70
spermatogenik lebih tinggi dibanding pemberian tunggal atau dua kombinasi diantaranya.
3. Perlakuan terbaik adalah pemberian secara lengkap : tepung kedelai kaya isoflavon dengan dosis isoflavon 3 mgekorhari, Zn 6.14 mgkg ransum, dan
vitamin E 100 mgkg ransum.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the AOAC. AOAC, Inc. Arlington,
Virginia. Astuti S, Muchtadi D, Astawan M, Purwantara B, Wresdiyati T. 2008. Kadar
peroksida lipid dan aktivitas superoksida dismutase SOD testis tikus yang diberi tepung kedelai kaya isoflavon, seng Zn, dan vitamin E.
Majalah Kedokteran
Bandung In press. Publikasi pada volume 40 2 Edisi Juli
2008. Bensoussan K, Morales CR, Hermo L. 1998. Vitamin E deficiency causes
incomplete spermatogenesis and affects the structural differentiation of epithelial cells of the epididymis in the rat.
J Androl 193:266-288 Corah L. 1996. Trace mineral requirement of grazing cattle.
Anim Feed Sci Technol
59:61-70. Chesters JK. 1997. Zinc. Di dalam O’Dell BL, Sunde RA, editor.
Handbook of Nutritionally Essential Mineral Elements. Marcel Dekker, Inc. New York. p.
185-214. Diagnostic Products Corporation. 2003. Coat-A-Count® Total Testosterone.
Corporate Offices, USA. Fritz WA, Cotroneo MS, Wang J, Eltoum IE, Lamartiniere CA. 2003. Dietary
diethylstilbestrol but not genistein adversely affects rat testicular development.
J. Nutr. 133:2287-2293. Hess RA. 2003. Estrogen in the adult male reproductive tract : a review.
Reprod Biol Endocrinol 1:52 Hidiroglou M, Knipfel JE. 1984. Zinc in mammalian sperm : a review.
J Dairy Sci 67:11476-1156
Hunt CD, Johnson PE, Herbel JL, Mullen LK. 1992. Effects of dietary zinc depletion on seminal volume and zinc loss, serum testosterone
concentrations, and sperm morphology in young men. Am J Clin Nutr
56:148-157. Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods : Theory and Practice.
Pergamon Press. Oxford-England
71
Junqueira LC, Jose C, Robert OK. 1998. Histologi Dasar. Ed ke-8. Diterjemahkan Tambayong. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Landvik SV, Diplock AT, Packer L. 2002. Efficacy of Vitamin E in Human Health and Disease. Di dalam Cadenas E, Packer L, editor.
Handbook of Antioxidants. Marcel Dekker, Inc. New York. p.75-90.
Linder MC. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Diterjemahkan oleh A. Parakkasi. Jakarta: UI Press.
Machlin LJ. 1991. Hand Book of Vitamin. Second Edition. Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc.
Mitchell JH et al. 2001. Effect of a phytoestrogen food supplement on reproductive
health in normal males. Clin Sci 1006:613-618
Nijveldt RJ et al. 2001. Flavonoids : a review of probable mechanism of action
and potential applications . Am J Clin Nutr 74:418-425
Oteiza PI, Olin KL, Fraga CG, Keen CL. 1995. Zinc deficiency causes oxidative damage to proteins, lipids and DNA in rat testes.
J Nutr 125:823-929. Om Ae-son, Chung KW. 1996. Dietary zinc deficiency alters 5
α-reduction and aromatization of testosterone and androgen and estrogen receptors in rat
liver. J Nutr 126:842-848.
Regina BF, Traber MG. 1999. Vitamin E : function and metabolism. Faseb J
13:1145-1155 Sanocka D, Kurpisz M. 2004. Reactive oxygen species and sperm cells.
Reprod Biol Endocrinol 2:12.
Sikka SC. 2004. Role of oxidative stress and antioxidants in andrology and assisted reproductive technology.
J Androl 251:5-18 Taneja SK, Chadha S, Arya P. 1995. Lipid-zinc interaction : its effect on the testes
of mice. Br J Nutr 73:723-731.
Taylor CG, Bettger WJ, Bray TM. 1988. Effect of dietary zinc or copper deficiency on the primary free radical defense system in rats.
J Nutr 118:613-621. Toda S, Shirataki Y. 1999. Inhibitory effect of isoflavones on lipid peroxidation by
reactive oxygen species. Phytother Res 13:163-165
72
KADAR PEROKSIDA LIPID, AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE SOD TESTIS DAN PROFIL Cu,Zn-SOD TUBULI SEMINIFERI TESTIS TIKUS
YANG DIBERI TEPUNG KEDELAI KAYA ISOFLAVON The Effects of Isoflavone-riched Soybean Flour on Lipid Peroxide Level,
Superoxide Dismutase SOD Activity, and Profile of Cu,Zn-SOD in the Seminiferous Tubules of Male Rats Testes
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh tepung kedelai kaya isoflavon pada berbagai tingkatan dosis isoflavon terhadap kadar MDA dan
aktivitas SOD testis, serta profil Cu,Zn-SOD pada tubuli seminiferi testis tikus jantan. Ransum basal kasein disusun secara isonitrogen dan isokalori dengan
kadar protein ransum sebesar 10. Dua puluh lima ekor tikus jantan strain Sprague Dawley umur sapih 21 hari dibagi dalam lima kelompok dan mendapat
perlakuan tepung kedelai kaya isoflavon secara oral dengan berbagai tingkatan dosis isoflavon. Perlakuan diberikan selama dua bulan. Dosis isoflavon 1.5
mgekorhari merupakan dosis optimum yang mengakibatkan : menurunnya kadar MDA testis 2.41±0.10 nmolg pada perlakuan kontrol menjadi 2.29±0.05 nmolg;
mempertahankan aktivitas enzim SOD testis tetap tinggi 729.4±23.73 Ug; serta mempertahankan kandungan Cu,Zn-SOD pada sel spermatosit dan spermatid awal
tubuli seminiferi testis tetap tinggi melalui deteksi secara imunohistokimia. Disimpulkan bahwa pemberian tepung kedelai kaya isoflavon pada dosis isoflavon
1.5 mgekorhari dapat menghambat pembentukan peroksidasi lipid serta meningkatkan status antioksidan pada testis tikus.
Kata kunci : tepung kedelai kaya isoflavon, peroksida lipid, aktivitas SOD,
immunohistokimia
ABSTRACT
The objective of this experiment was to evaluate the effects of isoflavone- riched soybean flour with different levels of isoflavone on MDA level, SOD activity,
and profile of Cu,Zn-superoxide dismutase Cu,Zn-SOD spermatogenic cells in the seminiferous tubules of male rat testes. Diet was given as isonitrogen and isocaloric
with 10 of dietary protein from casein. Twenty five male of Sprague Dawley rats were divided into five groups and treated with isoflavone-riched soybean flour by
oral administration with different levels dosage. The treatment was conducted for 2 months. The optimum dosage of isoflavone was 1.5 mgday and resulted :
decreased of MDA level of the testis 2.41±0.10 nmolg on the control group compared to 2.29±0.05 nmolg, recovered SOD activity of rat testis 729.4±23.73
Ug, and stability the content of Cu,Zn-superoxide dismutase Cu,Zn-SOD of seminiferous tubules on spermatocytes and early spermatids cells as indicated by
immunohistochemical technique. It was concluded that treatment isoflavone-riched soybean flour with 1.5 mgday dosage of isoflavone prevented the formation of lipid
peroxide and improved the antioxidant status of rat testes. Key words : isoflavone - riched soybean flour, lipid peroxide, SOD activity,
immunohistochemistry
73
PENDAHULUAN
Radikal bebas dibentuk oleh metabolisme xenobiotik atau metabolisme sel aerob secara normal. Spesies oksigen reaktif ROS adalah radikal bebas yang
memainkan peran penting pada beberapa proses fisiologis organ tubuh. Pembentukan ROS dapat menginduksi peroksidasi lipid yang bersifat sitotoksik
akibat inisiasi suatu reaksi rantai ke dalam membran, diikuti reaksi propagasi sehingga secara keseluruhan akan mengakibatkan kerusakan sel Sikka 2004.
Tubuh memiliki sistem pertahanan enzimatik maupun non-enzimatik untuk menetralkan pengaruh toksik senyawa ROS, sehingga ROS hanya terdapat dalam
jumlah kecil yang diperlukan untuk menjaga fungsi sel tetap normal. Sistem pertahanan radikal bebas baik enzimatik maupun non-enzimatik meliputi proteksi
terhadap berbagai kompartemen sel antara lain mitokondria, retikulum endoplasma, peroksisom, sitoplasma dan membran sel. Pemeliharaan integritas sel tergantung
pada keseimbangan antara pembentukan radikal bebas dengan sistem pertahanan radikal bebas. Terjadinya kerusakan sel dihasilkan oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan ROS dan aktivitas pertahanan enzim antioksidan scavenger.
Superoksida dismutase SOD dilaporkan merupakan garis pertahanan terdepan spermatozoa terhadap aktivasi dan toksisitas senyawa ROS Alvarez
et al. 1987; Sikka
et al. 1995. Terdapatnya
radical scavenger diduga akan membersihkan radikal bebas pada jaringan-jaringan yang memproduksi spermatozoa Sikka 2004, serta
menstimulasi ekspresi Cu,Zn-SOD sehingga melindungi sel dari serangan stres oksidatif dan mencegah terbentuknya produk peroksidasi lipid Toda Sirataki
1999. Bahan pangan alami yang mengandung antioksidan sebagai scavenger
radikal bebas dilaporkan Sikka 2004 dapat menekan proses oksidasi, peroksidasi lipid dan kerusakan sel spermatozoa, mencegah kondisi stres oksidatif, dan
meningkatan status antioksidan. Kedelai dilaporkan memiliki senyawa bioaktif isoflavon salah satu golongan
flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan Saija et al. 1995; Nijveldt et al. 2001.
Isoflavon kedelai dikenal sebagai fitoestrogen karena struktur molekul isoflavon kedelai mirip dengan struktur molekul estrogen. Hal ini menyebabkan isoflavon
kedelai dapat berikatan dengan reseptor estrogen RE, namun afinitas RE ligan tersebut lebih rendah dibanding estrogen endogen Miksicek 1994. Sel epitel dari
jaringan reproduksi seperti kelenjar susu, ovari dan testis merupakan subyek dari aksi isoflavon Anderson Graner 2000. Aksi biologis fitoestrogen adalah
kemampuannya untuk bertindak sebagai estrogen agonis yang dapat berikatan dengan RE dan menstimulasi respon estrogen, atau bertindak sebagai estrogen
74
antagonis yang dapat berikatan dengan RE namun menghambat respon estrogen Helferich
et al. 2001. Salah satu produk olahan kedelai yang dapat digunakan sebagai
ingredient dalam bentuk kapsul atau tablet adalah tepung kedelai kaya isoflavon. Tepung
kedelai kaya isoflavon mengandung kadar isoflavon sebesar 3, dihasilkan dari biji kedelai tanpa proses kimia atau penambahan bahan tambahan pangan, serta
mempunyai rasa dan aroma yang disukai Indiana Soybean Board 1998. American Dietetic Association ADA melaporkan bahwa konsumsi pangan
alami akan memberikan pengaruh positif bagi kesehatan apabila dikonsumsi secara teratur pada dosis yang efektif. Dalam upaya untuk lebih menggali potensi
kedelai sebagai bahan pangan alami sumber isoflavon, perlu dilakukan kajian asupan antioksidan alami isoflavon yang terkandung dalam tepung kedelai kaya
isoflavon pada berbagai tingkatan dosis terhadap kadar MDA dan aktivitas SOD testis, serta profil Cu,Zn-SOD pada tubuli seminiferi testis melalui deteksi secara
imunohistokimia dengan menggunakan tikus jantan sebagai hewan model.
BAHAN DAN METODE
Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah tepung kedelai kaya isoflavon TKI dari perusahaan SoyLife Extra ORFFA BELGIUM NV,
Ambachtsstraat 6-B-1840 LONDERZEEL. n-heksana digunakan untuk mengurangi lemak pada TKI sehingga diperoleh TKI rendah lemak TKI-RL Astuti
et al. 2008. Untuk
studi in vivo, digunakan tikus jantan strain Sprague Dawley SD
umur 21 hari dari PT Indoanilab Bogor. Bahan penyusun ransum adalah kasein, mineral mix, vitamin mix, minyak jagung, selulosa, air dan pati jagungmaizena.
Analisis kadar malonaldehida MDA testis menggunakan fosfat buffer saline PBS, HCl, asam tiobarbiturat TBA, asam trikloroasetat TCA, BHT, dan 1,1,3,3-
tetraetoksipropana TEP; aktivitas enzim SOD testis menggunakan SOD murni komersial, xantin, xantin oksidase, sitokrom C, buffer fosfat, kloroform dan etanol.
Bahan kimia untuk pembuatan preparat jaringan testis dan proses pewarnaan secara imunohistokimia antara lain NaCl, larutan fiksatif bouin, alkohol,
xylol, parafin, neofren, toluen, phosphat buffer saline PBS, destilated water DW, H
2
O
2
, metanol, goat serum albumin GSA, antibodi monoklonal copper,zinc-
75
superoksida dismutase Cu,Zn-SOD Sigma S2147, dako envision peroksidase system DEPS Dako K1491, diaminobenzidine DAB, dan hematoksilin.
Metode Penelitian Perlakuan Hewan Percobaan
in vivo dan Sampling
Sebanyak 25 ekor tikus jantan strain Sprague Dawley umur sapih 21 hari
terlebih dahulu diadaptasikan di lingkungan laboratorium tempat percobaan selama 1 minggu. Ransum basal kasein disusun secara isonitrogen dan isokalori dengan kadar
protein 10, modifikasi AOAC 1990 diberikan secara ad libitum. Bahan penyusun
ransum tikus jantan adalah kasein, mineral mix, vitamin mix, minyak jagung, selulosa, air dan pati jagungmaizena.
Setelah masa adaptasi, tikus dibagi dalam 5 kelompok, yaitu : 1 Kontrol, cekok aquades; 2 cekok TKI-RL dosis isoflavon IF 1.5
mgekorhari; 3 cekok TKI-RL dosis IF 3 mgekorhari; 4 cekok TKI-RL dosis IF 4.5 mgekorhari; dan 5 cekok TKI-RL dosis IF 6 mgekorhari.
Formulasi ransum tikus jantan per 100 g ransum berdasarkan modifikasi AOAC 1990 disusun sebagai berikut :
Perlakuan Isoflavon mgekorhari KOMPOSISI
BAHAN 0 Kontrol
1.5 3
4.5 6
Kasein g 11.09
11.09 11.09
11.09 11.09
Minyak jagung g 7.92
7.92 7.92
7.92 7.92
Mineral mix g ZnSO4.7H2O mg
4.43 4.43
4.43 4.43
4.43 Vitamin mix Fitkom g
Asam folat mg Vitamin K mg
Vitamin E mg 1
30 5
15.7 1
30 5
15.7 1
30 5
15.7 1
30 5
15.7 1
30 5
15.7
Selulosa 0.99
0.99 0.99
0.99 0.99
Air 4.38
4.38 4.38
4.38 4.38
Pati 70.19
70.19 70.19
70.19 70.19
Jumlah 100.00
100.00 100.00
100.00 100.00
TKI-RL diberikan pada tikus jantan dengan cara dicekok menggunakan sonde lambung, dengan melarutkan TKI-RL dalam 1 ml aquades. Pemberian TKI-RL pada
tikus jantan secara in vivo dilakukan berdasarkan pengukuran kandungan total
senyawa isoflavon. Hasil analisis dengan HPLC terhadap TKI-RL menunjukkan adanya tiga komponen senyawa isoflavon yaitu daidzein, genistein, dan glisitein
dengan kandungan total senyawa isoflavon sebesar 2.22 g100 g bb Astuti et al.
2008. Setelah 2 bulan masa perlakuan, tikus masing-masing kelompok n=5 dikorbankan dengan dipatahkan tulang leher
dislocasio cervicalis. Bagian testis dikoleksi dan dilakukan pengamatan terhadap kadar MDA, aktivitas SOD, serta
kandungan Cu,Zn-SOD.
76
Pengukuran Kadar MDA Singh et al. 2002
Sebanyak ± 0.5 g testis segar dicacah dalam kondisi dingin dalam 2.5 ml larutan PBS
phosphat buffer saline yang mengandung 11.5 gL KCl. Homogenat disentrifugasi dua kali pada 4000 rpm selama 10 menit. 1 ml supernatan jernih
ditambah 4 ml HCl dingin 0.25N yang mengandung 15 TCA, 0.38 TBA, dan 0.5 BHT. Campuran dipanaskan 80
o
C selama 1 jam. Setelah dingin, campuran disentrifugasi 3500 rpm selama 10 menit. Absorbansi supernatan diukur pada
λ
532 nm. Sebagai larutan standar digunakan TEP.
Pengukuran Aktivitas SOD Mc Cord Fridovich 1969; Nebot et al. 1993
Sebanyak ± 0.5 g testis segar yang telah dihaluskan, ditambah 1 ml buffer fosfat pH 7.4, disentrifugasi pada 10000 rpm, 4
o
C, selama 20 menit, kemudian diambil bagian cairannya lisat. Sebanyak 800 µl larutan kloroformetanol dingin
37.562.5 vv ditambahkan ke dalam 300 µl lisat, divorteks 30 detik dan disentrifugasi pada 5000 rpm, 4
o
C, selama 10 menit. Supernatan disimpan pada 2- 8
o
C sampai saat akan dianalisis. Larutan standar dibuat dengan melarutkan SOD murni komersial sehingga
menghasilkan beberapa konsentrasi larutan untuk pembuatan kurva standar. Pengukuran aktivitas enzim ini berlangsung pada suhu 25
o
C, larutan xantin oksidase harus tetap dalam keadaan dingin sebelum digunakan. Sebanyak 2.9 ml
campuran larutan xantin dan sitokrom c dimasukkan dalam tabung reaksi 3 ml, ditambah 50 µl larutan baku kontrol atau sampel dan divorteks secara perlahan.
Selanjutnya ditambah 50 µl larutan xantin oksidase dan divorteks secara perlahan. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada
λ
550 nm. Untuk blanko digunakan buffer fosfat sebagai pengganti sampel dan sebagai kontrol digunakan
aquades. Pengamatan Profil Cu,Zn-SOD pada Tubuli Seminiferi Testis
Imunohistokimia Wresdiyati
et al. 2002
Organ testis dicuci dengan NaCl fisiologis 0.9, difiksasi dalam larutan Bouin selama 24 jam. Jaringan testis kemudian diproses dengan metode standar
menggunakan parafin. Blok jaringan yang didapat dipotong ± 4 µm dan dilekatkan pada gelas obyek yang telah dilem dengan neofren, sehingga diperoleh potongan
jaringan sediaan. Selanjutnya dilakukan proses pewarnaan Imunohistokimia terhadap potongan jaringan yang diperoleh Lampiran 9.
Pewarnaan imunohistokimia dilakukan untuk mengamati profil antioksidan Cu,Zn-SOD pada sel spermatogenik tubuli seminiferi testis tikus. Keberadaan
kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD terlihat dengan produk reaksi warna coklat.
77
Intensitas warna coklat menunjukkan kandungan Cu,Zn-SOD. Semakin tua warna coklat, semakin banyak kandungan Cu,Zn-SOD. Sel yang tidak mengandung enzim
Cu,Zn-SOD atau bereaksi negatif ditunjukkan dengan warna biru. Pengamatan dilakukan secara kuantitatif terhadap jumlah inti sel spermatosit dan spermatid awal
pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD positif kuat+++, positif sedanglemah +++, dan negatif-. Pengamatan dilakukan pada sembilan tubuli seminiferi untuk tiap
perlakuan.
Analisis Data
Data diolah dengan uji sidik ragam menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diuji. Untuk mengetahui
perbedaan antar perlakuan, data yang menunjukkan pengaruh nyata selanjutnya diuji dengan Duncan Multiple Range Test DMRT.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Variasi Dosis Isoflavon terhadap Kadar MDA Testis, Aktivitas Superoksida Dismutase SOD Testis, dan Profil Cu,Zn-SOD Tubuli Seminiferi
Testis Tikus
Malonaldehida MDA merupakan salah satu produk akhir peroksidasi lipid yang terbentuk setelah aksi senyawa radikal sehingga digunakan sebagai indikator
keberadaan radikal bebas dalam tubuh dan indikator kerusakan oksidatif membran sel. Perbedaan nilai MDA terkait dengan proses oksidasi yang terjadi. Rerata nilai
MDA testis akibat perbedaan perlakuan pada tikus jantan disajikan pada Gambar 6.1, sedangkan rerata aktivitas SOD testis disajikan pada Gambar 6.2. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa peningkatan kadar MDA diikuti dengan penurunan aktivitas antioksidan intrasel, sebaliknya penurunan kadar MDA memperlihatkan peningkatan
aktivitas antioksidan intrasel. Pengukuran aktivitas enzim Superoksida Dismutase SOD testis tikus
dilakukan berdasarkan pengukuran enzim secara tidak langsung menggunakan metode spektrofotometri secara kuantitatif. Sebagai data pendukung, dilakukan
pengamatan terhadap keberadaan dan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada tubuli seminiferi testis tikus melalui produk reaksi yang berwarna coklat, yaitu
pengamatan histologis dengan pewarnaan secara imunohistokimia. Intensitas dan distribusi warna coklat menunjukkan kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan tersebut.
78
Apabila warna coklat semakin tua dan semakin merata, berarti kandungan Cu,Zn- SOD semakin banyak. Sel yang tidak mengandung enzim Cu,Zn-SOD atau bereaksi
negatif ditunjukkan dengan warna biru. Fotomikrograf jaringan testis tikus perlakuan yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD pada Gambar 6.3.
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00
Kontrol 0 1.5
3 4.5
6
Perlakuan Isoflavon mgekorhari MD
A T
e s
tis n
mo lg
b a
b c
c
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kelima perlakuan menunjukkan adanya perbedaan nyata p0.05
Gambar 6.1. Kadar MDA testis tikus pada berbagai variasi dosis isoflavon
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kelima perlakuan menunjukkan adanya perbedaan nyata p0.05
Gambar 6.2. Aktivitas superoksida dismutase SOD testis tikus pada berbagai variasi dosis isoflavon
0.00 100.00
200.00 300.00
400.00 500.00
600.00 700.00
800.00
Kontrol 0 1.5
3 4.5
6
Perlakuan Isoflavon mgekorhari S
O D
Te s
tis U
g
b c
b
a a
79
K = Kontrol, cekok aquades
I-1.5 =
isoflavon 1.5
mgekorhari I-3
= isoflavon
3 mgekorhari
I-4.5 =
isoflavon 4.5
mgekorhari I-6
= isoflavon
6 mgekorhari
Gambar 6.3. Fotomikrograf jaringan testis tikus perlakuan yang diwarnai secara Imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD. Sel-sel yang terdeteksi
mengandung Cu,Zn-SOD adalah sel spermatosit dan spermatid awal coklat, sedangkan sel spermatogonia dan spermatid akhir tidak
mengandung Cu,Zn-SOD biru. Skala = 50 µm
K IF-1.5
IF- 4.5 IF- 3
IF- 6
80
Kandungan Cu,Zn-SOD diamati pada tahap spermatosit dan spermatid awal karena produk reaksi warna coklat lebih banyak terdistribusi pada tahap tersebut. Hal
ini didukung oleh Yoganathan et al. 1989 diacu dalam Peltola et al. 1992, yang
melaporkan bahwa pada tubuli seminiferi testis tikus, aktivitas SOD yang lebih tinggi ditemukan pada sel spermatosit dan spermatid awal. Sedangkan Bauche
et al. 1994 melaporkan bahwa aktivitas enzim SOD pada spermatosit pachytene dan
spermatid awal 38-56 lebih tinggi dibandingkan sel Sertoli dan sel Leydig. Dalam penelitian ini, hasil pengamatan terhadap sel spermatogonia dan spermatid akhir
menunjukkan bahwa keduanya tidak mengandung enzim Cu,Zn-SOD atau bereaksi negatif, terlihat dengan distribusi warna biru secara merata pada kedua sel tersebut.
Hasil perhitungan secara kuantitatif terhadap jumlah inti sel spermatosit dan spermatid awal tubuli seminiferi testis pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD tersaji pada
Tabel 6.1. Tabel 6.1. Profil kandungan Cu,Zn-SOD sel spermatosit dan spermatid awal
tubuli seminiferi pada jaringan testis tikus pada berbagai variasi dosis isoflavon
Jumlah Sel Spermatosit dan Spermatid Awal Spermato-
gonia Spermatid
Akhir Perlakuan
+++ +++ - -
-
Kontrol, cekok aquades
149.56±13.69
b
71.11± 9.61
c
40.22±6.69
b
40.33±4.82
b
130.22±18.17
b
Isoflavon 1.5 mgekorhari
166.78± 6.92
c
85.22± 9.24
d
32.33±5.27
a
48.44±4.82
c
164.33±17.94
c
Isoflavon 3 mgekorhari
151.78± 8.89
b
49.22±14.46
b
40.78±6.40
b
38.78±2.77
b
148.67±16.11
c
Isoflavon 4.5 mgekorhari
131.56± 7.20
a
32.44± 8.37
a
53.56±5.83
c
32.00±2.45
a
109.67±19.91
a
Isoflavon 6 mgekorhari
128.56± 7.09
a
31.22± 4.79
a
54.33±3.28
c
29.56±2.55
a
106.44±16.49
a
Angka yang diikuti oleh huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata P0.05 +++ = positif kuat; +++ = positif sedanglemah; - = negatif
Kadar MDA testis kelompok tikus yang dicekok TKI-RL pada dosis IF 1.5 mgekorhari paling rendah dibanding ketiga kelompok tikus yang dicekok TKI-RL
dengan dosis isoflavon lebih tinggi. Penurunan radikal bebas dalam tubuh yang diperlihatkan dengan rendahnya kadar MDA testis kelompok tikus yang dicekok TKI-
RL pada dosis IF 1.5 mgekorhari Gambar 6.1 dapat meningkatkan secara nyata aktivitas enzim SOD testis sebagai salah satu sistem antioksidan endogen dalam
tubuh Gambar 6.2. Peningkatan aktivitas enzim SOD testis kelompok tikus yang dicekok TKI-RL pada dosis IF 1.5 mgekorhari didukung oleh tingginya kandungan
Cu,Zn-SOD sel spermatosit dan spermatid awal pada tubuli seminiferi testis yang mengalami peningkatan sangat tajam dibandingkan perlakuan lainnya Tabel 6.1,
terlihat dari jumlah sel spermatosit dan spermatid awal yang memberikan reaksi positif kuat dan positif sedanglemah paling tinggi secara nyata p0.05. Hal ini
81
menunjukkan bahwa pemberian TKI-RL pada dosis IF 1.5 mgekorhari memberikan pengaruh yang paling baik terhadap kandungan Cu,Zn-SOD sel spermatosit dan
spermatid awal pada tubuli seminiferi testis. Menurut Anderson Graner 2000, testis merupakan subyek dari aksi
isoflavon. Pada pemberian TKI-RL dengan dosis IF 1.5 mgekorhari, diduga isoflavon bersifat antagonis, yaitu menghambat respon estrogen dengan bertindak
sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidan isoflavon ditentukan oleh jumlah dan posisi gugus hidroksil Amic
et al. 2002. Peran isoflavon sebagai antioksidan diduga berlangsung melalui dua mekanisme, yaitu kemampuan sebagai donor ion
hidrogen dan scavenger radikal bebas yang terbentuk selama peroksidasi lipid
Arora et al. 1998; Nijveldt et al. 2001. Rice-Evans et al. 1997 menyatakan
bahwa struktur kimia flavonoid yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan ditentukan oleh susunan meta 5,7-dihidroksil pada cincin A, sedangkan sebagai
senyawa pengkelat logam adalah gugus 4-okso pada cincin C. Konfigurasi grup hidroksi pada cincin B senyawa flavonoid dilaporkan berperan sebagai
scavenger senyawa ROS Heim
et al. 2002. Flavonoid mempunyai kemampuan sebagai antioksidan dan mencegah
terjadinya kerusakan akibat radikal bebas melalui mekanisme flavonoid untuk dapat bertindak sebagai
scavenger radikal bebas secara langsung. Flavonoid flavonoid– OH dapat beraksi sebagai
scavenger radikal peroksil ROO yang akan
diregenerasi menjadi ROOH. Flavonoid juga dapat bertindak sebagai scavenger
radikal hidroksil OH yang akan diregenerasi menjadi H
2
O. Senyawa hasil regenerasi radikal peroksil dan radikal hidroksil bersifat lebih stabil, sedangkan
radikal fenoksil yang terbentuk flavonoid-O menjadi bersifat kurang reaktif untuk
melakukan reaksi propagasi Arora et al. 1998; Nijveldt et al. 2001. Stabilitas
radikal fenoksil dilaporkan Pokorny et al. 2001 akan mengurangi laju reaksi
propagasi pada proses autooksidasi lipid. Dengan peran isoflavon sebagai antioksidan, sel testis mampu
mempertahankan diri dari serangan oksidatif senyawa radikal bebas sehingga pembentukan MDA testis dapat dihambat. Diduga, dosis IF 1.5 mgekorhari
merupakan dosis isoflavon yang paling optimal dan efektif dalam menghambat peroksidasi lipid, di mana sel tidak mengalami kerusakan tetap utuh karena
terlindung oleh antioksidan isoflavon. Sel yang normal mempunyai sejumlah enzim pertahanan yang beraksi sebagai antioksidan endogen untuk mendetoksifikasi
radikal bebas yang berbahaya dan mencegah kerusakan sel. Potensi pertahanan spermatozoa secara normal adalah cukupnya sistem pertahanan enzim antioksidan
endogen. Apabila terbentuk radikal bebas dalam jumlah berlebihan, enzim-enzim
82
yang berfungsi sebagai antioksidan endogen dapat menurun aktivitasnya Sikka et
al. 1995; Halliwell Gutteridge 1999. Enzim Cu,Zn-superoksida dismutase Cu,Zn-SOD telah dilaporkan
berperan sebagai garis pertahanan pertama terhadap aktivasi dan toksisitas senyawa spesies oksigen reaktif ROS melalui dismutasi radikal anion
superoksida, serta merupakan pertahanan utama dari spermatozoa yang aktivitasnya berkorelasi kuat dengan kemampuan sel untuk menghambat produk
akhir hasil peroksidasi lipid Alvarez Storey 1982; Oteiza et al. 1995.
Terhambatnya pembentukan MDA testis mengakibatkan meningkatnya status pertahanan antioksidan endogen, sehingga aktivitas enzim SOD serta kandungan
Cu,Zn-SOD pada sel spermatosit dan spermatid awal dipertahankan tetap tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cekok TKI-RL pada dosis isoflavon paling
rendah 1.5 mgekorhari memberikan pengaruh yang paling menguntungkan terhadap eliminasi radikal bebas. Hal ini didukung oleh pendapat Sikka 2004,
bahwa antioksidan eksogen yang dapat bertindak sebagai scavenger radikal bebas
akan meningkatkan sistem pertahanan antioksidan endogen dalam tubuh sehingga mampu mengurangi terbentuknya kondisi stres oksidatif akibat berlebihnya
pembentukan radikal bebas. Tidak terlihat adanya perbedaan pada kelompok tikus yang dicekok TKI-RL
dengan dosis IF 3 mgekorhari dengan kelompok kontrol K yang mendapat cekok aquades terhadap ketiga parameter pengujian. Hasil ini memperlihatkan bahwa
pemberian TKI-RL pada dosis IF 3 mgekorhari tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap kadar MDA testis, aktivitas SOD testis, serta kandungan Cu,Zn-
SOD sel spermatosit dan spermatid awal pada tubuli seminiferi testis. Kelompok tikus yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF lebih tinggi 4.5
mgekorhari dan 6 mgekorhari memperlihatkan pengaruh negatif yang diperlihatkan dengan tingginya kadar MDA testis sebagai produk akhir peroksidasi
lipid. Diduga, pada dosis 4.5 mgekorhari dan 6 mgekorhari, isoflavon bersifat sebagai estrogen agonis dengan memacumenstimulasi respon estrogen sehingga
pada dosis tersebut isoflavon berpotensi menimbulkan gangguan dan mengakibatkan kerusakan oksidatif pada jaringan testis. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa pemberian TKI-RL pada dosis IF 4.5 mgekorhari dan 6 mgekorhari tidak mampu menghambat berlanjutnya proses peroksidasi lipid.
Kerusakan oksidatif dapat terus terjadi apabila ketidakseimbangan antara radikal bebas dan sistem pertahanan antioksidan terus berlanjut. Menurut Taylor
et al. 1988 dan Sikka 2004, ketidakseimbangan terjadi apabila pembentukan radikal
bebas lebih tinggi dibandingkan sistem pertahanan antioksidan, sistem pertahanan antioksidan tidak mampu mendetoksifikasi terjadinya perubahan oleh radikal bebas
83
secara terus menerus, atau ketika proses detoksifikasi menurun. Adanya ketidakseimbangan antara radikal bebas dan sistem pertahanan antioksidan
mengakibatkan status pertahanan antioksidan intrasel kedua kelompok tersebut tidak mampu atau tidak mencukupi untuk menangkal reaktivitas dan berlebihnya
pembentukan radikal bebas, sehingga menurunkan sistem pertahanan enzim SOD intrasel.
Penurunan kemampuan antioksidan SOD intrasel menyebabkan berkurangnya eliminasi senyawa ROS yang bertanggung jawab terhadap
kerusakan sel DNA dan protein spermatozoa, serta terbentuknya proses peroksidasi lipid. Kekacauan sistem pertahanan antioksidan tersebut selanjutnya
menyebabkan peroksidasi membran fosfolipid oleh radikal bebas. Sebagai konsekuensinya, terjadi perubahan fluiditas dan integritas membran oleh akumulasi
peroksidasi lipid sehingga mengganggu motilitas spermatozoa. Hal ini sejalan dengan pendapat Rajasekaran
et al. 1995, bahwa penurunan aktivitas SOD akan mempengaruhi kemampuan pertahanan terhadap senyawa ROS sehingga
menyebabkan kerusakan spermatozoa. Reaktivitas tinggi dari radikal bebas dilaporkan menyebabkan pengaruh
toksik pada membran plasma spermatozoa Griveau et al. 1995, serta jaringan
yang memproduksi spermatozoa Sikka 2004. Karena radikal bebas dapat bereaksi dengan komponen-komponen membran, terjadinya kerusakan diduga
tidak hanya berlangsung pada membran plasma, tetapi juga pada bagian internal sel. Akibat peningkatan peroksidasi lipid tersebut, metabolisme sel tidak dapat
berlangsung dengan sempurna. Hal ini didukung oleh pendapat beberapa peneliti
bahwa terbentuknya peroksida lipid pada membran sel yang terjadi akibat reaksi berantai antara radikal bebas dengan asam lemak tidak jenuh akan menyebabkan
perubahan struktur membran sel sehingga mengubah kestabilan dan fungsi membran Griveau
et al. 1995; de Lamirande et al. 1997; Sanocka Kurpisz 2004. Pengaruh patologis akibat berlebihnya senyawa ROS sebagian besar
disebabkan oleh konversi anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan diinisiasi oleh peroksidasi lipid. Peningkatan peroksidasi lipid pada kelompok tikus
yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF 4.5 mgekorhari dan 6 mgekorhari menunjukkan bahwa komponen membran sel testis kedua kelompok tersebut
bersifat lebih rentan terhadap reaksi oksidasi sehingga tidak mampu mencegah dan menghambat reaktivitas senyawa radikal bebas dalam tubuh, dan berakibat
terhadap peningkatan kerusakan membran sel testis, atau kerusakan membran plasma spermatozoa.
84
KESIMPULAN
Pemberian tepung kedelai kaya isoflavon pada tikus jantan dengan dosis isoflavon 1.5 mgekorhari merupakan dosis isoflavon optimum yang mengakibatkan :
1. terhambatnya pembentukan peroksidasi lipid yang diperlihatkan dengan menurunnya kadar MDA testis,
2. aktivitas enzim SOD testis dipertahankan tetap tinggi, 3. meningkatnya kandungan Cu,Zn-SOD tubuli seminiferi testis pada sel
spermatosit dan spermatid awal secara imunohistokimia.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the AOAC. AOAC, Inc. Arlington, Virginia.
Alvarez JG, Touchstone JC, Blasco L, Storey BT. 1987. Spontaneous lipid
peroxidation and production of hydrogen peroxide and superoxide in human spermatozoa : superoxide dismutase as major enzyme protectant against
oxygen toxixity
. J Androl 8:338-348 Amic D, Beslo D, Trinajstic N. 2003. Structure-radical scavenging activity
relationship of flavonoids. Croat Chem Acta 761:56-61
Anderson JJB, Garner SC. 2000. The Soybean as a Source of Bioactive Molecules. Di dalam : Schmidl MK Labuza TP, editor.
Essentials of Functional
Foods. Aspen Publishers, Inc. Gaithersburg, Maryland. hlm. 239-266
Arora A, Nair MG, Strasburg GM. 1998. Structure – activity relationships for antioxidant activities of a series of flavonoids in a liposomal system.
Free Radic Biol Med 249:1355-363
Astuti S, Muchtadi D, Astawan M, Purwantara B, Wresdiyati T. 2008. Kadar peroksida lipid dan aktivitas superoksida dismutase SOD testis tikus yang
diberi tepung kedelai kaya isoflavon, seng Zn, dan vitamin E. Majalah
Kedokteran Bandung
In press. Publikasi pada volume 40 2 Edisi Juli
2008.
Bauche F, Fouchard MH, Jegou B. 1994. Antioxidant system in rat testicular cells. FEBS Lett 349:392-396
de Lamirande E, Jiang H, Zini A, Kodama H, Gagnon C. 1997. Reactive oxygen species and sperm physiology.
Rev Reprod 2:48-54 Griveau JF, Dumont E, Renard P, Callegari JP, Le Lannou D. 1995. Reactive
oxygen species, lipid peroxidation and enzymatic defence systems in human spermatozoa.
J Reprod Fertil 103:17-26 Halliwell B, Gutteridge JMC. 1999. Free Radicals in Biology and Medicine.
Third Edition. Oxford University Press, Inc., New York.
85
Heim KE, Tagliaferro AR, Bobilya DJ. 2002. Flavonoid : chemistry, metabolism and structure-activity relationship.
J Nutr Biochem 13:572-584 Helferich WG, Allred CD, Ju Young-Hwa. 2001. Dietary Estrogens and
Antiestrogens. Di dalam : Helferich W Winter CK, editor. Food
Toxicology. CRC Press, Boca Raton. hlm. 37-55 Indiana Soybean Board. 1998. Isoflavone Concentration in Soy Foods.
http:www.soyfood.comnutritionisoflavoneconcentration.html. Miksicek RJ. 1994. Interaction of naturally occurring nonsteroidal estrogens with
expressed recombinant human estrogen receptor. J Steroid Biochem Molec
Biol 49:153-160
Mc Cord J, Fridovich I. 1969. Di dalam : Kartikawati D. 1999. Studi Pengaruh
Protektif Vitamin C dan Vitamin E terhadap Respon Imun dan Enzim Antioksidan pada Mencit yang Dipapar Paraquat [tesis]. Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nebot C
et al. 1993. Spectrophotometric assay of superoxide dismutase activity based on the activated autooxidation of a tetracyclic cathecol.
Anal Biochem 214:442-451 Nijveldt RJ,
et al. 2001. Flavonoids : a review of probable mechanism of action and potential applications
. Am J Clin Nutr 74:418-425 Oteiza PI, Olin KL, Fraga CG, Keen CL. 1995. Zinc deficiency causes oxidative
damage to proteins, lipids and DNA in rat testes. J Nutr 125:823-929.
Peltola V, Huhtaniemi I, Ahotupa M. 1992. Antioxidant enzyme activity in the maturing rat testis.
J Androl 135:450-455 Pokorny J, Yanishlieva N, Gordon M. 2001. Antioxidant in Food. CRC Press,
Boca Raton, USA. Rajasekaran M, Hellstrom WJ, Naz RK, Sikka SC. 1995. Oxidative stress and
interleukins in seminal plasma during leuckocytospermia. Fertil Steril
64:166-171 Rice-Evans CA, Miller NJ, Paganga G. 1997. Antioxidant properties of phenolic
compounds. Trends in Plant Sci 2:152-159
Saija A et al. 1995. Flavonoids as antioxidant agents : importance of their
interaction with biomembranes. Free Radic Biol Med 194:481-486
Sanocka D, Kurpisz M. 2004. Reactive oxygen species and sperm cells. Reprod
Biol Endocrinol 2:12. Sikka SC, Rajasekaran M, Hellstrom WJG. 1995. Role of oxidative stress and
antioxidants in male infertility. J Androl 166:464-468
Sikka SC. 2004. Role of oxidative stress and antioxidants in andrology and assisted reproductive technology.
J Androl 251:5-18
86
Singh RP, Murthy KNC, Jayaprakasha GK. 2002. Studies on the antioxidant activity of pomegranate
Punica granatum peel and seed extracts using in vitro model.
J Agric Food Chem 50:81-86 Taylor CG, Bettger WJ, Bray TM. 1988. Effect of dietary zinc or copper deficiency
on the primary free radical defense system in rats. J Nutr 118:613-621.
Toda S, Shirataki Y. 1999. Inhibitory effect of isoflavones on lipid peroxidation by reactive oxygen species.
Phytother Res 13:163-165 Wresdiyati T, Mamba K, Adnyane IKM, Aisyah US. 2002. The effect of stress
condition on the intracellular antioxidant copper, zinc-superoxide dismutase Cu,Zn-SOD in the rat kidney : an immunohistochemical study.
Hayati 93:85-88.
87
KUALITAS SPERMATOZOA TIKUS JANTAN YANG DIBERI TEPUNG KEDELAI KAYA ISOFLAVON
The Effects of Isoflavone-riched Soybean Flour on the Quality of Spermatozoa of Male Rats
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh tepung kedelai kaya isoflavon pada berbagai tingkatan dosis isoflavon terhadap kualitas
spermatozoa tikus jantan. Ransum basal kasein diberikan secara isonitrogen dan isokalori dengan kadar protein ransum sebesar 10. Dua puluh lima ekor tikus
jantan strain Sprague Dawley umur sapih 21 hari dibagi dalam lima kelompok dan
mendapat perlakuan tepung kedelai kaya isoflavon secara oral dengan berbagai tingkatan dosis isoflavon. Perlakuan diberikan selama dua bulan. Tikus betina
strain Sprague Dawley umur sapih 21 hari digunakan untuk mengobservasi
fertilitas tikus jantan dan mendapat ransum basal kasein dengan kadar protein ransum sebesar 10. Angka konsepsi dan jumlah fetus dievaluasi pada tikus
betina yang dikawinkan dengan tikus jantan perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian tepung kedelai kaya isoflavon pada berbagai
tingkatan dosis tidak berpengaruh terhadap abnormalitas spermatozoa. Pemberian tepung kedelai kaya isoflavon dengan dosis isoflavon tertinggi 6 mgekorhari
mengakibatkan kasus infertilitas pada tikus jantan angka kopulasi pada tikus betina sebesar 100, namun angka konsepsi sebesar 0. Dosis isoflavon 1.5 mgekorhari
merupakan dosis optimum yang mengakibatkan : meningkatnya berat testis, motilitas spermatozoa dan konsentrasi spermatozoa. Pemberian tepung kedelai kaya
isoflavon dengan dosis isoflavon 1.5 mgekorhari menghasilkan : berat relatif testis 0.5894±0.03, motilitas spermatozoa 77.5±2.50, konsentrasi spermatozoa
1393.75±30.62 jutaml, dan butiran sitoplasma 8.92±1.08. Angka konsepsi dan jumlah fetus pada tikus betina masing-masing sebesar 100 dan 10.2±0.45.
Disimpulkan bahwa pemberian tepung kedelai kaya isoflavon pada dosis isoflavon 1.5 mgekorhari dapat meningkatkan kualitas spermatozoa tikus jantan.
Kata kunci : tepung kedelai kaya isoflavon, kualitas spermatozoa
ABSTRACT
The objective of this research was to evaluate the effects of isoflavone- riched soybean flour with different levels of isoflavone on the quality of spermatozoa
of male rats. Diet was given as isonitrogen and isocaloric with 10 of dietary protein from casein. Twenty five male of Sprague Dawley weaning rats 21 days
old were divided into five groups and treated with isoflavone-riched soybean flour by oral administration with different levels dosage. The treatment was conducted
for 2 months. Conception rate and the number of fetus were evaluated on the mated-female rats. Result indicated that the treatment didn’t affect significantly on
spermatozoa abnormality. The treatment of isoflavone-riched soybean flour on male rats with highest dosage 6 mg isoflavoneday resulted in infertility copulation rate
and conception rate on female rats were 100 and 0, respectively. The optimum dosage of isoflavone was 1.5 mgday and resulted in increase of relative of weight
testes, higher motility rate and sperm concentration of rat testes. The treatment of isoflavone-riched soybean flour with 1.5 mg isoflavoneday on male rats resulted
in relative of weight testes of 0.59±0.03, motility rate of 77.5±2.50, sperm concentration of 1393.75±30.62 millionml, and cytoplasmic droplete of
8.92±1.08. Conception rate and the number of fetus on female rats were 100 and 10.2±0.45 of fetus, respectively. It was concluded that treatment isoflavone-
88
riched soybean flour with 1.5 mgday dosage of isoflavone improved the quality of spermatozoa of male rats.
Key words : isoflavone-riched soybean flour, quality of spermatozoa
PENDAHULUAN
Radikal bebas dibentuk oleh metabolisme xenobiotik atau metabolisme sel aerob secara normal. Spesies oksigen reaktif ROS adalah radikal bebas yang
memainkan peran penting pada beberapa proses fisiologis spermatozoa seperti kapasitasi, hiperaktivasi, reaksi akrosom, dan fusi dengan oosit Agarwal
et al. 2005. Spermatozoa membutuhkan ROS pada level rendah untuk menginduksi
proses kapasitasi dan reaksi akrosom Sikka 2004, serta berikatan dengan zona pelusida Sanocka Kurpisz 2004 sehingga dapat berlangsung proses fertilisasi.
Pembentukan ROS menginduksi peroksidasi lipid yang bersifat sitotoksik akibat inisiasi suatu reaksi rantai ke dalam membran, diikuti dengan reaksi
propagasi sehingga secara keseluruhan akan mengakibatkan kerusakan sel Saleh Agarwal 2002; Sikka 2004. Pembentukan ROS yang berlebihan akan memicu
stres oksidatif, berpotensi mengakibatkan pengaruh toksik, dan merupakan mediator penting terhadap berkurangnya fungsi dan kualitas spermatozoa Aitken
Clarkson 1987. Berlebihnya pembentukan ROS dihubungkan dengan penurunan motilitas, morfologi abnormal, penurunan kapasitas penetrasi spermatozoa dengan
oosit, serta penurunan fertilitas Potts et al. 1999.
Spermatozoa memiliki sistem pertahanan enzimatik maupun non enzimatik untuk menetralkan pengaruh toksik senyawa ROS pada spermatozoa, sehingga
ROS hanya terdapat dalam jumlah kecil yang diperlukan untuk menjaga fungsi spermatozoa tetap normal. Sistem pertahanan radikal bebas baik enzimatik
maupun non enzimatik meliputi proteksi terhadap berbagai kompartemen sel antara lain mitokondria, retikulum endoplasma, peroksisom, sitoplasma dan membran sel.
Pemeliharaan integritas sel tergantung pada keseimbangan antara pembentukan radikal bebas dengan sistem pertahanan radikal bebas. Terjadinya kerusakan sel
dihasilkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan ROS dan aktivitas pertahanan enzim antioksidan
scavenger. Terdapatnya
radical scavenger diduga akan membersihkan radikal bebas pada jaringan-jaringan yang memproduksi spermatozoa Sikka 2004. Bahan
pangan alami yang mengandung antioksidan, yang berperan sebagai penangkap radikal bebas dilaporkan Sikka 2004 dapat menekan proses oksidasi, peroksidasi
lipid dan kerusakan sel spermatozoa, serta mencegah kondisi stres oksidatif sehingga diduga dapat mengurangi kasus infertilitas. Di samping itu, konsumsi
89
bahan pangan alami yang mengandung antioksidan dilaporkan juga dapat meningkatkan status antioksidan.
Kedelai dilaporkan memiliki senyawa bioaktif isoflavon salah satu golongan flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan Nijveldt
et al. 2001. Kedelai dikenal sebagai fitoestrogen karena struktur molekul isoflavon kedelai mirip dengan struktur
molekul estrogen. Hal ini menyebabkan isoflavon kedelai dapat berikatan dengan reseptor estrogen RE, namun afinitas RE ligan tersebut lebih rendah dibanding
estrogen endogen Miksicek 1994. Sel epitel dari jaringan reproduksi seperti kelenjar susu, ovari dan testis merupakan subyek dari aksi isoflavon Anderson
Graner 2000. Mekanisme aksi biologis estrogen adalah kemampuannya untuk bertindak sebagai estrogen agonis yang dapat berikatan dengan RE dan
menstimulasi respon estrogen, atau bertindak sebagai estrogen antagonis yang dapat berikatan dengan RE namun menghambat respon estrogen Helferich
et al. 2001. Menurut Brzozowski
et al. 1997, isoflavon bersifat antagonis ketika kadar estrogen tinggi, sebaliknya isoflavon bersifat agonis ketika kadar estrogen rendah.
Salah satu produk olahan kedelai yang dapat digunakan sebagai ingredient
dalam bentuk kapsul atau tablet adalah tepung kedelai kaya isoflavon. Tepung kedelai kaya isoflavon mengandung kadar isoflavon sebesar 3, dihasilkan dari
biji kedelai tanpa proses kimia atau penambahan bahan tambahan pangan, serta mempunyai rasa dan aroma yang disukai Indiana Soybean Board 1998.
Pengaruh konsumsi isoflavon terhadap kualitas spermatozoa telah diteliti Mitchell
et al. 2001. Dilaporkan bahwa pada pria umur 18-46 th, konsumsi isoflavon dengan dosis 40-70 mghari tidak mempengaruhi kualitas spermatozoa.
Hasil penelitian Astuti 1999 menunjukkan bahwa pemberian pakan berbasis kedelai tepung tempe yang mengandung isoflavon 2.77 mgekorhari selama 45
hari pada tikus jantan memberikan pengaruh positif terhadap kualitas spermatozoa. Hal tersebut ditandai dengan kecenderungan peningkatan motilitas spermatozoa,
konsentrasi spermatozoa dan berat testis tikus. Atanassova et al. 2000
melaporkan perubahan berat testis, berkurangnya volume lumen pada tubuli seminiferi dan terganggunya spermatogenesis setelah tikus diberi genistein salah
satu bentuk isolat isoflavon murni melalui injeksi pada dosis 4 mgkg berat badanhari.
Mengingat pengaruh isoflavon terhadap fertilitas jantan masih menimbulkan kontroversi, dipandang perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Dalam
penelitian ini akan dikaji asupan antioksidan alami isoflavon yang terkandung dalam tepung kedelai kaya isoflavon pada berbagai tingkatan dosis terhadap
kualitas spermatozoa dengan menggunakan tikus jantan sebagai hewan model.
90
BAHAN DAN METODE Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah tepung kedelai kaya isoflavon TKI dari perusahaan SoyLife Extra ORFFA BELGIUM NV,
Ambachtsstraat 6-B-1840 LONDERZEEL. n-heksana digunakan untuk mengurangi lemak pada TKI sehingga diperoleh TKI rendah lemak TKI-RL Astuti
et al. 2008. Untuk
studi in vivo, digunakan tikus jantan dan betina strain Sprague
Dawley SD umur 21 hari dari PT Indoanilab Bogor. Bahan penyusun ransum adalah kasein, mineral mix, vitamin mix, minyak jagung, selulosa, air dan pati
jagungmaizena. Analisis kualitas spermatozoa menggunakan NaCl, eosin, nigrosin, giemsa dan metanol. Untuk mengetahui kondisi estrus dan mendeteksi
ada tidaknya spermatozoa pada tikus betina digunakan NaCl, alkohol, metanol dan giemsa.
Metode Penelitian Perlakuan Hewan Percobaan
in vivo dan Sampling
Sebanyak 25 ekor tikus jantan dan 25 ekor tikus betina strain Sprague Dawley
umur sapih 21 hari terlebih dahulu diadaptasikan di lingkungan laboratorium tempat percobaan selama 1 minggu. Ransum yang diberikan pada tikus jantan dan tikus
betina adalah ransum basal kasein yang disusun secara isonitrogen dan isokalori dengan kadar protein ransum sebesar 10, modifikasi AOAC 1990 dan diberikan secara
ad libitum. Bahan penyusun ransum tikus jantan adalah kasein, mineral mix, vitamin mix, minyak jagung, selulosa, air dan pati jagungmaizena.
Setelah masa adaptasi, tikus jantan dibagi dalam 5 kelompok, yaitu : 1 Kontrol, cekok aquades; 2 cekok
TKI-RL dosis isoflavon IF 1.5 mgekorhari; 3 cekok TKI-RL dosis IF 3 mgekorhari; 4 cekok TKI-RL dosis IF 4.5 mgekorhari; dan 5 cekok TKI-RL
dosis IF 6 mgekorhari. TKI-RL diberikan pada tikus jantan dengan cara dicekok menggunakan sonde
lambung, dengan melarutkan TKI-RL dalam 1 ml aquades. Perlakuan diberikan selama 2 bulan. Pemberian TKI-RL pada tikus jantan secara
in vivo dilakukan berdasarkan pengukuran kandungan total senyawa isoflavon. Hasil analisis dengan HPLC
terhadap TKI-RL menunjukkan adanya tiga komponen senyawa isoflavon yaitu daidzein, genistein, dan glisitein dengan kandungan total senyawa isoflavon
sebesar 2.22 g100 g bb Astuti et al. 2008. Ransum yang dikonsumsi ditimbang
setiap hari, sedangkan berat badan tikus jantan ditimbang 2 hari sekali.
91
Formulasi ransum tikus jantan per 100 g ransum berdasarkan modifikasi AOAC 1990 disusun sebagai berikut :
Perlakuan Isoflavon mgekorhari KOMPOSISI
BAHAN 0 Kontrol
1.5 3
4.5 6
Kasein g 11.09
11.09 11.09
11.09 11.09
Minyak jagung g 7.92
7.92 7.92
7.92 7.92
Mineral mix g ZnSO4.7H2O mg
4.43 4.43
4.43 4.43
4.43 Vitamin mix Fitkom g
Asam folat mg Vitamin K mg
Vitamin E mg 1
30 5
15.7 1
30 5
15.7 1
30 5
15.7 1
30 5
15.7 1
30 5
15.7
Selulosa 0.99
0.99 0.99
0.99 0.99
Air 4.38
4.38 4.38
4.38 4.38
Pati 70.19
70.19 70.19
70.19 70.19
Jumlah 100.00
100.00 100.00
100.00 100.00
Setelah 2 bulan perlakuan, tikus jantan digabung dengan tikus betina 1:1. Setiap pagi terhadap tikus betina dilakukan usap vagina dengan teknik pewarnaan
Giemsa untuk mengetahui kondisi estrus dan mendeteksi ada tidaknya spermatozoa. Setelah terdeteksi adanya spermatozoa pada vagina tikus betina
dihitung sebagai H1 kebuntingan, tikus jantan dikorbankan dengan dipatahkan tulang leher
dislocasio cervicalis. Bagian testis dikoleksi dan dilakukan pengamatan terhadap berat testis. Kualitas spermatozoa diamati dari bagian cauda
epididimis. Tikus betina dikorbankan pada umur kebuntingan 15 hari H15 untuk pengamatan terhadap angka konsepsi dan jumlah fetus.
Berat Relatif Testis
Pengukuran berat relatif testis tikus dilakukan terhadap berat badan tikus [berat testis gberat badan g x 100].
Motilitas Spermatozoa Partodiharjo 1992
Sperma tikus jantan diambil dari bagian kauda epididimis dengan disayat dan dipencet perlahan. Satu tetes sperma ditempatkan pada gelas obyek, ditambah satu
tetes larutan NaCl fisiologis 0.9, dicampur merata menggunakan satu batang gelas steril, dan ditutup gelas penutup. Persentase spermatozoa motil dihitung dalam
satu luasan bidang pandang menggunakan mikroskop cahaya pada pembesaran 400x dengan menaksir spermatozoa yang bergerak progresif dari keseluruhan lapangan
pandang dan daerah taksir, kemudian dikali 100.
92
Konsentrasi Spermatozoa Partodiharjo 1992
Perhitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan slide hemositometer. Caranya, pipet eritrosit diisi dengan sperma yang belum diencerkan sampai tanda 0.5.
Selanjutnya, larutan eosin 0.2 dihisap sampai tanda 101 pada pipet eritrosit. Campuran dikocok hati-hati tetapi cukup cepat menurut angka 8 selama 2-3 menit.
Beberapa tetes dibuang dan dikocok lagi, beberapa tetes dibuang lagi, kemudian satu tetes ditempatkan dibawah gelas penutup slide hemositometer pada ketebalan 0.1
mm. Konsentrasi spermatozoa selanjutnya dihitung pada kamar hitung Neubauer. Sel-sel spermatozoa dalam kamar dihitung menurut arah diagonal 5
kamar. Karena setiap kamar mempunyai 16 ruang kecil, maka dalam kamar terdapat 80 ruang kecil. Seluruh gelas hemositometer memiliki 400 ruangan kecil.
Volume setiap ruangan kecil adalah 0.1 mm
3
. Pengenceran 200 kali 1010.5. Jika dalam 5 kamar atau 80 ruang kecil terdapat Z spermatozoa, maka konsentrasi
spermatozoa yang diperiksa adalah : Z x 400 x 10 x 200 = 10000 = Z x 0.01 juta spermatozoa per mm
3
80 atau: Z x 10 juta sperma per ml = Z x 10
7
spermatozoaml
Morfologi Abnormalitas Spermatozoa Partodiharjo 1992
Satu tetes suspensi sperma dibuat sediaan ulas, difiksasi dengan metanol dan diwarnai dengan giemsa. Pemeriksaan morfologi abnormalitas spermatozoa
dilakukan berdasarkan jumlah spermatozoa normal dan abnormal. Abnormalitas spermatozoa =
Σ spermatozoa abnormal x 100
Σ spermatozoa abnormal + normal
Angka Konsepsi dan Jumlah Fetus pada Tikus Betina
Terjadinya kopulasi diamati dengan terdeteksinya spermatozoa pada vagina tikus betina dan dihitung sebagai hari pertama kebuntingan. Pada umur
kebuntingan 15 hari H15, tikus betina dikorbankan. Jumlah tikus betina bunting dalam persen dinyatakan sebagai angka kebuntingan angka konsepsi, serta
dilakukan penghitungan terhadap jumlah fetus pada uterus kiri dan kanan.
Analisis Data
Data diolah dengan uji sidik ragam menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diuji. Untuk mengetahui
perbedaan antar perlakuan, data yang menunjukkan pengaruh nyata selanjutnya diuji dengan Duncan Multiple Range Test DMRT.
93
HASIL DAN PEMBAHASAN Berat Badan dan Konsumsi Ransum Tikus Selama Perlakuan
Tikus jantan mengalami pertumbuhan berat badan selama masa perlakuan yaitu sebesar 3.66, 3.60, 4.10, 4.10 dan 4.29 ghari berturut-turut untuk kelompok
kontrol, serta cekok TKI-RL pada dosis IF1.5, 3, 4.5, dan 6 mgekorhari Gambar 7.1. Jumlah pakan yang dikonsumsi berturut-turut untuk kelompok kontrol, cekok
TKI-RL pada dosis IF 1.5, 3, 4.5, dan 6 mgekorhari adalah 12.66, 12.29, 12.84, 14.55 dan 14.87 ghari. Hal ini menunjukkan bahwa tikus dalam kondisi sehat
selama perlakuan. Secara umum, nampak bahwa peningkatan berat badan berlangsung secara normal, di mana berat badan kelima kelompok tikus meningkat
sampai akhir penelitian. Karakteristik fisik yang diperlihatkan oleh kelima perlakuan tidak berbeda, di mana bulu tumbuh dengan baik, tidak terlihat adanya lesi pada
kulit, dan aktivitas gerak yang lincah.
50 100
150 200
250 300
1 7
13 19
25 31
37 43
49 55
61
Perlakuan hari ke- gr
a m
Kontrol Isoflavon 1.5 mghari
Isoflavon 3 mghari Isoflavon 4.5 mghari
Isoflavon 6 mghari
Gambar 7.1. Berat badan tikus jantan pada berbagai variasi dosis isoflavon
Pengaruh Variasi Dosis Isoflavon terhadap Kualitas Spermatozoa
Secara keseluruhan, kualitas spermatozoa akibat perlakuan variasi dosis isoflavon meliputi motilitas, konsentrasi, abnormalitas spermatozoa, butiran
sitoplasma, serta berat relatif testis tikus jantan tersaji pada Tabel 7.1.
94
Tabel 7.1. Rataan kualitas spermatozoa tikus setelah 2 bulan perlakuan
Perlakuan Motilitas
Sperma- tozoa
Konsentrasi Spermatozoa
jutaml Abnorma-
litas Sperma-
tozoa Butiran
Sitoplasma Berat
Relatif Testis
Kontrol, cekok aquades
72.5 ± 1.77
c
1256.90 ± 18.53
b
9.02 ± 2.01
a
10.00 ± 0.83
a
0.5513 ± 0.02
b
Isoflavon 1.5 mgekorhari
77.5 ± 2.50
d
1393.75 ± 30.62
c
8.99 ± 1.29
a
8.92 ± 1.08
a
0.5894 ± 0.03
c
Isoflavon 3 mgekorhari
63.0 ± 4.11
b
1238.00 ± 19.72
b
9.07 ± 1.23
a
10.82 ± 0.64
a
0.5396 ± 0.02
b
Isoflavon 4.5 mgekorhari
55.0 ± 3.54
a
1113.75 ± 31.68
a
10.22 ± 0.94
a
29.20 ± 4.82
b
0.4925 ± 0.03
a
Isoflavon 6 mgekorhari
52.0 ± 2.74
a
1078.88 ± 45.83
a
10.62 ± 0.99
a
63.52 ±10.07
c
0.4697 ± 0.04
a
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata p0.05
Motilitas Spermatozoa
Kelompok yang dicekok TKI-RL pada dosis IF 1.5 mgekorhr menghasilkan motilitas spermatozoa yang paling tinggi secara nyata p0.05 bila dibanding
kelompok lain, motilitas spermatozoa kelompok kontrol lebih tinggi dibanding kelompok yang dicekok TKI-RL pada dosis IF 3 mgekorhr, sedangkan motilitas
spermatozoa terendah dihasilkan kelompok yang dicekok TKI-RL pada dosis IF 4.5 dan 6 mgekorhr Tabel 7.1.
Tingginya motilitas spermatozoa kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF paling rendah 1.5 mgekorhari, diduga isoflavon bersifat antagonis, yaitu
menghambat respon estrogen dengan bertindak sebagai antioksidan sehingga menghambat terjadinya proses peroksidasi lipid. Diduga, membran plasma
spermatozoa yang terlindung oleh antioksidan isoflavon dan utuh mampu mengatur keluar masuk substrat dan elektrolit dengan baik, sehingga proses
metabolisme seperti glikolisis dapat berlangsung dengan baik. Proses metabolisme ini menghasilkan ATP yang mengandung energi sehingga motilitas spermatozoa
dipertahankan tetap tinggi. Metabolisme dapat berlangsung dan menghasilkan ATP sebagai sumber energi apabila keutuhan membran plasma terjamin pada
spermatozoa yang hidup. Nijveldt et al. 2001 menyatakan bahwa mekanisme
kerja isoflavon sebagai antioksidan adalah memiliki kemampuan sebagai donor ion hidrogen, dan dengan menangkap radikal bebas
free radical scavenger secara langsung. Awalnya, flavonoid teroksidasi oleh radikal, kemudian berubah menjadi
stabil karena bereaksi dengan radikal isoflavon lain sehingga merupakan senyawa radikal yang kurang reaktif. Dengan demikian, reaktivitas radikal bebas dapat
diredam.
95
Motilitas spermatozoa kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF 3 mgekorhari lebih tinggi dibanding kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF 4.5
dan 6 mgekorhari, namun lebih rendah dibanding kelompok kontrol. Diduga, dosis IF 3 mgekorhari masih terdapat pada konsentrasi yang tidak terlalu tinggi sehingga belum
memberikan pengaruh negatif berupa gangguan terhadap pergerakan spermatozoa mengingat kelompok yang dicekok TKI-RL dosis IF 3 mgekorhari menghasilkan
motilitas spermatozoa lebih tinggi dari 60. Menurut Iwasaki Gagnon 1992, spermatozoa dengan motilitas lebih dari 60 tergolong pada kategori normal.
Dilaporkan bahwa jika motilitas lebih dari 60, pembentukan senyawa spesies oksigen reaktif ROS akan menurun, sehingga diduga bahwa spermatozoa immotil
mempunyai peluang yang lebih besar untuk memproduksi ROS daripada spermatozoa yang lebih motil. Namun, motilitas spermatozoa kelompok yang dicekok
TKI-RL dengan dosis IF 3 mgekorhari lebih rendah dibanding kontrol yang tidak mendapat perlakuan cekok TKI-RL. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok kontrol
memberikan motilitas spermatozoa lebih baik dibanding kelompok yang dicekok TKI-RL dosis IF 3 mgekorhari.
Motilitas spermatozoa terendah dihasilkan oleh kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF 4.5 dan 6 mgekorhari. Pada kedua dosis tersebut, diduga isoflavon
bersifat sebagai estrogen agonis dengan menstimulasi respon estrogen sehingga berpotensi menimbulkan gangguan yang mengakibatkan rusaknya struktur membran
plasma mitokondria spermatozoa akibat proses oksidasi radikal bebas sehingga meningkatkan terjadinya peroksidasi lipid. Terbentuknya peroksidasi lipid
dilaporkan berhubungan dengan peningkatan pembentukan radikal bebas dan berkorelasi dengan penurunan motilitas spermatozoa Iwasaki Gagnon 1992,
penurunan fosforilasi protein pada aksonem dan berkurangnya ATP intrasel Villegas
et al. 2003. Mitokondria sebagai pusat respirasi adalah organel sel spermatozoa yang
memproduksi energi dalam bentuk ATP Agarwal et al. 2005. Tingginya
pembentukan radikal bebas dilaporkan menghambat mekanisme seluler seperti respirasi mitokondria de Lamirande Gagnon 1992. Kerusakan struktur membran
plasma mitokondria spermatozoa menyebabkan terganggunya integritas dan fluiditas membran serta permeabilitas membran untuk mengatur lalu lintas masuk
dan keluar substrat dan elektrolit yang dibutuhkan dalam proses metabolisme spermatozoa. Proses metabolisme spermatozoa yang terganggu menyebabkan
menurunnya produksi energi berupa ATP intraseluler dan kerusakan aksonem sehingga akhirnya menurunkan persentase motilitas spermatozoa. Hal ini
didukung oleh pendapat Storey 1997 bahwa kerusakan membran spermatozoa menyebabkan hilangnya aktivitas respirasi dan fruktolisis pada sel spermatozoa
96
sehingga mengubah permeabilitas membran akibat hilangnya enzim yang dibutuhkan ATP untuk pergerakan ekor. Asmarinah 2005 menyatakan bahwa
terhambatnya pelepasan ATP ke bagian aksonem mengakibatkan tidak terpenuhinya atau berkurangnya kebutuhan energi untuk menggerakkan ekor, dan
selanjutnya mengakibatkan spermatozoa tidak dapat bergerak cepat atau tidak bergerak sama sekali. Dalam hal ini, pada kondisi tidak tercukupinya energi akibat
terganggunya zat-zat yang berperan sebagai sumber energi, maka daya tahan spermatozoa akan menurun dan menyebabkan kematian.
Konsentrasi Spermatozoa
Kelompok yang dicekok TKI-RL pada dosis IF 1.5 mgekorhr menghasilkan konsentrasi spermatozoa yang paling tinggi secara nyata p0.05 bila dibanding
kelompok lain. Tidak terlihat adanya perbedaan konsentrasi spermatozoa kelompok kontrol dan kelompok yang dicekok TKI-RL pada dosis IF 3 mgekorhr, sedangkan
konsentrasi spermatozoa terendah dihasilkan kelompok yang dicekok TKI-RL pada dosis IF 4 dan 6 mgekorhr Tabel 7.1.
Tingginya konsentrasi spermatozoa pada kelompok yang dicekok TKI-RL pada dosis IF paling rendah 1.5 mgekorhari, diduga karena sifat isoflavon
sebagai estrogen antagonis yang berperan sebagai antioksidan pada dosis tersebut bekerja paling efektif dan optimal, yang mengakibatkan sel testis sebagai
organ pembentuk spermatozoa terlindungi dan tidak mengalami kerusakan tetap utuh karena terlindung oleh antioksidan isoflavon sehingga mampu
mempertahankan diri dari serangan oksidatif senyawa radikal bebas. Akibatnya, reaksi berantai peroksidasi lipid asam lemak tidak jenuh pada fosfolipid membran
sel testis dapat dihambat dan akumulasi radikal bebas dapat dicegah. Dengan terlindungnya sel testis dari proses oksidasi, maka diduga proses spermatogenesis
menjadi tidak terhambat atau terganggu sehingga dihasilkan konsentrasi spermatozoa yang lebih tinggi.
Konsentrasi spermatozoa kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis IF 3 mgekorhari tidak berbeda dengan kelompok kontrol yang mendapat cekok
aquades. Hasil ini memperlihatkan bahwa cekok TKI-RL pada dosis IF 3 mgekorhari tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap konsentrasi
spermatozoa, baik pengaruhnya terhadap peningkatan atau penurunan konsentrasi spermatozoa.
Perlakuan cekok TKI-RL dengan dosis IF yang lebih tinggi, yaitu 4.5 dan 6 mgekorhari menghasilkan konsentrasi spermatozoa yang paling rendah, diduga
terjadi akibat sifat estrogen agonis yang memacu respon estrogen sehingga berpotensi menimbulkan gangguan. Jaringan reproduksi pada hewan jantan
97
dilaporkan Anderson Graner 2000 merupakan subyek dari aksi isoflavon. Diduga, cekok TKI-RL pada kedua dosis tersebut mengakibatkan membran sel testis
sebagai organ pembentuk spermatozoa mengalami kerusakan tidak utuh sehingga terbentuk proses peroksidasi lipid yang berkepanjangan. Sanocka Kurpisz
2004 menyatakan bahwa tingginya hasil peroksidasi lipid dapat mengganggu proses spermatogenesis, bahkan pada kondisi yang ekstrim dilaporkan
mengakibatkan kasus infertilitas. Proses oksidasi pada membran sel testis yang tidak dapat dicegah diduga mengakibatkan terhambatnya proses spermatogenesis
dan terganggunya produksi spermatozoa, sehingga menyebabkan berkurangnya konsentrasi spermatozoa.
Abnormalitas Spermatozoa dan Butiran Sitoplasma
Kisaran abnormalitas spermatozoa akibat perlakuan variasi dosis isoflavon
antara 8.99 - 10.62. Tidak terlihat adanya pengaruh yang nyata antar perlakuan
p0.05 terhadap abnormalitas spermatozoa Tabel 7.1. Menurut Toelihere 1985, spermatozoa yang mengalami kelainan morfologi kurang dari 20 masih
dianggap normal. Mengacu pada kriteria tersebut, keempat kelompok yang mendapat perlakuan cekok TKI-RL pada berbagai dosis dan satu kelompok kontrol
yang dicekok aquades memiliki spermatozoa pada kategori normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelompok yang dicekok TKI-RL dengan
dosis IF 6 mgekorhari menghasilkan butiran sitoplasma paling tinggi secara nyata p0.05 bila dibanding kelompok lain. Tidak terlihat adanya perbedaan butiran
sitoplasma pada kelompok kontrol dengan kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis 1.5 dan 3 mgekorhari, namun butiran sitoplasma ketiganya lebih rendah
dibanding kelompok yang dicekok TKI-RL dengan dosis 4.5 mgekorhari Tabel 7.1.
Proses pematangan maturasi spermatozoa merupakan hal yang sangat penting untuk memperoleh kualitas spermatozoa yang baik. Proses pematangan
ditandai dengan adanya pergeseran butiran sitoplasma cytoplasmic droplet dari
pangkal kepala bagian leher spermatozoa proximal droplet ke ujung bawah
bagian tengah spermatozoa distal droplet, kemudian terlepas atau hilang sama
sekali Hafez Hafez 2000. Proses pematangan spermatozoa yang tidak sempurna diperlihatkan dengan ditemukan butiran sitoplasma dalam jumlah banyak
pada semen hasil ejakulat Senger 1999. Hubungan antara rendahnya kualitas spermatozoa dan peningkatan pembentukan senyawa ROS ditentukan oleh
berlebihnya keberadaan residubutiran sitoplasma Sikka 2004. Residu sitoplasma pada spermatozoa berkorelasi positif dengan pembentukan ROS Saleh Agarwal
2002, dan menyebabkan gangguan spermatogenesis Taylor 2001.