Penggunaan sabun, lerak dan insektisida nabati untuk pengendalian kutu putih pepaya
PENGGUNAAN SABUN, LERAK DAN INSEKTISIDA NABATI
UNTUK PENGENDALIAN KUTU PUTIH PEPAYA
Paracoccus marginatus
TRIJANTI A. WIDINNI ASNAN
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
vii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Sabun,
Lerak dan Insektisida Nabati untuk Pengendalian Kutu Putih Pepaya Paracoccus
marginatus adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Trijanti A. Widinni Asnan
NIM A34090054
vii
ABSTRAK
TRIJANTI A. WIDINNI ASNAN . Penggunaan Sabun, Lerak dan Insektisida
Nabati untuk Pengendalian Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus. Dibimbing
oleh DADANG dan DEWI SARTIAMI.
Paracoccus marginatus merupakan salah satu hama penting pada tanaman
pepaya yang mana salah satu kesulitan pengendalian hama ini dengan insektisida
adalah adanya lapisan lilin putih yang menutupi tubuhnya. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menentukan tingkat keefektifan penggunaan sabun, lerak dan
insektisida nabati untuk mengendalikan kutu putih pepaya. Berbagai jenis sabun
mampu meluruhkan lapisan lilin kutu putih tanpa mengakibatkan kematian hingga
24 jam. Jenis sabun yang paling efektif dalam peluruhan lapisan lilin adalah sabun
cair 0.2%. Seluruh jenis ekstrak tanaman efektif menyebabkan kematian hingga
lebih dari 95% pada konsentrasi 3% dengan aplikasi tunggal, namun tingkat
keefektifan setiap jenis ekstrak bertambah dengan penambahan sabun. Pada
konsentrasi ekstrak 0.1%, kombinasi dengan sabun mampu meningkatkan
persentase kematian sebesar 1.1 kali pada T. vogelii, 1.03 kali pada P. retrofractum
dan 1.12 kali pada A. squamosa, sedangkan pada aplikasi ekstrak setelah
penyemprotan sabun, persentase kematian dapat meningkat sebesar 1.5 kali pada T.
vogelii, 1.25 kali pada P. retrofractum dan 1.3 kali pada A. squamosa. Penggunaan
sabun dapat meningkatkan keefektifan ekstrak dan meningkatkan efisiensi
penggunaan ekstrak. Perlakuan ini dapat menimbulkan kematian dan gangguan
pada pembentukan lapisan lilin dan kantung telur.
Kata kunci: insektisida nabati, lerak, Paracoccus marginatus, sabun.
ABSTRACT
TRIJANTI A. WIDINNI ASNAN. The Use of Soap, Lerak and Botanical
Insecticides for Controlling Mealybugs of Papaya Paracoccus marginatus.
Supervised by DADANG and DEWI SARTIAMI.
Paracoccus marginatus is one of the insect pests on papaya. The major
constraint in controlling this pest with insecticides was the existence of wax covered
the insect body. This study aimed to determine the effectiveness of soap, lerak and
botanical insecticides to control this insect pest. Various soaps were able to shed
mealybug wax without caused mortality for 24 hours. The most effective type of
soap was liquid soap at 0.2%. All plant extracts were effective to cause mortality
by 95% at 3% by single application. The level of each extract effectiveness
increased when mixed with soap. Extracts at 0.1%, combined with soap increased
the mortality percentage by 1.1 time on T. vogelii, 1.03 time on P. retrofractum and
1.12 time on A. squamosa. While the extract application after spraying soap, the
mortality percentage increased by 1.5 time on T. vogelii, 1.25 time on P.
retrofractum and 1.3 time on A. squamosa. Soap was able to increase the
efectiveness of extracts in controlling P. marginatus. These treatments caused not
only mortality effect but also disruption in the formation of wax layer and egg sacs.
Keywords: botanical insecticide, lerak, Paracoccus marginatus, soap.
vii
PENGGUNAAN SABUN, LERAK DAN INSEKTISIDA NABATI
UNTUK PENGENDALIAN KUTU PUTIH PEPAYA
Paracoccus marginatus
TRIJANTI A. WIDINNI ASNAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
vii
Judul Skripsi : Penggunaan Sabun, Lerak dan Insektisida Nabati untuk
Pengendalian Kutu Putih Pepaya
Nama
: Trijanti A. Widinni Asnan
NIM
: A34090054
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc.
Pembimbing I
Dra. Dewi Sartiami, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang
berjudul “Penggunaan Sabun, Lerak dan Insektisida Nabati untuk Pengendalian
Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus” sebagai salah satu syarat untuk meraih
gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof . Dr. Ir. Dadang M.Sc. dan Dra.
Dewi Sartiami M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
ilmu, arahan, motivasi dan bimbingan selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Dr. Ir. Pudjianto MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan bimbingan dan motivasinya selama penulis meyelesaikan
studi di Departemen Proteksi Tanaman.
Terima kasih kepada Ayahanda Asnan dan Ibunda Sunarsih tercinta, serta
seluruh keluarga penulis yang telah banyak mencurahkan tenaga, pikiran dan do’a
untuk penulis. Terima kasih kepada rekan-rekan di Laboratorium Fisiologi dan
Toksikologi Serangga (Pak Djoko, Pak Agus, Bu Eka, Mbak Lita, Mbak Risna,
Nce, Gress) dan Laboratorium Biosistematika dan Takasonomi Serangga (Ibu
Aisyah, Nazir, Fathur, Mansyur, Suryadi, Kevin, Doni, Fahmi, Kak Anik, Kak
Mey) atas dukungan, saran dan semangat yang diberikan.
Terima kasih kepada seluruh teman-teman Proteksi Tanaman 46 dan
Entomologi 2012, seluruh adik serta kakak tingkat yang tidak bisa disebutkan satu
persatu atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini dan telah membantu
penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Bogor, Maret 2013
Trijanti A. Widinni Asnan
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode
Metode Pengujian
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Serangga Uji
Pengaruh Sabun terhadap Peluruhan Lapisan Lilin P. marginatus
Pengaruh Tiga Jenis Ekstrak Tanaman terhadap Mortalitas P. marginatus
Efektivitas Ekstrak Tanaman yang Dikombinasikan dengan Sabun dan
Setelah Aplikasi Sabun
Pembahasan Umum
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
vi
1
4
4
5
5
5
6
8
9
9
12
14
17
19
19
20
22
34
DAFTAR TABEL
1 Pengaruh sabun terhadap peluruhan lapisan lilin pada imago P. marginatus
2 Pengaruh tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago betina P. marginatus
3 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago
betina P. marginatus
4 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago
betina P. marginatus pada pengamatan 72 JSP
5 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak dan sabun cair 0.2%
terhadap mortalitas imago betina P. marginatus
10
13
13
14
16
DAFTAR GAMBAR
1 Kategori peluruhan lapisan lilin imago P. marginatus.
2 Imago betina P. marginatus
3 Tingkat peluruhan lapisan lilin imago P. marginatus dengan
menggunakan sabun
4 Gejala yang terjadi akibat perlakuan ekstrak tanaman
5 Efektivitas penggunaan sabun dan ekstrak terhadap mortalitas
P. marginatus
6 Gejala imago P. marginatus akibat perlakuan ekstrak tanaman
dan sabun
7
9
11
14
12
13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Pengaruh sabun terhadap peluruhan lapisan lilin pada imago
P. marginatus
2 Pengaruh ekstrak T. vogelii terhadap mortalitas P. marginatus
3 Pengaruh ekstrak P. retrofractum terhadap mortalitas P. marginatus
4 Pengaruh ekstrak A. squamosa terhadap mortalitas P. marginatus
5 Persentase aplikasi ekstrak T. vogelii yang dikombinasikan dengan
sabun cair 0.2%
6 Mortalitas aplikasi ekstrak P. retrofractum yang dikombinasikan
dengan sabun cair 0.2%
7 Mortalitas aplikasi ekstrak A. squamosa yang dikombinasikan dengan
sabun cair 0.2%
8 Tingkat rata-rata mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak
yang dikombinasikan dengan sabun cair 0.2%
9 Mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak T. vogelii
setelah sabun cair 0.2%
10 Mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak
P. retrofractum setelah sabun cair 0.2%
11 Mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak
A. squamosa setelah sabun cair 0.2%
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
vii
vii
12 Tingkat rata-rata mortalitas P. marginatus pada aplikasi
sabun cair 0.2% yang diikuti dengan aplikasi ekstrak
13 Tingkat rata-rata mortalitas imago P. marginatus pada
perlakuan sabun dan Decis 25 EC
33
33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu komoditas buah yang
banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki rasa dan kandungan vitamin
serta mineral. Selama masa pertumbuhannya tanaman pepaya banyak mendapatkan
gangguan dari berbagai organisme penganggu tanaman yang dapat menurunkan
produktivitas pepaya tersebut. Salah satu organisme penganggu tanaman yang
berasal dari kelompok hama yang hingga saat ini menjadi masalah penting pada
pertanaman pepaya di Indonesia adalah kutu putih pepaya Paracoccus marginatus
Williams & Granara de Willink (Hemiptera : Pseudococcidae).
Populasi kutu putih pepaya apabila tidak dikendalikan dapat menyebabkan
penurunan hasil panen hingga 58% atau menyebabkan biaya produksi meningkat
84%. Peningkatan biaya produksi terjadi karena meningkatnya penggunaan
pestisida untuk mengendalikan populasi kutu putih pepaya (Ivakdalam 2010).
Menurut Rizwan (2011), 25% petani menyatakan bahwa serangan kutu putih dapat
mengakibatkan penurunan hasil antara 20% - 50%. Serangan P. marginatus ini akan
meningkat pada musim kemarau. Serangan dapat terjadi pada tanaman muda
maupun dewasa. Serangan pada tanaman muda (bibit) dapat menyebabkan bibit
mengering dan mati, sedangkan pada tanaman dewasa, gejala serangan yang
muncul adalah menguningnya daun, malformasi, dan kemudian daun tersebut akan
gugur. Serangan pada buah yang belum matang menyebabkan bentuk buah tidak
sempurna, sementara itu serangan berat dapat menutupi permukaan buah hingga
terlihat putih akibat tertutupi koloni kutu putih (Pantoja et al. 2006).
P. marginatus sebenarnya bukan merupakan serangga asli Indonesia,
melainkan berasal dari Meksiko atau Amerika Tengah yang pada tahun 1992
dilaporkan berada di wilayah neotropical di Belize, Costa Rica, Guatemala, dan
Mexico (Williams & Granara de Willink 1992) dan pada tahun 1994 pertama kali
dilaporkan berada di Kepulauan Karibia, kemudian ditemukan di Florida pada
tahun 1998 (Miller & Miller 2002), di Indonesia Paracoccus marginatus mulai
menyerang pada tahun 2008 di wilayah Bogor yang kemudian diketahui telah
banyak mematikan tanaman pepaya milik petani (Sartiami et al. 2009).
Petani di Indonesia umumnya mengendalikan P. marginatus menggunakan
insektsida sintetik, meskipun sebenarnya belum ada jenis pestisida yang terdaftar
di Indonesia untuk hama tersebut. Tetapi di luar negeri telah dilaporkan bahwa ada
jenis bahan aktif yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama kutu putih
pepaya diantaranya karbaril, klorpirifos, diazinon, dimetoat dan malation, namun
hasil pengendalian kurang efektif dan penggunaan bahan tidak efisien karena
aplikasi harus dilakukan berkali-kali dan dengan dosis yang diberikan dua kali lipat
dari dosis yang direkomendasikan (Walker et al. 2003) . Hal ini diduga terjadi
karena P. marginatus termasuk jenis kutu-kutuan yang seluruh tubuhnya diselimuti
oleh lapisan lilin berwarna putih, sehingga cairan insektisida yang diaplikasikan
terhalang dan tidak langsung mengenai tubuh P. marginatus . Menurut Walker et
2
al. (2003), P. marginatus termasuk jenis kutu-kutuan yang seluruh tubuhnya
diselimuti oleh lapisan lilin berwarna putih dengan bentuk tubuh oval dan memiliki
embelan seperti rambut-rambut berwarna putih dengan ukuran yang pendek.
Selama masa hidupnya P. marginatus mengalami tiga fase yaitu: telur, nimfa
dan imago. Pada umumnya telur P. marginatus diletakkan secara berkelompok dan
dilindungi lilin-lilin putih, sedangkan pada nimfa instar awal biasanya belum ada
pertumbuhan lilin sehingga tubuhnya tanpa ditutupi lilin dan pertumbuhan lilin ini
mulai tampak pada nimfa instar 3 hingga imago. Pada fase imago, lilin yang
menutupi permukaan tubuh P. marginatus sangat tebal dan mampu menjadi
halangan fisik bagi insektisida ataupun gangguan lingkungan lainnya. Perbedaan
fase yang terjadi selama masa hidup P. marginatus ini memiliki pengaruh terhadap
pengendalian yang akan dilakukan. Menurut Townsend et al. (2000 dalam
Amarasekare 2008), secara umum kutu putih sulit untuk dikendalikan secara
kimiawi, karena adanya lapisan lilin tebal yang diseksresikan hingga menutupi
tubuhnya. Imago kutu putih lebih sulit untuk dikendalikan dibandingkan dengan
nimfa kutu putih dan pengulangan aplikasi insektisida sintetik akan sangat
diperlukan untuk menekan keberadaan kutu putih.
Aplikasi insektisida sintetik yang dilakukan berkali-kali dan dengan dosis
yang lebih tinggi sangat tidak efisien dan dapat menimbulkan dampak negatif yang
lebih tinggi terhadap lingkungan serta kesehatan manusia. Untuk itu diperlukan
upaya pengendalian yang lebih efisien, ramah lingkungan dan aman baik terhadap
kesehatan manusia maupun organisme non sasaran. Salah satu alternatif yang dapat
digunakan untuk mengefisienkan dan mengurangi penggunaan insektisida sintetik
adalah dengan menggunakan sabun sebagai bahan peluruh lapisan lilin dan
insektisida nabati. Menurut Sartiami et al. (2009) aplikasi insektisida dengan bahan
aktif imidakloprid secara tunggal dapat menurunkan populasi hama kutu putih
pepaya hingga 40% setelah empat kali aplikasi, namun aplikasi yang
dikombinasikan dengan air sabun mampu menekan populasi hama kutu putih
pepaya hingga 60%.
Lapisan lilin kutu putih memiliki sifat yang hampir sama dengan lemak yaitu
polar dan menurut Winarno (1992) sabun memiliki gugus non-polar yaitu gugus-R
yang akan mengikat kotoran (lemak) dan gugus –COONa yang akan mengikat air
karena keduanya sama-sama berasal dari gugus polar, sehingga kotoran (lemak)
tidak dapat lepas karena terikat pada sabun dan sabun terikat pada air. Seperti
halnya pestisida, sabun yang beredar di masyarakat memiliki berbagai macam
bentuk sediaan, formulasi, dan bahan aktif yang berbeda-beda. Ada dua jenis bahan
dasar pembuat sabun yang dikenal yaitu sabun keras yang dibuat dengan NaOH dan
sabun lunak yang dibuat dengan KOH (Ophardt 2003). Perbedaan tersebut tentunya
akan sangat mempengaruhi sabun dalam mengakibatkan peluruhan lilin kutu putih,
sehingga perlu dilakukan pengujian untuk menentukan jenis sabun yang dianggap
paling efektif untuk mempercepat proses peluruhan lilin kutu putih dan dapat
diaplikasikan bersamaan dengan insektisida sintetik maupun nabati.
Selain menggunakan sabun, peluruhan lapisan lilin juga dapat dilakukan
dengan menggunakan bahan yang lebih alami yaitu buah lerak (Sapindus rarak).
Menurut Stoffels (2008) marga Sapindus dikenal oleh masyarakat umum sebagai
soapberries atau soapnuts karena daging buahnya digunakan untuk membuat
sabun. Buah lerak terdiri dari biji yang mengandung minyak dan daging buah yang
mengandung saponin sebagai surfactant alami. Saponin yang terkandung di dalam
3
buah lerak merupakan racun yang cukup kuat. Efek biologis saponin mampu
menurunkan kadar kolesterol pada manusia, menyebabkan hemolisis darah,
cenderung cepat menembus dinding sel dan bersifat racun dalam jaringan beberapa
organisme (Yanti & Irham 2009). Sejauh ini, lerak seringkali digunakan sebagai
sabun khusus pencuci batik di Indonesia dan di pasaran lerak sudah banyak dijual
dalam bentuk detergent cair.
Insektisida nabati adalah insektisida yang berbahan aktif senyawa metabolit
sekunder tumbuhan yang mampu memberikan satu atau lebih aktivitas biologi baik
pengaruh pada aspek fisiologi maupun tingkah laku hama tanaman, seperti
penghambatan aktivitas makan dan peneluran, pengatur pertumbuhan dan
perkembangan serangga, kematian/mortalitas, dan sebagainya; serta memenuhi
syarat-syarat untuk digunakan dalam pengendalian hama tanaman, seperti efektif,
efisien dan aman (Dadang & Prijono 2008). Menurut Thamrin et al. (2005) bahan
aktif metabolit senyawa sekunder tersebut dapat diolah dalam berbagai bentuk,
antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan
hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian
tumbuhan dibakar dan diambil abunya yang digunakan sebagai insektisida. Untuk
itu insektisida nabati sangat baik dipilih sebagai alternatif pengendalian serangga
sehingga pengguna tidak hanya bergantung kepada insektisida sintetis.
Beberapa jenis ekstrak tumbuhan yang diketahui dapat bersifat sebagai
insektisida pada P. marginatus maupun serangga hama lain adalah Piper
retrofractum (cabai jawa) dan Tephrosia vogelii (kacang babi). Menurut Dewi
(2010) pengujian ekstrak P. retrofractum pada konsentrasi 1% terhadap nimfa P.
marginatus menyebabkan kematian sebesar 62% pada hari pertama pengamatan
dan kemudian meningkat hingga 96% pada hari keempat. Pengujian pada nimfa
dengan konsentrasi 0.5% dan 1% tidak bertambah setelah hari ke-4 pengamatan dan
pada konsentrasi yang lebih rendah, kematian sudah tidak bertambah setelah hari
ke-3 pengamatan. Pola kematian tersebut tidak jauh berbeda dengan P. marginatus
yang diberi perlakuan dengan menggunakan T. vogelii. Selain itu, Wulan (2008)
melaporkan bahwa ekstrak daun kacang babi yang diekstrak dengan pelarut
heksana dan etil asetat secara bertahap dapat mengakibatkan kematian larva
Croccidolomia pavonana hingga mencapai lebih dari 80% pada konsentrasi 0.5%
dengan LC95 masing-masing sebesar 0.48% dan 1.23% dan berdasarkan hasil
penelitian Saryanah (2008) campuran ekstrak metanol T. vogelii dan P.
retrofractum pada konsentrasi 0.5% dengan aplikasi menggunakan metode celup
daun dapat mengakibatkan kematian larva C. pavonana sebesar 100%.
Berdasarkan beberapa hal diatas maka sangat penting dilakukan pengujian
untuk mengetahui manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan beberapa bahan
yang memiliki potensi berbeda untuk mengendalikan serangan hama kutu putih
pepaya. Sabun dapat digunakan untuk meluruhkan lapisan lilin yang merupakan
bentuk pertahanan fisik yang dimiliki oleh P. marginatus dan insektisida nabati
sebagai alternatif dari penggunaan insektisida sintetik. Sehingga diharapkan dapat
dihasilkan suatu alternatif pengendalian yang lebih efektif, efisien dan ramah
lingkungan melalui penggunaan kedua bahan tersebut baik dengan aplikasi terpisah
yaitu dilakukan peluruhan lapisan lilin terlebih dahulu agar insektisida mudah
menembus kutikula dari P. marginatus maupun aplikasi dengan
mengkombinasikan antara sabun dan insektisida nabati.
4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat keefektifan penggunaan sabun,
lerak dan tiga jenis ekstrak tanaman sebagai insektisida nabati baik dengan aplikasi
berurutan maupun bersamaan terhadap Paracoccus marginatus pada tanaman
pepaya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai teknik
pengendalian P. marginatus yang lebih efektif dengan menggunakan kombinasi
aplikasi bahan peluruh lapisan lilin dan insektisida sehingga tidak diperlukan
aplikasi berulang ataupun dosis insektisida yang tidak sesuai dengan anjuran dalam
melakukan pengendalian P. marginatus.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga
dan Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian dilakukan mulai
dari bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Februari 2013.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman
pepaya (Carica papaya L.) varietas IPB 9, koloni Paracoccus marginatus fase
imago, ekstrak kasar biji srikaya (Anonna squamosa), ekstrak kasar daun cabai jawa
(Piper retrofacum) dan ekstrak kasar kacang babi (Tephrosia vogelii), sabun
dengan formulasi krim, cair, dan bubuk, akuades, insektisida berbahan aktif
deltametrin (Decis 25 EC), lerak dan metanol. Alat-alat yang digunakan meliputi
polybag, mikroskop binokuler, cawan petri, labu erlenmeyer, gelas ukur, corong
kasa, kertas tisu hijau, alat semprot, lampu meja, kain kasa, mika plastik silindris
dan pipet volumetrik.
Metode
Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Papaya
Bibit pepaya yang digunakan diperoleh dari petani di Kecamatan
Rancabungur, Kabupaten Bogor yang merupakan bibit pepaya varietas IPB 9
berumur 2 minggu. Bibit berumur 2 minggu yang ditanam di polybag bening
berukuran 5 cm x 10 cm sebanyak 2 tanaman per polybag. Kemudian bibit tersebut
dipindahtanamkan pada polybag hitam berukuran 25 cm x 25 cm sebanyak 1 bibit
per polybag. Media tanam yang digunakan adalah tanah dan kompos dengan
perbandingan 1:1 (w/w). Pemeliharaan bibit dilakukan di Laboratorium
Biosistematika Serangga dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga
yang meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan, dan pengendalian hama lain
secara mekanis jika terdapat pada tanaman pepaya.
Identifikasi Serangga Uji
Sebelum dilakukan perbanyakan terhadap serangga uji, serangga terlebih
dahulu diidentifikasi untuk memastikan bahwa serangga yang digunakan adalah
Paracoccus marginatus. Serangga yang didapatkan dari lapangan dibuat menjadi
preparat slide di Laboratorium Biosistematika Serangga dan kemudian
diindentifikasi. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan
memperhatikan bentuk morfologi dan mengacu pada buku Mealybugs of Central
and South America (Williams & Granara de Willink 1992)
Pemeliharaan dan Perbanyakan Serangga Uji
Serangga yang telah diidentifikasi, dipelihara dan diperbanyak pada bibit
pepaya yang berumur 2 bulan atau tinggi tanaman ± 25-30 cm, kemudian disungkup
6
dengan plastik mika silindris yang bagian atasnya berupa kasa. Hal ini dilakukan
untuk menghindari serangan predator ataupun organisme pengganggu lain.
Serangga P. marginatus hasil identifikasi dibiarkan berkembang biak hingga imago
yang keluar pada generasi berikutnya mencapai jumlah yang mencukupi untuk
digunakan dalam pengujian.
Penyiapan Cairan Sabun
Formulasi sabun yang digunakan dalam pengujian adalah sabun berbahan
aktif natrium (Na) yang terdiri dari sabun krim, cair dan bubuk (detergent), sabun
yang berbahan aktif potasium (kalium) berupa sabun mandi cair, dan detergent
yang berbahan dasar lerak (Sapindus rarak). Masing-masing sediaan sabun tersebut
diencerkan dengan menambahkan akuades hingga mendapatkan cairan sabun
dengan konsentrasi masing-masing 0.05%, 0.1% dan 0.2% untuk kemudian
diaplikasikan pada serangga uji.
Penyiapan Insektisida Nabati dan Sintetik
Insektisida nabati yang digunakan untuk pengujian adalah ekstrak metanol
daun Piper retrofractum, daun Tephrosia vogelii dan biji Anonna squamosa yang
merupakan koleksi Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen
Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Insektisida sintetik yang digunakan
sebagai pembanding adalah insektisida berbahan aktif deltametrin 2.5 EC (Decis 25
EC) yang dibeli dari toko pertanian di desa Cibeureum, Kecamatan Dramaga,
Bogor.
Metode Pengujian
Uji Verifikasi
Uji verifikasi dilakukan terhadap hasil penelitian sebelumnya mengenai
pengaruh penggunaan sabun terhadap pengendalian kutu putih pepaya. Pengujian
dilakukan terhadap seluruh jenis sabun yang akan diuji dengan 5 kali ulangan
dengan 1 serangga uji pada setiap ulangan untuk masing-masing konsentrasi pada
setiap jenis sabun. Konsentrasi yang digunakan yaitu 0.05%, 0.1%, dan 0.2%.
dengan metode semprot serangga pada daun. Imago P. marginatus disimpan di atas
cawan petri yang telah dialasi tisu berwarna hijau dan daun pepaya sebagai pakan
yang bagian ujungnya telah diberi kapas basah. Kemudian imago disemprot dengan
menggunakan cairan sabun, setelah disemprot daun beserta imago kutu putih
tersebut dipindahkan ke cawan lain yang juga telah dialasi dengan kertas tisu.
Perbedaan penggunaan cawan untuk penyemprotan dan penyimpanan selama
pengamatan berlangsung dilakukan untuk mengurangi tingkat kelembaban pada
cawan akibat kertas tisu yang basah terkena cairan semprot. Pengamatan dilakukan
sebanyak 4 kali pada 0, 1, 3 dan 24 JSP terhadap peluruhan lilin untuk masingmasing ulangan. Perhitungan dilakukan dengan menghitung tingkat kejadian dan
keparahan peluruhan lilin pada P. marginatus menggunakan rumus Townsend dan
Heuberger (dalam Aripin et al. 2003)
∑�,�
�� � ��
�� = �=0
���
Dimana :
KP
= Keparahan peluruhan lilin
�
%
7
ni
vi
N
Z
=
=
=
=
Jumlah imago dari berbagai skor peluruhan
Nilai dari setiap skor peluruhan
Jumlah imago kutu putih yang diamati
Nilai numerik kategori yang tertinggi.
Kategori peluruhan yang digunakan terdiri dari 5 kategori dengan nilai 0-4 .
Peluruhan lapisan lilin 0% diberi nilai 0 (Gambar 1a), 1%- 25% peluruhan diberi
nilai 1 (Gambar 1b), 26% - 50% peluruhan diberi nilai 2 (Gambar 1c), sedangkan
peluruhan lapisan lilin 51% - 75% diberi nilai 3 (Gambar 1d) dan peluruhan lapisan
lilin sebesar 76% - 100% diberi nilai 4 (Gambar 1e). Hasil pengujian berupa jenis
sabun dengan konsentrasi yang paling baik untuk meluruhkan lilin selama 24 jam
setelah perlakuan (JSP).
a
b
c
d
e
Gambar 1 Kategori peluruhan lapisan lilin imago P. marginatus.
Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan rentang konsentrasi insektisida
nabati yang dapat mematikan serangga uji dalam kisaran lebih dari 0% tetapi
kurang dari 100%. Masing-masing ekstrak kasar diencerkan menggunakan metanol
dan Tween (5:1) dan akuades. Pengenceran ini dilakukan hingga mendapatkan
cairan ekstrak dengan 5 konsentrasi yang berbeda, yaitu 0.01%, 0.1%, 0.5%, 1%
dan 3%. Metode yang digunakan pada pengujian ini sama dengan metode pada uji
verifikasi, yaitu semprot serangga pada daun dengan menggunakan cawan semprot
dan cawan pengamatan yang berbeda. Jumlah ulangan yang digunakan untuk setiap
konsentrasi adalah 5 ulangan dengan 10 imago pada masing-masing ulangan.
Sebanyak 10 imago P. marginatus yang telah diinfestasikan pada cawan yang telah
dialasi dengan kertas tisu hijau disemprot sebanyak 3 kali untuk setiap ulangan
(volume ± 0.4 ml), serta dilakukan satu aplikasi kontrol pada 5 ulangan dengan
menggunakan metanol Tween (5:1) dan akuades. Setiap perlakukan diamati pada
24, 48, dan 72 JSP dengan menghitung jumlah P. marginatus yang mati.
Hasil pengujian dianalisis dengan menggunakan program Polo PC untuk
mengetahui LC25, LC50, LC75 dan LC95 pada pengamatan ke-72 jam setelah
perlakuan untuk masing-masing ekstrak. Konsentrasi dari masing-masing hasil
analisis LC tersebut digunakan pada pengujian-pengujian berikutnya.
Uji Aplikasi Sabun Sebelum Penyemprotan Insektisida Nabati (Aplikasi
Berurutan)
Satu jenis sabun yang dianggap paling efektif berdasarkan hasil uji verifikasi
diencerkan dengan menggunakan akuades hingga mencapai konsentrasi tertentu.
Cairan sabun disemprotkan pada 10 ekor imago P. marginatus yang telah
diinfestasikan pada potongan daun pepaya di dalam cawan yang telah dialasi kertas
tisu, kemudian serangga uji yang telah diberi perlakuan dibiarkan selama 3 jam.
8
Setelah itu serangga uji kembali diberi perlakuan dengan penyemprotan
menggunakan ekstrak tanaman yang telah diencerkan dengan menggunakan
metanol Tween (5:1) dan akuades hingga mencapai konsentrasi hasil analisis LC25,
LC50, LC75, dan LC95 dari uji pendahuluan. Serangga uji yang telah diberi perlakuan
cairan sabun dan insektisida nabati kemudian diamati pada 24, 72, dan 48 JSP
dengan menghitung jumlah serangga uji yang mati. Masing-masing perlakuan
terdiri dari 5 kali ulangan dengan 10 serangga uji dan 1 perlakuan kontrol dengan
jumlah ulangan dan serangga uji yang sama.
Uji Aplikasi Sabun yang Dikombinasikan dengan Insektisida Nabati
Uji kombinasi dilakukan dengan metode yang sama seperti pada pengujian
aplikasi berurutan. Hanya saja pada uji kombinasi ini aplikasi atau penyemprotan
sabun dan insektisida nabati tidak dilakukan pada waktu yang terpisah . Cairan
sabun dikombinasikan dengan setiap jenis ekstrak tanaman yang berbeda yaitu P.
retrofractum, T. vogelii dan A. squamosa . sehingga menghasilkan kombinasi cairan
sabun + P. retrofractum, cairan sabun + A. squamosa, dan cairan sabun + T. vogelii.
Konsentrasi cairan sabun yang digunakan dan masing-masing insektisida nabati
sama seperti pada pengujian sebelumnya. Perlakuan dilakukan sebanyak 5 ulangan
dengan 10 serangga uji dan 1 perlakuan kontrol. Tiap perlakuan diamati pada 24,
48 dan 72 JSP dengan menghitung jumlah serangga yang mati.
Uji Pembanding
Uji pembanding dilakukan dengan menggunakan insektisida sintetik
berbahan aktif deltametrin. Uji pembanding ini dilakukan dengan konsentrasi
tunggal yaitu 0.5 ml/l dengan 3 metode seperti pada perlakuan-perlakuan dengan
menggunakan insektisida nabati, yaitu aplikasi insektisida sintetik tunggal, aplikasi
insektisida sintetik setelah sabun, dan aplikasi insektisida sintetik yang
dikombinasikan dengan sabun. Konsentrasi sabun yang digunakan pada pengujian
ini sama seperti konsentrasi pada pengujian sebelumnya dengan 5 kali ulangan dan
10 serangga uji. Pengamatan dilakukan pada 24, 48 dan 72 JSP dengan menghitung
jumlah serangga yang mati.
Analisis Data
Seluruh penelitian dilakukan di laboratorium dengan asumsi seluruh faktor
yang digunakan bersifat homogen, sehingga rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang dianalisis dengan menggunakan Program
SAS 9.0. Analisis parameter toksisitas dilakukan dengan menggunakan program
POLO PC untuk menentukan nilai lethal consentration (LC).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Serangga Uji
Serangga uji yang didapatkan dari lapangan untuk diidentifikasi memiliki ciri
morfologi yang sama berdasarkan buku Mealybugs of Central and South America
(Williams & Granara de Willink 1992). Permukaan tubuh kutu ini ditutupi oleh lilin
berwarna putih yang merupakan hasil sekresi dari tubuhnya. Imago betina memiliki
panjang tubuh 2.5 mm. Panjang antena kurang lebih 310 – 370 µm dengan jumlah
segmen 8. Pada bagian tepi terdapat rangkaian filamen lilin pendek di sepanjang
bagian tepi tubuh dan terdapat kantung telur (ovisac) pada bagian posterior tubuh
betina dewasa. Menurut Miller & Miller (2002) kantung telur dibentuk di bagian
ventral posterior tubuh betina dewasa. Bentuk diagram tubuh imago betina terdapat
pada Gambar 2a-d.
c
a
b
d
Gambar 2 Imago betina P. marginatus. Sumber: Miller dan Miller (2002) (a).
Imago betina hasil identifikasi dari lapang (b), antena 8 segmen (c) dan
bagian tungkai tengah (d).
Selain dengan membuat preparat slide dan pengamatan di bawah mikroskop,
identifikasi P. marginatus juga dapat dilakukan dengan cara memasukkan P.
marginatus ke dalam alkohol 70%. Tubuh P. marginatus akan berubah warna
menjadi hitam setelah dimasukkan ke dalam alkohol 70% dan hal ini hanya spesifik
terjadi pada kutu putih P. marginatus, sehingga dapat dijadikan suatu alternatif
cepat untuk mengidentifikasi P. marginatus.
Pengaruh Sabun terhadap Peluruhan Lapisan Lilin Imago P. marginatus
Pengaruh beberapa jenis sabun terhadap peluruhan lapisan lilin imago P.
marginatus dengan 3 tingkat konsentrasi untuk masing-masing sabun, yaitu 0.05%,
0.10% dan 0.2% disajikan pada Tabel 1. Secara umum, kelima jenis sabun yang
digunakan pada pengujian mampu meluruhkan lapisan lilin pada permukaan tubuh
P. marginatus. Sabun cair pada konsentrasi 0.2% mampu menyebabkan tingkat
peluruhan lapisan lilin hingga 85% pada 24 jam setelah perlakuan, tingkat
peluruhan ini merupakan tingkat peluruhan paling tinggi diantara tingkat peluruhan
lapisan lilin akibat jenis sabun lainnya. Jenis sabun lain pada konsentrasi yang sama
yaitu 0.2% hanya mampu meluruhkan 70% pada perlakuan dengan sabun krim,
75% pada perlakuan dengan menggunakan sabun bubuk, 55% pada perlakuan
10
dengan cairan sabun mandi cair dan 40% pada perlakuan dengan menggunakan
cairan lerak. Perlakuan dengan menggunakan sabun mandi cair 0.10% hanya
mampu meluruhkan sebesar 15%. Tingkat peluruhan oleh sabun mandi cair ini
merupakan tingkat peluruhan terendah dan tidak berbeda nyata dengan tingkat
peluruhan yang disebabkan oleh perlakuan dengan sabun cair pada konsentrasi
0.05%, yaitu sebesar 20%.
Tabel 1 Pengaruh sabun terhadap peluruhan lapisan lilin pada
imago P. marginatus
Konsentrasi Tingkat peluruhan
Jenis sabun
(%)a
(%)
0.05
20d
Cair
0.10
50abcd
0.20
85a
Kontrol
0e
Krim
Bubuk
Mandi Cair
Lerak
0.05
0.10
0.20
Kontrol
35cd
45abcd
70ab
0e
0.05
0.10
0.20
Kontrol
30bcd
60ab
75ab
0e
0.05
0.10
0.20
Kontrol
55abcd
15d
55abcd
0e
0.05
0.10
0.20
Kontrol
75abc
50abcd
40abcd
0e
a
Persen peluruhan lapisan lilin pada 24 jam setelah perlakuan. Persentase
peluruhan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Seluruh cairan sabun mampu menyebabkan peluruhan pada 0 jam setelah
perlakuan, meskipun tingkat peluruhan yang ditimbulkan masih sangat rendah.
Pada jam pertama setelah perlakuan, peningkatan peluruhan lapisan lilin belum
terlihat secara signifikan dan rata-rata tingkat peluruhan lapisan lilin oleh masingmasing cairan sabun mulai terlihat meningkat secara signifikan pada jam ke-3
pengamatan setelah perlakuan hingga jam ke-24 setelah perlakuan. Sabun cair tidak
menunjukkan perbedaan tingkat peluruhan yang nyata dari ketiga konsentrasi yang
11
digunakan pada 0 hingga 1 jam setelah perlakuan (JSP). Pada 3 jam setelah
perlakuan, sabun cair dengan konsentrasi 0.10% dan 0.05% memiliki tingkat
peluruhan yang hampir sama, sedangkan tingkat peluruhan pada konsentrasi 0.2%
meningkat secara signifikan. Imago yang diberi perlakuan dengan konsentrasi
0.05% tidak mengalami pengingkatan peluruhan lapisan lilin hingga jam ke-24
pengamatan (Gambar 3a).
Tingkat peluruhan (%)
90
90
a
75
75
60
60
45
45
30
30
15
15
0
0
0
Tingkat peluruhan (%)
90
1
3
b
24
90
c
75
75
60
60
45
45
30
30
15
15
0
0
1
3
24
0
1
3
24
d
0
0
1
3
Tingkat peluruhan (%)
90
24
e
75
60
0,05%
.
0,10%
.
45
30
0,20%
.
Kontrol
15
0
0
1
3
24
Waktu pengamatan (JSP)
Gambar 3
Tingkat peluruhan lapisan lilin imago P. marginatus dengan
menggunakan sabun cair (a), sabun krim (b), sabun bubuk (c), sabun
mandi cair (d) dan lerak (e). JSP: Jam setelah pengamatan
Pola perkembangan peluruhan yang sama terjadi pada perlakuan dengan
menggunakan sabun krim dan sabun bubuk yang ditunjukkan pada Gambar 3b dan
3c. Perlakuan dengan menggunakan sabun mandi cair menunjukkan hasil yang
kurang baik. Konsentrasi terendah dan tertinggi pada sabun mandi cair memiliki
tingkat peluruhan yang sama pada 24 JSP, meskipun pada 0 JSP, sabun mandi cair
12
dengan konsentrasi 0.2% masih menunjukkan tingkat peluruhan yang lebih tinggi
dibandingkan konsentrasi yang lebih rendah (Gambar 3d).
Perlakuan dengan menggunakan lerak menunjukkan hasil yang berbeda
dengan perlakuan lainnya, konsentrasi terendah dari lerak mampu mengakibatkan
peluruhan yang paling tinggi, sedangkan tingkat peluruhan terendah pada perlakuan
ini diakibatkan oleh konsentrasi tertinggi yang digunakan yaitu 0.2% (Gambar 3e).
Gejala meluruhnya lapisan lilin yang terlihat adalah semakin menipisnya lilin
pada permukaan tubuh imago P. marginatus, sehingga permukaan tubuh akan
tampak berwarna kekuningan. Selain itu, tidak terdapat sisa-sisa lilin di sekitar
imago, karena lilin-lilin tersebut telah larut bersama cairan sabun yang
diaplikasikan. Seluruh perlakuan kontrol tidak menunjukkan adanya gejala
peluruhan lapisan lilin dan lilin di permukaan tubuh P. marginatus masih tampak
utuh dan tebal hingga pengamatan ke 24 JSP.
Tingkat peluruhan lapisan lilin akibat perlakuan sabun cair menunjukkan
hasil yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan dengan jenis sabun
lainnya pada konsentrasi dan waktu pengamatan yang sama. Hal ini menunjukkan
bahwa sabun cair lebih efektif untuk meluruhkan lapisan lilin imago P. marginatus
dibandingkan dengan jenis sabun lainnya. Sehingga sabun cair dengan konsentrasi
0.2% dipilih untuk digunakan pada pengujian-pengujian selanjutnya.
Pengaruh Tiga Jenis Ekstrak terhadap Mortalitas Imago P. marginatus
Secara umum, ketiga jenis ekstrak yang digunakan mampu mengakibatkan
mortalitas hingga lebih dari 50% pada konsentrasi diatas 0.01%. Pada konsentrasi
tertinggi yang digunakan untuk setiap ekstrak, yaitu 3% pada ekstrak T. vogelii, P.
retrofratum dan A. squamosa mengakibatkan mortalitas secara berturut-turut
sebesar 98%, 100% dan 100%, sedangkan pada konsentrasi terendah yang
digunakan yaitu 0.01% masing-masing ekstrak hanya mampu mengakibatkan
mortalitas secara berturut-turut sebesar 46%, 62% dan 18% pada 72 JSP (Tabel 2).
Masing-masing jenis ekstrak mampu menimbulkan kematian sejak hari pertama
perlakuan meskipun konsentrasi yang diaplikasikan rendah dan mortalitas imago P.
marginatus terus meningkat hingga pengamatan ke-3 pada 72 JSP, sedangkan
perlakuan kontrol yang hanya menggunakan Metanol dan Tween (5:1) dan akuades
tidak mengakibatkan kematian hingga pengamatan ke-3 pada 72 JSP. Hal ini
menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan tidak memberikan pengaruh buruk
terhadap imago P. marginatus.
Analisis toksisitas ketiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago P.
marginatus dapat dilihat pada Tabel 3. Konsentrasi efektif yang dapat mematikan
imago P. marginatus sebesar 95% untuk perlakuan dengan menggunakan ekstrak
T. vogelii, P. retrofractum dan A. squamosa berturut-turut adalah sebesar 1.250%,
1.482% dan 0.469%, sedangkan konsentrasi efektif yang dapat mematikan hingga
50% untuk masing-masing ekstrak berturut-turut adalah sebesar 0.020%, 0.007%
dan 0.042% pada 72 JSP. Data mortalitas yang diperoleh dari hasil pengujian
dianalisis kembali untuk mengetahui LC25 dan LC75. Konsentrasi yang diperoleh
dari hasil analisis LC25, LC50, LC75 dan LC95 kemudian digunakan dalam pengujian
aplikasi insektisida setelah aplikasi sabun dan yang dikombinasikan dengan sabun
(Tabel 4).
13
Tabel 2 Pengaruh tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago betina
P. marginatus
Persentase mortalitas pada
Konsentrasi
pengamatan ke- (%)
Jenis ekstrak
(%)
24 JSPa 48 JSPa
72 JSPa
Kontrol
0
0
0
0.01
34
42
46
0.1
44
46
60
T. vogelii
0.5
72
82
94
1
78
86
96
3
90
96
98
P. retrofractum
A. squamosa
a
Kontrol
0.01
0.1
0.5
1
3
0
22
42
64
92
72
0
48
62
82
96
96
0
62
68
88
96
100
Kontrol
0.01
0.1
0.5
1
3
0
8
56
74
94
92
0
12
66
82
98
98
0
18
70
94
100
100
JSP: Jam setelah perlakuan
Tabel 3 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago
betina P. marginatus
Waktu
LC50
LC95
Jenis Ekstrak Pengamatan
a ± GBa
b ± GBa
(%)
(%)
(JSP)a
24
1.079 ± 0.110 0.677 ± 0.102
0.071
18.968
48
1.074 ± 0.123 0.745 ± 0.107
0.036
5.823
T. vogelii
72
1.556 ± 0.159 0.913 ± 0.123
0.020
1.250
P. retrofractum
A. squamosa
a
24
48
72
0.623 ± 0104
1.299 ± 0.137
1.524 ± 0.156
0.696 ± 0.102
0.745 ± 0.011
0.707 ± 0.122
0.127
0.018
0.007
29.395
2.905
1.482
24
48
72
1.158 ± 0.129 1.184 ± 0.128
1.592 ± 0.163 1.338 ± 0.142
2.159 ± 0.233 1.565 ± 0.174
0.105
0.065
0.042
2.574
1.095
0.469
a:intersep regresi probit. b: kemiringan regresi probit. JSP: Jam setelah perlakuan
Gejala yang terlihat setelah perlakuan dengan metode semprot serangga pada
daun adalah adanya lilin-lilin baru yang muncul pada 72 JSP setelah sebelumnya
14
sempat meluruh akibat perlakuan, namun lilin yang baru muncul ini bentuknya
tidak beraturan dan menggumpal-gumpal (Gambar 4a), kemudian terganggunya
pembentukan kantung telur. Telur-telur yang muncul setelah imago mengalami
perlakuan tidak ditutupi oleh kantung telur berwarna putih (Gambar 4b ) . Kantung
telur tersebut merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh imago betina
terhadap telur yang diletakkan oleh imago agar telur-telur tersebut terlindung dari
berbagai ancaman . Selain itu, pada serangga uji yang mati terjadi perubahan warna
tubuh menjadi lebih gelap, yaitu coklat pada awal pengamatan dan menghitam serta
mengering pada akhir pengamatan (Gambar 4c). Seluruh gejala ini muncul pada
setiap perlakuan esktrak dan bukan merupakan gejala yang spesifik dari satu jenis
ekstrak tanaman yang digunakan.
Tabel 4 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago
betina P. marginatus pada pengamatan 72 jam setelah perlakuan (JSP)
Konsentrasi pada Ekstrak
Parameter
T. vogelii
P. retrofractum
A. squamosa
LC25
0.004
0.001
0.015
a
(SK = 95%) (%)
(0.000 – 0.019)
(-)
(0.009 – 0.024)
a
LC50
(SK = 95%)a(%)
0.020
(0.000 - 0.072)
0.007
(-)
0.042
(0.028 – 0.060)
LC75
(SK = 95%)a(%)
0.108
(0.020 – 0.633)
0.093
(-)
0.113
(0.079 – 0.167)
LC95
(SK = 95%)a(%)
0.500
(0.137 – 24.089)
1.482
(-)
0.469
(0.294 - 0.900)
SK = Selang Kepercayaan
c
a
b
Gambar 4 Gejala yang terjadi akibat perlakuan ekstrak tanaman pada pengamatan
72 JSP. →: Gejala. - - → : bagian anterior serangga.
Efektivitas Ekstrak Tanaman yang Dikombinasikan dengan Sabun dan
Setelah Aplikasi Sabun
Konsentrasi sabun cair yang digunakan pada pengujian adalah 0.2%
berdasarkan uji peluruhan terhadap lapisan lilin imago P. marginatus, sedangkan
konsentrasi ekstrak yang digunakan berbeda untuk setiap jenis ekstrak. Konsentrasi
yang digunakan pada pengujian dengan ekstrak T. vogelii adalah 0.004%, 0.02%,
15
0.1% dan 0.5% , untuk ekstrak P. retrofractum adalah 0.001%, 0.007%, 0.1% dan
0.5%, dan pengujian dengan A. squamosa menggunakan konsentrasi ekstrak
sebesar 0.015%, 0.042%, 0.113% dan 0.5%. Perbedaan penggunaan konsentrasi
ekstrak ini berdasarkan hasil analisis LC25, LC50, LC75 dan LC95 data kematian 72
JSP pada pengujian pengaruh ekstrak terhadap mortalitas imago P. marginatus.
Secara umum kombinasi antara sabun dan masing-masing insektisida nabati
memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk menyebabkan kematian pada imago
P. marginatus dibandingkan dengan penggunaan sabun sebelum aplikasi
insektisida nabati pada masing-masing konsentrasi yang sama. Persentase kematian
tertinggi terjadi pada penggunaan ekstrak A. squamosa 0.5%, baik yang
dikombinasikan dengan sabun cair maupun aplikasi yang dilakukan setelah
penyemprotan sabun cair, tingkat kematian tersebut berturut-turut adalah sebesar
90% dan 94%, sedangkan persentase kematian terendah dengan menggunakan 2
metode tersebut terjadi pada penggunaan ekstrak P. retrofractum 0.001% yaitu
sebesar 30% pada aplikasi ekstrak yang bersamaan dengan sabun cair dan 62% pada
aplikasi yang dilakukan setelah penyemprotan sabun cair (Gambar 5) .
100
100
Tingkat mortalitas (%)
a
80
80
60
60
40
40
20
20
0
b
0
K
0.004
0.02
Tingkat mortalitas (%)
100
0.1
0.5
K
0.001
0.007
0.1
1.5
c
80
60
Ekstrak Bersamaan Sabun
40
Ekstrak Setelah Sabun
20
0
K
0.015
0.042
0.113
0.5
Konsentrasi Ekstrak (%)
Gambar 5 Efektivitas penggunaan sabun dan ekstrak T. vogelii (a), P. retrofractum
(b) dan A. squamosa (c) terhadap mortalitas imago P. marginatus.
Penggunaan sabun dalam aplikasi masing-masing ekstrak cukup
mempengaruhi kerja ekstrak dalam menyebabkan kematian pada imago P.
marginatus. Secara umum setiap konsentrasi ekstrak dapat memberikan pengaruh
yang lebih tinggi dari hasil analisis lethal concentration (LC) dengan adanya
peranan sabun, meskipun pada konsentrasi LC95 persentase kematian yang
ditimbulkan lebih rendah dari hasil perkiraan dengan adanya peranan sabun.
16
Tabel 5 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak dan sabun cair 0.2%
terhadap mortalitas imago betina P. marginatus
b ± GBa
LD50 (%)
LD95 (%)
0.891 ± 0.192
0.412 ± 0.119
0.006
67.590
Sabun cair 0.2% »
1.501 ± 0.243
T. vogeliia
0.345 ± 0.148
0.00004
P. retrofractum +
0.946 ± 0.163
Sabun cair 0.2%
0.413 ± 0.818
0.005
sabun cair 0.2% »
P. retrofractuma
1.169 ± 0.178 0.277 ± 0.862
0.00007
56.102
A. squamosa +
Sabun cair 0.2%
1.712 ± 0.253 1.218 ± 0.191
0.039
0.880
Jenis Ekstrak
T. vogelii +
sabun cair 0.2%
a ± GBa
sabun cair 0.2% »
1.635 ± 0.301
A. squamosaa
0.252 ± 0.233
0.000
2.540
49.094
1.095
a
a:intersep regresi probit. b: kemiringan regresi probit.»:aplikasi ekstrak setelah penyemprotan
sabun cair 0.2%
Nilai LC50 perlakuan setiap jenis ekstrak tunggal lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak yang diaplikasikan dengan sabun maupun setelah penyemprotan
sabun. Sehingga dapat dikatakan bahwa sabun memiliki peranan yang cukup
penting dalam meningkatkan toksisitas suatu ekstrak tumbuhan. Penduga
parameter toksisitas dari masing-masing perlakuan untuk setiap ekstrak dapat
dilihat pada Tabel 5. Gejala yang muncul akibat kedua metode perlakuan ini relatif
sama dengan gejala yang muncul akibat perlakuan dengan ekstrak tunggal. Imago
P. marginatus yang diberi perlakuan mengalami gangguan pada pembentukan
lapisan liin dan kantung telur, serta terjadi perubahan warna tubuh menjadi lebih
gelap dan mengering (Gambar 6a-c).
a
b
c
Gambar 6 Gejala pada imago P. marginatus akibat perlakuan ekstrak dan sabun
cair 0.2% yang diamati pada 72 JSP.
Pengujian dengan menggunakan berbagai jenis insektisida nabati ini jauh
lebih efektif dibandingkan dengan pengujian dengan menggunakan insektisida
sintetik dalam skala laboratorium, baik dengan perlakuan tunggal masing-masing
17
jenis insektisida maupun dengan peranan sabun dalam aplikasi masing-masing
insektisida. Insektisida sintetik yang digunakan sebagai uji pembanding adalah
insektisida yang berbahan aktif deltametrin 2.5 EC (Decis 25 EC).
Konsentrasi insektisida sintetik yang digunakan dalam uji pembanding
adalah 0.5 ml/l dan tingkat kematian imago P. marginatus pada aplikasi tunggal
hanya mencapai 10%, sedangkan aplikasi yang dikombinasikan dengan sabun
hanya mencapai 20% dan aplikasi yang dilakukan setelah sabun cair hanya
mencapai 40%. Tingkat kematian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan
tingkat kematian yang diakibatkan oleh seluruh ekstrak tanaman pada setiap jenis
aplikasi, yaitu tunggal, bersamaan dengan sabun dan setelah aplikasi sabun pada
konsentrasi yang relatif sama bahkan jauh lebih rendah.
Pembahasan Umum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh jenis sabun mampu meluruhkan
lilin pada permukaan tubuh imago P. marginatus dengan tingkat peluruhan yang
berbeda-beda. Dalam penelitian digunakan sabun dengan tiga jenis bahan dasar
berbeda, yaitu sabun cair, sabun krim dan sabun bubuk yang berbahan dasar
natrium, kemudian sabun mandi cair yang berbahan dasar kalium dan detergent
lerak yang berasal dari buah lerak. Dari ketiga jenis bahan dasar sabun tersebut,
sabun dengan bahan natrium memiliki tingkat keefektifan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sabun dengan bahan dasar kalium dan lerak. Berdasarkan
hasil analisis Duncan dengan taraf kepercayaan 95%, tingkat kefektifan sabun
dalam meluruhkan lapisan lilin berturut-turut adalah sabun cair yang tidak berbeda
nyata dengan sabun krim, sabun bubuk, sabun mandi cair dan lerak dilihat pada
tingkat konsentrasi 0.20% untuk masing-masing jenis sabun.
Tingkat keefektifan yang berbeda dari jenis sediaan sabun ini dipengaruhi
oleh proses pembuatan masing-masing sabun. Menurut Ophardt (2003) sabun yang
dibuat dengan menggunakan NaOH biasa dikenal dengan jenis sabun keras. Sabun
keras merupakan sabun yang dibuat dengan menggunakan bahan baku yang berasal
dari minyak atau lemak dengan kualitas rendah dan mengandung sedikit alkali,
namun tidak menyebabkan iritasi pada kulit, kelompok sabun ini biasa digunakan
untuk mencuci pakaian dan piring, sedangkan sabun yang dibuat dengan
menggunakan KOH biasa dikenal dengan jenis sabun lunak. Sabun lunak ini
diproduksi dengan menggunakan bahan baku dari minyak atau lemak terbaik dan
mengandung alkali bebas, biasa digunakan untuk sabun mandi.
Jenis sabun yang dibuat dengan menggunakan NaOH memiliki tingkat
peluruhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan KOH karena menurut Wade &
Waller (1994), natrium hidroksida (NaOH) merupakan salah satu jenis alkali (basa)
kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus.
NaOH memiliki bentuk berupa butiran padat berwarna putih dan memiliki sifat
higroskopis atau mampu menyerap molekul air dari lingkungannya dengan baik.
Seluruh jenis ekstrak yang digunakan dalam pengujian mampu menimbulkan
kematian pada serangga uji dengan tingkat kefektifan yang berbeda-beda.
Berdasarkan nilai LC95 , urutan kefektifan ekstrak dalam mematikan imago P.
marginatus pada 72 JSP dengan metode semprot serangga pada daun adalah
ekstrak A. squamosa, ekstrak T. vogelii dan ekstrak P. retrofractum. Selain efektif
18
pada perlakuan tunggal, ekstrak A. squamosa juga lebih efektif untuk diaplikasikan
bersamaan dengan sabun cair 0.2% dan setelah sabun cair 0.2%.
Perlakuan ekstrak pada imago P. marginatus setelah aplikasi sabun lebih
efektif dibandingkan dengan aplikasi ekstrak yang bersamaan dengan cairan sabun.
Pada konsentrasi ekstrak 0.1%, kombinasi dengan sabun mampu meningkatkan
persentase kematian sebesar 1.1 kali pada T. vogelii, 1.03 kali pada P. retrofractum
dan 1.12 kali pada A. squamosa, sedangkan pada aplikasi ekstrak setelah
penyemprotan sabun, persentase kematian dapat meningkat sebesar 1.5 kali pada T.
vogelii, 1.25 kali pada P. retrofractum dan 1.3 kali pada A. squamosa. Hal ini
disebabkan karena ketika imago P. marginatus telah disemprot dengan cairan
sabun, maka lapisan lilinnya akan meluruh dan menyebabkan kutikula atau
permukaan tubuhnya tidak memiliki perlindungan diri. Sehingga ketika imago P.
marginatus kembali disemprot dengan ekstrak, cairan ekstrak dapat langsung
mengenai kutikula P. marginatus tanpa adanya halangan dari lapisan lilin yang
UNTUK PENGENDALIAN KUTU PUTIH PEPAYA
Paracoccus marginatus
TRIJANTI A. WIDINNI ASNAN
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
vii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Sabun,
Lerak dan Insektisida Nabati untuk Pengendalian Kutu Putih Pepaya Paracoccus
marginatus adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Trijanti A. Widinni Asnan
NIM A34090054
vii
ABSTRAK
TRIJANTI A. WIDINNI ASNAN . Penggunaan Sabun, Lerak dan Insektisida
Nabati untuk Pengendalian Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus. Dibimbing
oleh DADANG dan DEWI SARTIAMI.
Paracoccus marginatus merupakan salah satu hama penting pada tanaman
pepaya yang mana salah satu kesulitan pengendalian hama ini dengan insektisida
adalah adanya lapisan lilin putih yang menutupi tubuhnya. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menentukan tingkat keefektifan penggunaan sabun, lerak dan
insektisida nabati untuk mengendalikan kutu putih pepaya. Berbagai jenis sabun
mampu meluruhkan lapisan lilin kutu putih tanpa mengakibatkan kematian hingga
24 jam. Jenis sabun yang paling efektif dalam peluruhan lapisan lilin adalah sabun
cair 0.2%. Seluruh jenis ekstrak tanaman efektif menyebabkan kematian hingga
lebih dari 95% pada konsentrasi 3% dengan aplikasi tunggal, namun tingkat
keefektifan setiap jenis ekstrak bertambah dengan penambahan sabun. Pada
konsentrasi ekstrak 0.1%, kombinasi dengan sabun mampu meningkatkan
persentase kematian sebesar 1.1 kali pada T. vogelii, 1.03 kali pada P. retrofractum
dan 1.12 kali pada A. squamosa, sedangkan pada aplikasi ekstrak setelah
penyemprotan sabun, persentase kematian dapat meningkat sebesar 1.5 kali pada T.
vogelii, 1.25 kali pada P. retrofractum dan 1.3 kali pada A. squamosa. Penggunaan
sabun dapat meningkatkan keefektifan ekstrak dan meningkatkan efisiensi
penggunaan ekstrak. Perlakuan ini dapat menimbulkan kematian dan gangguan
pada pembentukan lapisan lilin dan kantung telur.
Kata kunci: insektisida nabati, lerak, Paracoccus marginatus, sabun.
ABSTRACT
TRIJANTI A. WIDINNI ASNAN. The Use of Soap, Lerak and Botanical
Insecticides for Controlling Mealybugs of Papaya Paracoccus marginatus.
Supervised by DADANG and DEWI SARTIAMI.
Paracoccus marginatus is one of the insect pests on papaya. The major
constraint in controlling this pest with insecticides was the existence of wax covered
the insect body. This study aimed to determine the effectiveness of soap, lerak and
botanical insecticides to control this insect pest. Various soaps were able to shed
mealybug wax without caused mortality for 24 hours. The most effective type of
soap was liquid soap at 0.2%. All plant extracts were effective to cause mortality
by 95% at 3% by single application. The level of each extract effectiveness
increased when mixed with soap. Extracts at 0.1%, combined with soap increased
the mortality percentage by 1.1 time on T. vogelii, 1.03 time on P. retrofractum and
1.12 time on A. squamosa. While the extract application after spraying soap, the
mortality percentage increased by 1.5 time on T. vogelii, 1.25 time on P.
retrofractum and 1.3 time on A. squamosa. Soap was able to increase the
efectiveness of extracts in controlling P. marginatus. These treatments caused not
only mortality effect but also disruption in the formation of wax layer and egg sacs.
Keywords: botanical insecticide, lerak, Paracoccus marginatus, soap.
vii
PENGGUNAAN SABUN, LERAK DAN INSEKTISIDA NABATI
UNTUK PENGENDALIAN KUTU PUTIH PEPAYA
Paracoccus marginatus
TRIJANTI A. WIDINNI ASNAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
vii
Judul Skripsi : Penggunaan Sabun, Lerak dan Insektisida Nabati untuk
Pengendalian Kutu Putih Pepaya
Nama
: Trijanti A. Widinni Asnan
NIM
: A34090054
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc.
Pembimbing I
Dra. Dewi Sartiami, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang
berjudul “Penggunaan Sabun, Lerak dan Insektisida Nabati untuk Pengendalian
Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus” sebagai salah satu syarat untuk meraih
gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof . Dr. Ir. Dadang M.Sc. dan Dra.
Dewi Sartiami M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
ilmu, arahan, motivasi dan bimbingan selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Dr. Ir. Pudjianto MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan bimbingan dan motivasinya selama penulis meyelesaikan
studi di Departemen Proteksi Tanaman.
Terima kasih kepada Ayahanda Asnan dan Ibunda Sunarsih tercinta, serta
seluruh keluarga penulis yang telah banyak mencurahkan tenaga, pikiran dan do’a
untuk penulis. Terima kasih kepada rekan-rekan di Laboratorium Fisiologi dan
Toksikologi Serangga (Pak Djoko, Pak Agus, Bu Eka, Mbak Lita, Mbak Risna,
Nce, Gress) dan Laboratorium Biosistematika dan Takasonomi Serangga (Ibu
Aisyah, Nazir, Fathur, Mansyur, Suryadi, Kevin, Doni, Fahmi, Kak Anik, Kak
Mey) atas dukungan, saran dan semangat yang diberikan.
Terima kasih kepada seluruh teman-teman Proteksi Tanaman 46 dan
Entomologi 2012, seluruh adik serta kakak tingkat yang tidak bisa disebutkan satu
persatu atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini dan telah membantu
penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Bogor, Maret 2013
Trijanti A. Widinni Asnan
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode
Metode Pengujian
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Serangga Uji
Pengaruh Sabun terhadap Peluruhan Lapisan Lilin P. marginatus
Pengaruh Tiga Jenis Ekstrak Tanaman terhadap Mortalitas P. marginatus
Efektivitas Ekstrak Tanaman yang Dikombinasikan dengan Sabun dan
Setelah Aplikasi Sabun
Pembahasan Umum
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
vi
1
4
4
5
5
5
6
8
9
9
12
14
17
19
19
20
22
34
DAFTAR TABEL
1 Pengaruh sabun terhadap peluruhan lapisan lilin pada imago P. marginatus
2 Pengaruh tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago betina P. marginatus
3 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago
betina P. marginatus
4 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago
betina P. marginatus pada pengamatan 72 JSP
5 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak dan sabun cair 0.2%
terhadap mortalitas imago betina P. marginatus
10
13
13
14
16
DAFTAR GAMBAR
1 Kategori peluruhan lapisan lilin imago P. marginatus.
2 Imago betina P. marginatus
3 Tingkat peluruhan lapisan lilin imago P. marginatus dengan
menggunakan sabun
4 Gejala yang terjadi akibat perlakuan ekstrak tanaman
5 Efektivitas penggunaan sabun dan ekstrak terhadap mortalitas
P. marginatus
6 Gejala imago P. marginatus akibat perlakuan ekstrak tanaman
dan sabun
7
9
11
14
12
13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Pengaruh sabun terhadap peluruhan lapisan lilin pada imago
P. marginatus
2 Pengaruh ekstrak T. vogelii terhadap mortalitas P. marginatus
3 Pengaruh ekstrak P. retrofractum terhadap mortalitas P. marginatus
4 Pengaruh ekstrak A. squamosa terhadap mortalitas P. marginatus
5 Persentase aplikasi ekstrak T. vogelii yang dikombinasikan dengan
sabun cair 0.2%
6 Mortalitas aplikasi ekstrak P. retrofractum yang dikombinasikan
dengan sabun cair 0.2%
7 Mortalitas aplikasi ekstrak A. squamosa yang dikombinasikan dengan
sabun cair 0.2%
8 Tingkat rata-rata mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak
yang dikombinasikan dengan sabun cair 0.2%
9 Mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak T. vogelii
setelah sabun cair 0.2%
10 Mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak
P. retrofractum setelah sabun cair 0.2%
11 Mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak
A. squamosa setelah sabun cair 0.2%
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
vii
vii
12 Tingkat rata-rata mortalitas P. marginatus pada aplikasi
sabun cair 0.2% yang diikuti dengan aplikasi ekstrak
13 Tingkat rata-rata mortalitas imago P. marginatus pada
perlakuan sabun dan Decis 25 EC
33
33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu komoditas buah yang
banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki rasa dan kandungan vitamin
serta mineral. Selama masa pertumbuhannya tanaman pepaya banyak mendapatkan
gangguan dari berbagai organisme penganggu tanaman yang dapat menurunkan
produktivitas pepaya tersebut. Salah satu organisme penganggu tanaman yang
berasal dari kelompok hama yang hingga saat ini menjadi masalah penting pada
pertanaman pepaya di Indonesia adalah kutu putih pepaya Paracoccus marginatus
Williams & Granara de Willink (Hemiptera : Pseudococcidae).
Populasi kutu putih pepaya apabila tidak dikendalikan dapat menyebabkan
penurunan hasil panen hingga 58% atau menyebabkan biaya produksi meningkat
84%. Peningkatan biaya produksi terjadi karena meningkatnya penggunaan
pestisida untuk mengendalikan populasi kutu putih pepaya (Ivakdalam 2010).
Menurut Rizwan (2011), 25% petani menyatakan bahwa serangan kutu putih dapat
mengakibatkan penurunan hasil antara 20% - 50%. Serangan P. marginatus ini akan
meningkat pada musim kemarau. Serangan dapat terjadi pada tanaman muda
maupun dewasa. Serangan pada tanaman muda (bibit) dapat menyebabkan bibit
mengering dan mati, sedangkan pada tanaman dewasa, gejala serangan yang
muncul adalah menguningnya daun, malformasi, dan kemudian daun tersebut akan
gugur. Serangan pada buah yang belum matang menyebabkan bentuk buah tidak
sempurna, sementara itu serangan berat dapat menutupi permukaan buah hingga
terlihat putih akibat tertutupi koloni kutu putih (Pantoja et al. 2006).
P. marginatus sebenarnya bukan merupakan serangga asli Indonesia,
melainkan berasal dari Meksiko atau Amerika Tengah yang pada tahun 1992
dilaporkan berada di wilayah neotropical di Belize, Costa Rica, Guatemala, dan
Mexico (Williams & Granara de Willink 1992) dan pada tahun 1994 pertama kali
dilaporkan berada di Kepulauan Karibia, kemudian ditemukan di Florida pada
tahun 1998 (Miller & Miller 2002), di Indonesia Paracoccus marginatus mulai
menyerang pada tahun 2008 di wilayah Bogor yang kemudian diketahui telah
banyak mematikan tanaman pepaya milik petani (Sartiami et al. 2009).
Petani di Indonesia umumnya mengendalikan P. marginatus menggunakan
insektsida sintetik, meskipun sebenarnya belum ada jenis pestisida yang terdaftar
di Indonesia untuk hama tersebut. Tetapi di luar negeri telah dilaporkan bahwa ada
jenis bahan aktif yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama kutu putih
pepaya diantaranya karbaril, klorpirifos, diazinon, dimetoat dan malation, namun
hasil pengendalian kurang efektif dan penggunaan bahan tidak efisien karena
aplikasi harus dilakukan berkali-kali dan dengan dosis yang diberikan dua kali lipat
dari dosis yang direkomendasikan (Walker et al. 2003) . Hal ini diduga terjadi
karena P. marginatus termasuk jenis kutu-kutuan yang seluruh tubuhnya diselimuti
oleh lapisan lilin berwarna putih, sehingga cairan insektisida yang diaplikasikan
terhalang dan tidak langsung mengenai tubuh P. marginatus . Menurut Walker et
2
al. (2003), P. marginatus termasuk jenis kutu-kutuan yang seluruh tubuhnya
diselimuti oleh lapisan lilin berwarna putih dengan bentuk tubuh oval dan memiliki
embelan seperti rambut-rambut berwarna putih dengan ukuran yang pendek.
Selama masa hidupnya P. marginatus mengalami tiga fase yaitu: telur, nimfa
dan imago. Pada umumnya telur P. marginatus diletakkan secara berkelompok dan
dilindungi lilin-lilin putih, sedangkan pada nimfa instar awal biasanya belum ada
pertumbuhan lilin sehingga tubuhnya tanpa ditutupi lilin dan pertumbuhan lilin ini
mulai tampak pada nimfa instar 3 hingga imago. Pada fase imago, lilin yang
menutupi permukaan tubuh P. marginatus sangat tebal dan mampu menjadi
halangan fisik bagi insektisida ataupun gangguan lingkungan lainnya. Perbedaan
fase yang terjadi selama masa hidup P. marginatus ini memiliki pengaruh terhadap
pengendalian yang akan dilakukan. Menurut Townsend et al. (2000 dalam
Amarasekare 2008), secara umum kutu putih sulit untuk dikendalikan secara
kimiawi, karena adanya lapisan lilin tebal yang diseksresikan hingga menutupi
tubuhnya. Imago kutu putih lebih sulit untuk dikendalikan dibandingkan dengan
nimfa kutu putih dan pengulangan aplikasi insektisida sintetik akan sangat
diperlukan untuk menekan keberadaan kutu putih.
Aplikasi insektisida sintetik yang dilakukan berkali-kali dan dengan dosis
yang lebih tinggi sangat tidak efisien dan dapat menimbulkan dampak negatif yang
lebih tinggi terhadap lingkungan serta kesehatan manusia. Untuk itu diperlukan
upaya pengendalian yang lebih efisien, ramah lingkungan dan aman baik terhadap
kesehatan manusia maupun organisme non sasaran. Salah satu alternatif yang dapat
digunakan untuk mengefisienkan dan mengurangi penggunaan insektisida sintetik
adalah dengan menggunakan sabun sebagai bahan peluruh lapisan lilin dan
insektisida nabati. Menurut Sartiami et al. (2009) aplikasi insektisida dengan bahan
aktif imidakloprid secara tunggal dapat menurunkan populasi hama kutu putih
pepaya hingga 40% setelah empat kali aplikasi, namun aplikasi yang
dikombinasikan dengan air sabun mampu menekan populasi hama kutu putih
pepaya hingga 60%.
Lapisan lilin kutu putih memiliki sifat yang hampir sama dengan lemak yaitu
polar dan menurut Winarno (1992) sabun memiliki gugus non-polar yaitu gugus-R
yang akan mengikat kotoran (lemak) dan gugus –COONa yang akan mengikat air
karena keduanya sama-sama berasal dari gugus polar, sehingga kotoran (lemak)
tidak dapat lepas karena terikat pada sabun dan sabun terikat pada air. Seperti
halnya pestisida, sabun yang beredar di masyarakat memiliki berbagai macam
bentuk sediaan, formulasi, dan bahan aktif yang berbeda-beda. Ada dua jenis bahan
dasar pembuat sabun yang dikenal yaitu sabun keras yang dibuat dengan NaOH dan
sabun lunak yang dibuat dengan KOH (Ophardt 2003). Perbedaan tersebut tentunya
akan sangat mempengaruhi sabun dalam mengakibatkan peluruhan lilin kutu putih,
sehingga perlu dilakukan pengujian untuk menentukan jenis sabun yang dianggap
paling efektif untuk mempercepat proses peluruhan lilin kutu putih dan dapat
diaplikasikan bersamaan dengan insektisida sintetik maupun nabati.
Selain menggunakan sabun, peluruhan lapisan lilin juga dapat dilakukan
dengan menggunakan bahan yang lebih alami yaitu buah lerak (Sapindus rarak).
Menurut Stoffels (2008) marga Sapindus dikenal oleh masyarakat umum sebagai
soapberries atau soapnuts karena daging buahnya digunakan untuk membuat
sabun. Buah lerak terdiri dari biji yang mengandung minyak dan daging buah yang
mengandung saponin sebagai surfactant alami. Saponin yang terkandung di dalam
3
buah lerak merupakan racun yang cukup kuat. Efek biologis saponin mampu
menurunkan kadar kolesterol pada manusia, menyebabkan hemolisis darah,
cenderung cepat menembus dinding sel dan bersifat racun dalam jaringan beberapa
organisme (Yanti & Irham 2009). Sejauh ini, lerak seringkali digunakan sebagai
sabun khusus pencuci batik di Indonesia dan di pasaran lerak sudah banyak dijual
dalam bentuk detergent cair.
Insektisida nabati adalah insektisida yang berbahan aktif senyawa metabolit
sekunder tumbuhan yang mampu memberikan satu atau lebih aktivitas biologi baik
pengaruh pada aspek fisiologi maupun tingkah laku hama tanaman, seperti
penghambatan aktivitas makan dan peneluran, pengatur pertumbuhan dan
perkembangan serangga, kematian/mortalitas, dan sebagainya; serta memenuhi
syarat-syarat untuk digunakan dalam pengendalian hama tanaman, seperti efektif,
efisien dan aman (Dadang & Prijono 2008). Menurut Thamrin et al. (2005) bahan
aktif metabolit senyawa sekunder tersebut dapat diolah dalam berbagai bentuk,
antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan
hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian
tumbuhan dibakar dan diambil abunya yang digunakan sebagai insektisida. Untuk
itu insektisida nabati sangat baik dipilih sebagai alternatif pengendalian serangga
sehingga pengguna tidak hanya bergantung kepada insektisida sintetis.
Beberapa jenis ekstrak tumbuhan yang diketahui dapat bersifat sebagai
insektisida pada P. marginatus maupun serangga hama lain adalah Piper
retrofractum (cabai jawa) dan Tephrosia vogelii (kacang babi). Menurut Dewi
(2010) pengujian ekstrak P. retrofractum pada konsentrasi 1% terhadap nimfa P.
marginatus menyebabkan kematian sebesar 62% pada hari pertama pengamatan
dan kemudian meningkat hingga 96% pada hari keempat. Pengujian pada nimfa
dengan konsentrasi 0.5% dan 1% tidak bertambah setelah hari ke-4 pengamatan dan
pada konsentrasi yang lebih rendah, kematian sudah tidak bertambah setelah hari
ke-3 pengamatan. Pola kematian tersebut tidak jauh berbeda dengan P. marginatus
yang diberi perlakuan dengan menggunakan T. vogelii. Selain itu, Wulan (2008)
melaporkan bahwa ekstrak daun kacang babi yang diekstrak dengan pelarut
heksana dan etil asetat secara bertahap dapat mengakibatkan kematian larva
Croccidolomia pavonana hingga mencapai lebih dari 80% pada konsentrasi 0.5%
dengan LC95 masing-masing sebesar 0.48% dan 1.23% dan berdasarkan hasil
penelitian Saryanah (2008) campuran ekstrak metanol T. vogelii dan P.
retrofractum pada konsentrasi 0.5% dengan aplikasi menggunakan metode celup
daun dapat mengakibatkan kematian larva C. pavonana sebesar 100%.
Berdasarkan beberapa hal diatas maka sangat penting dilakukan pengujian
untuk mengetahui manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan beberapa bahan
yang memiliki potensi berbeda untuk mengendalikan serangan hama kutu putih
pepaya. Sabun dapat digunakan untuk meluruhkan lapisan lilin yang merupakan
bentuk pertahanan fisik yang dimiliki oleh P. marginatus dan insektisida nabati
sebagai alternatif dari penggunaan insektisida sintetik. Sehingga diharapkan dapat
dihasilkan suatu alternatif pengendalian yang lebih efektif, efisien dan ramah
lingkungan melalui penggunaan kedua bahan tersebut baik dengan aplikasi terpisah
yaitu dilakukan peluruhan lapisan lilin terlebih dahulu agar insektisida mudah
menembus kutikula dari P. marginatus maupun aplikasi dengan
mengkombinasikan antara sabun dan insektisida nabati.
4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat keefektifan penggunaan sabun,
lerak dan tiga jenis ekstrak tanaman sebagai insektisida nabati baik dengan aplikasi
berurutan maupun bersamaan terhadap Paracoccus marginatus pada tanaman
pepaya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai teknik
pengendalian P. marginatus yang lebih efektif dengan menggunakan kombinasi
aplikasi bahan peluruh lapisan lilin dan insektisida sehingga tidak diperlukan
aplikasi berulang ataupun dosis insektisida yang tidak sesuai dengan anjuran dalam
melakukan pengendalian P. marginatus.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga
dan Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian dilakukan mulai
dari bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Februari 2013.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman
pepaya (Carica papaya L.) varietas IPB 9, koloni Paracoccus marginatus fase
imago, ekstrak kasar biji srikaya (Anonna squamosa), ekstrak kasar daun cabai jawa
(Piper retrofacum) dan ekstrak kasar kacang babi (Tephrosia vogelii), sabun
dengan formulasi krim, cair, dan bubuk, akuades, insektisida berbahan aktif
deltametrin (Decis 25 EC), lerak dan metanol. Alat-alat yang digunakan meliputi
polybag, mikroskop binokuler, cawan petri, labu erlenmeyer, gelas ukur, corong
kasa, kertas tisu hijau, alat semprot, lampu meja, kain kasa, mika plastik silindris
dan pipet volumetrik.
Metode
Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Papaya
Bibit pepaya yang digunakan diperoleh dari petani di Kecamatan
Rancabungur, Kabupaten Bogor yang merupakan bibit pepaya varietas IPB 9
berumur 2 minggu. Bibit berumur 2 minggu yang ditanam di polybag bening
berukuran 5 cm x 10 cm sebanyak 2 tanaman per polybag. Kemudian bibit tersebut
dipindahtanamkan pada polybag hitam berukuran 25 cm x 25 cm sebanyak 1 bibit
per polybag. Media tanam yang digunakan adalah tanah dan kompos dengan
perbandingan 1:1 (w/w). Pemeliharaan bibit dilakukan di Laboratorium
Biosistematika Serangga dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga
yang meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan, dan pengendalian hama lain
secara mekanis jika terdapat pada tanaman pepaya.
Identifikasi Serangga Uji
Sebelum dilakukan perbanyakan terhadap serangga uji, serangga terlebih
dahulu diidentifikasi untuk memastikan bahwa serangga yang digunakan adalah
Paracoccus marginatus. Serangga yang didapatkan dari lapangan dibuat menjadi
preparat slide di Laboratorium Biosistematika Serangga dan kemudian
diindentifikasi. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan
memperhatikan bentuk morfologi dan mengacu pada buku Mealybugs of Central
and South America (Williams & Granara de Willink 1992)
Pemeliharaan dan Perbanyakan Serangga Uji
Serangga yang telah diidentifikasi, dipelihara dan diperbanyak pada bibit
pepaya yang berumur 2 bulan atau tinggi tanaman ± 25-30 cm, kemudian disungkup
6
dengan plastik mika silindris yang bagian atasnya berupa kasa. Hal ini dilakukan
untuk menghindari serangan predator ataupun organisme pengganggu lain.
Serangga P. marginatus hasil identifikasi dibiarkan berkembang biak hingga imago
yang keluar pada generasi berikutnya mencapai jumlah yang mencukupi untuk
digunakan dalam pengujian.
Penyiapan Cairan Sabun
Formulasi sabun yang digunakan dalam pengujian adalah sabun berbahan
aktif natrium (Na) yang terdiri dari sabun krim, cair dan bubuk (detergent), sabun
yang berbahan aktif potasium (kalium) berupa sabun mandi cair, dan detergent
yang berbahan dasar lerak (Sapindus rarak). Masing-masing sediaan sabun tersebut
diencerkan dengan menambahkan akuades hingga mendapatkan cairan sabun
dengan konsentrasi masing-masing 0.05%, 0.1% dan 0.2% untuk kemudian
diaplikasikan pada serangga uji.
Penyiapan Insektisida Nabati dan Sintetik
Insektisida nabati yang digunakan untuk pengujian adalah ekstrak metanol
daun Piper retrofractum, daun Tephrosia vogelii dan biji Anonna squamosa yang
merupakan koleksi Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen
Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Insektisida sintetik yang digunakan
sebagai pembanding adalah insektisida berbahan aktif deltametrin 2.5 EC (Decis 25
EC) yang dibeli dari toko pertanian di desa Cibeureum, Kecamatan Dramaga,
Bogor.
Metode Pengujian
Uji Verifikasi
Uji verifikasi dilakukan terhadap hasil penelitian sebelumnya mengenai
pengaruh penggunaan sabun terhadap pengendalian kutu putih pepaya. Pengujian
dilakukan terhadap seluruh jenis sabun yang akan diuji dengan 5 kali ulangan
dengan 1 serangga uji pada setiap ulangan untuk masing-masing konsentrasi pada
setiap jenis sabun. Konsentrasi yang digunakan yaitu 0.05%, 0.1%, dan 0.2%.
dengan metode semprot serangga pada daun. Imago P. marginatus disimpan di atas
cawan petri yang telah dialasi tisu berwarna hijau dan daun pepaya sebagai pakan
yang bagian ujungnya telah diberi kapas basah. Kemudian imago disemprot dengan
menggunakan cairan sabun, setelah disemprot daun beserta imago kutu putih
tersebut dipindahkan ke cawan lain yang juga telah dialasi dengan kertas tisu.
Perbedaan penggunaan cawan untuk penyemprotan dan penyimpanan selama
pengamatan berlangsung dilakukan untuk mengurangi tingkat kelembaban pada
cawan akibat kertas tisu yang basah terkena cairan semprot. Pengamatan dilakukan
sebanyak 4 kali pada 0, 1, 3 dan 24 JSP terhadap peluruhan lilin untuk masingmasing ulangan. Perhitungan dilakukan dengan menghitung tingkat kejadian dan
keparahan peluruhan lilin pada P. marginatus menggunakan rumus Townsend dan
Heuberger (dalam Aripin et al. 2003)
∑�,�
�� � ��
�� = �=0
���
Dimana :
KP
= Keparahan peluruhan lilin
�
%
7
ni
vi
N
Z
=
=
=
=
Jumlah imago dari berbagai skor peluruhan
Nilai dari setiap skor peluruhan
Jumlah imago kutu putih yang diamati
Nilai numerik kategori yang tertinggi.
Kategori peluruhan yang digunakan terdiri dari 5 kategori dengan nilai 0-4 .
Peluruhan lapisan lilin 0% diberi nilai 0 (Gambar 1a), 1%- 25% peluruhan diberi
nilai 1 (Gambar 1b), 26% - 50% peluruhan diberi nilai 2 (Gambar 1c), sedangkan
peluruhan lapisan lilin 51% - 75% diberi nilai 3 (Gambar 1d) dan peluruhan lapisan
lilin sebesar 76% - 100% diberi nilai 4 (Gambar 1e). Hasil pengujian berupa jenis
sabun dengan konsentrasi yang paling baik untuk meluruhkan lilin selama 24 jam
setelah perlakuan (JSP).
a
b
c
d
e
Gambar 1 Kategori peluruhan lapisan lilin imago P. marginatus.
Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan rentang konsentrasi insektisida
nabati yang dapat mematikan serangga uji dalam kisaran lebih dari 0% tetapi
kurang dari 100%. Masing-masing ekstrak kasar diencerkan menggunakan metanol
dan Tween (5:1) dan akuades. Pengenceran ini dilakukan hingga mendapatkan
cairan ekstrak dengan 5 konsentrasi yang berbeda, yaitu 0.01%, 0.1%, 0.5%, 1%
dan 3%. Metode yang digunakan pada pengujian ini sama dengan metode pada uji
verifikasi, yaitu semprot serangga pada daun dengan menggunakan cawan semprot
dan cawan pengamatan yang berbeda. Jumlah ulangan yang digunakan untuk setiap
konsentrasi adalah 5 ulangan dengan 10 imago pada masing-masing ulangan.
Sebanyak 10 imago P. marginatus yang telah diinfestasikan pada cawan yang telah
dialasi dengan kertas tisu hijau disemprot sebanyak 3 kali untuk setiap ulangan
(volume ± 0.4 ml), serta dilakukan satu aplikasi kontrol pada 5 ulangan dengan
menggunakan metanol Tween (5:1) dan akuades. Setiap perlakukan diamati pada
24, 48, dan 72 JSP dengan menghitung jumlah P. marginatus yang mati.
Hasil pengujian dianalisis dengan menggunakan program Polo PC untuk
mengetahui LC25, LC50, LC75 dan LC95 pada pengamatan ke-72 jam setelah
perlakuan untuk masing-masing ekstrak. Konsentrasi dari masing-masing hasil
analisis LC tersebut digunakan pada pengujian-pengujian berikutnya.
Uji Aplikasi Sabun Sebelum Penyemprotan Insektisida Nabati (Aplikasi
Berurutan)
Satu jenis sabun yang dianggap paling efektif berdasarkan hasil uji verifikasi
diencerkan dengan menggunakan akuades hingga mencapai konsentrasi tertentu.
Cairan sabun disemprotkan pada 10 ekor imago P. marginatus yang telah
diinfestasikan pada potongan daun pepaya di dalam cawan yang telah dialasi kertas
tisu, kemudian serangga uji yang telah diberi perlakuan dibiarkan selama 3 jam.
8
Setelah itu serangga uji kembali diberi perlakuan dengan penyemprotan
menggunakan ekstrak tanaman yang telah diencerkan dengan menggunakan
metanol Tween (5:1) dan akuades hingga mencapai konsentrasi hasil analisis LC25,
LC50, LC75, dan LC95 dari uji pendahuluan. Serangga uji yang telah diberi perlakuan
cairan sabun dan insektisida nabati kemudian diamati pada 24, 72, dan 48 JSP
dengan menghitung jumlah serangga uji yang mati. Masing-masing perlakuan
terdiri dari 5 kali ulangan dengan 10 serangga uji dan 1 perlakuan kontrol dengan
jumlah ulangan dan serangga uji yang sama.
Uji Aplikasi Sabun yang Dikombinasikan dengan Insektisida Nabati
Uji kombinasi dilakukan dengan metode yang sama seperti pada pengujian
aplikasi berurutan. Hanya saja pada uji kombinasi ini aplikasi atau penyemprotan
sabun dan insektisida nabati tidak dilakukan pada waktu yang terpisah . Cairan
sabun dikombinasikan dengan setiap jenis ekstrak tanaman yang berbeda yaitu P.
retrofractum, T. vogelii dan A. squamosa . sehingga menghasilkan kombinasi cairan
sabun + P. retrofractum, cairan sabun + A. squamosa, dan cairan sabun + T. vogelii.
Konsentrasi cairan sabun yang digunakan dan masing-masing insektisida nabati
sama seperti pada pengujian sebelumnya. Perlakuan dilakukan sebanyak 5 ulangan
dengan 10 serangga uji dan 1 perlakuan kontrol. Tiap perlakuan diamati pada 24,
48 dan 72 JSP dengan menghitung jumlah serangga yang mati.
Uji Pembanding
Uji pembanding dilakukan dengan menggunakan insektisida sintetik
berbahan aktif deltametrin. Uji pembanding ini dilakukan dengan konsentrasi
tunggal yaitu 0.5 ml/l dengan 3 metode seperti pada perlakuan-perlakuan dengan
menggunakan insektisida nabati, yaitu aplikasi insektisida sintetik tunggal, aplikasi
insektisida sintetik setelah sabun, dan aplikasi insektisida sintetik yang
dikombinasikan dengan sabun. Konsentrasi sabun yang digunakan pada pengujian
ini sama seperti konsentrasi pada pengujian sebelumnya dengan 5 kali ulangan dan
10 serangga uji. Pengamatan dilakukan pada 24, 48 dan 72 JSP dengan menghitung
jumlah serangga yang mati.
Analisis Data
Seluruh penelitian dilakukan di laboratorium dengan asumsi seluruh faktor
yang digunakan bersifat homogen, sehingga rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang dianalisis dengan menggunakan Program
SAS 9.0. Analisis parameter toksisitas dilakukan dengan menggunakan program
POLO PC untuk menentukan nilai lethal consentration (LC).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Serangga Uji
Serangga uji yang didapatkan dari lapangan untuk diidentifikasi memiliki ciri
morfologi yang sama berdasarkan buku Mealybugs of Central and South America
(Williams & Granara de Willink 1992). Permukaan tubuh kutu ini ditutupi oleh lilin
berwarna putih yang merupakan hasil sekresi dari tubuhnya. Imago betina memiliki
panjang tubuh 2.5 mm. Panjang antena kurang lebih 310 – 370 µm dengan jumlah
segmen 8. Pada bagian tepi terdapat rangkaian filamen lilin pendek di sepanjang
bagian tepi tubuh dan terdapat kantung telur (ovisac) pada bagian posterior tubuh
betina dewasa. Menurut Miller & Miller (2002) kantung telur dibentuk di bagian
ventral posterior tubuh betina dewasa. Bentuk diagram tubuh imago betina terdapat
pada Gambar 2a-d.
c
a
b
d
Gambar 2 Imago betina P. marginatus. Sumber: Miller dan Miller (2002) (a).
Imago betina hasil identifikasi dari lapang (b), antena 8 segmen (c) dan
bagian tungkai tengah (d).
Selain dengan membuat preparat slide dan pengamatan di bawah mikroskop,
identifikasi P. marginatus juga dapat dilakukan dengan cara memasukkan P.
marginatus ke dalam alkohol 70%. Tubuh P. marginatus akan berubah warna
menjadi hitam setelah dimasukkan ke dalam alkohol 70% dan hal ini hanya spesifik
terjadi pada kutu putih P. marginatus, sehingga dapat dijadikan suatu alternatif
cepat untuk mengidentifikasi P. marginatus.
Pengaruh Sabun terhadap Peluruhan Lapisan Lilin Imago P. marginatus
Pengaruh beberapa jenis sabun terhadap peluruhan lapisan lilin imago P.
marginatus dengan 3 tingkat konsentrasi untuk masing-masing sabun, yaitu 0.05%,
0.10% dan 0.2% disajikan pada Tabel 1. Secara umum, kelima jenis sabun yang
digunakan pada pengujian mampu meluruhkan lapisan lilin pada permukaan tubuh
P. marginatus. Sabun cair pada konsentrasi 0.2% mampu menyebabkan tingkat
peluruhan lapisan lilin hingga 85% pada 24 jam setelah perlakuan, tingkat
peluruhan ini merupakan tingkat peluruhan paling tinggi diantara tingkat peluruhan
lapisan lilin akibat jenis sabun lainnya. Jenis sabun lain pada konsentrasi yang sama
yaitu 0.2% hanya mampu meluruhkan 70% pada perlakuan dengan sabun krim,
75% pada perlakuan dengan menggunakan sabun bubuk, 55% pada perlakuan
10
dengan cairan sabun mandi cair dan 40% pada perlakuan dengan menggunakan
cairan lerak. Perlakuan dengan menggunakan sabun mandi cair 0.10% hanya
mampu meluruhkan sebesar 15%. Tingkat peluruhan oleh sabun mandi cair ini
merupakan tingkat peluruhan terendah dan tidak berbeda nyata dengan tingkat
peluruhan yang disebabkan oleh perlakuan dengan sabun cair pada konsentrasi
0.05%, yaitu sebesar 20%.
Tabel 1 Pengaruh sabun terhadap peluruhan lapisan lilin pada
imago P. marginatus
Konsentrasi Tingkat peluruhan
Jenis sabun
(%)a
(%)
0.05
20d
Cair
0.10
50abcd
0.20
85a
Kontrol
0e
Krim
Bubuk
Mandi Cair
Lerak
0.05
0.10
0.20
Kontrol
35cd
45abcd
70ab
0e
0.05
0.10
0.20
Kontrol
30bcd
60ab
75ab
0e
0.05
0.10
0.20
Kontrol
55abcd
15d
55abcd
0e
0.05
0.10
0.20
Kontrol
75abc
50abcd
40abcd
0e
a
Persen peluruhan lapisan lilin pada 24 jam setelah perlakuan. Persentase
peluruhan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Seluruh cairan sabun mampu menyebabkan peluruhan pada 0 jam setelah
perlakuan, meskipun tingkat peluruhan yang ditimbulkan masih sangat rendah.
Pada jam pertama setelah perlakuan, peningkatan peluruhan lapisan lilin belum
terlihat secara signifikan dan rata-rata tingkat peluruhan lapisan lilin oleh masingmasing cairan sabun mulai terlihat meningkat secara signifikan pada jam ke-3
pengamatan setelah perlakuan hingga jam ke-24 setelah perlakuan. Sabun cair tidak
menunjukkan perbedaan tingkat peluruhan yang nyata dari ketiga konsentrasi yang
11
digunakan pada 0 hingga 1 jam setelah perlakuan (JSP). Pada 3 jam setelah
perlakuan, sabun cair dengan konsentrasi 0.10% dan 0.05% memiliki tingkat
peluruhan yang hampir sama, sedangkan tingkat peluruhan pada konsentrasi 0.2%
meningkat secara signifikan. Imago yang diberi perlakuan dengan konsentrasi
0.05% tidak mengalami pengingkatan peluruhan lapisan lilin hingga jam ke-24
pengamatan (Gambar 3a).
Tingkat peluruhan (%)
90
90
a
75
75
60
60
45
45
30
30
15
15
0
0
0
Tingkat peluruhan (%)
90
1
3
b
24
90
c
75
75
60
60
45
45
30
30
15
15
0
0
1
3
24
0
1
3
24
d
0
0
1
3
Tingkat peluruhan (%)
90
24
e
75
60
0,05%
.
0,10%
.
45
30
0,20%
.
Kontrol
15
0
0
1
3
24
Waktu pengamatan (JSP)
Gambar 3
Tingkat peluruhan lapisan lilin imago P. marginatus dengan
menggunakan sabun cair (a), sabun krim (b), sabun bubuk (c), sabun
mandi cair (d) dan lerak (e). JSP: Jam setelah pengamatan
Pola perkembangan peluruhan yang sama terjadi pada perlakuan dengan
menggunakan sabun krim dan sabun bubuk yang ditunjukkan pada Gambar 3b dan
3c. Perlakuan dengan menggunakan sabun mandi cair menunjukkan hasil yang
kurang baik. Konsentrasi terendah dan tertinggi pada sabun mandi cair memiliki
tingkat peluruhan yang sama pada 24 JSP, meskipun pada 0 JSP, sabun mandi cair
12
dengan konsentrasi 0.2% masih menunjukkan tingkat peluruhan yang lebih tinggi
dibandingkan konsentrasi yang lebih rendah (Gambar 3d).
Perlakuan dengan menggunakan lerak menunjukkan hasil yang berbeda
dengan perlakuan lainnya, konsentrasi terendah dari lerak mampu mengakibatkan
peluruhan yang paling tinggi, sedangkan tingkat peluruhan terendah pada perlakuan
ini diakibatkan oleh konsentrasi tertinggi yang digunakan yaitu 0.2% (Gambar 3e).
Gejala meluruhnya lapisan lilin yang terlihat adalah semakin menipisnya lilin
pada permukaan tubuh imago P. marginatus, sehingga permukaan tubuh akan
tampak berwarna kekuningan. Selain itu, tidak terdapat sisa-sisa lilin di sekitar
imago, karena lilin-lilin tersebut telah larut bersama cairan sabun yang
diaplikasikan. Seluruh perlakuan kontrol tidak menunjukkan adanya gejala
peluruhan lapisan lilin dan lilin di permukaan tubuh P. marginatus masih tampak
utuh dan tebal hingga pengamatan ke 24 JSP.
Tingkat peluruhan lapisan lilin akibat perlakuan sabun cair menunjukkan
hasil yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan dengan jenis sabun
lainnya pada konsentrasi dan waktu pengamatan yang sama. Hal ini menunjukkan
bahwa sabun cair lebih efektif untuk meluruhkan lapisan lilin imago P. marginatus
dibandingkan dengan jenis sabun lainnya. Sehingga sabun cair dengan konsentrasi
0.2% dipilih untuk digunakan pada pengujian-pengujian selanjutnya.
Pengaruh Tiga Jenis Ekstrak terhadap Mortalitas Imago P. marginatus
Secara umum, ketiga jenis ekstrak yang digunakan mampu mengakibatkan
mortalitas hingga lebih dari 50% pada konsentrasi diatas 0.01%. Pada konsentrasi
tertinggi yang digunakan untuk setiap ekstrak, yaitu 3% pada ekstrak T. vogelii, P.
retrofratum dan A. squamosa mengakibatkan mortalitas secara berturut-turut
sebesar 98%, 100% dan 100%, sedangkan pada konsentrasi terendah yang
digunakan yaitu 0.01% masing-masing ekstrak hanya mampu mengakibatkan
mortalitas secara berturut-turut sebesar 46%, 62% dan 18% pada 72 JSP (Tabel 2).
Masing-masing jenis ekstrak mampu menimbulkan kematian sejak hari pertama
perlakuan meskipun konsentrasi yang diaplikasikan rendah dan mortalitas imago P.
marginatus terus meningkat hingga pengamatan ke-3 pada 72 JSP, sedangkan
perlakuan kontrol yang hanya menggunakan Metanol dan Tween (5:1) dan akuades
tidak mengakibatkan kematian hingga pengamatan ke-3 pada 72 JSP. Hal ini
menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan tidak memberikan pengaruh buruk
terhadap imago P. marginatus.
Analisis toksisitas ketiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago P.
marginatus dapat dilihat pada Tabel 3. Konsentrasi efektif yang dapat mematikan
imago P. marginatus sebesar 95% untuk perlakuan dengan menggunakan ekstrak
T. vogelii, P. retrofractum dan A. squamosa berturut-turut adalah sebesar 1.250%,
1.482% dan 0.469%, sedangkan konsentrasi efektif yang dapat mematikan hingga
50% untuk masing-masing ekstrak berturut-turut adalah sebesar 0.020%, 0.007%
dan 0.042% pada 72 JSP. Data mortalitas yang diperoleh dari hasil pengujian
dianalisis kembali untuk mengetahui LC25 dan LC75. Konsentrasi yang diperoleh
dari hasil analisis LC25, LC50, LC75 dan LC95 kemudian digunakan dalam pengujian
aplikasi insektisida setelah aplikasi sabun dan yang dikombinasikan dengan sabun
(Tabel 4).
13
Tabel 2 Pengaruh tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago betina
P. marginatus
Persentase mortalitas pada
Konsentrasi
pengamatan ke- (%)
Jenis ekstrak
(%)
24 JSPa 48 JSPa
72 JSPa
Kontrol
0
0
0
0.01
34
42
46
0.1
44
46
60
T. vogelii
0.5
72
82
94
1
78
86
96
3
90
96
98
P. retrofractum
A. squamosa
a
Kontrol
0.01
0.1
0.5
1
3
0
22
42
64
92
72
0
48
62
82
96
96
0
62
68
88
96
100
Kontrol
0.01
0.1
0.5
1
3
0
8
56
74
94
92
0
12
66
82
98
98
0
18
70
94
100
100
JSP: Jam setelah perlakuan
Tabel 3 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago
betina P. marginatus
Waktu
LC50
LC95
Jenis Ekstrak Pengamatan
a ± GBa
b ± GBa
(%)
(%)
(JSP)a
24
1.079 ± 0.110 0.677 ± 0.102
0.071
18.968
48
1.074 ± 0.123 0.745 ± 0.107
0.036
5.823
T. vogelii
72
1.556 ± 0.159 0.913 ± 0.123
0.020
1.250
P. retrofractum
A. squamosa
a
24
48
72
0.623 ± 0104
1.299 ± 0.137
1.524 ± 0.156
0.696 ± 0.102
0.745 ± 0.011
0.707 ± 0.122
0.127
0.018
0.007
29.395
2.905
1.482
24
48
72
1.158 ± 0.129 1.184 ± 0.128
1.592 ± 0.163 1.338 ± 0.142
2.159 ± 0.233 1.565 ± 0.174
0.105
0.065
0.042
2.574
1.095
0.469
a:intersep regresi probit. b: kemiringan regresi probit. JSP: Jam setelah perlakuan
Gejala yang terlihat setelah perlakuan dengan metode semprot serangga pada
daun adalah adanya lilin-lilin baru yang muncul pada 72 JSP setelah sebelumnya
14
sempat meluruh akibat perlakuan, namun lilin yang baru muncul ini bentuknya
tidak beraturan dan menggumpal-gumpal (Gambar 4a), kemudian terganggunya
pembentukan kantung telur. Telur-telur yang muncul setelah imago mengalami
perlakuan tidak ditutupi oleh kantung telur berwarna putih (Gambar 4b ) . Kantung
telur tersebut merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh imago betina
terhadap telur yang diletakkan oleh imago agar telur-telur tersebut terlindung dari
berbagai ancaman . Selain itu, pada serangga uji yang mati terjadi perubahan warna
tubuh menjadi lebih gelap, yaitu coklat pada awal pengamatan dan menghitam serta
mengering pada akhir pengamatan (Gambar 4c). Seluruh gejala ini muncul pada
setiap perlakuan esktrak dan bukan merupakan gejala yang spesifik dari satu jenis
ekstrak tanaman yang digunakan.
Tabel 4 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago
betina P. marginatus pada pengamatan 72 jam setelah perlakuan (JSP)
Konsentrasi pada Ekstrak
Parameter
T. vogelii
P. retrofractum
A. squamosa
LC25
0.004
0.001
0.015
a
(SK = 95%) (%)
(0.000 – 0.019)
(-)
(0.009 – 0.024)
a
LC50
(SK = 95%)a(%)
0.020
(0.000 - 0.072)
0.007
(-)
0.042
(0.028 – 0.060)
LC75
(SK = 95%)a(%)
0.108
(0.020 – 0.633)
0.093
(-)
0.113
(0.079 – 0.167)
LC95
(SK = 95%)a(%)
0.500
(0.137 – 24.089)
1.482
(-)
0.469
(0.294 - 0.900)
SK = Selang Kepercayaan
c
a
b
Gambar 4 Gejala yang terjadi akibat perlakuan ekstrak tanaman pada pengamatan
72 JSP. →: Gejala. - - → : bagian anterior serangga.
Efektivitas Ekstrak Tanaman yang Dikombinasikan dengan Sabun dan
Setelah Aplikasi Sabun
Konsentrasi sabun cair yang digunakan pada pengujian adalah 0.2%
berdasarkan uji peluruhan terhadap lapisan lilin imago P. marginatus, sedangkan
konsentrasi ekstrak yang digunakan berbeda untuk setiap jenis ekstrak. Konsentrasi
yang digunakan pada pengujian dengan ekstrak T. vogelii adalah 0.004%, 0.02%,
15
0.1% dan 0.5% , untuk ekstrak P. retrofractum adalah 0.001%, 0.007%, 0.1% dan
0.5%, dan pengujian dengan A. squamosa menggunakan konsentrasi ekstrak
sebesar 0.015%, 0.042%, 0.113% dan 0.5%. Perbedaan penggunaan konsentrasi
ekstrak ini berdasarkan hasil analisis LC25, LC50, LC75 dan LC95 data kematian 72
JSP pada pengujian pengaruh ekstrak terhadap mortalitas imago P. marginatus.
Secara umum kombinasi antara sabun dan masing-masing insektisida nabati
memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk menyebabkan kematian pada imago
P. marginatus dibandingkan dengan penggunaan sabun sebelum aplikasi
insektisida nabati pada masing-masing konsentrasi yang sama. Persentase kematian
tertinggi terjadi pada penggunaan ekstrak A. squamosa 0.5%, baik yang
dikombinasikan dengan sabun cair maupun aplikasi yang dilakukan setelah
penyemprotan sabun cair, tingkat kematian tersebut berturut-turut adalah sebesar
90% dan 94%, sedangkan persentase kematian terendah dengan menggunakan 2
metode tersebut terjadi pada penggunaan ekstrak P. retrofractum 0.001% yaitu
sebesar 30% pada aplikasi ekstrak yang bersamaan dengan sabun cair dan 62% pada
aplikasi yang dilakukan setelah penyemprotan sabun cair (Gambar 5) .
100
100
Tingkat mortalitas (%)
a
80
80
60
60
40
40
20
20
0
b
0
K
0.004
0.02
Tingkat mortalitas (%)
100
0.1
0.5
K
0.001
0.007
0.1
1.5
c
80
60
Ekstrak Bersamaan Sabun
40
Ekstrak Setelah Sabun
20
0
K
0.015
0.042
0.113
0.5
Konsentrasi Ekstrak (%)
Gambar 5 Efektivitas penggunaan sabun dan ekstrak T. vogelii (a), P. retrofractum
(b) dan A. squamosa (c) terhadap mortalitas imago P. marginatus.
Penggunaan sabun dalam aplikasi masing-masing ekstrak cukup
mempengaruhi kerja ekstrak dalam menyebabkan kematian pada imago P.
marginatus. Secara umum setiap konsentrasi ekstrak dapat memberikan pengaruh
yang lebih tinggi dari hasil analisis lethal concentration (LC) dengan adanya
peranan sabun, meskipun pada konsentrasi LC95 persentase kematian yang
ditimbulkan lebih rendah dari hasil perkiraan dengan adanya peranan sabun.
16
Tabel 5 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak dan sabun cair 0.2%
terhadap mortalitas imago betina P. marginatus
b ± GBa
LD50 (%)
LD95 (%)
0.891 ± 0.192
0.412 ± 0.119
0.006
67.590
Sabun cair 0.2% »
1.501 ± 0.243
T. vogeliia
0.345 ± 0.148
0.00004
P. retrofractum +
0.946 ± 0.163
Sabun cair 0.2%
0.413 ± 0.818
0.005
sabun cair 0.2% »
P. retrofractuma
1.169 ± 0.178 0.277 ± 0.862
0.00007
56.102
A. squamosa +
Sabun cair 0.2%
1.712 ± 0.253 1.218 ± 0.191
0.039
0.880
Jenis Ekstrak
T. vogelii +
sabun cair 0.2%
a ± GBa
sabun cair 0.2% »
1.635 ± 0.301
A. squamosaa
0.252 ± 0.233
0.000
2.540
49.094
1.095
a
a:intersep regresi probit. b: kemiringan regresi probit.»:aplikasi ekstrak setelah penyemprotan
sabun cair 0.2%
Nilai LC50 perlakuan setiap jenis ekstrak tunggal lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak yang diaplikasikan dengan sabun maupun setelah penyemprotan
sabun. Sehingga dapat dikatakan bahwa sabun memiliki peranan yang cukup
penting dalam meningkatkan toksisitas suatu ekstrak tumbuhan. Penduga
parameter toksisitas dari masing-masing perlakuan untuk setiap ekstrak dapat
dilihat pada Tabel 5. Gejala yang muncul akibat kedua metode perlakuan ini relatif
sama dengan gejala yang muncul akibat perlakuan dengan ekstrak tunggal. Imago
P. marginatus yang diberi perlakuan mengalami gangguan pada pembentukan
lapisan liin dan kantung telur, serta terjadi perubahan warna tubuh menjadi lebih
gelap dan mengering (Gambar 6a-c).
a
b
c
Gambar 6 Gejala pada imago P. marginatus akibat perlakuan ekstrak dan sabun
cair 0.2% yang diamati pada 72 JSP.
Pengujian dengan menggunakan berbagai jenis insektisida nabati ini jauh
lebih efektif dibandingkan dengan pengujian dengan menggunakan insektisida
sintetik dalam skala laboratorium, baik dengan perlakuan tunggal masing-masing
17
jenis insektisida maupun dengan peranan sabun dalam aplikasi masing-masing
insektisida. Insektisida sintetik yang digunakan sebagai uji pembanding adalah
insektisida yang berbahan aktif deltametrin 2.5 EC (Decis 25 EC).
Konsentrasi insektisida sintetik yang digunakan dalam uji pembanding
adalah 0.5 ml/l dan tingkat kematian imago P. marginatus pada aplikasi tunggal
hanya mencapai 10%, sedangkan aplikasi yang dikombinasikan dengan sabun
hanya mencapai 20% dan aplikasi yang dilakukan setelah sabun cair hanya
mencapai 40%. Tingkat kematian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan
tingkat kematian yang diakibatkan oleh seluruh ekstrak tanaman pada setiap jenis
aplikasi, yaitu tunggal, bersamaan dengan sabun dan setelah aplikasi sabun pada
konsentrasi yang relatif sama bahkan jauh lebih rendah.
Pembahasan Umum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh jenis sabun mampu meluruhkan
lilin pada permukaan tubuh imago P. marginatus dengan tingkat peluruhan yang
berbeda-beda. Dalam penelitian digunakan sabun dengan tiga jenis bahan dasar
berbeda, yaitu sabun cair, sabun krim dan sabun bubuk yang berbahan dasar
natrium, kemudian sabun mandi cair yang berbahan dasar kalium dan detergent
lerak yang berasal dari buah lerak. Dari ketiga jenis bahan dasar sabun tersebut,
sabun dengan bahan natrium memiliki tingkat keefektifan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sabun dengan bahan dasar kalium dan lerak. Berdasarkan
hasil analisis Duncan dengan taraf kepercayaan 95%, tingkat kefektifan sabun
dalam meluruhkan lapisan lilin berturut-turut adalah sabun cair yang tidak berbeda
nyata dengan sabun krim, sabun bubuk, sabun mandi cair dan lerak dilihat pada
tingkat konsentrasi 0.20% untuk masing-masing jenis sabun.
Tingkat keefektifan yang berbeda dari jenis sediaan sabun ini dipengaruhi
oleh proses pembuatan masing-masing sabun. Menurut Ophardt (2003) sabun yang
dibuat dengan menggunakan NaOH biasa dikenal dengan jenis sabun keras. Sabun
keras merupakan sabun yang dibuat dengan menggunakan bahan baku yang berasal
dari minyak atau lemak dengan kualitas rendah dan mengandung sedikit alkali,
namun tidak menyebabkan iritasi pada kulit, kelompok sabun ini biasa digunakan
untuk mencuci pakaian dan piring, sedangkan sabun yang dibuat dengan
menggunakan KOH biasa dikenal dengan jenis sabun lunak. Sabun lunak ini
diproduksi dengan menggunakan bahan baku dari minyak atau lemak terbaik dan
mengandung alkali bebas, biasa digunakan untuk sabun mandi.
Jenis sabun yang dibuat dengan menggunakan NaOH memiliki tingkat
peluruhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan KOH karena menurut Wade &
Waller (1994), natrium hidroksida (NaOH) merupakan salah satu jenis alkali (basa)
kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus.
NaOH memiliki bentuk berupa butiran padat berwarna putih dan memiliki sifat
higroskopis atau mampu menyerap molekul air dari lingkungannya dengan baik.
Seluruh jenis ekstrak yang digunakan dalam pengujian mampu menimbulkan
kematian pada serangga uji dengan tingkat kefektifan yang berbeda-beda.
Berdasarkan nilai LC95 , urutan kefektifan ekstrak dalam mematikan imago P.
marginatus pada 72 JSP dengan metode semprot serangga pada daun adalah
ekstrak A. squamosa, ekstrak T. vogelii dan ekstrak P. retrofractum. Selain efektif
18
pada perlakuan tunggal, ekstrak A. squamosa juga lebih efektif untuk diaplikasikan
bersamaan dengan sabun cair 0.2% dan setelah sabun cair 0.2%.
Perlakuan ekstrak pada imago P. marginatus setelah aplikasi sabun lebih
efektif dibandingkan dengan aplikasi ekstrak yang bersamaan dengan cairan sabun.
Pada konsentrasi ekstrak 0.1%, kombinasi dengan sabun mampu meningkatkan
persentase kematian sebesar 1.1 kali pada T. vogelii, 1.03 kali pada P. retrofractum
dan 1.12 kali pada A. squamosa, sedangkan pada aplikasi ekstrak setelah
penyemprotan sabun, persentase kematian dapat meningkat sebesar 1.5 kali pada T.
vogelii, 1.25 kali pada P. retrofractum dan 1.3 kali pada A. squamosa. Hal ini
disebabkan karena ketika imago P. marginatus telah disemprot dengan cairan
sabun, maka lapisan lilinnya akan meluruh dan menyebabkan kutikula atau
permukaan tubuhnya tidak memiliki perlindungan diri. Sehingga ketika imago P.
marginatus kembali disemprot dengan ekstrak, cairan ekstrak dapat langsung
mengenai kutikula P. marginatus tanpa adanya halangan dari lapisan lilin yang