yang ada (Hambali, 2002).

4.9. Analisis Mikroba

Hasil pengukuran total mikroba dalam produksi biogas menunjukkan

bahwa total mikroba dari keempat perlakuan terhadap produksi biogas adalah

lebih tinggi jumlah bakteri dibandingkan dengan jamur. Total mikroba untuk

bakteri yang menggunakan aktivator pupuk kandang lebih rendah dibandingkan

kontrol. Total mikroba tertinggi terjadi pada perlakuan K dengan jumlah bakteri

7,9 x 1010 cfu/ml dan pada perlakuan A memiliki total bakteri 6,4 x 1010 cfu/ml.

Perlakuan B memiliki total bakteri sebesar 4,7 x 1010 cfu/ml dan pada perlakuan C

sebesar 6,23 x 1010.

Pada total mikroba untuk jamur memiliki nilai tertinggi pada perlakuan B


(50)

cfu/ ml) dan perlakuan C (4,5 x 1010 cfu/ml). Tertinggi pada perlakuan B (4,7 x

1010 cfu/ml) dan K (4 x 1010cfu/ml).

Gambar 8. Rata-rata pH Substrat Biogas dengan Penambahan Pupuk Kandang (Pk) Setelah Inkubasi 28 Hari

Tingginya mikroorganisme pada konsentrasi 40 % dan kontrol dapat saja

terjadi karena kandungan bahan yang terdapat pada kedua fermentor seimbang,

artinya antara pH, suhu, bahan organik dan rasio C/N sesuai dengan keperluan

mikroorganisme untuk menghasilkan metan.

Pada proses biogas mikroorganisme berperan penting dalam menghasilkan

metan sebagai produk akhir. Mikroorganisme yang berperan adalah

mikroorganisme anaerob. Degradasi yang dilakukan mikroorganisme dalam

lingkungan anerob hanya dapat disempurnakan oleh mikroorganisme yang dapat

menggunakan molekul-molekul lain selain oksigen sebagai akseptor hidrogen

(Sahidu,1983).

0,00E+00 1,00E+10 2,00E+10 3,00E+10 4,00E+10 5,00E+10 6,00E+10 7,00E+10 8,00E+10 9,00E+10

Bakteri 7,90E+10 6,40E+10 4,70E+10 6,23E+10

Jamur 4,00E+10 1,12E+10 4,70E+10 4,50E+10


(51)

Pada setiap proses biogas, Mikroorganisme yang berperan berbeda beda

tergantung pada hasil yang diinginkan. Pada tahap akhir untuk menghasillkan

metan diperlukan hubungan simbiosis antara bakteri penghasil asam dan gas

metan. Bakteri penghasil asam membentuk keadaan lingkungan yang ideal untuk

bakteri metan. Sedangkan bakteri pembentuk gas metan menggunakan asam yang

dihasilkan bakteri penghasil asam. Tanpa adanya proses simbiosis tersebut, maka

akan menciptakan kondisi toksik bagi mikroorganisme penghasil asam (Brynt,


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan parameter pengukuran dapat disimpulkan bahwa aktivator

pupuk kandang dapat meningkatan produksi biogas dan konsentrasi pupuk

kandang 40 % paling baik untuk meningkatkan produksi biogas.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian ini saran yang dapat dikemukakan adalah

diperlukan penelitian lanjut dengan bahan baku substrat yang berbeda serta di

harapkan dapat dilakukan uji lapangan untuk skala kecil agar dapat bermanfaat


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Bolaghui, H. 2003. Mesophilic Biogas Production from Friut and Vegetable Waste in A Tubular Digester. Biotechnol.Vol 86:85-89.

Bridge, T.B. 1991. Limbah Padat di Indonesia Masalah atau Sumber Daya. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Campbell, Ian. 1983. Biomass Catalysts and Liquid Fuels. Holt rainheart and winston ltd, Pensylvania

Davis, M.L. and Cornwell. 1989. Introduction to Environmental Enginering. McGraw. Hill.Publ, Newyork.

De wilde, B dan S.Vanhille. 1985. Research and Development of Rular Energy in Indonesia, ATA 251, Bogor.

Firdaus,I.U.2007.KeuntunganBiogas.Http//Biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/p rosiding/fulltext pdf/prosiding2003 84-96 susi.pdf. 13 desember 2007 pukul 17.00 WIB.

Fry, L.J. 1974. Practical Building of Methane Power Plants for Rular Energy Independence. Standard Printing santa Barbara, California.

Gijizen P.J.L, Derix, and G.D.Vogels. 1990. Aplication of rumen Microorganisme for a High Rate Anaerobic Digestions of Papermill Sludge,

Biol.Waste32:169-179.

Ginting, Nurzainah. 2007. Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan. Univ.Sumatera Utara, Medan.

Gunnerson, G. G. and D. C. Stuckey. 1986. Integrated Resource Recovery. Anaerobic and Practise Fir Biogas Sistem. The Word bank, Washington.

Hambali, Erliza dan Mujdalipah. 2003. Teknologi Bioenergi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Han, Q.Y. et al. 2002. Hydrogen Production from Rice Winery Wastewater in an Upflow Anaerobic Reaktor by using Mixed Anaerobic Culturs.Appl. Microbiol. Biotechnol. 27,1359-1356.

Han, Q.Y. and Fang, H.H.P. 2002. Mesofilic Acidification of gelatinaceous waste water. Appl. Microbiol. Biotechnol. 93, 99-108.


(54)

Han, Q.Y. and Fang, H.H.P. 2003. Acidogenesis of Gelatin-Rich wastewater in an upflow anaerobic reactor : Influence of pH and Temperature. AppWater Research. Vol 37:55-66.

Hardjiwogeno. 1992. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

IAEA, 2001. RCA Regional Training Workshop on In-Vitro Techniques for Feed Evaluation. BATAN, Jakarta.

Ismawati, Ika. A. 2006. Karakteristik Kimia Kotoran Sapi Sebagai Bahan Baku Biogas dan Cairan Hasil Buangannya (Effluent). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Junda, Muhammad. 2004. Degradasi Senyawa 2,4,6-triklorofenol oleh Bakteri Indigen Melalui Pengomposan. Http: //digilib.bi.itb.ac.id. 27 desember 2007 pukul 23.00 WIB.

Junus, Moehammad. 1987. Teknik Membuat dan Memanfaatkan Unit Biogas. Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Lingga, 1991. Jenis dan Kandungan Hara Pada Beberapa kotoran Ternak. Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S). ANTANA, Bogor

Lodha, B.C. 1974. Decomposition of Digested Litter. Pp. 213-139. In : C.H. Dickinson and G.J.F. Pugh. Ed. Biology Pf Plant Litter Decomposition. Vol II. Academic Press, London and Newyork.

Mc Garry, and Jill. 1993. Compost, Fertilizer and Biogas Production From Human and Farm Wastes in The People RRC. Excreta and Urin in the village, Pensylvania.

Metcalf and Eddy. 1991. Waste Water Enginering Treatment disposal. Tata Mc Graw Hill Publishing Company, New Delhi.

Mital, K.M. 2002. Biogas System. Taylor & Frances, New Delhi.

Nijaguna, B.T. 2002. Biogas Technology. New Age Publisher, New Jersy.

Palupi. 1994. Study Pembuatan Biogas dari Tandan Kelapa Sawit, Perikap dan Lumpur Limbah Pabrik Kelapa Sawit melalui Fermentasi Media Padat.

Skripsi. IPB, Bogor.

Pranata, A.S. 1992. Pupuk Organik Cair Aplikasi dan Manfaatnya. Agromedia Pustaka. Jakarta.


(55)

Rahman, Burhani. 2007. Biogas Sumber Energi Alternative. Http: //www.Fisikanet.Lipi.go.id.17 Desember 2007 pukul 14.00 WIB.

Sahidu, S. 1983. Kotoran Ternak sebagai Sumber Energi. Dewa Ruci, Jakarta.

Santoso, B.H. 2004. Pupuk kompos. Kanisius, Jakarta.

Setiawan , AI. 2002. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.

Simamora, Salundik dan Sri. 2006. Membuat biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak dan Gas dari kotoran Ternak. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Simanungkalit, R.D.M dan D.A. Suriadikarta. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya LahanPertanian, Bogor.

Sutanto, Rachman. 2002 Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Jakarta

Suteju, M.M., Kartasapoetra, Sastroatmojo. 1992. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipt, Jakarta.


(56)

Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian

Persiapan

1. Pemilihan sampah organik 2. Pembuatan media

Persiapan sampel pembuatan biogas di Erlenmeyer + penambahan aktivator (pupuk kandang) sesuai komposisi

Tanpa aktivator 30% Pupuk Kandang

40% Pupuk kandang

50% Pupuk Kandang

Pengukuran parameter pada hari ke-0 dan ke-28

Pengukuran parameter

1. % degradasi berat organik dan berat kering

2. Perhitungan total mikroba 3. Volume gas dengan syringe

4. Analisa asam asam organik dengan GC 5. Perhitungan komposisi gas CO2 dan CH4

6. suhu

7. Derajat keasaman (pH) 8. Rasio C/N


(57)

Ciawi, 8 Juli 2008

Kepada Sarah Marselia

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Analisis VFA

VFA ( mMol / 100 ml )

Diskripsi Contoh

C2 C3 iC4 nC4 iC5 nC5

Sampel Biogas ( 0 % )

15.13 3.75 35.03 4.88 0.63 1.36

Sampel Biogas ( 30 %

Pupuk kandang )

0.69 0.16 1.02 0.15 0.02 0

Sampel Biogas ( 40 % pupuk kandang )

16.15 3.98 36.19 5.16 0.66 1.43

Sampel biogas ( 50 %

Pupuk kandang )

0.48 0.07 0.39 0.06 0.02 0

Cat :

C2 = Asam Acetat,C3 = Asam propionat, iC4 = iso Asam Butirat, nC4 = normal Butirat,iC5 = iso Asam Valerat

nC5 = normal Asam Valerat

LABORATORIUM BALAI PENELITIAN TERNAK Jl. RAYA TAPOS CIAWI – BOGOR

Telp. 0251 – 240751 – 240752 – 240753 Faksimili: 0251- 240754 E-mail: Balitnak @ indo.net.id


(58)

Lampiran 3

Analisa Data Dengan SPSS

3.1 Uji Anova Kadar Berat Kering

Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F signifika nsi Bk awal Jumlah Bk

Galat Total 11,334 ,005 11,39 3 8 11 3,778 0 ,001

6296,833 0 ,000

Bk akhir Jumlah Bk Galat Total 11,751 ,003 11,754 3 8 11 3,917 0,000

10445,000 0,000

% deg Bk Jumlah % deg Galat Total 444,995 8,001 452,996 3 8 11 148,332 1,00

148,319 0,000

Untuk BK awal:

Ho : Rata-rata BK awal pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata BK awal pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar BK awal di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

Untuk BK akhir :

Ho : Rata-rata BK akhir pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata BK akhir pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar BK akhir di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).


(59)

Ho : Rata-rata % degradasi BK pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata % degradasi BK pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar % degradasi BK di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

3.2. Hasil Uji Duncan Berat Kering Awal

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3 4

0 % 30 % 40 % 50 % Sig. 3 3 3 3

0,8000 d

1,000 2,4200c 1,000 2,8900b 1,000 3,3900a 1,000 Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.3. Hasil Uji Duncan Berat Kering Akhir

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3 4

0 % 30 % 40 % 50 % Sig. 3 3 3 3 0,5700d 1,000 2,0400c 1,000 2,4300b 1,000 3,3100a 1,000 Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.4. Hasil Uji Duncan % Degradasi Berat Kering

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3

50 % 40 % 30 % 0 % Sig. 3 3 3 3 12,000c 1,000 16,0067b 16,3900b 0,651 28,2900c 1,000

Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b dan c) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).


(60)

3.5. Uji Anova untuk Berat Organik Jumlah kuadrat Deraja t bebas Kuadrat tengah F sig

Bo awal Jumlah Bo Galat Total 1197,502 0,003 1197,504 3 8 11 399,167 0,000 1228207 0,000

Bo akhir Jumlah Bo Galat Total 863,866 0,002 863,868 3 8 11 287,955 0,000 959850,9 0,000

% deg Bo Jumlah % deg Galat Total 0,609 0,042 0,651 3 8 11 0,203 0,005

38,681 0,000

Untuk BO awal:

Ho : Rata-rata BO awal pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata BO awal pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar BO awal di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

Untuk BO akhir :

Ho : Rata-rata BO akhir pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata BO akhir pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar BO akhir di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya)

Untuk % degradasi BO :

Ho : Rata-rata % degradasi BO pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata


(61)

Hi : Rata-rata % degradasi BO pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata.

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar % degradasi BO di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

3.6. Uji Duncan Berat Organik Awal

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3 4

0 % 30 % 40 % 50 % Sig. 3 3 3 3 24,6300d 1,000 43,1600c 1,000 48,6300b 1,000 49,3100a 1,000 Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.7. Uji Duncan Berat Organik akhir

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3 4

0 % 30 % 40 % 50 % Sig. 3 3 3 3

20,9300 d

1,000 36,5300c 1,000 41,2600b 1,000 41,9700a 1,000 Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.8. Uji Duncan % deg Berat Organik

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3

0 % 30 % 40 % 50 % Sig. 3 3 3 3 14,9600c 1,000 15,3600b 15,4600ab 1,000 15,4600ab 15,5500a 1,000

Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b dan c) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).


(62)

3.9. Uji Anova untuk C/N Jumlah kuadrat Deraja t bebas Kuadrat tengah F sig

C/N awal Jumlah Galat Total 108328,3 34,667 108362,9 3 8 11 36109,417 4,333 8332,942 0,000

C/N akhir Jumlah Galat Total 1210,250 16,667 1226,917 3 8 11 403,417 2,083 193,640 0,000

Untuk C/N awal:

Ho : Rata-rata C/N awal pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata C/N awal pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar C/N awal di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

Untuk C/N akhir :

Ho : Rata-rata C/N akhir pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata C/N akhir pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar C/N akhir di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya

3.10. Duncan untuk C/N awal

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3 4

40 % 50 % 30 % 0 % Sig. 3 3 3 3 26,00d 1,000 30,00c 1,000 65,33b 1,000 257,00a 1,000


(63)

Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.11.Uji Duncan untuk C/N akhir

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3

40 % 50 % 30 % 0 % Sig. 3 3 3 3 9,00c 10,67c 0,95 22,00b 1,000 34,00a 1,000

Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.12. Uji Anova untuk Suhu

Jumlah kuadrat Deraja t bebas Kuadrat tengah F sig

Suhu awal Jumlah Galat Total 6,000 2,667 8,667 3 8 11 2,000 0,333 6,000 0,19

Suhu akhir Jumlah Galat Total 1,583 13,333 14,917 3 8 11 0,528 1,667 0,317 0,813

Untuk suhu awal :

Ho : Rata-rata suhu awal pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata suhu awal pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,019 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar suhu di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

Untuk suhu akhir :

Ho : Rata-rata kadar suhu akhir biogas pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata kadar suhu akhir pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata.


(64)

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,81 > 0,05 maka Ho diterima atau rata-rata kadar suhu akhir diantara keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

3.13. Uji Duncan untuk Suhu awal

α 0,05 Perlakuan N 1 2 0 % 30 % 40 % 50 % Sig. 3 3 3 3 36,67a 37,67ab 37,67ab 0,076 37,67ab 37,67ab 38,67b 0,076

Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.14. Uji Anova Untuk pH

Jumlah kuadrat Deraja t bebas Kuadrat tengah F sig

pH awal Jumlah Galat Total 1,976 0,913 2,889 3 8 11 0,659 0,114

5,769 0,021

pH akhir Jumlah Galat Total 0,003 0,067 0,069 3 8 11 0,001 0,008 0,100 0,958

Untuk pH awal :

Ho : Rata-rata pH awal pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata suhu awal pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,021 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar pH di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

Untuk pH akhir :

Ho : Rata-rata kadar pH akhir biogas pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata kadar pH akhir pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata.


(65)

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,95 > 0,05. maka Ho diterima atau rata-rata kadar pH akhir diantara keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

3.15. Uji Duncan untuk pH awal

α 0,05 Perlakuan N 1 2 50 % 0 % 40 % 30 % Sig. 3 3 3 3 5,467a 6,000ab 0,089 6,000ab 6,167b 6,600b 0,070

Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.16. Uji Anova untuk Kadar VFA

Jumlah kuadrat Deraja t bebas Kuadrat tengah F sig

As.asetat Jumlah Galat Total 682,052 0,002 682,054 3 8 11 227,351 0,000 779488,0 0,000

As. Propionat Jumlah Galat Total 42,282 0,007 42,290 3 8 11 14,094 0,001 15375,358 0,000

Iso As.Butirat Jumlah Galat Total 3657,691 0,046 3657,737 3 8 11 1219,230 0,006 211122,1 0,000

Norm.Butirat Jumlah Galat Total 72,601 0,004 72,606 3 8 11 24,200 0,001 46096,143 0,000

Iso As.Valerat Jumlah Galat Total 1,191 0,002 1,193 3 8 11 0,397 0,000 1986,500 0,000

Norm.Valerat Jumlah Galat Total 5,847 0,002 5,849 3 8 11 1,949 0,000 8995,218 0,000

Untuk VFA :

Ho : Rata-rata VFA pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata


(66)

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar VFA di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

3.17. Uji Duncan untuk asam asetat

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3 4

50 % 30 % 0 % 40 % Sig. 3 3 3 3 0,4733d 1,000 0,6900c 1,000 15,1300b 1,000 16,1533a 1,000 Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.18. Uji Duncan untuk asam propionat

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3 4

50 % 30 % 0 % 40 % Sig. 3 3 3 3 0,0667d 1,000 0,1600c 1,000 3,7467b 1,000 3,9800a 1,000 Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.19. Uji Duncan untuk iso asam butirat

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3 4

50 % 30 % 0 % 40 % Sig. 3 3 3 3 0,3900d 1,000 1,0200c 1,000 35,0300b 1,000 36,1900a 1,000 Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.20. Uji Duncan untuk normal butirat

α 0,05


(1)

Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.11. Uji Duncan untuk C/N akhir

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3

40 % 50 % 30 % 0 % Sig.

3 3 3 3

9,00c 10,67c

0,95

22,00b 1,000

34,00a 1,000

Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.12. Uji Anova untuk Suhu

Jumlah kuadrat

Deraja t bebas

Kuadrat tengah

F sig Suhu awal Jumlah

Galat Total

6,000 2,667 8,667

3 8 11

2,000 0,333

6,000 0,19

Suhu akhir Jumlah Galat Total

1,583 13,333 14,917

3 8 11

0,528 1,667

0,317 0,813

Untuk suhu awal :

Ho : Rata-rata suhu awal pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata suhu awal pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,019 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar suhu di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

Untuk suhu akhir :

Ho : Rata-rata kadar suhu akhir biogas pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata kadar suhu akhir pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata.


(2)

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,81 > 0,05 maka Ho diterima atau rata-rata kadar suhu akhir diantara keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

3.13. Uji Duncan untuk Suhu awal α 0,05

Perlakuan N 1 2

0 % 30 % 40 % 50 % Sig.

3 3 3 3

36,67a 37,67ab 37,67ab 0,076

37,67ab 37,67ab 38,67b 0,076

Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.14. Uji Anova Untuk pH

Jumlah kuadrat

Deraja t bebas

Kuadrat tengah

F sig pH awal Jumlah

Galat Total

1,976 0,913 2,889

3 8 11

0,659 0,114

5,769 0,021

pH akhir Jumlah Galat Total

0,003 0,067 0,069

3 8 11

0,001 0,008

0,100 0,958

Untuk pH awal :

Ho : Rata-rata pH awal pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata suhu awal pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,021 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar pH di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

Untuk pH akhir :

Ho : Rata-rata kadar pH akhir biogas pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata kadar pH akhir pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata.


(3)

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,95 > 0,05. maka Ho diterima atau rata-rata kadar pH akhir diantara keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

3.15. Uji Duncan untuk pH awal α 0,05

Perlakuan N 1 2

50 % 0 % 40 % 30 % Sig.

3 3 3 3

5,467a 6,000ab

0,089

6,000ab 6,167b 6,600b 0,070

Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.16. Uji Anova untuk Kadar VFA

Jumlah kuadrat

Deraja t bebas

Kuadrat tengah

F sig As.asetat Jumlah

Galat Total

682,052 0,002 682,054

3 8 11

227,351 0,000

779488,0 0,000

As. Propionat Jumlah Galat Total

42,282 0,007 42,290

3 8 11

14,094 0,001

15375,358 0,000

Iso As.Butirat Jumlah Galat Total

3657,691 0,046 3657,737

3 8 11

1219,230 0,006

211122,1 0,000

Norm.Butirat Jumlah Galat Total

72,601 0,004 72,606

3 8 11

24,200 0,001

46096,143 0,000

Iso As.Valerat Jumlah Galat Total

1,191 0,002 1,193

3 8 11

0,397 0,000

1986,500 0,000

Norm.Valerat Jumlah Galat Total

5,847 0,002 5,849

3 8 11

1,949 0,000

8995,218 0,000

Untuk VFA :

Ho : Rata-rata VFA pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata


(4)

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar VFA di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

3.17. Uji Duncan untuk asam asetat

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3 4

50 % 30 % 0 % 40 % Sig.

3 3 3 3

0,4733d

1,000

0,6900c

1,000

15,1300b 1,000

16,1533a 1,000 Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.18. Uji Duncan untuk asam propionat

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3 4

50 % 30 % 0 % 40 % Sig.

3 3 3 3

0,0667d

1,000

0,1600c

1,000

3,7467b 1,000

3,9800a 1,000 Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.19. Uji Duncan untuk iso asam butirat

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3 4

50 % 30 % 0 % 40 % Sig.

3 3 3 3

0,3900d

1,000

1,0200c

1,000

35,0300b 1,000

36,1900a 1,000 Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.20. Uji Duncan untuk normal butirat

α 0,05


(5)

50 % 30 % 0 % 40 % Sig.

3 3 3 3

0,0600d

1,000

0,1500c

1,000

4,8800b 1,000

5,1600a 1,000 Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.21. Uji Duncan untuk iso asam valerat

α 0,05

Perlakuan N 1 2

30 % 50 % 0 % 40 % Sig.

3 3 3 3

0,0200b 0,0200b

1,000

0,6400a 0,6600a 0,122

Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.22. Uji Duncan untuk normal asam valerat

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3

30 % 50 % 0 % 40 % Sig.

3 3 3 3

0,000c 0,000c

1,000

1,3567b 1,000

1,4333a 1,000

Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.23. Uji Anova kadar CO2 dan CH4

Jumlah kuadrat

Deraja t bebas

Kuadrat tengah

F sig CO2 Jumlah

Galat Total

756,240 0,012 756,252

3 8 11

252,080 0.001

171872,7 0,000

CH4 Jumlah Galat Total

246,980 0,003 246,983

3 8 11

82,327 0,000

259979,0 0,000

Untuk CO2 :

Ho : Rata-rata CO2 pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata


(6)

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar pH di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

Untuk CH4 :

Ho : Rata-rata CH4 pada keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Hi : Rata-rata CH4 pada keempat perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak atau rata-rata kadar pH di antara keempat perlakuan (0%, 30%, 40% dan 50%) menunjukkan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

3.24. Uji Duncan untuk CO2

α 0,05

Perlakuan N 1 2 3 4

50 % 30 % 0 % 40 % Sig.

3 3 3 3

0,3000d

1,000

0,6067c

1,000

15,8167b 1,000

16,8100a 1,000 Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).

3.25. Uji Duncan untuk CH4

α 0,05

N 1 2 3

50 % 30 % 0 % 40 % Sig.

3 3 3 3

0,2600d

1,000

0,3567c

1,000

9,0733b 1,000

9,6700a 1,000 Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata (α 0,05).