ANALISIS PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) PADA JASA CUCI PAKAIAN SUPERWASH DI BANDARLAMPUNG

i

ABSTRAK
ANALISIS PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) PADA JASA CUCI
PAKAIAN SUPERWASH DI BANDARLAMPUNG

Oleh
ANDI ASMORO

Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki orang perseorangan atau badan usaha
terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha yang terbukti berhasil untuk dapat
digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Superwash adalah
usaha waralaba namun untuk dapat disebut sebagai waralaba harus memenuhi
kriteria usaha waralaba sebagaimana diatur dalam PP No. 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba. Pelaksanaan usaha waralaba berpedoman pada perjanjian waralaba
yang harus dibuat secara tertulis antara franchisor dan franchisee sesuai ketentuan
PP No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Perjanjian waralaba memuat kewajiban
dan hak para pihak termasuk upaya hukum yang dapat dilakukan oleh franchisee
jika franchisor sebagai pemilik usaha melakukan wanprestasi. Penelitian ini akan
mengkaji mengenai kesesuaian usaha Superwash terhadap kriteria waralaba,
kesesuaian klausula perjanjian waralaba Superwash terhadap klausula wajib diatur

dalam PP No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba serta upaya hukum yang
dilakukan jika terjadi pelanggaran perjanjian waralaba Superwash dalam
pelaksanaannya.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif empiris (applied law research) dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan live case study. Data yang
digunakan adalah data primer yang didapat dari hasil wawancara dan data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, studi
dokumen dan wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan
data, klasifikasi data, dan sistematika data. Data yang terkumpul kemudian di
analisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa usaha waralaba Superwash
telah memenuhi kriteria wajib berdasarkan PP No. 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba yaitu memiliki ciri khas usaha, terbukti sudah memberikan keuntungan,
memiliki standar pelayanan, mudah diajarkan dan diaplikasikan, adanya dukungan

ii

yang berkesinambungan dan Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar

sehingga dapat disebut sebagai usaha waralaba. Perjanjian waralaba Superwash
telah sesuai dengan klausula minimal dalam PP No. 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba yang memuat tentang pihak-pihak, jenis kegiatan usaha, hak dan
kewajiban serta klausula wajib lainnya sebagaimana diatur dalam PP No. 42
Tahun 2007 tentang Waralaba. Upaya hukum yang dilakukan jika terjadi
wanprestasi telah diatur di dalam perjanjian waralaba Superwash. Para pihak
memilih Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai forum pilihan untuk
menyelesaikan perselisihan yang terjadi dalam pelaksanaan usaha waralaba
Superwash.
Kata Kunci: Perjanjian Waralaba, Usaha Waralaba, Superwash

v

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Andi Asmoro, penulis dilahirkan pada
tanggal 05 Oktober 1991 di Kota Pematang Siantar. Penulis adalah
anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Rahono dan Yunizar
Koto.
Penulis mulai masuk di Sekolah Dasar Negeri Inpres No. 124397 Pematang Siantar

pada tahun 1997 dan lulus pada tahun 2003, masuk Sekolah Menengah Pertama di
SMP Negeri 7 Tanjung Balai pada tahun 2003 dan lulus pada tahun 2006, masuk
Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 8 Bandarlampung pada tahun 2006 dan lulus
pada tahun 2009 dan Masuk di Perguruan Tinggi Swasta DCC Bandarlampung pada
tahun 2009 dan lulus pada tahun 2012.

Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi internal maupun
eksternal kampus. Di awal perkulian 2010, penulis aktif sebagai Anggota Pusat Studi
Bantuan Hukum (PSBH) 2010.

MOTO

“Ikuti tutur bicara ku, tapi jangan ikuti langkah ku”
(Ayah Ku)
“People with passion can change the world for the better”
(Steve Jobs)
“Face your fears and doubts, and new worlds will open to you”
(Robert T. Kiyosaki)

“It’s better to try and fail than fail to try”
(Samih Toukan)

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk:

Kedua orangtua ku yang tercinta, yang senantiana membesarkan, mendidik dan
membimbing ku dengan cara yang luar biasa:

RAHONO
dan
YUNIZAR KOTO

Terima kasih atas kasih sayang yang tulus yang selalu engkau berikan, semoga
suatu saat dapat membalas semua budi baik itu dan dapat menjadi seperti yang
diharapkan dan menjadi kebanggaan keluarga.


SANWACANA

Salam sejahtera dan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Analisis Perjanjian Waralaba (Franchise) pada Jasa Cuci Pakaian
Superwash di Bandarlampung” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan tepat
waktu.
Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, partisipasi secara langsung
maupun tidak langsung dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.

2.

Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Bagian Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak

membantu penulis di dalam menempuh pendidikan sarjana di Fakultas
Hukum Universitas Lampung.

3.

Ibu Aprilianti, S.H., M.H., sebagai Sekretaris Bagian Hukum Perdata.

4.

Ibu Rilda Murniati, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan banyak waktu, ilmu, pemikiran, dan tenaga kepada penulis, serta

memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi.
5.

Bapak Dita Febrianto, S.H., M.H., sebagai Dosen Pembimbing II yang telah
bersedia

untuk


meluangkan

waktunya,

memberikan

perhatian

serta

mencurahkan segenap pemikirannya untuk membimbing penulis dengan
penuh kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
6.

Ibu Lindati Dwiatin S.H., M.Hum., sebagai Dosen Pembahas I yang telah
memberikan kritik, saran, dan masukan yang sangat membangun skripsi ini.

7.


Ibu Selvia Oktaviana, S.H., M.H., dan ibu Diane Eka Rusmawati., S.H.,
M.H., sebagai Dosen Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran, dan
masukan yang sangat membangun terhadap penulisan dalam skripsi ini.

8.

Bapak Irzal Fardiansyah, S.H., M.H., sebagai Pembimbing Akademik, yang
telah memberikan bimbingan serta arahan bagi penulis selama menjadi
mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

9.

Seluruh Dosen serta karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
tidak bisa disebutkan satu persatu namanya, terima kasih atas bantuan tenaga,
ilmu dan pemikiran yang telah diberikan dengan penuh dedikasi.

10. Abang yang selalu jadi panutan Eka Wijaya S.Kom., dan adikku tersayang
Widya Paramitha.
11. Kekasih, sabahat sekaligus adikku Ulfa Marwan S.Pd., yang selalu
mendukung, memberikan semangat dan menemaniku baik selama ini.

12. Ahmad Iqbal Syarib sebagai narasumber yang memberikan informasi dan
data tentang waralaba Superwash yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
skripsi ini.

13. Sahabat Terbaik yang kuanggap sebagai saudara Eko Yulianto, yang selalu
menjadi kawan dalam suka maupun duka.
14. Sahabat-sahabat ku Adi Pangestu, Arief Chandra Gutama dan Cahaya Rama
Putra yang mengisi kenangan-kenang yang indah selama kuliah dan
dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
15. Teman-teman seperjuangan saat bimbingan skripsi: Saut Maruli, Meutia
Kumala Sari, Romadhoni, dan Kelvin. Terima kasih atas bantuan dan
kebersamaannya selama kita bimbingan bersama.
16. Teman-teman Hukum Keperdataan ’10: Jefri, Neil, Wida, Rama, Ricko, Yuri,
Dede, Richard, Eka, Abram, Hans, serta teman-teman perdata lainnya yang
tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kenangan yang tak
terlupakan selama kuliah.
17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan
dukungannya.
Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi

ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Bandarlampung, 11 Agustus 2014
Penulis,

Andi Asmoro

DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAAN ......................................................................v
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... vi
MOTO ........................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN........................................................................................ viii
SANWACANA .............................................................................................. ix
DAFTAR ISI................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................1
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ..............................................6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................7
D. Kegunaan Penelitian ...........................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Waralaba dan Kriteria Usaha Waralaba..............................................9
1.

Pengertian dan Pengaturan Hukum tentang Waralaba ..............9

2.

Kriteria Bisnis Waralaba .........................................................14

3.

Jenis-Jenis Waralaba ...............................................................15

B. Perjanjian Waralaba ..........................................................................17
1.

Perjanjian pada Umumnya ......................................................17

2.

Perjanjian Waralaba.................................................................23

C. Bentuk Hukum, Legalitas Usaha dan Pendaftaran Usaha
Waralaba ...........................................................................................35
1.

Bentuk Hukum Perusahaan .....................................................35

2.

Legalitas Perusahaan ...............................................................38

3.

Pendaftaran Usaha Waralaba...................................................40

D. Upaya Penyelesaian Sengketa Ekonomi ...........................................42
1.

Pengadilan Negeri ...................................................................42

2.

Arbitrase.. ................................................................................43

E. Gambaran Umum Usaha Waralaba Superwash ...............................46

F.

1.

CV. Edria Mitra Internasional (Franchisor) ...........................47

2.

Ahmad Iqbal Syarib (Franchisee) ...........................................48

Kerangka Pemikiran.........................................................................49

BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian..................................................................................51
B. Tipe Penelitian. .................................................................................52
C. Pendekatan Masalah..........................................................................52
D. Jenis Data ..........................................................................................53
E. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data. ........................................54
F. Analisis Data.....................................................................................55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kriteria Waralaba menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2007 tentang Waralaba ..........................................................57
1.

Ciri Khas Usaha.......................................................................58

2.

Terbukti Sudah Memberikan Keuntungan. .............................58

3.

Standar Pelayanan Tertulis ......................................................59

4.

Mudah Diajarkan dan Diaplikasikan .......................................61

5.

Adanya Dukungan yang Berkesinambungan ..........................62

6.

Hak Kekayaan Intelektual yang Telah Terdaftar.....................64

B. Kesesuaian Perjanjian Waralaba Superwash dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba......................66
1.

Nama dan Alamat Para Pihak..................................................67

2.

Jenis Hak dan Kekayaan Intelektual........................................68

3.

Kegiatan Usaha........................................................................69

4.

Hak dan Kewajiban Franchisee dan Franchisor.....................69

5.

Bantuan, Fasilitas, Bimbingan Operasional, Pelatihan dan
Pemasaran................................................................................77

6.

Wilayah Usaha, Jangka Waktu Perjanjian dan Tata Cara
Pembayaran .............................................................................78

7.

Perubahan Kepemilikan, Penyelesaian Sengketa dan Tata
Cara Perpanjangan, Pengakhiran dan Pemutusan Perjanjian ..79

C. Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan Jika Terjadi Wanprestasi.. ...81
BAB V KESIMPULAN. ...............................................................................84

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................86

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai
bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam
tergantung pada bidang bisnis apa yang sedang dijalankan. Keanekaragaman
kerjasama bisnis ini tentu saja melahirkan masalah serta tantangan baru, karena
hukum harus siap untuk dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang muncul.
Salah satu bentuk kerjasama bisnis tersebut adalah jenis usaha waralaba.1

Waralaba atau franchise merupakan suatu bisnis yang didasarkan pada perjanjian
dua pihak, yaitu franchisor sebagai pemilik hak dan franchisee sebagai seseorang
yang diberi hak untuk menjalankan bisnis dari franchisor menurut sistem yang
ditentukan oleh franchisor. Dengan kata lain, waralaba merupakan kegiatan usaha
penjualan barang secara retail kepada masyarakat luas berdasarkan paket kriteria
bisnis yang telah ditentukan. Franchisor dan franchisee tentunya berharap melalui
kemitraan tersebut akan memperoleh keuntungan yang lebih besar dan risiko
kegagalan yang minimal. Waralaba menggunakan nama, goodwill, produk dan
jasa, prosedur pemasaran, keahlian, sistem prosedur operasional, serta fasilitas
1

Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis : Dalam Persepsi Manusia
Modern (Bandung: Refika Aditama, 2004), hlm. 26.

2

penunjang dari franchisor. Sebagai imbalannya, franchisee membayar intial fee
dan royalti atau biaya pelayanan manajemen pada franchisor seperti yang diatur
dalam perjanjian waralaba. Sebuah paket waralaba yang baik mampu membuat
seseorang bisa mengoperasikan sebuah bisnis dengan berhasil, bahkan tanpa
pengetahuan sebelumnya tentang bisnis tersebut.2

Pada awalnya, istilah franchise tidak dikenal dalam kepustakaan hukum
Indonesia. Istilah franchise selanjutnya menjadi istilah yang akrab dengan
masyarakat, khususnya masyarakat bisnis Indonesia dan menarik perhatian
banyak pihak untuk mendalaminya. Kemudian istilah franchise diganti dengan
istilah “waralaba” yang diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga Pendidikan dan
Pengembangan Manajemen (LPPM) . Waralaba berasal dari kata “wara” yang
berarti lebih atau istimewa dan “laba” berarti untung. Jadi, waralaba berarti usaha
yang memberikan keuntungan lebih/istimewa. Berdasarkan pada Peraturan
Pemerintah yang mengatur tentang waralaba, penggunaan kata franchise
ditetapkan menjadi kata waralaba.3

Bisnis waralaba mengalami perkembangan yang sangat cepat karena terdapat
beberapa kelebihan yang membuat bisnis ini menarik minat para investor atau
penerima waralaba. Beberapa kelebihan tersebut yaitu waralaba memberikan
keuntungan untuk berbisnis di bawah bendera bisnis lain yang sudah memiliki
reputasi yang bagus, baik ide, penamaan dan manajemen suatu bisnis telah diuji
coba sebelumnya dan siap untuk diimplementasikan pada lokasi yang baru, sistem
manajeman finansial telah ditetapkan oleh pemilik waralaba utama, sehingga kita
2
3

Ardian Sutedi, Hukum Waralaba (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008), hlm. V.
Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Op. Cit., hlm. 119.

3

tidak perlu dibingungkan lagi dengan manajemen finansial seperti membangun
bisnis baru, serta pemilik waralaba biasanya akan memberikan pelatihan seperti
manajemen finansial, pemasaran, periklanan, Standar Operasional Prosedur (SOP)
dan lain-lain. Hal tersebut biasanya sudah termasuk dalam paket pembelian
waralaba dan yang menjadi alasan utama orang memilih bisnis waralaba karena
bisnis yang diwaralabakan terbukti menguntungkan yang dibuktikan dengan
catatan laporan keuangan dua tahun terakhir yang tertulis dalam prospektus
penawaran waralaba.4

Di Indonesia, bisnis waralaba kian tahun semakin meningkat. Untuk memberikan
kepastian hukum dalam bisnis waralaba di Indonesia, terutama untuk melindungi
pihak-pihak yang terlibat didalamnya, maka diperlukannya perangkat perundangundangan yang memungkinkan pengembangan bisnis waralaba di Indonesia. Oleh
karena itu, pada tahun 1997 dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 1997 tentang Waralaba, yang kemudian diganti oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Peraturan tersebut diperkuat dengan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba dan Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 53/M-Dag/Per/8/2012 tentang Penyelenggaraan
Waralaba.5

Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba (selanjutnya disingkat PP 42 Tahun 2007 tentang Waralaba), khususnya
pada Pasal 1 butir 1 waralaba diartikan sebagai hak khusus yang dimiliki oleh
4
5

Ardian Sutedi, Op. Cit., hlm. 55.
Ibid, hlm. Vii.

4

orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas
usaha memasarkan barang dan jasa yang telah terbukti berhasil dan digunakan
oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Dari pengertian tersebut
beberapa unsur wajib dipenuhi oleh suatu usaha sehingga usaha tersebut dapat
dikatakan sebagai usaha waralaba.

Prospektus merupakan hal yang wajib ditunjukkan kepada penerima waralaba.
Pasal 7 Ayat 1 PP 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menyatakan franchisor
diwajibkan memperlihatkan prospek kepada calon franchisee. Isi prospek
setidaknya memuat data identitas franchisor, legalitas usaha, sejarah kegiatan
usaha, struktur organisasi, laporan keuangan dua tahun terakhir, jumlah tempat
usaha, daftar franchisee, serta hak dan kewajiban franchisor dan franchisee.6

Pada saat ini, banyak jenis usaha yang mengaku sebagai waralaba yang muncul
dengan memberikan penawaran kepada orang-orang untuk menjadi mitra atau
franchisee dengan konsep yang tidak memenuhi beberapa kriteria usaha waralaba
yang terdapat pada Pasal 3 PP 42 Tahun 2007 tentang Waralaba yaitu memiliki
ciri khas usaha, terbukti sudah memberikan keuntungan, memiliki standar atas
pelayanan yang dibuat secara tertulis, mudah diajarkan dan diaplikasikan, adanya
dukungan yang berkesinambungan dan Hak Kekayaan Intelektual yang telah
terdaftar. Hal ini jelas melanggar ketentuan hukum bahkan dampak yang lebih
buruk adalah resiko kegagalan yang diterima penerima waralaba (franchisee)
semakin besar karena pemberi waralaba yang belum terbukti menguntungkan.

6

Ardian Sutedi, Op. Cit., hlm. 33-34.

5

Perjanjian waralaba memuat kumpulan persyaratan, ketentuan, dan komitmen
yang dibuat dan dikehendaki oleh franchisor bagi para franchisee-nya. Pasal 1320
KUHPerdata merupakan ketentuan umum yang menjadi dasar terbentuknya
perjanjian waralaba yang berisi tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian.
Namun, secara khusus berdasarkan Pasal 5 PP 42 Tahun 2007 tentang Waralaba
menyatakan bahwa perjanjian waralaba memuat klausula paling sedikit tentang
nama dan alamat para pihak, jenis Hak Kekayaan Intelektual, kegiatan usaha, hak
dan kewajiban para pihak, bantuan berupa fasilitas, bimbingan operasional,
pelatihan dan pemasaran yang diberikan oleh franchisor, wilayah usaha, jangka
waktu perjanjian, tata cara pembayaran imbalan, kepemilikan, perubahan
kepemilikan dan hak ahli waris, penyelesaian sengketa serta tata cara
perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian. Isi klausula Pasal 5 PP 42
Tahun 2007 tentang Waralaba merupakan klausula wajib dalam perjanjian
waralaba sehingga setiap pemberi waralaba harus memperhatikan isi perjanjian
yang akan dimuat dalam perjanjian waralaba.

Setiap perjanjian memiliki kemungkinan masalah yang akan muncul, sehingga
dibutuhkan klausula mengenai pemilihan penyelesaian sengketa pada perjanjian
waralaba. Selain kegiatan usaha waralaba yang telah diikat berdasarkan
perjanjian, waralaba wajib memenuhi kriteria usaha waralaba berdasarkan Pasal 3
dan klausula yang tertulis pada Pasal 5 PP 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Pada
Pasal 5 PP 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menyatakan penyelesaian sengketa
merupakan salah satu klausula wajib dalam perjanjian waralaba agar para pihak
mengetahui dengan jelas tindakan yang dapat dilakukan jika terjadi pelanggaran
dalam perjanjian waralaba Superwash.

6

Salah satu waralaba di Provinsi Lampung adalah Superwash yang begerak di
bidang jasa cuci pakaian. Sampai tahun 2013 Superwash telah memiliki gerai
pada 50 kota di Indonesia. Waralaba Superwash sendiri merupakan jenis waralaba
Business Format Franchising, dimana franchisee menggunakan nama merek
dagang Superwash yang kemudian dipakai untuk menjalankan usaha sejenis
dengan bimbingan oleh franchisor, yang didirikan oleh CV. Edria Mitra
Internasional yang mendaftarkan merek Superwash pada tahun 2009 dengan
nomor J22200900069 dan J22201100093 dan mulai mendaftar menjadi waralaba
tahun 2012 dengan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (Selanjutnya disingkat
STPW) dengan nomor 7110/INATRADE/2012 dan membuat perjanjian waralaba
kepada Perusahaan Perseorangan Superwash Laundry yang didirikan oleh Ahmad
Iqbal Syarib sebagai franchisee.7

Berdasarkan latar belakang tersebut dan permasalahan di atas, oleh karena itu
penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut untuk dijadikan sebuah bahan
kajian yang berbentuk skripsi dengan judul: “Analisis Perjanjian Waralaba
(Franchise) pada Jasa Cuci Pakaian Superwash di Bandarlampung”.

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

Berdasarkan kerangka latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
diteliti adalah sebagai berikut :
1. Apakah Superwash telah memenuhi kriteria usaha waralaba yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba ?
7

http://www.franchiselaundry.com/site/profil.html# diakses pukul 23:14 tanggal 19
Maret 2014

7

2. Bagaimana kesesuaian perjanjian waralaba Superwash dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba ?
3. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan jika terjadi pelanggaran dalam
perjanjian Superwash ?

Ruang lingkup penelitian ini meliputi ruang lingkup pembahasan dan ruang
lingkup bidang ilmu. Ruang lingkup pembahasan adalah kesesuaian perjanjian
waralaba Superwash terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007
tentang Waralaba, sedangkan ruang lingkup bidang ilmu adalah Hukum
Keperdataan khususnya Hukum Perusahaan tentang Waralaba.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk memperoleh deskripsi secara lengkap, jelas, sistematis dan rinci tentang
kriteria yang telah dipenuhi oleh Superwash sebagai usaha waralaba yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
2. Untuk memperoleh deskripsi secara lengkap, jelas, sistematis dan rinci tentang
klausula perjanjian Superwash yang harus dipenuhi sebagai perjanjian
waralaba yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007
tentang Waralaba.
3. Untuk memperoleh deskripsi secara lengkap, jelas, sistematis dan rinci upaya
hukum yang dapat dilakukan dilakukan jika terjadi pelanggaran dalam
perjanjian Superwash.

8

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan input baik secara teoritis
maupun secara praktis sebagai berikut:
1.

Secara teoritis hasil penelitian ini akan memberikan sumbang saran dalam
ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai perjanjian waralaba atau
waralaba bidang jasa.

2.

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan:
a. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan masyarakat luas
yang nantinya berniat menggunakan sistem bisnis waralaba dalam usaha
nya;
b. menganisis kriteria yang telah dipenuhi Superwash sebagai usaha
waralaba, klausula perjanjian Superwash yang harus dipenuhi sebagai
perjanjian waralaba, serta upaya hukum yang dapat dilakukan jika terjadi
pelanggaran

dalam

perjanjian

Superwash

berdasarkan

Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
c. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Lampung.

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Waralaba dan Kriteria Usaha Waralaba

1. Pengertian dan Pengaturan Hukum tentang Waralaba

Di Indonesia bisnis penjualan secara retail semacam

waralaba mulai

dikembangkan, misalnya pertamina yang mempelopori penjualan bensin secara
retail melalui Stasiun Pompa Bensin Umum (SPBU) berdasarkan lisensi pompa
bensin yang diberikan oleh pertamina. Karena sistem waralaba begitu menarik dan
menguntungkan bagi dunia usaha, bisnis waralaba asing masuk dan berkembang
pesat di Indonesia dengan memberi lisensi kepada pengusaha lokal, seperti
perusahaan Coca-cola, Kentucky Fried Chicken, Dunkin Donat, dan lain-lain.
Maka dari itu, perkembangannya pun telah merambat dari kota besar sampai ke
kota kecil. Tentu saja akibatnya menimbulkan persaingan berat bagi pengusaha
kecil lokal yang bergerak di bidang usaha yang sejenis.8

a. Pengertian Waralaba

Pada awalnya, istilah franchise tidak dikenal dalam kepustakaan hukum
Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi karena memang franchise sejak awal tidak

8

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2010), hlm. 554.

10

terdapat dalam budaya atau tradisi bisnis masyarakat Indonesia. Namun, karena
pengaruh globalisasi yang melanda di berbagai bidang, maka franchise kemudian
masuk ke dalam tatanan budaya dan tatanan hukum masyarakat Indonesia. Istilah
franchise selanjutnya menjadi istilah yang akrab dengan masyarakat, khususnya
masyarakat bisnis Indonesia dan menarik perhatian banyak pihak untuk
mendalaminya. Kemudian istilah franchise diganti dengan istilah “waralaba”
yang diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan
Manajemen (LPPM) . Waralaba berasal dari kata “wara” yang berarti lebih atau
istimewa dan “laba” berarti untung. Jadi, waralaba berarti usaha yang memberikan
keuntungan lebih/istimewa.9

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) PP 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menyatakan
Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan
usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan
barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau
digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Menurut Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/MDAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba (Selanjutnya disingkat
Permendag 31 Tahun 2008) menyatakan bahwa, waralaba yaitu hak khusus yang
dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan
ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti
berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan
Perjanjian waralaba.

9

Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Op. Cit., hlm. 119.

11

Asosiasi Franchise Indonesia sendiri memberikan arti yang berbeda tentang
waralaba, yang dimaksud dengan waralaba ialah suatu sistem pendistribusian
barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor)
memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis
dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu. 10

b. Pengaturan Hukum tentang Waralaba

Di dalam hukum positif Indonesia, kita dapat menemukan pengaturan tentang
waralaba dan dasar hukum dari berlakunya waralaba. Dasar hukum yang
mengatur tentang waralaba yaitu:
(1) Peraturan Khusus
Di Indonesia, terdapat peraturan khusus yang mengatur tentang waralaba,
khususnya yang berkenaan dengan tertib administrasinya, sehingga hal ini sangat
membantu untuk menciptakan praktek waralaba yang baik. Peraturan khusus
tersebut adalah PP 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Permendag 31 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Peraturan ini mengatur tentang tahap
pembuatan perjanjian waralaba, mulai dari kriteria waralaba, isi atau klausula
pokok dari perjanjian waralaba, kewajiban pemberi waralaba, pendaftaran,
pembinaan dan pengawasan serta sampai kepada sanksi jika melanggar peraturan
tersebut.

10

Ardian Sutedi, Op. Cit., hlm. 31.

12

(2) Perjanjian Sebagai Dasar hukum
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam hukum dikenal suatu asas yang disebut
sebagai asas “Kebebasan Berkontrak”. Maksudnya para pihak bebas melakukan
kontrak apa pun sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku,
kebiasaan, kesopanan atau hal-hal lain yang berhubungan dengan ketertiban
umum. Bahkan, diakui oleh undang-undang bahwa perjanjian yang dibuat secara
sah mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti kekuatan hukum berlakunya
suatu undang-undang, seperti yang tertulis di dalam Pasal 1338 Ayat (1)
KUHPerdata. Oleh Karena itu, suatu perjanjian waralaba yang dibuat oleh para
pihak (franchisor dan franchisee) berlaku sebagai undang-undang bagi mereka.11

KUHPerdata tidak menempatkan perjanjian waralaba sebagai suatu perjanjian
bernama secara langsung, seperti jual beli, sewa-menyewa dan sebagainya.
Karena itu, ketentuan hukum perjanjian yang berlaku di dalam suatu kontrak
waralaba pada umumnya hanya ketentuan dalam bagian umum dari pengaturan
tentang perjanjian, yaitu yang terdapat dalam Pasal 1233 sampai dengan Pasal
1456 KUHPerdata.

(3) Hukum Keagenan Sebagai Dasar Hukum
Selain berlakunya pasal-pasal yang terdapat dalam perjanjian keagenan, berlaku
juga Pasal 78 sampai dengan Pasal 83

KUHDagang (tentang Makelar dan

komisioner) dan ketentuan-ketentuan yang bersifat administratif, seperti berbagai

11

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global
(Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2005), hlm. 133.

13

ketentuan dari Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, dan
sebagainya.

Pada dasarnya pola bisnis dengan keagenan, distributorship, dan waralaba
mempunyai beberapa persamaan, yakni ketiga pola ini bergerak dalam
pendistribusian barang dan atau jasa, serta hingga saat ini diatur secara umum
berdasarkan Buku III KUHPerdata. Sementara itu pola bisnis waralaba dan
distributor mempunyai beberapa persamaan yakni keduanya merupakan suatu cara
pemasaran baik barang maupun jasa. Baik franchisee maupun distributor berhak
menggunakan merek dagang, nama dagang, dari franchisor maupun prinsipal.
Selain itu, franchisee dan distributor bertanggung jawab penuh atas segala
tindakan yang dilakukan.12

(4) Undang-Undang Hak Cipta Sebagai Dasar Hukum
Pemerintah dalam rangka melindungi hak cipta, maka pada tanggal 12 April 1982
melalui Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 15, pemerintah Republik Indonesia
telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta,
yang menggantikan Auteurswet 1912. Undang-Undang Hak Cipta ini merupakan
produk pembangun hukum yang bertujuan, antara lain, untuk mendorong dan
melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil karya bidang ilmu, seni dan sastra
serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan bangsa. Atas dasar Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1997 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982
maka disusunlah menjadi Undang-Undang nomor 12 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta. Bisnis waralaba sangat terkait erat dengan masalah-masalah yang
12

Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Op. Cit., hlm. 133-134.

14

berhubungan dengan Merek, Paten atau Hak Cipta, sehingga perundang-undangan
di bidang Paten, Merek dan Hak Cipta berlaku dalam bisnis waralaba tersebut.

2. Kriteria Bisnis Waralaba

Pemerintah dalam rangka menjaga agar suatu usaha bisnis waralaba memiliki
kemampuan untuk menjalankan usaha serta membimbing franchisee dengan baik,
maka secara tegas peraturan pemerintah menyatakan bagaimana kriteria usaha
yang dapat dikatakan sebagai waralaba. Pasal 3 PP 42 Tahun 2007 Tentang
Waralaba menegaskan bahwa waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki ciri khas usaha;
b. Terbukti sudah memberikan keuntungan;
c. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan
(dibuat tertulis);
d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan;
e. Adanya dukungan yang berkesinambungan;
f. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

Kriteria di atas ditegaskan kembali pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor: 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba (
selanjutnya disingkat Permendag Nomor 53 Tahun 2012) sehingga dapat
dikatakan kriteria di atas merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi oleh pemberi
waralaba atau franchisor untuk menjalankan atau agak dikatakan bahwa bisnis
nya layak menjadi bisnis dengan pola waralaba.

15

3. Jenis-Jenis Waralaba
Menurut International Franchise Asociation (IFA) terdapat 4 (empat) jenis
waralaba mendasar yang biasa digunakan di Amerika Serikat:13
a. Product Franchise
Produsen menggunakan Product Franchise untuk mengatur bagaimana cara
pedagang eceran menjual produk yang dihasilkan oleh produsen. Produsen
memberikan hak kepada pemilik toko untuk mendistribusikan barang-barang
milik pabrik dan mengijinkan pemilik toko untuk menggunakan nama dan merek
dagang pabrik. Pemilik toko harus menbayar biaya atau membeli persediaan
minimum sebagai timbal balik dari hak-hak ini. Contoh terbaik dari jenis waralaba
ini adalah toko ban yang menjual produk dari franchisor, menggunakan nama
dagang, serta metode pemasaran yang ditetapkan oleh franchisor.

b. Manufacturing Franchise
Jenis waralaba ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu
produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang
dan merk franchisor. Jenis waralaba ini seringkali ditemukan dalam industri
makanan dan minuman. Kebanyakan pembuatan minuman botol menerima
waralaba dari perusahaan dan harus menggunakan bahan baku untuk
memproduksi, mengemas dalam botol dan mendistribusikan minuman tersebut.

c. Business Opportunity Ventures
Bentuk ini secara khusus mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli dan
mendistribusikan produk-produk dari suatu perusahaan tertentu. Perusahaan harus

13

Ibid., hlm. 125.

16

menyediakan pelanggan atau rekening bagi pemilik bisnis dan sebagai timbalbaliknya pemilik bisnis harus membayar suatu biaya atau prestasi sebagai
kompensasinya.

d. Business Format Franchising
Bentuk format ini merupakan bentuk franchising yang paling populer di dalam
praktek. Melalui pendekatan ini, perusahaan menyediakan suatu metode yang
telah terbukti untuk mengoperasikan bisnis bagi pemilik bisnis dengan
menggunakan nama dan merek dagang dari perusahaan. Umumnya perusahaan
menyediakan sejumlah bantuan tertentu bagi pemilik bisnis untuk memulai dan
mengatur perusahaan. Sebaliknya, pemilik bisnis membayar sejumlah biaya atau
royalti. Kadang-kadang, perusahaan juga mengharuskan pemilik bisnis untuk
membeli persediaan dari perusahaan.14

Di Indonesia sendiri, jenis Business Format Franchising merupakan jenis
waralaba yang paling sering dipakai karena jenis ini merupakan jenis waralaba
yang sangat mudah dan resiko yang sangat kecil karena penerima waralaba
(franchisee) tidak harus memiliki terlebih dahulu pengetahuan yang mendalam
dibidang usaha yang akan di waralabakan, hanya dengan mengeluarkan dana yang
telah disepakai (umum nya biaya bervariasi berdasarkan paket yang akan diambil)
franchisee sudah dapat membuka usaha waralaba itu dengan dukungan penuh dari
franchisor. Pada setiap waralaba memiliki sistem yang berbeda, mulai dari
franchisee diharuskan ikut aktif dalam kegiatan usaha tersebut dengan bimbingan
franchisor atau dengan cara franchisor menjalankan usaha sepenuh nya sehingga

14

Ibid., hlm. 126.

17

franchisee hanya memberikan biaya awal dan fee kemudian hanya duduk santai
menerima keuntungan tanpa ikut andil dalam kegiatan, biasa nya jenis waralaba
ini digunakan oleh waralaba bidang retail seperti Alfamart dan Indomaret.

B. Perjanjian Waralaba

Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang waralaba
yang sekarang diganti dengan PP 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, masalah
waralaba menjadi persoalan besar, karena pewaralaba (franchisor) harus
menggantung pada kesepakatan yang tertulis di dalam kontrak kerjasama.
Perjanjian waralaba merupakan perjanjian yang lahir di luar ketentuan
KUHPerdata tetapi tetap tunduk pada KUHPerdata.

1. Perjanjian pada Umumnya
a. Pengertian Perjanjian

Perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan, Bab
Kedua, Bagian Kesatu sampai dengan Bagian Keempat. Pasal 1313 KUHPerdata
memberikan rumusan tentang “perjanjian”. Perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih.

Rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena
hanya menyatakan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan
dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan
perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu, perlu kiranya diadakan
perbaikan mengenai defenisi tersebut, yaitu:

18

(1) Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang
bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;
(2) Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313
KUHPerdata.

Subekti sendiri mengemukakan hal yang berbeda yang menyatakan suatu
perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain
atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 15

Berdasarkan uraian di atas, persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, dimana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih.16

Istilah “kontrak” atau “perjanjian” dalam sistem hukum nasional memiliki
pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan antara
pengertian “contract” dan “overeenkomst”. Kontrak atau perjanjian merupakan
salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain dari undang-undang yang dapat
menimbulkan perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang mengikat
satu atau lebih subjek hukum dengan kewajiban yang berkaitan satu sama lain.
Perikatan yang lahir karena undang-undang mencakup misalnya kewajiban
seorang ayah untuk menafkahi anak yang dilahirkan oleh istrinya.17

15

Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: Intermasa, 1984), hlm. 1.
R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan (Bandung: Binacipta, 1979), hlm. 49.
17
Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Op. Cit., hlm. 44.
16

19

Syarat sahnya suatu perjanjian secara umum diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata, terdapat 4(empat) syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya
perjanjian, syarat-syarat tersebut adalah:
(1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
(2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
(3) Suatu hal tertentu;
(4) Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua di atas dinamakan syarat-syarat subjektif, apabila salah
satu dari kedua syarat tersebut tidak dapat dipenuhi, maka perjanjian dapat
dibatalkan, sedangkan syarat

ketiga dan keempat merupakan syarat-syarat

obyektif, yakni jika salah satu dari kedua syarat tidak dipenuhi maka perjanjian
menjadi batal demi hukum.

Jika syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata telah dipenuhi, maka berdasarkan Pasal 1339 KUHPerdata,
perjanjian telah mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu
undang-undang. Ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata menegaskan bahwa
semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka ketentua-ketentuan dalam Buku III
KUHPerdata menganut sistem terbuka, artinya memberikan kebebasan kepada
para pihak (dalam hal menentukan isi, bentuk, serta macam perjanjian) untuk
mengadakan perjanjian akan tetapi isinya selain tidak bertentangan dengan

20

perundang-undangan, kesusilaan, ketertiban umum juga harus memenuhi syarat
sahnya perjanjian.

b. Asas-Asas Perjanjian

Asas-asas hukum perjanjian sebagai landasan pemikiran dalam hukum perjanjian
terdapat baik dalam sistem hukum Indonesia (civil law) ataupun sistem common
law. Dalam hukum perjanjian Indonesia (civil law) dikenal beberapa asas hukum
yaitu:18
(1) Asas Konsensualisme
Dalam perjanjian, hal utama yang harus ditonjolkan ialah bahwa kita berpegang
teguh pada asas konsensualitas, yang merupakan syarat mutlak bagi hukum
perjanjian modern dan bagi terciptanya kepastian hukum. Asas konsensualitas
mempunya arti yang terpenting, yaitu bahwa untuk melahirkan perjanjian adalah
cukup dengan dicapainya sepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut
dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya
konsensus atau kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah
apabila hal-hal yang pokok sudah disepakati dan tidak diperlukan suatu
formalitas.

(2) Asas kekuatan Mengikat
KUHPerdata yang menganut sistem terbuka salah satunya terlihat pada hukum
kontrak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, hal ini merujuk pada Pasal
1338 Ayat 1 KUHPerdata Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Di dalam Pasal 1339
18

Ibid., hlm. 64.

21

KUHperdata dimasukkan prinsip kekuatan mengikat ini suatu perjanjian tidak
hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi
juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh
keputusan, kebiasaan atau undang-undang.

Adagium (ungkapan) pacta sunt servanda diakui sebagai aturan bahwa semua
persetujuan yang dibuat oleh manusia-manusia secara timbal balik pada
hakikatnya bermaksud untuk dipenuhi dan jika perlu dapat dipaksakan sehingga
secara hukum mengikat.

(3) Asas Kebebasan Berkontrak
Prinsip bahwa orang pada persetujuan-persetujuan mengasumsikan adanya suatu
kebebasan tertentu di dalam masyarat untuk dapat turut serta di dalam lalu-lintas
yuridis dan hal ini mengimplikasikan pula prinsip kebebasan berkontrak.

Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia, antara
lain dapat disimpulkan dalam rumusan-rumusan Pasal 1329 yang menyatakan
bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, kecuali jika
ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Sedangkan Pasal 1332
menyatakan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi
pokok suatu perjanjian. Serta Pasal 1338 Ayat (1) yang menyatakan semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.

Di dalam perjalanan dari asas kebebasan berkontrak, berlakunya asas ini tidak
mutlak. KUHPerdata memberikan pembatasan berlakunya asas kebebasan

22

berkontrak, dalam ketentuan Pasal 1320 Ayat (1) KUHPerdata menentukan bahwa
perjanjian tidak sah apabila dibuat tanpa adanya sepakat dari pihak yang
membuatnya. Berdasarkan pada Pasal 1320 Ayat (2) KUHPerdata dapat
disimpulkan bahwa kebebasan untuk membuat suatu perjanjian dibatasi oleh
apakah seseorang cakap dimata hukum serta Pasal 1320 Ayat (4) juncto Pasal
1337 KUHPerdata menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat
perjanjian yang menyangkut kuasa yang dilarang oleh undang-undang atau
bertentangan dengan kesusilaan baik atau bertentangan dengan ketertiban umum.

(4) Asas Kepribadian (privity of contract)
Asas kepribadian tercantum dalam Pasal 1340 KUHPerdata, menyatakan bahwa
suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu
perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga, tidak dapat
pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur
dalam Pasal 1317.

Ruang lingkup ini hanya terbatas bagi para pihak yang terlibat di dalam suatu
perjanjian saja, hal ini tercantum dalam bunyi Pasal 1340 Ayat (1). Dengan
demikian pihak ketiga atau pihak diluar perjanjian tidak dapat menuntut suatu hak
berdasarkan perjanjian itu.

c. Akibat Hukum Perjanjian

Suatu perjanjian yang memenuhi keabsahan memiliki kekuatan yang mengikat
bagi para pihak, dan akibat hukum dari perikatan itu adalah:

23

(1) Para pihak terikat pada isi perjanjian dan juga berdasarkan kepatutan,
kebiasaan dan undang-udang (Pasal 1338, 1339 dan 1340 KUHPerdata);
(2) Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (good faith) (Pasal 1338
Ayat (3) KUHPerdata);
(3) Kreditur dapat memintakan pembatalan perbuatan debitur yang merugikan
kreditur (actio pauliana) (Pasal 1341 KUHPerdata).

2. Perjanjian Waralaba

Perjanjian waralaba memuat kumpulan persyaratan, ketentuan, dan komitmen
yang dibuat dan dikehendaki oleh franchisor bagi para franchisee-nya. Di dalam
perjanjian waralaba tercantum ketentuan yang berkaitan dengan hak dan
kewajiban franchisee, persyaratan lokasi, ketentuan pelatihan, biaya-biaya yang
harus dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor, ketentuan yang berkaitan
dengan lama perjanjian waralaba dan perpanjangannya, serta ketentuan lain yang
mengatur hubungan antara franchisor dan franchisee.19

Asas yang tersirat dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata yaitu asas kebebasan
berkontrak. Pasal tersebut menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara
sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sampai
dengan batas tertentu, ketentuan dalam perjanjian yang disepakati oleh para pihak
harus dihormati. Di Indonesia meskipun tidak dirumuskan secara eksplisit
mengenai pembatasan tersebut, namun dalam ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata,
terdapat pembatasan bahwa setiap perjanjian tidak boleh bertentangan dengan
peraturan, kesusilaan dan ketertiban umum. Secara khusus dalam peraturan
19

Ardian Sutedi, Op. Cit., hlm. 79.

24

tertentu yang melarang setiap perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang
menyebabkan terjadinya penyelundupan hukum.

Sehubungan dengan syarat sahnya perjanjian waralaba antara pemberi waralaba
(franchisor) dengan penerima waralaba (franchisee), harus memenuhi ketentuan
dalam Pasal 1320 KUHPerdata sebagai berikut:
a. Adanya kesepakatan dari para pihak yang membuat perjanjian;
b. Para pihak harus cakap (mampu) bertindak dalam hukum;
c. Suatu hal tertentu;
d. Sebab yang halal.

Adapun klausula wajib perjanjian waralaba berdasarkan Pasal 5 PP 42 Tahun
2007 tentang Waralaba, setidaknya memuat:
a. nama dan alamat para pihak;
b. jenis Hak Kekayaan Intelektual;
c. kegiatan usaha;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang
diberikan Pemberi waralaba kepada Penerima waralaba;
f. wilayah usaha;
g. jangka waktu perjanjian;
h. tata cara pembayaran imbalan;
i. kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris;
j. penyelesaian sengketa; dan
k. tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.

25

Pemberi waralaba merasa memiliki andil besar dalam sistem waralaba yang telah
dikembangkannya karena dianggap berhasil dan oleh karenanya harus telah
didaftarkan dan memperoleh STPW.

a. Asas-Asas dalam Perjanjian Waralaba

Waralaba merupakan sistem pemasaran barang atau jasa dan atau teknologi yang
didasarkan pada kerjasama yang erat dan terus menerus antara para pelaku
(franchisor dan franchisee) yang terpisah baik secara hukum maupun keuangan,
dimana Franchisor memberikan hak (untuk menggunakan merek dagang dan atau
merek jasa, metode teknis, dan sistem prosedural dan atau Hak Milik Intelektual)
kepada franchisee dengan dukungan bantuan teknis dan komersial, serta untuk
semua hal tersebut franchisee dibebani kewajiban untuk melaksanakan bisnisnya
sesuai dengan konsep dari franchisor dan membayar biaya yang ditetapkan.

Franchisor dan franchisee dalam mengatur hubungannya sering kali mewujudkan
dalam suatu perjanjian tertentu. Perjanjian dalam hukum Indonesia tunduk pada
pengaturan hukum buku III KUHPerdata, karena itu waralaba merupakan
kerjasama bisnis yang tunduk pada pengaturan buku III KUHPerdata.

Di dalam ilmu hukum, terdapat sejumlah asas-asas hukum yang penting dalam
hukum perjanjian, yang dapat diterapkan dalam perjanjian waralaba, asas-asas
tersebut yaitu:
(1) Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian
itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. franchisor

26

dinilai mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi namun franchisor memikul
pula beban melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Kedudukan franchisor
yang kuat apabila diimbangi pula dengan kewajibannya untuk memperhatikan
itikad baik, maka kedudukan franchisor dan franchisee dapat seimbang. Asas
keseimbangan menekankan pada keseimbangan antara hak dan kewajiban dari
para pihak secara wajar dengan tidak membebani s