Survey of the Physical Properties and Nutrient Content of Cassava to Different Drying Methods in Two Districts of Lampung Province SURVEI KOMPOSISI NUTRISI DAN SIFAT FISIK ONGGOK TERHADAP METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DI PROVINSI LAMPUNG

ABSTRACT

Survey of the Physical Properties and Nutrient Content of Cassava to Different
Drying Methods in Two Districts of Lampung Province
By
I Nyoman Ary Vidyana

Cassava into industrial waste which is generated in the form of wet tapioca . Utilization of
cassava as animal feed , usually first dried . The drying process can be done on the cement floor
and on the ground . The differences in the drying potential to provide different quality of
nutrients. This study aimed to compare the nutritional composition and physical properties of
the drying cassava on the ground and the cement floor , and to know the method of drying on
the ground or on a cement floor the better the nutritional composition and physical properties of
the onggok.Pelaksanaan research conducted at the Laboratory of Nutrition and Animal Feed
Animal Husbandry Department of the Faculty of Agriculture, University of Lampung . This
study uses data obtained will be analyzed using Student 's t-test at the 5% significance level .
The results showed that : ( 1 ) there is a significant difference ( P > 0.05 ) in ash content , BETN
levels ; ( 2 ) there is no significant difference ( P < 0.05 ) in moisture content , protein content ,
fat content , and crude fiber ;
Key words: cassava, nutrient content, organoleptic


ABSTRAK
SURVEI KOMPOSISI NUTRISI DAN SIFAT FISIK
ONGGOK TERHADAP METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DI
PROVINSI LAMPUNG
Oleh
I Nyoman Ary Vidyana

Onggok yang menjadi limbah industri tapioka dihasilkan dalam bentuk basah.
Pemanfaatan onggok sebagai pakan ternak, biasanya terlebih dahulu dikeringkan.
Proses pengeringan dapat dilakukan di atas lantai semen dan di atas tanah. Perbedaan
cara pengeringan ini berpotensi memberikan kualitas nutrien yang berbeda pula.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan komposisi nutrisi dan sifat fisik onggok
pada penjemuran di atas tanah dan lantai semen, serta untuk mengetahui metode
pengeringan yang lebih baik terhadap komposisi nutrisi dan sifat fisik onggok.
Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini menggunakan
metode purposive random sampling, dan data yang diperoleh akan dianalisis
menggunakan uji t-student pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
(1) terdapat perbedaan nyata (P0,05) pada kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan serat
kasar.

Kata kunci: onggok, kandungan nutrien, organoleptik

SURVEI SIFAT FISIK DAN KANDUNGAN NUTRIEN ONGGOK
TERHADAP METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA
DI DUA KABUPATEN PROVINSI LAMPUNG

Skripsi

Oleh :
I NYOMAN ARY VIDYANA

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 24 Juni 1991 di Bandar Lampung dan merupakan anak

kedua dari empat bersaudara buah kasih pasangan Bapak Achmad Hadi dan
Mama Ni Putu Ambarasari.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Xaverius 3 Bandar
Lampung, pada 2003; sekolah menengah pertama di SMP Fransiskus Tanjung
Karang pada 2006; sekolah menengah atas di SMA Negeri 12 Bandar Lampung
pada 2009. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program
Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis melaksanakan Praktik Umum di Balai Inseminasi Buatan Daerah
Lampung, Lampung Tengah pada Juni--Juli 2012. Selama masa studi penulis
aktif di kepengurusan Himpunan Mahasiswa Peternakan sebagai Sekretaris
Bidang III Pengabdian Masyarakat 2010--2011 dan menjadi Sekretaris Umum
2011--2012. Penulis juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2012--2013. DEMA
Lampung (Dewan Mahasiswa Lampung).

Ya Allah, Ya Rabbi
Ayahanda yang mulia, Ibunda yang tercinta untaian doa,

air mata dan peluh perjuanganmu telah membawaku memasuki gerbang kesuksesan dari rasa
khawatir hingga rasa yakin aku mencoba bertahan atas nama ceritaku.
Aku selalu yakin dengan dukunganmu, selalu dan selalu ingin kuceritakan semua tapi aku
selalu kehabisan kata-kata. Mungkin hanya inilah yang mampu kubuktikan kepadamu
bahwa aku tak pernah lupa pengorbananmu,

Teriring do’a untuk Ayahanda dan Ibunda , dan Kakak-kakakku, semoga Allah SWT
kelak menempatkan mereka dalam surga-Nya.

Keberhasilan ini ku persembahkan seiklasnya kepada :
Ayahanda dan Ibunda tercinta, kakak dan adik-adikku, serta teman seperjuangan atas
waktu dan pengorbananmu dalam membantuku menyelesaikan skripsi ini,
perhatianmu selalu menjadi motivasi bagiku.

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat, hidayah
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang berjudul “Survei Sifat Fisik Dan
Kandungan Nutrien Onggok Terhadap Pengeringan Yang Berbeda Di Dua

Kabupaten Provinsi Lampung”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.-- selaku Dekan Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung;
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.-- selaku Ketua Jurusan Peternakan
Unila, atas arahan yang telah diberikan;
3. Ibu Ir. Tintin Kurtini, M.S.--selaku pembimbing akademik, atas arahan yang
telah diberikan;
4. Bapak Ir. Syahrio Tantalo M.P.-- selaku Dosen Pembimbing Utama, atas
motivasi, arahan, nasehat dan bimbingannya selama menjadi mahasiswa;
5. Bapak Liman, S.Pt., M.Si..-- Dosen Pembimbing Anggota, atas motivasi,
arahan, nasehat dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini;
6. Bapak Dr. Ir. Rudy Sutrisna M.S--selaku Dosen Pembahas, atas motivasi,
nasehat, bimbingan, dan sarannya;

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan,--atas ilmu yang telah diberikan
kepada penulis selama menempuh pendidikan;
8. Ayah dan Ibu, serta I Made Adhitya, S.P , Ketut Aryana Wiranata dan Putu
Arieska Putri,-- atas motivasi dan semangat yang selalu diberikan;

9. Fadlilah Ahmad Afrian sahabat seperjuangan atas persaudaraan dan
kerjasamanya selama penelitian;
10. Sahabat terbaik, Fadly Satria, Hesty Prilita, Shindy Amelia Putri, Chandra
Ning Maulidya, Yanidar Permata Sari, Marchela Monica Fortunela,-- atas
segala keceriaan dan senyum semangat yang selalu diberikan;
11. Agus, Bintang, Iboy, Ucok, Dani, Alden, Kemas, Mandala, Ogie,-- atas
motivasi dan rasa kekeluargaan yang telah diberikan pada penulis;
12. “Angkatan 2009” (Ahmad/Ente, Alda, Bomy, Dani R, Liza, Lia, Vera, Faisal
Aziz, Wayan, Maul, Nopen, Devo, Sadam, Richard, Rojab, Tias, Arni, Irma,
Elga, Febri, Gita, Iin, Lina, Mefi, Melati, Novia, Echa, Olyvia, Tri Nurjanah,
Ulvi, Yayu,) atas suasana kekeluargaan dan kenangan indah selama masa
studi serta motivasi yang diberikan pada penulis;
13. Seluruh kakak-kakak (06, 07 dan 08) serta adik-adik (010, 011, 012 dan 013)
jurusan peternakan atas persahabatan dan motivasinya;
14. Mas Udin dan Mas Agus—yang selalu membantu dalam penelitian ini;
15. Semua dosen dan pegawai di jurusan peternakan yang senantiasa memberikan
dukungan dan motivasinya;
16. Semua aktor yang telah mengisi kehidupan dan menemaniku meskipun dari
kejauhan dengan segala kasih sayang, dukungan, dan kenangan indah yang
hanya menjadi persinggahan yang tidak dapat terlupa;


Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun sedikit
harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
yang membacanya
Bandar Lampung, Juni 2014

I Nyoman Ary Vidyana

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

viii

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

ix


I. PENDAHULUAN .....................................................................................

1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ................................................................

1

1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................

2

1.3 Kegunaan Penelitian.............................................................................

2

1.4 Kerangka Pemikiran .............................................................................

3


1.5 Hipotesis...............................................................................................

6

II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................

7

2.1. Gambaran Umum Ubi Kayu ...............................................................

7

2.2 Tapioka.................................................................................................

8

2.3 Onggok .................................................................................................

9


2.4 Pengeringan ..........................................................................................

13

2.5 Teknik Analisis Komposisi Nutrien .....................................................

14

2.6 Uji Organoleptik...................................................................................

15

III. BAHAN DAN METODE ......................................................................

17

3.1 Tempat dan Waktu ...............................................................................

17


3.2 Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................

17

3.3 Rancangan Penelitian ...........................................................................

17

3.4 Analisis Data ........................................................................................

19

3.5 Peubah yang Diamati ...........................................................................
3.5.1 Uji Organoleptik..........................................................................
3.5.2 Analisis Proksimat ......................................................................

19
19
20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................

26

4.1 Hasil Uji Organoleptik .........................................................................

26

4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Air Onggok ................................

29

4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Abu Onggok ..............................

30

4.4 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Onggok ..........................

32

4.5 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Lemak Onggok ..........................

34

4.6 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Serat Kasar Onggok ...................

35

4.7 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar BETN Onggok ...........................

36

V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................

38

5.1 Simpulan ..............................................................................................

38

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN ....................................................................................................

39
42

DAFTAR TABEL

Tabel
Halaman
1. Hasil Uji Organoleptik .................................................................................
27
2. Kadar air onggok ..........................................................................................

29

3. Kadar abu onggok. .......................................................................................

31

4. Kadar protein onggok ...................................................................................

32

5. Kadar lemak onggok ....................................................................................

34

6.. Kadar serat kasar onggok. ...........................................................................

35

7. Hasil analisis kadar air onggok ....................................................................

43

8. Uji t-student data kadar air onggok. .............................................................

43

9. Hasil analisis kadar abu onggok...................................................................

44

10. Uji t-student data kadar abu onggok. .........................................................

44

11. Hasil analisis kadar protein onggok ...........................................................

45

12. Uji t-student data kadar protein onggok. ....................................................

45

13. Hasil analisis kadar lemak onggok .............................................................

46

14. Uji t-student data kadar lemak onggok. .....................................................

46

15. Hasil analisis kadar serat kasar onggok .....................................................

47

16. Uji t-student data kadar serat kasar onggok. ..............................................

47

17. Hasil analisis kadar BETN onggok ............................................................

48

18. Uji t-student data kadar BETN onggok......................................................

48

DAFTAR GAMBAR

Gambar
Halaman
1. Ubi kayu .......................................................................................................
7
2. Tapioka.........................................................................................................

9

3. Alur pembuatan tepung tapioka ...................................................................

10

4. Onggok .........................................................................................................

12

5. Skema proksimat Weende. ...........................................................................

25

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini
disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk yang diikuti dengan
meningkatnya taraf hidup dan kesadaran akan arti pentingnya gizi masyarakat.
Keadaan ini menyebabkan kebutuhan protein asal hewani semakin meningkat.
Pembangunan peternakan merupakan salah satu aspek penting dalam rangka
mencukupi kebutuhan masyarakat akan daging sebagai salah satu sumber protein
hewani.
Sektor peternakan merupakan salah satu sendi perekonomian yang dalam
perkembangannya masih menemui masalah terkait penyediaan bahan pakan.
Penggunaan lahan untuk tanaman pangan yang lebih banyak daripada hijauan
mengakibatkan ketersediaan pakan hijauan berkurang, khususnya pada akhir
musim kemarau hingga awal musim penghujan. Upaya yang dapat dilakukan
adalah memanfaatan limbah pertanian dan agroindustri sebagai pakan ternak.
Onggok adalah salah satu limbah pertanian dan agroindustri yang dapat dijadikan
sebagai pakan ternak. Onggok tersedia dalam jumlah yang berlimpah sehingga
mudah didapat, harganya murah, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.

2
Pemanfaatan onggok sebagai pakan ternak dapat mengatasi penyediaan bahan
pakan dan menanggulangi dampak negatifnya terhadap lingkungan.
Onggok yang berasal dari pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka
merupakan limbah padat yang masih mengandung protein dan karbohidrat.
Sebagai ampas pati, kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dalam
onggok dapat mencapai 71,64 %. Berdasarkan tingginya kandungan BETN ini,
maka onggok dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan sumber energi untuk
ternak (Puslitbangnak, 1996).
Di Lampung sebagian besar penjemuran onggok dilakukan di atas tanah dan di
atas lantai semen, hal ini diduga akan menghasilkan komposisi nutrisi dan sifat
fisik onggok yang berbeda. Berkaitan dengan uraian di atas maka perlu dilakukan
penelitian untuk membandingkan kandungan nutrisi dan sifat fisik onggok pada
kedua metode pengeringan tersebut di Provinsi Lampung.
1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kandungan nutrisi dan sifat fisik
onggok pada penjemuran di atas tanah dan lantai semen, serta mengetahui metode
pengeringan di atas tanah atau di lantai semen yang lebih baik terhadap
kandungan nutrisi dan sifat fisik onggok.

1.3 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat,
khususnya peternak tentang penjemuran onggok yang terbaik. Disamping itu,

3
secara keilmuan penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan pengaruh alas
pengeringan terhadap komposisi nutrisi dan sifat fisik onggok.

1.4 Kerangka Pemikiran

Salah satu jenis industri yang banyak menghasilkan limbah adalah pabrik
pengolahan tepung tapioka. Produksi singkong di Indonesia tahun 2012 mencapai
angka 23,92 juta ton (Badan Pusat Statistik, 2012). Apabila diolah menjadi
tepung tapioka akan menghasilkan onggok mencapai lebih dari 2,5 juta ton. Hal
ini karena setiap satu ton ubi kayu dapat menghasilkan sekitar 250 kg tapioka dan
114 kg onggok. Keberadaan yang melimpah ini, membuat onggok banyak
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Disamping itu, perlu diketahui bahwa
pemanfaatan ini tidak akan mengganggu program ketahanan pangan karena
onggok menjadi hasil samping atau limbah dari pengolahan singkong.
Kandungan zat makanan yang terdapat pada onggok adalah protein 3,6%; lemak
2,3%; air 20,31% dan abu 4,4% (Anonimus, 2005). Onggok berpotensi sebagai
pakan ternak karena mengandung karbohidrat atau pati yang masih cukup tinggi
sehingga dimanfaatkan sebagai sumber energi. Kandungan energi metabolis
onggok adalah 3.000 kkal/kg, namun kandungan protein rendah yang hanya 3,6%
dan sianidanya mencapai sekitar 1,75 mg/g (Abidin, 1997).
Onggok yang didapat dari pabrik-pabrik pembuat tepung tapioka merupakan
onggok basah yang masih belum dapat dimanfaatkan sebagai campuran makanan
ternak. Onggok ini memiliki moisture content (MC) atau kadar kekeringan antara
85--90% artinya air yang terkandung di dalam onggok tersebut berkisar 85--90%

4
oleh sebab itu agar dapat dimanfaatkan sebagai campuran makanan ternak,
onggok perlu dijemur terlebih dahulu sampai kadar kekeringannya 20% (Hidayah,
dkk., 2010).

Penjemuran onggok di Lampung sebagian besar dengan cara menjemur di atas
tanah, selain itu ada juga yang menjemur onggok menggunakan lantai semen.
Penjemuran onggok di atas tanah kemungkinan akan menurunkan kualitas bila
dibandingkan dengan menggunakan lantai semen. Penjemuran di atas tanah
diduga akan meningkatkan kadar abu pada onggok, karena pada saat
pengangkutan onggok sesudah dijemur sebagian tanah juga ikut terangkut.
Beberapa metode pengeringan yang dilakukan tentunya akan memberikan sifat
fisik. Dalam penilaian bahan pakan, sifat yang menentukan diterima atau tidak
suatu produk adalah sifat fisiknya.

Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu.
Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu
dan kerusakan lainnya dari produk. Selama ini belum ada standar yang baku
mengenai kualitas onggok, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai
penyebab variasi nutrisi onggok.

Uji organoleptik atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan
indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap
produk. Tujuan diadakannya uji organoleptik terkait langsung dengan selera.
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu
kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya

5
rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Reaksi atau
kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk
mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab
rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi
psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai / tingkat kesan,
kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif.
Penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh
pelaku atau yang melakukan pengukuran.

Jenis penilaian atau pengukuran yang lain adalah pengukuran atau penilaian suatu
dengan menggunakan alat ukur dan disebut penilaian atau pengukuran
instrumental atau pengukuran obyektif. Pengukuran obyektif hasilnya sangat
ditentukan oleh kondisi obyek atau sesuatu yang diukur. Demikian pula karena
pengukuran atau penilaian dilakukan dengan memberikan rangsangan atau benda
rangsang pada alat atau organ tubuh (indra), maka pengukuran ini disebut juga
pengukuran atau penilaian subyketif atau penilaian organoleptik atau penilaian
indrawi yang diukur atau dinilai sebenarnya adalah reaksi psikologis (reaksi
mental) berupa kesadaran seseorang setelah diberi rangsangan, maka disebut juga
penilaian sensorik.

Rangsangan yang dapat diindra dapat bersifat mekanis (tekanan, tusukan), bersifat
fisis (dingin, panas, sinar, warna), sifat kimia (bau, aroma, rasa). Bagian organ
tubuh yang berperan dalam pengindraan adalah mata, telinga, indra pencicip,
indra pembau dan indra perabaan atau sentuhan. Pada waktu alat indra menerima
rangsangan, sebelum terjadi kesadaran prosesnya adalah fisiologis, yaitu dimulai

6
di reseptor dan diteruskan pada susunan syaraf sensori atau syaraf penerimaan.
Mekanisme pengindraan secara singkat adalah :
1. Penerimaan rangsangan (stimulus) oleh sel-sel peka khusus pada indra
2. Terjadi reaksi dalam sel-sel peka membentuk energi kimia
3. Perubahan energi kimia menjadi energi listrik (impulse) pada sel syaraf
4. Penghantaran energi listrik (impulse) melalui urat syaraf menuju ke syaraf
pusat otak atau sumsum belakang.
5. Terjadi interpretasi psikologis dalam syaraf pusat
6. Hasilnya berupa kesadaran atau kesan psikologis.

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu kandungan nutrisi dan sifat fisik
onggok yang dikeringkan di atas lantai semen lebih baik daripada onggok yang
dikeringkan di atas tanah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu

Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah
satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar
dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,
dan Sumatera. Singkong di Indonesia menduduki urutan ke-3 diantara empat
produksi pangan yang utama, antara lain padi, jagung, singkong dan ubi jalar
(Prasetyana, 2009).

Gambar 1. Ubi kayu

8
Secara taksonomi klasifikasi ketela pohon, yaitu sebagai berikut :
Divisio

: Spermatophyta

Sub divisio

: Angiospermae

Classis

: Dicotyledoneae

Ordo

: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiaceae

Genus

: Manihot

Species

: Manihot utilissima pohl (Lingga, dkk,. 1989)

2.2 Tapioka

Tapioka adalah pati yang diperoleh dari umbi tanaman ubi kayu (Manihot
utilissima). Tapioka sering pula dikenal sebagai tapioca flour atau tepung
tapioka. Ada banyak nama lain dari tapioka yang umumnya disesuaikan dengan
sebutan ubi kayu yang juga berbeda-beda, misalnya pati kanji, pati ubi kayu, pati
cassava, pati singkong, dan pati pohong. Pati merupakan polisakarida yang
tersusun oleh molekul glukosa yang terdiri dari molekul amilosa dan amilopektin
berbentuk makromolekul, tidak bermuatan, berbentuk granula yang padat dan
tidak larut dalam air dingin. Jika dipanaskan akan mengalami gelatinasi dalam
keadaan kering berwarna putih dan dalam bentuk gelatin berwarna opak (Hartati
dan Prana, 2003).

Sebagaimana lazimnya terjadi pada proses produksi, pembuatan tapioka juga
menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tapioka
termasuk limbah biologis atau organik yang padat. (Tillman, dkk.,1991).

9

Gambar 2. Tapioka

2.3 Onggok

Salah satu contoh limbah industri pangan yang menimbulkan pencemaran
lingkungan adalah limbah industri tapioka. Di Indonesia industri tapioka tersebar
di beberapa daerah antara lain di pulau Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Provinsi
Lampung merupakan salah satu wilayah penghasil utama singkong, dengan
tingkat konsumsi singkong untuk industri tapioka di Lampung mencapai 4.000-5.000 ton perhari (Dinas Pertanian Lampung Timur, 2004). Secara rinci, alur
pembuatan tepung tapioka secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.

10
Ubi kayu/singkong
(1 ton)

Air

Pengupasan
(manual)

Kulit dan kotoran
(100 kg)

Pencucian
(manual)

Limbah cair
(1,5 m3)

Pemarutan

Air

Ekstraksi
(manual)

Ampas
onggok basah
(400 kg)

Pengendapan

Limbah cair
(8,8 m3)

3

Air untuk pencucian
peralatan (0,5 m3)

Limbah cair
(0,5 m3)

Penjemuran

Pengepakan

Tapioka kasar siap jual
(300 kg)
Gambar 3. Alur pembuatan tepung tapioka
Industri tapioka menghasilkan limbah padat sekitar 10--30% dari berat singkong
yang berupa ampas hasil ekstraksi dari pengolahan tepung tapioka (Kosugi, dkk.,
2008). Limbah padat tersebut akan menimbulkan bau yang tidak sedap apabila

11
tidak ditangani dengan tepat. Kegunaan dari limbah padat setelah dikeringkan
adalah sebagai makanan ternak, pupuk, bahan campuran saus, dan obat nyamuk
bakar. Salah satu limbah padat yang dapat digunakan sebagai makanan ternak
adalah limbah industri tapioka.

Limbah padat tapioka mempunyai kadar air yang cukup tinggi, yaitu sekitar 60-70% (Sriroth, dkk., 2000). Kandungan air yang cukup tinggi dalam limbah padat
tapioka merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang
menyebabkan proses pembusukan limbah padat menjadi lebih cepat dan proses
pembusukan ini dapat menimbulkan masalah bau pada limbah padat tapioka.
Oleh karena itu, diperlukan proses penanganan yang baik dan tepat untuk
mengurangi masalah bau tersebut yang sering menimbulkan persoalan dengan
masyarakat sekitar pabrik tepung tapioka.

Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tepung tapioka yang
kandungan proteinnya rendah (kurang dari 5%). Namun dengan teknik
pengolahan, kandungan proteinnya dapat ditingkatkan sehingga onggok yang
terolah, dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ternak (Tarmudji, 2004).
Onggok ini merupakan limbah pertanian yang sering menimbulkan masalah
lingkungan karena berpotensi sebagai polutan di sekitar pabrik.

Onggok yang didapat dari pabrik-pabrik pembuat tepung tapioka berbentuk
onggok basah yang masih belum dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan
ternak. Onggok ini memiliki moisture content (MC) atau kadar kekeringan antara
85--90%, artinya air yang terkandung di dalam onggok tersebut berkisar 85--90%.

12
Hasil samping dari proses tepung tapioka ini perlu dijemur terlebih dahulu sampai
kadar kekeringannya 20% sehingga dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan
ternak (Hidayah, dkk., 2010).

Gambar 4. Onggok

Di provinsi lampung sendiri ada dua cara tradisional yang dilakukan untuk
mengeringkan onggok yaitu penjemuran dengan menggunakan alas lantai semen
dan penjemuran di atas tanah.

Kadar karbohidrat yang dimiliki oleh onggok kering ini mencapai 51,8%
(Tarmudji, 2004). Menurut Rasyid, dkk. (1995) onggok merupakan bahan sumber
energi yang mempunyai kadar protein kasar rendah, tetapi kaya akan karbohidrat
yang mudah dicerna bagi ternak. Mengingat harga onggok murah, maka
penggunaannya dalam ransum mampu menurunkan biaya ransum. Proses
pengeringan ini akan menghasilkan onggok yang memiliki kandungan karbohidrat
tinggi, tetapi mempunyai kadar protein yang rendah.

13

Onggok dalam keadaan kering mengandung 0,01% asam sianida, sedangkan
kandungan zat gizinya adalah 3,6 % protein kasar, 2,19% serat kasar, 0,033%
lemak kasar, 0,01% kalsium, 0,033% phospor, dan sisanya karbohidrat (Ikawati,
2006).

2.4 Pengeringan

Pengeringan adalah suatu peristiwa perpindahan massa dan energi yang terjadi
dalam pemisahan cairan atau kelembaban dari suatu bahan sampai batas
kandungan air yang ditentukan dengan menggunakan gas sebagai fluida sumber
panas dan penerima uap cairan (Treybal, 1980). Kandungan air bahan yang
dikeringkan tersebut dikurangi hingga batas tertentu dimana pertumbuhan
mikroba terhambat (Winarno, 1980).

Pengeringan pakan memiliki dua tujuan utama. Tujuan pertama sebagai sarana
pengawetan makanan. Mikroorganisme yang mengakibatkan kerusakan pakan
tidak dapat berkembang dan bertahan hidup pada lingkungan dengan kadar air
yang rendah. Selain itu, banyak enzim yang mengakibatkan perubahan kimia
pada pakan tidak dapat berfungsi tanpa kehadiran air (Geankoplis, 1993). Tujuan
kedua untuk meminimalkan biaya distribusi pakan karena pakan yang telah
dikeringkan akan memiliki berat yang lebih rendah dan ukuran yang lebih kecil.

Namun demikian, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian, antara lain
dapat menyebabkan berubahnya sifat-sifat fisik dan kimiawi bahan yang
bersangkutan. Pakan yang dikeringkan akan memiliki kandungan gizi lebih

14
rendah dibanding bahan segarnya. Berkurangnya kadar air akan membuat pakan
yang mengandung senyawa-senyawa protein, karbohidrat, lemak, dan mineral
dalam konsentrasi yang lebih tinggi, akan tetapi vitamin dan zat warna pada
umumnya menjadi rusak (Winarno, 1980).
Di Lampung sebagian besar penjemuran dilakukan di atas tanah,selain itu ada
juga yang menjemur menggunakan lantai semen.

2.5 Teknik Analisis Kandungan Nutrisi

Analisis proksimat merupakan analisis kimia yang dilakukan untuk mengetahui
komposisi susunan kimia dan kegunaannya suatu bahan pakan. Cara ini
dikembangkan Weende Experiment Station di Jerman oleh Henneberg dan
Stokman pada tahun 1865, dengan menggolongkan komponen yang ada pada
makanan. Metode ini didasarkan pada komposisi susunan kimia dan kegunaan
bahan makanan. Selanjutnya, metode ini terus dipakai dan dikenal dengan nama
analisis proksimat.

Analisis Proksimat merupakan suatu metode analisis kimia untuk
mengidentifikasikan kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan.
Istilah proksimat memiliki pengertian bahwa hasil analisisnya tidak menunjukan
angka sesungguhnya, tetapi mempunyai nilai mendekati. Hal ini disebabkan dari
komponen praktisi yang dianalisisnya masih mengandung komponen lain yang
jumlahnya sangat sedikit yang seharusnya tidak masuk ke dalam fraksi yang
dimaksud. Namun demikian analisis kimia ini adalah yang paling ekonomis dan
datanya cukup memadai untuk digunakan dalam penelitian dan keperluan praktis..

15
Analisis proksimat digunakan untuk menganalisis beberapa komponen seperti
kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar, dan kadar protein.

2.6 Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguji kualitas
suatu bahan atau roduk menggunakan panca indra manusia. Jadi dalam hal ini
aspek yang diuji dapat berupa warna, rasa, bau dan tekstur. Dalam penilaian bahan
pakan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat
indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan,
mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali
bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk
tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk adalah

1.

Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran,
bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta
bentuk bahan.

2.

Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur
merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan
yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi
merupakan tebal, tipis dan halus.

3.

Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator
terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan
produk tersebut telah mengalami kerusakan.

16
4.

Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis dapat dengan
mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah,
rasa asam pada pinggir lidah dan rasapahit pada bagian belakang lidah.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada September 2013--Oktober 2013. Pengambilan
sampel onggok diperoleh di Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah.
Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah onggok yang telah
dikeringkan. Sampel yang diambil sebanyak 20 kantung plastik, tiap kantung
berisi 1 kg.

Adapun alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah kantung plastik,
timbangan, label, mesin penggiling, tali, kain, oven, tabung reaksi, neraca ohaust,
gelas ukur, ember, pengaduk, sarung tangan, dan thermometer. Selain itu juga
digunakan alat-alat lainnya yang diperlukan untuk analisis proksimat

3.3 Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode

18
survei. Metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh
fakta-fakta. Metode survei juga dikerjakan evaluasi serta perbandingan terhadap
hal-hal yang dikerjakan orang dalam menangani masalah yang serupa sehingga
hasilnya dapat digunakan dalam analisis dan pengambilan keputusan di masa
datang (Putra dan Hayusudina, 2006).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability sample
(selected sample). Pemilihan sampel dengan teknik ini tidak menghiraukan
prinsip-prinsip probability. Pemilihan sampel tidak secara random karena hasil
yang diharapkan hanya merupakan gambaran kasar tentang suatu keadaan dan
bersifat sementara. Pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar
pertimbangan penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki
telah ada dalam anggota sampel yang diambil. Cara ini digunakan agar
mengefesiensikan biaya dan hasil yang didapat tidak membutuhkan waktu yang
lama (Nasution, 2003).
Cara yang dikenal dalam non probability sample menggunakan metode yang
didasarkan atas tujuan dan pertimbangan tertentu dari peneliti adalah purposive
sampling (sampel dengan maksud). Purposive sampling adalah metode
pengambilan sampel yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan struktur
penelitian, yang pengambilan sampel dengan cara mengambil sampel orang-orang
yang dipilih oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik dan karakteristik tertentu. .
Tujuan dari metode purposive sampling adalah untuk mengadakan estimasi dan
mengkaji hipotesis tentang parameter populasi dengan menggunakan keteranganketerangan yang diperoleh dari sampel (Nazir 1983).

19
3.4 Analisis Data
Pengambilan sampel merupakan langkah penting dalam penelitian ini, karena
sampel yang dikumpulkan akan dianalisis. Sampel ini dikumpulkan hingga
sebanyak 20 sampel dengan 10 penjemuran di atas tanah dan 10 penjemuran di
atas lantai semen, kemudian dari sampel yang diambil dilakukan uji organoleptik
dan analisis proksimat.

Data yang diambil diperoleh dari wawancara dan sampel yang diambil kurang
lebih sebanyak 2 kg pada setiap orang yang melakukan penjemuran onggok. Data
yang diperoleh akan dianalisis menggunakan uji t-student pada taraf nyata 5%.

3.5 Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah sifat fisik onggok, kadar air, kadar
abu, kadar protein kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar BETN.

3.5.1 Uji Organoleptik

Pada uji organoleptik ini digunakan metode uji deskriptif. Uji deskriptif
merupakan pengujian sensori produk baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Uji
organoletik ini dilakukan untuk mengetahui aroma, tekstur, dan warna onggok.
Panelis pada pengujian deskriptif harus mempunyai kemampuan untuk
membedakan dan mendeskriptifkan atribut sensori sampel. Semua aspek kualitatif
tersebut dikombinasikan untuk mendefinisikan sampel onggok, termasuk di
dalamnya adalah penampakan warna, tekstur dan aroma onggok. Uji organoleptik
ini dilakukan oleh 4-6 panelis terlatih yang duduk melingkar pada sebuah meja.

20
Pertama-tama panelis menganalisis produk secara individu dan selanjutnya
penilaian dari masing-masing panelis didiskusikan bersama untuk mencapai
kesepakatan kelompok. Hal ini dilakukan karena belum ada standar SNI untuk
onggok dan untuk mengurangi kesalahan apabila uji deskriptif dilakukan oleh satu
orang yang kurang terlatih, kemudian hasil deskriptif sampel diberikan skor
penilaian untuk mengetahui sifat fisik onggok terbaik dari dua metode
pengeringan.

3.5.2 Analisis Proksimat

a. Prosedur analisis kadar air

1. Membersihkan crucible lalu dimasukkan ke dalam oven selama ± 6 jam
sehingga beratnya konstan;
2. Memindahkan crucible dari dalam oven ke desikator selama ± 15 menit;
3. Menimbang crucible dan mencatat beratnya (X);
4. Menambahkan sampel sebanyak ± 1 g (Y);
5. Masukkan crucible yang berisi sampel ke dalam oven 105ºC selama 6 jam;
6. Memasukkan ke dalam desikator dan menimbang crucible, lalu mencatat
beratnya (Z);
7. Menghitung kadar air (%) dengan formula:
Kadar air = (Y-X) – (Z-X) x 100%
(Y-X)
Keterangan:
(Y - X) : Berat sampel sebelum dipanaskan di oven (g)

21
(Z - X ) : Berat sampel sesudah dipanaskan di oven (g)
8. Menghitung kadar bahan kering (%) dengan formula:
Kadar bahan kering = 100 % - kadar air (%)

b. Prosedur analisis kadar abu

1. Membersihkan crucible lalu memasukkan ke dalam oven 105 ºC selama kurang
lebih 6 jam;
2. Memasukkan crucible ke dalam desikator selama kurang lebih 15 menit;
3. Menimbang crucible ditimbang dan mencatat beratnya (X);
4. Menimbang sampel bahan pakan yang akan diukur kadar abunya kurang lebih
1 g, lalu dimasukkan ke dalam crucible. Mencatat berat crucible ditambah
sampel (Y);
5. Masukkan crucible berisi sampel tersebut ke dalam tanur 600 ºC selama 2 jam
lalu mendiamkan selama kurang lebih 1 jam;
6. Masukkan ke dalam desikator hingga dingin (suhu kamar) lalu menimbang dan
mencatat beratnya (Z);
7. Menghitung kadar abu dengan formula:
Kadar abu (%) =

(Z – X) x 100%
(Y – X)

Keterangan:
(Z – X) : Berat sampel sesudah dipanaskan dalam tanur (g)
(Y – X) : Berat sampel sebelum dipanaskan dalam tanur (g)

22
c. Prosedur analisis kadar protein

1. mengambil kertas saring yang telah dipanaskan di oven dan memasukkan ke
dalam desikator, lalu menimbang dan mencatat beratnya;
2. menambahkan sampel awal sebanyak ± 0,3 g di atas kertas saring tersebut;
3. memasukkan sampel ke dalam labu kjeldhal lalu menambahkan H2SO4 pekat
sebanyak 15 cc, K2SO4.7H2O sebanyak 10 g, dan CuSO4.7H2O sebanyak 0,5 g;
4. memanaskan di dalam ruang asam sampai warna larutan menjadi jernih lalu
mendinginkan isi labu;
5. menambahkan 200 cc aquades ke dalam labu dan 50 ml NaOH 45 % secara
perlahan-lahan serta hati-hati;
6. mendestilasi agar semua amoniak menguap dan ditampung dalam Erlenmeyer
berisi 100 cc asam borat;
7. proses destilasi selesai jika erlenmeyer yang berisi asam borat menjadi 150 cc.
Menambahkan 2 hingga 3 tetes metal ungu sehingga larutan berubah menjadi
hijau;
8. melakukan titrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai larutan berubah ungu;
9. mengerjakan prosedur di atas tanpa sampel;
10. menghitung kadar protein kasar (%) dengan formula:
Kadar Protein Kasar = X x N HCl x 0,014 x 6,25 x 100%
Berat sampel awal (g)
Keterangan:
X : [Volume HCl tanpa sampel – volume HCl sampel]
N : Normalitas

23
d. Prosedur analisis kadar lemak

1. Menimbang kertas saring (A) kemudian menambahkan sampel sebanyak ±1 g
(B) lalu mencatat berat total kertas + sampel (C);
2. Melipat kertas saring dengan rapi sehingga sampel tidak ada yang keluar;
3. Memanaskan dalam oven 105 ºC selama ± 12 jam. Setelah itu mendinginkan
dalam desikator, ditimbang dan dicatat beratnya (D);
4. Memasukkan ke dalam soxhlet (extractor), lalu menambahkan chloroform ±
300 ml;
5. Memanaskan selama 6 jam (terhitung saat mulai mendidih);
6. Mengambil sampel beserta bungkusnya untuk dipanaskan dalam oven 105 ºC
selama 12 jam;
7. Mendinginkan ke dalam desikator, lalu menimbang dan mencatat beratnya
(E);
8. Menghitung kadar lemak kasar dengan formula:
Persentase lemak kasar = D – E x 100%
B

e. Prosedur analisis kadar serat kasar

1. Menyiapkan kertas saring Whatman nomor 51 yang dipanaskan di oven 105
ºC selama ± 6 jam kemudian menimbang (A) dan cawan porselen yang
dipanaskan di oven 105 ºC selama ± 6 jam kemudian menimbang (B).
2. Menyiapkan sampel sebanyak ± 1 g.
3. Memasukkan sampel ke dalam Erlenmeyer 500 ml lalu menambahkan H2SO4
0,25 N sampai 200 ml, asbes, dan zat anti buih 3 tetes.

24
4. Memanaskan selama 30 menit (terhitung sejak mendidih) sambil digoyanggoyangkan;
5. Menyaring dengan kain penyaring dan air buangannya ditampung dalam
erlenmeyer, residunya dicuci dengan aquades panas sampai diketahui
asamnya hilang dengan kertas lakmus;
6. Memasukkan residu penyaringan kembali ke Erlenmeyer, ditambahkan 200 ml
NaOH 0,313 N, asbes, serta zat anti buih sebanyak 3 tetes;
7. Memanaskan selama ± 30 menit;
8. Menyaring kembali dengan kertas saring yang sudah disiapkan lalu mencuci
dengan aquades panas, larutan K2SO4 10 % dan alkohol 95 %;
9. Memasukkan residu beserta kertas saring ke cawan porselen yang sudah
disiapkan lalu memanaskan di oven 105 ºC selama 6 jam;
10. Mendinginkan di eksikator dan menimbangnya (residu + cawan + kertas
saring = C);
11. Selanjutnya memasukkan ke dalam tanur 600 º C selama 2 jam lalu
didinginkan dan ditimbang (D);
12. Menghitung kadar serat kasar (%) dengan formula:
Kadar Serat Kasar =

X–Y
x 100%
Berat sampel awal

Keterangan:
X : banyaknya serat kasar (g)
Y : banyaknya sampel awal (g)

f. Prosedur analisis kadar BETN

Kadar BETN = 100% - (K.Air+K.Abu+K.Protein+K.Lemak+K.Serat kasar)

25
Analisis kandungan nutrien hasil pengeringan menggunakan skema Proksimat
Weende sebagaimana yang ditunjukkan oleh bagan pada Gambar 5.
Bahan pakan

Air

Bahan kering (BK)

Bahan Organik

Protein

Bahan Organik Tanpa
Nitrogen (BOTN)

Karbohidrat

Bahan Ekstrak
Tanpa Nitrogen

Abu

Lemak

Serat kasar

Gambar 5. Skema proksimat Weende (AOAC, 1990).

40

V. SIMPULAN

5.1.Simpulan

1. Metode pengeringan tidak berbeda nyata terhadap kadar air, kadar protein, dan
kadar serat kasar, tetapi berbeda nyata pada kadar abu dan BETN.
2. Metode pengeringan di atas lantai semen menghasilkan onggok yang lebih baik
daripada onggok yang dikeringkan di atas tanah karena memiliki kadar abu yang
lebih rendah dan memiliki kadar BETN yang lebih tinggi daripada onggok yang
dikeringkan di atas tanah.

39

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, G. 2011. Analisa Nutrient Onggok pada Pengeringan yang
Berbeda. Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung.
Abidin, Z. 1997. Pengaruh Tingkat Penggantian Ransum Komersial dengan
Campuran Gamblong dan DPW Terfermentasi oleh Rhizopus oligosporus
yang Dikukus Terhadap Retensi Nitrogen dan Kecernaan Bahan Organik
pada Ayam Pedaging Periode Finisher. Skripsi. Jurusan Nutrisi dan
Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Islam Malang. Malang.
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Anonimus. 2005. Bahan Alternatif Pakan Dari Hasil Samping Industri Pangan.
http://www.chemis-try.org/?sect=folus&ext=15. (29 Agustus 2013).
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the AOAC. AOAC Inc. Arlington.
Virginia
Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Industrial Indonesia 2012. Jakarta.Bernard.
1989. Perbaikan Varietas Padi. Jakarta: UI Press.
Dinas Pertanian Lampung Timur. 2004. Statistik Pertanian. Dinas Pertanian
Lampung Timur. Lampung.
Djaya, S. 1995. Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Uneversitas Indonesia.
Jakarta.
Geankoplis, C.J., 1993.Transport Processes and Unit Operation. Prentice
Hall Book, Inc., Singapore.
Girindra, A . 1989. Biokimia Patologi Hewan. Bogor. PAU IPB.
Hartati dan Prana. 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat Kasar Tepung Beberapa
Kultivar Talas. Jurnal Natur Indonesia.

40
Hidayah, Asfarina, N. Vilanti dan R. Mufidah.2010. “Produksi Pakan Ternak dari
Onggok Sebagai Income Alternatif Pengusaha Tepung Tapiokayang Peduli
Peternak Ayam”. Laporan Penelitian. Universitas Negeri Malang.
Ikawati.2006. PemanfaatanOnggok Tapioka Sebagai Bahan Baku Pembuatan
Minyak Melalui Teknologi Biokonversi. Skripsi. UNPAD. Bandung.
Kosugi, A., A. Kondo, M. Veda, Y. Murata, P. Vaithanomsat,W. Thanapase, T.
Arai, Y. Mori, 2008. Production of Ethanol From Cassava Pulp Via
Fermentation with a Surface – Engineered Yeast Strain Displaying
Glucoamylase, Renewable Energy, PP. 1-5
Lehninger, A.L. 1998. Dasar – Dasar Biokimia. Terjemahan, M. Thenawidjaja.
Pustaka Sinar Harapan.Jakarta.
Lingga, P, B. Sarwono, I. Rahardi, P.C. Rahardjo, J.J. Afriastini, R. Wudianto dan
W.H. Apriadji. 1989. Bertanam Umbi-Umbian. PT Penebar Swadaya.
Jakarta.
Muchtadi, TR, dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU.
Bogor.
Nasution, R. 2003. Teknik Sampling. Fakultas Kesehatan MAsyarakatUniversitas
Sumatera Utara. Medan
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.
Prasetyana, S. D. 2009. Kualitas Bio Etanol Limbah Tapioka Padat Kering
Dihaluskan (Tepung) dengan Pembuatan Ragi dan H2SO4 Pada Lama
Fermentasi yang Berbeda. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang.
Jawa Timur.
Puslitbangnak. 1994. Pemanfaatan Limbah Pertanian dan Limbah Pengolahan
Tapioka/sagu sebagai Pakan Ternak. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Putra, A.A., N.D.Hayusudina. 2006. Efisiensi Tata Letak Fasilitas dan Sarana
Proyek dalam Mendukung Metode Pekerjaan Konstruksi. Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro. Semarang.Puslitbangnak. 1994. Pemanfaatan
Limbah Pertanian dan Limbah Pengolahan Tapioka/sagu sebagai Pakan
Ternak. Warta Penelitian danPengembangan Pertanian.
Rasyid, G., A.B. Sudarmadji, dan Sriyana. 1995. Pembuatan dan Pemanfaatan
Onggok sebagai Pakan Ternak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Karangploso. Malang

41
Sriroth K., K. Piyachomwan, K. Sangseethong, dan C. Oates. 2000. Modification
of cassava starch. Paper presented at Xth International Starch Convention.
Cracow. Poland.
Tarmudji . 2004. Pemanfaatan Onggok untuk Pakan Unggas. Sinar Tani. Bogor.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan S.
Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta
Treybal, R.E. 1980.Mass Transfer Operations, McGraw-Hill Book Co.,
Singapore.
Winarno. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta.
Wirna, R. 2005. “Pengaruh Waktu Fermentasi dan Lama Pengeringan Terhadap
Mutu bahan Pangan”. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Syah Kuala.
Banda Aceh.