KELUARGA SEBAGAI PILAR PENDIDIKAN KARAKTER

TELAAH PENDIDIKAN

KELUARGA SEBAGAI PILAR
PENDIDIKAN KARAKTER
NUR KHOLIS
DOSEN FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

litm
erg
er.
co
m)

situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar
sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat
lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh
atau desakan pihak lain.
Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan
merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa
yang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar
bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.


pd

fsp

Keluarga sebagai Penopang Utama
Keluarga merupakan unit masyarakat terkecil yang
terdiri atas ayah, ibu dan anak. Setiap komponen dalam
keluarga memiliki peranan penting. Dalam ajaran agama
Islam, anak adalah amanat Allah. Amanat wajib dipertanggungjawabkan. Jelas, tanggung jawab orang tua terhadap anak tidaklah kecil. Secara umum inti tanggung
jawab itu adalah menyelenggarakan pendidikan bagi anakanak dalam rumah tangga. Pendidikan dalam keluarga
merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga
dikatakan sebagai lingkungan pendidikan pertama karena
setiap anak dilahirkan di tengah-tengah keluarga dan mendapat pendidikan yang pertama di dalam keluarga. Dikatakan utama karena pendidikan yang terjadi dan berlangsung dalam keluarga ini sangat berpengaruh terhadap
kehidupan dan pendidikan anak selanjutnya.
Para ahli sependapat bahwa betapa pentingnya pendidikan keluarga ini. Mereka mengatakan bahwa apa-apa yang
terjadi dalam pendidikan keluarga, membawa pengaruh
terhadap lingkungan pendidikan selanjutnya, baik dalam
lingkungan sekolah maupun masyarakat. Tujuan dalam
pendidikan keluarga atau rumah tangga ialah agar anak

mampu berkembang secara maksimal yang meliputi seluruh aspek perkembangan yaitu jasmani, akal dan ruhani.
Dalam buku The National Studi on Family Strength,
Nick dan De Frain mengemukakan beberapa hal tentang
pegangan menuju hubungan keluarga yang sehat dan bahagia, yaitu: 1) Terciptanya kehidupan beragama dalam
keluarga, 2) Tersedianya waktu untuk bersama keluarga,
3) Interaksi segitiga antara ayah, ibu dan anak, 4) Saling
menghargai dalam interaksi ayah, ibu dan anak, dan 5)
Keluarga menjadi prioritas utama dalam setiap situasi dan
kondisi.

De
mo
(

Vi
sit

htt
p:/
/w

w

w.

P

enentu kualitas manusia dalam sebuah bangsa
bertumpu pada dua faktor. Yaitu, pertama faktor
hereditas atau faktor keturunan. Sejatinya, kita anak
bangsa yang hidup di era sekarang, merupakan manusiamanusia Indonesia berbahan baku kualitas nomor satu.
Lahir dari rahim generasi 1945, cucu dari generasi 1928,
dan cicit dari generasi 1912, luar biasa. Tapi mengapa
karakter anak bangsa ini tidak sehebat moyangnya?
Perilaku kekerasan, vandalisme, korupsi, dan berbagai
perilaku tidak jujur lainnya telah menjadi sebuah kelatahan
kolektif. Untuk mendapatkan harta, pangkat, jabatan, dan
kedudukan tak jarang ditempuh dengan cara-cara curang
ala Machiavelli, bahkan jika perlu menggunakan ilmu
permalingan dan berselingkuh dengan dunia klenik dan
mistik. Tak ayal lagi, negeri ini tak lebih dari sebuah pentas

kolosal yang menyuguhkan repertoar tragis, pilu, dan
menyesakkan dada.
Kedua, dipengaruhi oleh faktor pendidikan.
Pendidikanlah yang bisa membangun karakter bangsa
Indonesia menuju bangsa maju, bermartabat dan beradab.
Lalu apa yang salah pada pendidikan karakter generasi
ini? Dari mana kita mengawali pendidikan karakter anak
bangsa ini?
Gagasan Awal
Pendidikan karakter pada mulanya digagas oleh
paedagog Jerman FW Foerster (1869-1966) pada dekade
abad 19-an yang menekankan pada sisi etis-spiritual
sebagai upaya pembentukan kepribadian. Pendidikan ini
lebih merupakan reaksi atas kejumudan natural
Rousseauian dan instrumentalisme paedagogisnya
Deweyan.
Menurut FW Foerster ada empat ciri utama dalam
pendidikan karaker, yaitu; pertama, keteraturan interior
di mana ukuran segala tindakan berdasarkan takaran nilai
dengan kata lain nilai menjadi acuan normatif bagi

tindakan. Kedua, koherensi yang memberi keberanian,
membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah
terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko.
Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa
percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi
meruntuhkan kredibilitas seseorang. Ketiga, otonomi. Di

50

22 RAMADLAN - 6 SYAWAL 1431 H

TELAAH PENDIDIKAN

fsp

litm
erg
er.
co
m)


Karakter Yang Diharapkan
Oleh pendidikan keluarga di atas minimal harus
menghasilkan karakter putera-puteri bangsa sebagai
berikut; pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap
ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab;
ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat
dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong
dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan
pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan;
kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan,
karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Untuk kesembilan karakter tersebut, Ratna
Megawangi, menawarkan metode pendidikan sebagai
berikut; metode knowing the good, feeling the good,
dan acting the good. Knowing the good bisa mudah
diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja.
Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling
loving the good, yakni bagaimana merasakan dan
mencintai kebajikan menjadi engine yang selalu bekerja

membuat orang mau selalu berbuat sesuatu kebaikan.
Orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia
cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa
melakukan kebajikan acting the good berubah
menjadi kebiasaan. Semoga Muhammadiyah dan Aisyiyah
bisa mewujudkannya melalui gerakan keluarga
sakinahnya, Amin.l

w.

1. Pembinaan Akidah dan Akhlak
Pembinaan akidah dan akhlak adalah upaya sadar dan
terencana dalam menyiapkan anak untuk mengenal,
memahami, menghayati dan mengimani Tuhan dan
merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam
kehidupan sehari-hari berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits
melalui berbagai kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan,
serta penggunaan pengalaman. Muhammad Nur Hafidz
merumuskan empat pola dasar dalam proses pembinaan
akidah pada anak dalam keluarga, yaitu; pertama,

senantiasa membacakan kalimat Tauhid pada anaknya.
Kedua, menanamkan kecintaan kepada Allah dan
Rasulnya. Ketiga, mengajarkan Al-Qur’an dan keempat
menanamkan nilai-nilai pengorbanan dan perjuangan.
Sedangkan akhlak adalah implementasi dari iman
dalam segala bentuk perilaku. Pendidikan dan pembinaan
akhlak anak dalam keluarga dilaksanakan dengan contoh
dan teladan dari orangtua. Perilaku sopan santun orang
tua dalam pergaulan dan hubungan antara ibu, bapak
dan masyarakat. Dalam hal ini, Benjamin Spock
menyatakan bahwa setiap individu akan selalu mencari
figur yang dapat dijadikan teladan ataupun idola bagi
mereka.

produksi serta reproduksi nalar tabiat jiwa dan pengaruh
yang melatarbelakanginya. Mengingat hal ini sangat
berkaitan dengan pengetahuan yang bersifat menjaga
emosional diri dan jiwa seseorang. Dalam hal yang baik
ini adanya kewajiban orang tua untuk menanamkan
pentingnya memberi support kepribadian yang baik bagi

anak didik yang relative masih muda dan belum mengenal
pentingnya arti kehidupan berbuat baik, hal ini cocok
dilakukan pada anak sejak dini agar terbiasa berperilaku
sopan santun dalam bersosial dengan sesamanya. Untuk
memulainya, orangtua bisa dengan mengajarkan agar
dapat berbakti kepada orangtua agar kelak si anak dapat
menghormati orang yang lebih tua darinya.

pd

Secara garis besar pendidikan dalam keluarga dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

De
mo
(

Vi
sit


htt
p:/
/w
w

2. Pembinaan Intelektual
Pembinaan intelektual dalam keluarga memegang
peranan penting dalam upaya meningkatkan kualitas
manusia, baik intelektual, spiritual maupun sosial. Karena
manusia yang berkualitas akan mendapat derajat yang
tinggi di sisi Allah. Nabi Muhammad juga mewajibkan
kepada pengikutnya untuk selalu mencari ilmu sampai
kapan pun.
3. Pembinaan Kepribadian dan Sosial
Pembentukan kepribadian terjadi melalui proses yang
panjang. Proses pembentukan kepribadian ini akan
menjadi lebih baik apabila dilakukan mulai pembentukan

SUARA MUHAMMADIYAH 17 / 95 | 1 - 15 SEPTEMBER 2010


51