REPRESENTASI PEMISKINAN DALAM NOVEL “NAK, MAAFKAN IBU TAK MAMPU MENYEKOLAHKANMU” (Analisis Semiotika Dalam Novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” Karya Wiwid Prasetyo)

REPRESENTASI PEMISKINAN DALAM NOVEL
“NAK, MAAFKAN IBU TAK MAMPU MENYEKOLAHKANMU”
(Analisis Semiotika Dalam Novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu
Menyekolahkanmu” Karya Wiwid Prasetyo)

Disusun Oleh :
Filmansyah

07220090

Dosen Pembimbing :
1. Joko Susilo S.Sos, M.Si
2. Drs. Abdullah Masmuh M.Si

Konsentrasi Jurnalistik
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
2012

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 11
1.3. Fokus Penelitian ................................................................................... 11
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................. 11
1.5. Kegunaan Penelitian............................................................................. 12
1.5.1. Kegunaan Akademis..................................................................... 12
1.5.2. Kegunaan Praktis .......................................................................... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Novel dan Ideologi ............................................................................... 13
2.2. Media Sebagai Penyebar Ideologi ........................................................ 14
2.3. Komunikasi Dalam Narasi ................................................................... 15
2.4. Representasi Pada Teks ........................................................................ 17
2.5. Ragam Bahasa ...................................................................................... 19
2.6. Fungsi Sastra ........................................................................................ 20
2.6.1. Sastra Sebagai Protes Sosial ......................................................... 21
2.6.2. Kedudukan Sastra Dalam Kehidupan........................................... 22
2.7. Interpretasi Pada Novel dan Ideologi ................................................... 23
2.8. Terjadinya Pemiskinan ......................................................................... 25

2.9. Semiotika Sebagai Pendekatan ............................................................ 26
2.10. Denotasi & Konotasi, Mitos, Menurut Roland Barthes ..................... 28

BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian................................................................................. 33
3.2 Analisis Semiologi Roland Barthes Pada Teks Novel .......................... 34
3.2.1. Kode Hermeneutik ....................................................................... 35
3.2.2. Kode Semik .................................................................................. 35

3.2.3. Kode Simbolik.............................................................................. 35
3.2.4. Kode Proaretik .............................................................................. 36
3.2.5. Kode Gnomik ............................................................................... 36
3.3. Ruang Lingkup ..................................................................................... 38
3.4. Unit Analisis ........................................................................................ 40
3.5. Tekhnik Pengumpulan Data ................................................................. 41
3.6. Tekhnik Analasisis Data ...................................................................... 42

BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Objek Penelitian ................................................................. 43
4.2. Penyajian Data ..................................................................................... 44

4.3. Analisis Data ........................................................................................ 48
4.4. Lima Kode Roland Barthes .................................................................. 52
4.4.1. Pembacaan Kode Hermeneutik .................................................... 52
4.4.2. Pembacaan Kode Semik ............................................................... 59
4.4.3. Pembacaan Kode Simbolik .......................................................... 62
4.4.4. Pembacaan Kode Proaretik .......................................................... 65
4.4.5. Pembacaan Kode Gnomik ............................................................ 70
4.5. Sistem Mitos ........................................................................................ 75

BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 79
5.1.1. Pemiskinan Dalam Novel ............................................................. 80
5.1.2. Pemiskinan Yang Terjadi di Indonesia ........................................ 83

Kata Pengantar
Maha Besar Allah SWT yang telah melimpahkan segala karunia yang ada dibumi dan
dilangit-Nya, beserta Rasulullah Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari
kegelapan menuju kejalan lurus dan terang benderang. Dengan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Representasi Pemiskinan Dalam
Novel „Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu‟ (Analisis Semiotika Dalam Novel

“Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” Karya Wiwid Prasetyo). Tanpa sentuhan
Ilahiah, penulis tidak akan bisa mewujudkan apa-apa.
Apabila ada kata yang memiliki makna diatas dari ucapan terima kasih, aku akan
persembahkan itu untuk kedua orang tuaku Ayahanda Muhammad Idris & Ibunda Kartini,
karena dari kerja keras, semangat & dukungan, dan doa dari mereka, hingga aku bisa sampai di
titik ini. Kalian motivasi besar dalam hidupku. Doaku, cinta dan sayangku selalu ada untuk
kalian. Buat nenekku Alm. Syamsiah, bagiku tak ada yang bisa mengalahkan besarnya rasa
sayangmu kepada cucu-cucumu. Buat kakakku Rian, dan adik-adikku Rudi, dan Ari, kalian
pemberi semangat dan dukungan moril, selalu menjadi alarm pengingat untukku, serta buat
seluruh keluargaku dimanapun berada. Buat bapak Joko Susilo S.Sos, M.Si selaku pembimbing
satu dan bapak Drs. Abdullah Masmuh M.Si, selaku pembimbing dua, terima kasih atas
kesediaan waktu dan ilmunya selama proses bimbingan, tanpa kalian skripsi ini tidak akan
menjadi baik. Buat pak Arif Hidayatullah, terima kasih sudah meminjamkan bukunya. Buat
seluruh dosen jurusan Ilmu Komunikasi beserta seluruh jejeran karyawannya, terima kasih atas
semua. Buat kawan-kawan seperjuangan, Hana, Inad, Gustay, Rezky, Levy. Buat komisariat
HMI Cab. Fisip. Buat penghuni kos MSI C14 titip pesan „sayangi adik kalian yang dikamar

depan‟ kalian tahu siapa dia. Buat penghuni AMKT Mandau, penghuni Asrama Busak Malay,
seluruh manusia IPMATAR Malang, serta semua kawan-kawanku yang belum disebutkan satupersatu.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis yakin bentuknya masih jauh dari kesempurnaan.

Sehingga ruang kritik dan saran masih terbuka mulai dari tulisan-tulisan ini lahir. Kesempurnaan
hanya milik Allah SWT dan kesalahan-kesalahan datangnya dari hati manusia. Semoga tulisan
ini bermanfaat untuk semua. Amin.
Malang, 01 Oktober 2012
Penulis

Filmansyah

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ahmad, Asep H. 2009. Filsafat Bahasa “Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna dan
Tanda”. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Barth, Fredrik. 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: Universitas Indonesia
Press
Barthes, Roland. 2010. Membedah Mitos-mitos Budaya Massa “Semiotika atau
Sosiologi Tanda, Simbol, dan Representasi”. Yogyakarta: Jalasutra
_____________.2010. Imaji/ Musik/ Teks “Analisis Semiologi atas Fotografi, Iklan,
Film, Musik, Alkitab, Penulisan dan Pembacaan Serta Kritik Sastra”.
Yogyakarta: Jalasutra
Cangara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada
Dahlan, M, Al Barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola
Danesi, Marcel. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra
Djokosujatno, Apsanti. 2004. Membaca

Katrologi Bumi Manusia “Pramoedya

Ananta Toer”. Magelang: Indonesiatera
Eriyanto. 2009. Analisis Wacana

“Pengantar Analisis Teks Media”. Yogyakarta:

LkiS
Kaelan, M. S. 2009. Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermenutika. Yogyakarta:
Paradigma
Kardi, Petrus Yoyo. 2001. Euthanasia “Dalam Perspektif Hak Azazi Manusia”.
Yogyakarta: Media Pressindo
Menno, S & Alwi, Mustamin. 1992. Antropologi Perkotaan . Jakarta: Rajawali Pers
Mills, Sara. 2007. Diskursus “Sebuah Piranti Analisis Dalam Kajian Ilmu Sosial”.
Jakarta: Qalam

Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Rafiek, M. 2010. Teori Sastra “Kajian Teori dan Praktik”. Bandung: PT. Refika
Aditama
Salam, Burhanuddin. 1997. Etika Sosial “Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia”.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Saini, K.M. 1986. Protes Sosial Dalam “SASTRA”. Bandung: Angkasa
Severin, J, Werner & Tankard, W, James. 2009. Teori Komunikasi “Sejarah, Metode,
dan Terapan Didalam Media Massa”. Jakarta: Kencana

Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Teichman, Jenny. 1998. Etika Sosial. Yogyakarta: Kanisius
Todorov, Tzvetan. 1985. Tata Sastra. Jakarta: Djambatan
Winarso, P, Heru. 2005. Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta: Prestasi Pustaka

Non Buku :
Junaidi, Wawan. 2009. “Stratifikasi Sosial”. http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009
/10/definisi-stratifikasi-sosial.html Diakses tanggal 13 Desember 2011 Jam 18.00
Sam, Arianto. 2008. “Pengertian Novel”. http://sobatbaru.blogspot.com/2008/04/Pen
gertian-novel.html#comment-form Diakses tanggal 20 Desember 2011 Jam 20.00
Suparyanto, 2010. “Konsep Dasar Status Ekonomi”. http://drsuparyanto. Blogspot.

com/2010/07/konsep-dasar-status-ekonomi.html Diakses tanggal 30 Juni 2012
Jam 22.00
Badan Pusat Statistik, 2012. “Profil Kemiskinan di Indonesia September 2011”.
www.bps.go.id/getfile.php?news=901 Diakses tanggal 10 Juli 2012 Jam 13.30

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perasaan dapat dibuat miris, benci, sakit hati, senang, bercampur-aduk
tatkala membaca dan merasuki cerita dalam sebuah novel. Nuansa cerita yang
disajikan dapat menstimulus emosi pembaca. Itulah mengapa ketika seseorang
tengah asyik membaca novel, bisa sampai lupa waktu dan bisa jadi
mengesampingkan kegiatan-kegiatan yang lain. Alur adegan dirajut menjadi satu
keutuhan cerita, sebagian kata-kata mengandung makna yang tersisipkan, entah
samar atau jelas, dalam atau dangkal, pembaca terkadang dipaksa untuk mencoba
merenungkan nilai-nilai tersebut. Upaya dalam mempersepsikan makna bisa jadi
keliru, atau mendekati kebenaran. Tergantung dari bagaimana kadar kerumitan
bahasa di-novel. Untuk itu, perlu adanya metode untuk mengupas dan menggali
makna dalam novel. Penulis mencoba menawarkan salah satu dari sekian metode
untuk menguak lebih dalam makna yang ada pada tanda dalam aksara-aksara pada

sebuah novel.
Tidak semua orang suka membaca novel, karena ada beberapa alasan
tersendiri. Pertama yakni selera, ada sebagian orang yang tidak suka membaca
bacaan fiksi, mereka lebih tertarik dengan bacaan yang sifatnya real. Kedua salah
pemberian label, ada beberapa yang salah dalam memberi label pada novel,
misalnya ada anggapan bahwa tulisan novel kebanyakan memakai bahasa yang
melankolis dan suka mendramatisir suasana, menceritakan keadaan sangat
1

berlebih-lebihan dan sangat jauh dari realitas, stereotype seperti ini yang yang bisa
menyebabkan label yang disematkan salah, hingga berujung menjadi tidak ada
rasa ketertarikan untuk membaca karya novel. Ketiga menganggap isi novel tidak
menarik, faktornya bisa jadi karena cover novel, tebalnya halaman, dan lain-lain.
Berdasarkan fenomena seperti ini, peneliti membuat satu kesimpulan dari tiga
permasalahan diatas. Hal yang mesti diketahui bersama, bahwa novel juga terdiri
dari beberapa jenis dan kategori yang beragam, ada novel romantik dan novel
realis. Bila pada novel romantik, bahasa yang digunakan memang menggunakan
kiasan-kiasan makna yang mendramatisir kisahnya. Beda hal dengan novel realis,
perumusan novel realis bersandar pada keadaan dan kejadian yang real, seperti
novel sejarah. Novel ini tidak menceritakan hal yang „manis-manis‟ saja, namun

kisahnya juga mengungkap bagaimana buruh-buruh pabrik yang kehilangan
pekerjaan, badan yang kurus kering, namun pemilik pabrik serta jejerannya malah
hidup mewah. Novel realis menceritakan fakta-fakta dari sudut pandang yang lain.
Novel dapat menstimulus emosi pembaca, barangkali ini salah satu
indikator yang menjadikan novel cukup populer. Apabila pembaca berkeliling di
sebuah toko buku. Pembaca pasti akan menemukan rak-rak khusus untuk kategori
novel. Seperti yang peneliti alami, saat memasuki salah satu toko buku terkenal,
disana rak-rak novel dibagi rapi. Ada sub-sub kategorinya, misalnya novel remaja,
novel romantis, novel sejarah, serta novel luar yang sudah diterjemahkan dan ada
yang berbahasa asing. Rak-rak ini tidak sedikit, novel yang dipajang pun terhitung
banyak. Artinya, novel termasuk digemari oleh masyarakat, dan pula digemari
dari berbagai kalangan. Kemudian tidak sedikit novelis-novelis muda menjadi
2

terkenal karena karya cipta mereka. Seperti para novelis yang sudah banyak
menelurkan karya dan banyak mendapat apresiasi, seperti novelis Andrea Hirata,
Djenar Maesa Ayu, Dewi Lestari, novel mereka sangat populer dan sebagian
novel karya mereka ada yang sudah pernah diangkat ke layar lebar, misalnya
“Laskar Pelangi” milik Andrea Hirata, “Mereka Bilang, Saya Monyet” milik
Djenar Maesa Ayu, “Perahu Kertas” milik Dewi Lestari yang juga rencananya

akan diangkat kelayar lebar. Merujuk pada angkatan 45-an seperti seorang
sastrawan Pramoedya Ananta Toer sampai sekarang mahakarya tetralogi “Karya
Buru” masih menjadi karya yang banyak diperbincangkan oleh sebagian kalangan
pengamat sastra, meski karyanya banyak mendapat kritikan terutama dari segi
bahasa, tetapi juga banyak mendapat pujian serta apresiasi dari dalam dan luar
negeri. Pramoedya Ananta Toer sempat dianugerahi bintang penghargaan
bergengsi dari negara Perancis karena karyanya yang begitu mengagumkan.
Tetralogi “Karya Buru“, menguak kisah sejarah pra-kemerdekaan sampai
detik-detik kemerdekaan bangsa Indonesia. Menceritakan bagaimana langkahlangkah awal perjuangan sampai mampu menyerap dan mengaplikasikan ilmuilmu modern. Misalnya kegiatan berorganisasi, semua dikupas oleh Pramoedya
Ananta Toer. Begitu banyak makna yang dapat digali dari tokoh-tokoh yang
diciptakan oleh Pramoedya, seperti tokoh “Pangemanann” yang dimunculkan
pada tetralogi terakhirnya yakni “Rumah Kaca”. Pangemanann adalah tokoh yang
menggambarkan kontroversi dari demokrasi, antara praktik dan ideologi.
Pangemanann muncul di cerita Rumah Kaca sebagai seseorang yang memiliki
jabatan tinggi di kantor kolonial, padahal Pangemanann sendiri berdarah Manado,
3

ia dibesarkan oleh ayah angkat yang berasal dari Prancis, kemudian Pangemanann
dibawa ke Prancis dan disekolahkan disana. Diajarkan dengan pemahaman yang
kental dengan alam demokrasi. Sehingga ketika kembali ke tanah air, awal
karirnya ia diangkat sebagai komisaris polisi, dan terus merintis hingga akhirnya
sampai menjadi salah satu pejabat tinggi kolonial Belanda. Disinilah pergulatan
batin yang terjadi dalam diri Pangemanann, disatu sisi dia miris dengan keadaan
tanah air, tapi disisi lain dia harus melaksanakan tugasnya sebagai pejabat tinggi
kolonial, bagaimana ajaran-ajaran demokrasi yang tertanam dikepalanya tidak
berguna ketika sebuah negara menjelma menjadi negara kolonial, yakni negara
penjajah.
Pangemanann dan banyak tokoh lain lagi yang diciptakan oleh Pram
bukan sekedar tokoh fiktif tanpa arti. Pangemanann membawa ideologi revolusi
Prancis yakni demokrasi, dan hampir kesemuanya tokoh yang ada dalam tetralogi
tersebut merupakan perwujudan dari tokoh alam nyata, hanya saja nama-nama
tersebut di ubah, akan tetapi tidak meninggalkan esensinya, misalnya seperti Mas
Tjokro yang merupakan perwujudan dari Tjokroaminoto, si Gadis Jepara yang
merupakan perwujudan dari Kartini, dan lain-lain.
Pramoedya Ananta Toer, memang mendengungkan Revolusi Prancis; tentu saja
disertai semua gagasan penting yang mengiringi Revolusi itu melalui tokohtokohnya yang kosmopolit, yang merupakan anggota dari berbagai gerakan dan
organisasi yang tumbuh di awal abad XX di Indonesia dan di negara-negara lain
di Asia. Revolusi di Cina, Filipina, dan negara-negara lain di Asia menggunakan
acuan Revolusi Prancis. Setidaknya, itulah yang dibicarakan oleh Teer Haar,
Pangemanann, Ang San Mei, dan tokoh-tokoh lain dalam Katrologi (tetralogi
Karya Buru) tersebut (Djokosujatno, 2004:3).

4

Peneliti sengaja mengulas sedikit mengenai roman karya Pramoedya
Ananta Toer yakni bermaksud menggamblangkan bahwa, meskipun novel dan
roman disepakati sebuah karya fiksi, namun tidak serta merta kosong ide, pesan,
gagasan, dan ideologi didalamnya, karena pada tulisannya dan alur ceritanya
sangat syarat akan makna, pada dasarnya tulisan tersebut di ilhami dari fakta.
Dengan begitu, pembaca harus peka. Pengangkatan karya novel ke layar lebar
sudah tidak asing lagi, dan fenomena ini menjadi populer. Bila dari luar negeri ada
film Harry Potter yang ceritanya diangkat dari novel seri J. K. Rowling dari
Inggris. Jika dari dalam negeri kita tahu Laskar Pelangi karya Andrea Hirata,
kemudian yang baru beredar Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Artinya, novel
banyak menginspirasi berbagai kalangan termasuk para pekerja yang bergerak
dibidang perfilman. Meski kadang dari segi konten cerita, pesan-pesan yang
ditampilkan ke layar lebar agaknya banyak berubah dari versi novelnya, terlepas
dari itu bahwa ruang-ruang yang ditampilkan bermaksud membentuk pemahaman
dan dengan harapan mampu menginspirasi siapapun yang membaca maupun
menonton.
Tidak ada yang statis dalam hidup, karena hakikatnya hidup yakni
sesuatu yang berubah, semua berjalan dinamis. Perubahan secara menyeluruh atau
sepenggal-sepenggal hampir terjadi setiap saat di semua ranah pijakan hidup
manusia. Mulai dari keluarga, sosial, ekonomi, pemerintah, yang nantinya bisa
menjadi sumber gejolak yang mencuat ke permukaan. Bisa jadi membentuk
tumpukan masalah yang tak urung bisa dituntaskan. Pokok masalah yang sangat
fundamental jika diukur dari sudut pandang ekonomi yakni kesejahteraan
5

masyarakat. Jika dinilai dari jumlah pendapatan keseharian, dan usaha pemenuhan
kebutuhan hidup, ukuran kesejahteraan bagi tiap-tiap perorangan tak mungkin
bisa sama. Karena itu, muncullah strata sosial dalam tataran kemasyarakatan. Ini
menjadi semacam keniscayaan bersama, hakekatnya menggolongkan masyarakat
pada nilai kesejahteraan. Strata sosial bukan gejala yang baru, dia telah hadir
barangkali jauh sebelum kita menamakannya. Barangkali sejak zaman batu, abad
pertengahan, sampai era serba modern sekarang.
Menurut Soerjono Soekanto “Selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang
dihargai dan setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargainya, maka
barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menimbulkan adanya sistem
berlapis-lapis yang ada dalam masyarakat itu. Barang sesuatu yang dihargai di
dalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai
ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan
dalam agama atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat”
(Junaidi, 2009 [online]).
Ada sebagian orang diluar sana menganggap dirinya tidak beruntung
karena merasa dirinya ada pada kasta paling terendah. Jika mengacu pada
pendapat diatas, status diri dalam hidup bermasyarakat, didapat oleh seberapa
besar volume „sesuatu yang dihargai‟ yang dimiliki tiap-tiap personal. Volumenya
jelas beragam, ada yang tinggi, ada juga yang rendah. Volume rendah ini yang
bisa dikatakan termasuk kaum yang terpinggirkan secara ekonomi. Persoalannya
bukan karena mereka tidak mau berusaha, juga bukan karena total itu adalah
sebuah nasib yang mereka pasrahkan. Sebenarnya potensi diri yang dimiliki bila
dikembangkan dan didukung oleh kondisi yang baik tentu layak membuatnya naik
derajat dalam status sosial. Namun wadahnya untuk menempa diri tidak ada atau
tidak menunjang. Sistem yang memberatkan, juga salah satu alasan yang

6

menyebabkan mereka tunduk dengan keadaan. Ketika bersinggungan dengan
pihak-pihak yang berada dalam pusaran kekuasaan, mereka tidak berdaya.
Secara hierarkis, masyarakat atas-bawah walau dalam areal hidup dan
tinggal yang sama, meskipun begitu juga belum tentu saling kenal dan membantu.
Galdwin dan Valentine menyebutnya “kemiskinan struktural, yakni kemiskinan
yang tercipta dan kekal yang disebabkan oleh mereka yang berada dalam struktur
sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat, yang dengan berbagai usaha tidak
memberi kesempatan kepada segmen di bawah beranjak keatas guna memperbaiki
taraf hidup mereka” (Menno & Alwi, 1992: 62).
Pendidikan dan pekerjaan faktor paling krusial untuk memperbaiki taraf
hidup. Keduanya saling sangkut-paut dan mendukung. Satu elemen saja yang
hilang, pasti akan pincang dan tidak maksimal. Seperti dalam bidang pekerjaan,
kadangkala ada aturan dalam merekrut tenaga kerja syarat-syaratnya dinilai
memberatkan sebagian orang. Misalnya dalam syaratnya membutuhkan tenaga
kerja yang mampu baca-hitung. Padahal sebagian orang ada yang masih belum
bisa baca-hitung. Akhirnya mereka mencari kerja serabutan (tidak tetap) dengan
upah yang minim, jelas dengan begini biaya pemenuhan hidup keseharian menjadi
pas-pasan dan kekurangan. Kemudian dalam bidang pendidikan. Pendidikan
sangat penting karena sebagai modal untuk melaksanakan kegiatan yang
menunjang masa depan. Era modern sekarang, setiap pekerjaan membutuhkan
tenaga ahli dan ilmu. Pendidikanlah yang mampu menyokong itu. Pekerjaan yang
layak bisa diraih karena pendidikan yang mumpuni. Namun, tidak semua fasilitas
pendidikan bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat di Indonesia, karena
7

kesempatan untuk mengembangkan diri biasanya terhalang karena kurangnya
biaya untuk pendidikan. Atau bisa sebaliknya, pendidikan yang terlalu mahal.
Persoalan didunia semakin pelik dan menuntut kecakapan diri. Jika tidak
mampu menyelaraskan antara keahlian diri dan kebutuhan pekerjaan maka siapsiap untuk tersingkir dari orang-orang yang siap dengan itu. Selain itu, bencana
alam juga berpengaruh besar bagi perubahan hidup masyarakat. Bencana itu juga
tidak hanya datang dari proses murni alam. Bencana juga bisa hadir dari kelalaian
manusia, yang berujung kerugian besar bagi sejumlah penduduk yang terkena.
Seperti menularnya wabah penyakit, kerusakan tanah, yang membuat masyarakat
menjadi sengsara. Tidak berlebihan rasanya jika mengatakan jarak dan waktu
bukan lagi hambatan bagi keberlangsungan proses menyebarkan atau tukarmenukar informasi. Teknologi semakin canggih, era globalisasi membuka ruang
informasi selebar-lebarnya. Seperti misalnya daerah A terpisah jauh dengan
daerah B, dan pula dibatasi oleh laut. Tetapi daerah A bisa tahu persis peristiwa
yang terjadi didaerah B karena media. Beriring dengan perubahan zaman, media
komunikasi ikut berkembang. Ada media cetak dan elektronik, sesuai porsinya
masing-masing. Media sebagai penyampai pesan kepada masyarakat luas, juga
punya andil penting yang mempengaruhi relung berpikir tiap-tiap personal.
Berbagai persoalan yang muncul direkam, dirangkum, dan diwartakan oleh media.
Masing-masing media massa memiliki ciri yang sangat karakteristik. Koran
memuat berita aktual dan dikupas secara mendalam dengan rangkaian kata yang
tersusun cermat dan dibubuhkan gambar perkara atau gambar sebatas ilustrasi.
Televisi menyajikan dengan tampilan audio dan visual yang dipadukan menjadi
8

satu kesatuan informasi yang disuguhkan kepada pemirsa. Bila media online,
pembaca tak perlu menunggu lama untuk tahu peristiwa yang muncul, karena
informasinya tersebar sangat cepat.
Diantara semua saluran media tadi, salah satu media komunikasi adalah
novel. Kategori novel, termasuk dalam media cetak. Novel sebuah karya sastra,
tersusun dari teks-teks fiksi yang didalamnya dibangun cerita oleh pengarang.
Teks fiksi dalam novel tidak semata-mata hadir dengan bentuk „kosong‟ makna.
Meminjam istilah Teun Van Djik, “teks bukan sesuatu yang datang dari langit,
bukan juga suatu ruang hampa yang mandiri. Akan tetapi, teks dibentuk dalam
suatu praktik diskursus, suatu praktik wacana. Teks itu hadir dan dari representasi
yang menggambarkan masyarakat yang patriarkal” (Eriyanto, 2009: 222). Teks
berisi muatan pesan, tapi tidak semua secara gamblang mengemukakan
maksudnya, bergantung dari skema tulisan yang di adaptasi.
Meski ada pembeda dalam setiap bentuk tulisan, ke semuanya teks yang
dibangun pasti membawa pesan yang disampaikan sendiri-sendiri sesuai
karakternya seperti karya ilmiah, sastra, berita, dan yang lainnya punya ciri
masing-masing. Tulisan dalam novel diciptakan atas karangan cerita, yang
didalamnya dibangun tokoh-tokoh fiktif sebagai penempa jalannya alur cerita
yang tercipta. Tokoh ini tidak hidup didunia asli. Tapi hidup di atas kertas-kertas
yang menggambarkan realitas kehidupan dari kacamata yang lain. Kondisi nyata
sebagai inspirasi besarnya. Wenas adalah tokoh utama yang diciptakan oleh
Wiwid

Prasetyo

dalam

novel

“Nak,

Maafkan

Ibu

Tak

Mampu

Menyekolahkanmu”, bocah perempuan yang lahir dari seorang ibu miskin.
9

Hidupnya serba kekurangan, bisa dibilang mereka menggantungkan hidup dari
hasil alam, bercocok tanam dengan pengetahuan seadanya. Latar peristiwa
digambarkan di Kampung Ratatotok Minahasa, Sulawesi Utara, berkisar ditahun
1996-an. Kampung Wenas terkena musibah, yang setelah ditelisik ternyata
sumbernya berasal dari limbah perusahaan PT. Newmont Minahasa Raya (NMR),
yang sengaja dibuang ke laut Buyat, Minahasa. Wenas memiliki tiga sahabat, juga
berasal dari tempat sama, melaratnya juga sama. Namanya Rimbot, Rimang, dan
Rakin. Mereka selalu bersama hadapi suka-duka garis hidup. Intinya, pro-kontra
terjadi pada sebagian tokoh, ada juga monolog pergolakan batin sendiri, yang
didalamnya mengandung muatan pesan yang kuat. Cerita yang disajikan oleh
Wiwid Prasetyo, bersumber dari peristiwa nyata tetapi di fiksikan menjadi setebal
402 halaman. Terbukti, tragedi Minahasa sempat di wartakan beberapa media
massa. Wabah penyakit yang menjangkiti penduduk Ratatotok karena limbah
yang mengandung logam, arsen, dan zat berat mencemari laut, ikan, yang dibuang
sengaja oleh PT. Newmont. Penduduk yang memakan ikan yang „berpenyakit‟
tersebut, akan terkena penyakit serius.
Kategori novel karangan Wiwid Prasetyo, lebih tepat novel realis daripada
novel romantik, karena serangkai cerita yang dikemukakannya mengenai
fenomena sosial, bersandar pada tragedi nyata. Inilah alasan utama peneliti sangat
tertarik

untuk

mengkaji

novel

“Nak,

Maafkan

Ibu

Tak

Mampu

Menyekolahkanmu”. Alasan kedua, pesan yang tersirat mengandung pesan moral
dan lontaran kritik sosial bila dimaknai secara teliti, karena maknanya masih
sembunyi-sembunyi, tidak diutarakan dengan jelas, dengan panjangnya jalan
10

cerita juga menyebabkan menyebabkan keterbukaan makna yang ditafsirkan oleh
pembaca, termasuk peneliti sendiri. Ketiga, novel juga hasil seni dan juga alat
pendukung perubahan. Artinya, pesan yang ditangkap dalam novel oleh pembaca,
bisa membentuk gerakan konkrit ke alam nyata, atau hanya jadi renungan dalam
relung hati. Berdasarkan penjelasan luas diatas, penelitian ini berusaha untuk
menggamblangkan, menafsirkan kandungan makna dalam novel “Nak, Maafkan
Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo.

1.2. Rumusan Masalah
Apa makna dibalik teks novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu
Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo.
1.3. Fokus Penelitian
Fokus penelitian yakni pada teks-teks yang ada dalam novel. Lalu,
dipecahkan dengan kode-kode bahasa, dan di-pilah teks yang mengandung
muatan pesan “Pemiskinan”.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk mengungkap muatan makna yang tersembunyi di
balik teks-teks. Karena teks yang tersaji, bila dibaca sambil-lalu makna yang
dipahami seperti hanya sebatas hasil karya seni kosong „tanpa makna‟, atau hanya
dapat makna „universal‟-nya saja yang sesuai dengan makna „ideal‟ sang

11

pembaca. Dengan begitu, memahami teks dengan memakai pendekatan teori-teori,
adalah sebuah usaha demi mendapati makna sebenarnya.
1.5. Kegunaan Penelitian
1.5.1. Kegunaan Akademis
Untuk semua para akademisi, agar terus menjaga sikap cermat dan kritis
dalam menganalisis teks pada novel, tidak serta-merta menerima bangunan teks
yang disajikan didepan mata. Penelitian ini, dapat pula jadi bahan memperkaya
materi atau rujukan untuk penelitian selanjutnya, yang sesuai dengan koridor
penelitian ini.
1.5.2. Kegunaan Praktis
Bagi setiap pembaca, memahami makna yang ada pada teks dalam novel
sangat penting, kadangkala makna terdistorsi karena sajiannya yang „beragam‟.
Penilitian ini berguna untuk membuka skema berpikir untuk dapat menggali lebih
dalam makna yang ada pada teks-teks novel, sebagai alternatif pilihan untuk
menganalisis novel.

12