dan menyebabkan gangguan spermatogenesis Taylor 2001.

97 dilaporkan Anderson Graner 2000 merupakan subyek dari aksi isoflavon. Diduga, cekok TKI-RL pada kedua dosis tersebut mengakibatkan membran sel testis sebagai organ pembentuk spermatozoa mengalami kerusakan tidak utuh sehingga terbentuk proses peroksidasi lipid yang berkepanjangan. Sanocka Kurpisz 2004 menyatakan bahwa tingginya hasil peroksidasi lipid dapat mengganggu proses spermatogenesis, bahkan pada kondisi yang ekstrim dilaporkan mengakibatkan kasus infertilitas. Proses oksidasi pada membran sel testis yang tidak dapat dicegah diduga mengakibatkan terhambatnya proses spermatogenesis dan terganggunya produksi spermatozoa, sehingga menyebabkan berkurangnya konsentrasi spermatozoa. Abnormalitas Spermatozoa dan Butiran Sitoplasma Kisaran abnormalitas spermatozoa akibat perlakuan variasi dosis isoflavon antara 8.99 - 10.62. Tidak terlihat adanya pengaruh yang nyata antar perlakuan p0.05 terhadap abnormalitas spermatozoa Tabel 7.1. Menurut Toelihere 1985, spermatozoa yang mengalami kelainan morfologi kurang dari 20 masih dianggap normal. Mengacu pada kriteria tersebut, keempat kelompok yang mendapat perlakuan cekok TKI-RL pada berbagai dosis dan satu kelompok kontrol yang dicekok aquades memiliki spermatozoa pada kategori normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF 6 mgekorhari menghasilkan butiran sitoplasma paling tinggi secara nyata p0.05 bila dibanding kelompok lain. Tidak terlihat adanya perbedaan butiran sitoplasma pada kelompok kontrol dengan kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis 1.5 dan 3 mgekorhari, namun butiran sitoplasma ketiganya lebih rendah dibanding kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis 4.5 mgekorhari Tabel 7.1. Proses pematangan maturasi spermatozoa merupakan hal yang sangat penting untuk memperoleh kualitas spermatozoa yang baik. Proses pematangan ditandai dengan adanya pergeseran butiran sitoplasma cytoplasmic droplet dari pangkal kepala bagian leher spermatozoa proximal droplet ke ujung bawah bagian tengah spermatozoa distal droplet, kemudian terlepas atau hilang sama sekali Hafez Hafez 2000. Proses pematangan spermatozoa yang tidak sempurna diperlihatkan dengan ditemukan butiran sitoplasma dalam jumlah banyak pada semen hasil ejakulat Senger 1999. Hubungan antara rendahnya kualitas spermatozoa dan peningkatan pembentukan senyawa ROS ditentukan oleh berlebihnya keberadaan residubutiran sitoplasma Sikka 2004. Residu sitoplasma pada spermatozoa berkorelasi positif dengan pembentukan ROS Saleh Agarwal

2002, dan menyebabkan gangguan spermatogenesis Taylor 2001.

98 Butiran sitoplasma kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF 1.5 dan 3 mgekorhari tidak berbeda dengan kelompok kontrol. Hasil ini memperlihatkan bahwa perlakuan cekok TKI-RL pada kedua dosis tersebut tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap retensi butiran sitoplasma. Namun pada kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF paling tinggi 6 mgekorhari ditemukan butiran sitoplasma dalam jumlah yang jauh lebih tinggi. Diduga, tingginya butiran sitoplasma pada kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF 6 mgekorhari berhubungan dengan terhambatnya proses pematangan spermatozoa, sehingga pada akhirnya berpengaruh terhadap fertilitas. Di samping itu, sifat estrogen agonis akibat pemberian isoflavon pada dosis yang paling tinggi tersebut diduga berpotensi untuk menimbulkan gangguan pada organ reproduksi hewan jantan. Adanya gangguan terhadap proses spermatogenesis kelompok tersebut diperlihatkan dengan tingginya pembentukan butiran sitoplasma pada bagian distal droplet. Dalam penelitian ini, spermatozoa tikus perlakuan diambil dari bagian cauda epididimis. Ditemukannya butiran sitoplasma dalam jumlah lebih banyak pada bagian distal droplet sejalan dengan pendapat Senger 1999, bahwa distal droplet lebih banyak ditemukan pada spermatozoa yang berasal dari bagian corpus dan cauda epididimis. Akibat terganggunya proses spermatogenesis, mekanisme pelepasan butiran sitoplasma menjadi terganggu sehingga spermatozoa akan dilepaskan dari epitel sel benih dengan membawa kelebihan residu sitoplasma. Pada kondisi seperti ini, spermatozoa yang dilepaskan selama spermiasi diduga menjadi tidak matang immature, sehingga fungsi spermatozoa menjadi terganggu dan akan mempengaruhi fertilitasnya. Menurut Aitken 1999 diacu dalam Saleh Agarwal 2002, retensi residu sitoplasma pada spermatozoa berkorelasi positif dengan pembentukan senyawa ROS melalui suatu mekanisme yang diperantarai oleh enzim sitosol glucose-6-phosphat-dehydrogenase G 6 PD. Apabila aktivitas enzim G 6 PD inaktif, ketersediaan NADPH untuk produksi energi dalam sel akan berkurang sehingga menyebabkan berkurangnya pembentukan ATP. Terhambatnya ATP berpotensi meningkatkan proses peroksidasi lipid membran spermatozoa Griveau et al. 1995; Tremellen 2008. Berat Relatif Testis Kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF 1.5 mgekorhari menghasilkan berat relatif testis yang paling tinggi secara nyata p0.05 bila dibanding kelompok lain. Berat relatif testis kelompok kontrol tidak berbeda dengan kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF 3 mgekorhari, sedangkan berat 99 relatif testis terendah dihasilkan kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF 4.5 dan 6 mgekorhari Tabel 7.1. Berat relatif testis tertinggi dihasilkan oleh kelompok tikus yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF 1.5 mgekorhari. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian TKI-RL pada dosis paling rendah 1.5 mgekorhari mampu meningkatkan berat testis dan memberikan pengaruh yang paling berarti terhadap perkembangan berat testis. Pertumbuhan testis sebagian besar terjadi karena peningkatan jumlah sel benih germ Peltola et al. 1992. Berat testis berhubungan dengan konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan Salisbury VanDemark 1985, sedangkan peningkatan konsentrasi spermatozoa dilaporkan Cook et al. 1994 sejalan dengan peningkatan berat testis. Pernyataan tersebut mendukung hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, di mana dosis IF 1.5 mgekorhari menghasilkan berat relatif testis dan konsentrasi spermatozoa tertinggi. Tingginya berat relatif testis tikus yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF .5 mgekorhari diduga karena sifat isoflavon sebagai estrogen antagonis yang berperan sebagai antioksidan radical scavenger pada dosis tersebut mampu bekerja paling efektif dan optimal sehingga kemungkinan mampu mencegah oksidasi bagian sel yang penting, atau mencegah terbentuknya hasil peroksidasi lipid asam lemak tidak jenuh pada jaringan yang memproduksi spermatozoa. Eliminasi radikal bebas pada jaringan yang memproduksi spermatozoa oleh aksi isoflavon menyebabkan perkembangan testis sebagai tempat utama berlangsungnya proses spermatogenesis untuk memproduksi spermatozoa menjadi tidak terhambat. Berat relatif testis kelompok yang dicekok TKI-RL dosis IF 3 mgekorhari tidak berbeda dengan kontrol. Hasil ini memperlihatkan bahwa pemberian TKI-RL pada dosis IF 3 mgekorhari tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap perkembangan berat testis, baik pengaruhnya terhadap peningkatan atau penghambatan berat testis. Pada kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF lebih tinggi, yaitu 4.5 dan 6 mgekorhari dihasilkan berat relatif testis yang paling rendah. Diduga, isoflavon yang bersifat sebagai estrogen agonis pada dosis tersebut mengakibatkan terhambatnya dan terganggunya perkembangan berat testis. Penyusutan berat testis juga berhubungan dengan penyusutan dimensi tubuli seminiferi sebagai tempat utama berlangsungnya proses spermatogenesis untuk menghasilkan spermatozoa Fritz et al. 2003. Menurut Martin 1983, kecenderungan atropi testis pada mencit timbul jika genistein salah satu bentuk isolat isoflavon murni diberikan pada konsentrasi 9 mgekorhari. Walaupun tidak diberikan dalam bentuk isolat isoflavon murni, dalam penelitian ini terbukti bahwa pemberian tepung kedelai kaya isoflavon dengan dosis 100 isoflavon yang semakin tinggi akan menghambat perkembangan testis dan menyebabkan atropi pengecilan ukuran testis dibanding kontrol. Angka Konsepsi dan Jumlah Fetus pada Tikus Betina Tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan kelompok kontrol, serta kelompok yang dicekok TKI-RL pada dosis IF 1.5 dan 3 mgekorhari mempunyai angka konsepsi sebesar 100 5 bunting dari 5 ekor yang dikawinkan. Artinya, pada ke lima ekor tikus betina telah terdeteksi terjadi kopulasi dan hasil pengamatan terhadap kebuntingan menunjukkan hasil yang positif. Tikus betina yang dikawinkan dengan kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF 4.5 mgekorhari mempunyai angka konsepsi 60 3 bunting dari 5 ekor yang dikawinkan. Sedangkan tikus betina yang dikawinkan dengan kelompok yang dicekok TKI-RL dosis IF 6 mgekorhari mempunyai angka konsepsi 0 tidak terjadi kebuntingan dari 5 ekor yang dikawinkan. Kelima kelompok tikus jantan menghasilkan angka kopulasi pada tikus betina masing-masing sebesar 100, yang menunjukkan bahwa telah terjadi perkawinan terdeteksi adanya spermatozoa pada tikus betina Tabel 7.2. Angka konsepsi 0 pada tikus betina menunjukkan bahwa pemberian TKI- RL pada dosis IF paling tinggi 6 mgekorhari menyebabkan gangguan dan hambatan terhadap fertilitas tikus jantan. Walaupun melalui metode usap vagina telah terdeteksi adanya spermatozoa pada tikus betina terjadi kopulasi, namun tidak terlihat adanya kebuntingan setelah dilakukan pengamatan kebuntingan pada hari ke-15 sejak terdeteksi terjadi kopulasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemberian TKI-RL pada dosis IF paling tinggi 6 mgekorhari menyebabkan kasus infertilitas pada tikus jantan. Tabel 7.2. Angka konsepsi dan jumlah fetus pada tikus betina Perlakuan Jantan Angka Kopulasi pada Tikus Betina Angka Konsepsi pada Tikus Betina Jumlah Fetus pada Tikus Betina n = 5 Kontrol, cekok aquades 100 100 10.20±0.84 a Isoflavon 1.5 mgekorhari 100 100 10.20±0.45 a Isoflavon 3 mgekorhari 100 100 9.60±1.34 a Isoflavon 4.5 mgekorhari 100 60 5.40±4.98 b Isoflavon 6 mgekorhari 100 0.00±0.00 b Diduga aksi estrogen agonis pada dosis isoflavon tertinggi 6 mgekorhari menyebabkan rusaknya struktur membran plasma mitokondria spermatozoa akibat proses oksidasi oleh radikal bebas sehingga menurunkan fungsi dan kualitas 101 spermatozoa. Hal ini didukung data hasil rekapitulasi pada Tabel 7.1, yang menunjukkan bahwa pada kelompok tersebut : terjadi atropi testis sehingga menurunkan produksi spermatozoa; motilitas spermatozoa rendah sehingga mengganggu proses metabolisme spermatozoa akibat menurunnya produksi energi berupa ATP intraseluler dan kerusakan aksonem; konsentrasi spermatozoa rendah akibat terhambatnya proses spermatogenesis sehingga mengganggu produksi spermatozoa dan menyebabkan berkurangnya konsentrasi spermatozoa. Adanya gangguan terhadap proses spermatogenesis sehingga spermatozoa tidak matang juga terlihat dari tingginya pembentukan butiran sitoplasma di bagian distal droplet Tabel 7.1, yang mengakibatkan terganggunya mekanisme pelepasan butiran sitoplasma sehingga spermatozoa akan dilepaskan dari epitel sel benih dengan membawa kelebihan residu sitoplasma, dan diduga mengakibatkan spermatozoa yang dilepaskan selama spermiasi menjadi tidak matang immature. Hal ini menyebabkan fungsi spermatozoa menjadi terganggu sehingga mempengaruhi fertilitasnya. Butiran sitoplasma dan sel benih yang tidak matang immature germ cells, dilaporkan Saleh Agarwal 2002 dan Sikka 2004 merupakan pemicu terbentuknya radikal bebas yang akan menyebabkan stres oksidatif dan berperan dalam infertilitas pejantan. Menurut Saleh Agarwal 2002, ROS pada level tinggi dilaporkan berpotensi toksik terhadap kualitas dan fungsi spermatozoa. Pendapat tersebut memperkuat hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, di mana fungsi spermatozoa kelompok yang dicekok TKI-RL pada dosis IF 6 mgekorhari menjadi abnormal dan menyebabkan tikus jantan menjadi infertil karena tidak mampu membuntingi tikus betina. Namun, penurunan kualitas dan fungsi spermatozoa tersebut tidak mengganggu perilaku seksual atau tidak mengganggu libido tikus jantan. Hal ini didukung oleh data angka kopulasi pada tikus betina sebesar 100. KESIMPULAN 1. Pemberian tepung kedelai kaya isoflavon pada berbagai tingkatan dosis terhadap tikus jantan tidak berpengaruh terhadap abnormalitas spermatozoa. 2. Pemberian tepung kedelai kaya isoflavon pada dosis isoflavon 6 mgekorhari pada tikus jantan menyebabkan kasus infertilitas, namun tidak mempengaruhi libido angka kopulasi pada tikus betina sebesar 100, sedangkan angka konsepsi sebesar 0. 3. Dosis isoflavon optimum yang menghasilkan kualitas spermatozoa tikus jantan terbaik adalah 1.5 mgekorhari dan mengakibatkan : meningkatnya berat testis, motilitas spermatozoa dan konsentrasi spermatozoa. 102 DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the AOAC. AOAC, Inc. Arlington, Virginia. Agarwal A, Prabakaran SA, Said TM. 2005. Prevention of oxidative stress injury to sperm. J Androl 266: 654-669 Aitken RJ, Clarkson JS. 1987. Cellular basis of defective sperm function and its association with the genesis of reactive oxygen species by human spermatozoa. J Reprod Fertil 81:459-469 Anderson JJB, Garner SC. 2000. The Soybean as a Source of Bioactive Molecules. Di dalam : Schmidl MK Labuza TP, editor. Essentials of Functional Foods. Aspen Publishers, Inc. Gaithersburg, Maryland. hlm. 239-266 Asmarinah. 2005. Mutasi gen pada pria i nfertil dengan Astenozoospermia. Di dalam : Buku Kumpulan MakalahAbstrak. Andrologi : Sesuatu yang Hilang dalam Kesehatan Reproduksi untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia. Kongres Pandi IX dan Kongres Persandi I. 19-23 April. Jakarta. Astuti S. 1999. Pengaruh Tepung Kedelai dan Tempe dalam Ransum terhadap Fertilitas Tikus Percobaan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Astuti S, Muchtadi D, Astawan M, Purwantara B, Wresdiyati T. 2008. Kadar peroksida lipid dan aktivitas superoksida dismutase SOD testis tikus yang diberi tepung kedelai kaya isoflavon, seng Zn, dan vitamin E. Majalah Kedokteran Bandung In press. Publikasi pada volume 40 2 Edisi Juli

2008. Atanassova N