Pancasila sebagai etika kehidupan bermas

MAKALAH PANCASILA
“PANCASILA SEBAGAI ETIKA KEHIDUPAN
BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA ”

NAMA

: NURUL HIKMAH SAFITRI

NIM

: 1411142004

PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

PANCASILA SEBAGAI ETIKA KEHIDUPAN BERMASYARAKAT,
BERBANGSA DAN BERNEGARA

Di era sekarang sekarang ini, tampaknya kebutuhan akan norma etika untuk

kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu, bahkan amat penting untuk ditetapkan.
Hal ini terwujud dengan keluarnya ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang merupakan penjabaran nilainilai Pancasila sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang
merupakan cerminan dari nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar
dalam kehidupan bermasyarakat.
Etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat bertujuan untuk:
1. Memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam menjalankan
kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek
2. Menentukan
pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat.
3. Menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan moral
dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Etika kehidupan berbangsa meliputi sebagai berikut
a. Etika sosial dan Budaya
Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia
sebagai anggota umat manusia. Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika
sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia
terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung

maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa
pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat
manusia terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial,
maka etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang
Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan
kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling
mencintai, dan tolong-menolong di antara sesame manusia dan anak bangsa. Senada
dengan itu juga menghidupkansuburkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat
kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur
budaya bangsa.
Etika pemerintahan dan politik
Secara subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek
sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan
bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral
b.

senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subyek etika. Maka kewajiban moral
dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainya, karena yang dimaksud adalah
kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam hubunganya dengan masyarakat
bangsa maupun negara, Etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia

sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan
senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan
berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa
berkembang kearah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Aktualisasi etika politik
harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai
manusia, Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efesien, dan
efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan
keterbukaan, tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur
dalam persaingan, serta menjujunjung tinggi hak asasi manusia.
Etika ekonomi dan bisnis
Etika bisnis adalah Suatu sikap yang baik yang harus dilaksanakan dalam hubungan
bisnis/jalannya bisnis atau dapat juga dikatakan suatu aturan yang harus dijalankan
dalam pebisnis atau praktisi bisnis yang melakukan kegiatan bisnis pada jalan yang benar
di dunia bisnis sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan
pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam
hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan
antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar
jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak

kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui
dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan
bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika
didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain
tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang
tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
Etika ini bertujuan agar prinsip dan prilaku ekonomi baik oleh pribadi, institusi,
maupun keputusan dalam bidang ekonomi dapat melahirkan ekonomi dengan kondisi
yang baik dan realitas.
c.

d.

Etika penegakan hukum yang berkeadilan

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk
tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata
sebagai pedoman pelaku dalam lalu-lintas atau hubungan-hubungan
hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Pengertian penegakan hukum dapat pula ditinjau dari sudut

obyeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini pengertiannya
mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan
hukum itu mencakup pada nilai-nilai keaadilan yang terkandung di

dalam bunyi atau formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam
masyarakat. Tetapi dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya
menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.
Karena itu, penerjemahan kata “Law Enfocment” ke dalam bahaasa
Indonesia dalam menggunakan perkataan “Penegakan Hukum” dalam
arti luas dapat pula digunakan istilah “Penegakan Peraturan” dalam
arti sempit. Pembedaan antara formalita aturan hukum yang tertulis
dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga
timbul dalam bahasa Inggris sendiri dengan dikembangkannya
istilah “ The Rule Of Law” atau dalam istilah “The Rule of Law and Not
Of A Man” Versus itilah “The Rule By Law” yang berarti “The Rule Of
Man By Law” dalam istilah “ The Rule Of Law”terkandung makna
pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal,
melainkan mencakup nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya.
Karena itu digunakan istialah “The Rule Just Of Law”. Dalam istilah
sebaliknya adalah “The Rule By Law” yang dimaksudkan sebagai

pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai
alat kekuasaan belaka.
Berpijak kepada teori penegakan hukum Soerjono Soekamto,
faktor-faktor penegakan hukum atau yang lebih dikenal dengan istilah
law enforcement yaitu:
1. Faktor hukumnya sendiri, yaitu peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut
berlaku atau diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Etika ini bertujuan agar penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan
tidak diskriminatif terhadap setiap warga Negara di hadapan hukum, dan menghindarkan
peggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan.

Etika keilmuan dan disiplin kehidupan
Etika ini diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu pengetahuan dan

teknologi agar mampu berpikir rasional, kritis, logis, dan objektif.
Dengan berpedoman pada etika kehidupan berbangsa tersebut, penyelenggara Negara
dan warga Negara berprilaku secara baik bersumber pada nilai-nilai pancasila dalam
kehidupannya. Etika kehidupan berbangsa tidak memiliki sanksi hukum. Namun sebagai
e.

semacam kode etik, pedoman etik berbangsa memberikan sanksi moral bagi siapa saja
yang berprilaku menyimpang dari norma-norma etik yang baik. Etika kehidupan
berbangsa ini dapat kita pandang sebagai norma etik Negara sebagai perwujudan dari
nilai-nilai dasar Pancasila.
Etika dan moral bagi manusia dalam kehiduan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat, senantiasa bersifat relasional. Hal ini berarti bahwa etika serta moral
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, tidak dimaksudkan untuk manusia secara
pribadi, namun secara relasioanal senantiasa memiliki hubungan dengan yang lain baik
kepada Tuhan yang maha esa maupun kepada manusia lainnya.