Kajian Penataan Ruang Kawasan Danau Laut Tawar Dalam Rangka Pengembangan Wilayah Kabupaten Aceh Tengah

(1)

T E S I S

Oleh:

ZUMARA WINNI KUTARGA

057003038/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

1

Zumara Winni Kutarga : Kajian Penataan Ruang Kawasan Danau Laut Tawar Dalam Rangka Pengembangan…, 2008 USU e-Repository © 2008


(2)

KAJIAN PENATAAN RUANG

KAWASAN DANAU LAUT TAWAR

DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH

KABUPATEN ACEH TENGAH

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

Dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh:

ZUMARA WINNI KUTARGA

057003038/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Penelitian : KAJIAN PENATAAN RUANG KAWASAN DANAU LAUT TAWAR DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH

KABUPATEN ACEH TENGAH Nama Mahasiswa : ZUMARA WINNI KUTARGA Nomor Pokok : 057003038

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD – PWK)

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D Ketua

Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 1 Maret 2008

Panitia Penguji Tesis : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D Anggota : Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP

Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE Ir. Jeluddin, M.Sc


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (magister), baik di Universitas Sumatera Utara maupun di perguruan tinggi lain;

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing;

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka;

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Medan, 1 Maret 2008 Yang membuat pernyataan,

(ZUMARA WINNI KUTARGA)


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

RINGKASAN ... iii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI... VIII DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

Bab I Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

Bab II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Penataan Ruang... 10

2.2 Kawasan Lindung ... 16

2.3 Ekosistem Danau... 17

2.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan... 19

2.5 Analisis SWOT ... 21

2.6 Penelitian Terdahulu ... 22

2.7 Kerangka Berfikir ... 24


(7)

3.1 Lokasi Penelitian... 27

3.2 Teknik Pengumpulan Data... 27

3.2.1 Data Primer ... 27

3.2.2 Data Sekunder ... 29

3.3 Metode Analisis ... 30

3.3.1 Analisis Kesesuaian Lahan ... 30

3.3.2 Analisis Kawasan Lindung ... 32

3.3.3 Analisis Kawasan Budidaya... 34

3.3.4 Analisis Strategi Pengembangan Kawasan ... 35

3.4 Definisi Operasional ... 39

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 41

4.1 Gambaran Umum Kawasan Penelitian ... 41

4.1.1 Letak Geografis dan Batas Kawasan ... 41

4.1.2 Klimatologi ... 43

4.1.3 Topografi/Kemiringan Lereng ... 43

4.1.4 Hidrologi ... 44

4.1.5 Jenis Tanah... 46

4.1.6 Kependudukan ... 48

4.1.6.1 Jumlah dan Distribusi Penduduk... 48

4.1.6.2 Kepadatan Penduduk... 48

4.1.7 Penggunaan Lahan Eksisting ... 49

4.2 Kedudukan Kawasan Danau Laut Tawar dalam Konstelasi Regional ... 52

4.2.1 Kawasan Ekosistem Leuser... 52

4.2.2 Struktur Perwilayahan Kabupaten Aceh Tengah ... 53

4.3 Analisis Kesesuaian Lahan ... 54

4.4 Analisis Kawasan Lindung ... 55


(8)

4.4.2 Kawasan Sempadan Sungai ... 57

4.4.3 Kawasan Sempadan Danau ... 57

4.4.4 Kawasan Reservat ... 59

4.5 Analisis Kawasan Budidaya... 59

4.5.1 Kawasan Budidaya Pertanian... 59

4.5.1.1 Kawasan Pengembangan Persawahan... 59

4.5.1.2 Kawasan Pengembangan Tanaman Perkebunan. 60 4.5.1.3 Kawasan Pengembangan Tegalan... 60

4.5.1.4 Kawasan Pengembangan Hutan Tanaman Industri ... 60

4.5.2 Kawasan Budidaya Nonpertanian ... 61

4.5.2.1 Kawasan Pengembangan Permukiman Perkotaan... 61

4.5.2.2 Kawasan Pengembangan Permukiman Perdesaan ... 62

4.5.2.3 Kawasan Pengembangan Pelabuhan/Dermaga ... 62

4.5.2.4 Kawasan Pengembangan Perikanan... 62

4.5.2.5 Kawasan Pengembangan Objek Wisata... 64

4.6 Arahan Pola Pemanfaatan Ruang... 65

4.7 Analisis Strategi Pengembangan Kawasan ... 70

4.7.1 Internal Factor Evaluation Matrix (IFE) dan External Factor Evaluation Matrix (EFE)... 70

4.7.2 Diagram SWOT ... 73

4.7.3 Matriks SWOT ... 74

4.8 Penataan Ruang Kawasan Danau Laut Tawar Dalam Rangka Pengembangan Wilayah Kabupaten Aceh Tengah ... 75

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN... 77


(9)

5.2 Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN... 85


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

3.1 Jenis dan Sumber Data Sekunder... 30

3.2 Matrix Internal Factor Evaluation (IFE) ... 35

3.3 Matrix External Factor Evaluation (EFE) ... 36

3.4 Matriks SWOT ... 38

4.1 Luas Kawasan Danau Laut Tawar Berdasarkan Kemiringan Lereng... 44

4.2 Jumlah dan Distribusi Penduduk di Kawasan Danau Laut Tawar Tahun 2005 ... 48

4.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kawasan Danau Laut Tawar Tahun 2005 ... 49

4.4 Jenis Penggunaan Lahan di Kawasan Danau Laut Tawar ... 50

4.5 Prosentase Jenis Penggunaan Lahan di Kawasan Danau Laut Tawar ... 50

4.6 Kesesuaian Lahan di Kawasan Danau Laut Tawar... 55

4.7 Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan Danau Laut Tawar ... 66

4.8 Perbandingan Antara Luas Pola Pemanfaatan Ruang Eksisting Dengan Hasil Arahan pola Pemanfaatan Ruang Kawasan Danau Laut Tawar... 69

4.9 Matrix Internal Factor Evaluation (IFE) ... 71


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Berfikir ... 26

3.1 Peta Orientasi Kawasan Studi ... 28

3.2 Teknis Overlay Kesesuaian Lahan Untuk Hutan ... 31

3.3 Teknis Overlay Kesesuaian Lahan Untuk Sawah Tadah Hujan Tanpa Irigasi ... 31

3.4 Teknis Overlay Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman ... 31

3.5 Diagram SWOT ... 37

4.1 Peta Kawasan Penelitian ... 42

4.2 Peta Kemiringan Lereng ... 45

4.3 Peta Jenis Tanah... 47

4.4 Peta Penggunaan Lahan Eksisting ... 51

4.5 Peta Kesesuaian Lahan... 56

4.6 Peta Penyebaran Objek Wisata ... 64

4.7 Peta Arahan Pola Pemanfaatan Ruang... 67


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner SWOT ... 85

2 Tabel Pembobotan Hasil Kuesioner SWOT ... 89

3 Tabel Rekapitulasi Pembobotan Hasil Kuesioner SWOT ... 91


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan. Untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan bermukim manusia. Ruang dan tanah di sekitar kawasan ini dirombak untuk menampung berbagai bentuk kegiatan manusia seperti permukiman, prasarana jalan, saluran limbah rumah tangga, tanah pertanian, perkebunan, rekreasi dan sebagainya (Connell & Miller, 1995). Sehingga seringkali terjadi pemanfaatan danau dan konservasi danau yang tidak berimbang, dimana pemanfaatan danau lebih mendominasi sumber daya alam danau dan kawasan daerah aliran sungai (watershed). Mengakibatkan danau berada pada kondisi suksesi, yaitu berubah dari ekosistem perairan ke bentuk ekosistem daratan. Pendangkalan akibat erosi, eutrofikasi merupakan penyebab suksesi suatu perairan danau. Hilangnya ekosistem danau mengakibatkan kekurangan cadangan air tanah pada suatu kawasan/wilayah yang bakal mengancam ketersediaan air bersih bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Akibatnya, alam terancam tak dapat berkelanjut.

Keberadaan danau sangat penting dalam turut menciptakan keseimbangan ekologis dan tata air. Dari sudut ekologi, danau merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur air, kehidupan akuatik, dan daratan yang dipengaruhi tinggi rendahnya


(14)

muka air, sehingga kehadiran danau akan mempengaruhi tinggi rendahnya muka air, selain itu, kehadiran danau juga akan mempengaruhi iklim mikro dan keseimbangan ekosistem di sekitarnya.

Keberadaan ekosistem danau memberikan fungsi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia (rumah tangga, industri, dan pertanian). Beberapa fungsi penting ekosistem ini, sebagai berikut :

1. sebagai sumber plasma nuftah yang berpotensi sebagai penyumbang bahan genetik;

2. sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora/fauna yang penting;

3. sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya (rumah tangga, industri dan pertanian);

4. sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari hujan, aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah;

5. memelihara iklim mikro, dimana keberadaan ekosistem danau dapat mempengaruhi kelembaban dan tingkat curah hujan setempat;

6. sebagai sarana transportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari tempat satu ke tempat lainnya;

7. sebagai penghasil energi melalui PLTA; 8. sebagai sarana rekreasi dan objek pariwisata.

Dua hal lain yang ditawarkan ekosistem danau adalah:

1. sebagai sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepantingan domestik maupun industri;


(15)

2. sebagai sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Connell & Miller, 1995 ).

Sebagai sumber air paling praktis, danau sudah menyediakannya melalui terkumpulnya air secara alami melalui aliran permukaan yang masuk ke danau, aliran sungai-sungai yang menuju ke danau dan melalui aliran di bawah tanah yang secara alami mengisi cengkungan di muka bumi ini. Bentuk fisik danaupun memberikan daya tarik sebagai tempat membuang yang praktis. Jika kita membiarkan semua demikian, maka akan mengakibatkan danau tak akan bertahan lama berada di muka bumi. Saat ini kita melihat ekosistem danau tidak dikelola sebagaimana mestinya, sebaliknya untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan cara bermukim manusia (Kumurur, 2001).

Danau Laut Tawar dengan luas sebesar 5.472 Ha mempunyai kedalaman rata-rata 51,13 meter terletak di tengah-tengah Kabupaten Aceh Tengah dan merupakan danau terbesar di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara batas administratif Danau Laut Tawar masuk ke dalam wilayah empat kecamatan, yaitu: Kecamatan Lut Tawar, Kecamatan Bebesen, Kecamatan Kebayakan, dan Kecamatan Bintang. Danau memanjang dari arah barat ke timur, sisi utara dan selatan berbentuk perbukitan hutan yang di sebagian lerengnya terdapat permukiman-permukiman penduduk. Di ujung barat danau terdapat Kawasan Perkotaan Takengon yang merupakan Ibukota Kabupaten Aceh Tengah, dan di ujung timur terdapat Kawasan Perkotaan Bintang, Ibukota dari Kecamatan Bintang.


(16)

Danau Laut Tawar merupakan kawasan hulu dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Peusangan yang mengalir ke Selat Malaka melalui Sungai Krueng Peusangan yang melewati Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Aceh Utara. Keberadaan Danau Laut Tawar dan kawasan sekitarnya memiliki arti penting bagi masyarakat Kabupaten Aceh Tengah umumnya dan masyarakat yang berada dalam kawasan tersebut khususnya. Selain sebagai sumber air bersih, Kawasan Danau Laut Tawar juga menjadi tempat bagi masyarakat untuk mencari penghidupan, bertani dan berkebun serta mencari ikan merupakan mata pencarian utama penduduk yang tinggal dalam kawasan tersebut.

Selain fungsi di atas, Danau Laut Tawar merupakan objek wisata utama di Kabupaten Aceh Tengah dan merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Potensi Utama Danau Laut Tawar adalah keindahan dan keunikan alam. Kedatangan pengunjung terutama sekali adalah dalam rangka untuk menikmati potensi utama tersebut (Kutarga, 2000). Namun akibat penanganan yang belum optimal membuat potensi wisata Danau Laut Tawar belum banyak mendatangkan sumber pemasukan bagi masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah.

Sejalan dengan waktu, pertumbuhan penduduk yang terus bertambah mengakibatkan kebutuhan akan lahan untuk berusaha semakin besar. Hal ini menyebabkan munculnya perambahan hutan di sekeliling Danau Laut Tawar untuk dijadikan lahan perkebunan atau persawahan. Akibatnya kawasan sekitar Danau Laut


(17)

Tawar yang berbukit dan bergunung saat ini telah mengalami berbagai perubahan-perubahan fisik yang ditandai dengan perubahan-perubahan fungsi lahan.

Beberapa hal yang menyebabkan perubahan-perubahan fisik tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sering terjadinya pembakaran hutan di beberapa tempat akibat ulah dan kelalaian manusia yang mengakibatkan beberapa kawasan hutan kering dan gundul. Kebakaran ini terjadi hampir pada setiap musim kemarau. Kebakaran yang berulang-ulang di sekeliling Danau mengakibatkan lahan tersebut menjadi kritis; 2. Terdapat permukiman penduduk yang menempati areal berlereng >40%, yakni di

kampung Sintep dan Kelitu di mana mata pencaharian penduduk kedua desa ini sebesar 90% bekerja pada sektor perkebunan, padahal lokasi kedua desa ini berada dalam kawasan lindung;

3. Perambahan kawasan lindung pada Catchment Area Danau Laut Tawar pada setiap tahunnya terus bertambah, akibat dari sebagian penduduk kawasan ini sangat tergantung kepada lahan perkebunan, terutama perkebunan kopi jenis Arabika dan Robusta;

4. Merebaknya kegiatan jaring tangkap (keramba) di pinggiran danau dan di sepanjang alur sungai peusangan memang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar danau, tetapi hal tersebut juga menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan air dan ketidakteraturan wajah Kawasan Perkotaan Takengon;


(18)

5. Pembangunan fasilitas wisata (hotel dan restoran) yang tepat berada di bibir pantai bahkan menjorok ke danau telah menyebabkan terjadinya pencemaran air danau dan merusak pemandangan ke arah danau.

Untuk menjamin fungsi danau tetap optimal dan berkelanjutan, kegiatan pengelolaan harus ditekankan pada upaya pengamanan danau juga kawasan di sekitarnya. Adanya rambu-rambu yang nyata, pada dasarnya merupakan salah satu faktor yang dapat menghindarkan maupun mengantisipasi permasalahan-permasalahan pemanfaatan danau serta daerah sekitarnya yang tidak memperhatikan fungsi ekologis dari danau tersebut.

Berkaitan dengan hal tersebut, peranan tata ruang pada hakekatnya dimaksudkan untuk mencapai pemanfaatan sumber daya optimal dengan sedapat mungkin menghindari konflik pemanfaatan sumberdaya, dapat mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup serta meningkatkan keselarasan.

Dalam lingkup tata ruang itulah maka pemanfaatan dan alokasi lahan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan konsep ruang dalam pembangunan baik sebagai hasil atau akibat dari pembangunan maupun sebagai arahan atau rencana pembangunan yang dikehendaki, khususnya konteks kali ini adalah pemanfaatan dan alokasi lahan di daerah danau dan daerah sekitarnya.

Pemanfaatan ruang daratan baik di sekitar Danau Laut Tawar dan di area sepanjang aliran-aliran sungai sebagai inlet danau merupakan faktor penentu masuknya masuknya bahan-bahan polutan seperti pestisida, limbah domestik, coliform. Pengaturan zonasi pemanfaatan ruang merupakan hal yang strategis dalam


(19)

mengendalikan masuknya polutan ke perairan danau. Dimana dengan pengaturah pemanfaatan ruang, sekaligus dapat mengendalikan pemanfaatan lahan kawasan danau oleh masyarakat sekitarnya (Kumurur, 2001).

Menurut Haeruman (1997), disebutkan bahwa salah satu pendekatan yang dapat berperan besar dalam penggunaan sumberdaya alam adalah tata ruang, yang dasarnya merupakan suatu alokasi sumberdaya alam ruang bagi berbagai keperluan pembangunan agar memberi manfaat yang optimal bagi suatu wilayah.

Salah satu aspek penentu kualitas tata ruang adalah terwujudnya pemanfaatan ruang yang serasi antara fungsi lingkungan dengan kawasan pembangunan, dengan ditetapkannya kawasan lindung dan kawasan budidaya (Sugandhy, 1992). Dalam kriteria pemanfaatan ruang, terdapat kriteria kawasan sekitar danau/waduk sebagai salah satu kawasan yang harus dilindungi melalui peraturan daerah dengan tujuan untuk melindungi danau/waduk dari kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau/waduk (Karmisa, dkk., 1990).

Upaya menata ruang dan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara optimal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan bagian dari pengembangan wilayah. Menurut Hadjisaroso (1994), pengembangan wilayah merupakan tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah/kawasan dalam rangka memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Selanjutnya menurut Siagian (1982), pengembangan wilayah terdiri dari suatu rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan secara terencana, yang di laksanakan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan


(20)

bangsa. Oleh karenanya konsepsi peningkatan kawasan diartikan sebagai upaya pengembangan wilayah pada kawasan tertentu, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah arahan pola pemanfaatan ruang Kawasan Danau Laut Tawar dalam rangka pengembangan wilayah Kabupaten Aceh Tengah?

2. Bagaimanakah strategi pengembangan Kawasan Danau Laut Tawar yang menyelaraskan antara kepentingan ekonomi masyarakat dan kelestarian lingkungan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menyusun arahan pola pemanfaatan ruang Kawasan Danau Laut Tawar dalam rangka pengembangan wilayah Kabupaten Aceh Tengah.

2. Menyusun strategi pengembangan Kawasan Danau Laut Tawar yang menyelaraskan antara kepentingan ekonomi masyarakat dan kelestarian lingkungan.


(21)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi ilmu pengetahuan, sebagai sumbangan terhadap kajian berbagai masalah penataan ruang dan pembangunan di dalam Kawasan Danau Laut Tawar dan sebagai referensi bagi penelitan sejenis;

2. Bagi pengambil keputusan dan pembuat kebijakan pembangunan dalam Kawasan Danau Laut Tawar;


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penataan Ruang

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas: keterpaduan, keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan, pelindungan kepentingan umum, kepastian hukum dan keadilan, dan akuntabilitas.

Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya

buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.


(23)

Upaya penataan ruang ini juga dilakukan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan sangat penting dalam kaitannya dalam pengembangan ekonomi (Darwanto, 2000).

Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 4 dan 5, penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan:

1. Sistem, terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan;

2. Fungsi utama kawasan, terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya; 3. Wilayah administratif, terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan

ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;

4. Kegiatan kawasan, terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan;

5. Nilai strategis kawasan, terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

Penataan ruang mempunyai tiga urgensi, yakni: optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktifitas dan efisiensi), alat dan wujud distribusi sumberdaya (prinsip pemerataan, keberimbangan, dan keadilan), dan berkelanjutan (prinsip sustainability).

Konsep penataan ruang dapat menjadi aktivitas yang mengarahkan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha. Penataan ruang bukanlah suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan, dengan demikian kegiatan penataan ruang tidak boleh berhenti, tapi penataan ruang harus


(24)

merupakan aktivitas yang terus menerus dilakukan untuk mengarahkan masyarakat suatu wilayah guna mencapai tujuan-tujuan pokoknya (Darwanto, 2000)

Dalam rangka penataan ruang secara nasional, ada beberapa permasalahan diantaranya adalah terjadinya tumpang tindih penanganan pemanfaatan sumberdaya alam yang memicu terjadinya berbagai persoalan lainnya, tingginya alih fungsi (konservasi) lahan pertanian produktif menjadi lahan nonpertanian. Permasalahan tersebut timbul karena kurangnya perhatian atau program pembangunan yang mengarah pada pemanfaatan ruang secara benar dan konsisten serta sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat, potensi sumberdaya alam dan lingkungan (Haeruman, 1997).

Fungsi penataan ruang dalam kebijakan pembangunan daerah adalah sebagai matra ruang dari kebijakan pembanguan daerah, merupakan pedoman untuk menetapkan lokasi bagi kegiatan pembangunan dalam pemanfaatan ruang yang dituangkan dalam rencana tata ruang dan sebagai alat untuk mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan pemanfaatan ruang bagi kegiatan yang memerlukan ruang, sehingga dapat menyelaraskan setiap program antar sektor yang terlibat (Haeruman, 1997).

Dalam rangka perencanaan wilayah, yang dimaksud dengan ruang wilayah adalah ruang pada permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Ruang adalah wadah lapisan atas pada permukaan bumi termasuk apa yang ada di atasnya dan yang ada di bawahnya sepanjang manusia masih dapat menjangkaunya. Dengan demikian, ruang adalah lapisan atas permukaan


(25)

bumi yang berfungsi menopang kehidupan manusia dan makhluk lainya, baik melalui memodifikasi atau sekedar langsung menikmatinya (Tarigan, 2003).

Menurut Tarigan (2003), perencanaan ruang wilayah adalah perencanaan penggunaan/pemanfaatan ruang wilayah yang intinya adalah perencanaan penggunaan lahan (land use planning) dan perencanaan pergerakan pada ruang tersebut. Perencanaan ruang wilayah pada dasarnya adalah menetapkan ada bagian-bagian wilayah (zona) yang dengan tegas diatur pengunaannya (jelas peruntukannya dan ada bagian-bagian wilayah yang kurang/tidak diatur penggunaannya.

Perencanaan tata ruang merupakan perumusan tata ruang secara optimal dengan orientasi produksi dan konservasi bagi kelestarian lingkungan. Perencanaan tata ruang wilayah mengarah dan mengatur alokasi pemanfaatan ruang, mengatur lokasi kegiatan, keterkaitan antar fungsi kegiatan serta indikasi program dan kegiatan pembangunan. Hasil perencanaan tata ruang yang disebut rencana tata ruang sesungguhnya adalah konsep, ide dan merupakan instrumen pengendalian pembangunan suatu wilayah pemerintahan yang menjadi pegangan bersama segenap sektor pembangunan baik pemerintah, masyarakat maupun swasta (Tarigan, 2003).

Secara umum perencanaan tata ruang adalah suatu proses penyusunan rencana tata ruang untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan manusianya serta kualitas pemanfaatan ruang yang secara struktural menggambarkan keterikatan fungsi lokasi yang terpadu bagi berbagai kegiatan. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang (UU No. 26 Tahun 2007, Pasal 1).


(26)

Idealnya suatu wilayah tata ruang disusun berdasarkan aspirasi kebutuhan masyarakat yang dirumuskan dan dianalisis dengan metode dan teknik perencanaan. Rencana tata ruang pada dasarnya merupakan teknik bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup, kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (sustainability of

development). Pemanfaatan ruang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata

ruang atau pelaksanaan pembangunan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW baik nasional, propinsi, kabupaten/kota. Selain merupakan proses, penataan ruang sekaligus juga merupakan instrumen yang memiliki landasan hukum untuk mewujudkan sasaran pengembangan wilayah (Zainuddin, 2004).

Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004, penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang terwujud dalam konsolidasi pemanfaatan tanah, kondisi pengelolaan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Penatagunaan tanah diselenggarakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten /kota.


(27)

Dengan memahami arahan kebijaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang menetapkan danau/waduk dan daerah sekitarnya sebagai kawasan lindung, maka dalam penjabarannya ke dalam Rencana Tata Ruang yang lebih detail dalam RTRW Propinsi juga RTRW Kabupaten/Kota harus berpedoman pada arahan dan kebijakan RTRWN tersebut. Untuk itu, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi sudah harus terlihat pola pemanfaatan ruang di kawasan sekitar danau/waduk. Sedangkan dengan rencana tata ruang yang ada kegiatan/usaha pengelolaan dan pemanfaatan danau/waduk dapat lebih terarah secara spasial dengan tetap menjaga fungsi dari danau/waduk tersebut. Untuk itu, sangat penting untuk menjadikan tata ruang sebagai pedoman dalam pelaksanaan program-program pembangunan, pengelolaan, pengamanan, eksploitasi, serta pemeliharaan danau/waduk dan daerah sekitarnya (Haeruman, 1997).

Pengaturan pemanfaatan kawasan lindung dilakukan merupakan bentuk-bentuk pengaturan pemanfaatan ruang di kawasan lindung seperti: upaya konservasi, rehabilitasi, penelitian, objek wisata lingkungan, dan lain-lain yang sejenis. Sebenarnya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung untuk kawasan sekitar danau/waduk telah diupayakan melalui peraturan perundang-undangan PP No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air serta PP No.35 Tahun 1991 tentang Sungai. Dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut telah diatur tentang pengamanan wilayah tata pengairan, perlindungan atas air, sumber air dan bangunan pengairan termasuk didalamnya pembangunan, pengelolaan dan pengamanan danau/waduk.


(28)

2.2 Kawasan Lindung

Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Strategi dan arahan kebijaksanaan pengembangan kawasan lindung tersebut meliputi langkah-langkah untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup, sebagaimana yang diatur dalam PP No. 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Pasal 6 ayat (1). Untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup sebagaimana yang dimaksud, dilakukan penetapan dan perlindungan terhadap kawasan lindung yang telah ditetapkan berdasarkan kriteria kawasan lindung.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kawasan lindung meliputi: kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, dan kawasan lindung lainnya.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa upaya pengelolaan dan pemanfaatan danau atau waduk meliputi tidak hanya pengelolaan dan pemanfaatan wilayah danau/waduk tersebut tapi juga memperhatikan kawasan sekitarnya.

Menurut PP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kawasan sekitar danau/waduk ditetapkan sebagai kawasan yang masuk


(29)

dalam kawasan perlindungan setempat. Kriteria kawasan lindung untuk kawasan sekitar danau juga telah ditetapkan dalam RTRW Nasional tersebut yaitu daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat (PP No. 47 Tahun 1997, Pasal 34 Ayat 3). Penetapan kawasan sekitar danau/waduk dari berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau/waduk.

Jadi, selain adanya kebijaksanaan pengelolaan, pemanfaatan dan pengamanaan waduk dan danau melalui peraturan perundang-undangan PP No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air serta PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai, kebijaksanaan tata ruang dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dapat menjadi dasar kebijaksanaan dalam upaya menjaga pemanfaatan dan pengelolaan danau dan waduk yang tetap menjamin keberlanjutan dan kelestarian lingkungan di danau dan waduk serta kawasan sekitarnya.

2.3 Ekosistem Danau

Ekosistem merupakan konsep sentral dalam ekologi, Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Menurut pengertian, suatu sistem terdiri atas komponen-komponen yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan. Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup dan tak hidup di suatu tempat yang berinteraksi membentuk


(30)

suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan ekosistem menunjukan bahwa ekosistem tersebut ada dalam suatu keseimbangan tertentu. Keseimbangan itu tidaklah bersifat statis melainkan dinamis (Soemarwoto, 1991). Menurut Resosoedarmo, dkk (1992) bahwa komponen ekosistem dapat dibedakan atas dasar fungsi dan susunannya. Atas dasar fungsi maka komponen ekosistem terdiri dari autotrofik dan heterotrofik. Atas dasar penyusunannya maka komponen ekosistem dapat dibedakan empat kelompok, yaitu: abiotik, produsen, konsumen dan pengurai.

Habitat air tawar ada dua macam, yaitu air tenang (standing water) atau lentik seperti danau, rawa dan kolam, air mengalir atau lotik seperti sungai dan selokan. Meskipun habitat air tawar lebih kecil apabila di bandingkan dengan air laut atau daratan, tetapi air tawar penting karena merupakan sumber air rumah tangga dan industri yang murah, juga sebagai boftle neck pada daur hidrologis, dan merupakan sistem pembuangan yang mudah dan murah (Heddy dan Kurniati, 1996).

Danau merupakan terminal air sementara, karena kadang- kadang danau itu penuh air, kadang-kadang surut. Tampak pada kita seperti tetap dan tenang, dingin dan jernih seperti air yang steril. Hanya sedikit, atau tidak ada, makhluk hidup yang ada. Danau seperti ini di sebut ofigotrufik.

Manakala air datang memasuki danau, maka makanan seperti fosfat dan nitrat masuk. Hal ini akan mempercepat pertumbuhan organisme tertentu dan mencapai jumlah yang banyak. Selanjutnya masuk pula lumpur dan sisa-sisa organisme hidup yang akan mengendap pada dasar danau. Penghuni danau sendiri yang kemudian mati menambah endapan tadi. Jika bahan hidup meningkat dan sisa-sisa zat organik


(31)

bertambah di dasar danau, danau semakin mengecil dan mendangkal. Erosi pinggiran danau juga dapat menambah pengisian danau. Apabila kedalaman berkurang, maka air makin hangat dan tumbuhan mulai berakar. Kombinasi suhu yang tinggi dan kedangkalan danau menaikkan jumlah kehidupan di danau, produktifitas danau naik, maka terjadilah danau Eutrofik, Proses peningkatan produktifitas disebut eutrofikasi. Pada umumnya suatu danau menjadi eutrofik jika nilai padatan terlarut total melebihi 100 ppm. Sepanjang proses eutrofikasi jenis kehidupan hewan dan tumbuhan di dalam danau berubah, proses ini di percepat dengan adanya pencemaran (Sastrawijaya, 1991).

2.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan

Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan dalam pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumber daya alam yang terbatas dan melakukan tindakan konservasinya untuk penggunaan di masa mendatang. Beberapa permasalahan dalam usaha penataan penggunaan lahan di antaranya adalah kurangnya informasi tentang potensi lahan, kesesuaian penggunaan lahan dan tindakan pengelolaan yang diperlukan bagi setiap areal lahan yang yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam pemanfaatan areal tersebut (Sitorus, 1985).

Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tata guna tanah. Evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang


(32)

dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan caca ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk jenis penggunaan lahan tersebut (Hardjowigeno, 2001).

Pada dasarnya evaluasi kesesuaian lahan memerlukan informasi yang menyangkut tiga aspek utama, yaitu lahan, pengguna lahan, dan aspek ekonomi. Keterangan tentang syarat-syarat kebutuhan ekologis dan teknik dari berbagai jenis penggunaan lahan diperoleh dari keterangan-keterangan agronomis, kehutanan dan disiplin ilmu lainnya yang sesuai. Manfaat yang mendasar dari evaluasi sumberdaya alam adalah untuk menilai kesesuaian bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksikan konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan digunakan (Sitorus, 1985).

Sistem evaluasi kesesuaian lahan memiliki beberapa ciri, yaitu: 1. sebagai suatu cara dalam menjadual permintaan pemakai;

2. sebagai suatu cara pengumpulan, penyimpanan, analisis, penyajian informasi lahan dan potensi penggunaannya;

3. sebagai suatu cara pemanggilan kembali dan manipulasi informasi.

Pada umumnya si pengevaluasi lahan jarang yang ingin mengembangkan sistem sendiri yang sama sekali baru. Umumnya yang mereka lakukan adalah memilih dari sistem-sistem yang sudah ada tergantung dari kepentingan evaluasi yang akan dilakukan, dan kemudian memodifikasinya sesuai dengan keadaan setempat dan ketersediaan data (Sitorus, 1985).


(33)

2.5 Analisis SWOT

Analisis SWOT (Strength,Weakness, Oppurtunity, dan Treatment) adalah suatu metode analisis yang mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunuties), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan (Rangkuti,1997).

Dalam analisis SWOT terdapat dua faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu, lingkungan internal: kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness); lingkungan eksternal: peluang (opportunuties) dan ancaman (threats).

Menurut Pearce II dan Robinson (1991), kekuatan (strengths) adalah sumberdaya, keterampilan atau keunggulan lainnya relatif terhadap persaingan dan kebutuhan pasar, kelemahan (weakness) merupakan keterbatasan dalam sumberdaya, keterampilan dan kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja, peluang (opportunuties) merupakan situasi yang menguntungkan, berbagai kecenderungan, peraturan-peraturan dan perubahan teknologi, dan ancaman (threats) adalah situasi yang tidak menguntungkan atau rintangan.

Dalam melakukan analisis SWOT dapat ditemukan masalah-masalah yang menyebabkan terjadinya kegagalan dalam mempresentasikan hasil analisis SWOT. Menurut Salusu (1996), masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:


(34)

- The missing link problem, atau masalah hilangnya unsur keterkaitan, yang

merujuk pada kegagalan dalam menghubungkan evaluasi terhadap faktor eksternal dengan evaluasi terhadap faktor internal;

- The blue sky problem, atau masalah langit biru. Para pengambil keputusan bersikap terlalu optimistis dalam melihat peluang, yang berakibat munculnya penilaian atas faktor-faktor internal dan eksternal yang tidak cocok;

- The silver lining problem, para pengambil keputusan memandang remeh akan

pengaruh dari ancaman lingkungan yang sangat berpotensi ditafsirkan sebagai mendapatkan keberuntungan;

- The all things to all peopole problem, para pengambil keputusan cenderung

memusatkan perhatiannya pada kelemahan-kelemahan organisasinya dan kurang melihat potensi kekuatan yang dimilikinya;

- The putting the car before the horse problem, menempatkan kereta di depan kuda

adalah suatu aktifitas terbalik. Para pengambil keputusan langsung mengembangkan strategi dan rencana tindak lanjut sebelum menentukan kebijaksanaan stategi yang akan dijalankan organisasinya.

2.6 Penelitian Terdahulu

Kumurur (2001) melakukan penelitian kondisi pemanfaatan ruang daratan di kawasan sekitar Danau Mooat Kabupaten Bolaang Mongondow Sulawesi Utara periode tahun 1987-1998 menemukan perubahan luas pemanfaatan lahan dalam rentang waktu 10 tahun (1987-1998) sebesar 39% (4% pertahun), yaitu dari 79%


(35)

(2389,98 ha) tahun 1987 menjadi 40% (1208,93 ha) tahun 1998 untuk kawasan lindung, dan 21% (647,62 ha) pada tahun 1987 menjadi 60% (1828,69 ha) pada tahun 1998 untuk kawasan budidaya. Perubahan luas areal pemanfaatan lahan ini disebabkan oleh pertambahan penduduk pertambahan penduduk rata-rata 2,66% setiap tahun serta kepadatan penduduk 142,22 orang/km2. Selain itu, perubahan ini merupakan akibat dari konversi ruang tegalan ladang menjadi areal tegalan sayur (kebun sayur) di sisi barat. Tegalan ladang adalah areal pertanian yang digarap dalam waktu tiga tahun atau kurang, kemudian ditinggalkan.

Saleh (2000) melakukan penelitian tentang dinamika ekosistem Danau Laut Tawar, menemukan bahwa aliran air permukaan atau sungai yang menuju ke Danau Laut Tawar berjumlah 25 buah yang berasal dari 18 daerah hulu/kawasan tangkap dengan debit bervariasi dari 11 sampai 2.554 liter/detik, dengan debit total 10.043 liter/detik. Debit air keluar dari Danau Laut Tawar melalui Sungai Krueng Peusangan tercatat sebesar 5.664 liter/detik. Tercatat air hilang sebanyak 975 liter/detik yang diduga akibat transpirasi tumbuhan air dan atau tersimpan sebagai air cadangan di dalam tanah. Berdasarkan fluktuasi debit enam sungai utama yang menuju Danau Laut Tawar dapat dikemukakan bahwa kawasan tangkap (Catchment Area) berada dalam kondisi jelek.

Hamid (1999) yang meneliti lingkungan situ di Bogor Tangerang Bekasi (Botabek), menemukan bahwa konversi lahan situ di Botabek yang paling besar terjadi di Kabupaten Bekasi, yaitu sekitar 90%, Kabupaten Tangerang 27%, dan Kabupaten Bogor sekitar 20%. Konversi lahan yang terjadi adalah reklamasi areal


(36)

situ menjadi permukiman, industri, dan pusat pertokoan, disamping itu ada juga yang berubah menjadi lahan sawah dan empang rakyat.

Castro (1979) dalam Lal (1990) yang meneliti tentang erosi yang terjadi di lahan tropis Campinas Sao Paolo, Brazil, menemukan bahwa lahan yang tertutup vegetasi (misalnya perkebunan kopi) menghasilkan erosi 1,4 ton per ha per tahun. Ini adalah nilai yang sangat besar dibandingkan dengan nilai erosi yang ditimbulkan oleh lahan yang tertutup vegetasi hutan lindung dan belukar (0,0001 ton/ha.tahun).

2.7 Kerangka Berfikir

Kawasan Danau Laut Tawar yang berfungsi sangat strategis dalam wilayah Kabupaten Aceh Tengah harus tetap dipertahankan kelestariannya. Namun keberadaan masyarakat yang tinggal dalam kawasan tersebut juga harus diperhatikan dengan melakukan usaha-usaha meningkatkan perekonomiannya tanpa merusak alam. Untuk menjamin fungsi danau yang tetap optimal dan berkelanjutan, peranan tata ruang yang pada hakekatnya dimaksudkan untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya optimal dengan sedapat mungkin menghindari konflik pemanfaatan sumberdaya dan dapat mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup serta meningkatkan keselarasan.

Kerangka berfikir penelitian ini diawali dengan latar belakang Kawasan Danau Laut Tawar yang mempunyai fungsi strategis dalam wilayah Kabupaten Aceh Tengah, yakni fungsi ekologis dan fungsi ekonomis. Fungsi-fungsi tersebut berkembang sedemikian rupa sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat dan


(37)

lambat laun telah merubah fungsi kawasan. Untuk mengembalikan fungsi-fungsi tersebut dilakukan upaya pengkajian penataan ruang kawasan dengan kegiatan menganalisis kesesuaian lahan, analisis kawasan lindung, dan analisis kawasan budidaya. Analisis kesesuaian lahan dan analisis kawasan lindung serta analisis kawasan budidaya akan menghasilkan arahan pola pemanfaatan ruang kawasan. Selanjutnya dianalisis potensi dan permasalahan kawasan yang akan menghasilkan strategi pengembangan kawasan.

Arahan pola pemanfaatan ruang dan strategi pengembangan Kawasan Danau Laut Tawar secara bersama-sama merupakan suatu upaya mewujudkan pengembangan wilayah di Kabupaten Aceh Tengah.


(38)

Fungsi Ekologis

Penataan Ruang Perubahan Fungsi Lindung

Fungsi Ekonomi Kawasan Danau Laut Tawar

Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis Kawasan Lindung dan Budidaya

Analisis Strategi Pengembangan Kawasan

Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan

Strategi Pengembangan Kawasan

Pengembangan Wilayah Kabupaten Aceh Tengah


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kawasan Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah yang meliputi wilayah danau dan wilayah daratan yang mengelilingi danau. Adapun batas-batas kawasan penelitian adalah:

• Sebelah Utara : hutan lindung.

• Sebelah Timur : perkebunan dan sawah.

• Sebelah Selatan : hutan lindung..

• Sebelah Barat : Jalan Kabupaten Takengon - Kebayakan. Peta orientasi kawasan studi ditampilkan pada Gambar 3.1.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Data-data dalam penelitian ini didapat melalui pengumpulan data primer dan sekunder.

3.2.1 Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan melalui kegiatan observasi lapangan dan pengisian kuesioner. Observasi lapangan dilakukan untuk melihat kondisi dan perubahan pemanfaatan ruang yang terjadi di kawasan penelitian. Pengisian kuesioner dilakukan melalui pertanyaan tertulis yang diajukan kepada responden untuk mendapatkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman kawasan penelitian.


(40)

Gambar 3.1


(41)

Kriteria responden ditentukan dengan cara purposive sampling atau ditentukan secara sengaja berdasarkan hasil survey dan informasi yang didapat. Responden yang dimaksud adalah responden yang terlibat langsung atau yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti dengan baik mengenai kawasan studi. Pertimbangan responden adalah pemerhati atau pengguna lahan (stakeholder) yang terdiri dari sepuluh orang, yaitu pemerintah, swasta, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan tokoh masyarakat. Dalam analisis ini, untuk menentukan responden tidak ada jumlah minimal yang harus dipenuhi, sepanjang responden yang dipilih adalah orang-orang yang memahami bidang yang dijalaninya (David, 1997). Namun demikian, semakin banyak responden yang dilibatkan akan semakin baik untuk mengurangi subyektifitas dalam penelitian ini.

3.2.2 Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder didapatkan dari instansi-instansi pemerintah dan swasta dalam bentuk angka dan peta. Data sekunder meliputi informasi tentang kependudukan (jumlah, kepadatan, struktur dan pertumbuhan), kondisi fisik dasar (pola penggunaan lahan eksisting, topografi, jenis tanah, kemiringan lahan, hidrologi, curah hujan, dan kedalaman efektif tanah).


(42)

Tabel 3.1 Jenis dan Sumber Data Sekunder

Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Fisik Dasar

1. Tutupan Lahan Angka dan Peta Bappeda Kab. Aceh Tengah, Yayasan Leuser Indonesia

2. Kemiringan Lereng Angka dan Peta Bappeda Kab. Aceh Tengah, Yayasan Leuser Indonesia

3. Jenis Tanah Angka dan Peta Bappeda Kab. Aceh Tengah, Yayasan Leuser Indonesia

4. Curah Hujan Angka dan Peta Bappeda Kab. Aceh Tengah

5. Hidrologi Angka dan Peta Bappeda, Dinas PU Kab. Aceh Tengah 6. Kedalamam Efektif

Tanah

Angka dan Peta Bappeda Kab. Aceh Tengah

Kependudukan

1. Jumlah Angka BPS Kab. Aceh Tengah 2. Kepadatan Angka BPS Kab. Aceh Tengah 3. Pertumbuhan Angka BPS Kab. Aceh Tengah 4. Struktur Angka BPS Kab. Aceh Tengah

3.3 Metode Analisis

3.3.1 Analisis Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, sebagai contoh lahan untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim (Rayes, 2006). Kelas kesesuaian lahan suatu kawasan dapat berbeda-beda, tergantung pada penggunaan lahan yang dikehendaki. Klasifikasi kesesuaian lahan menyangkut perbandingan (matching) antara kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan. Analisis kesesuaian lahan untuk fungsi hutan, sawah tadah hujan tanpa irigasi dan permukiman menggunakan teknik


(43)

tumpang susun peta (overlay) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.2, Gambar 3.3 dan Gambar 3.4.

Kelerengan

Jenis tanah

Peta Kesesuaian Lahan Hutan Curah hujan

Gambar 3.2 Teknik Overlay Kesesuaian Lahan Untuk Hutan

Kelerengan

Gambar 3.3 Teknik Overlay Kesesuaian Lahan Untuk Sawah Tadah Hujan Tanpa Irigasi

Gambar 3.4 Teknik Overlay Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman

Ketinggian

Kedalaman efektif

Peta Kesesuaian Lahan Sawah

Tadah Hujan Tanpa Irigasi Drainase

Kelerengan

Kedalaman efektif

Peta Kesesuaian Lahan Permukiman Drainase


(44)

3.3.2 Analisis Kawasan Lindung

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Pengaturan lebih lanjut mengenai kawasan lindung diatur dalam Keppres No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Jenis penggunaan lahan kawasan lindung berdasarkan Keppres tersebut meliputi:

1. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya a. Kawasan Hutan Lindung

Adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Perlindungan ditujukan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan menjaga fungsi hidroulik tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan air permukiman. Kriteria kawasan meliputi: kawasan hutan yang mempunyai lereng/kemiringan 40% atau lebih dan atau kawasan hutan yang mempunyai ketinggian >2000 meter di atas permukaan laut atau lebih.

b. Kawasan Resapan Air

Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan, sehingga menciptakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air. Tujuan perlindungan adalah untuk memberikan


(45)

ruang yang cukup bagi peresapan air air hujan pada daerah resapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun untuk kawasan yang bersangkutan hidrologi wilayah, yaitu sebagai penambat air dan pencegah banjir serta melindungi ekosistem yang khasnya di kawasan bergambut. Kriteria kawasan meliputi: curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresap air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran.

2. Kawasan Perlindungan Setempat a. Sempadan Sungai

Kawasan sempadan pantai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Tujuan perlindungan adalah untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Kriteria kawasan: sekurang-kurangnya 100 meter di kiri-kanan sungai besar dan 50 meter di kiri-kanan anak sungai yang berada di luar permukiman.

b. Sempadan Danau

Kawasan sempadan danau adalah kawasan di sekeliling danau yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau. Tujuan perlindungan adalah melindungi danau dari kegiatan manusia yang mengganggu kelestarian fungsi danau. Kriteria kawasan: daratan sekeliling tepian yang lebarnya


(46)

proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

d. Kawasan Sekitar Mata Air

Sekurang-kurangnya dengan radius jari-jari 200 meter di sekitar mata air.

3. Kawasan Reservat

Kawasan reservat adalah kawasan suaka perikanan yang berada di kawasan perairan tertentu yang berfungsi terbatas sebagai penyangga (buffer) dari suatu ekosistem akuatik yang sudah kritis dan terancam kelestariannya

3.3.3 Analisis Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan (UU No. 26/2007).

Penentuan kawasan budidaya menggunakan kriteria sebagai berikut:

1. Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Tetap (SK Mentan No.837/kpts/ UM/II/1980). Kawasan hutan dengan faktor lereng, jenis tanah, curah hujan dengan skor 124-175 untuk hutan produksi terbatas dan jumlah skor <124 untuk hutan produksi tetap.

2. Sawah tadah hujan tanpa irigasi (PPT, 1983 dalam Sitorus, 1998), terletak pada kemiringan/kelerengan <3% dan ketinggian <500 m, drainase terhambat, dan kedalaman efektif tanah >75;


(47)

3. Permukiman, terletak pada kemiringan/kelerengan 0 - 15%, drainase baik sampai dengan agak baik dan kedalaman efektif tanah sangat dangkal (<25 cm) sampai dengan dangkal (25-50 cm).

4. Perkebunan/tanaman keras, kelerengan <40 %, kedalaman tanah efektif >30 cm dan curah hujan >1500 mm per tahun

5. Tegalan, ketinggian <1000 meter, kelerengan <40%, kedalaman efektif lapisan atas tanah >30 cm, dan curah hujan antara 1500 - 4000 mm per tahun;

3.3.4 Analisis Strategi Pengembangan Kawasan

Analisis strategi pengembangan kawasan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Oppurtunity, dan Treatment) dengan tahap-tahap:

1. Internal Factor Evaluation Matrix (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Matrix

Digunakan untuk menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal serta mengaplikasikannya menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang kemudian dilakukan pembobotan (Tabel 3.2 dan Tabel 3.3.).

Tabel 3.2 Matrix Internal Factor Evaluation (IFE)

Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor = Bobot x Rating Kekuatan

1.

5.

Kelemahan

1.

5..


(48)

Tabel 3.3 Matrix External Factor Evaluation (EFE)

Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor = Bobot x Rating

Peluang

1.

5..

Ancaman

1.

5.

Jumlah

Sumber : David (1997)

Menurut Rangkuti (1997), tahap-tahap untuk mengidentifikasikan peubah-peubah internal dan eksternal dalam matriks IFE dan EFE adalah:

- menentukan faktor-faktor strategis internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta faktor-faktor strategis eksternal yang menjadi peluang dan ancaman (kolom 1);

- memberikan bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut (kolom 2);

- menghitung rating baik pada matrix IFE dan EFE untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) guna mengidentifikasikan kekuatan utama, kelemahan utama, peluang dan ancaman berdasarkan nilai pengaruhnya (kolom 3);

- mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh faktor pembobotan yang menunjukkan nilai pengaruh faktor (kolom 4);


(49)

- menjumlahkan bobot skor pada kolom 4 untuk memperoleh total skor pembobotan.

2. Diagram SWOT

Diagram SWOT (Gambar 3.5) merupakan perpaduan antara perbandingan kekuatan dan kelemahan (diwakili oleh garis horisontal) dengan perbandingan peluang dan ancaman (diwakili oleh garis vartikal). Pada diagram tersebut kekuatan dan peluang diberi tanda positif, sedangkan kelemahan dan ancaman diberi tanda negatif. Dengan menempatkan selisih nilai kekuatan (S) – kelemahan (W) pada sumbu (x), dan menempatkan selisih nilai antara peluang (O) – ancaman (T) pada sumbu (y), maka koordinat (x,y) akan menepati salah satu sel dari diagram SWOT. Letak nilai S - W dan O - T dalam diagram SWOT akan menentukan arahan strategi pengembangan kawasan. Setiap sel pada diagram SWOT memperlihatkan ciri yang berbeda, sehingga diperlukan strategi yang berbeda dalam penggunaannya. Dengan diagram SWOT yang dibuat berdasarkan nilai pengaruh unsur SWOT akan dapat dirumuskan bentuk strategi yang tepat (Pearce & Robinson,1991).

Peluang (O)

Sel 3 Sel 1

Kelemahan (W) Kekuatan (S)

Sel 4 Sel 2

Ancaman (T)


(50)

3. Matriks SWOT

Matriks SWOT (Tabel 3.4) digunakan untuk menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi: SO, ST, WO dan WT, yaitu:

- Strategi SO adalah strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

- Strategi ST adalah strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. - Strategi WO adalah strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang

yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada, dan

- Strategi WT adalah strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman (Rangkuti, 2000).

Tabel 3.4 Matriks SWOT Strengths (S)

Tentukan kekuatan internal

Weakness (W)

Tentukan kelemahan internal

Oppurtunities (O)

Tentukan peluang eksternal

Stretegi SO

Ciptakan strategi yang memanfaatkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WO

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Treatment (T)

Tentukan ancaman eksternal

Strategi ST

Ciptakan strategi yang memanfaatkan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Sumber : Rangkuti, 1997


(51)

3.4 Definisi Operasional

1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

2. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

3. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

4. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

5. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

6. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.

7. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

8. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.


(52)

10. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

11. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

12.Evaluasi Lahan, merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan spesifik yang dilakukan dengan cara cara tertentu, yang nantinya akan menjadi dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan penggunaan lahan.

13.Kesesuaian lahan adalah kecocokan lahan untuk penggunaan tertentu, sebagai contoh untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan, atau pertanian tanaman semusim .

14.Pengembangan wilayah, merupakan upaya menata ruang dan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara lebih optimal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kawasan Penelitian 4.1.1 Letak Geografis dan Batas Kawasan

Lokasi penelitian terletak di sebelah timur Kawasan Perkotaan Takengon Kabupaten Aceh Tengah dan merupakan bagian hulu dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Peusangan. Secara administrasi dalam Kawasan Danau Laut Tawar terdapat 23 kampung yang berada dalam empat kecamatan, yaitu Kecamatan Bintang, Kebayakan, Bebesen, dan Lut Tawar.

Posisi astronomis kawasan studi berdasarkan transformasi Peta Jantop skala 1 : 50.000, berada pada posisi 96'50'00"BT - 97'01'37"BT dan 4'40'05"LU - 4'33'85"LU, dengan batas-batas kawasan sebagai berikut :

− Sebelah Utara : hutan lindung.

− Sebelah Timur : perkebunan dan sawah.

− Sebelah Selatan : hutan lindung..

− Sebelah Barat : Jalan Kabupaten Takengon - Kebayakan. Peta kawasan penelitian ditampilkan pada Gambar 4.1.

Secara eksisting di kawasan danau bagian barat dan timur terdapat kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai tempat/pusat permukiman kota, pusat distribusi dan koleksi serta pusat pelayanan sosial ekonomi. Adapun luas kawasan studi berdasarkan


(54)

hasil pengukuran planimetri dari Peta Jantop skala 1 : 50.000, adalah seluas 7.784,50 Ha (tidak termasuk luas danau).

Gambar 4.1


(55)

4.1.2 Klimatologi

Keadaan iklim kawasan penelitian pada umumnya sama dengan wilayah Kabupaten Aceh Tengah yang memiliki iklim dingin, mengingat letaknya yang berada pada ketinggian 1000-1500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Temperatur udara berkisar antara 200-280C dan sedikit lebih panas pada musim panas. Curah hujan yang terjadi mulai dari 1.500-1.750 mm/tahun, dengan puncak-puncak musim penghujan terjadi sekitar bulan Oktober - Nopember - Desember serta bulan kering terjadi pada bulan Juni-Juli-Agustus.

4.1.3 Topografi/Kemiringan Lahan

Tinggi tempat dari permukaan laut (altitude) erat hubungannya dengan pembudidayaan lahan baik untuk pertanian lahan basah maupun lahan kering. Pada umumnya batas ketinggian tempat yang baik unfuk budidaya pertanian konvensional adalah di bawah 1.500 meter dari permukaan laut.

Secara umum kawasan penelitian berada pada ketinggian 1000 – 1500 meter di atas permukaan laut dengan kondisi topografi bervariasi mulai dari kelas dataran datar sampai ke berbukit dan bergunung. Kemiringan 0-2% mempunyai proporsi paling kecil dengan luas 141,7 Ha atau sebesar 1,82% dari total luas kawasan, dan kemiringan >40% mempunyai proporsi terbesar dengan luas 2.824 Ha atau sebesar 36,28% dari total luas kawasan. Sementara itu kemiringan 2-8% seluas 1.102,3 Ha (14,16%), 8-15% seluas 941,1 Ha (12,09%), 15-25% seluas 1.079,7 (13,87%), dan kemiringan 25-40% seluas 1.695 Ha (21,78%).


(56)

Lebih jelasnya mengenai data kemiringan lahan pada kawasan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.2 berikut :

Tabel 4.1 Luas Kawasan Danau Laut Tawar Berdasarkan Kemiringan Lereng

No. Kemiringan (%) Luas (Ha) Prosentase (%)

1. 0 -2% 141.7 1.82

2. 2 -8% 1,102.3 14.16

3. 8 -15% 941.1 12.09

4. 15 -25% 1,079.7 13.87

5. 25 -40% 1,695.5 21.78

6. >40% 2,824.2 36.28

Jumlah 7,784.5 100.00

Sumber: Bappeda Kab. Aceh Tengah, 2007

4.1.4 Hidrologi

Kawasan Danau Laut Tawar merupakan kawasan lembah yang banyak dialiri oleh sungai maupun anak-anak sungai. Aliran air permukaan atau sungai yang menuju ke Danau Laut Tawar berjumlah 25 buah yang berasal dari 18 daerah hulu/kawasan tangkap dengan debit bervariasi dari 11 sampai 2.554 liter/detik, dengan debit total sebesar 10.043 liter/detik. Debit air keluar dari Danau Laut Tawar melalui Sungai Krueng Peusangan sebesar 5.664 liter/detik. Tercatat air hilang sebanyak 975 liter/detik yang diduga akibat transpirasi tumbuhan air dan atau tersimpan sebagai air cadangan di dalam tanah (Saleh, 2000). Salah satu sumber air permukaan di kawasan penelitian yang paling banyak digunakan oleh penduduk yaitu berasal dari Sungai Krueng Peusangan yang berhulu ke Danau Laut Tawar. Selain


(57)

sungai tersebut, yang menjadi sumber tersedianya air adalah dari anak-anak sungai seperti Wih Gembirit, Empan, Rawe, Nosar, Mengaya, Bewang, Linung, Kalarengke, Kalasegi, Kebayakan dan Wih Ulung Gajah.

Gambar 4.2


(58)

4.1.5 Jenis Tanah

Jenis tanah di kawasan penelitian terdiri dari 3 (tiga) kelompok, yaitu :

1. Latosol, terdapat di bagian barat dan utara kawasan penelitian dengan luas

1.829,33 Ha (23,50%). Tanah ini merupakan tanah pelapukan lanjut, sangat tercuci, pH agak masam, warna tanah lapisan atas kekuningan, lapisan bawah merah, coklat kemerahan, coklat, coklat kekuningan atau kuning. Jenis tanah ini tidak mernpunyai masalah untuk budidaya pertanian, sedangkan untuk lahan terbangun termasuk baik tetapi lebih disarankan untuk lahan pertanian.

2. Komplek Reasing dan Litosol, merupakan bagian terbesar di kawasan penelitian,

yaitu seluas 4.873,12 Ha (62,60%) yang terdapat di bagian selatan dan timur serta timur laut kawasan. Jenis tanah ini merupakan tanah mineral yang sangat tercuci dibawa oleh air, lapisan atas berwarna abu-abu muda sampai kekuningan, lapisan bawah merah atau kuning, tingkat keasaman cukup tinggi. Untuk penggunaan terbangun jenis tanah ini memiliki daya dukung yang cukup kuat dan kokoh dengan syarat topografi agak datar. Sedangkan untuk penggunaan budidaya pertanian perlu adanya masukan dalam pengelolaan karena jenis tanah ini kurang subur.

3. Komplek Podsolik Coklat, Podsolik dan Litosol, terletak di bagian timur kawasan

penelitian dengan luas 1.082,05 Ha (13,90%). Jenis tanah ini berupa tanah mineral yang berasal dari endapan abu vulkanik, pH agak masam. Untuk penggunaan terbangun tergolong baik, kecuali untuk jenis litosol (dihutankan/dalam lereng yang curam).


(59)

Peta jenis tanah di kawasan penelitian ditampilkan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Peta jenis tanah


(60)

4.1.6 Kependudukan

4.1.6.1 Jumlah dan Distribusi Penduduk

Jumlah penduduk di kawasan penelitian pada tahun 2005 berjumlah 16.573 Jiwa atau sebesar 10,08% dari total jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tengah (164.402 jiwa). Penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Bintang, sebesar 7.080 Jiwa (42,72%), disusul oleh Kecamatan Lut Tawar 5.352 Jiwa (32,29%), Kecamatan Bebesen 2.298 Jiwa (13,87%) dan yang terkecil adalah Kecamatan Kebayakan, sebanyak 1.843 Jiwa (11,12%). Lebih jelasnya jumlah dan distribusi penduduk di kawasan penelitian ditampilkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Jumlah dan Distribusi Penduduk

Di Kawasan Danau Laut Tawar Tahun 2005 No. Kecamatan Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Prosentase (%)

1 Kebayakan 1,843 11,12 2 Bebesen 2,298 13.87 3 Laut Tawar 5,352 32,29 4 Bintang 7,080 42,72

Total Kawasan 16.573 100.00

Sumber : BPS, Kabupaten Aceh Tengah Dalam Angka Tahun 2006

4.1.6.2 Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah. Jumlah penduduk di kawasan penelitian pada tahun 2005 sebanyak 16.573 Jiwa dengan luas kawasan sebesar 7.784,5, sehingga didapatkan kepadatan penduduk sebesar 2 Jiwa/Ha. Berdasarkan kecamatan, kecamatan yang mempunyai


(61)

kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Bebesen, yaitu sebesar 89 Jiwa/Ha. Hal ini dapat dimaklumi karena wilayah Kecamatan Bebesen masuk kedalam Kawasan Perkotaan Takengon yang merupakan Ibukota Kabupaten Aceh Tengah, namun kepadatan tersebut patut diwaspadai karena sebagian besar lokasi tempat tinggal penduduk terletak berdekatan dengan pantai barat Danau Laut Tawar, apabila tidak segera diatur dengan kebijakan tata ruang maka dikhawatirkan akan mengganggu fungsi lindung Danau Laut Tawar. Selanjutnya Kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Bintang dengan kepadatan 1 Jiwa/Ha. Kecamatan lainnya, yaitu Kecamatan Kebayakan kepadatan penduduknya sebesar 7 Jiwa/Ha dan Kecamatan Laut Tawar sebesar 3 Jiwa/Ha. Jumlah dan kepadatan penduduk di Kawasan Danau Laut Tawar pada tahun 2005 disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Di Kawasan Danau Laut Tawar Tahun 2005 No. Kecamatan Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Luas (Ha)

Kepadatan (Jiwa/Ha)

1 Kebayakan 1,843 274.0 7

2 Bebesen 2,298 25.7 89

3 Laut Tawar 5,352 1.686.1 3

4 Bintang 7,080 5.798.7 1

Total Kawasan 16,573 7.784.5 2


(62)

4.1.7 Penggunaan Lahan Eksisiting

Bentuk penggunaan lahan di kawasan Danau Laut Tawar terbagi dalam dua bagian besar, yaitu lahan terbangun dan tidak terbangun. Lahan terbangun meliputi penggunaan untuk tegalan, sawah, perkebunan, dan permukiman, sedangkan lahan tidak terbangun meliputi penggunaan hutan dan semak belukar. Berdasarkan hasil pengukuran dari peta tutupan lahan digital Yayasan Leuser Internasional (2007) didapatkan bahwa bentuk penggunaan lahan terbangun merupakan areal terluas di kawasan penelitian, yaitu seluas 4.583,38 Ha atau sebesar 58,88% dari total luas kawasan penelitian, sedangkan areal penggunaan tidak terbangun menempati areal seluas 3.201,12 Ha atau sebesar 41,12%.

Berdasarkan jenis penggunaan lahannya, penggunaan lahan terbesar di Kawasan Danau Laut Tawar adalah untuk jenis semak belukar seluas 2,744.32 Ha atau sebesar 35,25% dari total luas kawasan. Disusul oleh penggunaan lahan untuk persawahan 1,724.7 Ha (22,16%), perkebunan 1,650.39 Ha (21,20%), tegalan 749,14 Ha (9,62%), hutan 456,8 Ha (5,87%) dan terkecil adalah untuk permukiman yaitu seluas 459,17 Ha atau sebesar 5,90% dari total luas kawasan penelitian. Tabel 4.4 dan 4.5 memperlihatkan penggunaan lahan di Kawasan Danau Laut Tawar dan peta penggunaan lahannya dapat dilihat pada Gambar 4.4.


(63)

Tabel 4.4 Jenis Penggunaan Lahan Di Kawasan Danau Laut Tawar

sawah tegalan perkebunan hutan permukiman semak belukar Jumlah No. Kecamatan

(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)

1 Kebayakan 36.0 59.10 0 0 29.79 9.18 134.1

2 Bebesen 13.0 0 0 0 5.7 0 18.7

3 Lut Tawar 99.01 328.49 278.18 348.63 265.51 104.05 1,423.9 4 Bintang 1,576.67 361.55 1372.21 108.17 158.17 2631.09 6,207.9

Total Kawasan 1,724.7 749.14 1,650.39 456.8 459.17 2,744.32 7,784.5

Sumber : Hasil Analisis Peta Rupa Bumi Digital YLI, 2007

Tabel 4.5 Prosentase Jenis Penggunaan Lahan Di Kawasan Danau Laut Tawar

sawah tegalan perkebunan hutan permukiman semak belukar No. Kecamatan

(%) (%) (%) (%) (%) (%)

1 Kebayakan 26.85 44.08 - - 22.22 6.85

2 Bebesen 69.52 - - - 30.48 -

3 Lut Tawar 6.95 23.07 19.54 24.48 18.65 7.31 4 Bintang 25.40 5.82 22.10 1.74 2.55 42.38

Total Kawasan 22.16 9.62 21.20 5.87 5.90 35.25

Sumber : Hasil Analisis Peta Rupa Bumi Digital YLI, 2007

Gambar 4.4


(64)

Data di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan ruang di kawasan penelitian didominasi oleh kawasan semak belukar. Hal ini sebagian besar diakibatkan oleh perambahan hutan dan kebakaran hutan yang menyebabkan luas kawasan hutan menjadi berkurang. Kondisi demikian apabila dibiarkan terus menerus dapat berakibat serius terhadap kelangsungan ekosistem danau sebagaimana disebutkan dalam Keppres RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, yang menyatakan bahwa danau merupakan kawasan perlindungan setempat. Ruang daratan di kawasan Danau Laut Tawar adalah wadah tempat manusia, flora, fauna hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidup di sepanjang tepi danau yang mempunyai fungsi sebagai daerah tangkapan air dan sebagai daerah pelindung kestabilan eutrofikasi danau.

4.2 Kedudukan Kawasan Danau Laut Tawar dalam Konstelasi Regional 4.2.1 Kawasan Ekosistem Leuser (KEL)

Kawasan Danau Laut Tawar dalam kaitannya dengan wilayah Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) merupakan kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan penyangga (buffer zone). Wilayah Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dalam kawasan penelitian terdapat di bagian utara kawasan penelitian. Jenis penggunaan lahan eksisting dalam area tersebut mencakup pengggunaan untuk semak belukar, perkebunan, dan sebagian kecil untuk tegalan.

Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) merupakan suatu kawasan yang ditetapkan dan diperuntukkan bagi perlindungan dan pengembangan keanekaragaman hayati


(65)

(diversity) dalam kawasan tersebut. Mengingat besarnya fungsi Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sebagai paru-paru dunia, Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dikelola oleh Yayasan Leuser Internasional (YLI) yang merupakan suatu lembaga kerja sama antara Pemerintah Republik Indonesia dan Uni Eropa.

4.2.2 Struktur Perwilayahan Kabupaten Aceh Tengah

Secara struktur perwilayahan kawasan penelitian merupakan bagian dari empat wilayah kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah, yaitu Kecamatan Kebayakan, Bebesen, Lut Tawar, dan Bebesen. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2008 – 2028, kawasan penelitian masuk kedalam tiga wilayah pengembangan, yaitu:

1. Wilayah Pengembangan Bagian Barat (WP) 1

Pusat wilayah pengembangan berada di Kecamatan Bebesen dengan wilayah cakupan terdiri dari Kecamatan Bebesan, Kecamatan Silih Nara, Kecamatan Ketol, Rusip Antara dan Kecamatan Celala. Potensi pengembangan di wilayah ini berupa koleksi, distribusi, produksi dan perekonomian sektor tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan

2. Wilayah Pengembangan Bagian Tengah (WP) 2

Pusat wilayah pengembangan berada di Kecamatan Kebayakan dengan wilayah cakupan terdiri dari Kecamatan Kebayakan, Kute Panang, Kecamatan Lut Tawar, Atu Lintang, Bies dan Kecamatan Pegasing. Potensi pengembangan di wilayah ini berupa pemerintahan, pariwisata, tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan


(66)

3. Wilayah Pengembangan Bagian Timur (WP) 3

Pusat wilayah pengembangan ini berada di Kecamatan Linge dengan wilayah cakupan terdiri dari Kecamatan Bintang, Jagong Jeget, dan Kecamatan Linge. Potensi pengembangan di wilayah ini berupa sektor pariwisata dan pertanian tanaman pangan, holtikultura serta perkebunan.

Sedangkan menurut sistem pusat pelayanan Kabupaten Aceh Tengah (RTRWK Aceh Tengah Tahun 2008-2028), kawasan penelitian berfungsi sebagai:

1. Pusat Pelayanan Primer, yang melayani seluruh wilayah Kabupaten Aceh

Tengah, dengan pusat pelayanan berada di Kota Takengon (Kecamatan Kebayakan, Lut Tawar dan Bebesan). Tiga pusat primer ini dibagi menjadi dua pusat pelayanan primer dengan fungsi jasa dan pemerintahan yang berada di Kecamatan Kebayakan dan Lut Tawar dan pusat pelayanan primer dengan fungsi sebagai koleksi, distribusi dan perekonomian yang berada di Kecamatan Bebesen. 2. Pusat Pelayanan Tersier, yang melayani dalam lingkup kecamatan (skala

kecamatan). Kecamatan Bintang dalam wilayah penelitian masuk kedalam fungsi ini.

4.3 Analisis Kesesuaian Lahan

Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan di kawasan penelitian dengan menggunakan teknik tumpang susun peta (overlay), didapatkan kesesuaian lahan untuk kawasan hutan lindung, sawah tadah hujan tanpa irigasi, dan permukiman sebagai berikut:


(67)

1. Kesesuaian lahan untuk kawasan hutan lindung seluas 2.529,95 ha atau sebesar 32,50% dari total luas kawasan peneltian;

2. Kesesuaian lahan untuk kawasan permukiman seluas 781,57 ha atau sebesar 10,04% dari total luas kawasan peneltian;

3. Kesesuaian lahan untuk kawasan sawah tadah hujan tanpa irigasi seluas 782,57 ha atau seluas 10,05% dari total luas kawasan penelitian.

4. Kesesuaian lahan untuk kawasan lainnya seluas 3.690,41 ha atau sebesar 47,41% dari total luas kawasan penelitian.

Lebih jelasnya kesesuaian lahan di kawasan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.5.

Tabel 4.6 Kesesuaian Lahan di Kawasan Danau Laut Tawar No Kesesuaian Lahan Luas (Ha) Prosentase (%)

1 Kawasan hutan lindung 2.529,95 32,50

2 Kawasan sawah tadah hujan tanpa irigasi

782,57 10,05

3 Kawasan permukiman 781,57 10,04

4 Kawasan lainnya 3.690,41 47,41

Jumlah 7.784,5 100

Sumber: Hasil Analisis, 2007

4.4 Analisis Kawasan Lindung 4.4.1 Kawasan Hutan Lindung

Berdasarkan hasil penelitian, luas kawasan hutan lindung di kawasan penelitian seluas 2.529,95 Ha atau sebesar 32,50% dari total luas kawasan. Mengingat


(68)

kondisi eksisting saat ini, pengembangan kawasan hutan lindung di Kawasan Danau Laut Tawar diarahkan sebagaimana hal-hal berikut:

GAMBAR 4.5


(69)

- Kawasan hutan yang ada saat ini dipertahankan tetap hutan, dengan pertimbangan sebagai catchment area;

- Kawasan hutan lindung yang pada saat ini masih banyak memiliki lahan terbuka atau sudah tidak berhutan lagi, direkomendasikan untuk segera ditanami kembali dengan sistem pelibatan masyarakat sekitar di dalam prosesnya sehingga dapat menjaga keutuhan hutan tersebut nantinya;

- Pada lahan yang saat ini sudah digunakan sebagai kegiatan budidaya (permukiman, perkebunan, tegalan, kebun campuran, dan lain-lain) secara bertahap dialihkan ke arah usaha konservasi, sehingga fungsi lindung yang diemban dapat tetap terjaga;

- Untuk mempertahankan fungsi lindung, hendaknya pengembangan infrastruktur di kawasan hutan lindung dibatasi;

- Pada beberapa kawasan hutan yang memungkinkan, diusulkan kegiatan wisata alam, seperti jogging track, hiking, wisata ilmu pengetahuan (melihat hewan dan tumbuhan di kawasan cagar alam), dan lain-lain.

4.4.2 Kawasan Sempadan Sungai

Berdasarkan hasil penelitian areal kawasan sempadan sungai di kawasan penelitian adalah seluas 308,02 Ha atau sebesar 3,96% dari total luas kawasan.

4.4.3 Kawasan Sempadan Danau

Luas kawasan sempadan danau di kawasan penelitian berdasarkan hasil peneltian adalah sebesar 621,17 Ha atau 7,98% dari total luas kawasan. Namun jika


(70)

dilihat kondisi eksisting kawasan sekitar Danau Laut Tawar, tampak bahwa hampir sebagian besar kawasan sempadan danau tersebut sudah menjadi kawasan budidaya, baik yang mengakomodasi kegiatan budidaya pertanian, permukiman, perkebunan, pariwisata, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pengembangan kawasan sempadan danau diarahkan sebagai kawasan lindung dengan mempertimbangkan keberadaan kegiatan yang telah ada saat ini.

Untuk mencapai hal tersebut, arahan untuk pengembangan kawasan sempadan danau antara lain:

- Alokasi lahan untuk kegiatan jasa perkotaan, seperti hotel, perdagangan, dan tempat hiburan di sempadan danau dapat dilakukan secara terbatas, dengan memperhatikan keberlangsungan lingkungan;

- Bagi kegiatan yang telah berkembang di kawasan sempadan danau diterapkan arahan pengendalian pemanfaatan ruang;

- Untuk lahan-lahan yang masih kosong di pinggiran danau, dapat dikembangkan kawasan ruang terbuka hijau atau ruang publik yang dibangun untuk kepentingan umum dengan konstruksi yang ramah lingkungan;

- Dikembangkan model konsolidasi lahan dan revitalisasi zona-zona wisata dengan mengubah orientasi pengembangan menghadap danau atau menjadikan danau sebagai beranda rumah mereka.

- Perlunya ditetapkan fungsi lindung bagi daerah yang berupa lahan terbuka. Hal ini dilakukan untuk mengantipasi tingginya intensitas pembangunan kawasan budidaya yang dapat mempengaruhi secara negatif nilai estetika danau dan


(1)

_____________. 1982. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air.

_____________. 1990. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

_____________. 1980. Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 837/kpts/UM/II/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Kawasan Lindung. Jakarta.

Karmisa, I., Purwantini. Y., Utami, DN., A. Kusriyanti & J. Suzanna. 1990. Administrasi Lingkungan. Dalam: Kualitas Lingkungan Indonesia. Jakarta: Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Kutarga, Zumara W. 2000. Studi Identifikasi Kualitas Visual Lansekap Sebagai Dasar Pengembangan Kawasan Wisata Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah. Tugas Akhir Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Unisba. Bandung: Universitas Islam Bandung.

Lal, R. 1990. Soil Erosion in the Tropics. United State of America: McGraw-Hill, Inc.

Pearce, II JA, Robinson RB. 1991. Strategy Management Formulation, Implementation and Control. Irwin Boston.

Rangkuti, F. 2005. Analisa SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rayes, M Luthfi. 2006. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Yogyakarta: Andi. Resosoedarmo, R.S., Kartawinata, K dan Soegiarto, A. 1992. Pengantar Ekologi.

Bandung: Remadja Karya.

Saleh, M. 2000. Dinamika Ekosistem Danau Laut Tawar. Banda Aceh: Yayasan Abdi lingkungan.

Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: PT Rineka Cipta .

Soemarwoto, O. 1991. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.


(2)

Siagian, H. 1982. Pembangunan Ekonomi Dalam Cita-cita dan Realita. Bandung: Alumni.

Sitorus, S.R.P. 1985. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Bandung: Tarsito.

Sughandhy, A. 1992. Penataan Ruang Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Zainuddin, M. 2004. Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang dan Pengambangan Wilayah Pesisir Kecamatan Jereowaru Kabupaten Lombok Timur. Tesis Program Studi Perencanaan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Jurnal-jurnal

Kumurur, Veronica. A. 2001. Kondisi Pemanfaatan Ruang Daratan Di Kawasan Sekitar Danau Mooat, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Periode Tahun 1987-1998. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup & Sumber Daya Alam (PPLH-SDA) Lembaga Penelitian, Universitas Sam Ratulangi, Fak. Teknik, Jurusan Arsitektur, Universitas Sam Ratulangi. Menado.

Makalah-makalah

Darwanto, H. 2000. Strategi Kebijakan Propennas Bidang Penataan Ruang. Makalah dalam Pelatihan Penataan Ruang Propinsi, Ditjen Penataan Ruang Daerah Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah Jakarta.

Haeruman, H. 1997. Pengelolaan Sumber Daya Lahan dalam Sistim Tata Ruang Nasional. Makalah dalam Seminar Agenda 21 Pembangunan Berkelanjutan Nasional, UGM, 8 September 1997. Jakarta.

Salusu, J. 1996. Proses Pengambilan Keputusan Perencanaan. Modul Perencanaan Pembangunan, Pusat Studi Kebijaksanaan dan Manajemen Pembangunan LPPM Universitas Hasanuddin, 1996. Ujung Pandang.

Peta-peta

Bakorsultanal. 1979. Peta Rupa Bumi Indonesia. Lembar Aceh Tengah. Cibinong: Bakorsultanal.


(3)

Yayasan Leuser Internasional. 2007. Peta Jenis Tanah Kawasan Danau Laut Tawar. Medan: YLI

___________. 2007. Peta Kemiringan Lereng Kawasan Danau Laut Tawar. Medan: YLI


(4)

Lampiran 1 Kuesioner SWOT

Kepada Yth, Bapak/Ibu

……… Di Tempat

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : ZUMARA WINNI KUTARGA, ST

Alamat : Komplek Telkom No. 235 Paya Tumpi Takengon Pekerjaan : - PNS pada Bappeda Kabupaten Aceh Tengah

- Mahasiswa pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan

Dalam rangka penyelesaian studi, saat ini saya sedang menyusun penelitian Tesis dengan judul “Kajian Penataan Ruang Kawasan Danau Laut Tawar Dalam Rangka Pengembangan Wilayah Kabupaten Aceh Tengah”. Salah satu perangkat analisis yang digunakan adalah dengan Metode SWOT (Strength, Weakness, Oppurtunity, dan Threatment).

Untuk memenuhi maksud tersebut, saya memohon kepada Bapak/Ibu untuk dapat membantu dalam hal pengisian kuesioner tentang kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman Kawasan Danau Laut Tawar yang kami sertakan dalam lampiran surat ini.

Atas bantuan dan kerja samanya diucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb


(5)

Nama Responden :

Pekerjaan :

Jabatan :

Alamat :

Petunjuk pengisisan kuesioner:

Berikan bobot masing-masing faktor di bawah ini dengan skala mulai dari: 0.30 = paling penting;

0,25 = penting; 0,20 = agak penting; 0,15 = kurang penting 0,10 = tidak penting

Faktor Strategi Internal Bobot Kekuatan (S)

1. Sumberdaya air untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, perikanan, perkebunan, dan energi

2. Kegiatan perekonomian meliputi pertanian, perkebunan, dan perikanan telah mampu memenuhi kebutuhan lokal

3. Memiliki objek wisata cukup beragam dan tersebar, meliputi wisata alam, budaya, dan minat khusus

4. Terdapat species ikan langka Ikan Depik (Roshora leptosoma) 5. Letak kawasan yang tepat berada di sisi Kota Takengon

Kelemahan (W) 1. Kondisi fisik kawasan terutama di bagian utara dan selatan sulit

untuk dikembangkan bagi kegiatan terbangun, sehingga

perkembangan cenderung terkonsentrasi di sebelah barat dan timur kawasan

2. Belum adanya zonasi yang jelas tentang perikanan budidaya keramba dan kolam-kolam ikan

3. Perambahan lahan untuk budidaya menyebabkan terjadinya degradasi lahan

4. Obyek-obyek wisata belum dikelola secara baik 5. Kurangnya promosi potensi kawasan ke dunia luar


(6)

Faktor Strategi Eksternal Bobot Peluang (O)

1. Pengembangan pariwisata sebagai sektor strategis dalam

pengembangan perekonomian telah diakomodir oleh kebijakan dari berbagai tingkatan, baik di tingkat pemerintahan kabupaten,

propinsi, maupun pusat

2. Sudah adanya kebijakan penetapan kawasan lindung

3. Kebijakan Provinsi NAD yang menjadikan Kabupaten Aceh Tengah sebagai salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW)

4. Kunjungan wisatawan yang semakin meningkat

5. Adanya investasi dari pihak luar untuk pengembangan perikanan dan obyek wisata Danau Laut Tawar

Ancaman (T) 1. Belum adanya kebijakan yang mengatur kegiatan budidaya yang

berada di kawasan tubuh air danau (rumah, hotel, dan restoran), sempadan danau, dan catchment area

2. Tekanan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan kawasan 3. Arus budaya asing yang tidak tersaring oleh budaya setempat 4. Perubahan iklim makro yang mengakibatkan ketidakseimbangan

cuaca