Pengendalian Kutu Putih pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Insektisida Botani

(1)

PENGENDALIAN KUTU PUTIH PADA BUAH MANGGIS

(Garcinia mangostana L.) DENGAN INSEKTISIDA BOTANI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian Pada Program Studi Agroekoteknologi Pasca Sarjana

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

OLEH :

SUSANA BANGUN

10

7001004

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

PASCA SARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

PENGENDALIAN KUTU PUTIH PADA BUAH MANGGIS

(Garcinia mangostana L.) DENGAN INSEKTISIDA BOTANI

TESIS

OLEH :

SUSANA BANGUN

107001004

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

PASCA SARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(3)

Judul Penelitian : Pengendalian Kutu Putih pada Buah Manggis

(Garcinia mangostana L.) dengan Insektisida

Botani

Nama Mahasiswa : Susana Bangun

Nim : 107001004

Program Studi : Agroekoteknologi

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS Prof.Dr.Ir. Darma Bakti, MS

Ketua Pembimbing Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof.Dr.Ir. Abdul Rauf, MP) (Prof.Dr.Ir. Darma Bakti, MS)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 27 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.Dra.M.Cyccu Tobing,MS Anggota : Prof.Dr.Ir. Darma Bakti,MS Penguji : 1. Prof.Ir. Edison Purba,Msc,Phd

2. Dr.Ir. Lolie Agustina P.MS 3. Dr. Lisnawita, SP.MSi


(5)

PENGENDALIAN KUTU PUTIH PADA BUAH MANGGIS

(

Garcinia mangostana

L.) DENGAN INSEKTISIDA BOTANI

ABSTRAK

Susana Bangun “ Pengendalian Kutu Putih pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Insektisida Botani ” di bawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Darma Bakti. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan metode pengendalian kutu putih yang efektif berbasis ramah lingkungan serta teknik perlakuan untuk menjaga kesegaran buah manggis dengan pemanfaatan insektisida botani yang dapat digunakan untuk keperluan sertifikasi buah manggis tujuan ekspor bebas kutu putih. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dari bulan Desember 2011 sampai dengan Maret 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial dengan tiga ulangan. Perlakuan yang digunakan yaitu ekstrak biji nimba, mahoni dan srikaya pada konsentrasi 10%, 20% dan 30% pada ekstrak serbuk, 2,5%, 5% dan 7,5% pada ekstrak minyak, dengan menggunakan metode pencelupan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi perlakuan serbuk nimba 30% dan srikaya 30% memberikan nilai mortalitas tertinggi yaitu 96,66%, dan tidak mempengaruhi rasa dan tampilan morfologis buah manggis. Aplikasi ekstrak minyak nimba 2,5% merupakan perlakuan yang efektif (mortalitas 100%), tidak memberikan pengaruh terhadap rasa dan tampilan buah, namun ditemukan 0,13 ppm residu salanin pada kulit buah manggis. Identifikasi terhadap spesies kutu putih diperoleh spesies Dysmicoccus brevipes, D. lepelleyi, dan

Exallomochlus hispidus.


(6)

Controlling of Mealybugs on Mangosteen Fruit (

Garcinia

mangostana

L.) Using Botanical Insecticides

ABSTRACT

Susana Bangun “Controlling of Mealybugs on Mangosteen Fruits (Garcinia mangostana L.) Using Botanical Insecticides“ supervised by Maryani Cyccu Tobing and Darma Bakti. The objectives of the research were to find out an effective and eco-friendly method controlling on mealybug, and technique on keeping mangosteen fruits freshness lasts longer taking the advantages of using botanical insecticides that can be used for the need of certificating mealybug-free mangosteen for export destination. The research was conducted in Plant Pest Laboratory, Plant Protection Departement, Agriculture Faculty, Universitas Sumatera Utara, from December 2011 to March 2012. The research used Non-Factorial Complete Random Design with three replications. The treatment consists of seed extract (neem, mahogany and custard apple) on 10%, 20% and 30% concentration in the form of powder and 2,5%, 5%, 7,5% oil exstract by the dipping method. The results showed that the application of 30% neem and custard apple 30% powder treatment yields high level at 96,66% mortality and doesn’t affected the taste and the morphological shape of mangosteen fruit. On oil extract application, neem 2,5% is an affective treatment (mortality 100%) and doesn’t affected the taste on the morphologycal view of the fruit either, however found 0,13 ppm salanin residue on mangosteen pericarp. Identification on mealybugs species found: Dysmicoccus brevipes, D. lepelleyi, and Exallomochlus hispidus.


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Bapa Yang Maha Kuasa atas Rahmat Kasih dan KaruniaNya yang telah dianugrahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini dengan penuh ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing Prof. Dr. Dra. M.Cyccu Tobing, MS selaku Pembimbing I dan kepada Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS selaku Pembimbing II, atas segala bimbingan, petunjuk, koreksi dan saran yang diberikan sejak awal hingga akhir penelitian dan penulisan tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Ketua Program Studi Agroekoteknologi Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan seluruh staf pegawai, serta Prof. Ir. Edison Purba, Msc. Phd dan Dr. Ir. Lolie Agustina P, MS selaku dosen penguji. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Lisnawita, SP. MSi yang senantiasa siap memberikan masukan kepada penulis dan kepada Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan serta Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Belawan atas dukungannya.

Akhirnya kepada semua pihak yang terlibat dan telah membantu, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, penulis menghaturkan hormat dan terima kasih yang setulusnya. Semoga atas doa, bantuan dan budi baik yang telah diberikan mendapat anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Baik.

Medan, Mei 2012 Penulis


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat kasih karunia dan rahmatNya, yang telah memberikan waktu, kesehatan dan menghaturkan semuanya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan thesis ini, yang berjudul “Pengendalian Kutu Putih Pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Insektisida Botani”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam meraih gelar Magister Pertanian Pada Pasca Sarjana Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan, khususnya Karantina Pertanian dan para eksportir buah.

Medan, Mei 2012 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Susana Bangun, lahir di Medan, tanggal 9 Desember 1968, merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara dari Bapak D.H. Bangun, BA (alm) dan ibu E br Barus. Menikah dengan M.K.Sembiring Milala, SE dan telah dikaruniai 2 orang Putri yaitu: Inggrid Claudia Marcelina S. Milala kelas I SMA dan Ivana Fiorenza S. Milala kelas IV SD.

Riwayat pendidikan yang telah dicapai penulis saat ini adalah :

1. Tahun 1975-1981, bersekolah di Sekolah Dasar Negeri No. 060894 Pasar II Medan.

2. Tahun 1981-1984, bersekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Medan.

3. Tahun 1984-1987, bersekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan. 4. Tahun 1987 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

dan lulus tahun 1992 pada jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan.

5. Agustus tahun 2010 penulis diterima menjadi mahasiswa S2 di Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Agroekoteknologi, Universitas Sumatera Utara.

Sejak tahun 1995 penulis diterima sebagai pegawai di Badan Karantina Pertanian unit Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan, dan saat ini bekerja di Balai Besar Karantina Pertanian Belawan.


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 6

Hipotesis ... 6

Manfaat Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

I. Kutu Putih ... 7

a. Bioekologi ……….. 7

b. Morfologi ... 10

c. Gejala Serangan ... 13

d. Pengendalian ... 14

II. Insektisida Nabati ... 15

a. Nimba ( Azadirachta indica A.Juss ) ... 16

b. Mahoni ( Swietenia mahogani JACQ ) ... 21

c. Srikaya ( Anona squamosa L.) ... 22

d. Lidah Buaya ( Aloe vera ) . ... 24

BAHAN DAN METODE ... 26

Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

Bahan dan Alat ... 26

Metode Penelitian ... 26

Pelaksanaan Penelitian ... 28


(11)

Aplikasi Insektisida Botani ... 31

Peubah Amatan ... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

1. Identifikasi Spesies Kutu Putih ... 36

a. Dysmicoccus brevipes Cockerell ……….. 36

b. Dysmicoccus lepelleyi Betrem ... 39

c. Exallomochlus hispidus Morrison ... 40

2. Persentase Mortalitas Kutu Putih ... 41

3. Perilaku Hama ... 48

4. Morfologi Buah ... 50

5. Residu Pestisida ... 54

KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

Kesimpulan ... 57

Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Rataan Pengaruh Aplikasi Serbuk dan Minyak Nimba Mahoni dan srikaya Terhadap Mortalitas (%) Kutu

Putih pada 1 dan 2 HSA ... 42 2. Pengamatan Jumlah Hama yang Mati (ekor) pada 2 HSA 44 3. Daftar Analisa Sidik Ragam Pengaruh Insektisida

terhadap Mortalitas Kutu Putih ... 44 4. Hasil Analisa Sidik Ragam Faktor Kontras Ortogonal

Pengaruh Insektisida Terhadap Mortalitas Kutu Putih ….. 47

5. Respon Pemberian Insektisida Botani Sebagai Perlakuan

Terhadap Tampilan dan Rasa Buah Manggis pada 3 HSA 51 6. Kandungan Residu Aplikasi Perlakuan Ekstrak Serbuk

Nimba 30% pada Kulit Buah Manggis ... 54 7. Kandungan Residu Aplikasi Perlakuan Ekstrak Minyak


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Kutu Putih ... 8

2. Sketsa Tubuh Imago Betina Kutu Putih secara umum.... 10

3. a. Buah Terserang Kutu Putih ... 14

b. Buah Manggis Sehat ... 14

4. Biji Nimba ... 18

5. Biji Mahoni ... 21

6. Biji Srikaya ... 22

7. D. Brevipes dengan 17 Pasang Filament ... 37

8. Multilocular Pore ... 37

9. a. Translucent Pore ... 38

b. Seta Apical pada Anal Area ... 38

10. Sketsa D. brevipes ... 38

11. Sketsa D. lepelleyi ... 39

12. Imago Exallomochlus hispidus... 40

13. Sketsa Exallomochlus hispidus ... 41


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Jumlah Hama yang Mati (Ekor) pada 1 HSA ……….. 63

2. Analisis Jumlah Kuadrat Utama ……… 64

3. Tabel Analisis Metode Ortogonal Kontras Pengaruh Insektisida terhadap Mortalitas Kutu Putih 2 HSA... 66

4. Foto-foto Penelitian ……….... 67

5. Hasil Uji Laboratorium Nimba 30% ……… 69

6. Hasil Uji Laboratorium Nimba 2,5% ……… 70

7. Laporan Kontrol Kualitas Pengujian ……… 71

8. Hasil Identifikasi Spesies Kutu Putih (BUTKP) .…… 76


(15)

PENGENDALIAN KUTU PUTIH PADA BUAH MANGGIS

(

Garcinia mangostana

L.) DENGAN INSEKTISIDA BOTANI

ABSTRAK

Susana Bangun “ Pengendalian Kutu Putih pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Insektisida Botani ” di bawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Darma Bakti. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan metode pengendalian kutu putih yang efektif berbasis ramah lingkungan serta teknik perlakuan untuk menjaga kesegaran buah manggis dengan pemanfaatan insektisida botani yang dapat digunakan untuk keperluan sertifikasi buah manggis tujuan ekspor bebas kutu putih. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dari bulan Desember 2011 sampai dengan Maret 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial dengan tiga ulangan. Perlakuan yang digunakan yaitu ekstrak biji nimba, mahoni dan srikaya pada konsentrasi 10%, 20% dan 30% pada ekstrak serbuk, 2,5%, 5% dan 7,5% pada ekstrak minyak, dengan menggunakan metode pencelupan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi perlakuan serbuk nimba 30% dan srikaya 30% memberikan nilai mortalitas tertinggi yaitu 96,66%, dan tidak mempengaruhi rasa dan tampilan morfologis buah manggis. Aplikasi ekstrak minyak nimba 2,5% merupakan perlakuan yang efektif (mortalitas 100%), tidak memberikan pengaruh terhadap rasa dan tampilan buah, namun ditemukan 0,13 ppm residu salanin pada kulit buah manggis. Identifikasi terhadap spesies kutu putih diperoleh spesies Dysmicoccus brevipes, D. lepelleyi, dan

Exallomochlus hispidus.


(16)

Controlling of Mealybugs on Mangosteen Fruit (

Garcinia

mangostana

L.) Using Botanical Insecticides

ABSTRACT

Susana Bangun “Controlling of Mealybugs on Mangosteen Fruits (Garcinia mangostana L.) Using Botanical Insecticides“ supervised by Maryani Cyccu Tobing and Darma Bakti. The objectives of the research were to find out an effective and eco-friendly method controlling on mealybug, and technique on keeping mangosteen fruits freshness lasts longer taking the advantages of using botanical insecticides that can be used for the need of certificating mealybug-free mangosteen for export destination. The research was conducted in Plant Pest Laboratory, Plant Protection Departement, Agriculture Faculty, Universitas Sumatera Utara, from December 2011 to March 2012. The research used Non-Factorial Complete Random Design with three replications. The treatment consists of seed extract (neem, mahogany and custard apple) on 10%, 20% and 30% concentration in the form of powder and 2,5%, 5%, 7,5% oil exstract by the dipping method. The results showed that the application of 30% neem and custard apple 30% powder treatment yields high level at 96,66% mortality and doesn’t affected the taste and the morphological shape of mangosteen fruit. On oil extract application, neem 2,5% is an affective treatment (mortality 100%) and doesn’t affected the taste on the morphologycal view of the fruit either, however found 0,13 ppm salanin residue on mangosteen pericarp. Identification on mealybugs species found: Dysmicoccus brevipes, D. lepelleyi, and Exallomochlus hispidus.


(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia yang mempunyai potensi ekspor sangat besar. Tanaman ini mendapat julukan ratunya buah (queen of fruit) karena keistimewaan dan kelezatannya. Julukanlain untuk buah manggis adalah nectar of ambrosia, golden apple of hesperides, dan finest in the world. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai buah kejujuran, lambang kebaikan dan mendatangkan keberuntungan, sehingga di beberapa negara dijadikan sebagai buah utama untuk sesaji (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006).

Di balik keesotikannya, manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar biasa bagi kesehatan atau biasa disebut sebagai pangan fungsional (functional food). Di beberapa negara sudah sejak lama manggis dijadikan sebagai obat dan bahan terapi, terutama bagian kulitnya. Kulit buah manggis yang dikategorikan sebagai limbah, mengandung 62,05% air, 1,01% abu, 0,63% lemak, 0,71% protein, 1,17% gula dan 35,61% karbohidrat. Berbagai hasil penelitian menunjukkan kulit buah manggis kaya akan antioksidan terutama antosianin, xanthone, tannin dan asam fenolat yang berguna sebagai anti diabetes, anti kanker, anti peradangan, hepatoprotektif, meningkatkan kekebalan tubuh, aromatase inhibitor, anti bakteri, anti fungi, antiplasmodial dan aktivitas sitotoksik (Permana, 2010)

Produk olahan manggis telah tersedia baik dari daging buah, kulit buah maupun campuran keduanya dalam bentuk jus, konsentrat atau suplemen


(18)

makanan yang sudah dikomersialkan. Di Amerika, Malaysia, Jepang, Afrika dan beberapa negara Asia konsentrat dan bubuk manggis telah diproduksi secara komersial dan telah dipatenkan. Di Amerika Serikat produk tersebut menempati peringkat 22 dalam USA top selling supplements pada tahun 2006 (Permana, 2010).

Di Indonesia, potensi peluang dan pengembangan tanaman manggis cukupcerah untuk memenuhi konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Pada tahun 2008 negara tujuan ekspor manggis utama adalah Cina, Taiwan, Hongkong, Timur Tengah (Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain dan Qatar), daerah Asia lainnya dan Eropa (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, 2010), seperti Belanda, Perancis, Jerman, Italia dan Spanyol (Fitriawan, 2008). Australian Government (2012) menyatakan, pada tahun 2010 produksi manggis Indonesia mencapai 184.500 ton dengan area produksi utama propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara dan propinsi di sepanjang pulau Sumatera. Dari hasil produksi tersebut hanya 2.450 ton yang diekspor dengan tujuan Cina, Timur Tengah dan Eropa. Kecilnya jumlah buah manggis yang diekspor ini disebabkan sebagian besar buah yang dihasilkan bermutu rendah dan beragam. Peluang ekspor buah manggis segar masih terbuka karena pasar buah-buahan termasuk manggis belum dibatasi oleh kuota. Bahkan permintaan pasar dunia akan manggis belum terpenuhi (Harahap et al., 2009)

Dalam sistem perdagangan internasional komoditas pertanian yang dilaksanakan saat ini, WTO memberlakukan ketentuan-ketentuan non-tarif yang dituangkan dalam bentuk Sanitary and Phytosanitary (SPS) Agreement. Negara-negara anggota WTO termasuk Indonesia, harus melaksanakan ketentuan dalam


(19)

agreement” tersebut dalam kegiatan ekspor dan impor komoditas pertanian. Semua ketentuan ini diberlakukan dalam kerangka implementasi International Plant Protection Convention (IPPC). Implementasi SPS Agreement dalam bentuk International Standard for Phytosanitary Measures (ISPM). Dalam ISPM ditentukan bahwa negara pengimpor dapat melakukan analisa resiko masuk dan berkembangnya Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang mungkin terbawa oleh komoditas yang diimpor. Informasi tentang OPT tersebut tersedia dalam bentuk “Daftar OPT” atau “Pest List” yang disertai informasi tentang biologi, ekologi dan potensi merusak masing-masing OPT. Untuk memperlancar pelaksanaan ekspor komoditas pertanian khususnya manggis, kelengkapan dokumen ekspor berupa daftar OPT harus disediakan. Kegiatan inventarisasi dan identifikasi merupakan salah satu cara yang bertujuan untuk menyusun daftar OPT manggis tersebut (Harahap et al., 2009).

Dalam budidaya manggis, banyak kendala yang dihadapi oleh para petani. Salah satunya adalah gangguan hama dan penyakit. Beberapa OPT penting pada tanaman manggis yang dapat menurunkan produksi dan menyebabkan tampilan buah kurang menarik sehingga menurunkan harga jual, antara lain kutu putih (Pseudococcus spp.), ulat pengorok daun (Phyllocnitis citrella), scale insect (Aspidiotus destructor), thrip (Scirtothrips sp.), tungau (Tetranychus spp), Hyposidra talaca, Stictoptera cucullioides, jamur upas (Upasia salmonicolor, Corticium salmonicolor), hawar benang (Marasmius scandens), hawar rambut kuda (Marasmius equicrinis), dan penyakit getah kuning (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006).


(20)

Salah satu kendala utama untuk ekspor buah manggis adalah serangan kutu putih. Serangan kutu putih pada buah manggis dapat bermanifestasi dalam berbagai gejala. Kutu putih merusak kulit buah sehingga tampilan buah kurang menarik. Kutu muda hidup pada kelopak bunga, tunas atau buah muda dan mengisap cairan pada bagian tanaman tersebut. Kutu putih mengeluarkan semacam tepung putih yang menyelimuti seluruh tubuhnya (Kuntarsih, 2005). Kutu putih dewasa mengeluarkan cairan seperti gula yang selanjutnya dapat menarik semut hitam dan menyebabkan timbulnya jelaga pada buah. Kulit buah yang kotor menyebabkan kualitas buah menurun. Dikhawatirkan dapat menjadi vektor dari beberapa virus. Kutu putih memiliki kemampuan bertahan hidup yang cukup tinggi, bahkan kutu putih mampu bertahan hidup hingga 42 hari pada temperatur 0ºC. Akibat serangan kutu putih yang sangat fatal ini mendorong negara-negara pengimpor buah manggis untuk memberlakukan peraturan karantina internasional yang sangat ketat. Implikasinya adalah semua buah manggis yang diekspor harus disertifikasi bebas kutu putih (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006).

Pestisida nabati saat ini sering digunakan dalam mengendalikan hama (bersifat insektisida) maupun penyakit (bersifat bakterisida atau fungisida) dalam mendukung produk pertanian yang berkualitas dan keamanan lingkungan. Beberapa jenis yang bersifat insektisida adalah Nimba, Srikaya, Sirsak, Saga, Bengkuang dan Mahoni. Nimba mengandung senyawa sekunder bersifat insektisida yaitu azadirachtin, sirsak mengandung asetogenin yang bersifat insektisida dan biji mahoni mengandung zat swietenin yang bersifat racun bagi hama (Balai Penelitian Tanaman Hias, 2009).


(21)

Perumusan Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah manggis. Tanaman manggis di Indonesia merupakan tanaman manggis liar yang tumbuh di hutan, dan tanaman manggis yang mulai dikebunkan seperti di daerah Purwakarta Jawa Barat. Negara tujuan ekspor manggis Indonesia masih terbatas pada Cina, Eropa dan Timur Tengah, sementara potensi ekspor buah manggis masih terbuka lebar. Australia merupakan salah satu negara yang menginginkan impor buah manggis Indonesia. Berbagai persyaratan ditetapkan mulai dari jenis manggis, tempat tumbuh, cara panen, dan daftar OPT manggis yang harus jelas agar manggis Indonesia dapat masuk ke Australia. Kebutuhan akan daftar OPT yang menyerang manggis merupakan hal yang mendesak, sehingga perlu dilakukan inventarisasi terhadap OPT khususnya kutu putih yang banyak ditemukan dan menimbulkan kerugian bagi kualitas buah manggis.

Ekspor manggis Indonesia seringkali terkendala akibat keberadaan kutu putih pada bagian bawah kelopak buah. Kendala ini semata-mata muncul karena belum tersedianya metode pengendalian kutu putih yang efektif. Metode pengendalian yang diharapkan tidak menyebabkan kerusakan pada buah dan tidak meninggalkan residu yang berbahaya, sehingga dapat digunakan dalam sertifikasi untuk keperluan ekspor. Metode pengendalian berbasis ramah lingkungan yang akan dilakukan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan tersebut.


(22)

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk menginventarisasi spesies kutu putih pada manggis dan menyediakan metode pengendalian kutu putih, yang efektif berbasis ramah lingkungan serta perlakuan untuk menjaga kesegaran buah manggis dengan pemanfaatan insektisida botani yang dapat digunakan untuk keperluan sertifikasi buah manggis bebas kutu putih.

Hipotesis Penelitian

1. Ada beberapa spesies kutu putih yang menyerang buah manggis.

2. Terdapat perbedaan pengaruh jenis, konsentrasi dan perlakuan insektisida botani terhadap mortalitas kutu putih dan morfologis buah manggis.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian akan berguna bagi pemerintah dalam penyempurnaan daftar OPT kutu putih pada manggis dan para eksportir buah manggis dalam rangka menyediakan metode pengendalian kutu putih yang efektif, berbasis ramah lingkungan untuk menjaga kesegaran buah manggis, untuk sertifikasi buah manggis bebas kutu putih yang mampu bersaing di pasar internasional.


(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengetahuan mengenai kutu putih, meliputi sifat biologi, morfologi, gejala serangannya dan jenis insektisida nabati yang dapat dipergunakan untuk pengendalian kutu putih akan diuraikan di bawah ini.

I. Kutu Putih (Hemiptera:Pseudococcidae) a. Bioekologi

Kutu putih (Famili: Pseudococcidae) termasuk dalam Superfamili Coccoidea. Kutu ini mempunyai tipe alat mulut menusuk menghisap. Serangga ini disebut kutu putih karena seluruh tubuhnya ditutupi oleh lilin yang dikeluarkan oleh trilocular pore pada kutikula melalui proses sekresi. Lilin-lilin ini merupakan salah satu ciri morfologi untuk mengidentifikasi spesies imago betina. Imago betina tidak aktif bergerak dan berkembang setelah melalui proses ganti kulit (moulting) (Kalshoven 1981; Williams 2004).

Beberapa spesies anggota famili Pseudococcidae merupakan hama penting baik pada tanaman pangan, tanaman hias maupun buah-buahan. Serangga hama ini menyerang dengan cara menusukkan stiletnya ke jaringan tanaman, khususnya bagian phloem dan menghisap cairan dalam pembuluh tersebut. Dapat pula bersembunyi di bagian pangkal daun, di kaliks, diantara pelepah daun dan batang atau di mahkota bunga (Sartiami, 2011)


(24)

Tubuhnya berukuran sangat kecil dan mampu bersembunyi di lekukan-lekukan bagian tanaman yang diserangnya (Gambar 1).

Gambar 1 : Kutu Putih (Dysmicoccus brevipes)

Sumber habitus.sel.barc.usda.gov.

Dysmicoccus mempunyai dua ras yaitu D. brevipes (Cockerell) mealybug

nanas yang diproduksi dengan cara non seksual dan D. neobrevipes Beardsley yang berwarna abu-abu dan merupakan biseksual. Sistem reproduksi non seksual serangga D. brevipes melalui proses partenogenesis yaitu larva betina terjadi tanpa adanya fertilisasi dari serangga jantan. Spesies ini tidak bertelur, sebaliknya

ovovivipar yang berarti hidup muda sebagai larva (Ronald & Jayma, 2007)

Dysmicocus brevipes menurut Ito (1938), berwarna merah muda dan lebih dikenal dengan sebutan mealybug nanas. Serangga ini melewati tiga tahap larva sebelum menjadi dewasa. Larva yang lebih dikenal dengan sebutan “crawler” adalah tahap utama penyebaran spesies kutu putih. Larva mempunyai rambut panjang yang membantu penyebarannya melalui angin. Larva tetap berlindung di bawah tubuh imago dewasa sebelum diselubungi oleh lapisan lilin. Tahap larva berlangsung selama 10-26 hari untuk instar pertama, 6-22 hari untuk instar kedua dan 7-24 hari untuk instar ketiga. Periode larva total bervariasi dari 26-55 hari, dan rata-rata sekitar 34 hari (Ronald & Jayma, 2007).


(25)

Menurut Williams (2004), terdapat 124 spesies Dysmicoccus. Kutu putih

Dysmicoccus cepat berkembang di daerah sub tropis sampai ke daerah tropis. Betina dewasa dapat menghasilkan keturunan sekitar 234-1000 crawler. Siklus hidup betina dewasa bervariasi dari 31-80 hari, rata-rata sekitar 56 hari (Ronald & Jayma, 2007).

Dysmicoccus brevipes merupakan hama penting pada pertanaman buah dengan sebaran inang yang luas mencapai 100 jenis spesies. Menyerang tanaman nanas dan bromelidae lainnya, annona, pisang, seledri, jeruk, kopi, katun, euphorbia, gliricidia, hibiscus, rumput hilo, murbei, nutgrass, anggrek (Ronald & Jayma, 2007), manggis (Chamaiporn, 2011), apel, tebu, pear, akasia, bunga matahari, jahe dan lain-lain (John, 1959). Menyebar mulai dari Afrika, Australia, Amerika Tengah dan Selatan, India dan seluruh Pasifik (Ronald & Jayma, 2007), serta Asia Tenggara (William, 2004).

Dysmicoccus lepelleyi lebih dikenal dengan annona mealybug dan mempunyai kemiripan dengan D. brevipes. Umumnya menyerang tanaman buah tropis seperti Annona, Artocarpus, Mangifera, Garcinia, Psidium dan Citrus. Spesies ini tersebar luas di Asia Selatan yang meliputi negara Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam (Williams, 2004).

Exallomochlus hispidus mempunyai kisaran inang yang sangat luas dikenal dengan cocoa mealybug, sering ditemukan pada buah Annona muricata, Theobroma cacao, Cocos nucifera, Licula spinosa, Durio zibethinus, Garcinia

mangostana, Lansium domesticum, dan Nephelium lappaceum (Williams, 2004), di negara Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam (Williams & Watson, 1998).


(26)

b. Morfologi

Menurut Williams (2004) imago betina kutu putih memiliki morfologi tubuh yang khas (Gambar 2).

Gambar 2: Sketsa tubuh imago betina kutu putih secara umum Sumber : Williams & Watson, (1998)

Bagian-bagian tubuh tersebut dapat dijadikan pembeda untuk setiap spesies (Williams & de Willink 1992; Williams & Watson 1998; Williams 2004), diantaranya :


(27)

Tubuh. Kutu putih memiliki bentuk tubuh memanjang, oval atau bulat. Ukuran panjang sekitar 0,5-8,0 mm. Pada abdomen bagian ventral terdapat vulva yang terletak di antara segmen VII dan VIII, yang segmen pertamanya dimulai di samping tungkai belakang.

Antena. Umumnya antena terdiri dari 6-9 segmen, namun kadang 2-5 segmen. Segmen terakhir lebih lebar dan lebih panjang daripada segmen kedua dari belakang.

Ostiol. Famili ini memiliki ostiol 2 pasang, pada protoraks dan segmen VI. Kadang tidak ada, atau ada tetapi hanya sepasang pada bagian posterior. Contohnya pada genus Planococcus dan Pseudococcus.

Tungkai. Famili Pseudococcidae memiliki tungkai yang berkembang normal. Genus Planococcus tidak memiliki dentikel pada kuku tarsus dan memiliki translucent pore di permukaan koksa, femur dan tibia tungkai belakang dan jarang pada trokanter.

Cincin Anal. Organ ini terletak pada ujung abdomen bagian ventral, berfungsi untuk mengeluarkan embun madu yang merupakan limbah dari pencernaan kutu.

Porus. Famili ini umumnya memiliki 4 jenis porus (pore)yaitu :

a. Trilocular pore (porus trilokular), terdapat pada tubuh bagian ventral dan dorsal, berbentuk segitiga, dan berfungsi menghasilkan lilin yang menutupi tubuhnya.

b. Multilocular disc pore (lempeng porus multilokular), terdapat disekitar vulva atau terkadang dibagian dorsal, berfungsi membuat kantung telur


(28)

atau melindungi telur-telur yang diletakkan oleh imago betina. Spesies yang memiliki pori ini biasanya bersifat vivipar.

c. Quinquelocular pore (porus quinquelocular), terdapat pada permukaan ventral dan sangat jarang pada bagian dorsal, berbentuk segi lima, berfungsi sama dengan trilocular pore, dan hanya dimiliki oleh genus Planococcus dan Rastrococcus.

d. Discoidal pore (porus diskoidal), berupa lingkaran sederhana dan menyebar diseluruh permukaan tubuh, kadang sebesar trilocular pore dan berbentuk cembung pada bagian posterior, dorsal dan mata. Salah satu spesies yang memiliki discoidal pore di sekitar mata yaitu Dysmicoccus brevipes.

Seta. Bentuk seta pada famili ini biasanya berbentuk kerucut, lanseolat atau truncate. Biasanya bentuk dan jumlah seta digunakan untuk mengidentifikasi spesies.

Tubular duct. Organ ini terdiri dari 2 bentuk yaitu: oral collar tubular duct dan oral rim tubular duct. Oral collar tubular duct menghasilkan lilin untuk membentuk kantung telur dan terdapat pada bagian ventral. Oral rim tubular duct

umumnya sering ditemukan pada serangga yang bersifat ovipar (bertelur), umumnya berbentuk lebih besar daripada oral collar tubular duct.

Vulva. Organ ini hanya dimiliki oleh kutu putih yang telah mencapai fase imago, terletak pada bagian ventral antara segmen VII dan VIII.

Serari. Organ ini hanya dimiliki oleh famili Pseudococcidae dan biasanya berjumlah 1-18 pasang serari, dan terletak di bagian sisi tubuhnya yang berfungsi sebagai penghasil tonjolan lilin lateral. Pada bagian posterior terdapat 2 pasang


(29)

serari, yaitu serari lobus anal dan serari penultimate. Pada bagian anterior terdapat 3 pasang serari yang disebut dengan frontal, preokular dan okular.

Lobus Anal. Organ ini berbentuk bulat dan agak menonjol, terletak di sisi cincin anal dan masing-masing lobus anal memiliki seta apikal (Williams, 2004; Williams & Watson, 1998).

c. Gejala Serangan

Penyebaran kutu Dysmicoccus dapat disebabkan oleh angin, bibit, manusia, serangga lain dan burung. Keberadaan kutu yang cukup tinggi dan bersifat polipag mempunyai potensi menyebar yang sangat cepat. Sifat biologisnya merusak tanaman dengan cara menusuk menghisap cairan tanaman serta mengeluarkan racun, mengakibatkan terjadinya khlorosis, kerdil, malformasi daun, daun muda dan buah rontok, banyak menghasilkan eksudat berupa embun madu sampai menimbulkan kematian tanaman. Kutu putih ini memiliki potensi merugikan secara ekonomis yang cukup tinggi (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011).

Kutu putih merusak penampilan buah manggis. Kutu muda hidup dan menghisap cairan kelopak bunga, tunas atau buah muda. Kutu dewasa mengeluarkan cairan madu berupa tepung putih yang menyelimuti seluruh tubuhnya (Kuntarsih, 2005). yang selanjutnya dapat menarik semut hitam dan menyebabkan timbulnya jelaga pada buah. Walaupun rasa buah kurang terpengaruh, kulit buah yang kotor menyebabkan kualitas buah menurun (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006).


(30)

Kuncup bunga dan buah muda yang diserang menjadi kering karena kehabisan cairan. Buah yang diserang menimbulkan penurunan kualitas (Gambar 3), sehingga kutu putih memiliki potensi merugikan secara ekonomis yang cukup tinggi.

.

(a) (b)

Gambar 3 : (a) Buah terserang kutu putih, (b) Buah manggis sehat Sumber: http:/www.gambargratis.com (diunduh 27 Juli 2012)

d. Pengendalian Kutu Putih 1. Cara kultur teknis

- Mengurangi kepadatan tajuk agar tidak terlalu rapat dan saling menutupi; - Mengurangi kepadatan buah.

- Pembungkusan buah

- Sanitasi terhadap areal pertanaman (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006) 2. Cara Hayati

- Menggunakan musuh alami seperti parasitoid prepupa Aenasius cariocus dan

Anagyrus ananatis. Predator Cryptolaemus montrouzieri, Lobodiplosis pseudococci, Nephus bilucernarius dan lainnya (Ronald & Jayma, 2007).


(31)

3. Cara Kimiawi

- Mencegah semut dengan memberi kapur anti semut;

- Menyemprot dengan insektisida dan fungisida yang efektif dan terdaftar (bila ada jelaga hitam) (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006).

II. Insektisida Nabati

Ada tiga jenis bahan alami yang dapat digunakan sebagai insektisida yaitu bahan mineral, bahan nabati dan bahan hewani. Dari ketiga bahan alami tersebut, bahan nabati merupakan cadangan yang paling besar dan bervariasi. Hingga saat ini setidaknya terdapat lebih dari 2000 jenis tanaman dilaporkan mempunyai sifat-sifat insektisidal. Kriteria tanaman yang dapat dijadikan sebagai insektisida diantaranya adalah (a) mudah dibudidayakan, (b) tanaman tahunan, (c) tidak menjadi gulma atau inang bagi organisme pengganggu tanaman, (d) tidak perlu dimusnahkan apabila suatu saat bagian tanamannya diperlukan, (e) mempunyai nilai tambah, dan (f) mudah diproses (Dessy 2006).

Pestisida botani adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari alam, misalnya tumbuhan. Jenis pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemarkan lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak, karena residunya akan terurai dan mudah hilang. Pestisida botani dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan penyakit melalui cara kerja yang

unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal (Hendayana, 2011).

Berbeda dengan insekisida sintetis, insektisida botani umumnya tidak dapat langsung mematikan serangga yang disemprot. Akan tetapi insektisida ini


(32)

berfungsi sebagai : (1) repellent, yaitu senyawa penolak kehadiran serangga disebabkan baunya yang menyengat dan mencegah serangga meletakkan telur serta menghentikan proses penetasan telur; (2) antifeedant, yaitu senyawa yang mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot terutama disebabkan rasanya yang pahit; (3) racun syaraf; dan (4) attractant, yaitu senyawa yang dapat memikat kehadiran serangga yang dapat dipakai sebagai perangkap serangga (Ramulu, 1979).

Efektivitas tumbuhan sebagai pestisida botani sangat tergantung dari bahan tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang sama tetapi berasal dari daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek yang berbeda pula. Hal ini disebabkan sifat bioaktif atau sifat racunnya tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman dan jenis dari tumbuhan tersebut (Balai Penelitian Tanaman Hias, 2009).

Pestisida botani bahan aktifnya dapat berasal dari bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida (Thamrin et al., 2011).

a. Nimba (Azadirachta indica A. Juss)

Tanaman Nimba (Azadirachta indica) (Meliaceae) dikenal di Asia dan Afrika, dan hampir setiap bagian dari tanaman ini digunakan sebagai obat. Tanaman ini biasanya dikenal dengan sebutan “Neem tree”. Banyak dari tanaman


(33)

ini yang menarik bagi orang kimia tanaman untuk dijadikan obat dan pestisida. Senyawa aktif yang dihasilkan yaitu tetranortriterpenoid 22,23-dihydronimocinol dan octanortriterpenoid desfurano-6α-hydroxyazadiradione. Sejauh yang

diketahui meliacin 7α-senecioyl-(7-deacetyl)-23-O-methylnimocinolide berasal

dari ekstrak daun dan biji nimba. Insektisida dari ekstrak ini dapat membunuh larva nyamuk (Anopheles stephensi) pada instar ke empat (Siddiqui et al., 2002). Hasil penelitian Sara et al. (2004) ditemukan bahwa ekstrak nimba dapat mengendalikan penyakit malaria dalam tahap infeksi lanjut, anti kesuburan, anti jamur, anti bakteri dan anti diabetes. Ilmu kedokteran saat ini sedang mengembangkan penelitian terhadap nimba dan manfaatnya bagi kesehatan. Untuk pengaruh tingkat efek samping terhadap mahluk hidup telah dicoba kepada tikus betina. Tikus betina diberi beberapa tingkatan dosis mulai 2,0 sampai 4,6 ml/kg bb, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 2,0 ml/kg bb berpengaruh terhadap kesuburan tikus. Standar keamanan untuk faktor efek samping adalah 0,2 ml/kg bb. Hal ini menjadi faktor keselamatan standar keamanan bagi mahluk hidup, intra dan antar spesies, dan diketahui untuk seorang dewasa berat 70 kg dapat mengkonsumsi daun nimba yang belum diproses sejumlah 18,5 mg tanpa menimbulkan efek samping (Sara et al., 2004).

Nimba merupakan tanaman pohon dengan tinggi 10-20 m dan berakar tunggang. Batang tegak, berkayu, berbentuk bulat, permukaan kasar, percabangan simpodial dan berwarna coklat. Daun majemuk berukuran 20-38 cm, letak berhadapan, berbentuk lonjong, tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal meruncing, tulang daun menyirip, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, tangkai daun panjang dan berwarna hijau. Bunganya majemuk, berkelamin dua, letaknya di ujung cabang,


(34)

tangkai silindris, panjang 8-15 cm. Inisiasi bunga terjadi selama periode yang singkat sekitar lima minggu dengan bunga yang membuka secara berturut-turut. Waktu berbunga dan berbuah bervariasi, biasanya tanaman berbunga dan berbuah pada bulan September sampai Desember (Chamberlain et al., 2000). Buah halus, berbiji kadang dua atau tiga biji, berbentuk bulat telur berwarna hijau dan kekuningan bila telah matang, berdiameter ± 1 cm (Gambar 4).

Gambar 4 : Biji Nimba

Sumber : ( Diunduh 10 Agustus 2011)

Benang sari silindris dan berwarna putih kekuningan. Putik lonjong dan berwarna coklat muda. Tanaman akan menghasilkan buah setelah berumur 3-5 tahun dan akan produktif menghasilkan buah selama 10 tahun dan dapat memproduksi hingga 50 kg buah pertahun perbatang tanaman.

Nimba mengandung bahan aktif azadiraktin (C35H44O16), meliantriol,

salanin dan nimbin (Subiyakto, 2009). Kandungan Azadiraktin dalam biji nimba sebesar 2-4 mg azadiraktin per gram biji kering. Azadiraktin mengandung sekitar 17 komponen sehingga sulit untuk menentukan jenis komponen yang paling berperan sebagai pestisida. Kematian hama akibat dari penggunaan nimba terjadi pada pergantian instar-instar berikutnya atau pada proses metamorfosis.


(35)

Azadiraktin tidak membunuh hama secara cepat, tetapi akan berpengaruh pada berkurangnya daya makan, mengganggu pertumbuhan dan daya reproduksi hama. Salanin bekerja sebagai penghambat makan serangga, proses ganti kulit, hambatan pembentukan serangga dewasa, menghambat perkawinan, menghambat pembentukan kitin dan komunikasi seksual. Senyawa nimbin bekerja sebagai anti virus, sedangkan meliantriol sebagai penolak serangga (Subiyakto, 2009).

Pemanfaatan biji nimba sebagai pestisida nabati dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu serbuk dan ekstrak. Cara pertama adalah cara sederhana dibuat menjadi serbuk. Biji nimba dikeringkan, dibuat menjadi serbuk halus, direndam dalam air, disaring dan siap untuk diaplikasi (Subiyakto, 2009; Dwi & Nurindah, 2009). Pemanfaatan cara pertama ini telah dipraktekkan dalam budidaya kapas di Lamongan. Cara kedua adalah dengan mengekstrak, yaitu biji nimba yang berbentuk serbuk dilarutkan dalam pelarut organik. Cara kedua umumnya dilakukan untuk skala industri. Ekstrak biji nimba diformulasikan menjadi formula cairan berwarna kuning dengan kandungan bahan aktif azadiraktin 0,8-1,2% (Subiyakto, 2009). Beberapa produk pestisida berbahan aktif azadiraktin yang telah terdaftar di Indonesia yaitu Nospoil 8EC (Azadiraktin 8 g/l), Natural 9WSC (azadiraktin 9 g/l) dan Nimbo 0,6AS (azadiraktin 0,6 g/l). Namun produk tersebut jumlahnya masih sangat terbatas dan sulit diperoleh. Di luar negeri beberapa produk pestisida sejenis yang sudah dikomersilkan antara lain NemAzal-T/S (azadiraktin 1%), Margosan-O (azadiraktin 0,3%), Azatin (azadiraktin 3%) dan Bioneem (Khanna, 1992).

Nimba efektif membunuh lebih dari 200 jenis serangga hama dan relatif sulit menimbulkan resistensi dibandingkan insektisida kimia. Keuntungan lainnya


(36)

disebabkan nimba mudah terabsorbsi oleh tanaman, bekerja secara sistemik, sedikit racun kontak dan aman bagi mahluk hidup lainnya yang bukan menjadi sasaran. Formula ekstrak biji nimba dalam bentuk serbuk telah dilaporkan mampu menghambat perkembangan penggerek buah H. armigera pada tanaman kapas, dimana hasilnya tidak berbeda dengan penggunaan insektisida sintetik berbahan aktif asefat dan deltametrin (Dwi & Nurindah, 2009). Insektisida ini dilaporkan aman bagi parasitoid telur Trichogramma chilonis, laba-laba, parasitisasi

Diaeretiella rapae terhadap Myzus persicae. Selain itu nimba juga tidak mempunyai efek negatif terhadap parasitoid larva Plutella xylostella yaitu

Diadromus collaris, bahkan mempunyai efek sinergis terhadap parasitisasi

Cyrtopelthis plutellae sehingga dapat dikatakan nimba aman bagi musuh alami dan dapat dipadukan dalam pengendalian hayati (Dwi & Nurindah, 2009).

Pemanfaatan nimba sebagai larvasida juga dilaporkan mampu menyebabkan mortalitas ulat jarak (Achea janata) 79,7–100%, mengganggu pertumbuhan larva ulat grayak (Spodoptera litura), dan ulat tembakau (Helicoverpa armigera) hingga mati (Subiyakto, 2009), mengendalikan hama buah kapas Bemisia spp. di India. Salah satu perusahaan eksportir buah jeruk di Kalimantan Barat menggunakan ekstrak nimba untuk perlakuan buah yang bebas residu pestisida, karena Singapura memberlakukan syarat yang ketat untuk residu pestisida kimia. Juga pertanaman tembakau di Jember untuk mengurangi residu pestisida kimia, mereka menggunakan aplikasi ekstrak nimba pada saat mendekati panen agar dapat diterima di pasar internasional (Subiyakto, 2009).


(37)

b. Mahoni (Swietenia mahogani JACQ.)

Kayu dari pohon Swietenia mahogani JACQ (Meliaceae) banyak dibutuhkan penduduk asli India bagian barat dan ditanam di negara tropis. Biji dari tanaman ini digunakan untuk mengobati hipertensi, diabetes dan malaria di Indonesia. Dilaporkan isolasi dari biji ini ada 2 tetranortriterpenoids, methyl angolensate (16) dan methyl 6-hydroxyangolensate. Biji mengandung swietenin A, swietenin B, swietenin C, swietenin D, swietenin E, swietenin F,

3-O-acetylswietenolide, 6-O-3-O-acetylswietenolide, 3-O-tigloyl-6-O-3-O-acetylswietenolide,

swietenine, swietenine acetate, swietenolide, 3-6-O,O-diacetylswietenolide,

3-O-tigloylswiwtenolide, khayasin T, proceranolide, methyl angolensate,

7-deacetoxy-7-oxogedunin, 6α-acetoxygedunin (Kadota et al., 1990). Biji mahoni berwarna coklat (Gambar 5), mengandung senyawa swietenin yang bersifat sebagai

Gambar 5: Biji Mahoni

Sumber:

anti feedant dan penghambat pertumbuhan pada serangga (Rosyidah, 2007; Prijono, 2003), yang bekerja sebagai racun perut dan penghambat makan (Rachmawati & Eli, 2009).


(38)

Ekstrak biji mahoni dapat menurunkan populasi hama tanaman caisin. Ekstrak biji mahoni pada konsentrasi 5% dapat memberi penghambatan makan 100% larva P. xylostella. Sedangkan pada konsentrasi 2% ekstrak biji mahoni dapat menyebabkan penghambatan makan 92,9% larva P. xylostella. Menurut Prijono (2003) ekstrak biji mahoni pada konsentrasi 0,25% dapat menyebabkan kematian larva C. pavonana 10,4% pada instar 2 dan 43,7% pada instar 2-3 dengan residu pada daun brokoli yang terkena paparan selama dua hari (Bayo et al., 2006).

c. Srikaya (Anona squamosa L.)

Srikaya merupakan perdu tahunan atau berupa pohon kecil dengan tinggi 2-7 m. Tanaman ini tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis di tanah berbatu, kering dan terkena cahaya matahari langsung. Srikaya dapat tumbuh pada ketinggian 1-800 m dpl. Daun kaku, bertangkai, letak berselingan, bentuk elips memanjang, ujung tumpul, tepi rata, panjang 6-17 cm, lebar 2,5-7,5 cm dan berwarna hijau. Buah majemuk berbentuk bola dengan garis tengah 5-10 cm, permukaannya tidak rata, berwarna hijau dan daging buahnya berwarna putih. Diantara daging buahnya terdapat biji berwarna hitam mengkilat jika sudah masak (Gambar 6).

Gambar 6: Biji Srikaya


(39)

Tanaman srikaya berakar tunggang dan perbanyakan tanaman ini umumnya dilakukan dengan biji. Tanaman ini juga dilaporkan mengandung senyawa bioaktif yang bekerja sebagai insektisida yang bersifat menekan nafsu makan (antifeedant). Terdapat sepuluh spesies tanaman anggota Annonaceae yang mengandung bahan insektisida termasuk A. squamosa yang mengandung senyawa golongan gliserida dan beracun bagi kutu manusia dan hewan (Wiryadiputra, 1998).

Biji srikaya mengandung 42-45% lemak , bersifat racun kontak dan perut terhadap serangga (Wardhana et al., 2005), mengandung senyawa annonacin-A, squamosten-A, neoannonin, squamocin-I, squamocin-K, squamocin-N,

squamocin-E, squamocin, annonin-III, squamocin-B, squamocin-D, squamocin-F,

squamocin-A, squamocin-D, squamocin-E (golongan asetogenin) (Polo et al., 1995). Biji diekstrak dengan menggunakan heksan (Luis et al., 2010) dan etanol 95% setelah terlebih dahulu dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar. Ekstrak minyak diperoleh melalui proses penyaringan dan terkondisi dalam vakum rotary evaporator (Tylor et al., 2011). Pemberian ekstrak biji srikaya dengan konsentrasi 0,50% pada media pertumbuhan larva Chrysomya bezziana dilaporkan menyebabkan kematian dan kegagalan menjadi imago hingga 100% (Wardhana et al., 2005). Ekstrak biji srikaya juga telah dilaporkan dapat mengendalikan

Tribolium castaneum (Khalequzzaman & Sulthana, 2006), Myzus persicae (Luis

et al., 2010), nyamuk Aedes aegypti (Luis et al., 2010; Tylor et al., 2011).

Menurut Luis et al. (2011) family Annonaceae (sekitar 128 genera) umumnya dikenal sebagai insektisida dan sebahagian besar terdapat di Amerika


(40)

dan Asia. Awalnya tanaman ini merupakan tanaman liar dan kini dibudidayakan untuk buah-buahan yang dapat dimakan di Eropa. Daunnya digunakan sebagai insektisida dan antispasmodik dan digunakan dalam pengobatan rematik dan limpa. Tanaman ini dilaporkan memiliki zat analgesik, anti-inflamasi, anti-piretik, ulcer dan septik. Secara farmakologis studi bakteri dan anti-ovulatory telah dilakukan dengan menggunakan ekstrak biji.

d. Lidah buaya (Aloe vera)

Lidah buaya (Aloe vera) merupakan tanaman yang hidup di daerah tropis dan subtropis. Dibanyak negara, tanaman ini banyak digunakan sebagai obat-obatan dan terapi kesembuhan (Eshun & He, 2004). Ada dua sumber cairan (liquid) pada lidah buaya, yaitu lateks yang berwarna kuning yang merupakan eksudat tanaman dan gel yang berwarna bening. Keduanya merupakan proses yang terjadi pada sel parenkim daun (Ni et al., 2004). Dibidang kesehatan, yang umum digunakan adalah gel lidah buaya untuk mengatasi gangguan jantung, menurunkan kolestrol, dan kadar trigliserida di dalam darah. Selain itu tanaman ini juga digunakan mengobati beberapa penyakit seperti diabetes, kanker, alergi, dan AIDS (Reynolds & Dweeck, 1999). Walaupun banyak dilaporkan gel lidah buaya digunakan untuk kesehatan dan terapi kesembuhan, beberapa laporan menjelaskan tentang aktivitas antifungal gel lidah buaya dalam melawan cendawan patogenik.

Akhir-akhir ini ada peningkatan penggunaan gel lidah buaya pada industri makanan yang mempengaruhi kualitas akhir suatu produk. Beberapa laporan menjelaskan gel lidah buaya dapat berfungsi sebagai pengawet alami. Hal ini


(41)

disebabkan karena adanya enzim oksidase sebagai sifat antioksidan dalam gel lidah buaya. Pengawet ini dapat meningkatkan daya simpan buah khususnya buah yang langsung dimakan tanpa mengupas kulitnya. Hal ini disebabkan adanya sifat antioksidan dan gel lidah buaya dapat membuat lapisan seperti lilin ketika dilapisi ke buah sehingga akan tetap menjaga kualitas kulit buah (Ni et al., 2004).


(42)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan (± 32 m di atas permukaan laut), dengan suhu ruangan 25–30⁰C, dan kelembaban udara 70–75%. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 sampai dengan Maret 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah manggis, biji nimba, biji mahoni, biji srikaya, lidah buaya, heksan, Tween 80 , alkohol 80%, KOH 10%, asam fuchsin, asam asetat glacial, carbolxylene, minyak cengkeh, canada balsem dan aquades.

Alat yang digunakan adalah keranjang buah, kain kasa, kaca pembesar, handspayer, tabung reaksi, beaker glass, erlenmeyer, labu ukur, label nama, alat pengaduk, saringan kawat kasa, blender, ember, ekstraktor, rotary evaporator, cawan syracuse, gelas objek dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari :

E0 = Kontrol

E1 = Serbuk nimba konsentrasi 10%


(43)

E3 = Serbuk nimba konsentrasi 30%

E4 = Serbuk mahoni konsentrasi 10%

E5 = Serbuk mahoni konsentrasi 20%

E6 = Serbuk mahoni konsentrasi 30%

E7 = Serbuk srikaya konsentrasi 10%

E8 = Serbuk srikaya konsentrasi 20%

E9 = Serbuk srikaya konsentrasi 30%

E10 = Ekstrak minyak nimba konsentrasi 2,5%

E11 = Ekstrak minyak nimba konsentrasi 5 %

E12 = Ekstrak minyak nimba konsentrasi 7,5%

E13 = Ekstrak minyak mahoni konsentrasi 2,5%

E14 = Ekstrak minyak mahoni konsentrasi 5%

E15 = Ekstrak minyak mahoni konsentrasi 7,5%

E16 = Ekstrak minyak srikaya konsentrasi 2,5%

E17 = Ekstrak minyak srikaya konsentrasi 5 %

E18 = Ekstrak minyak srikaya konsentrasi 7,5%

Perlakuan sebanyak 19 dengan tiga ulangan. Setiap perlakuan diaplikasikan pada 5 buah manggis. Total buah manggis yang dibutuhkan adalah 19 x 3 x 5 = 285 buah manggis.

Model linier dari rancangan yang digunakan adalah Yij = µ + αi + εij

Yij = nilai pengamatan dari perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = rataan atau nilai tengah umum

αi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j i = 1, 2, 3, ...19


(44)

Level konsentrasi yang berpengaruh nyata dari insektisida botani, akan dianalisa uji lanjut menggunakan metode ortogonal kontras (MOK).

Pelaksanaan Penelitian Penyediaan Serangga

Kutu putih diperoleh dari buah manggis di lapangan. Semua buah manggis yang digunakan dalam pengujian ini telah terinfestasi kutu putih secara alami sejak dari lapangan. Populasi awal (10 ekor) kutu putih dihitung sebelum pengujian dilakukan dengan bantuan kaca pembesar. Setiap perlakuan terdiri dari 5 buah manggis segar kualitas ekspor dengan ukuran yang seragam.

Penyediaan Bahan Tumbuhan

Penyediaan bahan tumbuhan yang digunakan berupa biji nimba, biji mahoni, biji srikaya dan lidah buaya. Jumlah bahan tumbuhan yang diambil diperkiraan cukup untuk digunakan dalam pengujian aktivitas insektisida.

Pembuatan Pestisida Botani

1. Ekstrak Minyak Biji Mahoni :

Biji Mahoni yang telah cukup tua, dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari untuk menurunkan kadar airnya. Biji dihaluskan hingga menjadi serbuk dengan menggunakan blender. Serbuk (biji yang telah dihaluskan) ditimbang untuk diekstrak. Serbuk mahoni dimasukkan dalam tabung erlenmeyer, ditambah heksan secukupnya, diaduk hingga rata kemudian ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan selama 24 jam.


(45)

Setelah 24 jam larutan berada dibagian atas dan serbuk berada dibagian bawah tabung erlenmeyer. Secara perlahan larutan dituang ke dalam labu ukur dengan menggunakan corong penyaring yang diberi kapas steril yang berfungsi menyaring larutan tersebut. Kemudian minyak yang dihasilkan diproses kembali di rotary evavopator dengan suhu 60⁰C, untuk memisahkan heksan dan mendapatkan ekstrak murni biji mahoni. Ekstrak minyak mahoni dimasukkan dalam beaker glass ditutup dengan aluminium foil yang dilubangi bagian atasnya untuk penguapan heksan apabila masih ada dalam larutan. Minyak biji mahoni berwarna kuning jernih.

Cara kerja mendapatkan minyak mahoni ini diulangi beberapa kali sampai mendapatkan jumlah minyak yang diinginkan.

2. Ekstrak Minyak Biji Srikaya

Buah srikaya yang telah cukup tua dan matang, dipisahkan dari bijinya lalu dicuci hingga bersih dan dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3 hari untuk mengurangi kadar airnya. Biji srikaya tersebut ditimbang, dihaluskan hingga halus dengan menggunakan blender. Serbuk tersebut dimasukkan dalam erlenmeyer ditambahkan heksan secukupnya, diaduk hingga rata dan ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam. Larutan yang diperoleh dimasukkan dalam labu ukur dengan terlebih dahulu disaring menggunakan corong yang dilapisi kapas steril. Minyak yang diperoleh diproses dengan menggunakan rotary evaporator, untuk memisahkan minyak dan heksan. Hasil ekstraksi dimasukkan dalam beaker glass, ditutup dengan aluminium foil


(46)

berlubang untuk penguapan heksan yang masih tersisa. Hal ini dilakukan berulang sampai diperoleh minyak murni sesuai kebutuhan.

3. Ekstrak Minyak Biji Nimba

Biji nimba segar dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari, kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender. Serbuk tersebut dimasukkan dalam erlenmeyer ditambahkan heksan secukupnya, diaduk hingga rata kemudian ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam larutan tersebut disaring dengan corong yang telah dilapisi kapas steril, dituang ke labu ukur. Untuk memisahkan minyak dan heksan diproses dengan rotary evaporator. Hasil proses dimasukkan dalam beaker glass, ditutup dengan menggunakan aluminium foil berlubang untuk penguapan heksan yang tersisa.

4. Pembuatan pestisida berbentuk serbuk

Masing-masing biji nimba, biji mahoni dan biji srikaya yang sudah cukup tua, dijemur di bawah sinar matahari hingga kering untuk menurunkan kadar airnya. Bahan yang telah kering, masing-masing biji dihancurkan dengan menggunakan blender hingga menjadi serbuk. Serbuk bahan disaring dengan menggunakan saringan kawat kasa berukuran 1 mm. Sebelum digunakan masing-masing bahan yakni biji nimba, biji mahoni dan biji srikaya direndam (maserasi) selama 24 jam dengan perbandingan 1000 gr serbuk ditambah air 10 liter. Selanjutnya ektsrak tersebut disaring dengan menggunakan kain saring.


(47)

5. Pembuatan Pengawet Alami

Gel lidah buaya (Aloe vera) dibuat dengan mengupas kulit daun lidah buaya hingga tinggal dagingnya. Daging daun lidah buaya tersebut dipotong potong dadu dan diblender halus hingga berbuih. Segera setelah selesai diblender gel daun lidah buaya tersebut dimasukkan ke dalam kulkas hingga buihnya hilang, kemudian disaring dan diperoleh gel daun lidah buaya siap untuk diaplikasikan.

Aplikasi Insektisida Botani a. Ekstrak berbentuk minyak

Untuk membuat larutan dengan konsentrasi 2,5% masing-masing ekstrak yang berupa minyak diambil sebanyak 25 ml, ditambah tween 80 sebanyak 3 tetes dan dicampur air sebanyak 975 ml. Demikian juga untuk konsentrasi 5% dan 7,5% masing-masing ekstrak diambil 50 ml dan 75 ml, ditambah tween 80 sebanyak 3 tetes serta dicampur air sehingga volumenya masing-masing menjadi 1000 ml. Larutan ini siap diaplikasikan sesuai dengan masing-masing perlakuan.

b. Ekstrak berbentuk serbuk

Untuk membuat larutan dengan konsentrasi 10% masing-masing ekstrak diambil sebanyak 100 ml dan ditambah air sebanyak 900 ml. Demikian juga untuk konsentrasi 20% dan 30% masing-masing ekstrak diambil sebanyak 200 ml dan 300 ml serta ditambahkan air sebanyak 800 ml dan 700 ml. Larutan ini siap diaplikasikan sesuai perlakuan

Pembuatan pengawet alami Aloe vera 20%, dilakukan dengan cara 200 ml


(48)

Waktu Aplikasi

Pengujian insektisida botani dilakukan dengan metode pencelupan (dipping). Untuk pengaplikasian, buah manggis dibungkus dengan menggunakan kain kassa, setelah itu dicelup ke dalam larutan selama 10 menit, dikering anginkan dan dilanjutkan dengan pencelupan ke pengawet alami selama 5 menit. Buah manggis yang telah diuji kemudian dimasukkan ke dalam keranjang, setelah dikering anginkan 2-3 menit. Pada perlakuan kontrol, buah manggis hanya direndam dengan air saja.

Peubah Amatan

1. Identifikasi Spesies Kutu Putih

Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui spesies kutu putih yang ditemukan pada buah manggis.

Pembuatan preparat mikroskop untuk identifikasi didasarkan pada ciri morfologi dengan menggunakan kunci identifikasi Superfamili Coccoidea William & Watson (1998), dan “Mealybugs of Southern Asia, Key to Genera of Pseudococcidae oleh Williams (2004) dengan memeriksa preparat permanen imago. Pembuatan preparat mikroskop dilakukan dengan cara :

1. Kutu putih dipanaskan dalam larutan alkohol 80% dengan suhu 70⁰C selama 5 menit dalam tabung reaksi. Pemanasan ini berfungsi untuk menguatkan kutikula serangga.


(49)

2. Kutu putih dikeluarkan dari tabung reaksi dengan cara menuangkan larutan alkohol ke cawan syracuse. Pada thoraks bagian dorsal dibuatkan suatu lubang, dan kemudian kutu putih tersebut dimasukkan kembali ke tabung reaksi, tetapi larutan alkohol diganti dengan larutan KOH 10%. Kemudian dilakukan pemanasan kembali sampai warna tubuh kutu menjadi transparan.

3. Setelah isi tubuh kutu menjadi lunak dengan pemanasan KOH, segera dilakukan pengeluaran isi tubuh dengan cara menekan tubuh kutu secara dorsoventral dengan menggunakan jarum. Tahapan ini dilakukan dalam cawan sirakus.

4. Setelah kutu tidak mengandung isi tubuhnya lagi dilakukan pencucian dengan menggunakan air destilata sebanyak 2 kali masing-masing selama 5 menit.

5. Bila kutikula kutu berwarna pucat, maka selanjutnya dilakukan perendaman dengan pewarna asam fuchsin sebanyak 2 tetes dan selanjutnya diberi tambahan 2 tetes asam asetat glacial. Perendaman pewarnaan dilakukan secukupnya, mulai hanya 2 menit sampai dengan dibiarkan satu malam sampai kutikula telah berwarna.

6. Cairan pewarna dikeluarkan dari cawan sirakus diganti dengan alkohol 80% dan kemudian diganti dengan alkohol 100%. Perendaman dalam larutan ini dilakukan selama 5-10 menit.

7. Kemudian direndam kembali dengan menggunakan carbolxylene, minimal selama 3 menit untuk menghancurkan lilin-lilin yang tersisa,


(50)

dan selanjutnya direndam kembali dengan alkohol 100% untuk membersihkan carbolxylene.

8. Perendaman selanjutnya dengan menggunakan minyak cengkeh selama 5-10 menit.

9. Pindahkan spesimen ke gelas objek yang telah ditetesi minyak cengkeh. Spesimen diletakkan sedemikian rupa sehingga jelas posisi bagian tubuhnya. Kemudian dilakukan penyerapan minyak cengkeh dengan menggunakan tisu.

10.Spesimen ditetesi balsam canada sebanyak 1 tetes dan ditutup dengan gelas penutup (Sartiami, 2011).

Sebagai uji banding terhadap spesies kutu putih, sampel imago maupun hasil identifikasi dikirim ke Klinik Tanaman, Laboratorium Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor dan Balai Uji Terap Teknik dan Metoda Karantina Pertanian di Jakarta.

2. Persentase Mortalitas

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah kutu putih yang mati. Persentase mortalitas dihitung pada 1 dan 2 HSA (hari setelah aplikasi), dengan perkiraan komoditas tersebut telah sampai di negara tujuan. Perhitungan dilakukan dengan membuka kelopak buah. Persentase mortalitas yang diamati, dihitung menggunakan rumus:

a

P = ─── X 100% b


(51)

P = Persentase mortalitas (%) a = Jumlah hama yang mati

b = Jumlah hama seluruhnya ( Steel & Torrie, 1993)

3. Perilaku Hama

Pengamatan perilaku hama dilakukan dengan mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada hama setelah aplikasi dengan menggunakan kaca pembesar. Perilaku yang diamati meliputi tampilan hama dan gerak tubuhnya. Pengamatan dilakukan pada 1, 2 dan 3 HSA.

4. Morfologi Buah Manggis

Pengamatan dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada kulit dan tampilan manggis keseluruhan secara visual meliputi perubahan warna, tampilan morfologis buah, kesegaran buah serta rasa buah manggis mulai dari 1, 2 dan 3 HSA.

5. Residu Pestisida

Pengukuran residu pada buah yang telah diaplikasi dilakukan untuk melihat sejauh mana pestisida tersebut aman dikonsumsi oleh manusia, sesuai standard yang ditentukan oleh komisi pestisida. Biji srikaya maupun nimba dilaporkan bekerja sebagai racun perut yang dapat menyebabkan disentri. Hasil perlakuan buah yang terbaik setelah aplikasi, dikirim ke laboratorium terakreditasi dibidang uji residu yaitu PT. Angler BioChemical Surabaya.


(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Identifikasi Spesies Kutu Putih

Hasil identifikasi yang dilakukan terhadap spesies kutu putih yang menyerang buah manggis yang berasal dari kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara terdiri dari 3 spesies yaitu

Pseudococcus (= Dysmicoccus) brevipes (Cockerell), D. lepelleyi (Betrem) dan

Exallomochlus hispidus (Morrison). Hasil identifikasi ini sesuai dengan hasil identifikasi yang dilakukan oleh Departemen Proteksi Institut Pertanian Bogor yang mengidentifikasi 2 spesies yaitu D. lepelleyi dan Exallomochlus hispidus

(Lampiran 9) serta Balai Uji Terap Teknik dan Metoda Karantina Pertanian Jakarta yakni D. brevipes (Lampiran 8).

a. Dysmicoccus brevipes

D. brevipes (Cockerell) mempunyai bentuk tubuh oval melebar atau bundar berwarna merah muda atau coklat kekuningan (John, 1959; Wiliams, 2004; Ronald & Jayma, 2007). Tungkai berwarna coklat kekuningan dan tubuh ditutupi oleh lapisan lilin tipis putih bertepung. Ukuran tubuh umumnya 2,3-3,00 mm. Antena bersegmen 7-8 ruas, tetapi banyak juga ditemukan 8 ruas. Ruas di bagian abdomen berjumlah 7-9 ruas dan mempunyai “discoidales glandes” berupa pori-pori yang berfungsi sebagai saringan. Hal ini dikuatkan dengan laporan (Mamet,1957; William, 2004; Ronald & Jayma, 2007; Chamaiporn, 2011). Pori-pori tersebar di seluruh bagian tubuh pada kedua dorsum dan Pori-pori terbesar berada


(53)

pada bagian posterior abdomen. Satu dari tiga pori-pori (pori discoidal) ditemukan disekitar mata yang merupakan ciri khasnya (John, 1959; Williams, 2004). Lapisan lilin berbentuk benang serari mempunyai 17 pasang filament dibagian ventral, biasanya kurang dari seperempat panjang tubuhnya dan sering berbentuk agak melengkung pada posterior (Gambar 7).

(a) (b)

Gambar 7 (a) dan (b): D.brevipes dengan 17 pasang filament Sumber : Foto langsung perbesaran 100 x

Seta pada dorsomedial yang berada pada segmen VIII lebih panjang dari seta yang ada di segmen VI dan VII. Pori multilocular terdapat terbatas pada segmen VI, VII dan segment VIII (Gambar 8).

Gambar 8 : Multilocular pore

Sumber :.sel.barc.usda.gov


(54)

Pori-pori transparan di belakang femur dan tibia sejumlah 2-4 seta kerucut di abdomenial serari, di depan coxa bagian segmen VIII perut (Gambar 9.a). Seta apikal terdapat pada sekitar cincin anus (Gambar 9.b).

(a) (b)

Gambar 9: (a) Translucent pores, (b) Seta apical pada anal area

Sumber :.sel.barc.usda.gov

(diunduh 16 April 2012)

Terdapat saluran berbentuk tabung ventral pada daerah segmen V abdomen dan bagian kepala (Gambar 10) (Williams, 2004).

Gambar 10 : Sketsa D. brevipes

Sumber .sel.barc.usda.gov


(55)

b. Dysmicoccus lepelleyi (Betrem)

Tubuhnya berbentuk oval melebar yang terdiri dari beberapa oral-collar tubular duct berbentuk tabung, Tubuh ditutupi oleh sekresi bertepung putih. Serari merupakan pasangan lobus tidak termasuk anus berjumlah tiga atau lebih setae berbentuk kerucut. Seta dorsal abdomen segmen VII dan VIII biasanya lebih panjang dari seta abdomen lainnya, mempunyai pori yang tembus di coxa belakang, femur dan tibia. Multilocular ventral biasanya dibatasi untuk tiga segmen posterior jarang ditemukan pada segmen V dan VI. D. lepelleyi mirip dengan D. brevipes, dibedakan dengan tidak adanya discoidal pore dekat mata (Gambar 11).

Gambar 11 : Sketsa Dysmicoccus lepelleyi

Sumber :.sel.barc.usda.gov


(56)

D. lepelleyi terdiri dari 17 pasang filament lilin tipis di sekeliling tubuh, kadang dilengkapi dengan ovisac ventral (sekresi lilin yang membungkus telur) kadang tidak.

c. Exallomochlus hispidus (Morrison)

Dicirikan dengan tidak adanya oral rim tubular duct dan bagian anal ring.

Tubuh imago betina berbentuk oval melebar dengan panjang 1,15 mm-2,55 mm dan lebar 0,95 mm-2,15 mm (Gambar 12).

Gambar 12 : Imago Exallomochlus hispidus

Sumber : Foto langsung perbesaran 100 x

Antena berjumlah 8 ruas. Serari terdiri dari 18 pasang dan cerari setae

pada bagian dorsal meruncing atau berbentuk kerucut berjumlah tiga atau lebih.

Multilocular disc pore sedikit dan terdapat disekitar vulva dan ada juga pada ruas VII. Anal lobe cerarri dengan 4 conidial setae pada area membran atau area yang mengalami sklerotisasi, beberapa seta pada dorsal lebih panjang dari cerarian, leg translucent terdapat di coxa bagian belakang dan di tibia ( Williams & Watson, 1998).


(57)

Gambar 13 : Sketsa Exallomochlus hispidus

Sumber : www.Exallomochlus hispidus.sel.barc.usda.gov (diunduh 24 Mei 2012)

2. Persentase Mortalitas Kutu Putih

Hasil pengamatan terhadap persentase mortalitas kutu putih menunjukkan bahwa perlakuan jenis dan konsentrasi insektisida yang digunakan berpengaruh terhadap mortalitas kutu putih dan terdapat interaksi antara keduanya (Tabel 1).

Serari 18 psg

Tanpa anal ring

Cerari setae berbentuk kerucut


(58)

Tabel 1: Rataan pengaruh aplikasi serbuk dan minyak nimba, mahoni dan srikaya terhadap mortalitas kutu putih (%) pada 1 dan 2 HSA

Persentase Mortalitas (%)

Perlakuan 1 HSA 2 HSA

E0 19,34 32,66

E1 64,66 76,00

E2 74,66 83,34

E3 79,34 96,66

E4 65,34 76,00

E5 71,34 78,66

E6 77,34 87,34

E7 70,66 77,34

E8 78,66 89,34

E9 78,66 96,66

E10 93,34 100,00

E11 100,00 100,00

E12 100,00 100,00

E13 98,66 100,00

E14 98,00 100,00

E15 99,34 100,00

E16 94,66 100,00

E17 98,00 100,00

E18 100,00 100,00

Rataan 82,22 89,16

Keterangan : E0 = Kontrol; E1 = Nimba 10%; E2 = Nimba 20%; E3 = Nimba 30%; E4 = Mahoni 10%; E5 = Mahoni 20%; E6 = Mahoni 30%; E7 = Srikaya 10%; E8 = Srikaya 20%; E9 = Srikaya 30%; E10 = Nimba 2,5%; E11 = Nimba 5%; E12 = Nimba 7,5%; E13 = Mahoni 2,5%; E14 = Mahoni 5%; E15 = Mahoni 7,5%; E16 = Srikaya 2,5%; E17 = Srikaya 5%; E18 = Srikaya 7,5% .

Pengamatan 1 HSA diperoleh tingkat mortalitas kutu putih terendah dan tertinggi pada perlakuan serbuk nimba 10% (E1) dan 30% (E3) masing-masing

sebesar 64,66% dan 79,34%. Untuk perlakuan ekstrak minyak mortalitas terendah pada nimba 2,5% (E10) dan tertinggi pada nimba 5% (E11), nimba 7,5%

(E12), srikaya 7,5% (E18) dengan nilai masing-masing 93,34% dan 100%. Hari

pertama setelah aplikasi insektisida botani berbentuk serbuk mempunyai variasi beragam dalam mengendalikan kutu putih mulai dari 19,34% pada kontrol, 64,66% pada nimba 10% sampai pada mortalitas 79,34% pada nimba 30%,


(59)

sedangkan pada ekstrak minyak terlihat daya mortalitasnya cenderung lebih tinggi dari serbuk.

Data hari kedua setelah aplikasi, mortalitas kutu putih terendah pada perlakuan kontrol (E0) sebesar 32,66%. Untuk aplikasi serbuk, mortalitas terendah

pada perlakuan nimba 10% (E1), mahoni 10% (E4) sebesar 76,00% dan mortalitas

tertinggi pada perlakuan nimba 30% (E3), srikaya 30% (E9) sebesar 96,66%.

Semakin tinggi dosis yang digunakan maka kematian serangga sasaran juga akan semakin cepat, hal ini dikuatkan oleh pernyataan Subiyakto (2009) bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak menyebabkan kondisi tubuh serangga semakin lemah dan mengakibatkan turunnya nafsu makan dan akhirnya serangga akan mati.

Persentase mortalitas insektisida berbentuk minyak mortalitasnya lebih tinggi dari aplikasi perlakuan serbuk. Keefektifan nimba membunuh serangga disebabkan bekerja secara sistemik sehingga mampu lebih diserap oleh buah manggis pada saat serangga memakan jaringan buah, maka serangga akan keracunan dan akhirnya mati seperti yang dilaporkan Dwi & Nurindah (2009).

Insektisida botani serbuk dan minyak nimba terlihat mempunyai daya mortalitas yang lebih baik dari jenis insektisida botani lainnya disebabkan biji nimba mengandung 2-4 mg bahan aktif Azadiraktin per gram biji kering yang mampu mempengaruhi berkurangnya daya makan, mengganggu pertumbuhan dan daya reproduksi, mengandung bahan aktif salanin yang bekerja sebagai penghambat makan serangga (Subiyakto, 2009). Hal ini sejalan dengan pendapat Kivan (2005) yang menyatakan salanin, nimbin dan meliantriol juga mampu mempengaruhi proses ganti kulit, sehingga akan menghambat pembentukan


(60)

serangga dewasa, menghambat perkawinan serta menghambat pembentukan kitin serangga.

Tabel 2: Pengamatan jumlah hama yang mati (ekor) pada 2 HSA (Hari Setelah Aplikasi)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

E0 E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 E13 E14 E15 E16 E17 E18 17.00 36.00 40.00 50.00 36.00 38.00 45.00 40.00 44.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 15.00 38.00 42.00 50.00 38.00 39.00 42.00 40.00 45.00 48.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 17.00 40.00 43.00 45.00 40.00 41.00 44.00 36.00 45.00 47.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 49.00 114.00 125.00 145.00 114.00 118.00 131.00 116.00 134.00 145.00 150.00 150.00 150.00 150.00 150.00 150.00 150.00 150.00 150.00 16.33 38.00 41.67 48.33 38.00 39.33 43.67 38.67 44.67 48.33 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 Total 846.00 847.00 848.00 2541.00

Rataan 44.53 44.58 44.63 44.58

Tabel 3: Daftar analisa sidik ragam pengaruh insektisida terhadap mortalitas kutu putih

SK db JK KT F.hit F tabel

0,01 0,05 Kelompok/ 2 0,106 0,053 - - -

ulangan

Pestisida/ 18 3413,228 189,624 17,13 2,485 1,9 perlakuan


(61)

KT G

KK = √ x 100 % γ

9,9667

= √ x 100 % 44,58

= 7,082 %

Untuk menentukan rerata pengaruh-pengaruh perlakuan lebih lanjut dilakukan uji dengan metode Ortogonal Kontras (Mok.). Menurut Mok pengujian beda rerata dilakukan dalam dua tahap, yaitu:

Tahap 1: uji beda antar group, perlakuan dikelompokkan menjadi beberapa group dan uji rerata dilakukan terhadap beda rerata group (aggregate mean).

Tahap 2: uji beda dalam group, uji hanya dilakukan terhadap perlakuan yang terdapat dalam satu group tertentu (Kemas, 1991).

Model kontras yang dapat disusun yaitu : C1 = kontrol vs semua perlakuan

C2 = serbuk vs minyak

C3 = serbuk nimba vs serbuk mahoni vs serbuk srikaya

C4 = serbuk mahoni vs serbuk srikaya

C5 = serbuk nimba 10% vs 20% vs 30%

C6 = serbuk nimba 20% vs 30%

C7 = serbuk mahoni 10% vs 20% vs 30%

C8 = serbuk mahoni 20% vs 30%

C9 = serbuk srikaya 10% vs 20% vs 30%

C10 = serbuk nimba vs minyak


(62)

C12 = serbuk srikaya vs minyak

C13 = serbuk nimba vs minyak nimba

C14 = serbuk mahoni vs minyak nimba

C15 = serbuk mahoni vs minyak mahoni

C16 = serbuk srikaya vs minyak srikaya

C17 = serbuk srikaya vs minyak nimba

C18 = serbuk nimba vs minyak mahoni

Hasil uji kontras ortogonal yang dilakukan (Tabel 4 dan Lampiran 3) menunjukkan, bahwa insektisida botani berpengaruh sangat nyata dalam mengendalikan hama kutu putih pada buah manggis. Pemberian insektisida botani untuk mengendalikan hama kutu putih berbeda sangat nyata terhadap perlakuan kontrol (C1). Perlakuan insektisida botani berbentuk serbuk berbeda sangat nyata

dengan insektisida botani berbentuk minyak (C2). Perlakuan antar insektisida

berbentuk serbuk, serbuk nimba tidak berbeda nyata terhadap serbuk mahoni dan serbuk srikaya (C3). Insektisida serbuk mahoni berbeda nyata terhadap insektisida

serbuk srikaya (C4). Perlakuan dalam group, insektisida serbuk nimba konsentrasi

10% berbeda sangat nyata terhadap insektisida serbuk nimba konsentrasi 20% dan 30% (C5). Insektisida serbuk nimba 20% berbeda nyata terhadap serbuk nimba

30% (C6). Perlakuan dalam group, serbuk mahoni 10% tidak berbeda nyata

terhadap serbuk mahoni 20% dan 30% (C7). Insektisida serbuk mahoni 20% juga

tidak berbeda nyata terhadap serbuk mahoni 30% (C8). Perlakuan dalam group,

insektisida serbuk srikaya 10% berbeda sangat nyata terhadap serbuk srikaya 20% dan 30% (C9). Insektisida botani serbuk nimba, mahoni dan srikaya pada


(63)

konsentrasi 10%, 20% dan 30% berbeda sangat nyata terhadap insektisida botani berbentuk minyak konsentrasi 2,5%, 5% dan 7,5% (C10-C18)

Tabel 4: Hasil analisa sidik ragam faktor kontras ortogonal pengaruh insektisida terhadap mortalitas kutu putih

SK db JK KT F.hit F tabel

5 % 1% Kelompok 2 0,106 0,053 0,048 3,26 5,25

Pestisida 18 3413,288 189,627 17,131** 1,9 2,485 C1 1 7381,583 7381,583 666,870** 4,11 7,39 C2 1 801,185 801,185 72,381** 4,11 7,39 C3 1 1,852 1,852 0,167 4,11 7,39 C4 1 56,889 56,889 5,132* 4,11 7,39 C5 1 98,000 98,000 8,854** 4,11 7,39 C6 1 66,667 66,667 6,023* 4,11 7,39 C7 1 24,500 24,500 2,213 4,11 7,39 C8 1 28,167 28,167 2,545 4,11 7,39 C9 1 128,000 128,000 11,564** 4,11 7,39 C10 1 363,000 363,000 32,794** 4,11 7,39 C11 1 630,750 630,750 56,983** 4,11 7,39 C12 1 252,083 252,083 22,774** 4,11 7,39 C13 1 242,000 242,000 21,863** 4,11 7,39 C14 1 420,500 420,500 37,989** 4,11 7,39 C15 1 420,500 420,500 37,989** 4,11 7,39 C16 1 168,056 168,056 15,183** 4,11 7,39 C17 1 168,056 168,056 15,183** 4,11 7,39 C18 1 242,000 242,000 21,863** 4,11 7,39 Galat 36 398,501 11,069 - - - Total 56 3811,895 - - - -

Hasil penelitian yang diperoleh terhadap mortalitas dari dua bentuk aplikasi ekstrak insektisida botani yaitu serbuk dan minyak, dapat disimpulkan bahwa dari segi kecepatan mematikan kutu putih ekstrak minyak lebih cepat daripada serbuk. Hal ini sejalan dengan pendapat Dwi & Nurindah (2009), yang menyatakan bahwa nimba berpengaruh lebih sedikit ketika diaplikasikan secara langsung kepada sasaran, kecuali dalam formulasi minyak karena serangga lebih


(64)

terpengaruh setelah mengkonsumsi dedaunan atau bagian tanaman yang telah menerima aplikasi melalui antifeedant dan racun perutnya.

Data penelitian menunjukkan peningkatan mortalitas untuk semua jenis insektisida botani yang diaplikasikan baik nimba, mahoni maupun srikaya. 2 HSA aplikasi insektisida berbentuk minyak seluruhnya telah mencapai mortalitas 100%, namun untuk insektisida berbentuk serbuk masih bervariasi dari 76,00% sampai 96,66% . Aplikasi insektisida berbentuk minyak dari segi tampilan buah terlihat ada pengaruh minyak terhadap tampilan buah, buah kelihatan sangat berminyak sehingga mengurangi keindahan buah. Tampilan buah dengan menggunakan serbuk lebih baik karena tidak merubah morfologis buah. Perlakuan dengan serbuk nimba 30% (E3) dan srikaya 30% (E9) merupakan hasil yang

terbaik pada hari kedua setelah aplikasi yakni 96,66% tanpa terlihat adanya perubahan tampilan morfologis buah. Perlakuan minyak nimba 2,5% (E10)

dengan mortalitas 100% pada hari kedua, merupakan hasil yang terbaik dengan tampilan morfologis dan rasa buah yang tidak berubah.

3. Perilaku Hama

Dari pengamatan yang telah dilakukan terhadap hama kutu putih yang mati akibat perlakuan dengan ekstrak yang berbentuk minyak, kematian hama umumnya terjadi pada saat makan. Semakin tinggi konsentrasi insektisida botani yang diberikan maka semakin tinggi pula pengaruh aktivitas penghambat makan, sesuai dengan hasil penelitian Kumar et al. (2010) yang menyatakan bahwa pada konsentrasi yang tinggi biasanya larutan ekstrak sangat pekat dan mengandung


(65)

minyak dan bau sehingga serangga tidak mau makan dan menyebabkan serangga hama menjadi lemah sehingga akhirnya mati.

Hasil pengamatan terhadap perilaku hama dengan perlakuan ekstrak biji nimba, biji mahoni dan biji srikaya memperlihatkan hama tidak mau makan, bergerak sangat lamban, lemah dan akhirnya mati kaku. Dari pengamatan yang telah dilakukan terhadap hama kutu putih yang mati akibat perlakuan dengan ekstrak yang berbentuk serbuk, kematian hama umumnya terjadi pada saat makan. Seperti pernyataan Kivan (2005) yang menyatakan bahwa larutan ekstrak yang berbentuk serbuk tersebut memiliki senyawa aktif yang tidak terserap oleh jaringan tanaman atau mudah terdegradasi. Sehingga bahan aktif dari ekstrak tersebut yang termakan oleh kutu putih sedikit dan tidak cukup untuk dapat menyebabkan keracunan pada hama sehingga kematian yang diakibatkan oleh insektisida tersebut sedikit.

Hasil pengamatan menyatakan bahwa kematian hama akibat dari pemberian insektisida botani ekstrak biji nimba, biji mahoni dan biji srikaya. Dari senyawa insektisida botani tersebut terdapat racun yang dapat mematikan hama. Hal ini sesuai dengan literatur Asogwa et al. (2010) yang menyatakan bahwa beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga yang mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus pertumbuhan serangga, sistem pencernaan, atau mengubah perilaku serangga.

Kematian hama terjadi karena kandungan senyawa aktif dari ekstrak tersebut masuk bersama cairan tanaman pada saat kutu putih menghisap cairan dari kulit buah manggis. Kutu putih mengambil makanan dengan cara menghisap cairan yang ada pada kulit buah manggis, dan karena pada kulit buah manggis


(66)

telah terdapat senyawa kimia yang bersifat toksik bagi serangga yang berasal dari pencelupan insektisida botani, maka akan mempengaruhi laju konsumsi kutu putih dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian terhadap kutu putih tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hasyim et al. (2010) bahwa adanya senyawa kimia yang bersifat toksik yang dikonsumsi serangga mempengaruhi jumlah dan laju konsumsi serangga, sehingga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan, bobot akhir, dan akhirnya menyebabkan kematian serangga.

Kematian hama ini disebabkan karena kutu putih mengkonsumsi cairan atau nutrisi dari kulit buah manggis yang telah mengandung insektisida senyawa Azadiraktin, Salanin, Swietenin dan golongan Asetogenin, dan semakin tinggi konsentrasi insektisida yang masuk ke dalam tubuh hama maka akan mempercepat proses kematian hama. Hal ini sesuai dengan penelitian Pavela (2009), bahwa penggunaan insektisida nabati pada konsentrasi yang tinggi

dapat mengakibatkan kematian pada serangga yang disebabkan oleh rendahnya makanan yang dikonsumsi, sehingga sistem pencernaan terganggu dan penghambat pertumbuhan serangga, sedangkan pemberian insektisida botani pada konsentrasi rendah biasanya tidak mampu mematikan serangga namun dapat mempercepat terjadinya malformasi.

4. Morfologi Buah

Hasil penelitian menunjukkan tampilan buah manggis pada perlakuan ekstrak yang berbentuk serbuk tidak ditemukan adanya perubahan, sedangkan tampilan buah manggis pada perlakuan ekstrak yang berbentuk minyak sedikit berubah pada kulit yaitu kulit buah manggis terlihat lebih berminyak.


(1)

Measurand Bracket MM QC % RPD

Azadirachtin A 3.91 OK

Azadirachtin B 4.61 OK

Nimbin 5.06 OK

Salannin 7.62 OK

3 HASIL UJI

No. Batch Analisa : PES12105 Kelengkapan data :

Analisa Data : PRESISI

Repeatability mesin Mesin

Hasil uji sampel

√ MM awal √ MM akhir

√ US

No. Certificate No. Batch Analisa

Result (mg/kg)

Azadiractin A Azadiractin B Nimbin Salannin

120618-11 PES12105 ND ND ND 0.33

120566-12 PES12105 ND ND ND ND


(2)

Laporan QC No. 005/QA/III/12

73


(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 3 : Tabel Analisis Metode Ortogonal Kontras Pengaruh Insektisida Terhadap Mortalitas Kutu Putih Pada 2 HSA ( Hari Setelah

Aplikasi)

Koefisien Kontras

Pestisida Tot. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

(Perlakuan)

E0 49 +18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

E1 114 - 1 1 + 2 0 + 2 0 0 0 0 + 3 0 0 + 1 0 0 0 0 + 1

E1 125 - 1 1 + 2 0 - 1 + 1 0 0 0 + 3 0 0 + 1 0 0 0 0 + 1

E3 145 - 1 1 + 2 0 - 1 - 1 0 0 0 + 3 0 0 + 1 0 0 0 0 + 1

E4 114 -1 1 - 1 1 0 0 + 2 0 0 0 + 3 0 0 + 1 + 1 0 0 0

E5 118 - 1 1 - 1 1 0 0 - 1 +1 0 0 + 3 0 0 + 1 + 1 0 0 0

E6 131 - 1 1 - 1 1 0 0 - 1 -1 0 0 + 3 0 0 + 1 + 1 0 0 0

E7 116 - 1 1 - 1 - 1 0 0 0 0 + 2 0 0 0 0 0 0 + 1 + 1 0

E8 134 - 1 1 - 1 - 1 0 0 0 0 - 1 0 0 + 3 0 0 0 + 1 + 1 0

E9 145 - 1 1 - 1 - 1 0 0 0 0 - 1 0 0 + 3 0 0 0 + 1 + 1 0

E10 150 - 1 - 1 0 0 0 0 0 0 0 - 1 - 1 + 3 - 1 - 1 0 0 - 1 0

E11 150 - 1 - 1 0 0 0 0 0 0 0 - 1 - 1 - 1 - 1 - 1 0 0 - 1 0

E12 150 - 1 - 1 0 0 0 0 0 0 0 - 1 - 1 - 1 - 1 - 1 0 0 - 1 0

E13 150 - 1 - 1 0 0 0 0 0 0 0 - 1 - 1 - 1 0 0 - 1 0 0 - 1

E14 150 - 1 - 1 0 0 0 0 0 0 0 - 1 - 1 - 1 0 0 - 1 0 0 - 1

E15 150 - 1 - 1 0 0 0 0 0 0 0 - 1 - 1 - 1 0 0 - 1 0 0 - 1

E16 150 - 1 - 1 0 0 0 0 0 0 0 - 1 - 1 - 1 0 0 0 - 1 0 0

E17 150 - 1 - 1 0 0 0 0 0 0 0 - 1 - 1 - 1 0 0 0 - 1 0 0

E18 150 - 1 - 1 0 0 0 0 0 0 0 - 1 - 1 - 1 0 0 0 - 1 0 0

L 2752 - 208 10 - 32 - 42 - 20 - 21 - 13 - 48 - 198 - 261 - 165 - 66 - 87 - 87 - 55 - 55 - 66

K 342 18 18 6 6 2 6 2 6 36 36 36 6 6 6 6 6 6

JKL 7381,583 801,185 1,852 56,889 98 66,667 24,5 28,167 128 363 630,75 252,083 242 420,5 420,5 108,506 108,506 242


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Perubahan Kadar Enzim AST, ALT serta Perubahan Makroskopik dan Histopatologi Hati Mencit Jantan (Mus musculus L) strain DDW setelah diberi Monosodium Glutamate (MSG) diban

1 68 118

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

3 289 97

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn.) pada bakteri Streptococcus mutans sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar dengan Metode Dilusi In Vitro

6 111 48

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Fusobacterium nucleatum sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar secara in Vitro

8 89 59

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

2 96 63

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59