ANALISIS KEBIJAKAN ALOKASI ANGGARAN PENDIDIKAN DI KOTA METRO (TAHUN ANGGARAN 2001 – 2012)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KEBIJAKAN ALOKASI ANGGARAN PENDIDIKAN DI KOTA METRO (TAHUN ANGGARAN 2001 – 2012)

Oleh

RYAN ANDREY DOLOKSARIBU

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendiskripsikan alokasi anggaran sektor pendidikan dalam upaya meningkatkan pendidikan serta

mengetahui dan mendiskripsikan tingkat keberhasilan pembangunan pendidikan di Kota Metro. Penelitian ini mengunakan data sekunder runtun waktu, berupa data tahunan dalam kurun waktu periode 2001-2012. Analisis yang digunakan deskriptif kuantitatif. Kebijakan alokasi pendidikan Kota Metro telah mampu melebihi dari amanat peraturan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berlaku yakni minimal 20% dari APBN dan ABPD Kota Metro. Indikator pendidikan seperti AMH, APS, APK, APM, TKS di kota Metro mengalami peningkatan, sesuai dengan peningkatan alokasi anggaran pendidikannya.

Kata Kunci : Kebijakan Sektor Pendidikan, Anggaran Pendidikan, Indikator Pendidikan.


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF THE POLICY OF THE BUDGET FOR EDUCATION IN THE METRO CITY (FISCAL YEAR 2001-2012)

By

RYAN ANDREY DOLOKSARIBU

This study aimed to determine and describe the education sector budget allocation in order to improve education and to know and describe the success rate of

educational development in Metro City. This study uses secondary data time series, in the form annual data within the period 2001-2012. The analysis used descriptive quantitative. Metro State education allocation policy has been able to exceed the regulatory mandate of Law Number 20 Year 2003 on National. Education System which applies the minimum of 20% of the state budget and budget data, Metro City. Education indicators such as AMH, APS, APK, APM, TKS in Metro city has increased, in accordance with the increase in budget allocation for education.

Keywords: Education Sector Policy, Education Budget, Education Indicators.


(3)

Oleh

Ryan Andrey Doloksaribu

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15 Maret 1991. Sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, buah cinta dari pasangan Bapak Drs. Tangkas Gomgom Parhorasan Doloksaribu dan Ibu Carolina Basaria Pardede, S.H.

Pendidikan yang penulis tempuh, Taman Kanak-Kanak Xaverius Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1996. Sekolah Dasar Xaverius 3 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2003. Sekolah Menengah Pertama Xaverius 4 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006. Sekolah Menengah Atas Xaverius Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2009.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa S-1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Jurusan Ekonomi Pembangunan pada tahun 2009 melalui jalur Penerimaan Ujian Mandiri (UM).

Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kunjung Lapangan (KKL) di Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementrian Keuangan dan Badan Perencanaan Nasional (Bappenas). Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2012 selama 40 hari di Desa Purawiwitan Kab. Lampung Barat.


(8)

MOTO:

BapaMu mengetahui apa yang kamu perlukan,

sebelum kamu minta kepada-Nya.

(Matius 6:8)

Janganlah engkau ingin menjadi manusia INSTAN

yang mau mudahnya saja,

tetapi jadilah manusia INTAN yang sukses karena sebuah proses

(Ryan Andrey Doloksaribu)

Orang Pintar bisa GAGAL, Orang Cerdas bisa SALAH,

Orang Hebat bisa JATUH, Orang Kuat bisa KALAH,

Tetapi

Orang yang mengandalkan TUHAN,

Ia akan medapatkan KEKUATAN baru


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur atas segala rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkan Tuhan Yang Maha Esa, kupersembahkan karya sederhana ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati kepada yang tersayang:

Kedua Orang Tua Tersayang Mama dan Papa, dengan segala limpahan kasih sayang, doa, keikhlasan, ketulusan, kesabaran dan pengorbanan yang selalu diberikan dari aku kecil hingga dewasa, sampai kapanpun tidak mungkin bisa

terbalaskan dan takkan bisa tergantikan

Kedua Saudaraku Tersayang Lintong Bastian Doloksaribu dan Monica Patricia Masniari Doloksaribu yang selalu menjadi penghibur dan penyemangat untuk diriku, walaupun kadang sering berselisih paham. Kalianlah saudara yang tak bisa

digantikan oleh apapun dan siapapun


(10)

SANWACANA

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana atas rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini dengan judul “Analisis Kebijakan Alokasi Anggaran Pendidikan di Kota Metro (Tahun Anggaran 2001-2012).” Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Lampung.

Penulis telah banyak menerima bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati sebagai wujud rasa hormat dan penghargaan serta terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak M.Husaini, S.E, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

3. Ibu Asih Murwiati, S.E, M.E selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.


(11)

dan masukan dalam proses penyusunan skripsi ini hingga akhir kepada penulis.

5. Ibu Asih Murwiati, S.E, M.E selaku Pembimbing Pendamping yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, saran dan masukan dalam proses penyusunan skripsi ini hingga akhir kepada penulis. 6. Bapak Dr. Hi. Toto Gunarto, S.E, M.Si selaku Penguji Utama yang telah

memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Imam Awaluddin, S.E, M.E selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan perhatian dan pengarahan kepada penulis selama menjadi Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

8. Bapak dan ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah membekali penulis dengan ilmu dan pengetahuan selama menjalani masa perkuliahan. 9. Bang Herman, Bu Mar, Bu Yati, Pakde yang telah membantu kelancaran

proses skripsi ini.

10. Kedua orang tua tercinta, Papa Drs. T. Doloksaribu, dan Mama C.B. Pardede, S.H yang selalu memberikan doa, kasih sayang dan motivasi yang luar biasa tak pernah berhenti kepada penulis.

11. Abang gendut Lintong Bastian Doloksaribu, serta adik cantik yang tercinta Monica Patricia Masniari Doloksaribu atas doa, kasih sayang, cinta, perhatian dan dukungan yang luar biasa kepada penulis.


(12)

13. Sahabat serta teman – teman kuliah ekonomi pembangunan 2009 terhebat yang pernah saya kenal Affuad Ridho Fahmi, S.E , M. Lazuardi Andriansyah, S.E , Aditia Rinaldi ,S.E , Taufiqurrahman, Suhezar Koko Wijaya, Andre Avatara ,S.E , Andry Dwi Ichwanto ,S.E , Ari Teguh Haryono ,S.E , Bangun Parulian Sitorus, Bintang Dwi Cahyo, Eli Fajar Laiya, Falda Eka Putra, Fijar Salasa ,S.E , M. Gilang Fathullah, Geraldus Elvatino, Galang Grahatama, Hadi Purnomo ,S.E, Gerchad Tobing, S.E , Habriandi Bukit ,S.E , Ogy Ramzogi, S.E, Raizky Reinaldy , Rido Sitompul, Renita Kasnawati br Allagan ,S.E , Maria Magdalena Rajagukguk ,S.E , Rr. Yenni Nurmala, Poppy Novita Sari ,S.E, Nurul Fatimah ,S.E Amelia Keni Soraya, S.E , Alicia Larasati, Apri Anita Sari ,S.E , Atin Susanti, S.E , Cicilia Maligia, Defia Riski Anggarini ,S.E , Etri Nindy Larasati ,S.E , Gadys Adistie, Lyanda Ali ,S.E , Lintang Puspita Ramadani ,S.E , Meri Fita Sari ,S.E , Mira Mutia Rani ,S.E, Yuri Aprilia ,S.E , Ayu Puspita Sari, Yofrita Tabalina ,S.E serta banyak lagi yang tidak bisa saya sebut satu persatu.

14. Teman-teman MASUM tergokil Ezar, Ridho, Lambe, AditiaSO7, Bangun, Andry, Taufiq, Andre, Renita, Poppy, Yenni, Nurul, Lintang, dan Lena atas bantuan , support dan persahabatan selama masa perkuliahan ini.

15. Teman satu bimbinganku Ezar, Ridho, Yeni, Poppy, Bangun, Taufik, Mrkus, Bayu, Gerchad, Andre, Ayu, Lia, bang Apri, Desta yang telah memberikan bantuan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.


(13)

Lena dan Sisca jasa kalian tidak akan pernah saya lupakan.

17. Teman-teman serta sahabat dan dosen Pak Dedi, Kak Tiara, Pak Toto, Pak Irsan, Pak Thomas, Bang Yudha, Tofik, Renita, Poppy, Defia, Meri, Nurul yang membantu memperbaiki penulisan dan memberi banyak masukan pada Skripsi saya sehingga menjadi lebih sempurna saya ucapkan banyak terima kasih, semoga Tuhan Memberkati kalian semua. Amin.

18. Sahabat-sahabat KKN Purawiwitan Lampung Barat : Dani, Dako, Bangun, Andry, Intan, Titi, Sribekti, Desfi, Dita, Fitri, Iriani, Luri,Mitta, Nando, Kiki, Dias, dan Yosi yang telah memberikan pengalaman serta kebersamaan yang luar biasa selama masa KKN.

19. Kakak Tingkat Bang Yudha, Apri, Indra, Prima, Armando, Aldi, Tegar, Agil, Iduy, Denni, Sena, Renaldi, Tison, PandiOK dan masih banyak lagi. 20. Teman-teman Manajemen 2009 Agus, Rudi, Aji, Luki, Loren, Amos, Yudi,

Fadli, Seno, Jane, Uska, Ribay, Danil, HendraPakong, Dindaunyil, Jalal, Ayu, Fenny, Jeniola, Vina, Lucy, Selvy, Nanda.

21. Teman-teman serta adik-adik Ekonomi Pembangunan angkatan 2010 Amin, Hadi, Ega, Agus, Alex, Dani, Gama, Beni, Fany, Ajeng, Echy , Dania, Hana, Cepew, Dina, Tutwuri, Desta , Erica, Devi, Sonia, Hasti, Shinta, Fisca dan yang lain atas dukungan dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

22. Teman-teman serta adik tingkat 2011, 2012, dan 2013 Arif, Yudhi, Nanang, Sofyan, Ridel, Edo, Ketut, Boy, Putri, Dewi, Tingut, Ninna, Enny, Lena,


(14)

23. Teman-teman serta dosen yang sudah pernah berlangganan pulsa DOL’s Celuler saya ucapkan terimakasih atas partisipasi dan kerjasamanya.

24. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yesus membalas semua kebaikan dan pengorbanan bapak, ibu, kakak, adik, dan teman-teman semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan akan tetapi penulis berharap semoga karya ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 24 Mei 2014 Penulis


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 11

C. Tujuan ... 12

D. Kerangka Pemikiran ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Kebijakan Publik ... 17

B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 23

C. Pendidikan ... 30

D. Anggaran Pendidikan ... 38

E. Alokasi Anggaran Pendidikan ... 39

F. Standar Nasional Pendidika ... 39

G. Konsep Pembiayaan Pendidikan ... 41

H. Penelitian Terdahulu ... 43

III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ... 50

B. Metode Analisis ... 50

C. Gambaran Umum Kondisi Pendidikan di Kota Metro ... 54

D. Mutu Pendidikan ... 56


(16)

F. Tata Nilai Dinas Pendidikan Kota Metro ... 57 G. Tujuan Strategis ... 58

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Anggaran Pendidikan di Kota Metro ... 60 B. Sektor Pendidikan di Kota Metro ... 68 C. Target dan Tujuan Alokasi Anggaran Pendidikan ... 77

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 83 B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Metro Tahun

2001-2012 ... 4 2. Anggaran Pendidikan Sektor Pendidikan di Kota Metro Tahun

2001-2012 ... 5 3. Jumlah Sekolah Dasar, Guru dan Murid Negeri dan Swasta

di Kota Metro Tahun 2001-2012 ... 7 4. Jumlah SMP, Guru dan Murid Negeri dan Swasta di Kota Metro

Tahun 2001-2012 ... 8 5. Jumlah SMA, Guru dan Murid Negeri dan Swasta di Kota Metro

Tahun 2001-2012 ... 9 6. Jumlah SMK, Guru dan Murid Negeri dan Swasta di Kota Metro

Tahun 2001-2012 ... 10 7. Jumlah Universitas, Dosen dan Mahasiswa Negeri dan Swasta di

Kota Metro Tahun 2001-2012 ... 11 8. Tahap Analisis Kebijakan ... 20 9. Banyaknya Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta Per Kecamatan

Di Kota Metro Tahun 2012 ... 54 10. Jumlah Mahasiswa dan Dosen Pada Perguruan Tinggi di Kota

Metro tahun 2012 ... 56 11. Analisis Anggaran Sektor pendidikan terhadap APBD Kota

Metro Tahun 2001-2012 ... 62 12. Total Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung Pada

Realisasi Anggaran Pendidikan ... 63 13. Alokasi Anggaran Subsektor Pendidikan Kota Metro ... 64


(18)

14. Rasio Murid-Kelas dan Murid-Guru pada Sekolah di Kota Metro

pada Tahun 2012 ... 76 15. Indikator Pendidikan Kota Metro ... 79


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 16

2. Proses Kebijakan Publik ... 19

3. Tahapan Kebijakan Publik ... 22

4. Jumlah Sekolah Yang Ada di Kota Metro Tahun 2001-2012 ... 70

5. Persentase Penduduk 10 Tahun ke atas di Kota Metro Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Tahun 2011 ... 71

6. Persentase Pendaduk 7-12 Tahun di Kota Metro Menurut Partisipasi Sekolah Tahun 2011 ... 72

7. Persentase Penduduk 13-15 Tahun di Kota Metro Menurut Partisipasi Sekolah Tahun 2011 ... 73

8. Persentase Penduduk 16-18 Tahun di Kota Metro Menurut Partisipasi Sekolah Tahun 2011 ... 74

9. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas di Kota Metro Menurut Kemampuan Membaca dan Menulis Tahun 2011 ... 75


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan di sektor pendidikan merupakan salah satu pelayanan publik yang menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah. Dan sekarang ini sektor pendidikan mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat dengan mengalokasikan anggaran 20% dari APBN. Dengan anggaran tersebut diharapkan bisa mewujudkan program wajib belajar dua belas tahun serta mengurangi angka anak putus sekolah. Beberapa daerah sudah mulai membebaskan biaya SPP dan buku, perbaikan fasilitas gedung sekolah serta perbaikan kesejahteraan guru. Upaya ini tidak terlepas dari kemampuan anggaran setiap daerah.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

menyebutkan bahwa sektor pendidikan adalah salah satu sektor yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Kementerian Pendidikan Nasional sebagai bagian pemerintah pusat akan membantu provinsi dan kabupaten/kota dalam pembiayaan pembangunan sektor pendidikan melalui tiga pola pendanaan DAK, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, sampai pemerintah daerah mampu memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan secara mandiri. Amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang


(21)

menyatakan bahwa warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya; dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 bidang

pendidikan menyatakan Penetapan kebijakan operasional pendidikan di provinsi, kabupaten/kota.

Upaya pemerintah untuk memperbaiki pelayanan pendidikan dasar dalam lingkup dari studi kebijakan publik masih dihadapkan pada persoalan seperti tidak

meratanya kesempatan, rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, serta lemahnya manajemen penyelenggaraan pendidikan. Dalam lingkup studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai bidang atau sektor, seperti bidang politik, hukum, pendidikan, pertanian, keamanan, luar negeri dan sebagainya. Disamping itu, dilihat dari hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional, maupun lokal, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah provinsi, keputusan Gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan Bupati/Walikota (Subarsono, 2005).

Untuk mencapai tekat pemerintah tersebut, pemerintah pusat dan daerah dituntut untuk melakukan berbagai program pembangunan pendidikan dengan

memprioritaskan alokasi anggaran pada sektor pendidikan dimana tertuang pada Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 20, 2003 tentang

Sisdiknas, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidik kedinasan mendapat alokasi minimal 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan


(22)

daerah (APBN dan APBD). Oleh karena itu, secara sederhana, makin besar penerimaan negara dan daerah maka semakin besar pula alokasi dana anggaran untuk sektor pendidikan. Sehingga pelayanan di sektor pendidikan menjadi salah satu pelayanan publik yang sudah menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah. Dengan adanya alokasi seminimalnya 20% dari APBN dan APBD maka anggaran tersebut diharapkan dapat mewujudkan program wajib belajar sembilan tahun serta mengurangi angka anak putus sekolah. Program tersebut dapat terwujud apabila ada koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah meskipun setiap daerah mempunyai wewenang sendiri untuk mengatur daerahnya masing-masing termasuk pada sektor pendidikan. Anggaran pendidikan sebesar 20% yang diambil dari APBN dan APBD ini dikenal dengan istilah Dana Alokasi Khusus (DAK).

Di sektor pendidikan, pelimpahan wewenang dan anggaran yang terkait dengan dekonsentrasi dilakukan oleh Kemendiknas kepada Gubernur yang

pelaksanaannya diserahkan oleh Gubernur kepada dinas pendidikan tingkat provinsi. Sementara itu pelimpahan kewenangan anggaran tugas pembantuan dilakukan oleh Kemendiknas kepada dinas pendidikan provinsi, atau dinas pendidikan kabupaten/kota, mengingat sebagian besar kewenangan bidang pendidikan dasar dan menengah telah diserahkan ke daerah, maka seharusnya penanganan sebagian besar masalah pendidikan termasuk pengalokasian dananya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Sehingga dimasa yang akan datang kemajuan dunia pendidikan nasional sangat tergantung pada perhatian daerah pada sektor pendidikan (Muqaddam, 2011).


(23)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di Kota Metro dan perkembangannya pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Metro Tahun 2001-2012

Tahun APBD Pertumbuhan (%)

2001 136.297.690.000 -

2002 176.697.010.000 29,64

2003 207.354.950.000 17,35

2004 177.360.960.000 -14,47

2005 199.343.720.000 12,39

2006 271.454.600.000 36,17

2007 306.987.595.314,65 13,09

2008 323.080.805.568,53 5,24

2009 392.270.848.633,09 21,42

2010 426.500.140.797,82 8,73

2011 513.712.195.551,65 20,45

2012 549.523.082.346,31 6,97

Sumber : Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan ( data diolah)

Pada Tabel 1 menunjukan pertumbuhan APBD kota Metro dari tahun2001-2012. Dalam data tersebut terlihat bahwa anggaran pendapatan belanja daerah di Kota Metro setiap tahunnya mengalami kenaikan, namun pada tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 177.360.960.000 atau dalam presentasi pertumbuhannya turunan sebesar 14,47% dari tahun sebelumnya, penurunan APBD ini terjadi karena penurunan PAD yang dimilik oleh kota Metro. Penurunan dari PAD tersebut berpengaruh secara langsung terhadap penurunan APBDnya. Dan pada tahun berikutnya anggaran pendapatan dan belanja daerah di Kota Metro

mengalami kenaikan yang signifikan setiap tahunnya. Pada tahun 2012 anggaran pendapatan dan belanja daerah mencapai 549.523.082.346,31 atau mengalami kenaikan sebesar 6,97% dari tahun sebelumnya.


(24)

Pelaksanaan pendidikan di Kota Metro dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dan kemampuan masyarakat dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2012 dapat dilihat pada perkembangan anggaran pendidikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Anggaran Pendidikan Sektor Pendidikan di Kota Metro Tahun 2001-2012

Tahun Anggaran Pendidikan Pertumbuhan (%)

2001 3.603.940.000 -

2002 6.758.330.000 87,53

2003 8.680.160.000 28,44

2004 50.170.834.895 477,99

2005 52.082.655.190 3,81

2006 70.949.662.249 36,23

2007 89.816.669.308 26,59

2008 110.825.647.608 23,39

2009 122.334.203.573 10,38

2010 160.974.268.455 31,59

2011 197.628.014.051 22,77

2012 220.807.261.888 11,73

Sumber : DJPK dan Disdikpora Kota Metro

Seberapa besar komitmen pemerintah untuk meningkatkan kecerdasan bangsa terhadap pembangunan pendidikan antara lain tercermin dari anggaran pendidikan seperti diterapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 dan dipertegas dalam Pasal 49 Undang-Undang No. 20 Pasal 49 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidik kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN dan APBD. Pada Tabel 2 menunjukan pertumbuhan anggaran pendidikan di Kota Metro. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa anggaran pendidikan setiap tahun mengalami peningkatan yang sangat konsisten. Pada tahan 2012 anggaran pendidikan meningkat sebesar 11,73% atau sebesar 220.807.261.888. Anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk


(25)

pembangunan pendidikan ini bertujuan untuk menunjang kelangsungan pendidikan pada program pemerintah yaitu wajib belajar 12 tahun.

Di bidang pendidikan, Kota Metro pada tahun 2012 memiliki sebanyak 4 TK Negeri dan 52 TK swasta, 47 SD Negeri dan 8 SD swasta, 3 Madrasah Ibtidaiyah atau Islamic School Negeri dan 6 Madrasah Ibtidaiyah atau Islamic School Swasta, 10 SMP Negeri dan 13 SMP Swasta, 7 MTS/Madarasah Tsanawiyah swasta, 6 SMA Negeri dan 12 SMA Swasta, 1 MA/Madarasah Aliyah Negeri dan 6 MA/Madarasah Aliyah Swasta, 3 SMK Negeri dan 13 SMK Swasta dan 1 Perguruan Tinggi Negeri seperti STAIN Jurai Siwo dan 8 Perguruan Tinggi Swasta seperti Universitas Muhammadiyah Metro, STIPER Dharma Wacana, STISPOL Dharma Wacana, AKPER Dharma Wacana, STMIK Dharma Wacana, STIT Agus Salim, STKIP Dharma Wacana / STO, dan STAI Ma’arif (Metro Dalam Angka 2013).

Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Visi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan adalahterselenggaranyalayanan prima pendidikan dan kebudayaan nasional untuk membentuk insan indonesia yang cerdas dan berkarakter kuat. Sedangkan Misi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan dan kebudayaan,

memperluas keterjangkauan layanan pendidikan dan kebudayaan, meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan kebudayaan, mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan dan kebudayaan, menjamin kepastian atau keterjaminan memperoleh layanan pendidikan, melestarikan dan memperkukuh bahasa dan kebudayaan Indonesia.


(26)

Tabel 3. Jumlah Sekolah Dasar, Guru dan Murid Negeri dan Swasta di Kota Metro Tahun 2001-2012

Sumber : Dinas Pendidikan, Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kota Metro (data diolah )

Tabel 3 menunjukan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dasar khususnya Sekolah Dasar (SD) di Kota Metro secara total pada tahun 2012 mecapai 64 unit sekolah , 1225 tenaga pengajar dan 17943 jumlah murid. Pada tahun 2010 jumlah sekolah mencapai 62 unit sekolah dan mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 3,13% dari tahun sebelumnya dan jumlah guru sebesar 1147 tenaga pengajar dan mengalami penurunan sebesar 2,22% dari tahun sebelumnya sedangkan pada jumlah murid sebesar 16859 siswa atau mengalami penurunan sebesar 2,28% dari tahun sebelumnya. Pada jenjang pendidikan dasar di tingkat SD merupakan langkah awal dalam memperkenalkan ilmu pengetahuan dasar bagi setiap murid, yang selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan di tingkat jenjang pendidikan yang lebih tinggi guna memenuhi kewajiban pendidikan dasar dua belas tahun, sebagaimana diperlihatkan di Tabel 4.

Tahun Jumlah SD (unit) Pertumbuhan (%) Jumlah Guru (jiwa) Pertumbuhan (%) Jumlah Murid (jiwa) Pertumbuhan (%)

2001 53 - 929 - 15115 -

2002 63 18,87 924 -0,54 16490 9,10

2003 53 -15,87 823 -10,93 15450 -6,31

2004 53 0 827 0,49 15399 -0,33

2005 63 18,87 830 0,36 16490 7,08

2006 63 0 905 9,04 16849 2,18

2007 54 -14,29 970 7,18 18307 8,65

2008 55 1,85 1002 3,30 16083 -12,15

2009 64 16,36 1173 17,07 17252 7,27

2010 62 -3,13 1147 -2,22 16859 -2,28

2011 64 3,23 1133 -1,22 17510 3,86


(27)

Tabel 4. Jumlah SMP, Guru dan Murid Negeri dan Swasta di Kota Metro Tahun 2001-2012

Tahun Jumlah SMP (unit) Pertumbuhan (%) Jumlah Guru (jiwa) Pertumbuhan (%) Jumlah Murid (jiwa) Pertumbuhan (%)

2001 22 - 702 - 8057 -

2002 25 13,64 701 -0,14 8562 6,27

2003 23 -8 677 -3,42 7497 -12,44

2004 23 0 677 0 7525 0,37

2005 23 0 775 14,48 8203 9,01

2006 29 26,09 872 12,52 8881 8,27

2007 25 -13,79 753 -13,65 8162 -8,10

2008 23 -8 832 10,49 8347 2,27

2009 31 34,78 1022 22,84 9787 17,25

2010 30 0 997 -2,45 9512 -2,81

2011 32 6,67 997 0 9986 4,98

2012 30 -6,25 997 0 9931 -0,55

Sumber : Dinas Pendidikan, Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kota Metro (data diolah)

Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Metro pada tahun 2001 secara keseluruhan mencapai 22 unit sekolah dan pada tahun 2012 mencapai 30 unit sekolah setelah mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 6,25% dari tahun sebelumnya dan mengalami penurunan pada murid di tahun 2012 sebesar 9931 siswa atau sebesar 0,55% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tenaga pengajar pada tahun 2007 mengalami penurunan yang sangat besar yaitu 753 guru atau sebesar 13,65% dari tahun sebelumnya. Pada jenjang SMP diharapkan dapat terciptanya sumber daya

manusia yang terlatih dan terdidik yang selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan di tingkat jenjang pendidikan yang lebih tinggi sebagaimana diperlihatkan di Tabel 5.


(28)

Tabel 5. Jumlah SMA, Guru dan Murid Negeri dan Swasta di Kota Metro Tahun 2001-2012.

Tahun Jumlah SMA (unit) Pertumbuhan (%) Jumlah Guru (jiwa) Pertumbuhan (%) Jumlah Murid (jiwa) Pertumbuhan (%)

2001 16 - 482 - 6390 -

2002 15 -6,25 505 4,77 6547 2,46

2003 15 0 531 5,15 6665 1,80

2004 15 0 540 1,69 6770 1,58

2005 15 0 655 21,30 7519 11,06

2006 20 33,33 758 15,73 8268 9,96

2007 17 -15 666 -12,14 7021 -15,08

2008 17 0 655 -1,65 6706 -4,49

2009 23 35,29 847 29,31 8132 21,26

2010 24 4,35 889 4,96 8376 3,00

2011 25 4,17 870 -2,14 8438 0,74

2012 25 0 889 2,18 8684 2,92

Sumber : Dinas Pendidikan, Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kota Metro (data diolah )

Pada Tabel 5 menunjukan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dasar khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Metro pada tahun 2012 secara total mencapai 25 unit sekolah. Dari data diatas terlihat bahwa pada tahun 2003, 2007, 2008 dan 2009 terjadi penurunan jumlah sekolah. Penurunan jumlah sekolah ini bisa terjadi karena adanya perbaikan pembangunan atau penggabungan sekolah. Dan Pada tahun 2009 pertumbuhan terbesar pada jumlah guru dan murid sebanyak 847 guru atau sebesar 29,31% dan 8132 murid atau sebesar 21,26% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada jenjang yang sama, pada jumlah sekolah, jumlah guru dan jumlah murid di SMK dapat dilihat pada Tabel 6.


(29)

Tabel 6. Jumlah SMK, Guru dan Murid Negeri dan Swasta di Kota Metro Tahun 2001-2012.

Tahun Jumlah SMK (unit) Pertumbuhan (%) Jumlah Guru (jiwa) Pertumbuhan (%) Jumlah Murid (jiwa) Pertumbuhan (%)

2001 17 - 607 - 7836 -

2002 15 -11,76 591 -2,64 7537 -3,82

2003 15 0 591 0 6705 -11,04

2004 15 0 590 -0,17 5946 -11,32

2005 15 0 591 0,17 5841 -1,77

2006 15 0 566 -4,23 5082 -12,99

2007 15 0 545 -3,71 5486 7,95

2008 15 0 577 5,87 6288 14,62

2009 15 0 592 2,60 6386 1,56

2010 16 6,67 641 8,28 7641 19,65

2011 16 0 530 -17,32 7164 -6,24

2012 16 0 639 20,57 7641 6,66

Sumber : Dinas Pendidikan, Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kota Metro (data diolah )

Pada jenjang SMK jumlah sekolah pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 6,67% dari tahun sebelumnya dan di tahun berikutnya tidak megalami pertumbuhan. Pada jumlah guru di tahun 2011 mengalami penurunan yang sangat drastis mencapai 530 guru atau sebesar 17,32% dari tahun sebelumnya. Penurunan jumlah guru ini disebabkan oleh pensiunnya tenaga pengajar. Sedangkan pada jumlah murid di tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 7641 murid atau sebesar 6,66% dari tahun sebelumnya. Pada jenjang yang lebih tinggi yaitu

Perguruan Tinggi data jumlah Universitas, mahasiswa dan dosen yang ada di Kota Metro dapat di lihat pada Tabel 7.


(30)

Tabel 7. Jumlah Universitas, Dosen dan Mahasiswa Negeri dan Swasta di Kota Metro Tahun 2001-2012.

Tahun Jumlah Universitas (unit) Pertumbuhan (%) Jumlah Dosen (jiwa) Pertumbuhan (%) Jumlah Mahasiswa (jiwa) Pertumbuhan (%)

2001 5 - 228 - 1947 -

2002 5 0 324 42,11 5061 159,94

2003 5 0 335 3,40 2807 -44,54

2004 5 0 320 -4,48 3909 39,26

2005 5 0 324 1,25 4531 15,91

2006 5 0 251 -22,53 4843 6,88

2007 5 0 304 21,12 5971 23,29

2008 4 -20 354 16,45 6412 7,39

2009 3 -25 195 -44,92 3194 -50,19

2010 8 166,67 405 107,69 11356 255,54

2011 8 0 452 11,60 15271 34,48

2012 9 12,5 585 29,42 13910 -8,91

Sumber: Masing-masing Universitas (data diolah )

Pada jenjang yang lebih tinggi di tahun 2010 jumlah universitas mencapai 8 universitas baik negeri maupun swasta dan mengalami peningkatan mencapai 166,67% dari tahun sebelumnya dan di tahun berikutnya mengalami peningkatan. Di tahun yang sama yaitu tahun 2010 jumlah dosen dan mahasiswa mengalami pertumbuhan sebesar 107,69 % dan jumlah mahasiswa mencapai 255,54% dari tahun sebelumnya.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik permasalahan dalam penulisan ini adalah

1. Bagaimana kebijakan alokasi anggaran sektor pendidikan dalam upaya meningkatkan pendidikan di Kota Metro ?


(31)

2. Bagaimana tingkat keberhasilan pembangunan pendidikan dan sumber daya manusia di Kota Metro ?

C. Tujuan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah

1. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan alokasi anggaran sektor pendidikan dalam upaya meningkatkan pendidikan di Kota Metro.

2. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan tingkat keberhasilan pembangunan pendidikan dari jumlah Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Melek Huruf (AMH) , Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM) dan Tingkat Kelulusan di Kota Metro.

D. Kerangka Pemikiran

Bicara tentang pendidikan, sebetulnya menyangkut usaha sadar untuk membantu anak menuju kedewasaan baik dari segi fisik maupun psikis, yang dilaksanakan oleh orang dewasa secara sadar dan penuh tanggung jawab. Pada saat ini

pemerintah mengusahakan pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai ke jenjang pendidikan tinggi untuk menjawab apa yang tersebut dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa

(Ahmadi,2003 ).

Pendidikan adalah salah satu investasi sumber daya manusia yang penting. Untuk memperoleh pekerjaan yang layak seseorang membutuhkan keterampilan yang memadai. Keterampilan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan. Pengetahuan dan pengalaman menunjukan bahwa terdapat koralasi positif antara pendapatan


(32)

dan tingkat pendidikan. Demikian pula tingkat pendidikan juga berpengaruh nyata terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara (Smeru, 2004) .

Kualitas pendidikan di Indonesia sangatlah rendah. Penyebab rendanya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya partisipasi siswa, rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya

pendidikan (Wati, 2010).

Tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan dasar masih sangat besar, lebih dari 90% sekolah dasar (SD) berstatus sebagai milik

pemerintah. Sementara itu tekad untuk memperbaiki pelayanan pendidikan dasar masih dihadapkan pada persoalan tidak meratanya kesempatan, rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, serta lemahnya manajemen penyelenggaraan pendidikan. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah dituntut untuk melakukan berbagai program pembangunan pendidikan, dibarengi dengan tekad umtuk memprioritaskan alokasi anggaran sektor pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang-Undang-Undang No. 20, 2003 tentang Sisdiknas, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan mendapat alokasi minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah (APBN dan APBD) (Nina, 2004).


(33)

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa setiap warga negara yang berusia 7 – 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Hal ini menimbulkan tanggung jawab bagi

pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan yang maksimal bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SLTP serta sederajat (Winarti, 2009).

Dengan adanya tujuan pendidikan mencerdaskan kehidupan bangsa secara bertahap memulai pembangunan pendidikan yang berkesinambungan pemerintah daerah terus berupaya dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan meningkatkan program pendidikan dua belas tahun. Dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 yang

menyebutkan bahwa “setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan”

sehingga pemerintah juga melakukan berbagai upaya perluasan dan pemerataan kesempatan bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

Tingkat pencapaian program pembangunan pendidikan dalam meningkatkan taraf pendidikan masyarakat yang bermutu dan berkesinambungan ini secara umum harus ditunjang dengan informasi mengenai pendidikan yang tertuang dalam indikator-indikator pendidikan. Indikator-indikator sektor pendidikan yang dapat memberikan informasi mengenai tingkat keberhasilan pembangunan pendidikan dan sumber daya manusia tercakup dalam : Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Melek Huruf (AMH), dan tingkat pendidikan (formal) yang ditamatkan. Indikator-indikator pendidikan tersebut dapat memberikan gambaran serta informasi tentang perkembangan pendidikan penduduk secara tepat dan


(34)

berkelanjutan. Melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), pemantauan perkembangan pendidikan dan penyajian indikator tersebut dapat dilakukan secara terus menerus dengan efektif dan efisien. Survei Sosial Ekonomi Nasional

(SUSENAS) dilakukan setiap tahun dengan tujuan untuk memberikan gambaran kondisi sosial ekonomi masyarakat secara terpadu pada level nasional, regional bahkan sampai Kabupaten / Kota. Dengan demikan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) ini disamping bertujuan untuk memberikan gambaran kondisi sosial ekonomi pada satu sektor kehidupan masyarakat, juga dapat menggambarkan keterkaitan antara sektor kehidupan di masyarakat.

Kadisdik Provinsi Lampung Drs. Tauhidi, M.M. mengatakan, dalam rangka mencerdaskan bangsa, pemprov telah menganggarkan dana, baik melalui APBD maupun APBN, untuk pembangunan pendidikan di Lampung. Beberapa program yang telah dilaksanakan, yakni realisasi Wajib Belajar 9 Tahun; pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi dan tidak mampu; pembangunan dan renovasi sarana-prasarana pendidikan; pemberian insentif kepada guru; pembangunan ruang kelas baru (RKB); serta peningkatan sektor pendidikan formal dan

informal. Program ini dicanangkan pemprov dalam rangka mencerdaskan bangsa dan sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Lampung dengan harapan sektor itu bisa menjadi andalan yang dibanggakan oleh Provinsi Lampung.


(35)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Gambar 1 menunjukan kerangka pemikiran yang merupakan alur proses terjadinya anggaran pendidikan. Pada dasarnya desentralisasi fiskal merupakan penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepala daerah untuk melakukan pembelanjaan untuk memungut pajak sehingga dapat memperoleh pendapatan berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdapat sektor-sektor atau bidang yang dialokasikan pemerintah, seperti bidang kesehatan, pendidikan, sosial, perhubungan, olahraga, pertanian dan bidang lainnya. Pada program pembangunan pendidikan dengan memprioritaskan alokasi anggaran pada sektor pendidikan dimana tertuang pada Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 20, 2003 tentang Sisdiknas, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidik kedinasan mendapat alokasi minimal 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah (APBN dan APBD). Dengan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 % pemerintah berharap dapat meningkatkan tingkat keberhasilan pendidikan seperti Angka Melek Huruf, Angka Partisipasi Sekolah, Angka Partisipasi Kasar, Angka Partisipasi Murni dan Tingkat kelulusan siswa di Kota Metro.

Anggaran Pendidikan APBD

Tingkat Keberhasilan Pendidikan Desentralisasi Fiskal


(36)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Analisis Kebijakan Publik

Kebijakan adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Menurut Ealau dan Kenneth Prewitt yang dikutip Charles O. Jones, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik oleh yang membuatnya maupun oleh mereka yang mentaatinya (Jones,1970).

Menurut Carl Friedrich mengatakan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

Kebijakan publik adalah suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah/negara yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat. Budi Winarno dan Sholichin Abdul Wahab menyatakan bahwa istilah kebijakan menunjukan istilah seperti tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, standar,


(37)

proposal dan grand design. Bagi para policy makers (pembuat kebijakan) dan orang-orang yang menggeluti kebijakan, penggunaan istilah-istilah tersebut tidak menimbulkan masalah, tetapi bagi orang di luar struktur pengambilan kebijakan tersebut mungkin akan membingungkan (Winarno, 2005 dan Wahab, 2004).

Kebijakan publik menurut Thomas Dye (1981) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan. Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik. Definisi kebijakan publik dari Thomas Dye mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta ; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.

Menurut James E. Anderson (1973) kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar

pemerintah.

Proses Kebijakan Publik

Proses Analisis kebijakan Publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Sedangkan aktivitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi


(38)

kebijakan, monitoring, dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual.

Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Implementasi

Kebijakan

Penilaian Kebijakan

Sumber : William N. Dunn, 1994 :17

Gambar 2. Proses Kebijakan Publik

Perumusan Masalah

Forecasting

Rekomendasi Kebijakan

Monitoring Kebijakan

Evaluasi Kebijakan


(39)

Tabel 8. Tahap Analisis Kebijakan.

Tahap Karakteristik

Perumusan Masalah Memberikan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah

Forecasting (Peramalan)

Memberikan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari diterapkannya alternatif kebijakan, termasuk apabila tidak membuat kebijakan

Rekomendasi Kebijakan

Memberikan informasi mengenai manfaat bersih dari setiap alternatif , dan merekomendasikan alternatif kebijakan yang memberikan manfaat bersih paling tinggi .

Monitoring Kebijakan

Memberikan informasi mengenai konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan termasuk kendala-kendalanya.

Evaluasi Kebijakan

Memberikan informasi mengenai kinerja atau hasil dari suatu kebijakan.

Sumber : William N. Dunn, 1994 :17

Dalam penyusunan agenda kebijakan ada tiga kegiatan yang perlu dilakukan yakni; (1) Membangun persepsi dikalangan stakeholders bahwa sebuah fenomena benar-benar dianggap sebagai masalah. Sebab bisa jadi suatu gejala oleh

sekelompok masyarakat tertentu dianggap masalah, tetapi oleh sebagian

masyarakat lain atau elite politik bukan dianggap sebagai masalah; (2) Membuat batasan masalah ,dan (3) Memobilisasi dukungan agar masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah. Memobilisasi dukungan ini dapat dilakukan dengan cara mengorganisir kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat, dan kekuatan-kekuatan politik, publikasi melalui media massa dan sebagainya.


(40)

Pada tahap formulasi dan legitimasi kebijakan, analisis kebijakan perlu

mengumpulkan dan menganalisis informasi yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan, kemudian berusaha mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan, membangun dukungan dan melakukan negosiasi, sehingga sampai pada sebuah kebijakan yang dipilih. Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Pada tahap ini perlu dukungan sumberdaya dan penyusunan organisasi pelaksana kebijakan. Dalam proses implementasi sering ada mekanisme insentif dan sanksi agar implementasi suatu kebijakan berjalan dengan baik. Dari tindakan kebijakan akan dihasilkan kinerja dan dampak kebijakan, dan proses selanjutnya adalah evaluasi terhadap implementasi, kinerja, dan dampak kebijakan. Hasil evaluasi ini bermanfaat bagi penentuan kebijakan baru di masa yang akan datang, agar kebijakan yang akan datang lebih baik dan lebih berhasil (Subarsono, 2005). Dalam pandangan Ripley (1985), tahapan kebijakan publik digambarkan sebagai berikut pada Gambar 3.


(41)

Sumber : Ripley, 1985 : 49

Gambar 3. Tahapan Kebijakan Publik

Kebijakan publik dapat dilihat sebagai suatu sistem, yang terdiri dari elemen-elemen (unsur-unsur):

1. Input : masalah Kebijakan Publik

Masalah Kebijakan Publik ini timbul karena adanya faktor lingkungan kebijakan publik yaitu suatu keadaan yang melatar belakangi atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya “masalah kebijakan publik” tersebut, yang berupa tuntutan- tuntutan, keinginan-keinginan masyarakat atau tantangan dan peluang, yang diharapkan segera diatasi melalui suatu kebijakan publik. Masalah ini dapat juga timbul justru karena dikeluarkannya suatu kebijakan publik yang baru.

Penyusunan Agenda

Agenda Pemerintah

Formulasi &

Legitimasi Kebijakan Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Tindakan Kebijakan

Evaluasi terhadap Implementasi, kinerja, & dampak Kebijakan

Kinerja & Dampak Kebijakan Kebijakan Baru Hasil Hasil Hasil Diperlukan Diikuti Diperlukan Mengarah ke


(42)

2. Process (proses): pembuatan Kebijakan Publik.

Proses pembuatan kebijakan publik itu bersifat politis, di mana dalam proses tersebut terlibat berbagai kelompok kepentingan yang berbeda-beda, bahkan ada yang saling bertentangan. Dalam proses ini terlibat berbagai macam policy stake- holders, yaitu mereka-mareka yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh suatu kebijakan publik. Policy Stakeholders bisa pejabat pemerintah, pejabat negara, lembaga pemerintah, dan juga dari lingkungan masyarakat (bukan pemerintah), misalnya, partai politik, kelompok-kelompok kepentingan, perusahaan dan sebagainya.

3. Output : Kebijakan Publik, yang berupa serangkaian tindakan yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu seperti yang diinginkan oleh kebijakan publik.

4. Impacts (dampak), yaitu dampaknya terhadap kelompok sasaran (target

groups). Kelompok sasaran (target groups) adalah orang-orang, kelompok-kelompok orang, atau organisasi-organisasi, yang perilaku atau keadaannya ingin dipengaruhi atau diubah oleh kebijakan publik tersebut.

B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Dalam Keputusan Mendagri No.29 tahun 2002 menyatakan anggaran daerah atau anggaran pendapatan dan belanja daerah adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Bab VIII Pasal 179 dinyatakan bahwa APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31


(43)

Desember. Pada Pasal 16 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa :

1. APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah.

2. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. 3. Pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan

dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

4. Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.

Menurut UU No. 33 tahun 2004, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah, maka dalam APBD tergambar semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah dalam kurun waktu satu tahun. Selain sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah, APBD merupakan instrumen dalam rangka mewujudkan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.

Menurut pasal 1 ayat (9) Permendagri No. 13 tahun 2005 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dimaksudkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut dengan APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang harus di setujui bersama oleh pemerintah daerah


(44)

dengan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Penyusunan APBD itu sendiri merupakan suatu proses yang panjang melalui beberapa tahapan yang dimulai dengan penjaringan aspirasi masyarakat (jaring asmara) yang kemudian dibahas melaui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) pada tingkat kecamatan.

Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 1 ayat 9 menyebutkan, yang dimaksudkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut dengan APBD adalah rencana keuangan pemerintah daerah yang harus disetujui bersama oleh pemerintah daerah dengan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keuangan daerah dilaksanakan melalui serangkaian proses pengelolaan keuangan daerah yang meliputi penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Saragih (2003 : 127) : APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak – pajak daerah.

Menurut Halim (2004 : 15), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat didefinisikan sebagai berikut : suatu anggaran daerah, yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut : rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci; adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya


(45)

biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan; jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka; periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun.

Unsur-Unsur Anggaran, Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Halim (2004 : 15-16) adalah sebagai berikut:

1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.

2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.

3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4. Periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 pasal 20 disebutkan bahwa APBD merupakan kesatuan yang terdiri dari:

1. Pendapatan daerah

Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.

Pendapatan daerah terdiri dari: A. Pendapatan Asli Daerah (PAD);

a. pajak daerah b. retribusi daerah


(46)

c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. lain-lain PAD yang sah terdiri dari :

1. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

2. hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

3. jasa giro;

4. pendapatan bunga; 5. tuntutan ganti rugi;

6. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing 7. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

B. Dana Perimbangan a. Dana Bagi Hasil;

b. Dana Alokasi Umum; dan c. Dana Alokasi Khusus.

C. Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan

Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah.


(47)

2. Belanja daerah

Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah.

Belanja Daerah terdiri dari dua urusan yaitu:

a. Urusan wajib yang diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

b. Urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang –undangan.

Belanja daerah dapat diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja.

a. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah.

b. Klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari:

1. klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan, diklasifikasikan menurut kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.

2. klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara, digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari: a. pelayanan umum;


(48)

c. ekonomi;

d. lingkungan hidup;

e. perumahan dan fasilitas umum; f. kesehatan;

g. pariwisata dan budaya; h. agama;

i. pendidikan; serta j. perlindungan sosial.

c. Klasifikasi belanja menurut program disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

d. Kasifikasi belanja menurut kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

e. Klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari: 1. belanja pegawai;

2. belanja barang dan jasa; 3. belanja modal;

4. bunga; 5. subsidi; 6. hibah;

7. bantuan sosial;

8. belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan 9. belanja tidak terduga.


(49)

3. Pembiayaan daerah.

Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Adapun bentuk dan susunan APBD yang didasarkan pada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 terdapat pada pasal 22, yaitu : pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) dikelompokkan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran

pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran

pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah (Permendagri 13/ 2006).

C. Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menurut kamus Bahasa Indonesia kata pendidikan mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara


(50)

bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia)

menjelaskan tentang pengertian pendidikan, Pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

keperibadian, keceradasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002 : 263).

Pengertian pendidikan menurut Thedore Brameld adalah Istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari pemelihara dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa warga masyarakat yang baru mengenal tanggung


(51)

jawab bersama di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan ini

mengalami spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah.

Pengertian pendidikan menurut M.J. Langeveld adalah merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.

Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugastugas hidupnya, agar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab secara susila. Pendidikan adalah usaha mencapai penentuan-diri-susila dan tanggung jawab.

Pendidikan di Indonesia mengalami dua masalah besar sekaligus, yaitu persoalan internal dan persoalan eksternal. Secara internal, dalam sistem pendidikan

Indonesia sedang diadakan berbagai penataan dan restrukturisasi strategi pengembangan yang lebih tepat, akurat dan ekseleratif. Sedangkan secara eksternal berbagai tantangan dan peluang melalui bidang pendidikan menunggu hasil peningkatan mutu pendidikan yang harus bersaing secara kompetitif dengan negara lain di dunia global (Saepudin, 2009).

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menerangkan bahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung


(52)

jawab. Dengan kata lain tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan.

Fungsi dari pendidikan nasional menurut Undang-Undang no. 20 tahun 2003 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dalam rumusan pasal 3 UU No. 20/2003 ini terkandung empat fungsi yang harus diaktualisasikan oleh pendidikan, yaitu:

1. Fungsi mengembangkan kemampuan peserta didik, 2. Fungsi membentuk watak bangsa yang bermartabat,

3. Fungsi mengembangkan peradaban bangsa yang bermartabat, 4. Fungsi mencerdaskan kehidupan bangsa

Adapun unsur-unsur Pendidikan (Notoatmodjo, 2003)

1. Input . Sasaran pendidikan, yaitu : individu, kelompok, masyarakat 2. Pendidik yaitu pelaku pendidikan

3. Proses yaitu upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain 4. Output yaitu melakukan apa yang diharapkan / perilaku.


(53)

Unsur-unsur pendidikan menurut Drs. H. Abu Ahmadi ialah : 1. Komunikasi

Hal ini diartikan adanya interaksi hubungan timbal balik dari anak dengan orang tua atau pendidik atau dari orang yang belum dewasa kepada orang yang sudah dewasa dan sebaliknya.

2. Kesenjangan

Komunikasi yang terjadi itu merupakan suatu proses kesenjangan perbuatan yang disadari oleh orang dewasa demi anak.

3. Kewibawaan

Perbuatan orang dewasa hendaknya ada unsur wibawa dalam arti diharapkan baik secara sadar atau tidak anak yang belum dewasa tadi patuh akan hasil didikan orang dewasa. Secara sukarela (kewibawaan adalah “pengaruh yang diterima dengan sukarela” dimiliki oleh orang dewasa). Wibawa timbul dengan sendirinya, tidak dibuat-buat, sebab kewibawaan itu sesuatu kelebihan yang ada dalam diri orang dewasa tadi sehingga anak merasa:

a) Dilindungi b) Percaya c) Dibimbing

d) Dan menerimanya dengan sukarela.

Keempatnya ini memberi pengaruh ke hal-hal yang positif, bagi anak tersebut. 4. Normatif:

Yaitu adanya komunikasi tadi dibatasi adanya ketentuan suatu norma baik norma adat, agama, hukum, sosial, dan atau norma pendidikan formal (ingat perinsip didaktif).


(54)

Faktor yang mempengaruhi pendidikan menurut Hasbullah (2001) adalah sebagai berikut :

1. Ideologi

Semua manusia dilahirkan ke dunia mempunyai hak yang sama khususnya hak untuk mendapatkan pendidikan dan peningkatan pengetahuan dan pendidikan. 2. Sosial Ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi memungkinkan seseorang mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

3. Sosial Budaya

Masih banyak orang tua yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan formal bagi anak-anaknya.

4. Perkembangan IPTEK

Perkembangan IPTEK menuntut untuk selalu memperbaharui pengetahuan dan keterampilan agar tidak kalah dengan negara maju.

5. Psikologi

Konseptual pendidikan merupakan alat untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih bernilai.


(55)

Menurut Departemen Pendidikan Nasional, pengertian dari kualitas secara umum adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang

menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas mencakup

(Supriyadi,2009): 1) Input pendidikan

Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses, misalnya berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses.

Input sumberdaya meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang bahan, dsb). Sedangkan input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Kemudian harapan-harapn berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah.

2) Proses pendidikan

Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan berskala makro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitopring dan evaluasi, dengan catatan


(56)

bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya.

3) Output pendidikan

Output pendidikanadalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah ialah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya.

Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003, jalur pendidikan dibagi menjadi 3,yaitu: 1. Jalur Formal

a. Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.

b. Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan

pendidikan menengah jurusan, seperti : SMA, MA, SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat.

c. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas.

2. Jalur Nonformal 3. Jalur Informal


(57)

D. Anggaran Pendidikan

Anggaran Pendidikan adalah pernyataan system yang berkaitan dengan program pendidikan, yaitu penerimaan (pendapatan) dan pengeluaran yang direncanakan dalam suatu periode kebijakan keuangan, serta didukung dengan data yang mencerminkan kebutuhan, tujuan proses pendidikan dan hasil sekolah yang direncanakan sehingga penerimaan (pendapatan) dan pengeluaran harus dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat direalisasikan.

Anggaran pendidikan merupakan alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran

pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah.

Menurut Fasli Djalal ada tiga pengertian tentang anggaran pendidikan, antara lain: 1. Anggaran untuk Sector Pendidikan

Selain untuk anggaran pendidikan masyarakat umum, pendidikan yang diselenggarakan oleh departemen lain selain Depdiknas.

2. Anggaran Depdiknas

Anggaran depdiknas adalah anggaran pendidikan nasional yakni semua anggaran pembangunan.

3. Anggaran Pendidikan Nasional

Anggaran pendidikan nasional adalah semua anggaran pendidikan di semua departemen, termasuk anggaran rutin untuk gaji PNS dan biaya rutin


(58)

E. Alokasi anggaran pendidikan

Alokasi yang melalui belanja pemerintah pusat dan di transfer ke daerah. Untuk yang melalui belanja pemerintah pusat dialokasikan kepada Departemen

Pendidikan Nasional, Departemen Agama, dan dua belas Kementerian Negara/Lembaga lainnya (Departemen PU, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Perpustakaan Nasional, Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen ESDM, Departemen Perhubungan, Departemen Kesehatan, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Bagian Anggaran 69).

Sementara anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah adalah DBH Pendidikan, DAK (Dana Alokasi Khusus) Pendidikan, DAU (Dana Alokasi Umum) Pendidikan, Dana Tambahan DAU, dan Dana Otonomi Khusus Pendidikan.

F. Standar Nasional Pendidikan

Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia

Standar tersebut diantaranya tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013, diantaranya adalah :

1. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.


(59)

2. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat Kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

3. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan.

4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria mengenai

pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

5. Standar Sarana dan Prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

6. Standar Pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,

kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

7. Standar Pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.

8. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar Peserta Didik.


(60)

Standar Nasional Pendidikan, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perlu diselaraskan dengan dinamika perkembangan masyarakat, lokal, nasional, dan globalguna mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian; yang bersama-sama membangun

kurikulum pendidikan; penting dan mendesak untuk disempurnakan. Selain itu, ide, prinsip dan norma yang terkait dengan kurikulum dirasakan penting untuk dikembangkan secara komprehensif dan diatur secara utuh pada satu bagian tersendiri.

G. Konsep Pembiayaan Pendidikan

Standar Biaya Pendidikan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 69 tahun 2009 pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa standar biaya operasi

nonopersonalia tahun 2009 per sekolah/program keahlian, per rombongan belajar, dan per peserta didik untuk SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB. Biaya pendidikan merupakan semua jenis pengeluaran berupa sejumlah uang yang dikeluarkan untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang bertujuan untuk investasi sumber daya manusia sebagai human capital, atau manusia sebagai modal pembangunan. Oleh sebab itu investasi diharapkan dapat menghasilkan keterampilan yang memiliki nilai ekonomi. Investasi dalam

pendidikan diperlukan untuk merespon kebutuhan ekonomi tenaga kerja menurut jenis pendidikan. Biaya investasi sekolah meliputi biaya penyediaan sarana berupa komputer, buku dan sebagainya dan biaya prasarana berupa ruang kelas, ruang kantor, dan sebagainya serta biaya pengembangan sumber daya manusia. Biaya personal meliputi segala macam pembiayaan yang harus dikeluarkan oleh siswa


(61)

sekolah seperti biaya SPP dan biaya praktikum guna mengikuti pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

Menurut Woodhal (dalam Ghazali, 2000) biaya pendidikan dibedakan menjadi dua kategori antara lain :

1. Biaya lancar

Biaya lancar yang mencakup semua pengeluaran untuk keperluan konsumtif . Contoh: bahan-bahan dan buku pelajaran , jasa-jasa yang memberikan manfaat jangka pendek dan secara reguler diperbaharui.

2. Biaya kapital

Biaya kapital meliputi pembelian barang tahan lama. Contoh: gedung atau perlengakapan lain yang memberikan manfaat dalam jangka panjang.

Menurut Richanson (dalam Ghazali ,2000) menjabarkan konsep biaya pendidikan dengan pendekatan biaya langsung kedalam yang terdiri dari biaya administrasi, pengajaran, oprasional, gedung dan perlengkapan. Sedangkan Koch (dalam Ghazali, 2000) menyatakan biaya pendidikan terdiri dari biaya langsung dari murid, pengeluaran masyarakat dan pendapatan yang hilang dari melaksanakan pendidikan. Bagi pengambil kebijakan pendidikan harus melihat kondisi

pembiayaan pelaksanaan pendidikan agar tidak terjadi kesalahan dalam kebijakan anggaran kedalam suatu sistem yang inefisiensi yang pada akhirnya berpengaruh pada kualitas dan kuantitas output pendidikan.


(62)

Adapun biaya operasional sekolah menurut Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 pasal 62 ayat 4 mencakup tiga komponen, antara lain :

1. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji

2. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai seperti boardmarker/kapur, penghapus, tinta, kertas tik dan sebagainya,dan

3. Biaya oprasional pendidikan tidak langsung yakni biaya pemeliharaan sarana dan prasarana, daya listrik, telekomunikasi dan sebagainya.

H. PenelitianTerdahulu

1. Ir. Brahmantio Isdijoso, Ms dan Ir. Tri Wibowo, MM1 (2002). Dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kebijakan Fiskal pada Era Otonomi Daerah (Studi Kasus : Sektor Pendidikan di Kota Surakarta).

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan komparatif.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasikan

1. Respon daerah (Pemda dan DPRD) Kota dan Kabupaten terhadap rancangan desentralisasi fiskal yang diimplementasikan pada awal 2001 dan

2. Implikasi respon daerah terhadap desentralisasi fiskal pada bidang pendidikan, baik yang di selengarakan oleh pemerintah maupun swasta.


(63)

Hasil dan Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Awal pelaksanaan desentralisasi fiskal dimana pemerintah daerah diberikan keleluasaan yang lebih besar untuk menggali potensi PAD melalui pajak ataupun retribusi daerah, belum menunjukkan peningkatan penerimaan yang signifikan. Daerah lebih mengutamakan kondusifitas iklim usaha,

mengingat kondisi perekonomian yang belum pulih dari krisis.

2. Dana Alokasi Umum yang merupakan penyangga utama pembiayaan APBD sebagian besar terserap untuk membiayai belanja rutin, terutama belanja pegawai akibat adanya pengalihan Personil, Peralatan, Pembiayaan dan Dokumen (P3D) dari instansi vertikal kepada pemerintah daerah, sehingga pengeluaran rutin untuk belanja pegawai dan belanja non pegawai menjadi membengkak.

3. Di awal pelaksanaan otonomi daerah, dimana dana disalurkan pemerintah pusat ke pemerintah daerah secara block grant, memberikan keleluasan bagi daerah untuk melakukan penyusunan anggaran melalui pendekatan

perencanaan pembangunan partisipatif dengan melibatkan masyarakat pada tataran paling bawah.

4. Keberpihakan pemerintah daerah terhadap sektor pendidikan terutama yang menyangkut anggaran pembangunan, pada awal pelaksanaan otonomi daerah mengalami penurunan. Prioritas utama Sektor pendidikan diarahkan untuk terpenuhinya belanja pegawai untuk kenaikan gaji dan rapel para guru, agar tidak terjadi pemogokan guru.


(64)

2. Noval Akhmad Huda, Hadi Sasana (2013). Dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap outcomes pelayanan publik bidang pendidikan (studi kasus : Provinsi DKI Jakarta).

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data panel dengan menggunakan software AMOS 17

Tujuan dari penelitian ini untuk meneliti bagaimana pengaruh desentralisasi fiskal terhadap capaian outcomes pendidikan berupa angka partisipasi sekolah dan angka putus sekolah dan melihat pengaruh langsung dan tidak langsung desentralisasi fiskal terhadap outcomes pendidikan melalui variabel output yang menjadi mediator terhadap variabel outcomes.

Hasil dan Kesimpulan dari penelitian ini adalah Desentralisasi fiskal memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap outcomes pendidikan.

Desentralisasi fiskal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap angka kelulusan sekolah. Desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat putus sekolah siswa.

3. Moh. Khusaini (2007). Dalam penenlitiannya yang berjudul Desentralisasi fiskal dan manajemen anggaran daerah: studi di Jawa Timur.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan Metode analisis deskripsi.


(65)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencapai tujuan dari proses desentralisasi ada tiga persoalan mendasar yang perlu mendapat perhatian khusus dalam waktu dekat yaitu

1. Political commitment dari pemerintah pusat dan political will dari

pemerintah daerah itu sendiri untuk menata kembali hubungan kekuasaan pusat-daerah:

2. Pengaturan hubungan keuangan pusat –daerah yang lebih didasari oleh “itikad” untuk memperkuat kemampuan keuangan daerah (bukan sebaliknya): dan

3. Perubahan prilaku elite lokal dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

Hasil dan Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Aspek-aspek dan prasarat dalam keberhasilan desentralisasi dari sisi penerimaan daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang seharusnya memiliki taxing power yang besar ternyata masih kecil. Kemampuan keuangan daerah dalam meopang pembangunan daerah masih sangat rendah sedangkan peranan dana perimbangan yang berasal dari pusat sangat besar. Dari sisi pengeluaran pemerintah daerah seharusnya semakin dekat dengan masyarakat dan semakin memahami apa yang


(66)

4. Yuni Pristiwati Noer Widianingsih (2001). Dalam penelitiannya yang berjudul Mengukur Alokasi Anggaran Untuk Rakyat di Sektor Pendidikan (studi kasus APBD Kota Surakarta).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan Kualitatif dan Kuantitatif.

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Dapat mengetahui seberapa besar kepedulian dan keberpihakan pemerintah kota Surakarta terhadap masyarakat kota Surakarta yang dibuktikan dengan berapa persen anggaran untuk rakyat di alokasikan di sektor pendidikan secara sektoral yaitu dilihat dari anggaran yang dialokasikan untuk Dinas Pendidikan.

2. Dapat mengetahui seberapa besar kepedulian dan keberpihakan pemerintah kota Surakarta terhadap masyarakat kota Surakarta yang dibuktikan dengan berapa persen anggaran untuk rakyat dialokasikan di sektor pendidikan secara meneyeluruh baik dilihat dari total APBD yang ada juga dari anggaran di setiap satuan kerja yang mengalokasikan anggaran untuk rakyat di sektor pendidikan.

Hasil dan Kesimpulan dalam penelitian ini adalah :

1. Pemerintah kota Surakarta melalui Dinas Pendidikan sudah

mengalokasikan anggaran sektor pendidikan dengan jumlah cukup besar melalui beberapa program diantaranya program wajib belajar 9 tahun.


(67)

2. Masih sedikitnya dinas lain diluar Dinas Pendidikan yang mengalokasikan anggaran untuk sector pendidikan menunjukan bahwa keberhasilan

program-program pendidikan terutama yang dialokasikan untuk rakyat hanya merupakan tanggung jawab dari dinas yang bersangkutan. 3. Meskipun sector pendidikan dalam APBD merupakan salah satu yang

termasuk dalam urusan inti, namun total anggur semua dinas yang dialokasikan di sector pendidikan masih relatif kecil dari total belanja langsung maupun total belanja pelayanan publik.

5. Armida. Dalam penelitiannya yang berjudul Sistem Anggaran Pendidikan (studi Tentang Sistem Penganggaran Pendidikan dan Efektifitas Penggunaan Biaya Pendidikan serta Dampaknya Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah Aliyah di Kota Jambi).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Tujuan dalam penelitian ini untuk menganalisis sistem anggaran pendidikan Madrasah Aliyah berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan Madrasah Aliyah di Kota Jambi dan untuk menganalisis efektifitas penggunaan biaya pendidikan dan mengetahui mutu ( out put) yang dihasilkan MA.

Hasil dan Kesimpulan dari penelitian ini bahwa biaya adalah salah satu penentu berjalannya aktivitas aktivitas PBM, dan juga didukung oleh faktor faktor lain untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan Madrasah, diantaranya ketetapan penggunaan biaya dengan sasaran tujuan pendidikan


(68)

yang akan dicapai, komitmen kepemimpinan MA terhadap keputusan yang telah ditetapkan ,dsb. Sedangkan angaran pendidikan adalah berfungsi sebagai alat bantu penggerak sistem manajemen pengelolaan pendidikan madrasah diantaranya sistem anggaran pendidikan madrasah , dan sebagai alat pengendalian pendeteksi berjalan tidaknya program pendidikan serta

mengarahkan kepemimpinan kelembaga kearah program yang lebih kuat dan bertindak efektif dan efisien, agar tetap menjalankan aktivitas untuk mencapai tujuan pendidikan.


(1)

83

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa-analisa dan pengamatan pada kondisi yang ada, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dalam penulisan ini yaitu:

1. Upaya dari pemerintah Kota Metro dalam mewujudkan besaran alokasi anggaran sektor pendidikan tidak mampu melebihi dari amanat peraturan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berlaku yakni minimal 20% terhadap keseluruhan total belanja daerah.

2. Tingkat keberhasilan dari tujuan pengalokasian anggaran pendidikan dilihat dari beberapa indikator diantaranya angka melek huruf, rata – rata lama sekolah, angka partisipasi sekolah, angka partisipasi kasar, angka partisipasi murni, dan tingkat kelulusan mengalami peningkatan disetiap tahunnya.


(2)

84

B. SARAN

1. Kota metro sebagai kota pendidikan perlu memperhatikan Standar Pendidikan, agar pertumbuhan alokasi anggaran dapat sejalan dengan hasil atau kualitas yang dihasilkan dari alokasi tersebut. Pelaksanaan kebijakan pendidikan, dapat dilakukan dengan mengunakan standar operasional seperti Undang – undang dan Peraturan Pemerintah yang ada.

2. Dalam tahun berikutnya, dengan pengalokasian dana pendidikan oleh pemerintah Kota Metro yang belum melampaui ketentuan dasar dari pengguliran dana pendidikan, harus mampu meningkatkan lagi partisipasi dari masyarakat yang masuk dalam kategori usia sekolah. 3. Pemerintah Kota Metro tentunya harus benar-benar berupaya keras agar

mampu meningkatkan anggaran pendidikannya dan mampu memenuhi amanat dari Peraturan yang berlaku pada tahun berikutnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, James E. 1979. Public Policy Making, Holt, Rinehart and Winston, New York, Chapter 1-2 dan 5.

Armida. Sistem Anggaran Pendidikan (Studi Tentang Sistem Penganggaran Pendidikan dan Efektivitas Penggunaan Biaya Pendidikan serta

Dampaknya Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah Aliyah di Kota Jambi.

Ahmadi, Drs. H. Abu dan Dra. Nur Uhbiyah. 2003. Ilmu Pendidikan. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Badan Pusat Statistik Kota Metro. 2011. Metro Dalam Angka Metro in Figure 2011.

Badan Pusat Statistik Kota Metro. 2012. Metro Dalam Angka Metro in Figure 2012.

Badan Pusat Statistik Kota Metro. 2013. Metro Dalam Angka Metro in Figure 2013.

Dinas Pendidikan, Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kota Metro. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan

Dun, William N. 1994. Public Policy Analysis: An Introduction, Prentice-Hall International, Englewood Cliffs. New Jersey, Chapter 1-3.

Dye, Thomas R. 1981. Understanding Public Policy, Prentice-Hall, New Jersey, Chapter 1.

Friedrich, Carl J. 1963. Man and His Goverment. New York. McGraw-Hill Ghazali, Abbas. 2000. Analisis Biaya Manfaat SMU dan SMK. Jurnal Pendidikan

dan Kebudayaan No. 022, tahun ke-5, Maret 2000.

Halim, Abdul. 2004. Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Pemda: Studi Kasus Kabupaten dan Kota di Jawa dan Bali. Jurnal Ekonomi STEI No.2/ Tahun XIII/25.


(4)

Huda, Noval Akhmad dan Hadi Sasana. 2013. Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Outcomes Pelayanan Publik Bidang Pendidikan (studi kasus: Provinsi DKI Jakarta). Diponogoro Journal of Economics Vol 2, No. 1, Tahun 2013, Halaman 1.

Isdijoso, Ir. Brahmantio dan Ir. Tri Wibowo. 2002. Analisis Kebijakan Fiskal Pada Era Otonomi Daerah (studi kasus: Sektor Pendidikan Di Kota Surakarta. Kajian Ekonomi dan Keuangan. Vol.6, no 1.

Jones, Charles O. 1970. An Introduction to the Study of Public Policy. Belmont, CA: Wadswort.

Khusaini, Moh. 2007. Desentralisasi Fiskal dan Manajemen Anggaran Daerah : Studi Di Jawa Timur. Jurnal of Indonesian Applied Economics Vol.1 No.1 Oktober 2007, 18-35.

Mashuri, Saepudin.2009.Penguatan Kebijakan Pemerintah Daerah dan

Implementasi Otonomi Pendidikan.Jurnal Hunafa, Vol. 6 No.3, Desember 2009:347-358.

Muqaddam, Abdi. 2011. Analisis Alokasi Anggaran Sektor Pendidikan Pada Era

Otonomi Daerah di Kota Bandar Lampung Tahun 2004 – 2008. Skripsi S1

Ekonomi Pembangunan. Unila. Bandar Lampung.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Anggaran Daerah.

Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 1 ayat 9 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 22 Tentang Rencana Keuangan Pemerintahan Daerah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun 2009 Pasal 2 Ayat 1 Tentang Standar Biaya Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 62 Ayat 4 Tentang Komponen Biaya Operasional Sekolah.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan.


(5)

Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 Tentang Penetapan Kebijakan Oprasional Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Pasal 20 Tentang Bentuk dan Susunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Ripley, Randall B. 1985. Policy Analisis in Political Science, Nelson-Hall Publisher, Chicago, Chapter 1-4.

Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Penerbit Ghalia Indonesia.

Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi. Pustaka Pelajar. Yokyakarta.

Supriyadi, Ujang Didi. 2009. Pengaruh Desentralisai Pendidikan Dasar Terhadap Kualitas Pendidikan Di Kabupaten Jembrana Provinsi Bali. Jurnal Kependidikan, Volume 39, Nomor 1, Mei 2009, hal. 11-26. Toyamah, Nina dan Syaikhu Usman. 2004. Alokasi Anggaran Pendidikan di Era

Otonomi Daerah: Implikasinya terhadap Pengeloaan Pelayanan Pendidikan Dasar. Lembaga Penenlitian SMERU, Juni 2004.

Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Tetang Hak Memperoleh Pendidikan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 49 Tentang Fungsi Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Bab VIII Pasal 179 Tentang Dasar Pengelolaan Keuangan Daerah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Rencana Keuangan Tahunan Daerah.


(6)

Wahab, Solichin Abdul. 2004. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara, 2004, hal. 1-2. Jakarta.

Wati, Widya. 2010. Makalah Strategi Pembelajaran Permasalahan Pendidikan Di Indonesia. Universitas Negeri Padang.

Widianingsih, Yuni Pristiwati Noer. 2011. Mengukur Alokasi Anggaran Untuk Rakyat di Sektor Pendidikan (Studi Kasus APBD Kota Surakarta). Talenta Ekonomi –FE UKS- Vol.2, No.1, Januari – Juni 2011.

Winarno, Budi. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Press. Yogyakarta.

Winarti. 2009. Analisis Kebijakan Desentralisasi Fiskal Sektor Pendidikan Pada Era Otonomi Daerah (Studi Kota Bandar Lampung). Skripsi S1 Ekonomi Pembangunan. Unila. Bandar Lampung.