Kajian Penggunaan Lahan Di Pinggir Danau Sebagai Lahan Pengembangan Kota Studi Kasus Danau Laut Tawar Kota Takengon Aceh Tengah

KAJIAN PENGGUNAAN LAHAN DI PINGGIR DANAU
SEBAGAI LAHAN PENGEMBANGAN KOTA
STUDI KASUS DANAU LAUT TAWAR
KOTA TAKENGON
ACEH TENGAH

TESIS

Oleh
MAUIZA USWA
067020007/AR

E

K O L A

S

H

S


N

A

PA

C

ASARJA

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Mauiza Uswa : Kajian Penggunaan Lahan Di Pinggir Danau Sebagai Lahan Pengembangan Kota Studi Kasus
Danau Laut Tawar Kota Takengon Aceh Tengah, 2008
USU Repository © 2008

KAJIAN PENGGUNAAN LAHAN DI PINGGIR DANAU

SEBAGAI LAHAN PENGEMBANGAN KOTA
STUDI KASUS DANAU LAUT TAWAR
KOTA TAKENGON
ACEH TENGAH

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Megister Teknik
dalam Program Studi Teknik Arsitektur
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh
MAUIZA USWA
067020007/AR

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008


Judul Tesis

Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
Program Studi

: KAJIAN PENGGUNAAN LAHAN DI PINGGIR
DANAU SEBAGAI LAHAN PENGEMBANGAN
KOTA STUDI KASUS DANAU LAUT TAWAR
KOTA TAKENGON, ACEH TENGAH
: Mauiza Uswa
: 067020007
: Teknik Arsitektur/Manajemen Pembangunan Kota

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

(A/Prof. Julaihi Wahid, Dipl. Arch, B. Arch, M,Arch, PhD)
Ketua


(Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc)
Anggota

Ketua Program Studi,

Direktur,

(Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc)

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

Tanggal lulus: 6 Desember 2008

Telah diuji pada
Tanggal: 6 Desember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua

: A/Prof. Julaihi Wahid, Dipl. Arch, B. Arch, M,Arch, PhD


Anggota :

1. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc
2. Salmina W Ginting, ST, MT
3. Wahyuni Zahra, ST, M.Si
4. M. Dolok Lubis, ST, M.Sc

ABSTRAK

Perkembangan dan pertumbuhan fisik suatu kota menyangkut beberapa
faktor-faktor yaitu: Faktor Sosial, Faktor Ekonomi, Faktor Politik, Faktor
pertambahan penduduk dan perkembangan dari jumlah fasilitas dan utilitas, di mana
unsur tersebut merupakan faktor dasar perkembangan dan perubahan fisik yang
terjadi pada suatu kota.
Kawasan perkotaan Kota Takengon yang merupakan Ibukota Kabupaten
Aceh-Tengah berada tepat disisi Barat Danau Laut Tawar. Di mana Danau Laut
Tawar merupakan satu-satunya danau di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD). Sejalan dengan perkembangan kota dan pertumbuhan penduduk yang terus
bertambah setiap tahunnya mengakibatkan kebutuhan akan lahan untuk berusaha

semakin besar.
Pemanfaatan ruang dan tanah di sekitar kawasan Danau Laut Tawar dilakukan
dalam bentuk Permukiman Prasarana jalan, pembuangan saluran limbah rumah
tangga, perkebunan, tanah pertanian, rekreasi dan sebagainya. Sehingga sering terjadi
pemanfaatan danau dan konservasi danau yang tidak berimbang, di mana
pemanfaatan danau lebih mendominasi sumber daya alam danau dan kawasan aliran
sungai (watershed).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa bentuk perubahan pola
penggunaan lahan Daerah pinggiran Danau sebagai lahan perkembangan kota yang
dapat membawa terjadinya suksesi pada kawasan danau dan pertumbuhan penduduk
dan penyebarannya sebagai aktor dan pelaku perubahan penggunaan lahan untuk
permukiman, perdagangan, perkantoran, pedidikan dan fasilitas kota lainnya. Dengan
melihat perkembangan fisik kota dan pola penggunaan lahannya pada Rencana Tata
Ruang Kota Takengon dalam periode 10 tahun kebelakang, yaitu sejak tahun 1998
sampai dengan tahun 2007, sehingga dapat dilihat pola dan arah serta percepatan
Perkembangan Kota Takengon terutama pada Bagian Wilayah Kota Pusat Kota
Takengon (BWK Pusat Kota Takengon).

Kata Kunci: Pinggiran Danau, Pengembangan Kota, Danau Laut Tawar.


ABSTRACT

Physical growth and development of a city involves some factors such as:
social, economic, political and increase in population and development of facility
and utility in which the element is fundamental factor of the physical growth and
development occurred in a city.
The urban area of Takengon as the capital of Central Aceh Regency exactly
located in west of Lake Laut Tawar in which the lake is the only one found in
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). In compliance with the urban development and
growth of population that continuously increase yearly, the demand for land also
increases.
The use of space and land around the Lake Laut Tawar is carried out in
settlement, road infrastructure, discharge of domestic waste, agriculture,
agricultural land, recreation, etc. Thus, the use and conservation of the land is
often unbalanced, in which the use of the lake is more dominated by natural
resources of the lake and watershed.
The objective of the present study is to analyze the changed pattern in use
of the surrounding of the Lake as the land of urban development that can lead to
succession in the lake area and growth of population and the distribution as the
actors of the change in use of the land for settlement, trade, office, education and

other facilities. Considering the physical development of the city and the
pattern in use of the land in the Masterplan of Takengon within recently 10 years
since 1998 until 2007, it could be shown the pattern and direction and even
acceleration of the Takengon development especially in central area of the city
BWK down town of Takengon).

Keyword: Surrounding of the Lake, Urban Development and Lake Laut Tawar.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
anugerah dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Tesis ini
berjudul “Kajian Penggunaan Lahan Dipinggir Danau Sebagai Lahan Pengembangan
Kota Studi Kasus Danau Laut Tawar Kota Takengon Aceh Tengah”.
Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna
mencapai Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Arsitektur pada
Sekolah Pascasarjana Uneversitas Sumatera Utara (SPs USU) Medan.
Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada yang
terhormat: Bpk Prof. Julaihi Wahid, Dipl. Arch, B. Arch, M,Arch, PhD, selaku Ketua
Komisi Pembimbing, Ibu Ir. Nurlisa Ginting M.Sc selaku Anggota Komisi

Pembimbing, Ibu Salmina W Ginting, ST, MT, Ibu Wahyuni Zahra, ST, M.Si, Bpk
M. Dolok Lubis, ST, M.Sc Selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan
bimbingan, serta petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:
1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Nurlisa Ginting M.Sc, selaku Ketua Program Studi Teknik Arsitektur
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Ir. Dwira N Aulia, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi Teknik Arsitektur
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu para dosen Program Studi Teknik Arsitektur
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
6. Para karyawan dan karyawati pada Program Studi Teknik Arsitektur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
7. Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, khususnya Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah, serta Badan Kepegawaian Daerah, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat mengembangkan diri.

8. Rekan-rekan

Mahasiswa

Program

Studi

Teknik

Arsitektur

Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
9. Ayahanda H. Usman Wahid dan (Alm) Ibunda tercinta Mariana, Bapak dan
Ibu Mertua H. Firman Purba (Alm), dan Hj. Habsyah Boru Saragih serta istri
tercinta Inma Irawati, ST dan buah hati tersayang Athira Nabila Uswa dan
Apta Bhadrika Uswa, dan tidak lupa penulis ucapkan rasa terima kasih buat
kakak-kakak dan abang-abang serta sahabat-sahabat seperjuangan.

10. Pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu
dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan masukan dan saran

yang bersifat konstruktif dari semua pihak untuk kesempurnaan usulan penelitian ini.
Akhirnya dengan satu harapan, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak. Amin.

Medan, 25 Februari 2009
Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis, merupakan putra keenam dari enam bersaudara, yang berasal dari
keluarga pasangan Bapak H. Usman Wahid dan Ibu Mariana (Alm). Penulis
dilahirkan di Takengon, Aceh-Tengah pada tanggal 20 Agustus 1973.
Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD) diselesaikan pada tahun 1986
dan pendidikan Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP) diselesaikan pada tahun 1989,
dan pada tahun1992 penulis menyelesaikan SMU yang kesemua jenjang pendidikan
tersebut diselesaikan di Takengon Kabupaten Aceh Tengah.
Pendidikan sarjana (Strata-1) diselesaikan di Institut Teknologi Medan (ITM)
pada tahun 1998. Penulis menyelesaikan pendidikan Strata- 2 pada Magister Teknik
Arsitektur Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2008. Sekarang ini penulis
bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Pemerintah Kabupaten Aceh
Tengah.

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK.............................................................................................................. i
ABSTRACT............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR........................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP................................................................................................ vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xii

BAB I

PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................... 8
1.4. Manfaat Penelitian........................................................................ 8
1.5. Kerangka Pemikiran..................................................................... 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 11
2.1. Pengertian Kota............................................................................ 11
2.2. Pertumbuhan Kota....................................................................... 15
2.2.1. Faktor-faktor Perkembangan Kota................................ 21
2.2.2. Mekanisme Perkembangan Kota................................... 23
2.3. Penduduk dan Penggunaan Lahan Perkotaan.............................. 27
2.4. Tata Guna Lahan.......................................................................... 29
2.5. Perubahan Struktur Ruang Kota.................................................. 30
2.6. Penggunaan Lahan di Pinggiran Danau....................................... 33

BAB III

METODE PENELITIAN.................................................................. 38
3.1. Lokasi Penelitian......................................................................... 38
3.2. Jenis dan Sumber Data................................................................. 39
3.3. Materi Penelitian.......................................................................... 40
3.4. Rancangan Penelitian................................................................... 41
3.5. Parameter, Variabel dan Indikator Penelitian.............................. 42

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 44
4.1. Deskripsi Kota Takengon............................................................ 44
4.1.1. Sejarah Perkembangan Kota Takengon......................... 44
4.1.2. Letak dan Kondisi Geografis Kota Takengon............... 45
4.1.3. Struktur Ruang Kota Takengon..................................... 46
4.2. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian............................................. 51
4.2.1. Karakteristik Wilayah Penelitian (BWK Pusat Kota
Takengon)...................................................................... 54
4.2.2. Penggunaan Lahan........................................................ 56
4.2.3. Jumlah dan Pertumbahan Penduduk............................. 58
4.2.4. Kepadatan Penduduk..................................................... 59
4.3. Peranan dan Fungsi BWK Pusat Kota Takengon........................ 63
4.4. Kebijakan Pemerintah dalam Penggunaan Ruang....................... 65
4.5. Analisa Perubahan Penggunaan Lahan........................................ 66
4.5.1. Pola Penggunaan Lahan Kota....................................... 73
4.5.2. Struktur Keruangan Kota............................................... 74
4.5.3. Pertumbuhan Fisik dan Perkembangan
Kota Takengon.............................................................. 75
4.5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Percepatan
Perkembangan Kota...................................................... 78
4.5.5. Pola Percepatan Perkembangan Fisik Kekotaan........... 81
4.5.6. Penempatan Pusat Pelayanan......................................... 83

4.5.7. Pengaruh Kegiatan Perkotaan terhadap Danau Laut
Tawar............................................................................. 83
4.5.8. Kondisi Lingkungan Sekitar Danau Laut Tawar.......... 85
4.6. Konsep Penggunaan Lahan pada BWK Pusat Kota Takengon... 87
BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI......................................... 92
5.1. Kesimpulan.................................................................................. 92
5.2. Rekomendasi................................................................................ 95

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 96

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Halaman

3-1

Parameter, Variabel dan Indikator Penelitian................................................42

4-1

Luas Wilayah Kota Takengon Tahun 2006…….…………………………..46

4-2

Luas Wilayah Penelitian……………………………………………............52

4-3

Pembagian Sub BWK Pusat Kota Takengon……………………….......…..54

4-4

Penggunaan Lahan di BWK Pusat Kota Takengon…………………......….58

4-5

Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk BWK Pusat Kota Takengon................59

4-6

Jumlah Kepadatan Penduduk Kota Takengon...............................................60

4-7

Jumlah Kepadatan Penduduk di BWK Pusat Kota Takengon.......................61

4-8

Luas Lahan dan Kepadatan Penduduk...........................................................62

4-9

Persentase Perubahan Penggunaan Lahan.....................................................70

4-10 Konsepsi Kegiatan Perkotaan terhadap Penggunaan Lahan ........................88

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Halaman

1-1

Peta Kabupaten Aceh Tengah......................................................................2

1-2

Peta Kota Takengon yang Bersinggungan Langsung dengan Danau .........4

1-3

Visual Kondisi Lingkungan Pinggiran Danau Laut Tawar..........................6

1-4

Visual Penggunaan Lahan Pinggiran Danau Sebagai Permukiman.............6

1-5

Kerangka Berfikir.......................................................................................10

2-1

Kota dalam Stadium Pembentukan Inti Kota.............................................16

2-2

Kota dalam Stadium Formatip....................................................................17

2-3

Kota dalam Stadium Modern......................................................................19

2-4

Mekanisme Perkembangan Kota............................................................. ..23

2-5

Perkembangan Kota Secara Horizontal......................................................25

2-6

Perkembangan Vertikal..............................................................................26

2-7

Perkembangan Interstisial...........................................................................26

3-1

Peta Kecamatan-kecamatan di Kota Takengon..........................................38

3-2

Peta Lokasi Penelitian (BWK Kota Takengon)..........................................39

4-1

Stadia Perkembangan Kota Takengon........................................................45

4-2

Pembagian BWK Kota Takengon...............................................................47

4-3

Hirarki Pusat-pusat Pelayanan Kota Takengon..........................................49

4-4

Peta Batasan Wilayah Penelitian................................................................52

4-5

Peta Wilayah Penelitian.............................................................................53

4-6

Peta Penggunaan Lahan BWK Pusat Kota Takengon Tahun 1998...........67

4-7

Peta Penggunaan Lahan BWK Pusat Kota Takengon Tahun 2002...........68

4-8

Peta Penggunaan Lahan BWK Pusat Kota Takengon Tahun 2007...........69

4-9

Peta Jaringan Transportasi yang Mempengaruhi Perkembangan Kota.....78

4-10

Peta Intensitas Kota terhadap Danau Laut Tawar ....................................85

4-11

Peta Kondisi Lingkungan Daerah Pinggiran Danau..................................87

4-12

Peta Konsep Makro....................................................................................90

4-13

Peta Konsep Mikro....................................................................................91

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Perkembangan dan pertumbuhan fisik suatu kota menyangkut beberapa faktor

yang mempengaruhinya yaitu, Pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi,
kondisi keamanan dan politik, yang membawa pengaruh terhadap berkembangnya
jumlah fasilitas dan utilitas, di mana unsur tersebut merupakan faktor dasar
perkembangan dan perubahan fisik yang terjadi pada suatu kota.
Kota Takengon yang merupakan Ibukota Kabupaten Aceh-Tengah berada
tepat disisi Barat Danau Laut Tawar (Gambar 1-1). Di mana Danau Laut Tawar
merupakan satu-satunya danau di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Danau Laut Tawar merupakan kawasan hulu dari Daerah Aliran Sungai
Peusangan yang mengalir ke Selat Malaka, dengan jalur lintasan melewati Kabupaten
Aceh-Tengah, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Aceh
Utara. Keberadaan Danau Laut Tawar dan kawasan sekitarnya memiliki arti penting
bagi masyarakat Kabupaten Aceh Tengah umumnya dan masyarakat yang berada
dalam kawasan tersebut khususnya. Selain sebagai sumber air bersih, kawasan Danau
Laut Tawar juga menjadi tempat masyarakat mencari penghidupan seperti, bertani
dan berkebun serta mencari ikan yang merupakan mata pencaharian penduduk yang
tinggal dalam kawasan tersebut.

Selain fungsi di atas, Danau Laut Tawar juga berfungsi sebagai obyek wisata
utama di Kabupaten Aceh Tengah dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Potensi
utama Danau Laut Tawar adalah keindahan dan keunikan alamnya.
Kedatangan pengunjung adalah dalam rangka untuk menikmati potensi utama
tersebut. Namun akibat penanganannya yang belum optimal membuat potensi wisata
Danau Laut Tawar belum banyak mendatangkan sumber pemasukan bagi Pemerintah
dan masyarakat Kabupaten Aceh Tengah.
Sejalan dengan perkembangan kota dan pertumbuhan penduduk yang terus
bertambah setiap tahunnya mengakibatkan kebutuhan akan lahan untuk berusaha
semakin besar, hal ini menyebabkan bertambahnya permukiman di pinggiran danau.
Letak posisi kawasan perkotaan Takengon yang bersinggungan langsung dengan
Danau Laut Tawar (Gambar 1-2) mengakibatkan setiap pembangunan yang dilakukan
di kawasan perkotaan Kota Takengon secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi perubahan fisik Danau Laut Tawar. Pembangunan fisik di Kawasan
Perkotaan Takengon telah mengalami perubahan yang cukup drastis pada tahun-tahun
terakhir, hal ini ditandai dengan banyaknya perubahan fungsi lahan menjadi
perumahan dan perdagangan, terutama pada pusat kota dan bagian timur kota yang
besinggungan langsung dengan Danau Laut Tawar.

Pemanfaatan lahan dan ruang di sekitar kawasan Danau Laut Tawar dilakukan
dalam bentuk permukiman prasarana jalan, pembuangan saluran limbah rumah
tangga, perkebunan, tanah pertanian, rekreasi dan sebagainya. Sehingga sering terjadi
pemanfaatan danau dan konservasi danau yang tidak berimbang, di mana
pemanfaatan danau lebih mendominasi sumber daya alam danau dan kawasan aliran
sungai (watershed).
Dari sudut ekologi, danau merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur air,
kehidupan akuatik, dan daratan yang dipengaruhi tinggi rendahnya muka air, selain
itu, kehadiran danau juga akan mempengaruhi iklim mikro dan keseimbangan
ekosistem di wilayah sekitarnya (Kumurur VA, 2001). Di sisi barat Danau Laut
Tawar yang bersinggungan langsung dengan kawasan perkotaan Kota Takengon telah
tampak terjadi perubahan fisik lahan dan dikhawatirkan akan menyebabkan masalahmasalah pada Danau Laut Tawar yang mengakibatkan penurunan fungsi-fungsi
ekosistem pada Danau Laut Tawar (Gambar 1-3 dan 1-4).
Menurut Haeruman dalam Coutrier (1988) disebutkan bahwa salah satu
pendekatan yang dapat berperan besar dalam penggunaan sumber alam adalah tata
ruang.

Sumber: Hasil Survei 2008
Gambar 1-3. Visual Kondisi Lingkungan Pinggiran Danau Laut Tawar

Sumber: Hasil Survei 2008
Gambar 1-4. Visual Penggunaan Lahan Pinggiran Danau Sebagai Permukiman

Salah satu aspek penentu kualitas tata ruang adalah terwujudnya pemanfaatan
lahan yang serasi antara fungsi lingkungan dengan kawasan pembangunan, dengan
ditetapkannya kawasan lindung dan kawasan budidaya (Sugandhy dalam Kumurur
VA, 2001). Dalam kriteria pemanfaatan ruang, terdapat kriteria kawasan sekitar
danau dan waduk sebagai salah satu kawasan yang harus dilindungi melalui Peraturan
Daerah dengan tujuan untuk melindungi danau dan waduk dari kegiatan-kegiatan
yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau dan waduk (Karsima, dkk, dalam
Kumurur VA, 2001).

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan, yaitu:
1. Bagaimanakah arahan tata guna lahan dan pola pemanfaatan lahan di pinggiran
Danau Laut Tawar dalam rangka pengembangan kota.
2. Pertumbuhan penduduk dan meningkatnya aktivitas kota merupakan faktor
mendasar perubahan penggunaan lahan untuk permukiman dan fasilitas kota.
Dengan melihat pada perkembangan fisik Kota Takengon dan pola
penggunaan lahan selama 10 tahun kebelakang yaitu sejak tahun 1998 sampai 2007,
dengan mengacu pada RDTRK Kota Takengon.

1.3.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa bentuk perubahan pola

penggunaan lahan Kota Takengon yang bersinggungan langsung dengan daerah
pinggiran danau sebagai lahan perkembangan kota, dan pertumbuhan penduduk dan
penyebarannya sebagai pelaku perubahan penggunaan lahan untuk permukiman,
perdagangan, perkantoran, pendidikan dan fasilitas kota lainnya, dengan melihat
perkembangan fisik kota dan pola penggunaan lahannya pada Rencana Tata Ruang
Kota Takengon dalam periode 10 tahun kebelakang, yaitu sejak tahun 1998 sampai
dengan tahun 2007.

1.4.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat menjadi masukan bagi Pemerintah,

masyarakat dan perencana kota di dalam menentukan pola penggunaan lahan
di daerah pinggiran Danau. Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ialah:
1. Mengetahui lokasi dan arah pertumbuhan wilayah kota.
2. Mengetahui adanya perubahan penggunaan lahan dan fungsi ruang dari konsep
rencana yang telah ditetapkan.
3. Sebagai acuan lebih lanjut bagi penelitian sejenis.

1.5.

Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini kerangka berfikir diawali dengan aspek pengembangan

pembangunan kota yang dipengaruhi oleh sektor pertumbuhan dan perkembangan
penduduk, serta tuntutan akan adanya fasilitas kota, hal tersebut membawa dampak
terhadap meningkatnya aktivitas kota, dengan dilanjutkan kebutuhan akan lahan
dalam pengembangan kota terutama untuk pemukiman, perdagangan dan fasilitas
kota lainnya. Pada pendahuluan sudah dijelaskan bahwa fungsi danau dalam tatanan
ekosistim sangat berguna bagi manusia dan mahluk hidup lainnya sehingga harus
dipertahankan eksistensinya dan letak danau laut tawar yang bersinggungan langsung
dengan Kota Takengon, mengakibatkan setiap pembangunan yang dilakukan
di kawasan perkotaan Kota Takengon secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi perubahan fisik Danau Laut Tawar. Maka untuk selanjutnya dalam
pengembangan Kota Takengon, dan untuk memenuhi kepentingan manusia,
lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan bermukim
manusia. Ruang dan tanah di sekitar kawasan ini dirombak untuk menampung
berbagai bentuk kegiatan manusia seperti permukiman, prasarana jalan, saluran
limbah rumah tangga, tanah pertanian, rekreasi dan sebagainya. Untuk mengetahui
perkembangan fisik dan pola penggunaan lahan pada daerah pinggiran Danau Laut
Tawar, diperlukan suatu data tentang perubahan fisik kota dan pola penggunaan lahan
selama kurun waktu beberapa tahun kebelakang, maka digunakanlah metode periode
waktu (Time Series), dengan rentang waktu yang digunakan tahun 1998 sampai
dengan tahun 2007 (Gambar 1-5).

Perkembangan
pembangunan Kota

Pertumbuhan penduduk

Aktivitas pembangunan
Kota meningkat

Kebutuhan akan fasilitas
Kota

Kebutuhan akan lahan
meningkat

Daerah Pinggiran Danau
dirubah dengan pola hidup
manusia

Analisa pemanfaatan
lahan thn 1998-2007

Kajian Penggunaan
Lahan Pinggiran Danau
Sebagai Lahan
Pengembangan Kota

Rencana Tata Ruang Kota

Melihat adanya perubahan
penggunaan lahan pada Kota
Takengon

REKOMENDASI

Gambar 1-5. Kerangka Berpikir

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Kota
Dari segi geografis, kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan

kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan strata
sosial - ekonomi yang heterogen dan memiliki corak yang materialistis, atau dapat
pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan
non - alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan
corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan
daerah belakangnya (Bintaro, 1984).
Keadaan geografis suatu kota bukan hanya merupakan pertimbangan yang
esensial pada awal penentuan suatu lokasi, tetapi mempengaruhi fungsi dan bentuk
fisiknya. Jika para pendiri kota memiliki maksud untuk mengembangkan kota sebagai
kegiatan niaga kelautan di dalam permukimannya, yaitu sebagai tempat pertukaran
barang antara daerah dengan lautan, maka kota mestinya berlokasi ditepi pantai atau
sepanjang sungai yang memiliki akses kelaut dengan menggunakan kapal. Jika suatu
kota dimaksud untuk menampung para pekerja perusahaan galian di pegunungan,
maka kota mestinya dibangun cukup dekat dengan daerah penambangan untuk
menghemat waktu dan biaya menglaju. Sebuah kota diharapkan menjadi pusat
perbelanjaan dan pelayanan komersil untuk pertanian, mestinya kota ditempatkan

pada lokasi yang dekat dengan daerah atau pusat tersedianya sumber air bersih, pada
persimpangan jalan atau tempat yang dapat menyebarkan jalur pergerakan dari dan
keempat penjuru yang merupakan daerah pertanian (Branch, 1995).
Zahnd (1999) menggambarkan bahwa salah satu watak dalam kehidupan
perkotaan ialah kenyataan bahwa bentuk sebuah kota tidak akan pernah selesai. Suatu
perancangan kota yang berfokus pada suatu bentuk perancangan yang “terakhir”
sudah dapat dianggap gagal karena sebuah bentuk kota akan terus menerus berlanjut,
dan bentuk sebuah kota tidak akan pernah sempurna. Suatu perancangan kota yang
terfokus pada bentuk kota yang komplit akan mengalami kegagalan karena bentuk
suatu kota akan terus menerus dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari berubahnya
fungsi-fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman dan perdagangan
yang diawali dari bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya sektor
ekonomi, kota bukanlah sesuatu yang bersifat statis karena memiliki hubungan yang
erat dengan kehidupan pelakunya yang dilaksanakan dalam dimensi waktu. Oleh
karena itu dinamika perkembangan merupakan ekspresi dari perkembangan
masyarakat di dalam kota tersebut. Pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana
seharusnya sebuah kota atau kawasan perkotaan dapat berkembang secara konkrit?
Dengan cara yang mana? Prinsip-prinsip manakah yang berlaku pada suatu tempat?
Kota juga merupakan pusat aglomerasi penduduk dengan berbagai kegiatan
baik ekonomi, politik, sosial dan budaya. Dan di kota pada umumnya terjadi
pengelompokan kegiatan di lokasi-lokasi tertentu, sehingga di kota terjadi berbagai
pusat kegiatan antara lain pusat perkantoran, perdagangan, perumahan, pendidikan

dan pusat industri. Gejala yang kemudian timbul ialah terjadinya persaingan untuk
memperebutkan lokasi-lokasi di sekitar pusat kegiatan kota atau paling dekat dengan
pusat kegiatan. Gejala persaingan ini juga berlaku untuk daerah permukiman
penduduk, hingga yang menjadi permasalahan di perkotaan tidak hanya menyangkut
perbandingan perumahan antara jumlah rumah dengan jumlah penduduk yang terus
meningkat, tetapi juga menyangkut persaingan yang makin lama semakin intensif
dalam menempatkan lokasi yang dekat dengan pusat kota. Persaingan ini timbul
karena luas tanah yang sangat terbatas, dan manusia cenderung untuk memilih lokasi
yang terdekat dengan pusat kegiatan dan pusat fasilitas kota (Nasution dalam Gedy,
2001).
Colby dalam Yunus (1994) menjelaskan bahwa dalam suatu kota terdapat
kekuatan-kekuatan dinamis yang mempengaruhi pola penggunaan lahan kota.
Kekuatan-kekuatan tersebut dikelompokkan menjadi dua hal yaitu: Kekuatan
Sentripetal (Centripetal Forces) dan kekuatan Sentrifugal (Centrifugal Forces).
Kekuatan sentrifugal adalah kekuatan yang menyebabkan terjadinya pergerakan
peercepatan pertumbuhan kenampakan fisik kota kebagian terluar kota. Kekuatan
Sentripetal adalah kekuatan yang menyebabkan terjadinya pergerakan penduduk dan
fungsi-fungsi kota dari bagian luar kota menuju bagian dalam kota. Kekuatan tersebut
ada karena adanya faktor pendorong dan faktor penarik. Dalam kekuatan sentripental
kekuatan penariknya (full strength), hal ini disebabkan tingkat kemudahan yang
tinggi di kota misalnya, kemudahan aksesibilitas di pusat kegiatan kota, letak lahan
yang prestisius, serta banyaknya fasilitas kota dan pelayanan yang dapat diakses

di perkotaan. Dalam kekuatan sentrifugal kekuatan pendorong (push strength) sangat
rendah, hal ini disebabkan rendahnya tingkat kemudahan di daerah asal dibanding
dengan kota, terbatasnya fasilitas dan pelayanan yang dapat diakses oleh masyarakat,
serta rendahnya gengsi. Selanjutnya Yunus (1999) mengatakan bahwa percepatan
pertumbuhan kenampakan fisik kota tidak sama untuk bagian terluar kota, bentuk
morfologi kota sangat bervariasi, dari waktu kewaktu bentuk fisik kota selalu
mengalami perubahan sementara itu bentuk atau batas administrasi kota relatif tetap
untuk masa tertentu.
Jayadinata (1999) secara umum mengungkapkan pengertian kota sebagai
tempat yang mempunyai prasarana seperti, bangunan-bangunan tinggi dan besar,
banyaknya bangunan perkantoran, jalan-jalan yang lebar, pasar-pasar yang luas
beserta pertokoannya, adanya jaringan listrik dan jaringan pipa air minum dan
penduduknya sebagian besar bukan bernafkah sebagai petani, dan dalam pengertian
hukum di Indonesia terdapat 4 macam kota yaitu Kota sebagai Ibukota Negara, Kota
sebagai Ibukota Propinsi, Kota sebagai Ibukota Kabupaten dan Kotamadya, serta
Kota sebagai Kota Administratif.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang kota yang telah diuraikan, maka
dapat diambil suatu rumusan bahwa kota merupakan tempat terjadi aglomerasi
penduduk dan tempat yang mempunyai infrastruktur yang lengkap dengan berbagai
kegiatan yang terdapat di dalamnya, seperti, kegiatan ekonomi, politik, sosial dan
budaya, dan mata pencaharian penduduknya sebagian besar bukan petani.

2.2.

Pertumbuhan Kota
Yunus (2005) menjelaskan bahwa pertumbuhan suatu kota dapat dilihat dari

berbagai segi atau pandangan, pengamat perkotaan dapat mengenali pertumbuhan
suatu kota atas dasar keadaan fisiknya, keadaan sosial kulturnya atau keadaan tekniko
kulturnya.
Houston, J.M dalam Yunus (2005), berpendapat dasar kenampakan
pertumbuhan suatu kota didasarkan pada sesuatu asumsi bahwa pertumbuhan suatu
kota secara kronologis akan tercermin dalam perkembangan fisikalnya dalam tiga
stadium, yaitu:
1) Stadium Pembentukan Inti Kota (Nuklear Phase)
Stadium ini merupakan tahap pembentukan apa yang kemudian dikenal CBD
(Central Business Distrik). Pada masa ini baru dirintis pembangunan bangunanbangunan utama sebagai penggerak kegiatan yang ada pada pusat kota. Keadaan
ini tercermin pada kota-kota pada kawasan Eropa Barat pada masa pra abad 19.
pada masa itu daerah yang mula-mula terbentuk banyak ditandai dengan adanya
gedung-gedung yang berumur tua dengan bentuk-bentuk yang klasik serta
pengelompokan fungsi-fungsi penting dari kegiatan kota.
Pada taraf ini kenampakan Morfologikal kotanya akan berbentuk bulat/hampir
bulat/bujur sangkar/mendekati bujur sangkar.
Di samping itu perlu untuk diingat, berhubung pertumbuhan kota baru
memasuki tahap awal pembentukan kota, maka kenampakan kota yang terbentuk

hanya meliputi daerah yang sempit. Secara morfologikal, kenampakan
pertumbuhan kotanya adalah sebagai berikut:

Sumber: Yunus 2005

Gambar 2-1. Kota dalam Stadium Pembentukan Inti Kota
2) Stadium Formatif (Formative Phase)
Tahap ini mulai menunjukan ciri-ciri yang berbeda dengan tahap pertama pada
abad 19. Hal ini timbul sebagai dampak dari terjadinya revolusi industri yang
melanda di kawasan Eropa Barat.
Perkembangan industri pada saat itu mulai meluas dan perkembangan teknologi
juga merasuk ke sektor-sektor lain seperti transportasi, komunikasi, dan
perdagangan.
Makin majunya sektor industri, transportasi serta kegiatan perdagangan
mengakibatkan meluasnya dan makin kompleksnya keadaan pabrik-pabrik serta
keadaan perumahan-perumahan kota. Penambahan areal untuk kegiatan-kegiatan

tersebut beserta aspek-aspeknya paling banyak terjadi pada daerah-daerah yang
mempunyai derajad aksesibilitas yang tinggi. Dan sebagaimana diketahui daerahdaerah seperti itu berada pada sepanjang jalur transportasi dan komunikasi.
Dampak pertumbuhan fisikal yang terlihat ialah kota terbentuk seperti Bintang
atau Gurita (Star Shaped/Octopus Shaped Like). Untuk lebih jelasnya lihat
gambar berikut:

Sumber: Yunus, 2005

Gambar 2-2. Kota dalam Stadium Formatip
3) Stadium Modern (Modern Phase)
Stadium ini mulai terlihat pada abad ke 20, sejalan dengan makin majunya
teknik elektronika. Makin majunya peralatan yang digunakan di segala bidang
khususnya peralatan komunikasi dan transportasi mengakibat seseorang tidak lagi
berpandangan bahwa bertempat tinggal didekat daerah tempat bekerja merupakan
hal yang paling menguntungkan. Makin padatnya lalu lintas, makin padatnya

bangunan, serta semakin berkurangnya tumbuh-tumbuhan dalam kota, dan
semakin berkecamuknya polusi (udara, air, tanah dan kehidupan sosial)
mendorong orang golongan-golongan tertentu untuk mengalihkan perhatiannya
keluar kota baik secara perorangan maupun secara kelompok. Mereka bermaksud
untuk memiliki sesuatu yang dianggap hilang dalam suasana kehidupan kota,
yaitu lingkungan kehidupan yang bebas dari segala macam bentuk polusi. Hal
inilah yang kemudian diketahui sebagai latar belakang munculnya kota-kota
satelit (Sub-Urban). Kenampakan kota tidak lagi sederhana seperti kenampakan
kota pada tahap pertama dan tahap kedua, namun jauh lebih kompleks. Bahkan
mulai timbul gejala-gejala penggabungan dengan pusat-pusat kegiatan yang lain,
baik itu kota satelit maupun kota-kota lain yang berdekatan. Mulai saat itu usaha
identifikasi kenampakan kotanya mulai mengalami kesulitan. Hal ini terletak pada
penentuan batas-batas fisikal terluar dari kota yang bersangkutan, di mana
penyebaran

servis

fungsinya

telah

masuk

ke

daerah-daerah

pedesaan

di sekitarnya. Proses ini kemudian menunjukkan kegejala pembentukan kegiatankegiatan yang baru sebagai sub-urban centres (satelite residential atreas).
Sebagai contoh nyata dapat dikemukakan di sini ialah Kota Sydney,
di mana kota tersebut setiap hari menerima Commuters dari daerah-daerah satelit
di sekitarnya yang mempunyai jarak ± 60 mil. Contoh lain adalah Kota London
yang mempunyai kondisi kurang lebih sama dengan Kota Sydney, dalam hal
inter-relasinya dengan kota-kota satelit di sekitarnya, di mana setiap hari
menerima penglaju yang beribu-ribu jumlahnya. Kota satelit yang ada

di sekitarnya berjarak antara 20 mil, sampai 40 mil dari Kota London. Sampai
saat ini di sekitar Kota London terdapat 8 buah kota satelit.
Berikut gambaran konsepsional mengenai keadaan suatu kota yang
terdapat dalam Stadium Modern.

Sumber: Yunus, 2005

Gambar 2-3. Kota dalam Stadium Modern
Kota-kota besar di Indonesia pun saat ini mulai menunjukkan gejala seperti
tersebut di atas. Hal ini telah disadari oleh para ahli-ahli perkotaan, sehingga mulai
dirumuskan suatu upaya pengembangan wilayah kota yang meliputi kota-kota kecil
di sekitarnya. Mengenai hal ini, perlu dicatat adanya konsep JABODETABEK untuk
wilayah Kota Jakarta, Konsep BANDUNG RAYA untuk pengembangan wilayah
Kota Bandung dan konsep GERBANG KARTASUSILA untuk pengembangan
wilayah Kota Surabaya dan sekitarnya.
Pada hakekatnya faktor yang menyebabkan pertumbuhan perkotaan
di Indonesia pada umumnya sama sebagaimana berpengaruh pada perkembangan

kota di negara dunia ketiga lainnya, yaitu pertambahan penduduk baik secara alamiah
maupun migrasi dari desa ke kota, kedua hal ini telah berakibat kepada semakin
meningkatnya kebutuhan akan berbagai fasilitas dan sarana pelayanan kota.
Perkembangan kota secara fisik dapat dilihat pada perkembangan kawasan
yang telah dibangun dengan mengikuti Pola Pita, Pola Linier, Pola Radial, Pola
Konsentrik Radial, yang semua itu mengikuti pola jaringan transportasi yang
memegang peranan yang sangat penting. Perkembangan kota mempunyai arah yang
berbeda tergantung pada kondisi kota dan kondisi sekitarnya, daerah perbukitan,
lautan dan rintangan alam lainnya dapat menghentikan lajunya perkembangan kota,
daerah yang mempunyai potensi ekonomi baik akan merupakan daerah yang
mempunyai daya tarik kuat untuk berkembang.
Menurut Bintarto (1983), ada tiga jenis perkembangan arah kota, yaitu:
1. Tampak bahwa daya tarik dari luar kota adalah pada daerah di mana kegiatan
ekonomi banyak menonjol, yaitu sekitar pelabuhan impor ekspor dan sekitar
hiterland yang subur. Harga tanah di sekitar jalur ini akan lebih tinggi dari
pada harga tanah di sekitar pegunungan.
2. Kota yang mempunyai pusat-pusat industri dan kota dagang, mempunyai daya
tarik di sektor-sektor tersebut di samping itu daerah-daerah sekitar pusat
rekreasi tidak kalah menarik. Daerah sekitar pegunungan dan laut merupakan
daerah yang lemah untuk berkembang. Namun tidak berarti bahwa daerah ini
tidak mampu menarik penduduk untuk bermukim. Murahnya harga tanah,
mampu menarik penduduk untuk bermukim.

3. Pertumbuhan kota ke segala arah, akan semakin mempercepat perkembangan
kota menjadi kota besar atau kota metropolitan.
2.2.1. Faktor-faktor Perkembangan Kota
Perkembangan kota pada hakekatnya menyangkut berbagai aspek baik secara
fisik maupun non fisik. Perkembangan adalah merupakan suatu proses, terjadinya
perubahan keadaan dari suatu waktu ke waktu yang lain. Untuk dapat melihat
perkembangan kota dengan baik maka harus dilakukan perbandingan keadaan kota
dalam beberapa periode dengan waktu yang lebih lama. Jika dilihat secara fisik maka
dengan membandingkan keadaan kota dalam beberapa periode akan ditemui polapola perubahan guna lahan yang dapat mengindikasikan perkembangan suatu kota
(Yunus, 1991).
Menurut Bintaro (1983) bahwa pemekaran suatu kota tidak hanya dipengaruhi
oleh kondisi fisik saja, namun juga oleh adanya keuangan negara, modal dan jumlah
penduduk. Dan pemekaran kota pada umumnya digerakkan oleh pengaruh dari dalam
(internal) dan pengaruh dari luar (eksternal). Pengaruh dari dalam berupa rencanarencana pengaruhnya dari perencanaan kota, desakan warga kota dari luar berupa
berbagai daya tarik bagi daerah belakang kota. Apabila kedua pengaruh ini bekerja
bersama-sama maka pemekaran akan terjadi lebih cepat. Pandangan ini sejalan
dengan pendapat Colby dalam Yunus (1991) yang melihat perkembangan kota dari
sisi

penggunaan

mempengaruhi

tanah.

pola

Di

dalam kota

penggunaan

lahan

terdapat
kota.

kekuatan-kekuatan

Kekuatan-kekuatan

yang

tersebut

dikelompokkan menjadi dua hal, yaitu kekuatan sentripetal (centripetal forces) dan

kekuatan sentripugal (centrifungal forces). Pada kekuatan sentripetal, kekuatan
penarik misalnya tingkat kemudahan yang tinggi ke kota, kemudahan ke pusat
kegiatan, letaknya yang bergengsi, banyaknya fasilitas kota dan pelayanan kota dan
sebagainya. Pada kekuatan sentrifungal, kekuatan penarik misalnya adalah
lingkungan nyaman di luar kota, tersedianya lahan murah, rendahnya tingkat
kemacetan, bebas dari polusi dan sebagainya. Sedangkan kekuatan pendorong
misalnya mahalnya lahan di perkotaan, peraturan yang ketat, terbatasnya lahan,
tingginya polusi dan sebagainya.
Menurut Sutarjo (1989), Jika dilihat dari perkembangan kota, sebenarnya
terdapat beberapa faktor utama yang dapat menentukan perkembangan dan
pertumbuhan kota, yaitu:
a) Faktor manusia dan kegiatan manusia,
b) Faktor pola pergerakan antar kegiatan manusia.
Perkembangannya secara fisik dari kedua faktor tersebut termanifestasikan
pada perubahan akan tuntutan kebutuhan kerja. Faktor manusia menyangkut segi-segi
perkembangan tenaga kerja, perkembangan status sosial dan perkembangan
kemampuan teknologi, sedangkan faktor pola pergerakan adalah sebagai akibat dari
perkembangan yang disebabkan oleh faktor perkembangan penduduk, yang disertai
dengan perkembangan fungsi kegiatannya akan memacu pola perkembangan antara
pusat-pusat kegiatan tersebut.

2.2.2. Mekanisme Perkembangan Kota
Dalam perkembangannya kota tidak terjadi secara otomatis, artinya setiap
perkembangannya kota membutuhkan manusia yang bertindak. Keterlibatan manusia
tersebut dapat diamati di dalam dua skala atau perspektif yaitu dari atas serta dari
bawah. Skala dari atas memperhatikan aktivitas ekonomi, politik, (sistem keuangan,
kekuasaan dan lain-lain) yang bersifat agak abstrak, sedangkan skala bawah berfokus
secara konkrit pada perilaku manusia (cara kegiatan, pembuatannya dan lain-lain),
dan pada dasarnya perkembangan perkotaan perlu diperhatikan dari dua aspek, yaitu
perkembangan secara kuantitas dan perkembangan secara kualitas. Hubungan antara
kedua aspek tersebut sangat erat dan di dalam skala makro agak kompleks karena
masing-masing saling berpengaruh sehingga perkembangan suatu kota tidak boleh
dilihat terpisah dari lingkungan di mana kota tersebut berada (Zahnd, 1999).

Sumber: Zahnd, 1999.

Gambar 2-4. Mekanisme Perkembangan Kota

Sujarto (1989), menyatakan ada tiga faktor yang sangat menentukan pola
perkembangan dan pertumbuhan kota, yaitu:
a) Faktor manusia,
b) Faktor kegiatan manusia, serta
c) Faktor pergerakan antara pusat kegiatan manusia yang satu dengan kegiatan
manusia yang lainnya.
Kemudian ketiga faktor tersebut akan termanifestasi dalam kebutuhan ruang.
Tuntutan kebutuhan ini akan tercermin dari perkembangan pemanfaatan ruang
yang kemudian persyaratan fisik akan menentukan perkembangan dan pertumbuhan
kota selanjutnya.
Berkaitan dengan ketiga faktor di atas, perkembangan kota dalam
mekanismenya juga sangat ditentukan oleh faktor-faktor penentu yang terbagi atas
tiga bagian, yaitu:
a. Faktor penduduk yang menyangkut segi-segi perkembangan penduduk kota, segisegi perkembangan tenaga kerja, perkembangan status sosial serta perkembangan
pengetahuan dan teknologi.
b. Faktor ekonomi menyangkut segi-segi kegiatan kerja, segi-segi kegiatan
perekonomian kota dengan hubungan regional yang luas.
c. Faktor pola perkembangan antara pusat-pusat kegiatan yang merupakan
konsekuensi perkembangan dari dua faktor tersebut di atas.

Zahnd (1999) menerangkan secara teoritis dikenal tiga cara perkembangan
dasar dalam perkotaan dengan istilah teknis, yaitu:
1. Perkembangan Horizontal
Suatu cara perkembangan yang mengarah keluar. Artinya daerah bertambah
sedangkan ketinggian dan kuantitas lahan terbangun (coverage) tetap sama.
Perkembangan dengan cara ini sering terjadi pada daerah pinggiran kota, di mana
lahan masih lebih murah dan dekat dengan jalan raya yang mengarah ke kota
(pusat keramaian).

Sumber: Zahnd, 1999

Gambar 2-5. Perkembangan Horizontal
2. Perkembangan Vertikal
Suatu perkembangan yang mengarah keatas, Artinya daerah pembangunan dan
kuantitas lahan terbangun tetap sama. Sedangkan ketinggian bangunan-bangunan
bertambah. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi pada pusat kota dan
pusat-pusat potensi ekonomi di mana harga tanah mahal.

Sumber: Zahnd, 1999

Gambar 2-6. Perkembangan Vertikal
3. Perkembangan Interstisial
Suatu cara perkembangan yang dilangsungkan kedalam. Artinya daerah dan
ketinggian bangunan-bangunan rata-rata tetap sama sedangkan kuantitas lahan
terbangun (coverage) bertambah. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi
di pusat kota dan daerah pinggiran kota yang kawasannya sudah dibatasi dan
hanya dapat dipadatkan.

Sumber: Zahnd, 1999

Gambar 2-7. Perkembangan Interstisial

Dan kembali Zahnd (1999), mengatakan bahwa fenomena kota sejak ribuan
rahun yang lalu sudah dikenal walaupun di berbagai macam suku bangsa kehidupan
perkotaan mempunyai arti yang berbeda. Berdasarkan sejarah dapat diamati
bagaimana dinamika kota dipengaruhi oleh perkembangan masyarakatnya dan
demikian pula sebaliknya. Artinya, perkembangan masyarakat terungkap dalam
perkembangan kota. Dinamika ini terjadi secara alamiah karena masyarakat yang
hidup selalu mempunyai kecenderungan untuk mengekspresikan kehidupan melalui
perkembangannya.

2.3.

Penduduk dan Penggunaan Lahan perkotaan
Akibat terjadinya pertambahan penduduk maka terjadilah perubahan

penggunaan fungsi lahan yang dicirikan dengan penggunaan lahan atau ruang
di dalam kota secara intensifikasi, yaitu menggunakan ruang yang ada dengan
sedemikian rupa sehingga menjadi tepat guna dan lebih berdaya guna (efektif dan
efesien). Hal ini disebabkan oleh langkanya ruang kegiatan yang dapat disediakan
bagi perkembangan sektor-sektor kegiatan di dalam kota. Intensifikasi yang terus
menerus akan mengakibatkan persaingan antara penggunaan ruang kota yang
semakin tajam. Persaingan yang semakin tajam ini melahirkan apa yang disebut
dengan mekanisme pasar yang secara garis besar akan membawa perubahan pada
struktur kota (Chapin, 1979).

Berkenaan dengan pemanfaatan lahan kota, menurut Reksohadiprojo dan
Karseno (1994), pola pemanfaatan lahan di suatu kota dengan kota yang lain tidak
akan pernah sama karena pemanfaatan lahan kota banyak dipengaruhi:
a. Pemanfaatan lahan kota yang dipegaruhi oleh skala ekonomi dan aglomerasi.
Karena jarang menemui tipe kota dengan pusat kota yang kosong, melainkan
bagian tengah padat dan bagian luar yang kurang kepadatannya.
b. Pemanfaatan lahan kota yang dipengaruhi oleh letak yang strategis.
Kecenderungan untuk memilih lokasi yang dekat dengan pusat kegiatan seperti
tempat kerja, belanja, hiburan dan lain-lain, karena alasan biaya transportasi
seperti diketahui bahwa biaya transportasi tergantung pada jarak dan berbagai
kesenangan (amenities).
c. Pemilihan lokasi yang lingkungannya menyenangkan untuk melakukan kegiatan.
Kota tumbuh berkembang dengan diwarnai tingginya konsentrasi penduduk
dan kegiatan di pusat kota. Namun demikian keterbatasan lahan pusat kota yang tidak
seimbang dengan beban kota yang harus ditanggung, kemudian pusat kota kurang
mampu memberikan harapan bagi penghuninya untuk bertempat tinggal atau
berusaha. Dari uraian tersebut di atas timbul beberapa fenomena seperti beberapa
spekulasi tanah karena hasil yang diperoleh pada masa yang akan datang diharapkan
memberi hasil yang lebih baik dari keadaan sekarang. Kecenderungan untuk mencari
tempat yang dekat dengan lokasi kegiatannya maka kawasan ini berkembang dengan
menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh penghuni.

2.4.

Tata Guna Lahan
Menurut Jayadinata (1999), tata guna tanah/lahan perkotaan adalah suatu

istilah yang digunakan untuk menunjukkan pembagian ruang dalam perencanaan
kota, misalnya: kawasan tempat tinggal, kawasan tempat bekerja, dan kawasan
rekreasi.
Tata guna lahan juga merupakan penggunaan lahan dengan kebijakan umum
(publik policy) dan program tata ruang adalah cara untuk memperoleh manfaat total
dalam pemanfaatan ruang secara berkelanjutan dari kemampuan total lahan yang
tersedia (Notohadiprawiro, 1990) jadi dapat di artikan bahwa Tata Ruang adalah
sebuah sarana untuk menerapkan tata guna lahan secara konsep. Maka tata ruang
tunduk pada tata guna lahan, yang berarti tata ruang tidak dapat dijalankan tanpa tata
guna lahan. Tujuan tata guna lahan dalam menetapkan pelaksanaan tata ruang, yaitu:
1. Tidak mengarah kepada memaksimumkan hasil interaksi antara kegiatan dan
lahan dalam setiap pasangan budidaya (interprise) dengan tapak (site), akan tetapi
mengoptimumkan jumlah manfaat yang dapat diperoleh dengan sumbangan dari
semua pasangan budidaya-tapak.
2. Manfaat tidak diperuntukan bagi individu pengguna lahan semata-mata tanpa
mengindahkan kepentingan perorangan akan tetapi memberi manfaat pada setiap
pihak secara sebanding.
3. Menjamin kelanjutan fungsi lahan secara sumber daya.

4. Jika ada pergeseran fungsi lahan hanya boleh dilakukan di dalam batas-batas yang
masih dapat diterima berdasarkan program pengembangan lahan (Land
Development) berjangka panjang.

2.5.

Perubahan Struktur Ruang Kota
Struktur ruang kota dapat dilihat dari jenis-jenis mata pencaharian penduduk

atau warga kota. Sudah jelas bahwa mata pecaharian penduduk kota bidang Nonagraris

seperti

pekerjaan-pekerjaan

di

bidang

perdagangan,

kepegawaian,

pengangkutan dan bidang jasa serta lainnya. Dengan demikia