Resistensi Relatif Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh Lima Varietas Padi asal Banyumas terhadap Serangan Sitophilus oryzae

RESISTENSI RELATIF BERAS PECAH KULIT DAN BERAS
SOSOH LIMA VARIETAS PADI ASAL BANYUMAS
TERHADAP SERANGAN SITOPHILUS ORYZAE

ANNISA NURULHUDA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Resistensi Relatif
Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh Lima Varietas Padi asal Banyumas terhadap
Serangan Sitophilus oryzae” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Annisa Nurulhuda
NIM F24080066

ABSTRAK
ANNISA NURULHUDA. Resistensi Relatif Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh
Lima Varietas Beras asal Banyumas terhadap Serangan Sitophilus oryzae.
Dibimbing oleh YADI HARYADI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat resistensi beras pecah
kulit dan beras sosoh dari lima varietas yang berbeda. Kelima varietas beras yang
digunakan adalah Pandanwangi, Inpari 13, IR-64, Situ Bagendit, dan Srikandi
yang ditanam di daerah Banyumas. Penelitian ini dilakukan dalam dua seri.
Percobaan Seri I dilakukan untuk mengukur pertumbuhan Sitophilus oryzae,
sedangkan Percobaan Seri II dilakukan untuk mengetahui kerusakan yang terjadi
pada beras selama penyimpanan. Pada Percobaan Seri I sebanyak 200 butir beras
kepala diinfestasi dengan 5 pasang serangga Sitophilus oryzae yang berumur 7-15
hari lalu disimpan selama 7 hari. Setelah itu serangga dibuang dan beras disimpan
lagi selama 14 hari. Setelah 14 hari dilakukan pengamatan serangga turunan

pertama (F1) yang ke luar. Pengamatan dilakukan setiap hari sejak keluarnya
turunan pertama sampai tidak ada serangga yang keluar selama 5 hari berturutturut. Pada Percobaan Seri I, parameter yang digunakan adalah jumlah total
populasi (Nt), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju
perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ). Pada
Percobaan Seri II, sebanyak 100 g beras diinfestasi dengan 25 ekor serangga
dewasa lalu diinkubasi selama 6 minggu. Setelah 6 minggu jumlah serangga
dihitung dan dibuang. Parameter yang digunakan pada Percobaan Seri II ini
adalah kenaikan bobot fraksi air, kehilangan bobot fraksi bahan kering, dan
persentase frass. Hasil Percobaan Seri I dan Percobaan Seri II menunjukkan
bahwa faktor varietas berpengaruh nyata terhadap resistensi beras terhadap
serangan Sitophilus oryzae. Varietas Srikandi terbukti memiliki resistensi tertinggi
terhadap serangan Sitophilus oryzae baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun
dalam bentuk beras sosoh.
Kata kunci: beras sosoh, beras pecah kulit, penyimpanan, resistensi relatif,
Sitophilus oryzae, varietas padi.

ABSTRACT
ANNISA NURULHUDA. Relative Resistance of Five Different Rice
Varieties of Banyumas from Sitophilus oryzae Attack during Storage. Supervised
by YADI HARYADI.

The purpose of this study was to examine the resistance level of five
different variety of brown rice and milled rice from Sitophilus oryzae attack
during storage. Five varieties of rice that examined were Pandanwangi, Inpari 13,
IR-64, Situ Bagendit, and Srikandi which all were planted in Banyumas region.
This research was conducted in two experiments. The first experiment is done to
measure the growth of Sitophilus oryzae during storage, while the second
experiment is done to measure the rate of loss during storage. In the first
experiment, 200 seeds of rice was infested by 5 couples of Sitophilus oryzae aged

7-15 days and kept for 7 days. The insects were then removed and the rice was
observed every day for 14 days for emergence of the first generation (F1) of
insects. The progenies were counted every day until there were no emergence for
five consecutive days. The experiments were conducted in three replications.
From this experiment, the parameters were number of progenies (Nt),
development period (D), development index (ID), intrinsic rate of increase (Rm),
and weekly multiplication capacity (λ). In second experiment, 100 g of rice
infested by 25 insects and stored for 6 weeks. After 6 weeks, insects were
removed and the storage loss were determined. In this second experiment, the
parameters observed were percentage increase of water fraction, the loss of dry
matter loss, and percentage of frass. Those two experiments were conducted in

three replication. According to this experiment, Srikandi rice has the highest
resistance towards Sitophilus oryzae attack among other varieties.

Keywords: brown rice, polished rice, storage, relative resistance, rice variety,
Sitophilus oryzae

RESISTENSI RELATIF BERAS PECAH KULIT DAN BERAS
SOSOH LIMA VARIETAS PADI ASAL BANYUMAS
TERHADAP SERANGAN SITOPHILUS ORYZAE

ANNISA NURULHUDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Resistensi Relatif Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh Lima
Varietas Padi asal Banyrunas terhadap Serangan Sitophilus oryzae
: Annisa Nurulhuda
Nama
NIM
: F2480066

Disetujui oleh

.Sc
Pembimbing

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Resistensi Relatif Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh Lima
Varietas Padi asal Banyumas terhadap Serangan Sitophilus oryzae

Nama
: Annisa Nurulhuda
NIM
: F2480066

Disetujui oleh

Dr Ir Yadi Haryadi, M.Sc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
penyimpanan beras dengan judul Resistensi Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh
Lima Varietas Beras asal Banyumas terhadap Serangan Sitophilus oryzae .
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Yadi Haryadi M.Sc sebagai
pembimbing tugas akhir atas arahan dan bimbingannya selama ini, juga kepada
Prof.Dr.Ir.Rizal Sjarief S.N, DESS dan Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP DEA
selaku dosen penguji tugas akhir atas masukannya yang membangun.
Penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya juga diberikan kepada keluarga :
bapak, ibu, Tika dan Afi yang tak henti memberikan cinta, doa, dukungan,
semangat untuk apapun yang penulis hadapi. Penulis juga mengucapkan terima
kasih sebanyak-banyaknya pada seluruh dosen, staf departemen dan teknisi atas
segala bantuan selama kuliah dan menyelesaikan skripsi di ITP IPB. Tidak lupa
ucapan terima kasih penulis sampaikan pada teman-teman (Hafiz, Arum, Mbak
Yun, Mike, Madun, Yufi, Hafiz, Riyah, Harum, Ichal, Mba Opi, Meutia,Ian) dan
teman-teman ITP 45 lainnya, crew Edelweis (Mega, Euis, Ana, Priska, Bangun,
Mba Mey, Mba Upe) dan teman-teman terdekat (Nuning, Ashri) atas semua
kebersamaan, semangat, perhatian, dukungan, dan bantuan selama ini. Tidak lupa
penulis juga menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang tidak dapat
disebutkan yang telah berperan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan bagi masyarakat petani, khususnya masyarakat petani Banyumas,
serta dapat menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Banyumas dalam
penetapan kebijakan pertanian di Kabupaten Banyumas.

Bogor, Juli 2013
Annisa Nurulhuda

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2


METODE

6

Bahan

6

Alat

6

Prosedur Penelitian

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

10


Hasil

10

Pembahasan

17

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

33

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Analisis proksimat dan komposisi (%) gabah dan fraksi hasil
penggilingan pada kadar air 14%
Rata- rata jumlah total populasi S.oryzae pada beras pecah kulit dan
beras sosoh
Periode perkembangan S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras
sosoh
Indeks perkembangan S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras
sosoh
Laju perkembangan intrinsik S.oryzae pada beras pecah kulit dan
beras sosoh
Kapasitas multiplikasi mingguan S.oryzae pada beras pecah kulit dan
beras sosoh
Jumlah populasi teoritis S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras
sosoh
selama penyimpanan 6 minggu
Rata- rata jumlah total populasi S.oryzae pada beras pecah kulit dan
beras sosoh
Perubahan kadar air pada beras pecah kulit dan beras sosoh
Persentase dry matter loss beras pecah kulit dan beras sosoh
Persentase frass pada beras pecah kulit dan beras sosoh

4
10
12
12
13
14
14
15
15
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Bagian biji padi
Serangga Sitophilus oryzae dewasa
Bagan pelaksanaan penelitian
Grafik laju pertumbuhan populasi serangga pada beras pecah kulit
lima varietas beras
Grafik laju pertumbuhan populasi serangga pada beras sosoh lima
varietas beras

3
5
7
11
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Tabel analisis sidik ragam total populasi serangga (Nt) beras pecah
kulit
Tabel uji lanjut Duncan populasi serangga (Nt) beras pecah kulit
Tabel analisis sidik ragam total populasi serangga (Nt) beras sosoh
Tabel uji lanjut Duncan populasi serangga (Nt) beras sosoh
Tabel analisis sidik ragam periode perkembangan (D) beras pecah
kulit
Tabel uji lanjut Duncan periode perkembangan (D) beras pecah kulit
Tabel analisis sidik ragam periode perkembangan (D) beras sosoh
Tabel uji lanjut Duncan periode perkembangan (D) beras sosoh

23
23
23
23
24
24
24
24

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

Tabel analisis sidik ragam indeks perkembangan (ID) beras pecah
kulit
Tabel uji lanjut Duncan indeks perkembangan (ID) beras pecah kulit
Tabel analisis sidik ragam indeks perkembangan (ID) beras sosoh
Tabel uji lanjut Duncan indeks perkembangan (ID) beras sosoh
Tabel analisis sidik ragam laju perkembangan intrinsik(Rm) beras
pecah kulit
Tabel uji lanjut Duncan perkembangan intrinsik(Rm) beras pecah
kulit
Tabel analisis sidik ragam laju perkembangan intrinsik(Rm) beras
sosoh
Tabel uji lanjut Duncan laju perkembangan intrinsik(Rm) beras
sosoh
Tabel analisis sidik ragam kapasitas multiplikasi mingguan (λ) beras
pecah kulit
Tabel uji lanjut Duncan kapasitas multiplikasi mingguan (λ) beras
pecah kulit
Tabel analisis sidik ragam kapasitas multiplikasi mingguan (λ) beras
sosoh
Tabel uji lanjut Duncan kapasitas multiplikasi mingguan (λ) beras
sosoh
Tabel analisis sidik ragam jumlah populasi serangga akhir beras
pecah kulit
Tabel uji lanjut Duncan jumlah populasi serangga akhir beras pecah
kulit
Tabel analisis sidik ragam jumlah populasi serangga akhir beras
sosoh
Tabel uji lanjut Duncan jumlah populasi serangga akhir beras sosoh
Tabel analisis sidik ragam persen kenaikan bobot fraksi air beras
pecah kulit
Tabel uji lanjut Duncan persen kenaikan bobot fraksi air beras pecah
kulit
Tabel analisis sidik ragam persen kenaikan bobot fraksi air beras
sosoh
Tabel uji lanjut Duncan kenaikan bobot fraksi air beras sosoh
Tabel analisis sidik ragam persen kehilangan bobot bahan kering
beras pecah kulit
Tabel uji lanjut Duncan persen kehilangan bobot bahan kering beras
pecah kulit
Tabel analisis sidik ragam persen kehilangan bobot bahan kering
beras sosoh
Tabel uji lanjut Duncan persen kehilangan bobot bahan kering beras
sosoh
Tabel analisis sidik ragam persen frass beras pecah kulit
Tabel uji lanjut Duncan persen frass beras pecah kulit
Tabel analisis sidik ragam persen frass beras sosoh
Tabel uji lanjut Duncan persen frass beras sosoh

25
25
25
25
26
26
26
26
27
27
27
27
28
28
28
28
29
29
29
29
30
30
30
30
31
31
31
31

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras sampai saat ini masih merupakan makanan pokok masyarakat
Indonesia. Tingginya permintaan beras yang masih belum diiringi dengan
ketersediaan barang dengan kualitas dan kuantitas yang memadai menjadi salah
satu permasalahan yang dihadapi oleh bangsa ini. Kebutuhan penyimpanan beras
pasca panen di Indonesia relatif penting, terutama untuk kebutuhan persediaan
beras di luar masa panen.
Salah satu masalah yang mengancam kualitas beras pada masa penyimpanan
adalah serangan hama gudang. Hama gudang dapat merusak beras sehingga
kualitasnya menurun, bahkan membuat beras menjadi bubuk yang tidak lagi dapat
dikonsumsi. Hal ini akan memberikan kerugian yang besar pada petani. Salah satu
contoh kasus serangan hama yang terjadi di kabupaten Banyumas diberitakan
pada harian online Pikiran Rakyat tanggal 10 April 2013. Pada waktu itu, beras
petani ditolak oleh Bulog karena terserang hama gudang .
Di antara serangga hama gudang yang menyerang biji-bijian, Sitophilus
oryzae merupakan salah satu hama yang paling merugikan. Serangga ini memiliki
periode perkembangan yang singkat dan mampu berkembang biak dengan sangat
cepat dan memicu serangan hama gudang lainnya setelah masa infestasi (Jadhav
2006). Sementara itu penelitian terdahulu (Haryadi 1991) telah menunjukkan
bahwa varietas beras yang berbeda-beda menunjukkan tingkat ketahanan beras
terhadap serangan hama dari spesies sama. Penelitian terkini tentang hal tersebut
dilakukan oleh Askanovi (2011) dan Zulfahnur (2010). Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian untuk menguji ketahanan berbagai varietas beras di wilayah
atau daerah tertentu terhadap serangan serangga hama gudang.
Dari penelitian ini dapat diketahui varietas beras yang tahan terhadap
serangan Sitophilus oryzae selama penyimpanan. Data yang diperoleh dapat
digunakan sebagai referensi bagi petani untuk lebih banyak membudidayakan
varietas tertentu yang relatif tahan terhadap serangan hama gudang. Akibatnya
beras dapat disimpan dengan kerusakan minimal. Selain itu, penyimpanan beras
yang memiliki kualitas tahan hama secara alami dapat meminimalisir penggunaan
insektisida.
Berbagai penelitian dan pengembangan beras telah banyak dilakukan,
terutama dalam hal rekayasa genetika untuk menghasilkan beras yang memiliki
kualitas organoleptik yang baik dengan hasil produksi yang banyak. Namun salah
satu hal yang sering terlewatkan adalah pada proses penyimpanan yaitu
kemungkinan terjadinya penurunan kualitas akibat serangan hama gudang. Oleh
karena itu pengenalan mengenai resistensi dari berbagai varietas beras perlu
dilakukan agar dapat diketahui beras mana yang memiliki ketahanan tertentu.
Setelah kualitas ini diketahui, maka dapat dilakukan analisis secara genetik
terhadap varietas beras ini sehingga kelak padi yang diciptakan memiliki kualias
selain enak, produktif, juga tahan hama.

2

Tujuan Penelitian
1. Membuktikan adanya pengaruh varietas beras terhadap resistensi dari
serangan hama gudang
2. Mengetahui resistensi relatif beras dari varietas Pandanwangi, Situ
Bagendit, Srikandi, Inpari 13, dan IR 64 yang dibudidayakan di daerah
Banyumas
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan petani di daerah Banyumas
untuk menanam varietas padi yang relatif tahan terhadap serangan hama selama
penyimpanan dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu, hasil penelitian
juga dapat digunakan sebagai acuan untuk rekayasa genetika varietas padi yang
tahan hama gudang.
TINJUAN PUSTAKA

Beras
Beras merupakan makanan pokok sebagian beras penduduk Indonesia.
Menurut data Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, produksi nasional Indonesia
pada tahun 2012 mencapai 68.59 juta ton gabah kering giling, sedangkan
konsumsi beras nasional sekitar 102 kg/kapita/tahun. Secara umum, di Asia, beras
menyumbangkan 35% energi dan 28% protein. (Juliano 1994).
Padi (Oryza sativa L) merupakan tanaman yang tergolong Gramineae, yaitu
tumbuhan dengan batang beruas-ruas dan mempunyai bendera yang menempel
pada pelepah daun (Damardjati 1988). Biji padi terdiri atas sekam, pericarp,
aleuron, embrio, dan endosperm. Padi tersusun atas 89%-94% zat pati, sekam 1628%, lapisan aleuron 4-6%, kulit ari 1-2%, dan lembaga 2-3% dari berat gabah
(Juliano 1994).
Komposisi dan sifat biji padi dan bagian-bagiannya tergantung pada varietas
lingkungan dan ragam pengolahannya. Padi yang dipanen pada umumnya
mempunyai kadar air 20% atau lebih sehingga harus dikeringkan sebelum
disimpan. Pengeringan padi dilakukan setelah biji padi dirontokkan dari
tangkainya, menghasilkan butir-butir gabah. Di negara tropis seperti Indonesia
pengeringan biasanya dilakukan menggunakan pengeringan sinar matahari hingga
mencapai kadar air 14%.
Sebelum dilakukan penggilingan dan penyosohan, gabah perlu dirontokkan
dari batangnya dengan mesin perontok padi. Perontokan ini bertujuan membuang
kotoran-kotoran dan benda-benda asing dari gabah sehingga beras giling yang
dihasilkan terbebas dari kotoran-kotoran tersebut. Setelah dilakukan perontokkan,
proses selanjutnya adalah pemecahan kulit. Proses ini bertujuan melepaskan kulit
gabah dengan kerusakan yang seminimal mungkin pada butiran beras.
Pemecahan kulit dimulai dengan memisahkan sekam dari biji beras yang
tersusun atas pericarp, pembungkus biji, nuselus aleuron, dan endosperm.
Pemisahan ini menghasilkan beras pecah kulit, namun jarang langsung
dikonsumsi.

3

Alat yang digunakan untuk pemecahan kulit disebut huller. Sebagian besar
gabah yang masuk ke dalam alat ini ada yang sudah terkupas kulitnya dan ada
yang belum. Proses ini dapat dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh gabah
yang sekamnya benar-benar terbuang. Proses ini akan berjalan dengan baik
apabila gabah memiliki kadar air antara 13-15 % (Patiwiri 2006).
Beras pecah kulit akan diproses lagi dengan penyosohan untuk memisahkan
bagian dedak yang masih menempel pada beras. Selama penyosohan beras,
lapisan dedak dan lembaga akan terpisah. Istilah dedak (bran) umumnya
digunakan dalam perdagangan yang dapat dideskripsikan sebagai campuran dari
beberapa jaringan botani: pericarp, kulit biji (seed coat), nuselus, lapisan aleuron,
dan bagian terluar endosperm. Bagian utama yang diperoleh dalam proses
penggilingan padi adalah beras giling atau beras sosoh yang tersusun dari bagian
endosperm biji (Damardjati 1988).

Gambar 1. Bagian biji padi (Juliano 1972)
Berbagai varietas beras dikembangkan di Indonesia, antara lain varietas padi
irigasi, hibrida, padi gogo, dan padi rawa. Varietas Inpari 13 merupakan padi
sawah dengan tekstur nasi pulen dan kadar amilosa 22.4%. Varietas Situ Bagendit
merupakan padi gogo dengan tekstur nasi pulen dan kadar amilosa 22%. Varietas
IR 64 merupakan padi sawah dengan tekstur nasi pulen dan kadar amilosa 24,1%
(BBP Padi) .Varietas Pandanwangi merupakan dengan padi sawah dengantekstur
nasi pulen dan kadar amilosa 24.8 % (Natalia 2007). Varietas Srikandi merupakan
varietas lokal yang terdapat di daerah Banyumas dengan tekstur nasi pulen namun
sudah jarang ditanam.

4

Banyumas
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, terletak pada ketinggian 25-100 mdpl
dan 100-500mdpl. Curah hujan yang diperoleh daerah ini cukup tinggi dan
mencapai 3 439 mm per tahun. Banyumas merupakan salah satu daerah penghasil
padi di Jawa Tengah. Namun produksi padi daerah Banyumas telah mengalami
penurunan pada rentang tahun 1997-2001 dari 384 065 ton menjadi 330 206 ton.
Penurunan produksi ini umumnya disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian
menjadi daerah pemukiman. Selain masalah alih fungsi lahan, masalah yang juga
ditemukan di Banyumas adalah adanya kerusakan beras selama penyimpanan
akibat serangan hama gudang yang juga mengancam ketersediaan beras.
Tabel 1 Analisis proksimat dan komposisi (%) gabah dan fraksi hasil
penggilingan pada kadar air 14%
Zat gizi (%)

Gabah
(Rough
rice)

Beras
sosoh
(Milled)

Sekam
(Hull)

Dedak
(Bran)

Lembaga
(Embryo)

Bekatul
(Polish)

5.8-7.7

Beras
pecah
kulit
(Hulled)
7.1-8.3

Protein

6.3-7.1

2.0-2.8

14.1-20.6

Lemak kasar

1.5-2.3

1.6-2.8

0.3-0.5

0.3-0.8

Serat kasar

7.2-10.4

0.6-1.0

0.2-0.5

2.4-3.5

11.212.4
10.112.4
2.3-3.2

Abu

2.9-5.2

1.0-1.5

0.3-0.8

4.8-8.7

5.2-7.3

Karbohidrat

63.673.2
53.4

72.975.9
66.4

76.778.4
77.6

34.545.9
13.221.0
22.435.3
1.5

11.314.9
15.019.7
7.011.4
6.6-9.9
34.152.3
13.8

34.2-41.4

Neutral
detergent fiber

16.4

3.9

0.7-2.3

65.574.0

23.728.6

13.1

51.155.0
41.547.6


Pentosa

3.7-5.3

1.2-2.1

0.5-1.4

7.0-8.3

4.9-6.4

3.6-4.7

Hemiselulosa





0.1









9.516.9
5.9-9.0

9.7

Selulosa

2.7



1,3:1,4 βglucans
Asam
poliuronat
Gula bebas



0.11

0.11

17.718.4
2.911.8
31.436.3








0.6







1.2

0.4



0.5-1.2

0.7-1.3

0.6

5.5-6.9

8.0-12.-0



Lignin

3.4



0.220.45
0.1

2.8-3.9

0.7-4.1

2.8

Energi (kJ/g)

15.8

15.216.1

14.615.6

9.518.4
11.113.9

16.719.9



17.9

Pati

Sumber: Juliano 1994

16.6-20.5

2.1

5

Sitophilus oryzae
Sitophilus oryzae merupakan hama gudang yang termasuk dalam kingdom
Animalia, filum Arthropoda,kelas Insecta, ordo Coleoptera, keluarga
Curculionidae, genus Sitophilus, spesies Sitophilus oryzae Linnaeus (Rees 1996).
Sitophilus sp terdiri atas tiga jenis spesies yaitu S. granarius, S. oryzae dan
S.zeamais. Spesies Sitophilus yang dominan tersebar di daerah tropis adalah S.
oryzae dan S. zeamais, sedangkan S. granarius hidup pada daerah beriklim dingin.
Serangga S. oryzae dan S.zeamais sulit dibedakan secara eksternal. Kedua spesies
ini dapat dibedakan dengan membuka bagian abdomen dan memeriksa permukaan
alat genitalia serangga jantan di bawah mikroskop (TDRI [tahun terbit tidak
diketahui]).
Serangga S.oryzae dewasa berwarna coklat kemerahan yang berangsur
menjadi hitam. Dari penampilan luar jantan dan betina terlihat serupa, namun dari
pengamatan lebih lanjut, bagian rostrum (moncong) jantan lebih tebal, sungutnya
tertutup melengkung kasar sedangkan pada betina bentuknya panjang, halus dan
ramping, mengkilat dan agak melengkung. Panjang tubuh serangga dewasa sekitar
3.5-4.0 mm (Jadhav 2006).

Gambar 2. Serangga Sitophilus oryzae dewasa (USDA 2010)
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengamati preferensi makanan
serangga Sitophilus oryzae. Haryadi dan Fleurat-Lessard (1990) membuktikan
bahwa penghilangan lapisan luar (bekatul) saat penyosohan berpengaruh pada
lamanya indeks perkembangan (ID) serangga. Sarup (1991) meneliti hubungan
antara komposisi makanan dan beberapa parameter untuk mengetahui resistansi
24 varietas jagung terhadap serangan Sitophilus oryzae. Penelitian ini
menunjukkan bahwa persentase dan tingkat kerusakan jagung berkorelasi negatif
dengan kandungan lemak, namun berkorelasi positif dengan kandungan gula dan
triptofan seperti yang ditemukan pada beras. Komponen lain seperti amilosa pada
beras juga diketahui memiliki pengaruh terhadap ketahanan terhadap serangan
hama gudang. Perbandingan kandungan amilosa dan amilopektin menyebabkan

6

perbedaan pada kekerasan dan kelekatan berbagai jenis beras. Menurut Baker
(1982), kemampuan mencerna amilosa terkait dengan kemampuan enzim αamilase dalam proses pencernaan karbohidrat. Rantai maltodekstrin yang
terbentuk akibat hasil pencernaan amilosa oleh α-amilase lebih sulit untuk dicerna
menjadi gula sederhana.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2013 hingga bulan Juni 2013 di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah padi yang ditanam di
Kabupaten Banyumas yaitu varietas-varietas Pandanwangi, Situ Bagendit,
Srikandi, Inpari 13, dan IR-64. Kadar air awal kelima varietas tersebut adalah
berturut-turut 9.07%, 8.39%, 8.39%, 7.75%, dan 7.52 % untuk beras pecah kulit
dan 10.34%, 10.42%, 9.04%, 8.43%, dan 8.11 % untuk beras sosoh . Serangga uji
yang digunakan adalah Sitophilus oryzae yang diperoleh dari SEAMEO
BIOTROP, Bogor.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah stoples, gelas
plastik, kain penutup, karet, dan alat-alat uji lainnya.
Prosedur Penelitian
Secara umum, penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap
persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan terdiri atas persiapan serangga
Sitophilus oryzae dan persiapan beras. Tahap pelaksanaan terdiri atas Percobaan
Seri I dan Percobaan Seri II. Bagan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.
Tahap persiapan serangga Sitophilus oryzae
Tujuan dari tahap persiapan ini yaitu adalah untuk memperoleh serangga
Sitophilus oryzae dewasa yang berumur 7-15 hari. Media jagung grits dipanaskan
dalam oven pada suhu 60ºC selama 1,5 jam. Tujuan pemanasan ini adalah untuk
disinfestasi serangga sehingga tidak ada serangga selain Sitophilus oryzae yang
akan diinfestasi. Sebanyak 600 ekor Sitophilus oryzae imago yang diperoleh dari
SEAMEO BIOTROP diinfestasikan ke dalam 1.5 kg media jagung grits dalam
wadah stoples yang ditutup oleh kain blacu dan diikat dengan karet gelang (agar
serangga tidak kabur) dan diinfestasi sampai diperoleh keturunan pertama yang
diketahui umurnya.
Tahap persiapan beras
Sampel beras yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis
yaitu beras pecah kulit (BPK) yang diperoleh melalui proses penggilingan, dan
beras sosoh (BS) yang diperoleh melalui proses penyosohan beras pecah kulit.
Pada tahap ini, 2 kg sampel gabah masing-masing varietas diolah menjadi beras

7

pecah kulit menggunakan mesin pengupas sekam (rice huller). Selanjutnya
sebagian beras pecah kulit diolah menjadi beras sosoh menggunakan mesin
penyosoh beras (rice polisher).

Gambar 3. Bagan pelaksanaan penelitian
Percobaan Seri I (Haryadi 1991)
Lima pasang serangga Sitophilus oryzae yang berumur 7-15 hari
diinfestasikan ke dalam 200 butir beras kepala masing-masing varietas dalam
gelas plastik yang ditutup kain blacu dan diikat dengan karet gelang. Setelah tujuh
hari masa infestasi, serangga Sitophilus oryzae dikeluarkan dan dibuang. Beras
kemudian dibiarkan selama 14 hari. Setelah 14 hari dilakukan pengamatan setiap
hari untuk mengetahui keluarnya serangga turunan pertama(F1). Serangga dewasa
yang ke luar diangkat, dihitung dan dibuang. Pengamatan dilakukan setiap hari
hingga tidak ada lagi serangga turunan pertama yang ke luar selama lima hari
berturut-turut. Parameter yang diamati adalah total populasi serangga (Nt),
periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan
intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ). Pada percobaan ini
dilakukan pengulangan (replication) sebanyak tiga kali.
Percobaan Seri II
Sebanyak 25 ekor Sitophilus oryzae yang dipilih secara acak kemudian
diinfestasikan ke dalam 100 gram beras masing-masing varietas. Beras yang
digunakan terdiri atas beras utuh dan beras patah. Beras dimasukkan ke dalam
gelas plastik yang ditutup dengan kain blacu dan diikat dengan karet gelang.
Setelah 6 minggu masa inkubasi, serangga Sitophilus oryzae dihitung dan dibuang.
Parameter yang diamati adalah total populasi serangga dewasa, persen kenaikan
fraksi air, persen kehilangan fraksi bahan kering, dan persen frass. Pada
percobaan ini dilakukan pengulangan (replication) sebanyak tiga kali.

8

Perhitungan Parameter Resistensi
Percobaan Seri I
Data yang diperoleh pada Percobaan Seri I digunakan untuk menghitung
parameter lima karakteristik dinamika populasi serangga yang menunjukkan
resistensi bahan pangan terhadap serangan Sitophilus oryzae. Parameter-parameter
tersebut adalah Nt, D, ID, Rm, dan
Jumlah total populasi (Nt)
Nt merupakan total populasi serangga hama gudang pada sampel beras. Nt
diperoleh dengan menghitung semua serangga yang keluar ditambah dengan
serangga awal yang diinfestasikan sampai tidak ada lagi serangga yang keluar
selama 5 hari berturut-turut.
Periode perkembangan (D)
D merupakan periode perkembangan atau lamanya waktu dari waktu
tengah-tengah infestasi hingga tercapai 50% dari total populasi F1 Sitophilus
oryzae.
Indeks Perkembangan (ID)
ID merupakan indeks perkembangan yang dihitung dari nilai Nt dan D
dengan rumus:

Keterangan :
Nt = Jumlah akhir serangga
Nt = No + N(F1)
No= Jumlah awal serangga yang diinfestasikan
Laju Perkembangan intrinsik (Rm)
Laju perkembangan intrinsik (Rm) dihitung dengan rumus:

Dimana R= Nt/No
Keterangan:
No = jumlah serangga yang diinfestasikan
Dm= periode perkembangan dalam satu minggu
Kapasitas multiplikasi mingguan(λ) (Howe, 1953)

9

Jumlah populasi teoritis Sitophilus oryzae selama masa penyimpanan

Keterangan :
Y = Jumlah teoritis S.oryzae
Jika
, maka perhitungan jumlah teoritis S.oryzae bisa
juga menggunakan nilai laju perkembangan intrinsik (Rm).
)

)

)

)

Percobaan Seri II
Persen fraksi bubuk (% frass)
Bubuk yang timbul ini merupakan hasil samping dari beras yang sudah
mengalami kerusakan (berlubang) akibat dari kegiatan serangga memakan beras
tersebut. Di dalam frass juga terkandung kotoran (feces) serangga. Untuk
menghitung bubuk yang timbul, masing-masing sampel beras diayak dengan
saringan untuk memisahkan antara beras dan bubuk yang ada. Kemudian sampel
beras awal sebelum infestasi ditimbang dan dibandingkan dengan berat bubuk
yang timbul dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Bobot fraksi air dalam sampel
Pengukuran fraksi air dalam sampel dilakukan dengan menggunakan
metode oven (AOAC 1995). Langkah awal yang dilakukan adalah dengan
mengeringkan cawan alumunium pada suhu 100 ºC selama 15 menit, kemudian
didinginkan di dalam desikator selama 10 menit. Cawan alumunium kemudian
ditimbang dengan menggunakan neraca analitik (a gram). Sebanyak 2 hingga10 g
sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot kosongnya.
Sampel dalam cawan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama
5 jam, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot
konstan (y gram). Kadar air sampel dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
)

)

10

Selanjutnya bobot fraksi air dalam sampel 100 g dihitung dengan
mengalikan kadar air (bb) dengan bobot sampel (100 g). Persen kenaikan fraksi
air dihitung berdasarkan selisih bobot fraksi air dalam sampel antara sebelum
dengan sesudah penyimpanan selama 6 minggu.
Persen Kehilangan Bobot
Persen kehilangan bobot fraksi bahan kering dalam sampel (100 g)
dihitung dengan mengalikan persen bahan kering dalam sampel dengan bobot
sampel (100 g). Persen bahan kering dalam sampel adalah 100 %-kadar air (bb).
Persen kehilangan fraksi bahan kering dihitung berdasarkan selisih bobot fraksi
bahan kering dalam sampel antara sebelum dengan sesudah penyimpanan selama
6 minggu.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Percobaan Seri I
Total populasi serangga (Nt)
Jumlah total serangga pada beras pecah kulit dan pada beras sosoh
berturut-turut disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Analisis statistik
menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh nyata terhadap total populasi
(Nt) (Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3 dan Lampiran 4). Pada Tabel 1 terlihat
bahwa varietas Srikandi secara nyata (p0.05)

11

120

junlah serangga

100
80
60
40
20
0
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
hari kepandanwangi

srikandi

inpari 13

situ bagendit

ir-64

Gambar 3. Grafik laju pertumbuhan populasi serangga pada beras pecah kulit
lima varietas beras

90
80

jumlah serangga

70
60
50
40
30
20
10
0
1

3

5

7

9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35
hari ke-

pandanwangi

srikandi

inpari 13

situ bagendit

ir-64

Gambar 4. Grafik laju pertumbuhan populasi serangga pada beras sosoh lima
varietas beras

12

Periode perkembangan (D)
Hasil analisis statistik (Lampiran 5,Lampiran 6, Lampiran 7,dan Lampiran
8) menunjukkan bahwa faktor varietas tidak berpengaruh nyata terhadap
parameter periode perkembangan untuk beras pecah kulit, namun berpengaruh
nyata terhadap beras sosoh. Hal ini berarti bahwa periode perkembangan S. oryzae
pada beras pecah kulit tidak berbeda nyata (p>0.05), namun pada kelima varietas
beras sosoh, periode perkembangannya berbeda (p0.05)

Indeks perkembangan (ID)
Nilai Indeks perkembangan (ID) menunjukkan tingkat kepekaan bahan
terhadap serangan serangga. Semakin tinggi nilai ID, semakin peka bahan tersebut
terhadap serangan serangga. Hasil analisis statistik (Lampiran 9, Lampiran 10,
Lampiran 11,dan Lampiran 12) menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh
nyata terhadap parameter indeks perkembangan (ID), baik pada beras pecah kulit
maupun pada beras sosoh. Berdasarkan percobaan pada beras pecah kulit, indeks
perkembangan S. oryzae pada varietas Srikandi berbeda secara nyata (p0.05)

13

Laju perkembangan intrinsik (Rm)
Laju perkembangan intrinsik (Rm) menunjukkan laju perkembangan
serangga dalam suatu bahan, sehingga dapat menunjukkan kesesuaian hidup
serangga terhadap bahan yang diuji. Seperti parameter indeks perkembangan,
semakin tinggi nilai laju perkembangan intrinsik, berarti serangga semakin sesuai
untuk hidup pada bahan yang diuji. Berdasarkan analisis statistik (Lampiran 13,
Lampiran 14, Lampiran 15,dan Lampiran16) terlihat bahwa faktor varietas
berpengaruh nyata (p0.05)

Pada Tabel 4 terlihat bahwa nilai laju perkembangan intrinsik (Rm) varietas
Srikandi dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh secara
nyata (p0.05). Persen frass yang
timbul pada beras sosoh lebih banyak dibandingkan yang dihasilkan oleh beras
pecah kulit. Pada beras sosoh, lapisan luar sudah banyak terkikis sehingga beras
menjadi rapuh dan lebih mudah hancur saat diserang serangga.

17

Tabel 11. Persentase frass pada beras pecah kulit dan beras sosoh
Varietas
Pandanwangi
Srikandi
Inpari 13
Situ Bagendit
IR 64

Beras pecah kulit
0.7267 a
0.6967 a
0.6467 a
0.5867 a
0.6600 a

% frass
Beras sosoh
2.0600 a
1.8733 a
2.3700 a
1.9667 a
2.3667 a

Keterangan: angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata satu sama
lain (uji Duncan p>0.05)

Pembahasan
Percobaan Seri I menunjukkan laju pertumbuhan populasi serangga pada
varietas Pandanwangi, Srikandi, Inpari 13, Situ Bagendit, dan IR 64 dalam bentuk
beras pecah kulit dan beras sosoh. Faktor varietas berpengaruh nyata terhadap laju
perkembangan populasi serangga. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Askanovi
(2011), Zulfahnur (2010), dan Haryadi (1991). Semakin tinggi laju pertumbahan
populasi pada suatu varietas beras, berarti varietas beras tersebut relatif rentan
terhadap serangan serangga hama gudang. Dalam penelitian ini, terbukti bahwa
faktor varietas juga berpengaruh terhadap parameter jumlah total populasi
serangga (Nt), periode perkembangan (D), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan
kapasitas multiplikasi mingguan (λ). Dari semua parameter ini, varietas Srikandi
secara relatif memiliki laju dinamika populasi yang paling rendah dibandingkan
varietas Situ Bagendit, Inpari 13, Pandanwangi, dan IR 64. Hal ini berlaku untuk
beras pecah kulit dan beras sosoh, sehingga dari percobaan ini diketahui bahwa
diantara kelima varietas yang diuji, Srikandi memiliki ketahanan relatif yang
paling tinggi.
Parameter laju dinamika populasi serangga yang diperoleh pada Percobaan
Seri I dapat digunakan untuk menghitung jumlah teoritis Sitophilus oryzae selama
penyimpanan. Hasil perhitungan untuk varietas Srikandi dalam bentuk beras
pecah kulit selama penyimpanan 6 minggu untuk 5 pasang serangga menghasilkan
total populasi akhir serangga berturut-turut 92 ekor pada varietas Srikandi, 2 964
ekor pada varietas Inpari 13, 5 768 ekor pada varietas Pandanwangi, 6 464 ekor
pada varietas IR 64, dan 9 844 ekor pada varietas Situ Bagendit . Pada Percobaan
Seri II total populasi akhir serangga dari populasi awal 25 ekor serangga pada
beras pecah kulit varietas Srikandi selama penyimpanan 6 minggu berturut-turut
147 ekor pada varietas Srikandi, 183 ekor pada varietas Inpari 13, 323 ekor pada
varietas Pandanwangi, 233 ekor pada varietas IR 64, dan 260 ekor pada varietas
Situ Bagendit.
Pada kenyataannya terdapat faktor pembatas yang menyebabkan jumlah
serangga tidak susuai dengan jumlah teoritis perhitungan. Perkembangan serangga
dibatasi oleh ketersediaan makanan dan perubahan jumlah serangga infestasi
karena selama penyimpanan terdapat serangga yang mati. Namun berdasarkan
perhitungan jumlah populasi teoritis, varietas Srikandi baik dalam bentuk beras
pecah kulit maupun beras sosoh merupakan varietas yang paling resisten.

18

Secara umum, dari beberapa parameter laju populasi serangga, kemampuan
pertumbuhan S. oryzae pada beras pecah kulit lebih besar dibandingkan dengan
pada beras sosoh. Beras pecah kulit masih memiliki lapisan aleuron yang
mengandung nutrisi lebih tinggi dan lebih lengkap dibandingkan dengan beras
sosoh (Juliano 1994) sehingga mampu menyediakan nutrisi yang dibutuhkan
untuk perkembangan serangga (Lopulalan 2010).
Menurut Caneppele et al. (2003), jumlah serangga Sitophilus oryzae yang
berkembang di dalam bahan dan lamanya penyimpanan berkorelasi nyata dengan
parameter kerusakan yaitu kenaikan kadar air dan penurunan bobot. Oleh karena
itu dilakukan Percobaan Seri II untuk menunjukkan tingkat kerusakan beras akibat
infestasi serangga selama penyimpanan enam minggu. Parameter yang diamati
adalah jumlah total populasi akhir, persentase kenaikan kadar air, persentase
kehilangan bobot kering, dan persentase frass. Percobaan Seri II diharapkan
mampu memberikan verifikasi terhadap hasil yang diperoleh pada Percobaan Seri
I berdasarkan analisis laju dinamika populasi.
Hasil analisis laju pertumbuhan dinamika populasi serangga tidak
menunjukkan hasil yang berbeda nyata untuk varietas Pandanwangi, IR 64, Inpari
13 dan Situ Bagendit, begitu pula analisis ragam pada Percobaan Seri II ini. Dari
Percobaan Seri II ini diketahui bahwa parameter yang dipengaruhi oleh faktor
varietas adalah persen peningkatan fraksi air untuk beras pecah kulit dan beras
sosoh, populasi akhir serangga pada beras sosoh, dan persen kehilangan fraksi
bahan kering pada beras pecah kulit. Varietas Srikandi yang diketahui paling
tahan terhadap serangan hama gudang pada Percobaan Seri I tidak menunjukkan
tingkat kerusakan terendah dibandingkan dengan empat varietas padi lainnya.
Hal ini dapat diakibatkan adanya faktor lain pada Percobaan Seri II fertilitas dan
umur serangga yang tidak dikontrol.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Varietas padi memengaruhi ketahanan beras terhadap serangan hama
gudang. Beras Pandanwangi, IR 64, Inpari 13, dan Situ Bagendit memiliki
ketanahan relatif yang tidak berbeda nyata terhadap serangan hama Sitophilus
oryzae, sedangkan beras Srikandi memiliki ketahanan relatif yang paling tinggi
dibandingkan dengan beras lain baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun
dalam bentuk beras sosoh. Berdasarkan hasil Percobaan Seri I maupun Percobaan
Seri II, varietas IR 64 merupakan varietas yang rentan terhadap serangan S.
oryzae, sementara varietas Srikandi tergolong varietas yang relatif tahan terhadap
serangan S. oryzae.
Saran
Petani di daerah Banyumas sebaiknya menanam lebih banyak beras Srikandi
dan menggunakan beras tersebut untuk keperluan konsumsi jangka panjang.
Beras yang relatif mudah diserang serangga sebaiknya tidak disimpan dalam
waktu yang lama. Untuk keperluan rekayasa genetika pemuliaan tanaman padi,
gen untuk beras tahan hama gudang dapat diambil dari varietas Srikandi.

19

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis
960.52, Chapter 12.1.07, p.7.
Askanovi D. 2011.Kajian Resistensi Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh dari
Lima Varietas Padi Unggul Terhadap Serangan Hama Beras Sitophilus
oryzae (L). Skripsi. Bogor: FATETA IPB
[BBP Padi] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2012. Deskripsi Varietas Padi
2012. [Internet]. 2013 Agustus 15. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id
Baker JE. 1982. Properties of amylases from midguts of larvae of S.zeamais and
S.granarius. Insect Biochem. 13:421-428.
Caneppele MAB, Caneppele C, Lázzari FA, Lázzari SMN. 2003. Correlation
between the infestation level of Sitophilus zeamais Motschulsky, 1855
(Coleoptera, Curculionidae) and the quality factors of stored corn, Zea
mays L. (Poaceae). Rev. Bras. Entomol., 47, 625-630.
Damardjati DS 1988. Struktur kandungan gizi beras. Di dalam: Padi, Buku 1.
Ismunadji M, Partohardjono S, Syam M, Widjono A (ed) Balitbang
Pertanian. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor
Haryadi Y. 1991. Sensibilité Var