Pendahuluan STUDI BENTUK DAN EFEKTIVITAS MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR

karena bencana alam juga sulit diprediksi. Oleh karena itu, kajian efektivitas mitigasi bencana alam dapat dilakukan dengan mengambil lesson learned dari kajian di tempat lain. Penelitian tahap ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas keberhasilan mitigasi dan bentuk mitigasi yang lebih tepat diterapkan pada berbagai upaya mitigasi dalam mengurangi risiko bencana yang berpotensi terjadi di pesisir. Diawali dengan melakukan telaahan terhadap sistem perlindungan pantai secara alami terhadap gelombang angin dengan terumbu karang dan hutan bakau, gelombang badai pasang dengan hutan bakauhutan pandanpinang waruvegetasi pasir dan hutan pepohonan lainnya Gambar 53 sebagai bentuk mitigasi alami. Gambar 53. Sistem perlindungan pantai alami Sumber : Prasetya 2006 Selanjutnya membuat terumbu karang buatan artificial reef breakwater untuk melindungi suatu daerah sebagaimana yang telah dilakukan dalam upaya perlindungan Pura Tanah Lot di Bali dari gelombang angin, atau pasang yang setiap hari menggerus karang tempat Pura tersebut berada diatasnya Gambar 54. Gambar 54. Artificial reef breakwater di Tanah Lot, Bali Sumber : Latief 2008 Sebagaimana telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka bahwa mitigasi menggunakan vegetasi yang dikenal sebagai soft protection Latief, 2008 maka memanfaatkan vegetasi Gambar 55 sebagai penyangga yang berfungsi mereduksi ancaman gelombang badai pasang dan tsunami, selain mudah dan murah juga tidak akan memutus ekosistem laut-darat bagi hewan dan tumbuhan yang hidup di daerah pantai, serta ketidaknyamanan penduduk pesisir karena aksesibilitasnya berkurang. Gambar 55. Berbagai pohon bakau yang mampu meredam gelombang Sumber : Latief dan Hadi 2006 Artificial Reef Breakwater Daerah yang dilindungi Gambar 56. Sistem pelindung pantai alami dengan pohon dan gundukan pasir yang ditutup oleh vegetasi. Sumber : Prasetya 2006 Penggunaan vegetasi dapat diselesaikan dengan penanganan lanskap buatan yaitu meninggikan sebagian permukaan pantai dengan pasirtanah dan menutupinya dengan vegetasi sehingga selain memberikan perlindungan, juga memberikan keindahan dan kenyamanan Gambar 56. Selanjutnya perlindungan pantai juga dapat dilakukan dengan hard solution seperti penguatan tepi pantai agar daratan terpisah dan tidak terganggu oleh hempasan air laut Gambar 57. Antara batuan dan dasar tepi diberi geotextile agar kedap air laut. Gambar 57. Konsep slope protection dan pelaksanaannya Sumber : Hanson 2007 Gambar 58. Revitalisasi pasir pantai beach nourishment Sumber : Latief 2008 Salah satu dari penyebab mundurnya garis pantai adalah berkurangnya pasokan sedimen kepantai sehingga net sedimen yang mengendap dipantai menjadi negatif. Untuk mengatasi kekurangan pasokan sedimen ini diusahakan untuk memasok sedimen dari luar beach nourishment. Karena proses abrasi terus berlangsung maka sedimen yang dipasok ini lama kelamaan akan hilang. Diusahakan agar kehilangan sedimen yang dipasok seminimum mungkin. Keseimbangan garis pantai dan profil pantai stabil perlu dipelajari untuk menentukan volume material yang akan dipasok dan volume yang diperkirakan akan hilang dalam jangka waktu tertentu Di Indonesia metode ini sudah diterapkan di Nusa Dua Bali Syamsudin dalam Latief, 2008. Kombinasi solusi mitigasi bencana seringkali diperlukan untuk mengatasi menurunnya kualitas ketahanan lingkungan. Untuk mencegah kehilangan sedimen pasir, telah diterapkan kombinasi beach nourishment, pembangunan groin dan detached breakwater seperti terlihat pada Gambar 59. Gambar 59. Kombinasi beach nourishment, groin dan detached breakwater Sumber : Hanson 2007 Gambar 60. Sistem peringatan dini terintegrasi dengan sistem penyelamatan diri Sumber : Sopaheluwakan 2008 Pergerakan lempeng tektonik di dasar samudera dengan dampak kolateralnya tsunami akan terdeteksi oleh sistem peringatan dini dengan alat berupa buoy yang terpasang di permukaan laut dan terikat ke dasar lautan, yang akan mengirimkan signal ke satelit Gambar 60. Signal kemudian diteruskan ke pusat peringatan warning centre di pesisir dan pusat kendali nasional national control center. Petugas di pusat peringatan warning centre akan memastikan apakah signal tersebut merupakan ancaman tsunami atau bukan, dan jika benar merupakan ancaman maka petugas akan memberikan tanda bahaya melalui sirine, email, telepon selular, maupun pemberitahuan secara tradisional. Bersamaan dengan pemberitahuan melaui berbagai macam media tersebut, petugas instansi terkait dan masyarakat yang sudah terlatih dalam kegiatan penyelamatan diri akan membantu masyarakat lainnya menuju lokasi terdekat yang aman dari ancaman tsunami Sopaheluwakan, 2008. Mengingat upaya mitigasi dengan sistem peringatan dini dan penyelamatan diri sudah di laksanakan sebagai kegiatan bersama delapan negara yaitu Indonesia, Jerman, Jepang, China, Amerika, Perancis, Australia, dan Malaysia sejak tahun 2005 Sopaheluwakan, 2008, diharapkan INA TEWS Indonesia Tsunami Early Warning System merupakan bentuk mitigasi yang efektif diterapkan di salah satu lokasi penelitian yaitu Ciamis yang berdekatan dengan lokasi patahan utama megafaultmegatrust di selatan pulau Jawa.

8.2. Metode Analisis Bentuk dan Efektivitas Mitigasi Bencana Alam

Analisis bentuk dan efektivitas mitigasi bencana alam diselesaikan menggunakan dua metode yaitu ISM untuk identifikasi bentuk mitigasi bencana yang dapat diterapkan, dan MPE untuk menentukan efektivitas keberhasilan mitigasi bencana tersebut. Metode ISM secara rinci sudah dijelaskan pada Bab VII sehingga pembahasan akan langsung menuju kepada metode MPE. Data peluang keberhasilan mitigasi adalah data yang dirancang sebagai basis data yang berkaitan dengan keberhasilan kinerja dari upaya-upaya mitigasi yang akan dilaksanakan. Data keberhasilan mitigasi terdiri dari data parameter keberhasilan mitigasi, deskripsi keberhasilan mitigasi, dan data historis kondisi aktual parameter keberhasilan upaya pengurangan risiko bencana. Metode Perbandingan Eksponensial MPE merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau lebih dalam skala tertentu. Penilaian yang diberikan dalam hal ini telah ditetapkan sebelumnya. Skor item label penilaian kriteria yang digunakan dibagi ke dalam 3 tiga level skala yaitu tinggi T, sedang S, dan rendah R. Hal yang sangat penting dalam metode ini adalah penentuan bobot dari setiap kriteria yang ada. Kemampuan dari orang yang memberikan judgement sangat berpengaruh terhadap validitas hasil dari metode keputusan ini. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan keputusan dengan menggunakan MPE Ma’arif dan Tanjung, 2003 adalah : • Penentuan alternatif keputusan • Penyusunan kriteria keputusan yang akan dikaji • Penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria dengan menggunakan skala konversi tertentu sesuai keinginan pengambilan keputusan • Penentuan derajat kepentingan relatif setiap pilihan pada setiap kriteria • Penghitungan nilai dari setiap alternatif keputusan • Pemeringkatan nilai yang diperoleh dari setiap alternatif keputusan. Penghitungan total nilai setiap pilihan keputusan dapat diformulasikan sebagai berikut : Total nilai = j m i j ij Tkk Rk ∑ = Keterangan : Rk ij : derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada keputusan ke-i, yang dapat dinyatakan dengan skala ordinal 1,2,3,4,5 TKK j : derajat kepentingan kriteria keputusan, yang dinyatakan dengan bobot n : jumlah pilihan keputusan m : jumlah kriteria keputusan Pemberian jenjang pada tahap akhir adalah berdasarkan urutan nilai alternatif terbesar hingga alternatif terkecil. Nilai alternatif yang terbesar akan dijadikan studi kasus pada penelitian ini. T abel 27. Matriks keputusan dengan metode MPE 1 Alternatif Kriteria Nilai Keputusan Alternatif Urutan Prioritas 1 2 3 . . . m 1 2 n Tingkat Kepentingan Kriteria Sumber : Marimin, 2005 Penggabungan metode ISM dan MPE secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 61. Data penentuan bentuk mitigasi bencana merupakan basis data yang dirancang untuk melayani kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan penentuan bentuk mitigasi bencana. Masukan pada basis data penentuan mitigasi bencana terdiri atas beberapa bagian yaitu data skala penilaian, pakarpengambil keputusan, alternatif-alternatif potensi pengembangan wilayah, kriteria penilaian, dan hasil penilaian pakar terhadap alternatif berdasarkan kriteria seleksi yang ditetapkan. Kriteria yang digunakan dalam seleksi alternatif adalah kesesuaian dengan sumberdaya manusia lokal, kesesuaian dengan dana yang tersedia, dan aksesibilitas. Sementara data alternatif akan diperoleh dari output sub model prediksi mitigasi bencana dan sub model keberhasilan mitigasi bencana.