PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP STERILITAS SEDIAAN TETES LENSA KONTAK MATA DOSIS GANDA (Pada Pemakaian Berulang)

(1)

SKRIPSI

DESY AMEDIAYU WARDHANI

PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP

STERILITAS SEDIAAN TETES LENSA KONTAK MATA

DOSIS GANDA

(Pada Pemakaian Berulang)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2011


(2)

Lembar Pengesahan

PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP

STERILITAS SEDIAAN TETES LENSA KONTAK

MATA DOSIS GANDA

(Pada Pemakaian Berulang)

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Malang 2011

Oleh:

DESY AMEDIAYU WARDHANI NIM: 07040026

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselenggarakan dengan sebaik-baiknya. Dengan selesainya skripsi yang berjudul “Pengaruh Waktu Penyimpanan Terhadap Sterilitas Sediaan Tetes Lensa Kontak Mata Dosis Ganda

(Pada Pemakaian Berulang)” maka perkenankanlah saya mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Drs. H. Achmad Inoni, Apt., sebagai Pembimbing I dan M. Agus Syamsur Rijal, S. Si, M. Si, Apt sebagai Pembimbing II yang dengan tulus ikhlas dan penuh kesabaran membimbing dan memmberi dorongan moral maupun materi kepada saya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Dra. Uswatun Chasanah, Apt., sebagai dosen wali yang telah memberikan nasihat dan bimbingan selama mengikuti pendidikan di Program Studi Farmasi Universita Muhammadiyah Malang.

3. Ibu Tri Lestari Handayani, M.Kep, Sp.Mat sebagai Dekan dan Ibu Hidajah Rachmawati, S.Si, Apt., Sp.FRS sebagai Ketua Program Studi Farmasi. 4. Seluruh staf pengajar Program Studi Farmasi Universita Muhammadiyah

Malang yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan hingga saya dapat menyelesaikan pendidikan sarjana.

5. Para laboran Laboraturium Formulasi Sediaan Steril, mbak Sri dan mbak Suzi yang telah banyak membantu saya.

6. Kedua orang tua saya Siswarjadi Budi dan Emma Marchumah yang telah memberikan semangat tiada henti serta kakak saya Seza Mayasari dan adek saya Rizky Yuliyatma yang selalu menghibur saya ketika sedang mengalami kesulitan, serta temsn terdekat saya selama 6 tahun kebelakang, Sutan Wijaya yang telah menjadi motivator terbaik saya. 7. Teman-teman skripsi steril : Neti, Rosa dan Andri yang selama kurang

lebih enam bulan kami bersama dalam pengerjaan skripsi kami. Terima kasih atas bantuan, semangat, tenaga, waktu dan segalanya yang telah diberikan pada saya. Tanpa kalian, skripsi saya tidak akan berjalan dengan lancar.


(4)

8. Para supir mobil carteran : Pak Agus dan Pak Sakim yang telah mengantar kami pulang-pergi dari stasiun dan terminal menuju ke UNAIR untuk bimbingan skripsi di Surabaya.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu terima kasih atas bantuanm dkunganm semangat dan doa yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, semoga Allah membalas kebaikan bapak, ibu dan Saudara sekalian. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kefarmasian bagi kita semua.

Malang, Juli 2011 Penyusun,


(5)

RINGKASAN

Pengaruh Waktu Penyimpanan Terhadap Sterilitas Sediaan Tetes Lensa Kontak Mata Dosis Ganda

(Pada Pemakaian Berulang)

Sediaan tetes lensa kontak mata termasuk salah satu sediaan EENT (obat untuk mata, telinga, tenggorokan, dan kerongkongan) diharuskan steril mulai dari proses pengadaan, produksi, distribusi, sampai dengan penggunaannya. Hal tersebut dikarenakan penggunaannya yang berhubungan langsung dengan cairan dan jaringan tubuh yang merupakan tempat dimana infeksi dapat terjadi dengan mudah. Penggunaan tetes lensa kontak mata memiliki persyaratan penyimpanan yaitu 30 hari setelah tutup botol dibuka untuk pertama kalinya pada tempat yang sejuk dan kering dengan suhu dibawah 30oC.

Telah dilakukan penelitian terhadap sediaan tetes lensa kontak mata yang bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh waktu penyimpanan terhadap sterilitas sediaan tetes lensa kontak mata yang digunakan secara berulang. Uji sterilitas dilakukan dengan mengacu pada prosedur uji sterilitas yang tercantum pada Farmakope Indonesia IV yaitu dengan menggunakan metode inokulasi langsung.

Pelaksanaan uji sterilitas sampel tetes lensa kontak mata dilakukan secara aseptis didalam Laminar Air Flow Cabinet yang kemudian disimpan dalam inkubator selama 14 hari . Untuk perwakilan dari penggunaan tetes lensa kontak mata pada umumnya, maka tutup botol sampel itu dibuka dan ditutup kembali setiap akan dilakukan pengambilan sampel yaitu pada hari ke-1, 3, 5, 8, 11, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 27, 28, 29, dan 30 dan dilakukan replikasi sebanyak tiga kali untuk menjamin keakuratan hasil.

Sampel yang akan diuji dilakukan pemeriksaan pendahuluan yaitu pemeriksaan secara fisik untuk menjamin sterilitas sampel yang akan digunakan. Setelah itu dilakukan uji daya anti bakteri dan anti fungi yang bertujuan untuk menghilangkan daya hambat pertumbuhan bakteri supaya tidak mempengaruhi sampel yang akan diuji, dengan cara melakukan pengenceran sampel dan air dengan perbandingan 1:1, 1:2, 1:4, dan 1:5 dengan hasil perbandungan 1:4 yang mendekati kontrol uji.

Untuk menghindari positif palsu, pada penelitian ini dilakukan uji fertilitas media, uji sterilitas media, dan uji efektivitas LAFC satu kali dalam seminggu, serta dilakukan kontrol terhadap pelaksanaan teknik aseptis setiap pengambilan sampel. Namun ada beberapa media kontrol lingkungan telah positif (keruh) terjadi akibat kesalahan pada saat penangangan. Media uji yang digunakan adalah

Fluid thioglycollate medium dengan baktei uji Bacillus subtillis dan Soybean-casein digest medium dengan bakteri uji Candida albicans. Dalam uji sterilitas ini menggunakan kontrol negatif sebagai indikator steril dan kontrol negatif sebagai indikator tidak steril.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, uji sterilitas yang dilakukan terhadap sampel tetes lensa kontak mata yang diambil secara berulang sebanyak 16 kali dalam jangka waktu 30hari kemudian diinokulasikan kedalam media dan disimpan selama 14 hari tidak mempengaruhi sterilitas sediaan.


(6)

ABSTRACT

THE EFFECT OF STORAGE PERIOD TO STERILITY OF MULTIPLE DOSE CONTACT LENS EYE DROPS PREPARATION

(ON REPEATED USE)

The use of eye drops for contact lens usually has direct contact with body tissue which is prone to infection. Therefore, it is cautioned that the water should be used only in 30 days after the first usage. The side effect could be infection or inflammation on the eye. Thus, a research to identify the influence of storage time to the sterility of repeatedly used double-dose contact lens eye drops.

Direct inoculation method was used to test the sterility. It was done aseptically in the LAFC using 2 kinds of test medium, i.e. Thioglicolate and Kasamino mediums. In addition, room control was also undertaken every week and daily control was undertaken on sampling time in order to keep the samples clean and to make sure that infection did not occurred. Initially, physical test was taken to the sample to assure the sterility of supply. Before samples inoculation into test medium, samples were diluted using aqua demineralization whit ratio of 1:1, 1:2, 1:4, and 1:5 to eliminate the induction of its perseverance (anti-bacterial and anti-fungi). Ratio 1:4 was the closest to the comparator control. In addition, negative control was also needed to indicate the sterile samples and positive control for unsterile samples. Samples inoculations were conducted in day 1, 3, 5, 8, 11, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 27, 28, 29, and 30 and each consist of three replications.

Samples inoculated in the Thioglicolate medium were incubated in 320C for 24 days while samples inoculated in the Kasamino medium were incubated in 240C for 7 days. Thereafter, the mediums were physically observed and, thus, resulted in double-dose contact lens eye drops usage which sterility was not affected in the storage time of 30 days.


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

RINGKASAN ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Tinjauan Tentang Sediaan Mata... 5

2.1.1Sediaan Mata ... 5

2.1.2Persyaratan Sediaan Mata ... 6

2.1.3Persyaratan Wadah dan Label ... 10

2.1.4Lensa Kontak ... 11

2.1.5Larutan Perawat Lensa Kontak ... 14

2.2 Tinjauan Tentang mikrobiologi... 17

2.2.1Jenis Mikroorganisme Yang Umum Terdapat Sebagai Kontaminan Obat ... 18

2.2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikro- organisme ... 19

2.2.3 Sumber – Sumber Kontaminasi Mikroorganisme ... 22

2.2.4 Mikroorganisme Percobaan ... 23

2.3 Tinjauan Tentang Sterilisasi ... 24

2.3.1 Sterilisasi Uap (Panas Basah)... 24

2.3.2 Sterilisasi Panas Kering ... 24


(8)

2.3.4 Sterilisasi Gas ... 25

2.3.5 Sterilisasi Dengan Radiasi Pengionan ... 26

2.3.6 Teknik Aseptik ... 26

2.4 Tinjauan Tentang Uji Sterilitas ... 29

2.4.1 Prosedur Umum ... 30

2.4.2 Metode Uji Sterilitas... 32

2.4.3 Media Untuk Uji Sterilitas ... 33

2.4.4 Kontrol Dalam Uji Sterilitas ... 35

2.4.5 Penafsiran Hasil Uji Sterilitas ... 37

2.4.6 Pengambilan Sample Untuk Uji Sterilitas ... 37

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 3.1 Uraian Kerangka Konseptual ... 39

3.2 Alur Kerangka Konseptual ... 41

BAB IV ALAT, BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN ... 4.1Desain Penelitian ... 42

4.2Alat dan Bahan Yang Digunakan ... 42

4.2.1Alat ... 42

4.2.2Bahan... 42

4.4Prosedur Penelitian... 45

4.4.1Sterilisasi Alat ... 45

4.4.2 Penyiapan “Laminar Air Flow” ... 45

4.4.3Kontrol Lingkungan LAFC ... 45

4.4.4Uji Fertilitas Media ... 46

4.4.5Uji Sterilitas Media ... 46

4.4.6Pemeriksaan Pendahuluan ... 47

4.4.7Uji Daya Antibakteri dan Anti Fungi ... 47

4.4.8Penyiapan Media ... 47

4.4.9Pengambilan Sampel ... 48

4.4.10 Inokulasi Sampel ... 49

4.4.11 Pengujian Sampel ... 49


(9)

5.1 Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) sebelum

Pengujian Sterilitas ...50

5.2 Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) saat Pengujian sterilitas...51

5.3 Hasil Uji Sterilitas Media (Kontrol Negatif)...51

5.4Hasil Uji Fertilitas Media (Kontrol Positif)...52

5.5 Hasil Pemeriksaan Pendahuluan (Pemeriksaan Fisik Sediaan)...52

5.6 Hasil Uji Daya Antibakteri dan Antifungi...53

5.7 Hasil Pemeriksaan Uji Sterilitas Sampel...53

BAB VI PEMBAHASAN...55

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...59

DAFTAR PUSTAKA...60


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Klasifikasi Ruangan Bersih ... ...27

Tabel II.2 Perlengkapan dan Kandungan Kuman Dari Manusia ... 28

Tabel II.3 Batas Mikroba yang Disarankan Untuk Pemantauan Area Bersih Selama Kegiatan Berlangsung...29

Tabel II.4 Jumlah Volume dan Media Untuk Bahan Cair ... 30

Tabel II.5 Volume Pengambilan Sampel ... 38

Tabel IV.1 Volume Pengambilan Sampel Untuk Penelitian ... 48

Tabel V.1Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) Sebelum Pengujian Sterilitas...51

Tabel V.2 Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) Saat Pengujian Sterilitas...51

Tabel V.3 Hasil Uji Sterilitas media Uji...52

Tabel V.4 Hasil Uji Fertilitas Media Uji...52

Tabel V.5 Hasil Pemeriksaan Pendahuluan Sampel...52

Tabel V.6 Hasil Pemeriksaan Uji Daya Anti Bakteri dan Antifungi...53


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lensa Kontak Mata ... 11

Gambar 2.2 Tetes Lensa Kontak Mata ... 17

Gambar 3.1 Alur Kerangka Konseptual ... 41


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Sertifikat Bakteri ... 63 LAMPIRAN 2 Surat Pernyataan ... 64 LAMPIRAN 3 Daftar Riwayat Hidup ... 65 LAMPIRAN 4 Foto Hasil Kontrol Lingkungan Laminar Air Flow

Cabinet Sebelum Pengujian Sterilitas...66 LAMPIRAN 5 Foto Hasil Kontrol Lingkungan Laminar Air Flow

Cabinet Saat Pengujian Sterilitas...67 LAMPIRAN 6 Foto Hasil Uji Fertilitas dan Uji Sterilitas Media...71

LAMPIRAN 7 Foto Hasil Uji Foto Hasil Uji Daya Antibakteri

dan Antifungi...73 LAMPIRAN 8 Foto Hasil Uji Sterilitas Sampel...75


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G., 2009. Sediaan Farmasi Steril. Seri Farmasi Industri 4, Bandung: ITB, pp

Allison, Z.W., Morales, J.L., Calder, D.,Radlein, K., Rivas, A.O., and Lindo,J.L. 2005. Acanthamoeba Infection As A Cause Of Severe Keratitis In A Soft Contact Lens Wearer In Jamaica. The American Society of Tropical

Medicine and Hygiene. pp 94-92

Ansel, Howard C., 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Penerjemah farida Ibrahim). Edisi keempat, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, pp

Avis, K.E., Akers, M.J., 1957. Teori dan Praktek Farmasi Industri.

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Jakarta : Badan POM, pp 129-126

Baird, M. R., Denyer, P. S., Guide to Microbiological Control In Pharmaceuticals and Medical Devices, Second Edition, Chapter 5A, pp

Carter, S. J., 1975, Coopers and Gunn’s Dispensing For Pharmaceutical Student, Twelfth Edition, Pitman Medical Publishing Company Ltd, London, pp 549-300

Departemen kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III, Jakarta, pp 9-10, 889-891.

Departemen kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV, Jakarta, pp 12-14, 856-860, 862-863.


(14)

FKUB, Tim Mikrobiologi, 2003. Bakteriologi Medik. Edisi Pertama, Malang : Bayumedia Publishing, pp 12, 31-34, 94-98

Fourie, L. Contact Lenses. Ciba Vision 1995. Pp 2-3

Gray, T.B., Cursons R.T., J F Sherwan, 1995. Acanthamoeba, bacterial, and fungal contamination of contact lens storage cases. Br J Ophthalmol. pp : 601-605. http://bjo.bmj.com/content/79/6/601

Hadioetomo, R.S., 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, pp137-142.

Jawetz, E., Melnick J.L, Adelberg E.A., 1992. Review of Medical Microbiology. Edisi ke-14, Lange Medical Publications, Los Altos-California, pp

Johnson, A.G. dkk., 1994. Mikrobiologi dan Imunologi. Jakarta : Binarupa Aksara, hal 1.

Lachman, H.A., Leon, L., 1993. Pharmaceutical Dosage Forms. 2nd Edition. New York : MARCEL DEKKER, INC, page: 24.

Lowther, Gerald E., 1992. Contact Lenses Proceduress and Techniques. 2nd edition. United State of America, pp 265-243

Mark J. Mannis, Karla Zadnik, 2003. Contact Lenses in Ophthalmic Practice. United State of America

Morris, Judith. Differentiating sight-threatening from non-sight-threatening eye disease in contact lens wearers. Continuing Education And Training,

pp : 45-44. www.otcet.co.uk

Remington’s, 1995. The Science and Pharmachy . Chapter 89. Mack Publishing Company, Easton, Pennsylvania, pp 1570. 1482


(15)

Staf Pengajar FK I, 1993. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi, Jakarta : Binarupa Aksara

Sugioyono, 2008. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Klualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABeta. hal 72.

Tim Mikrobiologi FK UB, 2003. Bakteriologi Medik.Malang : Bayu Media Publishing, hal 34-12

Turco, Salvatore. Sterile Dosage Forms. Pennsylvania. Pp 354-344

Voight, Rudolf, 1995. Buku Pelajaran Teknologi. Edisi ke-5, Gadjah Mada University Press, pp 522, 524, 526, 529, 530,531, 761, 763, 766, 959-960, 977-978.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sediaan farmasi merupakan salah satu aspek yang dominan dalam bidang kesehatan. Dari berbagai macam sediaan farmasi yang ada, khususnya pada sediaan EENT (obat untuk mata, telinga, tenggorokan, dan kerongkongan) diharuskan steril mulai dari proses pengadaan, produksi, distribusi, sampai dengan penggunaannya (Agoes, 2009).

Sterilitas juga dibutuhkan pada sedian yang berhubungan langsung dengan cairan dan jaringan tubuh yang merupakan tempat dimana infeksi dapat terjadi dengan mudah, seperti berbagai obat suntik bervolume baik besar maupun kecil, cairan irigasi yang dimaksudkan untuk merendam luka atau lubang operasi, larutan dialisa dan sediaan biologis seperti vaksin, toksoid, antitoksin, produk penambah darah dan sebagainya (Ansel, 2005).

Suatu sediaan dikatakan steril apabila sediaan tersebut bebas dari segala bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Oleh karena itu sterilisasi memiliki arti proses menghilangkan segala bentuk kehidupan, baik bentuk patogen, nonpatogen, vegetatif, maupun nonvegetatif dari suatu objek atau material (Agoes, 2009).

Sterilisasi perlu dilakukan atas dasar untuk mencegah transmisi penyakit, untuk mencegah pembusukan material untuk mikroorganisme, dan untuk mencegah kompetisi nutrient dalam media pertumbuhan sehingga memungkinkan kultur organisme spesifik berbiak untuk keperluan sendiri(seperti produksi ragi) atau untuk metabolitnya(seperti untuk memproduksi minuman dan antibiotika) (Agoes, 2009).

Dijelaskan pada Farmakope Indonesia edisi tiga bahwa sterilitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh suatu sediaan untuk mata. Adanya mikroba dalam suatu sediaan steril tidak dikehendaki karena dapat menyebabkan perubahan karakteristik organolpetis, stabilitas sediaan, dan timbulnya efek yang tidak diinginkan seperti radang mata.

Obat yang biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Yang paling sering dipakai adalah larutan dalam air, akan tetapi juga biasa dipakai suspensi, cairan bukan air dan salep mata. Karena kapasitas mata untuk menahan atau menyimpan cairan dan salep terbatas, pada umumnya obat mata diberikan dalam volume yang kecil. Preparat cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan tetes


(17)

dan salep. Volume sediaan cair yang lebih besar dapat digunakan untuk menyegarkan atau mencuci mata. Sebagaimana definisi resmi larutan mata adalah larutan steril yang dicampur dan dikemas untuk dimasukkan ke dalam mata. Selain steril preparat tersebut memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap faktor-faktor farmasi seperti kebutuhan bahan antimikroba, isotonis, dapar, viskositas, dan pengemasam yang cocok (Ansel, 2005).

Lensa kontak adalah salah satu alat optik yang dirancang untuk memperbaiki masalah visual seperti rabun jauh, rabun dekat, dan astigmatisma. Lensa kontak melekat pada selaput mata (kornea) serta dibantu kelopak mata yang menjaga supaya lensa kontak tetap berada ditempat dan dapat mengikuti mata. Pada orang yang penglihatannya bermasalah, cahaya yang masuk ke mata tidak terfokus dengan baik pada retinanya (lapisan sensorik di bagian belakang mata). Hal ini menghasilkan gambar kabur yang kemudian dikirim ke otak. Ketika ditempatkan pada mata, lensa kontak memfokuskan cahaya yang masuk ke retina mata, sedemikian hingga menghasilkan gambar dengan jelas yang dikirim ke otak ( CIBA, 1991).

Pada awalnya lensa merupakan alat pembantu penglihatan seseorang (kacamata) yang terbuat dari gelas yang kegunaannya sama dengan kacamata konvensioanal dan digunakan sebagaimana pada umumnya. Namun pada akhir tahun 1930-an , Muller, Obrig, dan Gyorrfy yang berkebangsaan Perancis ini dikenal sebagai perintis pembuat lensa kontak dari plastik yang mana cara penggunaannya dengan melekatkan pada kornea mata (Agoes, 2009).

Dengan adanya penggunaan lensa kontak untuk mata, maka diciptakan sebuah produk perawatan yang disebut Contact Lens Solution atau larutan lensa kontak. Larutan lensa kontak diformulasikan dengan masing-masing fungsinya yaitu cleaners (pembersih), wetting (pembasah), soaking (perendam), disinfektan, lubrikan, larutan multiguna (multipurpose solution) dan larutan untuk kenyamanan pada saat pemakaian lensa kontak (tetes lensa kontak mata). Larutan multiguna merupakan larutan kombinasi yang diciptakan untuk mendapatkan dua atau lebih fungsi dari larutan tersebut. Sedangkan larutan untuk kenyamanan penggunaannya adalah dengan cara meneteskan larutan tersebut ke mata selama penggunaan lensa kontak (Agoes, 2009).

Larutan perawat lensa kontak ini harus kompatibel dengan bahan lensa, selaput air mata, dan jaringan okuler mata, serta harus memiliki keseimbangan tonisitas, tingkat keasaman dan alkalinitas (konsentrasi ion hidrogen-pH) dalam air, pH dapar, viskositas, bahan pembersih, dan agen mikroba (Mannis, 2003).


(18)

Produk perawatan lensa kontak yang paling banyak dijual oleh optik adalah larutan multiguna (multipurpose solution). Salah satu larutan multiguna yang cara penggunaanya dengan langkah meneteskan pada mata (tetes lensa kontak mata. Apabila penggunaan tets lensa kontajk mata ini tidak memperhatikan peringatanpenggunan, sebagaimana efek samping yang mungkin dapat timbul ialah keratitis, yaitu infeksi pada kornea mata. Penyebab infeksi ini bisa virus, bakteri maupun jamur yang dapat tumbuh pada larutan telah digunakan lebih dari satu kali. Infeksi kornea mata adalah komplikasi paling serius dari penggunaan lensa kontak. Kasus lensa kontak ini diakui sumber patogen yang paling berpotensi nerkaitan dengan ulkus kornea mata (Gray, et al, 1995).

Keratitis ditandai dengan adanya infiltrasi pada kornea berupa bercak putih dengan batas tidak jelas baik pada epitel atau sub epitel kornea. Akhir syaraf pada permukaan kornea menyebabkan rasa nyeri yang diteruskan ke iris akibat adanya reflek phenomene, menyebabkan pembuluh darah iris dilatasi dan spasme dari iris. Hasil yang menyebabkan rasa nyeri menjadi lebih hebat terutama bila penderita terkena rangsangan cahaya. Akibatnya penderita takut kena sinar (photophobia) dan berusaha menutup mata dengan palpebra sehingga menimbulkan spasme palpebra (bleropharospasme). Rangsangan nyeri menyebabkan rangsangan keluarnya air mata yg berlebihan (epiphora). (Morris, 2006)

Air merupakan media pertumbuhan kontaminan yang baik. Sedangkan larutan perawatan lensa kontak yang mana penggunaannya untuk mata, diharuskan untuk selalu dalam keadaan steril. Secara umum kontaminan yang terdapat dalam sediaan farmasi, larutan perawat lensa kontak pada khususnya meliputi bakteri (Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus), jamur (Cladosporium spp atau Candida spp, Fusarium solani, Aspergillus versicolor, Exophiala spp, dan Phoma sp.), bakteri gram negatif (Pseudomonas aeruginosa) dan protozoa (Acanthamoeba spp) (Gray, et al, 1995).

Berdasarkan adanya kasus tersebut perlu diadakan penelitian mengenai sterilitas larutan tetes lensa kontak mata yang berkaitan dengan waktu penyimpanan dimana pada FI III mensyaratkan bahwa penggunaannya tidak boleh lebih dari 1 bulan setelah tutup botol dibuka.


(19)

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh waktu penyimpanan terhadap sterilitas larutan tetes lensa kontak mata pada pemakaian berulang.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah jaminan sterilitas larutan tetes lensa kontak mata dosis ganda terhadap waktu penyimpanannya.

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan dari penelitian ini didapatkan suatu informasi tentang penggunaan lensa kontak dengan berbagai larutan perawatannya. Selain itu dapat mengetahui dan memprediksi kapan larutan tersebut mulai terkontaminasi oleh mikroba yang dapat menimbulkan infeksi atau radang pada mata dan sudah tidak dapat digunakan lagi.


(1)

FKUB, Tim Mikrobiologi, 2003. Bakteriologi Medik. Edisi Pertama, Malang : Bayumedia Publishing, pp 12, 31-34, 94-98

Fourie, L. Contact Lenses. Ciba Vision 1995. Pp 2-3

Gray, T.B., Cursons R.T., J F Sherwan, 1995. Acanthamoeba, bacterial, and fungal contamination of contact lens storage cases. Br J Ophthalmol. pp : 601-605. http://bjo.bmj.com/content/79/6/601

Hadioetomo, R.S., 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, pp137-142.

Jawetz, E., Melnick J.L, Adelberg E.A., 1992. Review of Medical Microbiology. Edisi ke-14, Lange Medical Publications, Los Altos-California, pp

Johnson, A.G. dkk., 1994. Mikrobiologi dan Imunologi. Jakarta : Binarupa Aksara, hal 1.

Lachman, H.A., Leon, L., 1993. Pharmaceutical Dosage Forms. 2nd Edition. New York : MARCEL DEKKER, INC, page: 24.

Lowther, Gerald E., 1992. Contact Lenses Proceduress and Techniques. 2nd edition. United State of America, pp 265-243

Mark J. Mannis, Karla Zadnik, 2003. Contact Lenses in Ophthalmic Practice. United State of America

Morris, Judith. Differentiating sight-threatening from non-sight-threatening eye disease in contact lens wearers. Continuing Education And Training, pp : 45-44. www.otcet.co.uk

Remington’s, 1995. The Science and Pharmachy . Chapter 89. Mack Publishing Company, Easton, Pennsylvania, pp 1570. 1482


(2)

Staf Pengajar FK I, 1993. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi, Jakarta : Binarupa Aksara

Sugioyono, 2008. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Klualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABeta. hal 72.

Tim Mikrobiologi FK UB, 2003. Bakteriologi Medik.Malang : Bayu Media Publishing, hal 34-12

Turco, Salvatore. Sterile Dosage Forms. Pennsylvania. Pp 354-344

Voight, Rudolf, 1995. Buku Pelajaran Teknologi. Edisi ke-5, Gadjah Mada University Press, pp 522, 524, 526, 529, 530,531, 761, 763, 766, 959-960, 977-978.


(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sediaan farmasi merupakan salah satu aspek yang dominan dalam bidang kesehatan. Dari berbagai macam sediaan farmasi yang ada, khususnya pada sediaan EENT (obat untuk mata, telinga, tenggorokan, dan kerongkongan) diharuskan steril mulai dari proses pengadaan, produksi, distribusi, sampai dengan penggunaannya (Agoes, 2009).

Sterilitas juga dibutuhkan pada sedian yang berhubungan langsung dengan cairan dan jaringan tubuh yang merupakan tempat dimana infeksi dapat terjadi dengan mudah, seperti berbagai obat suntik bervolume baik besar maupun kecil, cairan irigasi yang dimaksudkan untuk merendam luka atau lubang operasi, larutan dialisa dan sediaan biologis seperti vaksin, toksoid, antitoksin, produk penambah darah dan sebagainya (Ansel, 2005).

Suatu sediaan dikatakan steril apabila sediaan tersebut bebas dari segala bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Oleh karena itu sterilisasi memiliki arti proses menghilangkan segala bentuk kehidupan, baik bentuk patogen, nonpatogen, vegetatif, maupun nonvegetatif dari suatu objek atau material (Agoes, 2009).

Sterilisasi perlu dilakukan atas dasar untuk mencegah transmisi penyakit, untuk mencegah pembusukan material untuk mikroorganisme, dan untuk mencegah kompetisi nutrient dalam media pertumbuhan sehingga memungkinkan kultur organisme spesifik berbiak untuk keperluan sendiri(seperti produksi ragi) atau untuk metabolitnya(seperti untuk memproduksi minuman dan antibiotika) (Agoes, 2009).

Dijelaskan pada Farmakope Indonesia edisi tiga bahwa sterilitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh suatu sediaan untuk mata. Adanya mikroba dalam suatu sediaan steril tidak dikehendaki karena dapat menyebabkan perubahan karakteristik organolpetis, stabilitas sediaan, dan timbulnya efek yang tidak diinginkan seperti radang mata.

Obat yang biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Yang paling sering dipakai adalah larutan dalam air, akan tetapi juga biasa dipakai suspensi, cairan bukan air dan salep mata. Karena kapasitas mata untuk menahan atau menyimpan cairan dan salep terbatas, pada umumnya obat mata diberikan dalam volume yang kecil. Preparat cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan tetes


(4)

dan salep. Volume sediaan cair yang lebih besar dapat digunakan untuk menyegarkan atau mencuci mata. Sebagaimana definisi resmi larutan mata adalah larutan steril yang dicampur dan dikemas untuk dimasukkan ke dalam mata. Selain steril preparat tersebut memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap faktor-faktor farmasi seperti kebutuhan bahan antimikroba, isotonis, dapar, viskositas, dan pengemasam yang cocok (Ansel, 2005).

Lensa kontak adalah salah satu alat optik yang dirancang untuk memperbaiki masalah visual seperti rabun jauh, rabun dekat, dan astigmatisma. Lensa kontak melekat pada selaput mata (kornea) serta dibantu kelopak mata yang menjaga supaya lensa kontak tetap berada ditempat dan dapat mengikuti mata. Pada orang yang penglihatannya bermasalah, cahaya yang masuk ke mata tidak terfokus dengan baik pada retinanya (lapisan sensorik di bagian belakang mata). Hal ini menghasilkan gambar kabur yang kemudian dikirim ke otak. Ketika ditempatkan pada mata, lensa kontak memfokuskan cahaya yang masuk ke retina mata, sedemikian hingga menghasilkan gambar dengan jelas yang dikirim ke otak ( CIBA, 1991).

Pada awalnya lensa merupakan alat pembantu penglihatan seseorang (kacamata) yang terbuat dari gelas yang kegunaannya sama dengan kacamata konvensioanal dan digunakan sebagaimana pada umumnya. Namun pada akhir tahun 1930-an , Muller, Obrig, dan Gyorrfy yang berkebangsaan Perancis ini dikenal sebagai perintis pembuat lensa kontak dari plastik yang mana cara penggunaannya dengan melekatkan pada kornea mata (Agoes, 2009).

Dengan adanya penggunaan lensa kontak untuk mata, maka diciptakan sebuah produk perawatan yang disebut Contact Lens Solution atau larutan lensa kontak. Larutan lensa kontak diformulasikan dengan masing-masing fungsinya yaitu cleaners (pembersih), wetting (pembasah), soaking (perendam), disinfektan, lubrikan, larutan multiguna (multipurpose solution) dan larutan untuk kenyamanan pada saat pemakaian lensa kontak (tetes lensa kontak mata). Larutan multiguna merupakan larutan kombinasi yang diciptakan untuk mendapatkan dua atau lebih fungsi dari larutan tersebut. Sedangkan larutan untuk kenyamanan penggunaannya adalah dengan cara meneteskan larutan tersebut ke mata selama penggunaan lensa kontak (Agoes, 2009).

Larutan perawat lensa kontak ini harus kompatibel dengan bahan lensa, selaput air mata, dan jaringan okuler mata, serta harus memiliki keseimbangan tonisitas, tingkat keasaman dan alkalinitas (konsentrasi ion hidrogen-pH) dalam air, pH dapar, viskositas, bahan pembersih, dan agen mikroba (Mannis, 2003).


(5)

Produk perawatan lensa kontak yang paling banyak dijual oleh optik adalah larutan multiguna (multipurpose solution). Salah satu larutan multiguna yang cara penggunaanya dengan langkah meneteskan pada mata (tetes lensa kontak mata. Apabila penggunaan tets lensa kontajk mata ini tidak memperhatikan peringatanpenggunan, sebagaimana efek samping yang mungkin dapat timbul ialah keratitis, yaitu infeksi pada kornea mata. Penyebab infeksi ini bisa virus, bakteri maupun jamur yang dapat tumbuh pada larutan telah digunakan lebih dari satu kali. Infeksi kornea mata adalah komplikasi paling serius dari penggunaan lensa kontak. Kasus lensa kontak ini diakui sumber patogen yang paling berpotensi nerkaitan dengan ulkus kornea mata (Gray, et al, 1995).

Keratitis ditandai dengan adanya infiltrasi pada kornea berupa bercak putih dengan batas tidak jelas baik pada epitel atau sub epitel kornea. Akhir syaraf pada permukaan kornea menyebabkan rasa nyeri yang diteruskan ke iris akibat adanya reflek phenomene, menyebabkan pembuluh darah iris dilatasi dan spasme dari iris. Hasil yang menyebabkan rasa nyeri menjadi lebih hebat terutama bila penderita terkena rangsangan cahaya. Akibatnya penderita takut kena sinar (photophobia) dan berusaha menutup mata dengan palpebra sehingga menimbulkan spasme palpebra (bleropharospasme). Rangsangan nyeri menyebabkan rangsangan keluarnya air mata yg berlebihan (epiphora). (Morris, 2006)

Air merupakan media pertumbuhan kontaminan yang baik. Sedangkan larutan perawatan lensa kontak yang mana penggunaannya untuk mata, diharuskan untuk selalu dalam keadaan steril. Secara umum kontaminan yang terdapat dalam sediaan farmasi, larutan perawat lensa kontak pada khususnya meliputi bakteri (Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus

aureus), jamur (Cladosporium spp atau Candida spp, Fusarium solani, Aspergillus versicolor,

Exophiala spp, dan Phoma sp.), bakteri gram negatif (Pseudomonas aeruginosa) dan protozoa

(Acanthamoeba spp) (Gray, et al, 1995).

Berdasarkan adanya kasus tersebut perlu diadakan penelitian mengenai sterilitas larutan tetes lensa kontak mata yang berkaitan dengan waktu penyimpanan dimana pada FI III mensyaratkan bahwa penggunaannya tidak boleh lebih dari 1 bulan setelah tutup botol dibuka.


(6)

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh waktu penyimpanan terhadap sterilitas larutan tetes lensa kontak mata pada pemakaian berulang.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah jaminan sterilitas larutan tetes lensa kontak mata dosis ganda terhadap waktu penyimpanannya.

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan dari penelitian ini didapatkan suatu informasi tentang penggunaan lensa kontak dengan berbagai larutan perawatannya. Selain itu dapat mengetahui dan memprediksi kapan larutan tersebut mulai terkontaminasi oleh mikroba yang dapat menimbulkan infeksi atau radang pada mata dan sudah tidak dapat digunakan lagi.