Keanekaragaman Plankton Di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah
KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI DANAU LUT TAWAR KECAMATAN LUT TAWAR KOTA TAKENGON
KABUPATEN ACEH TENGAH
SKRIPSI
HELEN ANJELINA SIMANJUNTAK 060805037
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(2)
KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI DANAU LUT TAWAR KECAMATAN LUT TAWAR KOTA TAKENGON
KABUPATEN ACEH TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
HELEN ANJELINA SIMANJUNTAK 060805037
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(3)
PERSETUJUAN
Judul : KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI
DANAU LUT TAWAR KECAMATAN LUT TAWAR KOTA TAKENGON KABUPATEN ACEH TENGAH
Kategori : SKRIPSI
Nama : HELEN ANJELINA SIMANJUNTAK
Nomor Induk Mahasiswa : 060805037
Program Studi : SARJANA (S-1) BIOLOGI
Departemen : BIOLOGI
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di
Medan, Desember 2010
Komisi Pembimbing :
Pembimbing II Pembimbing I
Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc NIP. 19721126 199802 2 002 NIP. 19581016 198703 1 003
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Biologi FMIPA USU Ketua
Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc NIP. 19640409 199403 1 003
(4)
PERNYATAAN
KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI DANAU LUT TAWAR KECAMATAN LUT TAWAR KOTA TAKENGON
KABUPATEN ACEH TENGAH
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Desember 2010
HELEN ANJELINA SIMANJUNTAK 060805037
(5)
PENGHARGAAN
Puji Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI DANAU LUT TAWAR KECAMATAN
LUT TAWAR KOTA TAKENGON KABUPATEN ACEH TENGAH”, yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ibu dosen yang tercinta: Prof.Dr.Ing.Ternala A.Barus,.M.Sc, Mayang Sari Yeanny, S.Si., M.Si, Dr. Suci Rahayu, M.Si dan Drs. Arlen Hanel John, M.Si yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan waktu serta perhatian dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Yurnaliza S.Si., M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik, dan kepada Bapak Prof.Dr.Dwi Suryanto, M.Sc, selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU, dan Ibu Dra. Nunuk Priyani M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, dan kepada Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sukirmanto (Alm) dan Ibu Nurshasni Muluk selaku laboran di Laboratorium dan Ibu Rosliana Ginting dan Bapak Ewin selaku Pegawai Administrasi Program Studi Biologi FMIPA USU.
Teristimewa penulis sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tuaku tersayang: Erwin Simanjuntak dan Mariana Siregar serta Sannur Simanjuntak yang telah memberikan doa, harapan, dukungan, materi sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Kepada Kakak-kakakku yang baik Sushita Handayani Simanjuntak, dan Vivi Herawati Simanjuntak, Abangku yang baik Eka Handoko Simanjuntak, Adik-adikku yang manis Jelly Dodi Saputra Simanjuntak, dan Else Ria Saputri Simanjuntak yang telah memberi doa dan semangat serta motivasi pada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Mak Cik dan Pak Cik serta Abang Edi yang telah berbaik hati memberi tumpangan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para sahabat dan senior sebagai tim lapangan: Kakak Erna, Abang Taripar Nababan, Farid 2007, Hariadi Sirait, Andri S.M. Pakpahan, Tridola Hutauruk, Septyani C. Pelawi, Farida Marice yang telah banyak membantu selama di lapangan, terima kasih juga kepada rekan-rekanku stambuk 2006: Desmina Hutabarat, Christine Silaban, Hilda Sinaga, Rudi Manulang, Dwi Augustina, Rahmiati, Ika Wahyuni, Utari Eka, Zulfa Suza, Grisa Triratlira, Afridawati, Afrida yanti, Dian Purnama Sari, Maslena Siregar, Srijayanthi, Zulfan Arico, Diah Novita, Khairul Umri, Kazbi Zaini, Lenni Maria, Nikmah Rida, Nikmah Eva, Tetty Delina, Jane Melita Keliat, Sulistiadi, Vitha Ritonga, Widya Lestari, dan seluruh stambuk 2006 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Alumni Biologi FMIPA USU Abang Misran S.Si dan Kakak Toberni Situmorang S.Si. Adik-adik stambuk 2007 Jayana Sitepu, Jupentus Silaban, Reymond Siburian dan seluruh stambuk
(6)
2008 dan stambuk 2009, serta stambuk 2010, Abang dan kakak mahasiswa Biologi USU dan seluruh Anggota PKBKB yang memberikan dukungan dan motivasi serta doa selama penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Desember 2010
(7)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian dengan judul Studi Keanekaragamn Plankton Di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Aceh Tengah. Penelitian ini dilakukan dengan metoda Purposive Random Sampling yaitu menentukan 3 stasiun penelitian yang berbeda berdasarkan aktivitas masyarakat. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan 4 ulangan dan 4 kedalaman yang berbeda pada masing-masing stasiun penelitian (0 meter, 3 meter, 6 meter, 9 meter). Hasil penelitian menunjukkan terdapat 18 kelas plankton yang terdiri dari 10 kelas fitoplankton yang tergolong dalam 37 famili dan 48 genus serta 8 kelas zooplankton yang tergolong dalam 16 famili dan 20 genus. Total kelimpahan plankton tertinggi berdasarkan stasiun penelitian terdapat pada stasiun 3 yaitu dengan nilai 21.061,220 ind/l dan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu dengan nilai 16.867,347 ind/l. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu dengan nilai 2,756 dan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu dengan nilai 2,271
sedangkan indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu dengan nilai 0,763
dan yang terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu dengan nilai 0,671.
(8)
DIVERSITY PLANKTON IN LUT TAWAR LAKE LUT TAWAR DISTRICT TAKENGON CITY
ACEH TENGAH SUB PROVINCE
Have been done research about Diversity Plankton in Lut Tawar Lake Lut Tawar District Takengon City Aceh Tengah Sub Province. This research is done with Purposive Random Sampling that determinating 3 research station of pursuant to difference of society activity in area. Samples were taken by 4 restating and 4 deepness at each station (0 metre, 3 metre, 6 metre, 9 metre). The result of research show that there were 18 class of plankton which included 10 class of fitoplankton which devided into 37 family and 48 genus and 8 class of zooplankton which devided into 16 family and 20 genus. Total highest abundance pursuant to station obtained at station 3 that is 21.061,220 ind/l while the lowest there is at station 2 that is 16.867,347 ind/l. The highest value of diversity index at station 1 that is 2,756 and the lowest at station 2 that is 2,271 and the highest value of equatibility index at station 1 that is 0,763 and the lowest at station 2 that is 0,671.
(9)
DAFTAR ISI
halaman
Penghargaan ………... i
Abstrak ……….. iii
Abstract ……….. iv
Daftar Isi ……….. v
Daftar Tabel ……….. vii
Daftar Lampiran ……….. viii
Bab. 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang………... 1
1.2. Permasalahan………... 3
1.3. Tujuan Penelitian………... 4
1.4. Hipotesis………... 4
1.5. Manfaat………... 4
Bab. 2 Bahan dan Metoda 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian………... 5
2.2. Deskripsi Area………... 5
2.3. Metode Penelitian….………... 7
2.4. Pengambilan Sampel………... 7
2.5. Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan………... 8
2.6. Identifikasi Plankton………... 11
2.7. Analisis Data………... 11
Bab. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1. Faktor Biotik Lingkungan………. 14
3.3. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Plankton Yang Diperoleh Pada Masing-masing Kedalaman Setiap Stasiun……….. 29
3.4. Faktor Abiotik Lingkungan……… 31
3.5. Analisis Korelasi Pearson Untuk Nilai Faktor Fisik Ki-mia dan Nilai Keanekaragaman dengan Metoda Komputerisasi SPSS Ver. 15………. 36
(10)
Bab. 4 Kesimpulan dan Saran
4.1. Kesimpulan………... 38 4.2. Saran………... 38
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
2.1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor
Fisik Kimia Perairan ... 10 3.1 Hasil Identifikasi Plankton Yang Diperoleh ... 14 3.2 Nilai Kelimpahan Plankton (Ind/L), Kelimpahan Relatif (%) dan
Frekuensi Kehadiran (%) yang didapatkan Pada Masing masing di Stasiun Penelitian ... 16 3.3 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)
Plankton yang diperoleh pada Masing-masing Kedalaman
Setiap Stasiun Pengamatan ... 30 3.4 Faktor Fisik dan Kimia Perairan ... 31 3.5 Nilai Korelasi Keanekaragaman Plankton dengan Faktor Fisik
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
A. Peta Lokasi Penelitian ...………... 42 B. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO …... 43 C. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 ….... 43
D. Bagan Kerja Analisis Nitrat (NO3) ………. 45
E. Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO43-) ..………. 46
F. Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) Pada Berbagai Besaran Temperatur Air ...………...
47 G. Data Mentah Plankton ………. 48 H. Beberapa Foto Plankton yang Diperoleh pada Penelitian ... 60 J. Hasil Analisis Korelasi Pearson ...………... 66 K. Hasil Analisis Nitrat dan Fosfat dari Pusat Penelitian USU 67
(13)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian dengan judul Studi Keanekaragamn Plankton Di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Aceh Tengah. Penelitian ini dilakukan dengan metoda Purposive Random Sampling yaitu menentukan 3 stasiun penelitian yang berbeda berdasarkan aktivitas masyarakat. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan 4 ulangan dan 4 kedalaman yang berbeda pada masing-masing stasiun penelitian (0 meter, 3 meter, 6 meter, 9 meter). Hasil penelitian menunjukkan terdapat 18 kelas plankton yang terdiri dari 10 kelas fitoplankton yang tergolong dalam 37 famili dan 48 genus serta 8 kelas zooplankton yang tergolong dalam 16 famili dan 20 genus. Total kelimpahan plankton tertinggi berdasarkan stasiun penelitian terdapat pada stasiun 3 yaitu dengan nilai 21.061,220 ind/l dan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu dengan nilai 16.867,347 ind/l. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu dengan nilai 2,756 dan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu dengan nilai 2,271
sedangkan indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu dengan nilai 0,763
dan yang terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu dengan nilai 0,671.
(14)
DIVERSITY PLANKTON IN LUT TAWAR LAKE LUT TAWAR DISTRICT TAKENGON CITY
ACEH TENGAH SUB PROVINCE
Have been done research about Diversity Plankton in Lut Tawar Lake Lut Tawar District Takengon City Aceh Tengah Sub Province. This research is done with Purposive Random Sampling that determinating 3 research station of pursuant to difference of society activity in area. Samples were taken by 4 restating and 4 deepness at each station (0 metre, 3 metre, 6 metre, 9 metre). The result of research show that there were 18 class of plankton which included 10 class of fitoplankton which devided into 37 family and 48 genus and 8 class of zooplankton which devided into 16 family and 20 genus. Total highest abundance pursuant to station obtained at station 3 that is 21.061,220 ind/l while the lowest there is at station 2 that is 16.867,347 ind/l. The highest value of diversity index at station 1 that is 2,756 and the lowest at station 2 that is 2,271 and the highest value of equatibility index at station 1 that is 0,763 and the lowest at station 2 that is 0,671.
(15)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Danau adalah perairan yang dalam dengan tepi yang curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja (Barus, 2004, hlm:100). Ekosistem danau merupakan ekosistem yang memiliki sumberdaya akuatik yang bermanfaat bagi manusia dan organisme akuatik, yang terdapat didalamnya (Dwijoseputro, 1999, hlm: 39).
Menurut Soeriaatmadja (1989, hlm: 660) asal mula sebuah danau dapat bermacam-macam. Ada yang terbentuk karena terjadi patahan dipermukaan bumi, yang kemudian diikuti oleh peristiwa klimat. Beberapa danau timbul akibat beberapa gejala vulkan, karena belokkan sungai yang terlalu dalam, karena depresi tanah kapur dan ada juga danau buatan.
Danau sering diklasifikasikan berdasarkan produksi bahan organik. Danau oligotropik merupakan danau yang dalam dan tidak banyak mengandung nutrien, dan fitoplankton pada zona limnetiknya tidak begitu produktif. Danau eutropik merupakan danau yang umumnya lebih dangkal dan kandungan nutrien pada airnya tinggi. Sebagai akibatnya fitoplankton menjadi sangat produktif dan air sering sekali keruh (Campbell, 2000, hlm: 279).
Danau Lut Tawar merupakan sebuah danau yang terletak di dataran tinggi Kecamatan Lut Tawar, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Propinsi Salah satu potensi Danau Laut Tawar ini merupakan objek wisata alam yang banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara, danau ini juga menjadi sumber
(16)
air yang dimanfaatkan tidak hanya oleh masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah, namun juga oleh masyarakat di Kabupaten-kabupaten lainnya (http://id.acehforum.or.id/danau-laut-tawar.2009).
Menurut Soemarwoto (1990, hlm: 84), aktivitas manusia di sekitar perairan erat kaitannya terhadap perubahan lingkungan baik perubahan fisik maupun kimia air. Kelayakan lingkungan untuk usaha budidaya dapat diestimasi melalui pengukuran kuantitatif dan kualitatif terhadap biota yang menghuni perairan tersebut. Satu diantaranya biota yang sering digunakan adalah plankton (Pirzan & Petrus, 2008, hlm: 217-221).
Definisi umum menyatakan bahwa yang dimaksud dengan plankton adalah suatu golongan jasad hidup akuatik berukuran mikroskopik, biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan/ mengikuti arus. Dibedakan menjadi dua golongan yakni tumbuhan/ fitolankton (plankton nabati) yang umumnya mempunyai klorofil dan golongan hewan/ zooplankton (plankton hewani) (Wibisono, 2005, hlm: 155). Fitoplankton dapat memproduksi bahan organik melalui proses fotosintesis, kehidupan diperairan dimulai dan terus berlanjut ketingkat kehidupan yang lebih tinggi dari tingkatan zooplankton sampai ikan-ikan besar dan tingkatan terakhir sampailah pada manusia yang memanfaatkan ikan sebagai makanannya (Wiadnyana, 2006, hlm: 10).
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi populasi plankton adalah ketersediaan nutrisi di suatu perairan. Unsur nutrisi berupa nitrogen dan fosfor yang terakumulasi di dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang dapat menurunkan kualitas perairan itu sendiri (Barus, 2004, hlm:31)
Penyebaran plankton di dalam air tidak sama pada kedalaman yang berbeda. Tidak samanya penyebaran plankton dalam badan air disebabkan adanya perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya, dan faktor-faktor abiotik lainnya di kedalaman air yang berbeda (Suin, 2002, hlm: 118).
(17)
Peran utama fitoplankton dalam ekosistem air tawar adalah sebagai produsen primer. Sebagai produsen, fitoplankton merupakan makanan bagi komponen ekosistem lainnya khususnya ikan. Posisi didasar piramida makanan mempertahankan kesehatan lingkungan air. Bila ada gangguan terhadap fitoplankton, maka seketika komunitas lainnya akan terpengaruh. Komposisi fitoplankton tergantung pada kualitas air, karena itu jenis alga tertentu dapat digunakan sebagai indikator eutrofikasi air (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995, hlm: 17).
Zooplankton memiliki sebaran dan skala ruang dan waktu, mulai dari beberapa meter sampai kedalaman dasar air. Sebaran dan keanekaragaman zooplankton merupakan salah satu indikator kualitas biologi suatu perairan, dimana hal ini akan tergantung pada ketersediaan makanan, keragaman lingkungan, adanya tekanan ikan pemangsa, suhu air, serta interaksi antara faktor biotik dan abiotik lingkungannya (Ziliukiene, 2003, hlm: 97).
Sejauh ini informasi mengenai keanekaragaman plankton di Danau Lut Tawar
belum diperoleh, oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai ”Keanekaragaman Plankton di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota
Takengon Kabupaten Aceh Tengah”
1.2Permasalahan
Danau Lut Tawar merupakan danau yang terluas di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan merupakan danau kebanggaan masyarakat Aceh. Danau Lut Tawar merupakan objek wisata alam yang banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara, dan juga sebagai sumber air minum yang dimanfaatkan masyarakat di beberapa kecamatan yang terdapat di Kabupaten Aceh Tengah. Aktivitas tersebut akan mempengaruhi kondisi lingkungan fisik kimia perairan danau ini yang nantinya dapat mempengaruhi keanekaragaman biota air terutama plankton, namun demikian sampai saat ini belum diketahui bagaimanakah Keanekaragaman Plankton di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah.
(18)
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
a. Untuk mengetahui keanekaragaman plankton di Danau Lut Tawar
b. Untuk mengetahui pengaruh faktor fisik kimia perairan terhadap keanekaragaman plankton di Danau Lut Tawar
1.4Hipotesis
a. Terdapat perbedaan nilai keanekaragaman plankton pada setiap stasiun penelitian di Danau Lut Tawar
b. Adanya pengaruh faktor fisik kimia perairan terhadap nilai keanekaragaman plankton di Danau Lut Tawar
1.5Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Memberikan informasi awal mengenai keanekaragaman plankton yang selanjutnya dapat digunakan sebagai data pemantauan dan pengolahan ekosistem Danau Lut Tawar oleh berbagai pihak yang membutuhkan data tentang kondisi lingkungan perairan Danau Lut Tawar
b. Memberikan informasi mengenai pengaruh faktor fisik kimia perairan terhadap keanekaragaman plankton di Danau Lut Tawar
(19)
BAB 2
BAHAN DAN METODA
2.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2010 di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah, dan Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
2.2 Deskripsi Area
Danau Lut Tawar merupakan sebuah danau yang terletak di dataran tinggi Kecamatan Lut Tawar, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Propinsi Salah satu potensi Danau Laut Tawar ini merupakan objek wisata alam yang banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara, danau ini juga menjadi sumber air yang dimanfaatkan tidak hanya oleh masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah, namun juga oleh masyarakat di Kabupaten-kabupaten lainnya.
2.2.1 Stasiun 1
Stasiun ini berada di Desa Toweran Tua yang secara geografis terletak pada titik 4036’01,8”LU dan 96054’16,3”BT. Lokasi ini merupakan daerah kontrol, dimana pada daerah ini tidak ditemukan adanya aktifitas masyarakat, seperti terlihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.
(20)
Gambar 2.1. Foto Areal/Stasiun Penelitian pada Lokasi 1
2.2.2 Stasiun 2
Stasiun ini berada di Desa Toweran Uken yang secara geografis terletak pada titik 4036’19,4”LU dan 96051’37,2”BT. Lokasi ini merupakan daerah dermaga dekat dengan pemukiman penduduk, dan keramba ikan, seperti terlihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.
(21)
2.2.3 Stasiun 3
Stasiun ini berada di Desa Bale yang secara geografis terletak pada titik 4037’04,6”LU dan 96051’37,2”BT. Lokasi ini merupakan daerah keluaran air danau
yakni sungai pesuangan, daerah pemukiman, dan daerah tempat lalu lintas perahu, seperti terlihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3. Foto Areal/Stasiun Penelitian pada Lokasi 3
2.3 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penentuan titik sampling dilakukan dengan metode
“Purposive Random Sampling”, yaitu pada 3 (tiga) stasiun penelitian. Pada
masing-masing stasiun dilakukan 4 (tiga) ulangan pada kedalaman yang berbeda, yaitu pada kedalaman 0 m (permukaa air danau), kedalaman 3 m, kedalaman 6 m (batas penetrasi cahaya) dan kedalaman 9 m (dibawah batas penetrasi cahaya).
2.4 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada permukaan (0 meter) dilakukan dengan mengambil sampel air menggunakan ember bervolume 5 liter, kemudian dituangkan kedalam plankton-net. Hal ini dilakukan sebanyak 5 kali sehingga volume air yang disaring ke
(22)
plankto-net berkisar 25 liter. Sampel air yang tertampung di dalam bucket pada plankton-net kemudian dituang kedalam botol film, selanjutnya ditetesi lugol sebanyak 3 tetes untuk pengawetan, dan diberi label.
Pengambilan sampel pada kedalaman 3 meter, 6 meter dan 9 meter dilakukan dengan memasukkan lamnot kedalam badan perairan pada masing-masing kedalaman, kemudian lamnot ditarik kembali dan sampel air yang tertampung di dalam lamnot dituang kedalam ember. Pengambilan air pada masing-masing kedalaman dilakukan sampai ember 5 liter penuh. Kemudian sampel air yang terdapat didalam ember disaring kedalam plankton-net. Hal ini dilakukan sebanyak 5 kali sehingga volume air yang disaring ke plankton-net sebanyak 25 liter dan sampel yang tertampung dalam bucket pada plankton-net dituang kedalam botol film, dan diberi lugol sebanyak 3 tetes untuk pengawetan dan diberi label.
Selanjutnya sampel plankton yang didapatkan di bawa ke Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Medan untuk diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan menurut Edmondson (1963), Bold & Wyne (1985), Pennak (1978) dan Streble Krauter (1988).
2.5 Pengukuran Parameter Fisik dan Kimia Perairan
Pengukuran parameter fisik dan kimia lingkungan ada yang dilakukan langsung di lapangan (in situ), seperti : temperatur air, penetrasi cahaya, intensitas cahaya, pH, DO awal, dan kejenuhan oksigen, dan ada yang dilakukan di laboratorium (ex situ), seperti : BOD5, Kadar Nitrat dan Posfat, sebagai berikut :
2.5.1 Temperatur (oC)
Pengukuran temperatur air dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa. Diambil satu ember sampel air kemudian dimasukkan termometer kedalamnya. Lalu dibaca skala dari termometer tersebut dan dicatat.
(23)
2.5.2 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan metode winkler dengan menggunakan reagen-reagen kimia yaitu MnSO4, KOHKI, H2SO4, Na2S2O3, dan
amilum. Sampel air diambil dengan menggunakan botol winkler, kemudian di tambah 1 ml MnSO4, dan 1 ml KOHKI lalu dikocok dan didiamkan sampai terbentuk endapan
coklat atau endapan putih. Setelah itu, ditambahkan 1 ml H2SO4, dikocok dan
didiamkan sampai terbentuk larutan coklat. Kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,00125
N sampai terbentuk larutan kuning pucat. Lalu ditambahkan amilum 3-5 tetes sampai terbentuk larutan biru. Setelah itu, dititrasi dengan Na2S2O3 0,00125 N sampai terbentuk
larutan bening. Dihitung volume Na2S2O3 0,00125 N yang digunakan (Lampiran B).
2.5.3 BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
Pengukuran BOD5 dilakukan dengan Metoda Winkler. Sampel air yang diambil
dari perairan dimasukkan ke dalam botol winkler. Kemudian, diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20 0C. Setelah 5 hari dihitung kadar BOD dengan cara yang sama seperti penghitungan kadar oksigen (DO). Kadar BOD5 dihitung dengan cara mengurangkan
DO awal dengan DO akhir, bagan kerja terlampir. Pengukuran BOD dilakukan di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan (Lampiran C).
2.5.4 Penetrasi Cahaya
Penetrasi Cahaya diukur dengan menggunakan keping sechii yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping sechii antara terlihat dengan tidak, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke dalam air.
2.5.5 Intensitas Cahaya
Intensitas Cahaya diukur dengan menggunakan luxmeter. Diletakkan sensor cahaya pada luxmeter di tempat yang dianggap memiliki cahaya matahari yang
(24)
maksimal, lalu di tunggu angka pada luxmeter sampai stabil. Lalu dibaca nilainya dan dicatat.
2.5.6 pH (Derajad Keasaman)
Pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan pH meter. Diambil satu ember sampel air kemudian dimasukkan pH meter kedalamnya. Lalu dibaca nilainya dan dicatat.
2.5.7 Kandungan Nitrat dan Fosfat
Pengukuran kandungan nitrat dan fosfat dilakukan dengan metode Spektrofotometer, bagan kerja terlampir (lampiran D dan E).
2.5.8 Kejenuhan Oksigen
Nilai kejenuhan oksigen (%) (Lampiran E) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
100% ) ( ) ( (%) 2 2 x t O u O Kejenuhan =
O2 (u) = nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)
O2 (t) = nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel)
Sesuai dengan besarnya suhu
Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia beserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan Dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan
No Parameter
Fisik-Kimia Satuan Alat
Tempat Pengukuran
1. Temperatur 0C Termometer In-situ 2. Oksigen Terlarut (DO) mg/l Metoda Winkler In-situ 3. BOD5 mg/l Metoda Winkler dan Inkubasi Ex-situ 4. Penetrasi Cahaya m Keping sechii In-situ 5. Intensitas Cahaya candela Luxmeter In-situ
6 pH pH meter In-situ
7. Kadar nitrat dan fosfat mg/l Spektrofotometer Ex-situ 8. Kejenuhan Oksigen % Metoda Winkler In-situ
(25)
2.6 Identifikasi
Masing-masing sampel air (plankton) yang dibawa dari lapangan diambil dengan menggunakan pipet tetes, dan dimasukkan ke dalam Sedgewick Rafter, selanjutnya diamati dan dihitung jumlah individu masing-masing jenis di bawah mikroskop. Plankton yang diperoleh diidentifikasi dengan memperhatikan bentuk morfologinya.
2.7 Analisis Data
Data plankton yang diperoleh dihitung nilai Kelimpahan populasi, Kelimpahan Relatif, Frekuensi Kehadiran, Indeks diversitas Shannon-Weinner, Indeks Ekuitabilitas (Krebs, 1985, hlm:522), (Suin, 2002, hlm: 175) dan analisa korelasi dengan persamaan sebagai berikut :
2.7.1 Kelimpahan Plankton (K)
Jumlah plankton yang ditemukan dihitung jumlah individu per liter dengan menggunakan alat Haemocytometer dan menggunakan rumus modifikasi menurut Isnansetyo & Kurniatuty (1995), yaitu:
W
L
x
v
V
x
p
P
x
L
T
N
=
Keterangan:
N = Jumlah plankton per liter (l)
T = Luas penampang permukaan Haemocytometer (mm2) L = Luas satu lapang pandang (mm2)
P = Jumlah plankter yang dicacah P = Jumlah lapang yang diamati
V = Volume konsentrasi plankton pada buck et (ml) v = Volume konsentrat di bawah gelas penutup (ml)
(26)
Karena sebagian besar dari unsur-unsur rumus ini telah diketahui pada Haemocytometer, yaitu T = 196 mm2 dan v = 0,0196 ml (19,6 mm3 ) dan luas penampang pada Haemocytometer sama dengan hasil kali antara luas satu lapang pandang (l) dengan jumlah lapang yang diamati. Sehingga rumusnya menjadi:
l ind W PV
N ./
0196 , 0 =
2.7.2 Kelimpahan Relatif (KR)
% 100 x K Total Spesies Suatu K KR=
2.7.3 Frekuensi Kehadiran (FK)
FK = x100%
Ulangan Total Jumlah Spesies suatu Ditempati yang Ulangan Jumlah
dimana nilai FK : 0 – 25% = sangat jarang 25 – 50% = jarang
50 – 75% = sering
> 75% = sangat sering
2.7.4 Indeks Diversitas Shannon – Wiener (H’)
H’ = −
∑
pi ln pidimana :
H’ = indeks diversitas Shannon – Wiener Pi = proporsi spesies ke – i
Ln = logaritma Nature
Pi =
∑
ni /N (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)
dimana nilai H’ : H’< 2,302 = Keanekaragaman rendah 2,302< H’<6,907 = Keanekaragaman sedang H’> 6,907 = Keanekragaman tinggi
(27)
2.7.5 Indeks Equitabilitas (E) (E) =
max ' H
H
dimana :
H’ = indeks diversitas Shannon – Wienner H max = keanekaragaman spesies maximum = ln S (dimana S banyaknya spesies)
2.7.6 Analisa Korelasi Pearson
Uji ini merupakan uji statistik untuk mengetahui korelasi antara faktor fisik kimia perairan dengan nilai keanekaragaman (Indeks Diversitas). Uji korelasi tersebut dilakukan dengan metode komputerisasi menggunakan SPSS Ver.15
Menurut Sugiyono (2005), tingkat hubungan Nilai Indeks Korelasi dinyatakan sebagai berikut:
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00-0,199 Sangat rendah
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,00 Sangat Kuat
(28)
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Faktor Biotik Lingkungan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Perairan Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah didapatkan 18 kelas plankton yang terdiri dari 53 Famili dan 68 genus, seperti terlihat pada Tabel 3.1. berikut:
Tabel 3.1 Hasil Identifikasi Plankton yang Diperoleh di Danau Lut Tawar
KELOMPOK/KELAS ORDO FAMILI GENUS
A.FITOPLANKTON
1. Bacillariophyceae 1. Bacillariales 1. Achnanthaceae 1. Achnanthes 2. Coscinodiscaceae 2. Coscinodiscus 3. Cymbellaceae 3. Cymbella 4. Epithemiaceae 4. Denticula 5. Epithemia 5. Eunotiaceae 6. Peronia 6. Fragilariaceae 7. Asterionella
8. Diatoma 9. Fragilaria 10. Meridion 11. Opephora 12. Synedra 7. Naviculaceae 13. Navicula
14. Pinnularia 8. Nitzschiaceae 15. Nitzschia 9. Pleurosigmataceae 16. Pleurosigma 10. Surirellaceae 17. Surirella 2. Thalassionematales 11. Thalassionemataceae 18. Thalassiothrix
2. Charophyceae 3. Rhizochrysidales 12. Phizochrysidaceae 19. Bitrichia
3. Chlorophyceae 4. Chlorococchales 13. Oocystaceae 20. Closteriopsis 21. Eremosphaera 14. Palmellaceae 22. Sphaerocystis 15. Scenedesmaceae 23. Scenedesmus 5. Gonyaulacales 16. Halosphaeraceae 24. Pyrocystis 6. Mischococcales 17. Chlorotheciaceae 25. Ophiochytium 7. Noctilucales 18. Protoccoiceae 26. Noctiluca 8. Nostocales 19. Cylindrocapsaceae 27. Aphanizomenon 9. Oedogonales 20. Oedogoniaceae 28. Oedogonium 10. Sphaeropleales 21. Sphaeropleaceae 29. Sphaeroplea
(29)
11. Tetrasporales 22. Tetrasporaceae 30. Chaetopeltis 12. Ulotrichales 23. Microsporaceae 31. Microspora
24. Ulotrichasceae 32. Ulothrix 13. Ulvales 25. Ulvaceae 33. Enteromorpha 14. Volvocales 26. Volvacaceae 34. Volvox 15. Zygnematales 27. Desmidiaceae 35. Closterium
36. Pleurotaenium 37. Staurastrum 28. Mesotaeniaceae 38. Gonatozygon
39. Mesotaenium 29. Zygnemataceae 40. Spirogyra
4. Chrysophyceae 16. Chrysomonadales 30.Ochromonadeceae 41. Dinobryon
5. Cyanophyceae 17. Chlorococchales 31. Merismopediaceae 42. Merismopedia 18. Oscillatoriales 32. Oscilatoriaceae 43. Phormidium
6. Dinophyceae 19. Desmomonadales 33. Peridianiceae 44. Peridinium
7. Euglenophyta 20. Eugnales 34. Euglenaceae 45. Euglena
8. Phycomycetes 21. Sparolegniales 35. Saprolegniaceae 46. Achlya
9. Rhodophyceae 22. Nemalionales 36. Lemaneaceae 47. Lemanea
10. Xanthopyceae 23. Tribonematales 37. Tribonemataceae 48. Tribonema
B.ZOOPLANKTON
11. Brachiopoda 24. Cladocera 38. Bosminidae 49. Bosmina 39. Daphnidae 50. Daphinia 40. Holopidae 51. Holopedium 41. Sididae 52. Diaphasoma
53. Sida
42. Macrothricidae 54. Acantholeberis
12. Ciliata 25. Frontonniina 43. Frontoniidae 55. Glaucoma
13. Demospongiae 26. Haplosclerida 44. Spongillidae 56. Ephydatia 57. Trochospongilla
14. Granuloreticulosa 27. Amoebaea 45. Cyphoderiidae 58. Capsellina
15. Harpaticoida 46. Canthocamptidae 59. Bryocamplus
16. Maxillopoda 28. Cyclopoida 47. Cyclopidae 60. Diacyclops 61. Eucyclops 62. Macrocyclops
17. Monogononta 29. Ploimida 48. Brachionidae 63. Keratella 49. Synchaetidae 64. Polyarthra 50. Trichocercidae 65. Trichocerca
18. Tubulinea 30. Arcellinida 51. Arcelinidae 66. Centropyxis 52. Difflugiidae 67. Difflugia 53. Heleoperidae 68. Heleopera
Dari Tabel 3.1 di atas terlihat bahwa plankton yang paling banyak diperoleh dari kelas Chlorophyceae, yang terdiri dari 12 ordo, 17 famili dan 21 genus, dan kelas Bacillariophyceae, yang terdiri dari 2 ordo, 11 famili dan 18 genus. Sedangkan dari kelas yang lain didapatkan lebih sedikit. Hal ini terjadi karena Danau Lut Tawar merupakan perairan yang sesuai untuk pertumbuhan kelas Chlorophyceae dan Bacillariophyceae dari pada kelas lainnya. Menurut Bayurini (2006, hlm: 22) kelas chlorophyceae sebagian besar hidup di air tawar, beberapa diantaranya hidup di air laut dan air payau. Jenis yang hidup di air tawar bersifat kosmopolit, terutama hidup di
(30)
tempat yang cahayanya cukup seperti: kolam, danau. Kelompok Bacillariophyceae atau lebih dikenal diatom merupakan kelompok terbesar dari alga.
Menurut Wetzel (1983, hlm: 12) jenis-jenis dari kelas Chlorophyceae dan Bacillariophyceae pada umumnya banyak ditemukan dan atau terakumulasi dilapisan termoklin dan jenis-jenis Bacillariophyceae banyak ditemukan didasar perairan yang masih ada sinar.
3.1.1 Kelimpahan Plankton, Kelimpahan Relatif dan Frekuensi Kehadiran pada masing-masing Stasiun Penelitian
Dari hasil perhitungan terhadap plankton, maka diperoleh nilai kelimpahan plankton (Ind/L), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) pada masing-masing stasiun penelitian terlihat pada Tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.2 Nilai Kelimpahan Plankton (Ind/L), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) yang didapatkan Pada Masing-masing di Stasiun Penelitian
GENUS
STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3
K KR FK K KR FK K KR FK
1. Achnanthes - - - 30,612 0,181 25 - - -
2. Coscinodiscus - - - 30,612 0,181 25 30,612 0,145 25
3. Cymbella 612,245 3,236 100 30,612 0,181 25 30,612 0,145 25
4. Denticula 30,612 0,162 25 61,224 0,363 25 61,224 0,291 25
5. Epithemia 61,224 0,324 50 - - - 30,612 0,145 25
6. Peronia 30,612 0,162 25 - - - - - -
7. Asterionella 30,612 0,162 25 - - - 30,612 0,145 25
8. Diatoma 581,633 3,074 100 122,449 0,726 50 122,449 0,581 50
9. Fragilaria 918,367 4,854 100 1.071,429 6,352 100 918,367 4,360 100
10. Meridion - - - - - - 30,612 0,145 25
11. Opephora 30,612 0,162 25 - - - - - -
12. Synedra 2.602,041 13,754 100 1.285,714 7,623 100 2.234,694 10,610 100
13. Navicula - - - - - - 61,224 0,291 25
14. Pinnularia 30,612 0,162 25 - - 183,673 0,872 25
15. Nitzschia 244,898 1,294 25 30,612 0,181 25 30,612 0,145 25
16. Pleurosigma 61,224 0,324 25 - - - 30,612 0,145 25
17. Surirella - - - - - - 30,612 0,145 25
(31)
19. Bitrichia 306,122 1,618 50 - - - - - -
20. Closteriopsis - - - - - - 30,612 0,145 25
21. Eremosphaera 61,224 0,324 25 - - - 61,224 0,291 25
22. Sphaerocystis - - - - - - 91,837 0,436 25
23. Scenedesmus 30,612 0,162 25 30,612 0,181 25 - - -
24. Pyrocystis - - - - - - 122,449 0,581 25
25. Ophiochytium - - - - - - 30,612 0,145 25
26. Noctiluca 61,224 0,324 25 30,612 0,181 25 61,224 0,291 25
27. Aphanizomenon - - - - - - 30,612 0,145 25
28. Oedogonium - - - - - - 61,224 0,291 25
29. Sphaeroplea 214,286 1,133 50 61,224 0,363 25 - - -
30. Chaetopeltis - - - 61,224 0,363 25 61,224 0,291 25
31. Microspora 30,612 0,162 25 - - - - - -
32. Ulothrix 704,082 3,722 100 61,224 0,363 25 61,224 0,291 25
33. Enteromorpha - - - - - - 30,612 0,145 25
34. Volvox 1.071,429 5,663 50 - - - 612,245 2,907 25
35. Closterium - - - - - - 30,612 0,145 25
36. Pleurotaenium 30,612 0,162 25 - - - - - -
37. Staurastrum 153,061 0,809 50 - - - - - -
38. Gonatozygon 1.928,571 10,194 100 1.132,653 6,715 100 2.357,143 11,192 100
39. Mesotaenium - - - 30,612 0,181 25 30,612 0,145 25
40. Spirogyra - - - 30,612 0,181 25 - - -
41. Dinobryon - - - - - - 61,224 0,291 25
42. Merismopedia 183,673 0,971 75 306,122 1,815 100 306,122 1,453 100
43. Phormidium - - - - - - 30,612 0,145 25
44. Peridinium 4.010,204 21,197 100 3.306,122 19,601 100 4.377,551 20,785 100
45. Euglena - - - - - - 61,224 0,291 50
46. Achlya 30,612 0,162 25 306,122 1,815 50 30.612 0,145 25
47. Lemanea 30,612 0,162 25 - - - 30,612 0,145 25
48. Tribonema - - - 61,224 0,363 25 122,449 0,581 50
49. Bosmina 30,612 0,162 25 - - - - - -
50. Daphnia 244,898 1,294 25 - - - - - -
51. Holopedium - - - - - - 30,612 0,145 25
52. Diaphasoma - - - - - - 91,837 0,436 25
53. Sida 551,020 2,913 50 336,735 1,996 5 336,735 1,599 50
54. Acantholeberis 397,959 2,104 75 30,612 0,181 25 122,449 0,581 75
55. Glaucoma - - - - - - 122,449 0,581 25
56. Ephydatia 122,449 0,647 25 - - - - - -
57. Trochospongilla 244,898 1,294 25 - - - - - -
58. Capsellina - - - 30,612 0,181 25 - - -
59. Bryocamplus - - - - - - 30,612 0,145 25
60. Diacyclops 1.377,551 7,282 100 3.397,959 20,145 100 3.489,796 16,570 100
61. Eucyclops - - - 30,612 0,181 25 61,224 0,291 25
(32)
Dari Tabel 3.2 diatas dapat dilihat nilai kelimpahan plankton, kelimpahan relatif, dan frekuensi kehadiran tertinggi terdapat pada genus Peridinium sebesar 4.377,551 ind/l, 20,785% dan 100%. Sedangkan yang terendah terdapat pada genus Coscinodiscus, Cymbella, Epithemia, Asterionella, Meridion, Nitzschia, Pleurosigma, Surirella, Thalassiothrix, Closteriopsis, Ophiochytium, Aphanizomenon, Enteromorpha, Mesotaenium, Phormidium, Achlya, Lemanea, Holopedium, Bryocamplus, Centropyxis, sebesar 30,612 ind/l, 0,145%, dan 25%. Berdasarkan nilai KR dan FK plankton pada setiap stasiun maka hanya Peridinium yang dapat hidup dengan baik pada setiap stasiun penelitian. Hal ini sesuai dengan Suin (2002, hlm: 175), apabila didapatkan nilai KR>10% dan FK>25% menunjukkan bahwa organisme tersebut dapat hidup dan berkembang biak dengan baik pada habitat tersebut.
Berdasarkan nilai Kelimpahan relatif, Frekuensi Kehadiran tertinggi pada setiap stasiunnya adalah: Pada stasiun 1 terdapat pada genus Peridinium sebesar 21,197%, 100 %, Synedra sebesar 13,754%, 100%, Gonatozygon 10,194%, 100%. Pada stasiun 2 terdapat pada genus Keratella sebesar 22,505%, 100%, Diacyclops sebesar 20,145%, 100 %, Peridinium sebesar 19,601 %, 100%. Pada stasiun 3 terdapat pada genus Synedra sebesar 10,610%, 100%, Peridinium sebesar 20,785%, 100%, Gonatozygon sebesar 11,192%, 100%, Diacyclops sebesar 16,570%, 100%, Keratella sebesar 13,663%, 100%. Genus Peridinium merupakan genus plankton yang hadir pada setiap stasiun penelitian. Hal ini terjadi karena masing-masing stasiun memiliki nilai pH dan suhu yang tidak berbeda yaitu 7,55-7,75 dan 22,5-23,50C dan sangat mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan genus tersebut (Tabel 3.4). Dimana suhu yang cocok akan meningkatkan kelimpahan plankton. Menurut Isnanetyo & Kurniastuty (1995, hlm: 36) Suhu yang optimum bagi kelangsungan hidup fitoplankton adalah 23-250C
63. Keratella 1.193,878 6,311 75 3.795,918 22,505 100 2.877,551 13,663 100
64. Polyarthra - - - 183,673 1,089 75 183,673 0,872 75
65. Trichocerca - - - 214.,86 1,270 50 214,286 1,017 50
66. Centropyxis 61,224 0,324 25 30,612 0,181 25 30,612 0,145 25
67. Difflugia - - - - - - 122,449 0,581 25
68. Heleopera - - - - - - 91,837 0,436 25
(33)
Menurut Handayani & Sri (2008, hlm: 78) pH berpengaruh pada setiap kehidupan organisme, namun setiap organisme mempunyai batas toleransi yang bervariasi terhadap pH perairan. Toleransi masing-masing jenis terhadap pH juga sangat dipengaruhi faktor lain seperti suhu dan oksigen terlarut. Apabila suhu di perairan tinggi maka oksigen terlarut menjadi rendah. Hal ini akan mengganggu dalam pemafasan dan pengaturan kecepatan metabolisme zooplankton. Kenaikan pH pada perairan akan menurunkan konsentrasi CO2 terutama pada siang hari ketika proses fotosintesis sedang
berlangsung. Dengan adanya aktivitas fotosintesis, maka kadar oksigen terlarut (DO) meningkat di perairan.
Menurut Hutabarat (2000, hlm: 26) suhu merupakan faktor pembatas bagi proses produksi fitoplankton. Jika suhu terlalu tinggi dapat merusak jaringan tubuh fitoplankton sehingga fotosintesis terganggu. Tingginya suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesis sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu dalam merubah struktur hidrologi kolam perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton. Secara umum laju fotosintesis fitoplankton meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu beradaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu.
Genus Synedra dan Gonatozygon terdapat pada stasiun 1dan 3. Hal ini terjadi karena pada stasiun 1 dan 3 memiliki intensitas cahaya yang hampir sama yaitu 120-126 cd (candela) (Tabel 3.4). Dimana intensitas cahaya merupakan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan plankton terutama dalam proses fotosintesis. Semakin tinggi intensitas cahaya yang masuk, maka proses fotosintesis akan semakin tinggi sehingga menyebabkan kelimpahan fitoplankton akan semakin tinggi.
Menurut Subarijanti (2004, hlm: 45), cahaya merupakan faktor utama dan terpenting dalam pertumbuhan fitoplankton, terutama dalam kelancaran proses fotosintesis. Kesempurnaan ini tergantung besar kecilnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan.
(34)
Genus Keratella dan Diacyclops terdapat pada stasiun 2 dan 3. Hal ini terjadi karena adanya kadar nitrat dan fosfat yang hamper sama pada stasiun 2 dan 3 yaitu sebesar 0,093- 0,115 mg/l dan 0,097-0,100 mg/l (Tabel 3.4). Dimana nitrat dan fosfat merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan plankton terutama fitoplankton. Nitrat dan fosfat merupakan nutrisi dalam pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton, dan fitoplankton merupakan makanan bagi zooplankton. Semakin tinggi nitrat dan fosfat, maka kelimpahan fitoplankton akan semakin tinggi, sehingga menyebabkan kelimpahan zooplankton juga akan semakin tinggi.
Menurut Bayurini (2006, hlm: 28) zat-zat hara anorganik yang utama diperlukan untuk tumbuh dan berkembang biak adalah nitrat dan fosfat. Nitrat merupakan sumber nitrogen yang penting untuk pertumbuhan fitoplankton. Fosfat dalam perairan berasal dari sisa-sisa organisme dan pupuk yang masuk kedalam perairan. Fitoplankton dapat menggunakan unsur fosfor dalam bentuk fosfat yang penting bagi pertumbuhannya.
Untuk ketiga lokasi ini, diperoleh total nilai kelimpahan berkisar antara 16.867,347 ind/L-21.061,220 ind/L. Untuk total nilai kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 21.061,220 ind/L. Sedangkan untuk yang terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 16.867,347 ind/L. Hal ini disebabkan pada stasiun 3 memiliki kandungan nutrisi yaitu nitrat yang lebih tinggi dari pada stasiun lainnya yaitu 0,115 mg/l (Tabel 3.4), sehingga pertumbuhan plankton tersebut dapat terpenuhi.
Menurut Barus (2004, hlm: 31) fluktuasi dari populasi plankton sendiri dipengaruhi terutama oleh perubahan berbagai faktor lingkungan, salah satunya adalah ketersediaan nutrisi disuatu perairan. Unsur nutrisi berupa nitrogen dan fosfor yang terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton dan proses ini akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang dapat menurunkan kualitas perairan. Selain itu, limbah rumah tangga, industri, perkantoran dan perdagangan di antaranya berupa deterjen dan limbah organik nonlogam berat, yang merupakan penyedia utama fosfat dan nitrogen (Hendrawan et al., 2004, hlm: 299).
(35)
3.2 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Plankton yang diperoleh pada Masing-masing Kedalaman Setiap Stasiun Pengamatan
Berdasarkan nilai Pi ln Pi masing-masing individu maka diperoleh nilai indeks keanekaragaman (H’) dan nilai Indeks Keseragaman (E) seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Plankton yang diperoleh pada Masing-masing Kedalaman Setiap Stasiun Pengamatan
Stasiun H’ E
1 2,756 0,763
2 2,271 0,668
3 2,633 0,671
Dari tabel 3.3 diatas dapat dilihat bahwa nilai H’ tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan nilai rata-rata 2,758. Hal ini menunjukkan bahwa pada stasiun 1 merupakan daerah yang sesuai untuk pertumbuhan plankton karena memiliki kandungan phosfat yang sangat tinggi yaitu, 0,122 mg/l (Tabel 3.4). Sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 2 dengan nilai rata-rata 2,271 karena merupakan daerah dermaga sehingga masukkan nutrisi sangat sedikit dan didapatkan spesies-spesies yang mendominasi.
Menurut Handayani & Mufti (2008, hlm: 75), keanekaragaman tergantung pada jumlah jenis yang ada dalam suatu komunitas dan pola penyebaran individu antar jenis. Indeks keanekaragaman tidak hanya ditentukan oleh jumlah jenis dan jumlah individu saja tetapi juga dipengaruhi oleh pola penyebaran, jumlah individu pada masing-masing jenis. Suatu komunitas dinyatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila ternyata banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang relatif merata. Dengan kata lain apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah (Barus, 2004, hlm: 121).
Nilai E tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan nilai rata-rata 0,763, karena penyebaran plankton merata dan tidak ada spesies yang mendominasi. Sedangkan nilai E terendah terdapat pada stasiun 2 dengan nilai rata-rata 0,668 hal ini terjadi karena adanya spesies yang mendominasi. Hal ini diperkuat Pirzan et al., (2005, hlm: 43) yang menyatakan bahwa apabila keseragaman mendekati nol berarti keseragaman antar
(36)
spesies di dalam komunitas tergolong rendah dan sebaliknya keseragaman yang mendekati satu dapat dikatakan keseragaman antar spesies tergolong merata atau sama. Menurut Suin (2002, hlm: 118), penyebaran plankton di dalam air tidak sama pada kedalaman yang berbeda. Tidak samanya penyebaran plankton dalam badan air disebabkan adanya perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya dan faktor-faktor abiotik lainnya di kedalaman air yang berbeda.
3.4 Faktor Abiotik Lingkungan
Hasil pengukuran faktor fisik kimia lingkungan yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian, seperti pada Tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4Faktor Fisik dan Kimia Perairan
No Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
1. Temperatur 22,5 22,75 23,25
2. Penetrasi Cahaya 6 6 6
3. pH Air 7,55 7,75 7,55
4. DO 6,1 6,2 5,725
5. BOD5 2,5 3,9 4,75
6. K. Oksigen 72,16 73,70 68,62
7. Intensitas cahaya 120 175 126 8. Kadar Nitrat 0.085 0.093 0,115 9. Kadar Phospat 0.122 0.100 0.097 Keterangan:
Stasiun 1 : Daerah Kontrol di Desa Toweran Tua Stasiun 2 : Daerah Dermaga di Desa Toweran Uken
Stasiun 3 : Daerah Keluaran Air Danau di Desa Bale Bujang
Dari Tabel 3.4 di atas dapat dilihat dapat diketahui bahwa faktor fisik kimia setiap stasiun yang mempengaruhi suatu perairan sehingga sangat mempengaruhi kehidupan organisme suatu perairan. Dari data juga terlihat jumlah setiap faktor fisik kimia tidak jauh berbeda untuk setiap stasiun. Oleh karena itu perbedaaan faktor fisik kimia di setiap perairan juga akan mempengaruhi kehidupan organismenya.
(37)
3.4.1 Temperatur (oC)
Dari penelitian yang telah dilakukan nilai rata-rata suhu yang diperoleh berkisar antara 22,5-23,25oC, dan suhu tertinggi terdapat pada stasiun 3, yaitu dengan nilai 23,5 oC. Hal ini disebabkan karena pada stasiun 3 merupakan daerah keluaran air sungai yang langsung terkena panas matahari.
Menurut Odum, (1988, hlm: 371), bahwa faktor-faktor pembatas yang cukup penting pada air tawar antara lain suhu, kejernihan, arus, konsentrasi gas pernapasan dan konsentrasi garam biogenik. Suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masuk kedalam air. Suhu selain berpengaruh terhadap berat jenis, viskositas dan densitas air, juga berpengaruh terhadap kelarutan gas dan unsur-unsur dalam air. Sedangkan perubahan suhu dalam kolom air akan menimbulkan arus secara vertikal. Secara langsung maupun tidak langsung, suhu berperan dalam ekologi dan distribusi plankton baik fitoplankton maupun zooplankton (Subarijanti, 1994, hlm: 45).
3.4.2 pH Air
Dari penelitan yang telah dilakukan diperoleh nilai rata-rata pH berkisar antara 7,55-7,75, dan pH tertinngi terdapat pada stasiun 2 yakni dengan nilai 7,75. Hal ini terjadi karena pada stasiun 2 merupakan daerah dermaga, dimana daerah ini terdapat beberapa aktivitas masyarakat seperti pertanian, dan keramba. Dimana aktifitas dapat mempengaruhi nilai faktor fisik perairan terutama nilai pH.
Menurut Barus, (2004, hlm: 61), menjelaskan bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Selain itu toksisitas logam-logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah. Derajat keasaman (pH) dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida serta ion– ion bersifat asam atau basa. Fitoplankton dan tanaman air akan mengambil karbondioksida selama proses fotosintesis berlangsung, sehingga mengakibatkan pH
perairan menjadi meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari (Effendi, 2003, hlm: 5).
(38)
3.4.3 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai rata-rata DO berkisar antara 5,725-6,2 mg/l, dan DO tertinggi terdapat pada stasiun 2 dengan nilai yaitu, 5,725-6,2 mg/l. Menurut Barus (2004, hlm. 56), oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang mempunyai konsentrasi sebanyak 21% volum, air hanya mampu menyerap oksigen 1% volum saja.
Oksigen merupakan parameter yang penting di suatu perairan. Oksigen terlarut penting bagi organisme perairan yang bersifat aerobik, disamping menentukan kecepatan metabolisme dan respirasi dari keseluruhan ekosistem perairan, juga sangat penting bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan biota air. Keberadaan oksigen di perairan ditentukan oleh kemelimpahan fitoplankton. Hal ini erat kaitannya dengan kandungan klorofil pada fitoplankton yang menghasilkan oksigen pada proses fotosintesis (Subarijanti, 1990, hlm: 45).
3.4.4 BOD5
Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai rata-rata BOD5 berkisar antara
2,5-4,75 mg/l, dan nilai BOD5 tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu dengan nilai 4,7 mg/l. Hal ini terjadi karena pada stasiun 3 merupakan daerah keluaran aliran danau, pada sekitar daerah ini ditemukan adanya pemukiman dan keramba.
Menurut Brower et al., (1990) nilai konsentrasi BOD menunjukkan kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi oksigen selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mg/l O2, maka perairan tersebut tergolong baik, dan apabila
konsumsi oksigen berkisar antara 10 mg/l O2-20 mg/l O2 akan menunjukkan tingkat
pencemaran oleh materi orgaik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih besar dari 100 mg/l.
(39)
3.4.5 Kejenuhan Oksigen
Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai rata-rata kejenuhan oksigen berkisar antara 68,62%-73,7%, dan nilai kejenuhan oksigen tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu dengan nilai 73,7%.
Nilai kejenuhan air menggambarkan keadaan oksigen yang terdapat di dalam badan air. Semakin tinggi nilai kelarutan oksigen maka semakin besar pula nilai kejenuhannya. Semakin tinggi nilai nilai kejenuhan oksigennya maka semakin kecil defisit oksigen yang terdapat di dalam badan air tersebut dan sebaliknya. Menurut Barus (2004, hlm: 60) bahwa kehadiran senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme dan berlangsung secara aerob artinya membutuhkan oksigen.
3.4.6 Intensitas Cahaya dan Penetrasi Cahaya
Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai intensitas cahaya berkisar antara 120-175 candela, dan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu dengan nilai 175 candela. Hal ini terjadi karena pada daerah stasiun 2 merupakan daerah dermaga yang terbuka yang memiliki sedikit vegetasi disekitar dermaga, sehingga matahari langsung masuk ke badan perairan tanpa adanya penghalang. Dan nilai penetrasi cahaya yang diperoleh adalah 6 m.
Antara penetrasi cahaya dan intensitas cahaya saling mempengaruhi. Semakin maksimal intensitas cahaya, maka semakin tinggi penetrasi cahaya. Jumlah radiasi yang mencapai permukaan perairan sangat dipengaruhi oleh awan, ketinggian dari permukaan air laut, letak geografis dan musiman (Tarumingkeng, 2001, hlm: 37).
Menurut Suin (2002, hlm: 40), prinsip penentuan kecerahan air dengan menggunakan keping sechii adalah berdasarkan batas pandangan kedalaman air untuk melihat warna putih yang berada dalam air. Semakin keruh suatu perairan, akan semakin dekat batas pandangan, sebaliknya kalau air jernih, akan jauh batas pandangan tersebut.
(40)
3.4.7 Kadar Nitrat
Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai rata-rata kadar nitrat berkisar antara 0,085-0,115 mg/l, dan nilai kadar nitrat tertinggi tedapat pada stasiun 3. Dari kadar nitrat yang diperoleh, berdasarkan tingkat kesuburan maka perairan Danau Lut Tawar masih merupakan danau oligotropik. Menurut Effendi (2003, hlm:155) bahwa perairan oligotropik memiliki kadar nitrat antara 0-1 mg/l, perairan mesotropik memiliki kadar nitar antara 1-5 mg/l dan perairan eutropik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 5-50 mg/l.
Nitrat adalah sumber nitrogen dalam air laut maupun air tawar. Bentuk kombinasi lain dari elemen ini bisa tersedia dalam bentuk amonia, nitrit dan komponen organik. Kombinasi elemen ini sering dimanfaatkan oleh fitoplankton terutama kalau unsur nitrat terbatas. Nitrogen terlarut juga bisa dimanfaatkan oleh jenis blue-green algae dengan cara fiksasi nitrogen (Herawati,1989, hlm: 45).
3.4.8 Kadar Phospat
Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai rata-rata kadar phospat berkisar antara 0,097-0,122 mg/l, dan nilai kadar phospat tertinggi terdapat pada stasiun 1. Hal ini terjadi karena pada stasiun 1 merupakan daerah kontrol (tidak ada aktivitas) sehingga tidak ada masukan nutrisi dari luar yang dapat mempengaruhi kadar phospat pada stasiun ini.
Menurut Barus (2004, hlm: 70), fosfor merupakan unsur penting lainnya dalam suatu ekosistem perairan. Zat-zat organik terutama protein mengandung gugus fosfor, misalnya ATP, yang terdapat didalam sel makhluk hidup dan berperan penting dalam penyediaan energi. Untuk mencapai pertumbuhan plankton yang optimal, diperlukan konsentrasi posfat pada kisaran 0,27 mg/l-5,51 mg/l dan akan menjadi faktor pembatas apabila kurang dari 0,02 mg/l. Bila kadar posfat pada air alam sangat rendah (< 0,01 mg/l), maka pertumbuhan tanaman dan ganggang akan terhalang, keadaan inilah yang dinamakan oligotrop. Sedangkan bila kadar posfat dan nutriennya tinggi, maka pertumbuhan tanaman dan ganggang tidak terbatas lagi. Keadaan inilah yang
(41)
dinamakan eutotrop sehingga tanaman tersebut akan dapat menghabiskan oksigen dalam sungai atau kolam pada malam hari (Alaert dan Sri, 1984, hlm: 231).
3.5Analisis Korelasi Pearson Untuk Nilai Faktor Fisik-Kimia dan Nilai Keanekaragaman dengan Metoda Komputerisasi SPSS Ver 15.00
Berdasarkan pengukuran faktor fisik kimia perairan yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian yang dikorelasikan dengan Indeks Diversitas Shannon-Wienner maka diperoleh indeks korelasi seperti pada tabel berikut :
Tabel 3.5 Nilai Korelasi Keanekaragaman Plankton dengan Faktor Fisik Kimia Perairan
Temperatur Penetrasi pH DO BOD K.Oksigen K.Nitrat K.Phospat
H’ -0,282 +0,208 -0,187 +0,412 -0,277 +0,325 +0,515 +0,320 Keterangan:
Nilai + = Arah Korelasi Searah Nilai - = Arah Korelasi Berlawanan
Dari Tabel 3.5 dapat dilihat bahwa hasil uji analisis korelasi pearson antara beberapa faktor fisik kimia berbeda tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan (H’). Nilai (+) menunjukkan hubungan yang searah antara nilai faktor fisik kimia perairan dengan (H’), artinya semakin besar nilai faktor fisik kimia maka nilai (H’) akan semakin besar pula, sedangkan nilai (-) menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisik kimia perairan dengan (H’), artinya semakin besar nilai faktor fisik kimia perairan makan nilai (H’) akan semakin kecil.
Dari hasil analisis korelasi pada tabel diatas menunjukkan bahwa temperatur, pH dan BOD berkorelasi negatif (berlawanan) terhadap keanekaragaman plankton. Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh diketahui pH berkorelasi sangat rendah terhadap keanekaragaman plankton. Temperatur dan BOD memiliki korelasi yang rendah terhadap keanekaragaman plankton. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7–8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Selain itu toksisitas logam-logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah (Effendi, 2003, hlm: 5).
(42)
Faktor fisik kimia yang berkorelasi searah dengan keanekaragaman plankton adalah penetrasi, DO, kejenuhan oksigen, kadar nitrat dan kadar phosfat. Berdasarkan nilai koefisien korelasi yang diperoleh diketahui DO dan kadar nitrat berkorelasi sedang terhadap keanekaragaman plankton. Penetrasi cahaya, kejenuhan oksigen dan kadar phosfat berkorelasi rendah terhadap keanekaragaman plankton.
Menurut Wardhana (1995, hlm: 90), kehidupan mikroorganisme dan hewan air lainnya, tidak terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air. Air yang tidak mengandung oksigen tidak akan memberikan kehidupan bagi mikroorganisme dan hewan air lainnya. Pada umumnya perairan di lingkungan yang tercemar kandungan oksigennya rendah. Hal ini terjadi karena oksigen yang terlarut dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk memecahkan/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan buangan yang mudah menguap (ditandai dengan bau busuk). Makin banyak bahan buangan organik dalam air, makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya.
(43)
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari penelitan yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Plankton yang didapatkan sebanyak 18 kelas, 30 ordo plankton yang terdiri dari 53 famili dan 68 genus
b. Total kelimpahan plankton tertinggi pada stasiun 3 sebesar 21.061,220 ind/L dan terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 16.867,347 ind/L
a. Indeks keanekaragaman tertinggi pada stasiun 1 sebesar 2,756 dan terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 2,271 sedangkan indeks keseragaman tertinggi pada stasiun 1 sebesar 0,763 dan yang terendah pada stasiun 2 sebesar 0,668
b. Penetrasi, DO, kejenuhan oksigen, kadar nitrat dan kadar phosfat menunjukkan korelasi positif (searah). Temperatur, pH dan BOD5 menunjukkan korelasi negatif
(berlawanan arah).
4.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian selanjutnya berdasarkan perbedaan musim (musim hujan dan musim kemarau) dan perbedaan waktu seperti siang dan malam agar dapat melihat perbedaan persebaran kelimpahan plankton pada setiap musim serta waktu siang dan malam di Perairan Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Takengon Kabupaten Aceh Tengah.
(44)
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. & Sri, S. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: Program studi Biologi USU.
Bold, H. C.& M.J. Wayne. 1985. Introduction To The Algae. Second Edition. New Jersey 07632, USA: Inc. Engglewood Clitts.
Campbell, Reece dan Mitchell. 2000. BIOLOGI. Edisi ke-5. Jilid Ke-3. Jakarta: Erlangga
Dwijoseputro, D. 1990. Ekologi Manusia dengan Lingkungannya. Malang.
Edmonson, W. T.1963. Fresh Water Biology. Second Edition. New York: Jhon Willey and Sons, Inc.
Effendi, H. 2003. Telaah Kulaitas Air. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Handayani, S. & Mufti, P. 2008.Komunitas Zooplankton Di Perairan Waduk Krenceng Cilegon Banten. Jurnal Makara Sains. Jakarta: Fakultas Biologi Universitas Nasional.
Hendrawan, D., M.F. Melati,.& B. Bestari. 2004. Kajian Kualitas Perairan Sungai Ciliwun., Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemnit Usakti 3 (15): 54-66
Herawati, E.Y. 1989. Pengantar Planktonologi (fitoplankton). NUFFIC/ UNIBRAW/ LUW/ FISH. Malang: Universitas Brawijaya.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Yogyakarta: Kanasius.
Krebs, C. J. 1985. Experimental Analysis of Distribution of Abudance. Thrid Edition. New York: Harper and Row Publisher.
Odum, E.P. 1988. Fundamental of Ecology. Phidelphia: W.B. Sounders Company. Pennak, R.W.1978. Freshwater Invertebrates of The United States. 2nd.ed. A Willey
(45)
Pirzan, A. M dan Petrus. R.P.M. 2008. Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air di Pulau Bauluang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan: Jurnal Biodiversitas.9(3):217-221. Balai Riset Perikanan Air Payau Maros 90512. Soemarwoto. 1990. Biologi Umum. Jilid 2. Jakarta: PT. Gramedia.
Soeriaatmadja, R.E. 1989. Ilmu Lingkungan. Bandung: Penerbit ITB
Streble, H. Dan Krauter, D.1988. Des Lebenim Wassertropfen. Germany: Franckh Sche Verlagshandlung, W. Keller and Co.
Subarijanti, H.U. 1990. Diktat Kuliah Limnology. NUFFIC/UNIBRAW/LUW/FISH. Malang: Universitas Brawijaya.
Sugiyono, 2005. Analisis Statistik-Korelasi Linier Sederhana. Diakses Tanggal 12 Desember 2009.
Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Padang: Universitas Andalas.
Tarumingkeng, R.C.2001. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peredupan Intensitas Cahaya Matahari pada Kolam Air di Daerah Pasir Kole, Waduk IR. H. Juanda Purwakarta, Jawa Barat. Makalah Palsafah Sains (PPs 702). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Wardhana, W.A.1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Wiadnyana, N.,N. 2006. Peranan Plankton Dalam Ekosistem Perairan Indonesia
Lautan Red Tide: Jurnal Ilmu Indonesia LIPI Berita Biologi.
Wibisono, S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: Penerbit Grasindo
Ziliukiene, V. 2003. Quantitative Structure, Abundance and Biomass Of Plankton in The Lithuanian Part Of The Curonian Lagoon in 1996-2002: Acta Zoologica Lituanica 13 (2): 97-105
(46)
Lampiran A. Peta Lokasi Penelitian
Lokasi Setiap Stasiun Penelitian
Stasiun 1 : Daerah Kontrol di Desa Toweran Tua Stasiun 2 : Daerah Dermaga di Desa Toweran Uken
(47)
Lampiran B. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO
Sampel Air
1 ml MnSO4
1 ml KOHKI Dikocok Didiamkan Sampel Endapan
Puith/Cokelat
1 ml H2SO4
Dikocok Didiamkan Larutan Sampel
Berwarna Cokelat
Diambil 100 ml
Ditetesi Na2S2O3 0,00125 N
Sampel Berwarna Kuning Pucat
Ditambah 5 tetes Amilum Sampel
Berwarna Biru
Dititrasi dengan Na2S2O3
0,00125 N Sampel Bening
Dihitung volume Na2S2O3 yang
terpakai Hasil
(48)
Lampiran C. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5
Keterangan :
• Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan Nilai DO
• Nilai BOD = Nilai awal – Nilai DO akhir dihitung nilai DO akhir diinkubasi selama 5 hari
pada temperatur 20°C dihitung nilai DO awal Sampel Air
Sampel Air Sampel Air
(49)
Lampiran D. Bagan Kerja Analisis Nitrat (NO3)
5 ml sampel air
1 ml NaCl (dengan pipet volum) 5 ml H2SO4 75%
4 tetes Brucine Sulfat Sulfanic Acid
Larutan
Dipanaskan selama 25 menit suhu 95 oC
Larutan
Didinginkan
Diukur dengan spektrofotometer pada λ = 410 nm
Hasil
(Konsentrasi Nitrat)
(50)
Lampiran E. Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO43-)
5 ml sampel air
2 ml Amstrong Reagen 1 ml Ascorbic Acid Larutan
Dibiarkan selama 20 menit Diukur dengan spektrofotometer pada λ = 880 nm
Hasil
(51)
Lampiran F. Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) pada Berbagai Besaran Temperatur Air.
T˚C 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0 14,6 14,12 14,08 14,04 14,00 13,97 13,93 13,89 13,85 13,81 1 13,77 13,74 13,70 13,66 13,63 13,59 13,55 13,51 13,48 13,44 2 13,40 13,37 13,33 13,30 13,26 13,22 13,19 13,15 13,12 13,08 3 13,05 13,01 12,98 12,94 12,91 12,87 12,84 12,81 12,77 12,74 4 12,70 12,67 12,64 12,60 12,57 12,54 12,51 12,47 12,44 12,41 5 12,37 12,34 12,31 12,28 12,25 12,22 12,18 12,15 12,12 12,09 6 12,06 12,03 12,00 11,97 11,94 11,91 11,88 11,85 11,82 11,79 7 11,76 11,73 11,70 11,67 11,64 11,61 11,58 11,55 11,52 11,50 8 11,47 11,44 11,41 11,38 11,36 11,33 11,30 11,27 11,25 11,22 9 11,19 11,16 11,14 11,11 11,08 11,06 11,03 11,00 10,98 10,95 10 10,92 10,90 10,87 10,85 10,82 10,80 10,77 10,75 10,72 10,70 11 10,67 10,65 10,62 10,60 10,57 10,55 10,53 10,50 10,48 10,45 12 10,43 10,40 10,38 10,36 10,34 10,31 10,29 10,27 10,24 10,22 13 10,20 10,17 10,15 10,13 10,11 10,09 10,06 10,04 10,02 10,00 14 9,98 9,95 9,93 9,91 9,89 9,87 9,85 9,83 9,81 9,78 15 9,76 9,74 9,72 9,70 9,68 9,66 9,64 9,62 9,60 9,58 16 9,56 9,54 9,52 9,50 9,48 9,46 9,45 9,43 9,41 9,39 17 9,37 9,35 9,33 9,31 9,30 9,28 9,26 9,24 9,22 9,20 18 9,18 9,18 9,15 9,13 9,12 9,10 9,08 9,06 9,04 9,03 19 9,01 8,99 8,98 8,96 8,94 8,93 8,91 8,89 8,88 8,86 20 8,84 8,83 8,81 8,79 8,78 8,76 8,75 58,73 8,71 8,70 21 8,68 8,67 8,65 8,64 8,62 8,61 8,59 8,58 8,56 8,55 22 8,53 8,52 8,50 8,49 8,47 8,46 8,44 8,43 8,41 8,40 23 8,38 8,37 8,36 8,34 8,33 8,32 8,30 8,29 8,27 8,26 24 8,25 8,23 8,22 8,21 8,19 8,18 8,17 8,15 8,14 8,13 25 8,11 8,10 8,09 8,07 8,06 8,05 8,04 8,02 8,01 8,00 26 7,99 7,97 7,96 7,95 7,94 7,92 7,91 7,90 7,89 7,88 27 7,86 7,85 7,84 7,83 7,82 7,81 7,79 7,78 7,77 7,76 28 7,75 7,74 7,72 7,71 7,70 7,69 7,68 7,67 7,66 7,65 29 7,64 7,62 7,61 7,60 7,59 7,58 7,57 7,56 7,55 7,54 30 7,53 7,52 7,51 7,50 7,48 7,47 7,46 7,45 7,44 7,43
(52)
Lampiran G. Data Mentah Plankton
Taksa
Stasiun 1
Kedalaman/Ulangan (Meter) Jumlah
0 3 6 9
FITOPLANKTON I. Bacillariophyceae A. Achnanthaceae 1. Achnanthes B. Coscinodiscaceae 2. Coscinodiscus C. Cymbellaceae
3. Cymbella 2 4 3 11 20
D. Epithemiaceae
4. Denticula 1 1
5. Epithemia 1 1 2
E. Eunotiaceae
6. Peronia 1 1
F. Fragilariaceae
7. Asterionella
8. Diatoma 8 5 3 3 19
9. Fragilaria 15 1 10 4 30
10. Meridion
11. Opephora 1 1
12. Synedra 28 24 21 12 85
G. Naviculaceae
13. Navicula
14. Pinnularia 1 1
H. Nitzschiaceae
15. Nitzschia 8 8
I. Pleurosigmataceae
16. Pleurosigma 2 2
J. Surirellaceae 17. Surirella K. Thalassionemataceae 18. Thalassiothrix II. Charophyceae L. Phizochrysidaceae
19. Bitrichia 1 9 10
III. Chlorophyceae M. Oocystaceae
20. Closteriopsis
21. Eremosphaera 2 2
N. Palmellaceae 22. Sphaerocystis O. Scenedesmaceae 23. Scenedesmus P. Halosphaeraceae 24. Pyrocystis Q. Chlorotheciaceae 25. Ophiochytium R. Protoccoiceae
26. Noctiluca 2 2
S. Cylindrocapsaceae
27. Aphanizomenon
T. Oedogoniaceae
(53)
U. Sphaeropleaceae
29. Sphaeroplea 1 6 7
V. Tetrasporaceae
30. Chaetopeltis
W. Microsporaceae
31. Microspora 1 1
X. Ulotrichasceae
32. Ulothrix 3 9 10 1 23
Y. Ulvaceae
33. Enteromorpha
Z. Volvacaceae
34. Volvox 20 15 35
A’. Desmidiaceae
35. Closterium
36. Pleurotaenium 1 1
37. Staurastrum 2 3 5
B’. Mesotaeniaceae
38. Gonatozygon 28 3 12 20 63
39. Mesotaenium C’. Zygnemataceae 40. Spirogyra 1V. Chrysophyceae D’. Ochromonadeceae 41. Dinobryon V. Cyanophyceae E’. Merismopediaceae
42. Merismopedia 3 1 2 6
F’. Oscilatoriaceae
43. Phormidium
VI. Dinophyceae G’. Peridianiceae
44. Peridinium 51 35 38 7 131
VII. Euglenophyta H’. Euglenaceae
45. Euglena
VIII. Phycomycetes I’. Saprolegniaceae
46. Achlya 1 1
IX. Rhodophyceae J’. Lemaneaceae
47. Lemanea 1 1
X. Xanthopyceae K’. Tribonemataceae 48. Tribonema ZOOPLANKTON XI. Brachiopoda L’. Bosminidae
49. Bosmina 1 1
M’. Daphnidae
50. Daphinia 8 8
N’. Holopidae
51. Holopedium
O’. Sididae
52. Diaphasoma
53. Sida 3 15 18
(54)
54. Acantholeberis 1 9 3 13
XII. Ciliata Q’. Frontoniidae
55. Glaucoma
XIII. Demospongiae R’. Spongillidae
56. Ephydatia 4 4
57. Trochospongilla 8 8
XIV. Granuloreticulosa S’. Cyphoderiidae
58. Capsellina
XV. Harpaticoida T’. Canthocamptidae
59. Bryocamplus
XVI. Maxillopoda U’. Cyclopidae
60. Diacyclops 2 2 30 11 45
61. Eucyclops
62. Macrocyclops 2 6 11 2 21
XVII. Monogononta V’. Brachionidae
63. Keratella 15 5 19 39
W’. Synchaetidae
64. Polyarthra
X’. Trichocercidae
65. Trichocerca
XVIII. Tubulinea Y’. Arcelinidae
66. Centropyxis 2 2
Z’. Difflugiidae
67. Difflugia
A’’. Heleoperidae
(55)
Taksa
Stasiun 2
Kedalaman/Ulangan (Meter) Jumlah
0 3 6 9
FITOPLANKTON IV. Bacillariophyceae
A. Achnanthaceae
1. Achnanthes 1 1
B. Coscinodiscaceae
2. Coscinodiscus 1 1
C. Cymbellaceae
3. Cymbella 1 1
D. Epithemiaceae
4. Denticula 2 2
5. Epithemia
E. Eunotiaceae
6. Peronia
F. Fragilariaceae
7. Asterionella
8. Diatoma 3 1 4
9. Fragilaria 29 3 1 2 35
10. Meridion 11. Opephora
12. Synedra 21 9 8 4 42
G. Naviculaceae
13. Navicula 14. Pinnularia
H. Nitzschiaceae
15. Nitzschia 1 1
I. Pleurosigmataceae 16. Pleurosigma J. Surirellaceae 17. Surirella K. Thalassionemataceae 18. Thalassiothrix V. Charophyceae L. Phizochrysidaceae 19. Bitrichia VI. Chlorophyceae M. Oocystaceae 20. Closteriopsis 21. Eremosphaera N. Palmellaceae 22. Sphaerocystis O. Scenedesmaceae 23. Scenedesmus P. Halosphaeraceae 24. Pyrocystis Q. Chlorotheciaceae 25. Ophiochytium R. Protoccoiceae
26. Noctiluca 1 1
S. Cylindrocapsaceae
27. Aphanizomenon
T. Oedogoniaceae
28. Oedogonium
(56)
29. Sphaeroplea 2 2
V. Tetrasporaceae
30. Chaetopeltis 2 2
W. Microsporaceae
31. Microspora
X. Ulotrichasceae
32. Ulothrix 2 2
Y. Ulvaceae 33. Enteromorpha Z. Volvacaceae 34. Volvox A’. Desmidiaceae 35. Closterium 36. Pleurotaenium 37. Staurastrum B’. Mesotaeniaceae
38. Gonatozygon 15 10 6 6 37
39. Mesotaenium 1 1
C’. Zygnemataceae
40. Spirogyra 1 1
1V. Chrysophyceae D’. Ochromonadeceae
41. Dinobryon
XII.Cyanophyceae E’. Merismopediaceae
42. Merismopedia 2 5 2 1 10
F’. Oscilatoriaceae
43. Phormidium
XIII. Dinophyceae G’. Peridianiceae
44. Peridinium 47 27 19 15 108
XIV.Euglenophyta H’. Euglenaceae
45. Euglena
XV. Phycomycetes I’. Saprolegniaceae
46. Achlya 9 1 10
XVI.Rhodophyceae J’. Lemaneaceae
47. Lemanea
XVII.Xanthopyceae K’. Tribonemataceae
48. Tribonema 2 2
ZOOPLANKTON XVIII.Brachiopoda L’. Bosminidae 49. Bosmina M’. Daphnidae 50. Daphinia N’. Holopidae 51. Holopedium O’. Sididae 52. Diaphasoma
53. Sida 6 5 11
P’. Macrothricidae
(57)
XII. Ciliata Q’. Frontoniidae
55. Glaucoma
XIII. Demospongiae R’. Spongillidae
56. Ephydatia 57. Trochospongilla
XIV. Granuloreticulosa S’. Cyphoderiidae
58. Capsellina 1 1
XV. Harpaticoida T’. Canthocamptidae
59. Bryocamplus
XVI. Maxillopoda U’. Cyclopidae
60. Diacyclops 20 36 31 24 111
61. Eucyclops 1 1
62. Macrocyclops 5 13 2 4 24
XVII. Monogononta V’. Brachionidae
63. Keratella 57 18 23 26 124
W’. Synchaetidae
64. Polyarthra 1 4 1 6
X’. Trichocercidae
65. Trichocerca 1 6 7
XVIII. Tubulinea Y’. Arcelinidae
66. Centropyxis 1 1
Z’. Difflugiidae
67. Difflugia
A’’. Heleoperidae
(1)
Lampiran H. Beberapa Foto Plankton yang Diperoleh pada Penelitian a. Fitoplankton
Surirella Volvox
(2)
Coscinodiscus Fragilaria
Peridinium Staurastrum
(3)
Diatoma Dinobryon
Epithemia Ulothrix
(4)
Closterium Achnanthes
(5)
b. Zooplankton
Centropyxis Polyarthra
(6)
Trichocercha Daphinia
Glaucoma Eucyclops