KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM FILM (ANALISIS ISI PADA FILM PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA HANUNG BRAMANTYO)

(1)

i

KE KE RASAN TE RHADAP PE RE MPUAN

DALAM F ILM

(ANALISIS ISI PADA FILM PE RE MPUAN BE RKALUNG

SORBAN KARYA HANUNG BRAMANTYO)

S K R I P S I

Hujjatul Balighoh

NIM. 06220168

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVE RSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2012


(2)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

NAMA : Hujjatul Balighoh

NIM : 06220168

KOSENTRASI : AV ( Audio Visual ) JURUSAN : Ilmu Komunikasi

FAKULTAS : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

JUDUL SKRIPSI : Kekerasan Terhadap Perempuan Dala m Film (Analisis Isi Pada Film Perempuan Berkalung Sorban Karya Hanung Bramantyo)

Disetujui,

Pembimbing II

Sugeng Winarno. S.Sos, MA Pembimbing I

Roziana Febrianita. S.Sos

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi


(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : Hujjatul Balighoh NIM : 06220168

KOSENTRASI : AV ( Audio Visual )

JUDUL SKRIPSI : Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Film (Analisis Isi Pada Film Perempuan Berkalung Sorban Karya Hanung Bramantyo)

Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Dan dinyatakan LULUS Pada hari : Selasa

Tanggal : 07 - Februari - 2012 Tempat : R. Dosen (611)

Dewan Penguji :

1. Muslimin Machmud, Ph.D ( )

2. M. Himawan Sutanto, M.Si ( )

3.Roziana Febrianita. S.Sos ( )

4. Sugeng Winarno. S.Sos, MA ( )

Mengetahui, Dekan FISIP UMM


(4)

iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Hujjatul Balighoh

NIM : 06220168

Program Studi : Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UMM

Judul Skripsi : Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Film (Analisis Isi

Pada Film Perempuan Berkalung Sorban Karya Hanung

Bramantyo)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini

benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau

pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Kecuali

kutipan-kutipan yang saya sebut sumbernya dengan benar.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil

jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi perbuatan tersebut.

Malang, 22 Januari 2012

Yang Membuat Pernyataan,

Hujjatul Balighoh NIM. 06220168


(5)

v

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

1. Nama : Hujjatul Balighoh 2. Tempat, Tanggal Lahir : Madiun, 27 Juni 1988 3. Nomor Induk Mahasiswa : 06220168

4. Jurusan : Ilmu Komunikasi

5. Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 6. Konsentrasi : Audio Visual

7. Judul : Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Film (Analisis Isi Pada Film Perempuan Berkalung Sorban Karya Hanung Bramantyo)

8. Pembimbing : 1. Roziana Febrianita. S.Sos 2. Sugeng Winarno. S.Sos, MA 9. Kronologi Bimbingan

Tanggal Pembimbing Keterangan Pembimbing 1 Pembimbing 2

17-06-2011 Acc Judul

29-06-2011 Proposal

17-11-2011 Seminar Proposal

07-12-2011 Acc. Bab I

07-12-2012 Acc. Bab II

07-01-2012 Acc . Bab III

18-01-2012 Acc. Bab IV

27-01-2012 Acc. Seluruh naskah

Malang, 19-Januari-2012 Disetujui,

Pembimbing II

Sugeng Winarno. S.Sos, MA Pembimbing I


(6)

vi

Motto

Jangan sia-sia kan waktu karena kamu akan menyadari semua

akan berlalu dengan cepat dan kamu terlambat untuk

melangkah.

Jangan menyerah dengan waktu, yakin bahwa semua dapat kamu

raih asalkan kamu konsisten untuk mendapat yang

terbaik.

Teruslah bermimpi karena kesuksesanmu berawal dari mimpimu.

You can be the best and you're entitled to success and

happiness. god be with you!


(7)

vii

PE RSE MBAHAN

Tiada kata yang terucap selain puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang memberikan nikmat iman dan islam kepada kita. Sungguh nikmat-Mu amat sangat besar kpada hamba-Mu yang hina ini. Dengan rasa syukur yang sangat besar atas segala pertolongan dan tundukku kepada-Mu, Ya Allah Yang Maha Agung dan Yang Memiliki Segala Sesuatu Baik di langit maupun di bumi. Kupersembahkan karya ku ini kepada:

1. Sang Khalik, Allah SWT, puji syukur yang sebesar-besarnya Ya Allah atas apa yang E ngkau berikan kepada hamba-Mu selama ini. Sungguh hamba mohon ampun atas kelalaianku sehingga kerap kali melupakan-Mu akan mensyukuri nikmatmu.

2. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak dan Ibuku yang tak henti-hentinya

mendoakanku siang dan malam dan memberikan nasehat-nasehat yang sangat berguna bagiku. Dan untuk Alm. Ibuku terimakasih telah menjadi inspirasiku, I believe ALLAH look after you in heaven mom.

3. Saudara-saudaraku yang telah memberiku doa, dukungan dan waktu.

4. Untuk Rofiq ku terimakasih untuk cinta, support, dukungan, waktu dan

segala yang kamu berikan. Love u somach.

5. Untuk sahabat-sahabatku alumni SMA 6 ’06 Madiun tengkyu buat

semangatnya untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Sahabat-sahabat yang selalu ada untukku.

6. To all my friends in FISIP Ikom UMM, winda, Prita, Fanny, Nurul, Dila, Reni, Ella, kandar and all, thank you for our beautiful togetherness and thanks for all your help so far.you’re the best guys.

7. Teman-temanku yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu....karena terlalu banyak coy....tinta g’ kan cukup untuk menuliskan jasa-jasa kebaikan kalian..

Begitu banyak kenangan-kenangan indah yang terjadi, dan tak akan pernah terlupakan...semoga Allah mempertemukan kita kembali dan di surga kelak...amin


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan berkat, Nikmat, serta

Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PADA FILM (Analisis Isi Pada Film Perempuan Berkalung Sorban Karya Hanung Bramantyo).

Bersamaan ini perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar

besarnya dengan hati yang tulus pada:

1. Bpk. DR. Wahyudi, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi

Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Dra. Frida Kusumastuti, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang. Terima kasih atas masukan dan semua ilmu yang telah diberikan dan juga dedikasinya terhadap ilmu komunikasi. 3. Ibu Roziana febrianita, S.Sos Selaku pembimbing I. Terimakasih atas masukan

yang telah diberikan sehingga peneliti dapat menyempurnakan skripsi.

4. Bpk Sugeng Winarno. S.Sos, MA selaku pembimbing II. Terima kasih atas bimbingan yang telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi.

5. Seluruh dosen staf pengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang, atas ilmu yang telah diberikan.

Mohon maaf atas segala kesalahan dan ketidaksopanan yang mungkin telah saya perbuat. Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan setiap langkah-langkah kita menuju kebaikan dan selalu menganugerahkan kasih sayang-Nya untuk kita semua. Amin.

Malang, 24 Januari 2012


(9)

ix DAFTAR ISI

Lembar Judul... i

Lembar Persetujuan ... ii

Surat Pernyataan Keaslian Penulisan... iii

Lembar Konsultasi ... iv

Moto ... v

Persembahan ... vi

Kata Pengantar ... vii

Abstrak ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PE NDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 Manfaat Teoritas ... 5

1.4.2 Manfaat Praktis ... 6

1.5 Tinjauan Pustaka ... 6

1.5.1 Film Sebagaian Media Komunikasi Massa... 6

1.5.2 Film ... 7

1.5.3 Jenis Film ... 8

1.5.4 Film Sebagai Refleksi Realitas Sosial ... 11

1.5.5 Definisi Kekerasan ... 13

1.5.6 Kekerasan Terhadap Perempuan ... 16

1.6 Definisi Konseptual... 18

1.6.1 Film ... 18

1.6.2 Kekerasan Terhadap Perempuan ... 18

1.7 Struktur Organisasi ... 18

1.8 Metode Penelitian... 20

1.8.1 Tipe Penelitian... 20

1.8.2 Ruang Lingkup ... 21

1.8.3 Unit Analisis dan Satuan Ukur ... 21

1.8.4 Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 23

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data ... 23

1.8.6 Teknik Analisis Data... 24

1.8.7 Uji Reabilitas ... 25

BAB II DE SKRIPSI OBJE K PE NE LITIAN... 27

2.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 27

2.1.1 Gambaran Umum Film Perempuan Berkalung Sorban ... 27

2.1.1.1 Sinopsis Film Perempuan Berkalung Sorban ... 28

2.1.1.2 Karekter Utama dan Pendukung dalam Film Perempuan Berkalung Sorban... 31


(10)

x

2.1.1.4 Gambaran Cerita Perscene Film Perempuan Berkalung

Sorban ... 39

BAB III PE NYAJIAN DAN ANALISA DATA ... 52

3.1 Penyajian dan Analisa Data ... 52

3.2 Analis Kategori Kekerasan Fisik... 53

3.2.1 Indikator Memukul Unit Analisis Akting ... 55

3.2.2 Indikator Memukul Pada Unit Analisis Dialog ... 56

3.2.3 Indikator Memperkosa Pada Unit Analisis Akting ... 56

3.2.4 Indikator Memperkosa Pada Unit Analisis Dialog... 58

3.2.5 Indikator Menarik Bagian Tubuh dengan Keras Pada Unit Analisis Akting ... 59

3.2.6 Indikator Menarik Bagian Tubuh dengan Kekerasan Pada Unit analisis Dialog... 60

3.3 Analisis Kategori Kekerasan Verbal... 60

3.3.1 Indikator Umpatan Pada Unit Analisis Akting ... 62

3.3.2 Indikator Umpatan Pada Unit analisis Dialog ... 62

3.3.3 Indikator Ancaman Pada Unit Analisis Akting ... 63

3.3.4 Indikator Ancaman Pada Unit Analisis Dialog ... 64

3.3.5 Indikator Membentak Pada Unit Analisis Akting ... 65

3.3.6 Indikator Membentak Pada Unit Analisis Dialog ... 65

3.4 Analisis Kategori Kekerasan Dengan Objek ... 66

3.4.1 Indikator Perampasan Barang Pada Unit Analisis Akting ... 67

3.4.2 Indikator Perampasan Barang Pada Unit Analisis Dialog ... 68

3.4.3 Indikator Perusak Barang pada unit analisis Akting... 68

3.4.4 Indikator Perusak Barang pada unit analisis Dialog ... 69

3.5 Analis kekerasan pada perempuan dalam Film... 69

3.6 Uji Reabilitas ... 71

3.6.1 Ujian Reabilitas Penelitian Koder I ... 71

3.6.1.1 Ujian Reabilitas Unit Analisis Akting ... 71

3.6.1.2 Ujian Reabilitas Unit Analisis Dialog ... 73

3.6.2 Ujian Reabilitas Penelitian Koder II ... 75

3.6.2.1 Ujian Reabilitas Unit Analisis Akting ... 75

3.6.2.2 Ujian Reabilitas Unit Analisis Dialog ... 77

BAB IV PE NUTUP... 80

4.1 Kesimpulan... 80

4.2 Saran ... 81

4.2.1 Saran Akademis ... 81

4.2.2 Saran Praktis ... 81

DAF TAR PUSTAKA ... 82


(11)

xi

DAF TAR TABE L

Tabel 1.1 Contoh lembar koding... 23

Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi Unit Analisis Akting ... 24

Tabel 1.3 Distribusi Frekuensi Unit Analisis Analog ... 24

Tabel 2.1.1.4 Cerita Perscene Film Perempuan berkalung Sorban ... 39

Tabel 3.2 Distribusi Kategori Kekerasan Fisik ... 54

Tabel 3.3 Distribusi Kategori Kekerasan Verbal ... 61

Tabel 3.4 Distribusi Kategori Kekerasan dengan Objek... 66

Tabel 3.5 Hasil Analisis Akting pengkodingan Peneliti dan Koder I ... 72

Tabel 3.6 Hasil Analisis Dialog Pengkodingan Peneliti dan Koder I ... 74

Tabel 3.7 Hasil Analisis Akting PengKodingan Peneliti dan Koder II ... 76

Tabel 3.8 Hasil Analisis Dialog Pengkodingan Peneliti dan Koder II ... 78


(12)

xii

DAF TAR GAMBAR

Gambar 1.5 Tipologi Kekerasan ... 15

Gambar 2.1 Karakter Kyai Hanam/Abi ... 32

Gambar 2.2 Karakter Nyai Muthmainah/Umi ... 33

Gambar 2.3 Karakter Anissa ... 33

Gambar 2.4 Karakter Samsudin ... 34

Gambar 2.5 Karakter Khudori ... 35

Gambar 2.6 Poster Film Perempuan Berkalung Sorban... 36

Gambar 3.1 Indikator Memukul ... 55

Gambar 3.2 Indikator Memperkosa ... 57

Gambar 3.3 Indikator Memperkosa ... 57

Gambar 3.4 Indikator Menarik Bagian Tubuh dengan Keras ... 59

Gambar 3.5 Indikator Menarik Bagian Tubuh dengan Keras ... 60

Gambar 3.6 Indikator Ancaman ... 64

Gambar 3.7 Indikator Perampasan Barang ... 67


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Koder Peneliti ... 84

Lampiran 2 Lembar Koder I ... 91

Lampiran 3 Lembar koder II ... 95

Lampiran 4 Lembar Persetujuan Koder I ... 99

Lampiran 5 Lembar Persetujuan Koder II ... 100


(14)

xiv

DAFTAR PUSTAKA Buku

Bhasin, Kamla. 1996. Menggugat Patriarki. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Bulaeng, Andi. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Yogyakarta: Andi Offset.

Bungin, Burhan. 2009. Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Fakih, Mansour. 1996. Menggeser Konsepsi Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hamidi. 2010. Metode Penelitian dan Teori komunikasi. Malang: UMM Press.

Jurnal PUBLICA. 2004. Volume 1. Januari.

Krippendorff, Klaus. 1993. Ananalisis Isi; Pengantar Teori dan Metodologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kriyantono, Rachmat. 2009. Tekhnis Praktis Riset Komunikasi., Jakarta: Prenada Media.

Luhulima, Achie S., 2000. Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatifnya., Jakarta: Alumni.

Rivers, William L, etc,. 2008. Media Massa Modern., Jakarta: Kencana.

Saraswati, Rika. 2006. Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan dalam Rumah Tangga., Bandung: Citra Aditya Bakti.

Soeroso, Moerti H,. 2010. Kekerasan dalam Rumah Tangga., Jakarta: Sinar Grafika.

Uchjana, Onong E. 1989. Kamus Komunikasi, Bandung: Mandar Maju.

Windhu, Marsana I., 1992. Kekuasaan dan Kekerasan Menurut Johan Galtung.,

Yogyakarta: Kanisius.

Winarni. 2003. Komunikasi Massa., Malang: UMM Press.

Wimmer, Roger D., and Dominick Joseph R,. 2000. Mass Media Research. Belmont: Wadsworth.

Non buku


(15)

xv

http://www.fibsite.com/materi/films/fiksi/genre-film.html. diakses sabtu, 1 November 2011 pukul 17.00 WIB

http://colinawati.blog.uns.ac.id/2010/06/15/unsur-genetis-pada-novel-geni-jora-karya-abidah-el-khalieqy diakses hari senin, 21 November 2011 pukul 19.00 WIB http://selebriti.kapanlagi.com/indonesia/h/hanung_bramantyo/ diakses hari senin, 21 November 2011 pukul 19.00 WIB


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Film pertama kali ditemukan pada abad 19, film merupakan salah satu

media komunikasi massa yaitu komunikasi melalui media massa modern. Film

hadir sebagai kebudayaan massa yang muncul seiring dengan perkembangan

masyarakat perkotaan dan industri. Film memiliki fungsi yang sama dengan

media lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik,

drama, lawak dan sajian teknis lainnya pada masyarakat umum. Kehadiran film

sebagian adalah merupakan jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu

senggang bersama keluarga dan sebagai pelepas beban kehidupan sehari-hari.

Tayangan film yang menyajikan berbagai tema memang menjadi pilihan

tersendiri. Film dapat menjadi pemahaman baru bagi yang menontonnya. Pada

perkembangannya film dapat menginspirasi banyak orang yang menontonnya.

Karena itu penting bagi para pembuat film untuk tidak sekedar membuat film

sebagai media hiburan semata namun juga sebagai alat penginspirasi penerus

bangsa.

Perkembangan film saat ini semakin semarak dengan berbagai variasi

genre dan tema, hal ini dapat dilihat dari banyaknya film- film baru yang beredar

di masyarakat, baik melalui bioskop, televisi maupun media pemutaran film

lainnya. Salah satu tema yang menarik untuk diangkat adalah tentang perempuan,

dan bagaimana bentuk kekerasan yang sering kali menimpa perempuan. Saat ini,

kasus kekerasan terhadap perempuan terus bertambah. Catatan Tahunan


(17)

2

perempuan yang terjadi selama tahun 2010. Dari dokumentasi lembaga Komnas

Perempuan ini diperoleh jumlah perempuan korban kekerasan sebanyak 105.103

orang.

Film Indonesia pada umumnya merepresentasikan perempuan seperti

stereotipenya sebagai manusia yang pasif, dan menerima nasibnya sebagai obyek

dari laki- laki, Perempuan tak hanya mengalami kekerasan aktual. Dalam media

massa, perempuan juga mengalami kekerasan simbolik. Pun dengan film, di

dalamnya juga ditemui hal yang sama. Gambaran umum perempuan lemah

dengan menjual seksualitas banyak didapati dalam film Indonesia. Di tengah

fenomena tersebut, film Perempuan Berkalung Sorban hadir membawa kritik

sosial dalam masyarakat dengan menampilkan kisahkekerasan yang terus dialami

oleh perempuan.

Film merupakan seni yang sering dikemas untuk dijadikan komiditi

dagang, karena film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film

juga disebut sebagai transformasi kehidupan masyarakat, karena dalam film kita

dapat melihat gambaran atau cerminan yang sebenarnya. Film tidak terlepas dari

kerangka pengalaman dan bingkai berfikir dari para pembuat film itu untuk

mengajukan bingkai pemikiran yang tersurat maupun tersirat. Media massa seperti

film saat ini telah menjadi alat yang cukup ampuh untuk menanamkan sebuah

gagasan. Dengan film kita diajak berbicara tentang dunia. Dengan adanya

kekuatan film seperti itu, tidak heran jika banyak sutradara film menjadikan film


(18)

3

Sebagai media, film tidak bersifat netral, pasti ada pihak-pihak yang

mendominasi atau terwakili kepentingannya dalam film tersebut. Bahkan tidak

sedikit pula yang menggunakan film sebagai media kritik sosial. Semua dapat

terjadi karena film memiliki kekuatan audiovisual, film dapat menjangkau

khalayak luas dan memiliki fleksibilitas tinggi dalam mengkonstruksikan pesan.

Film sebagaimana komunikasi massa telah menjadi alat yang kuat untuk

menyampaikan ideologi. Terlihat bahwa film ini adalah kritik terhadap ideologi

yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan terhadap perempuan.

Hanung Bramantyo peraih piala FFI (Festifal Film Indonesia) dalam

kategori sutradara terbaik tahun 2005 dan 2007 ini cukup pintar memanfaatkan

media film sebagai sarana menyebarkan ideologi, bagaimana film- film yang

disutradarainya mampu membingkai sebuah wacana tentang fenomena melalui

gambaran-gambaran tertentu dalam film. Melalui media massa seperti film,

kekerasan terhadap perempuan semakin terlihat tidak hanya melalui

adegan-adegan sadis tapi juga melalui kata-kata yang merendahkan ma rtabat perempuan.

Film Perempuan Berkalung Sorban, salah satu film yang muncul sebagai

film drama romantis yang mengundang banyak pro dan kontra karena dianggap

mengekpos kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dilingkungan pesantren.

Meskipun demikian film ini mendapat banyak nominasi dan penghargaan dalam

festival film, diantaranya tujuh nominasi Festival Film Indonesia, tujuh nominasi

Festival Film Bandung, sembilan nominasi Indonesia Movie Awards, dan

penghargaan Best Supporting Actress dalam Festiva l Film Asia Pasifik tahun


(19)

4

Film Perempuan Berkalung Sorban yang diproduksi oleh Kharisma

Starvision Plus, merupakan film yang diangkat berdasarkan novel. Novel tersebut

diadaptasikan menjadi sebuah naskah film oleh Ginatri S.Noer dan Hanung

Bramantyo. Film ini menyajikan latar tradisi sebuah sekolah pesantren di Jawa

Timur yang cenderung mempraktikkan tradisi konservatif terhadap wanita dan

kehidupan modern. Dialog film ini dibawakan dalam bahasa Indonesia, bahasa

Jawa, dan juga terkadang bahasa Arab yang sering digunakan di sekolah

pesantren.

Dalam pesantren diajarkan bagaimana menjadi seorang perempuan ya ng

harus tunduk pada laki- laki. Karena film tersebut mengangkat realitas sosial

masyarakat. Film ini memiliki fungsi informasional sekaligus mengandung pesan

moral. Film ini mengangkat kekerasan dan tindakan yang menyudutkan dan

mendiskriminasi kaum perempuan sebagai kaum yang tertindas dan lemah.

Fenomena kekerasan dalam film ini terlihat dari cerita film yang

mengisahkan tentang seorang perempuan bernama Annisa, seorang putri kyai

yang dijodohkan dengan seorang pria yang semula tidak dikenalnya, dan akhirnya

menikahinya. Dalam kehidupan rumah tangga Annisa kerap mendapatkan siksaan

dan dipaksa untuk melayani suaminya bahkan harus rela dimadu. Begitu juga

tokoh perempuan lainnya dalam film ini yang mengalami korban kekerasan dari

sang suami yang menyiksanya secara fisik dan psikis.

Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat

kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual

atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan


(20)

5

dalam lingkungan kehidupan pribadi. Fakta yang ada dan tampak bahwa adanya

kekerasan terhadap perempuan sama sekali bukan merupakan masalah kelainan

individual, tetapi merupakan bagian dari masyarakat yang membentuk

ketimpangan relasi yang kemudian tercipta pembagian kekuasaan yang lebih besar

pada laki- laki dibandingkan dengan perempuan (Luhulima, 2000:15).

Film ini telah membentuk wacana bagi peneliti bahwa kekerasan terhadap

perempuan hingga saat ini masih menjadi isu yang sangat menarik untuk diteliti.

Berbekal pengetahuan akademis, studi literatur dan penggalian informasi berbagai

pengamat film melalui internet tentang film Perempuan Berkalung Sorban maka

peneliti tertarik untuk mengkaji bentuk-bentuk kekerasan yang dialami oleh

perempuan dalam film Perempuan Berkalung Sorban.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini

akan mengungkapkan : “Berapa banyak frekuensi kemunculan kekerasan

terhadap perempuan dalam film perempuan berkalung sorban?”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui jumlah frekuensi kemunculan

kekerasan terhadap perempuan pada film Perempuan Berkalung Sorban.

1.4 Manfaat Penelitian A. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu wawasan atau

pengetahuan baru bagi pembaca tentang pembahasan yang ada dan diharapkan

dapat bermanfaat sebagai bahan referensi, di jurusan Ilmu Komunikasi khususnya


(21)

6

B. Manfaat Praktis

Dengan adanya Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang adanya unsur kekerasan yang ada dan macam- macam bentuk kekerasan

dalam film perempuan berkalung sorban.

1.5 Tinjauan Pustaka

1.5.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Dari berbagai macam cara komunikasi dilaksanakan dalam masyarakat,

salah satunya adalah komunikasi massa. Pada dasarnya konsep komunikasi massa

adalah jenis komunikasi yang ditunjukkan kepada sejumlah khalayak yang

tersebar, heterogen, dan anonym, melalui melalui media cetak dan elektronik

sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Winarni,

2003: 6). Oleh sebab itu komunikasi massa dapat diartikan dalaam dua cara yaitu

komunikasi oleh media dan komunikasi untuk massa ( Rivers, 2008: 18).

Komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan, terutama

karena komunikasi massa menggunakan media massa, jadi fungsi- fungsi hiburan

yang ada pada media massa juga merupakan bagian dari fungsi komunikasi

massa. Menurut Rivers (2008: 27) media massa, seperti halnya pesan lisan dan

isyarat, sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi manusia. Dan

media massa telah menjadi bagian biasa dan tersedia dalam kehidupan masyarakat

kita.

Sebagai salah satu bagian dari komunikasi massa, film merupakan

aktualisasi perkembangan kehidupan masyarakat pada masanya. Dari zaman ke

zaman, film mengalami perkembangan baik dari teknologi yang digunakan


(22)

unsur-7

unsur budaya yang melatarbelakanginya. Film sebagai media komunikasi massa

yang bersifat audio dan visual mampu mengkonstruksi dan menyajikan kembali

suatu realitas serta berbagai fenomena melalui tanda-tanda dan semua struktur

yang membangun sebuah film.

Film mampu menarik perhatian orang dan film selalu mempengaruhi dan

membentuk masyarakat melalui pesan (message) dibaliknya dan tidak pernah

berlaku sebaliknya. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang

dalam masyarakat yang kemudian memproyeksikannya ke atas layar. Sebagai

salah satu bentuk perkembangan media komunikasi, film tidak lagi dipandang

sebagai hiburan yang menyajikan tontonan cerita, lebih dari itu film sudah

menjadi sebuah media komunikasi yang efektif. Film adalah alat komunikasi

massa yang mampu mengubah pikiran orang lain menjadi seperti apa yang

dipikirkan oleh sutradara pembuat film.

1.5.2 Film

Menurut Onong Uchjana Effendy (1989:134) film sebagai bahan tipis dan

bening berbentuk carik yang dilapisi emulsi yang peka cahaya untuk merekam

gambar dari suatu objek dengan kamera. Definsi film menurutnya juga sebagai

media komunikasi yang bersifat visual atau audio visual untuk menyampaikan

suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul disuatu tempat tertentu.

Film merupakan media komunikasi yang terbentuk dari kombinasi antara

penyampaian pesan melalui gambar bergerak yang dihasilkan dari pemanfaatan

teknologi kamera, pencahayaan tersebut dibuat dengan latar belakang alur cerita

yang mengandung pesan tersebut disampaikan sutradara melalui gambar, dialog,


(23)

8

lambing- lambang yang dipergunakan, sehingga pesan dapat dipahami ole h

khalayak penonton.

Bahasa film merupakan perpaduan dari audio dan visual yang keluar

secara bersama dalam satu waktu. Tidak hanya dengan melihat visual dan

mendengarkan audionya saja, akan tetapi seseorang dikatakan berhasil memahami

sebuah film apabila orang tersebut dipengaruhi pemahaman akan aspek naratif

dan sinematik. Karena kedua unsur ini pasti mempunyai batasan norma yang

dapat kita ukur.

1.5.3 Jenis Film

Jenis film bisa disebut genre ada macam- macam, berikut beberapa genre film

menurut karakternya, antara lain:

1. Film Drama

Genre film ini memberikan alur cerita mengenai kehidupan. Keharuan lebih

ditonjolkan dalam film ini agar penonton bisa ikut merasakan apa yang dirasakan

para tokohnya. Tak jarang, air mata dikuras dalam perjalanan film ini hingga

selesai. Hentakan- hentakan yang dihadirkan dalam film ini pun terkait dengan

emosi tokoh terhadap masalah yang tengah dihadapinya. Contoh film drama;

Romeo and Julliet, Remember Me, Hachiko, Dear John, dan sebagainya.

Genre film drama memiliki beberapa alur, diantaranya;

1. Drama Musikal; film drama yang beberapa scenenya mengajak penonton

bernyanyi bahkan menari. Contohnya, 3 Idiot, My Name is Khan, Grease,


(24)

9

2. Drama Komedi; film drama yang di dalamnya memiliki unsur menggelitik

dan bisa membuat tertawa. Contohnya Back Up Plan, Pretty Woman, dan

sebagainya.

Genre film ini juga memiliki turunan lagi; Drama Religi Komedi; film drama

yang dibalut dengan unsur religi dan komedi. Contohnya, Jiung & Si Pandir Dari

Betawi, Para Pencari Tuhan, dan Islam KTP.

2. Film laga (Action)

Jenis film ini biasanya berisi adegan-adegan berkelahi yang menggunakan

kekuatan fisik atau supranatural. Biasanya didominasi oleh aktor, meski sekarang

ini banyak juga aktris yang menekuni film laga. Dari sini bisa didapat turunan

genre seperti: Girls with guns movie, Heroic bloodshed, dan Die Hard scenario.

3. Film petualangan (Adventure)

Jenis film ini biasanya berisi cerita seorang tokoh yang melakukan

perjalanan, memecahkan teka teki, atau bergerak dari titik A ke titik B sepanjang

film. Dari sini bisa didapat turunan genre seperti: Road movie.

4. Film Komedi (Comedy)

Tidak usah dijelaskan, dari namanya pun terlihat bahwa unsur utama jenis

film ini adalah komedi yang kadang tidak memperhatikan logika cerita. Dari sini

bisa didapat turunan genre seperti: Anarchic comedy, Comedy horror, Comedy of

remarriage, atau Comedy-drama.

5. Film criminal (Crime)

Jenis film ini berfokus pada kehidupan seorang pelaku kriminal. Biasanya


(25)

10

didapat turunan genre seperti: Crime thrillers, Film noir, Detective films, dan True

crime.

6. Film documenter (Documentary)

Jenis film dokumenter biasanya lebih dikategorikan sebagai film yang

memotret suatu kisah secara nyata tanpa dibungkus karakter atau setting fiktif.

Dari sini bisa didapat turunan genre seperti: docudrama, docufiction atau Travel

documentary.

7. Film Fantasi (Fantasy)

Jenis film ini biasanya didominasi oleh situasi yang tidak biasa dan

cenderung aneh. Misalnya cerita-cerita tentang ilmu sihir, naga, dan kehidupan

peri. Dari sini bisa didapat turunan genre seperti: High fantasy, Sword and

sorcery, dan Fantasy anime. 8. Film horror

Jenis film ini menghibur penontonnya dengan mengaduk-aduk rasa takut

dan ngeri. Ceritanya selalu melibatkan kematian dan alam gaib. Dari sini bisa

didapat turunan genre seperti: Cannibal movie, J-Horror,K-Horror,

Psychological horror, dan Slasher movie

9. Film Thriller

Film Thriller selalu menegangkan dan tak luput mengandalkan logika.

Karena, sepanjang jalan cerita akan disuguhkan dengan peristiwa pembunuhan.

Hal ini memacu ketakutan tersendiri dalam diri.

Contoh film thriller, The Collector, Perfume; the story of murderer, Scream dan


(26)

11

10. Film Animasi

Contoh film animasi, Spongebob Squarepants, Avatar the legend of Aang,

Chalk Zone, Cinderella, Beauty and the Beast, dan sebagainya.

11. Film Ilmiah

Genre film ini biasa disebut dengan sci-fi. Ilmuwan akan selalu ada dalam

genre film ini karena apa yang sesuatu mereka hasilkan akan menjadi konflik

utama dalam alur. Contoh film ilmiah, Jurassic Park, Splice, dan sebagainya.

12. Film Biografi

Rujukan genre film ini harus akurat. Karena, film ini mengisahkan tentang

riwayat hidup seseorang. Contoh film biografi, Malcolm X.

Bermunculannya sekian banyak turunan dari satu jenis film disebabkan

oleh tidak sedikitnya jenis jenis film yang saling berpotongan satu sama lain dan

tidak bisa dikelompokkan ke dalam jenis khusus. Misalnya, untuk film komedi

yang mengandung unsur horor langsung dibuatkan genre horror comedy. Maka

setelah itu, sebuah genre pun otomatis terbentuk

(http://www.fibsite.com/materi/films/fiksi/genre-film.html. diakses sabtu, 1 November 2011,17.00 WIB).

1.5.4 Film Sebagai Refleksi Realitas Sosial

Meskipun pada awalnya film adalah hiburan bagi kelas bawah di

perkotaan, dengan cepat film mampu menembus batas-batas kelas dan

menjangkau kelas yang lebih luas. Kemampuan film menjangkau banyak segmen

sosial, kemudian film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya.


(27)

12

Sebagai media massa, film digunakan sebagai media yang merefleksikan

realitas, atau bahkan membentuk realitas. Cerita yang ditayangkan lewat film

dapat berbentuk fiksi atau non fiksi. Lewat film, informasi dapat dikonsumsi

dengan lebih mendalam karena film adalah media audio visual. Media ini banyak

digemari banyak orang karena dapat dijadikan sebagai hiburan dan penyalur hobi.

Film pun menjadi media yang sangat unik karena dengan karakter yang

audio-visual film mampu memberikan pengalaman dan perasaan yang spesial

kepada para penonton atau khalayak. Para penonton dapat merasakan ilusi yang

lebih ketika menyaksikan gambar-gambar bergerak, berwarna, dan bersuara.

Dengan karakter audio-visual ini juga film dapat menjadi media yang mampu

menembus batas-batas kultural dan sosial.

Kelebihan film adalah karakternya yang audio-visual menjadikan film

lebih kuat dalam menyampaikan pesan kepada khalayak yang multikultur dan

lintas kelas sosial. Bagi para pembuat film, film merupakan media yang sangat

representatif atas ide-ide kreatif mereka. Dan keakraban film terhadap khalayak

menjadikan ide- ide dan pesan para pembuat film lebih gampang diterima

khalayak.

Film juga memberikan efek pada orang yang menontonnya terutama

anak-anak, sehingga untuk jenis film- film tertentu seperti horor, kekerasan dan

pornografi akan memberikan pengaruh negatif bagi khalayak. Dari segi industri,

industrialisasi dan komersialisasi film telah menjadikannya sebagai media yang

dikomodifikasi. Sehingga saat ini banyak film- film yang hanya mengejar pangsa

pasar dan profit semata, kualitas pun tidak dipedulikan dsan ideologi yang


(28)

13

1.5.5 Definisi Kekerasan

Kekerasan (violence) adalah konsep yang bermakna luas yang mencakup

segala macam tindakan fisik dan segala macam ancaman. Yang dimaksud dengan

“kekerasan” di sini adalah yang biasa diterjemahkan dari violence. Violence

berkaitan erat dengan gabungan kata latin “vis” (daya, kekuatan) dan “latus” yang

berasal dari ferre (membawa) yang kemudian membawa kekuatan (Windhu,

1992:62)

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan diartikan sebagai perihal

(yang bersifat, berciri) keras dari perbuatan seseorang atau kelompok orang yang

menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik

atau barang orang lain. Pengertian kekerasan dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi : “ membuat orang pingsan atau tidak

berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan” (Soeroso, 2010:58).

Dalam peraturan pemerintah pengganti undang- undang Republik

Indonesia nomor 1 tahun 2002 bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 4 disebutkan

bahwa kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan

atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya

bagi badan, nyawa, dan kemerdekaan orang termasuk menjadikan pingsan atau

tidak berdaya.

Sedangkan pengertian tidak berdaya adalah tidak mempunyai kekuatan

atau tenaga sama sekali, sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun.

Sementara di ayat 5 berbunyi bahwa ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan


(29)

14

mengenai suatu keadaan yang cenderung dapat menimbulkan rasa takut terhadap

orang atau masyarakat secara luas.

Kekerasan dalam pasal-pasal KUHP seringkali kekerasan dikaitkan

dengan ancaman sehingga dapat dikategorikan menjadi dua yaitu kekerasan fisik

dan kekerasan non fisik atau psikologi. Kekerasan fisik yaitu kekerasan yang

dilakukan seperti memukul, menendang, menonjok, menampar dan lain- lain.

Sedangkan kekerasan psikologi atau non fisik yaitu kekerasan yang dilakukan

dengan cara mengancam, menteror, memaki, dan mengintimidasi.

Menurut Galtung, kekerasan personal (langsung) terjadi akibat

penggunaan kekuasaan sumber. Sedangkan kekerasan struktural berdasarkan

kekuasaan struktural. Dalam pengertian sempit, kekerasan dimaknai serangan atau

penyalahgunaan fisik terhadap seseorang atau binatang; atau serangan,

penghancuran, perusakan, yang sangat keras, kasar, kejam, dan ganas atas milik

atau sesuatu yang secara potensial dapat menjadi milik seseorang.

Johan Galtung juga menegaskan bahwa kekerasan tidak hanya berdimensi

fisik, tapi juga psiklogis. Maksudnya kekerasan bukan hanya perampokan,

penganiayaan, dan pembunuhan, ataupun segala bentuk yang menyakiti tubuh

manusia, melainkan juga kebohongan, indoktrinasi, ancaman, tekanan, dan


(30)

15 Gambar 1.5 Tipologi Kekerasan

TIPOLOGI KEKERASAN

Sumber : Dimodifikasi dari I. Marsana Windhu.

Kekuasaan & Kekerasan Menurut Johan Galtung

Yogyakarta : Kanisius, 1992, hlm. 72

Berikutnya Galtung menjelaskan tentang kekerasan personal dan struk tural

dalam gambar 1.5 tipologi kekerasan menurut Galtung. Kekerasan fisik maupun

psikologis dapat berdimensi personal maupun stuktural. Kekerasan berdimensi

personal (langsung) jika ada subjek/pelakunya (manusia konkret). Sebaliknya bila

tidak ada pelakunya disebut struktural tanpa bisa dikenali lagi pelaku manusia

konkretnya (Windhu, 1992:72-79). Dan galtung me mbedakan dimensi penting

dari kekerasan yaitu disengaja dan tidak disengaja, manifest dan laten, ada objek

atau tidak objek.

Kekerasan fisik ataupun non fisik adalah sebuah tindakan yang tidak

dibenarkan menurut hukum ataupun ajaran agama manapun. Kekerasan timbul

atau terjadi karena adanya dorongan untuk melampiaskan kekesalan/emosi karena

adanya suatu masalah yang terjadi. Namun, pelaku kekerasan terkadang tidak

sadar bahwa tindakannya seperti membunuh, menculik, merampok, mengancam, KEKERASAN

Fisik- Simbolik Disengaja – Tidak disengaja

Manifes – Laten

Dengan objek – Tanpa objek Personal

(langsung)

Ada subjek

Sturuktural

(tidak langsung)


(31)

16

memperkosa dan lain sebagainya akan menimbulkan masalah yang

berkepanjangan bagi pelaku itu sendiri ataupun bagi korban. Luka fisik masih bisa

disembuhkan dengan obat namun luka psikis tentunya akan sulit disembuhkan.

1.5.6 Kekerasan Terhadap Perempuan

Di semua lini kehidupan, masyarakat memandang perempuan sebagai

seorang yang lemah dan tidak berdaya. Perempuan menghadapi bentuk kekerasan

seperti pemerkosaan, pembunuhan bayi perempuan, pemukulan istri dan lain- lain.

Ketika hak-hak perempuan untuk memperoleh kesetaraan peran dalam keluarga

maupun dalam masyarakat tidak dijamin maka terjadi tindak kekerasan terhadap

perempuan oleh laki- laki. Kekerasan yang sering kali terjadi pada perempuan

karena laki- laki memiliki kuasa penuh terhadap perempuan sehingga mereka

dapat melakukan apapun yang diinginkan terhadap istrinya.

Kekerasan seperti itu dan berlanjutnya rasa tidak aman yang ditimbulkan

pada perempuan sebagai akibatnya mereka terikat pada rumah, secara ekonomi di

eksploitasi, dan secara sosial ditindas. Berbagai macam dan bentuk kekerasan

gender, diantaranya adalah (Fakih, 1996 : 17-20) :

1. Bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk didalamnya

perkawinan. Perkosaan terjadi jika seseorang memaksa untuk

mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaaan yang bersangkutan.

2. Pemukulan atau serangan non fisik yang terjadi dalam rumah tangga.

Termasuk penyiksaan pada anak-anak.

3. Bentuk penyiksaan yang mengarah pada organ alat kelamin, misalnya


(32)

17

4. Prostitusi. Kekerasan dalam bentuk pelacuran. Pelacuran merupakan

bentuk kekerasan terhadap perempuan yang diselenggarakan oleh

mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan.

5. Kekerasan dalam bentuk pornografi. Pornografi merupakan kekerasan non

fisik, yakni pelecehan terhadap perempuan dimana tubuh perempuan

dijadikan objek demi keuntungan seseorang.

6. Kekerasan dalam bentuk sterilisasi dalam keluarga berencana. Perempuan

dipaksa untuk sterilisasi yang sering kali membahayakan baik fisik

maupun jiwa mereka.

7. Jenis kekerasan terselubung, yakni memegang atau menyentuh bagian

tubuh perempuan dengan berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan.

8. Tindak kejahatan terhadap perempuan paling umum dilakukan masyarakat

yakni yang dikenal dengan pelecehan seks. Banyak orang membela bahwa

pelecehan seksual sangat relatif karena sering tindakan tersebut merupakan

usaha untuk bersahabat, tetapi sesungguhnya pelecehan seksual bukanlah

hal yang bersahabat karena merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi

perempuan.

Kaum wanita telah mengalami kekerasan dan penindasan yang dilakukan

oleh suatu jaringan kekuasaan dalam berbabagi bentuk, misalnya berupa

diskriminasi kerja, diskriminasi upah, pelecehan seksual, ketergantungan pada

suami, pembatasan peran sosial sebagai wanita, istri, dan ibu rumah tangga, dan

sebagainya.

Contoh keyakinan mayarakat yang dikemukakan oleh Nadia (1998) dalam


(33)

18

posisinya dibawah laki- laki, melayani dan bukan kepala rumah tangga,

menjadikan perempuan sebagai properti (barang) milik laki- laki yang berhak

untuk diperlakukan semena- mena, termasuk dengan cara kekerasan. Perempuan

selalu berada pada pihak yang ditindas. Perempuan selalu menjadi objek

kekerasan kaum lelaki. Perempuan hanya berfungsi dalam 3M, yakni memasak,

menghias diri, dan melahirkan anak. Perempuan selalu dipandang sebagai

manusia yang lemah.

Perempuan tidak mempunyai hak untuk membuat pilihan. Banyak

ketidakadilan satu jenis kelamin tertentu,umumnya perempuan. Misalnya,

perempuan diasumsikan bahwa perempuan bersolek untuk menarik perhatian

laki-laki, maka setiap ada kasus pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan asumsi ini.

Bahkan pemerkosaan yang dialami oleh kaum perempuan kecenderungan

masyarakat menyalahkan korbannya.

Dari uraian diatas dapatlah diketahui bahwa bahwa tindak kekerasan dapat

berupa fisik dan non fisik, namun ironisnya terdapat sebagian kaum perempuan

yang berpendapat bahwa tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang

diterima adalah akibat dari kesalahannya sendiri, sehingga menganggap wajarlah

kalau sampai perempuan menerima tindak kekerasan dari laki- laki.

1.6 DEFINISI KONSEPTUAL

Definisi konseptual adalah batasan tentang pengertian yang diberikan

peneliti terhadap variable-variabel (konsep) yang hendak diukur, diteliti dan digali


(34)

19

1.6.1 Film

Menurut undang- undang No.8 tahun 1992, film adalah karya cipta seni

dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang

dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita

video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam

segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau

proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau

ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan/atau lainnya.

1.6.2 Kekerasan Terhadap Perempuan

Pengertian kekerasan adalah serangan atau penya lahgunaan fisik terhadap

seseorang atau binatang; atau serangan, penghancuran, perusakan yang sangat

keras, kasar, kejam dan ganas atas milik atau sesuatu yang secara potensial dapat

menjadi milik seseorang (Windhu, 1992:63).

1.6.3 Analisis Isi

Menurut Berelson dan Kerlinger, analisis isi merupakan suatu metode

untuk mempelajari dan menganilis komunikasi secara sistematik, objektif, dan

kuantitatif terhadap pesan yang tampak (Bungin, 2009:230).

1.7 STRUKTUR KATEGORISASI

Batasan dalam penelitian ini adalah sebuah tayangan film yang difokuskan

pada scene yang berhubungan langsung dengan tindakan kekerasan baik itu yang

dilakukan secara personal maupun stuktural, kemudian berdasar dua aspek ini

yang akan dijadikan kategorisasi pada penelitian ini. Adapun yang menjadi

kategori bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam film Perempuan Berkalung


(35)

20 1. Kekerasan fisik

Setiap scene yang mengandung kekerasan bersifat nyata, dapat dilihat dan

dirasakan tubuh, baik pada saat kekerasan itu terjadi atau setelahnya.

Akibat dari kekerasan fisik bisa berupa cacat seumur hidup, bekas luka

bahkan sampai kematian. Indikator dari kekerasan fisik adalah :

a. Indikator memukul adalah tindakan menyakiti seseorang secara fisik dengan alat ataupun tanpa alat bantu

b. Indikator memperkosa adalah tindakan menyetubuhi secara paksa

c. Indikator menarik bagian tubuh dengan keras

2. Kekerasan verbal

Menurut galtung, kekerasan verbal termasuk dalam kekerasan simbolik

yaitu kekerasan yang dilakukan mela lui bahasa (wacana).

a. Indikator umpatan adalah kata-kata kasar yang bermakna mencerca,

memcaci maki, memburuk-bu-burukkan orang lain.

b. Indikator ancaman adalah ucapan atau perbuatan yang ditujukan

kepada orang lain yang bersifat mengancam, sesuatu yang

diancamkan, perbuatan mengancam (baik ancaman fisik maupun

ekonomis)

c. Indikator membentak adalah memarahi dengan suara keras

3. Kekerasan dengan objek benda mati

Setiap scene yang mengandung kekerasan yang ditujukan kepada pemilik

barang untuk menghina dan menceraikan hub ungan kepemilikan.


(36)

21

b. Indikator pengerusakan barang adalah proses, cara dan perbuatan

merusak barang milik orang lain seperti membakar barang orang lain.

1.8 METODE PENELITIAN

Metode ya ng akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis

isi. Menurut Wazer dan Wiener (1978) analisis isi adalah suatu prosedur

sistematika yang disusun untuk menguji isi informasi yang terekam

(Bulaeng:171). Definisi Klinger (1986) dalam Roger D. Wimmer dan Joseph R.

Dominick (2003:141) analisis isi merupakan metode penelitian dari analis

komunikasi yang dilakukan dengan tujuan mengukur berapa variabel yang ada

dan dilakukan secara sistematik dan objektif.

Metode ini digunakan untuk memperoleh suatu hasil atau pemahaman

terhadap berbagai isi pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa

secara objektif dan sistematis. Dalam hal ini, peneliti ingin mengatahui jumlah

frekuensi bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam film Perempuan

Berkalung Sorban.

1.8.1 Tipe penelitian

Tipe pene litian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan

perangkat statistik. Statistik deskriptif adalah metode yang menggambarkan gejala

atau fenomena dari suatu variable yang diteliti tanpa berupaya menjelaskan

hubungan-hubungan yang ada (Kriyantono, 2009 :167). Perangkat statistik yang

digunakan sebagai analisis, untuk mempermudah peneliti membuat kesimpulan

secara ringkas dan objektif, karena itu di dalam analisis isi kuantitatif

mempermudah peneliti dalam mempresentasikan konsep-konsep pesan secara


(37)

22

1.8.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah film “ Perempuan Berkalung Sorban”

yang diproduksi oleh Kharisma Starvision Plus difokuskan pada scene yang akan

dibuktikan mengandung unsur kekerasan terhadap perempuan dalam film. Adapun

yang menjadi kategori bentuk kekerasan dalam film ini adalah semua hal- hal yang

menyangkut tindak kekerasan terhadap perempuan yang bisa berupa kekerasan

fisik, kekerasan verbal dan kekerasan dengan objek benda mati.

1.8.3 Unit Analisis dan Satuan Ukur

Dalam analisis film ini, unit analisis adalah setiap scene yang dijelaskan

melalui akting dan dialog tokoh atau karakter dalam film yang menunjukkan

adanya tindak kekerasan terhadap perempuan dalam film perempuan Berkalung

Sorban yang telah dimasukkan kedalam struktur kategori yang telah ditetapkan

oleh peneliti.

Akting dalam penelitian ini adalah semua tindakan atau perilaku yang

dilakukan oleh pemeran utama maupun pemeran pendukung lain yang

mengindikasikan adanya bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Sedangkan dialog dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang

diucapkan oleh pemeran utama maupun pemeran pendukung lain yang

mengindikasikan adanya bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Satuan ukur dalam penelitian ini adalah frekuensi kemunculan scene yang

mengandung bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam setiap scene

dalam film Perempuan Berkalung Sorban yang berdurasai 126 menit dan dihitung


(38)

23

1.8.4 Jenis dan sumber data penelitian

A. Data Primer

Data yang didapat langsung dari obyek penelitian, diperoleh dengan

mengumpulkan data-data kekerasan terhadap perempuan dalam film

PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN yang menjadi unit analisis.

B. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan data-data lain seperti yang

diperoleh dari kepustakaan (buku-buku, majalah, internet) untuk kelengkapan data

yang mampu mendukung penelitian ini.

1.8.5 Teknik pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara peneliti ini adalah analisa distribusi

frekuensi yang merupakan teknik analisa data untuk mengetahui frekuensi

kemunculan masing- masing katego ri. Teknik pelaksanaanya, data berupa bentuk

kekerasan terhadap perempuan pada film ini dimasukkan kedalam kategori yang

telah ditetapkan. Untuk mempermudah pengkategorisasia n, nantinya akan dibuat

lembar koding seperti contoh berikut :

Tabel 1.1

Contoh Lembar Koding

Scene

Indikator kekerasan

Kekerasan Fisik Kekerasan Verbal Kekerasan

dengan Objek

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2


(39)

24

1.8.6 Teknik analisis data

Teknik analisis data pada penelitian ini adalah analisa distribusi frekuensi

yang merupakan teknik analisa data untuk mengetahui frekuensi kemunculan

masing- masing kategori. Teknis pelaksanaanya, data berupa bentuk kekerasan

terhadap perempuan pada film ini dimasukkan kedalam kategori yang telah

ditetapkan. lalu dianalisis menggunakan alat distribusi frekuensi untuk

mengetahui frekuensi kemunculan dari setiap kategori tema penelitian.

Tabel 1.2

Contoh Ta bel Distribusi Frekuensi Unit Analisis Akting

Kategori Frekuensi Proporsi Proporsi2 Kekerasan Fisik

Kekerasan Verbal

Kekerasan dengan Objek

Tabel 1.3

Contoh Tabel Distribusi Frekuensi Unit Analisis Dialog

Kategori Frekuensi Proporsi Proporsi2 Kekerasan Fisik

Kekerasan Verbal

Kekerasan dengan Objek

B1 : Indikator umpatan

B2 : Indikator ancaman

B3 : Indikator membentak

C1 : Indikator perampasan barang

C2 : Indikator perusakan barang Keterangan

A : Unit Analis Akting

D : Unit Analisis Dialog

A1 : Indikator memukul

A2 : Indikator memperkosa


(40)

25

Dari tabel distributif frekuensi tersebut dilakukan analisa deskriptif.

Peneliti melakukan perhitungan prosentase dari populasi angka indeks untuk

memberikan penjelasan deskriptif mengenai bentuk kekerasan terhadap

perempuan yang terdapat dalam film Perempuan Berkalung Sorban.

1.8.7 Uji reabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana seluruh

alat pengukur (kategorisasi) dapat dipercaya atau diandalkan apabila dipakai lebih

dari satu kali pengukuran. Uji reabilitas dilakukan dengan cara melakukan

dokumentasi dahulu kedalam lembar koding sesuai dengan kategori yang telah

ditentukan. Kemudian, peneliti menggunakan koder untuk membantu uji reabilitas

terhadap kategorisasi dengan cara yang sama yang dilakukan oleh peneliti. Dari

hasil reabilitas ini akan diketahui beberapa yang disetujui yang di dapat oleh

peneliti dan koder. Adapun tingkat kesepakatan antar peneliti dan koder dapat

dihitung dengan formula reabilitas yang dibuat Hostly (1969) dalam Roger D.

Wimmer dan Joseph R. Dominick (2003: 157), yaitu :

2M C.R=

N1+N2 Keterangan

R = Reabilitas

M = jumlah koding yang disetujui peneliti dan pengkoding

N1= jumlah koding dari peneliti


(41)

26

Kemudian kesepakatan dan hasil peneliti dan para koder diuji lagi

menggunakan rumus Pi Indeks Scott sebagai berikut

(% Observed Agreement- % Expected Agreement) Pi=

( 1-% Expected Agreement)

Keterangan :

Pi = nilai keterandalan

Observed Agreement = persentase yang ditemukan dari pernyataan yang disetujui

antar pengkode (nilai CR)

Expected Agreement = presentase yang diharapkan

Dari formula yang dikemukakan Hotsly tersebut, tingkat reabilitas yang

sering digunakan adalah 0,75. Jika tingkat reabilitas tidak mencapai 0,75 maka


(1)

21

b. Indikator pengerusakan barang adalah proses, cara dan perbuatan merusak barang milik orang lain seperti membakar barang orang lain. 1.8 METODE PENELITIAN

Metode ya ng akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi. Menurut Wazer dan Wiener (1978) analisis isi adalah suatu prosedur sistematika yang disusun untuk menguji isi informasi yang terekam (Bulaeng:171). Definisi Klinger (1986) dalam Roger D. Wimmer dan Joseph R. Dominick (2003:141) analisis isi merupakan metode penelitian dari analis komunikasi yang dilakukan dengan tujuan mengukur berapa variabel yang ada dan dilakukan secara sistematik dan objektif.

Metode ini digunakan untuk memperoleh suatu hasil atau pemahaman terhadap berbagai isi pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa secara objektif dan sistematis. Dalam hal ini, peneliti ingin mengatahui jumlah frekuensi bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam film Perempuan Berkalung Sorban.

1.8.1 Tipe penelitian

Tipe pene litian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan perangkat statistik. Statistik deskriptif adalah metode yang menggambarkan gejala atau fenomena dari suatu variable yang diteliti tanpa berupaya menjelaskan hubungan-hubungan yang ada (Kriyantono, 2009 :167). Perangkat statistik yang digunakan sebagai analisis, untuk mempermudah peneliti membuat kesimpulan secara ringkas dan objektif, karena itu di dalam analisis isi kuantitatif mempermudah peneliti dalam mempresentasikan konsep-konsep pesan secara akurat.


(2)

22 1.8.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah film “ Perempuan Berkalung Sorban” yang diproduksi oleh Kharisma Starvision Plus difokuskan pada scene yang akan dibuktikan mengandung unsur kekerasan terhadap perempuan dalam film. Adapun yang menjadi kategori bentuk kekerasan dalam film ini adalah semua hal- hal yang menyangkut tindak kekerasan terhadap perempuan yang bisa berupa kekerasan fisik, kekerasan verbal dan kekerasan dengan objek benda mati.

1.8.3 Unit Analisis dan Satuan Ukur

Dalam analisis film ini, unit analisis adalah setiap scene yang dijelaskan melalui akting dan dialog tokoh atau karakter dalam film yang menunjukkan adanya tindak kekerasan terhadap perempuan dalam film perempuan Berkalung Sorban yang telah dimasukkan kedalam struktur kategori yang telah ditetapkan oleh peneliti.

Akting dalam penelitian ini adalah semua tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh pemeran utama maupun pemeran pendukung lain yang mengindikasikan adanya bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Sedangkan dialog dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang diucapkan oleh pemeran utama maupun pemeran pendukung lain yang mengindikasikan adanya bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Satuan ukur dalam penelitian ini adalah frekuensi kemunculan scene yang mengandung bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam setiap scene

dalam film Perempuan Berkalung Sorban yang berdurasai 126 menit dan dihitung perdetik.


(3)

23 1.8.4 Jenis dan sumber data penelitian A. Data Primer

Data yang didapat langsung dari obyek penelitian, diperoleh dengan mengumpulkan data-data kekerasan terhadap perempuan dalam film PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN yang menjadi unit analisis.

B. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan data-data lain seperti yang diperoleh dari kepustakaan (buku-buku, majalah, internet) untuk kelengkapan data yang mampu mendukung penelitian ini.

1.8.5 Teknik pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara peneliti ini adalah analisa distribusi frekuensi yang merupakan teknik analisa data untuk mengetahui frekuensi kemunculan masing- masing katego ri. Teknik pelaksanaanya, data berupa bentuk kekerasan terhadap perempuan pada film ini dimasukkan kedalam kategori yang telah ditetapkan. Untuk mempermudah pengkategorisasia n, nantinya akan dibuat lembar koding seperti contoh berikut :

Tabel 1.1

Contoh Lembar Koding

Scene

Indikator kekerasan

Kekerasan Fisik Kekerasan Verbal Kekerasan

dengan Objek

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2


(4)

24 1.8.6 Teknik analisis data

Teknik analisis data pada penelitian ini adalah analisa distribusi frekuensi yang merupakan teknik analisa data untuk mengetahui frekuensi kemunculan masing- masing kategori. Teknis pelaksanaanya, data berupa bentuk kekerasan terhadap perempuan pada film ini dimasukkan kedalam kategori yang telah ditetapkan. lalu dianalisis menggunakan alat distribusi frekuensi untuk mengetahui frekuensi kemunculan dari setiap kategori tema penelitian.

Tabel 1.2

Contoh Ta bel Distribusi Frekuensi Unit Analisis Akting

Kategori Frekuensi Proporsi Proporsi2 Kekerasan Fisik

Kekerasan Verbal

Kekerasan dengan Objek

Tabel 1.3

Contoh Tabel Distribusi Frekuensi Unit Analisis Dialog

Kategori Frekuensi Proporsi Proporsi2 Kekerasan Fisik

Kekerasan Verbal

Kekerasan dengan Objek

B1 : Indikator umpatan B2 : Indikator ancaman B3 : Indikator membentak

C1 : Indikator perampasan barang C2 : Indikator perusakan barang Keterangan

A : Unit Analis Akting D : Unit Analisis Dialog A1 : Indikator memukul A2 : Indikator memperkosa


(5)

25

Dari tabel distributif frekuensi tersebut dilakukan analisa deskriptif. Peneliti melakukan perhitungan prosentase dari populasi angka indeks untuk memberikan penjelasan deskriptif mengenai bentuk kekerasan terhadap perempuan yang terdapat dalam film Perempuan Berkalung Sorban.

1.8.7 Uji reabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana seluruh alat pengukur (kategorisasi) dapat dipercaya atau diandalkan apabila dipakai lebih dari satu kali pengukuran. Uji reabilitas dilakukan dengan cara melakukan dokumentasi dahulu kedalam lembar koding sesuai dengan kategori yang telah ditentukan. Kemudian, peneliti menggunakan koder untuk membantu uji reabilitas terhadap kategorisasi dengan cara yang sama yang dilakukan oleh peneliti. Dari hasil reabilitas ini akan diketahui beberapa yang disetujui yang di dapat oleh peneliti dan koder. Adapun tingkat kesepakatan antar peneliti dan koder dapat dihitung dengan formula reabilitas yang dibuat Hostly (1969) dalam Roger D. Wimmer dan Joseph R. Dominick (2003: 157), yaitu :

2M C.R=

N1+N2 Keterangan

R = Reabilitas

M = jumlah koding yang disetujui peneliti dan pengkoding N1= jumlah koding dari peneliti


(6)

26

Kemudian kesepakatan dan hasil peneliti dan para koder diuji lagi menggunakan rumus Pi Indeks Scott sebagai berikut

(% Observed Agreement- % Expected Agreement) Pi=

( 1-% Expected Agreement) Keterangan :

Pi = nilai keterandalan

Observed Agreement = persentase yang ditemukan dari pernyataan yang disetujui antar pengkode (nilai CR)

Expected Agreement = presentase yang diharapkan

Dari formula yang dikemukakan Hotsly tersebut, tingkat reabilitas yang sering digunakan adalah 0,75. Jika tingkat reabilitas tidak mencapai 0,75 maka kategorisasi operasional perlu disepesifik lagi.