Pengelolaan Penyakit di Pembibitan Sengon Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen

(1)

PENGELOLAAN PENYAKIT DI PEMBIBITAN SENGON

Paraserianthes falcataria (L.) NIELSEN

BUSYAIRI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

vii © Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(3)

(4)

2

ABSTRAK

BUSYAIRI. Pengelolaan Penyakit di Pembibitan Sengon Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Dibimbing oleh SURYO WIYONO.

Pengelolaan penyakit merupakan aspek penting dalam menentukan keberhasilan suatu produksi bibit sengon. Namun, informasi dan penelitian mengenai pengelolaan penyakit serta teknologi untuk pengendalian penyakit di pembibitan sengon masih terbatas. Penelitian ini dilaksanakan untuk inventarisasi penyakit-penyakit di pembibitan sengon; memperoleh informasi tentang pengendalian penyakit di pembibitan sengon; meneliti dan menguji beberapa teknik pengendalian penyakit di pembibitan sengon. Penelitian dilakukan dengan pengamatan, wawancara, pengujian beberapa teknik pengendalian penyakit, dan pemeriksaan di Laboratorium. Teknik pengendalian penyakit terdiri dari : pengujian dua spesies Trichoderma spp. (T. hamatum dan T. pseudokoningii) untuk mengendalikan penyakit rebah kecambah, perlakuan bibit sengon umur satu bulan dan enam bulan untuk mengendalikan penyakit antraknosa. Hama dan penyakit yang ditemukan di pembibitan sengon milik CV. PMA (Parama Mulya Abadi) Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen adalah ulat penjalin daun, kutu putih, dan penyakit antraknosa. Penyakit penting di pembibitan sengon milik CV. PMA adalah penyakit antraknosa disebabkan oleh patogen Colletothtrichum gloeosporioides. Pengujian beberapa teknik pengendalian di pembibitan sengon didapatkan hasil bahwa, penggunaan dua spesies Trichoderma spp. tidak efektif dalam menekan penyakit antraknosa. Perlakuan kombinasi antara pupuk mikro, khamir antagonis, dan pemotongan bagian tanaman yang sakit efektif dalam menekan keparahan penyakit antraknosa pada bibit sengon umur satu bulan dan enam bulan. Faktor yang menyebabkan tingginya penyakit antraknosa di pembibitan sengon disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : lemahnya fungsi kelembagaan, penggunaan teknologi yang tidak tepat, curah hujan yang tinggi, kelembaban yang tinggi, dan minimnya kapasitas sumber daya manusia.


(5)

ABSTRACT

BUSYAIRI. Disease Management of Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen Nursery. Supervised by Suryo Wiyono

Disease management is the important aspect in determining the success of P. falcataria nursery. In the other hand, the information on disease management and technology to control disease P. falcataria nursery was limited. This study was conducted to disease inventory, to obtain information on technique for controlling disease in nursery of P. falcataria and to test of several control techniques. The study was conducted by observing, interviewing, testing several techniques of disease control, and laboratory examination. Disease control techniques consist of : tested two species of Trichoderma spp.to control damping-off disease, seed treatment on one and six months P. falcataria seedling to control the antrachnose disease. The pest and disease was founded at P. falcataria nursery which owned by CV. PMA (Parama Mulya Abadi) Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen is leaf-folder caterpillar, mealbug, and antrachnose disease. The Important disease in nurseries owned by CV. PMA was anthracnose caused by Colletothtrichum gloeosporioides. The tested of several techniques in P. falcataria nursery showed that the used of two species Trichoderma spp. was not effective to suppress antrachnose disease. Combination of micro fertilizer, yeast antagonists, and sanitation treatment were effective in suppressing the severity of antrachnose disease on one and six month old P. falcataria seedlings. The high intensity of antrachnose disease in nursery caused by several factors; weak of organisation fuction, unprecise used of technologies, high rainfall density, high moisture, and lack of valified human resources.

Key words : Trichoderma spp., Colletothtrichum gloeosporioides, IPM, Paraserianthes falcataria.


(6)

vii Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian

PENGELOLAAN PENYAKIT DI PEMBIBITAN SENGON

Paraserianthes falcataria (L.) NIELSEN

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(7)

Judul Penelitian : Pengelolaan Penyakit di Pembibitan Sengon Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen

Nama Mahasiswa : Busyairi

NIM : A34080083

Disetujui oleh

Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si Ketua Departemen


(8)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengelolaan Penyakit di Pembibitan Sengon Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Laboratorium Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor; pusat pembibitan sengon Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen dan pengambilan data curah hujan, suhu dan kelembaban Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen di BMKG semarang. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu teknologi terapan baru yang dapat digunakan sebagai pengelolaan penyakit di pembibitan sengon.

Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr.Ir. Suryo Wiyono, M.Sc,Agr selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, masukan, dan arahan kepada penulis; Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan arahan dan saran yang bermanfaat; CV. PMA (Parama Mulya Abadi) yang telah membantu proses penelitian dan memberi izin penelitian di pusat pembibitan sengon Desa Logending ; Ayahanda Sugimin Sarju dan Ibunda Nurmi yang tak henti-hentinya memberi perhatian dan bantuan moril maupun spiritual, yang mana setiap langkah, gerak, dan ucapnya merupakan do’a bagi penulis, serta abang penulis Muhammad Syarif dan kedua adik penulis Achmad Syukran dan Musabbihan; PT Kondur Petroleum SA selaku penyandang dana Beasiswa Utusan Daerah (BUD) yang telah memberi kesempatan penulis untuk menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor; Sahabat seperjuangan Proteksi Tanaman 45; Mahasiswa, dosen, staff, beserta laboran Departemen Proteksi Tanaman-IPB, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kedepannya. Semoga skripsi ini banyak memberikan manfaat.

Bogor, Januari 2013 Busyairi


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 2

Tujuan 2

BAHAN DAN METODE 3

Waktu dan Tempat 3

Bahan dan Alat 3

Metode Penelitian 3

Rancangan Percobaan dan Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Organisasi dan Manajemen 6

Hama dan Penyakit di Pembibitan Sengon 7

Pengelolaan Pembibitan Sengon 9

Teknik Pengendalian Penyakit yang Biasa Dilakukan 11

Masalah Pengelolaan Penyakit di Pembibitan Sengon 11

Pengujian Beberapa Teknik Pengendalian Penyakit di Pembibitan Sengon 12

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 22


(10)

vii

DAFTAR TABEL

1 Skoring keparahan penyakit antraknosa pada bibit sengon umur satu

bulan dan enam bulan 4

2 Hama dan penyakit yang ditemukan di pembibitan sengon 7

3 Perbandingan budidaya bibit sengon antara pentani konvensional dan Perusahaan 10

4 Perbandingan hasil antara pengelolaan sebelum dan sesudah pendampingan Klinik Tanaman-IPB 12

5 Rata-rata hasil pengukuran pH tanah 13

6 Keparahan penyakit antraknosa bibit sengon umur satu bulan pada berbagai perlakuan pengendalian 15

7 Keparahan penyakit antraknosa, tinggi, dan diameter batang pada bibit sengon umur enam bulan pada berbagai perlakuan pengendalian 16

8 Data curah hujan Kec. Ayah, Kab. Kebumen 17

9 Suhu dan kelembaban rata-rata 17

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur manajemen dan kerjasama penghijauan tanaman sengon 6

2 Gejala rebah kecambah, antraknosa dan konidia C. gloeosporioides 8

3 Bibit sengon petani konvensional 9

4 Pengelolaan di pembibitan sengon 11

5 Persentase kematian bibit sengon pada berbagai perlakuan 13

6 Rata-rata tinggi dan diameter batang pada bibit sengon pada berbagai perlakuan 14

7 Rata-rata tinggi dan diameter batang tanaman sengon pada perlakuan fungisida dan PHT 15-16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pengujian Trichoderma spp. untuk mengendalikan penyakit rebah kecambah (damping off) 23


(11)

9

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sengon (Paraserianthes falcataria) merupakan salah satu tanaman kehutanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi sebagai penghasil kayu untuk peti kemas, kayu lapis, papan lamina, pulp dan kertas, serta kayu pertukangan atau bangunan (Mulyana dan Asmarahman 2012). Pada saat ini, komoditas tanaman sengon telah banyak dibudidayakan di beberapa wilayah seperti Ciamis, Tasikmalaya, Banjar (Jawa Barat), Temanggung, Banyumas, Pasuruan dan Kediri. Tanaman sengon banyak digunakan sebagai tanaman penghijauan dikarenakan tajuk tanaman sengon menyerupai payung dengan daun yang tidak terlalu lebat (daun berwarna hijau berfungsi sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida), memiliki akar tunggang yang cukup kuat untuk menembus ke dalam tanah (Sumarno 2012).

Salah satu faktor pembatas di dalam produksi tanaman sengon adanya hama dan penyakit. Hama pada tanaman sengon terdiri dari hama utama dan hama sekunder. Hama utama, yaitu hama yang dapat menyebabkan kerusakan nyata sehingga dapat menurunkan produksi dalam jumlah yang besar dan kehilangan hasil secara ekonomi yang tinggi. Tipe hama ini biasanya bersifat deskruktif dan efek yang ditimbulkan sangat cepat, seperti kematian pohon. Contoh hama utama pada tanaman sengon yaitu : Xystrocera festiva, Zeuzera sp., Pteroma sp., Inderbela sp., Captotermes sp., dan beberapa spesies uret. Hama sekunder, merupakan hama yang menimbulkan kerusakan dan tidak sampai merugikan secara ekonomis. Populasinya dapat ditekan oleh musuh alami. Contoh hama sekunder pada tanaman sengon yaitu : Eurema sp., Hyposidra sp., dan Pseudococcus sp.

Penyakit pada tanaman sengon dapat dikelompokan pada beberapa fase tanaman yaitu : fase persemaian, pembibitan, dan fase lapangan. Penyakit yang banyak menyerang pada fase persemaian dan pembibitan adalah karat puru dan rebah kecambah. Penyakit rebah kecambah (damping off) disebabkan oleh beberapa cendawan patogen berupa: Pythium spp., Fusarium spp., Botryodiplodia spp. dan Rhizoctonia spp. (Suharti 1972). Menurut Rahayu (1999), faktor penyebab terjadinya penyakit rebah kecambah disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : medium persemaian terlalu lembab, kandungan bahan organik tinggi, pH medium sangat masam, benih dibenamkan terlalu dalam, naungan berlebihan, sirkulasi udara tidak lancar dan mutu benih rendah.

Menurut Semangun (2001), serangan patogen rebah kecambah pada tanaman muda dapat berupa : (1) pre-emergence damping-off (serangan terjadi pada benih yang baru berkecambah dan belum muncul ke permukaan tanah, sehingga biji menjadi lunak atau busuk). (2) post-emergence damping-off (patogen menyerang bibit yang telah berkecambah dan muncul di atas permukaan, sehingga bibit menjadi rebah atau lodoh). Menurut Old (2006), penyakit rebah kecambah banyak menyerang pada daerah tropis dan subtropis seperti : Indonesia,


(12)

vii Malaysia, India, dan Australia. Adapun kisaran inang penyakit rebah kecambah di pembibitan pada tanaman tropik dan subtropik yaitu : Acacia spp., Eucalyptus spp., Albizia lebbek, Azadirachta indica, Paraserianthes falcataria, Melia azedarach, Ceiba pentandra, Lagerstroemia speciosa, Cupaniopsis anarcardiopsis.

Peningkatan luasan penanaman tanaman sengon, akan berdampak terhadap peningkatan permintaan terhadap bibit sengon. Akan tetapi, ketersediaan bibit sengon yang memiliki kualitas dan kuantitas bibit yang baik sangat minim, terutama bibit yang memiliki daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan tahan terhadap hama dan penyakit. Pengelolaan penyakit merupakan aspek penting dalam menentukan keberhasilan suatu produksi bibit sengon. Menurut Anggraeni dan Wibowo (2009), keberhasilan pembangunan hutan tanaman dimulai dari penyediaan bibit yang dihasilkan dari persemaian. Namun, informasi dan penelitian mengenai pengelolaan penyakit serta teknologi untuk pengendalian penyakit di pembibitan sengon masih terbatas.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk inventarisasi penyakit-penyakit di pembibitan sengon; memperoleh informasi tentang pengendalian penyakit di pembibitan sengon; meneliti dan menguji beberapa teknik pengendalian penyakit di pembibitan sengon.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diperoleh informasi tentang penyakit pembibitan sengon dan pengendaliannya; menghasilkan suatu teknologi terapan baru yang dapat digunakan sebagai pengelolaan penyakit di pembibitan sengon.


(13)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikologi, Laboratorium Klinik Tanaman, pusat pembibitan milik CV Parama Mulya Abadi (PMA) Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen. Pengambilan data curah hujan di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Semarang. Penelitian dimulai Bulan Februari hingga Juni 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan berupa : media jagung, media PDA, serbuk gergaji, dedak, dua spesies Trichoderma spp (T. hamatum, T. pseudokoningii), fungisida berbahan aktif mankozeb, khamir antagonis berupa campuran Cryptococcus terreus, Cryptococcus albidus, dan Candida edax, pupuk mikro Fitplanta, kompos, alkohol 70% dan bibit sengon. Alat yang digunakan berupa : plastik tahan panas, kapas, ring cincin, alumunium foil, autoklaf, laminar flow, meteran, jangka sorong, sprayer, bunsen, bor inokulum, label, polibag, gelas ukur, dan timbangan.

Metode Penelitian Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan gambaran informasi-informasi terkait dengan kelembagaan, cara budidaya bibit sengon, permasalahan dan hambatan yang terjadi selama produksi bibit sengon. Wawancara diajukan kepada manajer perusahaan, petani mitra, dan petani pembibitan konvensional. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meliputi beberapa aspek yaitu :

a. Kelembagaan

Pertanyaan yang diajukan pada sistem kelembagaan diajukan pada manejer perusahaan yang meliputi: tujuan berdirinya perusahaan, teknis kerjasama perusahaan, cara budidaya bibit sengon, pembagian hasil, masa panen, permasalahan terkait hama dan penyakit.

a. Cara Budidaya

Selain pertanyaan yang diajukan pada manejer perusahaan, cara budidaya sengon juga diajukan kepada petani konvensional. Adapun pertanyaan-pertanyaan cara budidaya bibit sengon meliputi : jenis-jenis media tanam yang digunakan, naungan yang digunakan, perlakuan benih, jenis pupuk yang digunakan, intensitas penyiraman air, pengelolaan hama dan penyakit, penyiangan gulma, dan intensitas, jenis dan dosis pestisida yang digunakan, serta pengalaman petani itu sendiri.

b. Permasalahan dan Hambatan

Pertanyaan tentang masalah dan hambatan didalam produksi bibit sengon diajukan pertanyaan kepada manajer perusahaan, petani perusahaan, dan juga petani konvensional. Adapun pertanyaan permasalahan tentang permasalahan dan hambatan dalam produksi bibit sengon berupa : permasalahan hama dan penyakit, faktor-faktor penentu produksi bibit sengon, masalah sosial budaya, dan transportasi.


(14)

vii

Pengamatan

Pengamatan penyakit di pembibitan sengon dilakukan dengan pengamatan secara langsung baik berupa gejala, tanda, pada setiap bibit sengon yang meliputi bagian pucuk, daun, batang dan akar. Jenis bibit sengon yang diamati meliputi : bibit yang baru disemai, bibit umur satu dan enam bulan. Parameter diamati berupa persentase kematian, keparahan penyakit, tinggi tanaman dan diameter batang. Persentase kematian bibit yang baru disemai dihitung menggunakan rumus :

Sedangkan keparahan penyakit pada bibit sengon umur 1 bulan dan 6 bulan dihitung menggunakan rumus :

Keterangan : ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i, vi = nilai skor penyakit dari, N = jumlah tanaman yang diamati, V = skor tertinggi

Penilaian penyakit antraknosa pada bibit sengon umur satu bulan dan enam bulan dilakukan berdasarkan keparahan serangan penyakit. Adapun penilaian penyakit antraknosa pada bibit umur satu bulan dan enam bulan dilakukan dengan skoring seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Skoring keparahan penyakit antraknosa pada bibit umur satu bulan dan enam bulan

Skor Nilai Serangan Terjadi

0 0 Tidak terjadi serangan penyakit

1 1 ≤x < 20 Serangan terjadi pada daun 2 20 ≤x < 40 Serangan terjadi pada batang 3 40 ≤x < 60 Serangan terjadi pada pangkal batang 4 60 ≤x < 80 Serangan terjadi pada pucuk 5 x ≥ 80 Tanaman mati, baik terserang pada bagian

pucuk, batang, maupun pangkal batang Identifikasi penyakit menggunakan metode pengamatan langsung di bawah mikroskop streo, mikroskop compound dan menggunakan kunci identifikasi Barnett dan Hunter (1988) dengan bantuan dosen pembimbing.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan penyakit dilakukan pada setiap bibit sengon pada bagian daun, pucuk, batang, pangkal batang, maupun akar. Sampel tanaman sakit kemudian diperiksa dengan menggunakan mikroskop di Laboratorium Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(15)

Pengujian Teknik Pengendalian Penyakit di Pembibitan Sengon

Pengujian Trichoderma spp. untuk Mengendalikan Penyakit Rebah Kecambah (damping off). Perlakuan adalah sebagai berikut :

TH1 : T. hamatum (perbandingan dengan media tanam 1:40) TH2 : T. hamatum (perbandingan dengan media tanam 1:60) TH3 : T. hamatum (perbandingan dengan media tanam 1:80) TH4 : T. hamatum (perbandingan dengan media tanam 1:100) TP1 : T. pseudokoningii (perbandingan dengan media tanam 1:40) TP2 : T. pseudokoningii (perbandingan dengan media tanam 1:60) TP3 : T. pseudokoningii (perbandingan dengan media tanam 1:80) TP4 : T. pseudokoningii (perbandingan dengan media tanam 1:100)

Sebagai pembanding terdiri dari perlakuan fungisida berbahan aktif mankozeb (dengan konsentrasi 5 g/l air) dan kontrol. Parameter yang diamati berupa : persentase kematian, tinggi tanaman, dan diameter batang.

Pengujian Pengendalian Penyakit pada Bibit Sengon Umur Satu Bulan.

Perlakuan bibit sengon umur satu bulan terdiri dari perlakuan PHT dengan menggunakan kombinasi antara penggunaan pupuk mikro Fitplanta (dengan konsentrasi 5 cc/liter), khamir antagonis berupa : campuran Cryptococcus terreus, Cryptococcus albidus, Candida edax (dengan konsentrasi 5 cc/liter) dan pemotongan bagian tanaman sakit; perlakuan perusahaan menggunakan larutan Gir berupa hasil fermentasi antara pupuk kandang, air dan pupuk TSP (dosis 5 ml/polibag). Sebagai pembanding perlakuan fungisida berbahan aktif mankozeb (dengan konsentrasi 5 g/l air) dan tanpa perlakuan. Parameter yang diamati berupa : keparahan penyakit, tinggi tanaman, dan diameter batang.

Pengujian Pengendalian Penyakit pada Bibit Sengon Umur Enam Bulan. Perlakuan bibit sengon umur enam bulan terdiri dari perlakuan PHT dengan menggunakan kombinasi antara pupuk mikro Fitplanta (dengan konsentrasi 5 cc/liter), khamir antagonis berupa : campuran Cryptococcus terreus, Cryptococcus albidus, Candida edax (dengan konsentrasi 5 cc/liter) dan pemotongan bagian tanaman sakit. Sebagai pembanding berupa bibit sengon tanpa perlakuan. Parameter yang diamati berupa: keparahan penyakit, tinggi tanaman, dan diameter batang.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Jumlah perlakuan pengujian dua spesies Trichoderma spp. berjumlah 10 perlakuan. Masing-masing perlakuan 4 kali ulangan dengan 1 ulangan 40 tanaman. Jumlah perlakuan pengendalian penyakit bibit sengon umur satu bulan berjumlah 4 perlakuan yaitu : kontrol, perusahaan, fungisida, dan PHT. Masing-masing diulang 10 kali dengan 1 tanaman/ulangan. Pengujian teknik pengendalian penyakit pada bibit sengon umur enam bulan mempunyai dua perlakuan yaitu: bibit tanpa perlakuan dan PHT. Masing-masing diulang 10 kali dengan 1 tanaman/ulangan. Pengaruh interaksi antara kedua faktor diamati seminggu sekali. Data yang diperoleh dianalisis dengan Microsoft Office Excel 2010 dan analisis sidik ragam menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.3. Perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji Duncan dengan taraf α = 0.05 (Mattjik dan Sumertajaya 2006).


(16)

vii

HASIL DAN PEMBAHASAN

Organisasi dan Manajemen

CV. Parama Mulya Abadi (PMA) merupakan perusahaan swasta yang bergerak dibidang penghijuan berupa tanaman sengon. CV. PMA bermitra dan bekerjasama dengan kelompok tani hutan rakyat (KTHR) yang dijembatani oleh Perum Perhutani. CV. PMA berfungsi sebagai investor yang mengeluarkan modal input produksi penanaman berupa : penyediaan bibit, pengangkutan bibit, obat-obatan, pupuk, biaya penanaman, biaya perawatan, biaya penebangan (pasca panen) dan melakukan monitoring kegiatan. Penyediaan lahan untuk penanaman tanaman sengon, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman dilaksankan oleh KTHR setempat. Sedangkan untuk pengawasan dan pendampingan agar program penanaman tanaman sengon berhasil dilakukan oleh pihak Perum Perhutani (Gambar 1).


(17)

Fungsi Perum Perhutani sebagai pengawas dan pendamping berupa : perencanaan teknis kehutanan, melakukan pendataan dan pemetaan hak milik lahan, melakukan sosialisasi penanaman pada pihak KTHR, melakukan pengawasan, dan melaksanakan monitoring dan evaluasi.

Program kerjasama penghijauan yang dilakukan oleh CV. PMA bertujuan untuk : (1) Menunjang penyediaan bahan baku kayu untuk kepentingan pembangunan, (2) Meningkatkan produktivitas lahan dan menciptakan kondisi biofisik lingkungan yang baik, (3) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan, dan (4) Meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat. Adapun kegiatan kerjasama antara KTHR dan CV. PMA berupa : (1) Penanaman tanaman sengon, (2) Pemeliharaan tanaman sengon, (3) Pengamanan tanaman sengon, (4) Pemasaran hasil, (5) Pembagian hasil, (5) Monitoring dan evaluasi. Survei dan sosisalisasi penghijauan dilakukan untuk mempermudah proses terjadinya kerjasama. Adapun sosialisasi yang dilakukan berupa : sosialisasi kegiatan kerjasama penanaman dengan pola bagi hasil, iventarisasi dan pengecekan lahan yang digunakan untuk kerjasama, pengukuran dan pemetaan bersama pada areal penanaman, serta persiapan lahan.

Wilayah kerjasama CV. PMA terletak di wilayah jawa tengah Perum Perhutani wilayah 1 yaitu : Kab. Banyumas, Kab. Banjarnegara, dan Kab. Jepara. Kab. Banyumas terdapat 4 Desa yaitu : Desa Karang Tengah KTHR SENGON LESTARI, Desa Semedu KTHR Alba Lestari, Desa Jingkang KTHR Mekar Sari, dan Desa Gunung Lurah KTHR WONOSARI. KTHR wilyah Banjarnegara terdapat 1 desa dengan 2 KTHR yatitu KTHR PANCA MULYA dan KTHR Tri Tunggal. Sedangkan untuk KTHR Kab. Jepara terdapat 2 desa yaitu : Desa Mindahan KTHR MINDAHAN LESTARI dan Desa Somosari KTHR NGUNDI LOHJINAWE. Untuk pembibitan tanaman sengon, CV. PMA bekerjasama dengan Perum Perhutani daerah Kebumen.

Hama dan Penyakit di Pembibitan Sengon

Hama dan penyakit yang ditemukan di pembibitan sengon milik CV. PMA Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen adalah sebagai berikut (Tabel 2): Tabel 2 Hama dan penyakit yang ditemukan di pembibitan sengon

Nama Umum Bagian Diserang Tingkat Kepentingan Gejala Antraknosa Pangkal batang ++++ Tanaman rebah

dan mati

Batang +++ Tanaman

mengering dan mati

Pucuk ++++ Mati pucuk,

tanaman mati Ulat Penjalin

Daun

Daun + Melipat dan

menjalin daun Kutu Putih Pangkal batang ++ Nekrosis, layu,

mati

Batang ++ Nekrosis, layu,

mati

Keterangan : + = Tidak bermasalah, ++ = : sedang, +++ = Bermasalah, ++++ = Sangat bermasalah


(18)

vii Penyakit penting yang terdapat di lokasi pembibitan sengon milik CV. PMA Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen adalah penyakit rebah kecambah dan antraknosa. Pada awalnya, penyakit rebah kecambah diduga disebabkan oleh patogen Rhizoctonia solani. Akan tetapi, setelah dilakukan identifikasi penyebab penyakit rebah kecambah di pembibitan sengon milik CV. PMA disebabkan oleh patogen Colletothtrichum gloeosporioides.

Penyakit antraknosa menyerang pada semua jenis umur bibit sengon. Penyakit antraknosa menyerang tanaman sengon pada bagian: pangkal batang, batang, dan pucuk. Serangan penyakit antraknosa yang langsung menyebabkan kematian terjadi pada bagian pucuk dan pangkal batang. Serangan penyakit antraknosa dipangkal batang menyebabkan tanaman rebah kecambah, bagian batang dan pucuk menyebabkan tanaman mati. Gejala penyakit rebah kecambah di pembibitan sengon berupa : lodoh atau terdapat warna hitam mengkerut di pangkal batang, sehingga menyebabkan tanaman rebah (Gambar 2).

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 2 Gejala rebah kecambah, aservulus, konidia C. gloeosporioides dan gejala antraknosa : (2a) gejala pada pangkal batang, (2b) gejala dimulai dari pucuk, (2c) aservulus, (2d) konidia C. gloeosporioides, (2e) gejala antraknosa pada bibit besar : gejala awal, sedang, dan lanjut.


(19)

Dalam memenuhi jumlah bibit untuk program penanaman, perusahaan memilih alternatif membeli bibit dari para petani konvensional. Namun, ketersediaan bibit yang belum memenuhi syarat atau standar kelayakan dari petani konvensional untuk dipindahkan ke tempat penyimpanan sementara (TPS), menyebabkan kematian bibit yang tinggi yaitu sebesar 54.000 dari total bibit yang dibeli 62.000 (kematian bibit sebesar 87%). Penyebab kematian bibit sengon disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: bibit yang masih muda, intensitas terpapar sinar matahari yang kurang, kadar N yang tinggi, terjadinya etiolisasi dan terserang penyakit antraknosa (Gambar 3).

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 3 Bibit sengon petani konvensional : (3a) naungan, (3b) terjadinya etiolisasi, (3c) batang bibit yang kecil, (4d) bibit rusak akibat penyakit, (5e) gejala penyakit

Pengelolaan Pembibitan Sengon

Teknik pengelolaan pembibitan yang dilakukan oleh CV. PMA berbeda dengan petani konvensional. Perbedaan teknik pengelolaan terlihat pada beberapa teknik pengelolaan dan cara budidayanya. Pengelolaan penyakit yang dilakukan oleh CV. PMA berupa : (1) pengaturan bibit sengon dengan cara membuat bedengan secara baris dan sap dengan satu bedengan terdapat 500 bibit sengon


(20)

vii (bertujuan untuk mempermudah perawatan baik berupa pemberian pupuk, penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit; (2) penyulaman); (3) pemberian naungan menggunakan paranet bewarna hitam; (4) penyiraman air pada pagi dan sore hari; (5) penyemprotan pestisida. Perbandingan budidaya bibit sengon antara petani konvensional dan petani mitra adalah sebagai berikut (Tabel 3) :

Tabel 3 Perbandingan budidaya bibit sengon antara petani konvensional dan petani mitra

Asal Bibit Cara Pengelolaan Kelebihan Kekurangan

Konvensional 1. Penggunaan pupuk

:

 Pupuk

kandang dari kotoran ayam

 TSP atau

SP36

2.Naungan berupa

sungkup dari plastik putih 3.Penyiraman air 4.Lokasi pembibitan

di tanah sawah

1. Pertumbuhan yang cepat 2. intensitas penyiangan gulma rendah 3. Meminimalisir volume air hujan yang jatuh ke polibag

4. Biaya produksi rendah 1. Terjadinya etiolisasi 2. Ketersediaan pupuk yang relatif singkat 3. Rentan terhadap

serangan HPT

4.Memerlukan

masa adaptasi yang lama setalah dibuka dari naungan plastik 5. Vigor tanaman

yang kurang baik

6.Mudah mati

Perusahaan 1.Menggunakan

pupuk kandang dari kotoran kambing 2.penggunaan berbagai macam perlakuan :

 Pupuk Mikro

 PGPR

 Pestisida

 Larutan Gir

 Mikoriza

3. Naungan dari paranet berwarna hitam

4.Penyiraman air

1. Tahan terhadap HPT

2. Vigor tanaman baik

3. Tidak mudah

mati

4. Waktu adaptasi yang relatif singkat 5. Ketersediaan pupuk yang lama 1. Pertumbuhan yang lama 2. Sering terjadi

penggenangan air pada polibag akibat air hujan, sehingga menyebabkan rebah 3. Intensitas penyiangan gulma tinggi 4. Biaya produksi

yang lebih mahal 5. Keterbatasan

SDM ahli

Pengelolaan penyakit yang dilakukan oleh CV. PMA yaitu: (1) pengaturan bibit sengon dengan cara membuat bedengan dengan satu bedengan terdapat 500 bibit sengon. Pengaturan bendengan bertujuan untuk mempermudah perawatan baik berupa pemberian pupuk, penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit; (2) penyulaman; (3) pemberian naungan untuk segala jenis umur bibit


(21)

sengon menggunakan paranet bewarna hitam; (4) penyiraman air pada pagi dan sore hari; (5) penyemprotan pestisida (Gambar 4).

(a) (b) (c)

Gambar 4 Pengelolaan di pembibitan sengon: (4a) naungan menggunakan paranet warna hitam dan pengaturan bendengan berbentuk baris bersap, (4b) penyiraman air, (5c) penyemprotan pestisida.

Pemupukan yang biasa dilakukan oleh CV. PMA menggunakan larutan Gir dengan dosis penyiraman 5 cc/polibag. Larutan Gir merupakan hasil fermentasi antara pupuk kandang, air dan pupuk TSP atau SP36. Penyortiran dilakukan untuk memisahkan bibit sengon memiliki tinggi yang sama, bibit hidup dan mati. Penyiangan gulma dilakukan pada perpolibag tanaman sengon. Penyiangan gulma bertujuan untuk mengurangi kelembaban dan persaingan unsur hara antara tanaman dan gulma.

Teknik Pengendalian Penyakit yang Biasa Dilakukan

Pengendalian penyakit di pembibitan sengon yang biasa dilakukan oleh CV. PMA berupa : penggunaan fungisida kimiawi, PGPR, mikoriza, dan pupuk mikro. Penggunaan PGPR dan pupuk mikro baru diterapkan setelah manejer CV. PMA melakukan konsultasi dengan Klinik Tanaman IPB, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan penggunaan mikoriza sudah tidak dilakukan lagi, disebabkan penggunaan mikoriza tidak efektif dalam menekan keparahan penyakit. Menurut Santoso (2007), mikoriza berfungsi sebagai mempercepat tumbuh bibit sengon, penyedia utama fosfor (P) dan penyedia unsur lain seperti : N, K, Zn, Cu dan B.

Masalah Pengelolaan Penyakit di Pembibitan Sengon

Masalah dan hambatan yang timbul dalam rangka memenuhi stok dan produksi bibit sengon milik CV. PMA dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : kelembagaan yang lemah, penggunaan teknologi yang tidak tepat, dan minimnya kapasitas sumber daya manusia (SDM). Indikasi kelembagaan lemah ditandai dengan pengelolaan penyakit yang kurang baik, kurangnya pengawasan dan tanggung jawab yang tidak jelas, sehingga menyebabkan serangan penyakit yang tinggi. Salah satu contoh penggunaan teknologi yang tidak tepat seperti: penggunaan pestisida yang tidak tepat waktu, jenis, dan dosis.


(22)

vii Peranan kelembagaan didalam meningkatkan produksi bibit sengon berupa: penentuan teknologi, pemilihan SDM yang ahli, penentuan pasar, penyediaan modal dan penerapan jasa konsultan. Pendampingan Klinik Tanaman-IPB membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh CV. PMA dalam produksi bibit sengon. Perbandingan hasil pengelolaan pembibitan sengon sebelum dan sesudah pendampingan Klinik Tanaman-IPB adalah sebagai berikut (Tabel 4) :

Tabel 4 Perbandingan hasil antara pengelolaan sebelum dan sesudah pendampingan Klinik Tanaman-IPB

Pembanding Sebelum Sesudah

Perlakuan benih Secara konvensional Menggunakan PGPR Media tanam Tanah dan pupuk kandang

yang belum matang

Perbandingan tanah dan pupuk kandang yang matang 1:1 dan menggunakan Trichoderma spp. Pemupukan Menggunakan larutan Gir,

Mikoriza

Menggunakan PGPR dan pupuk mikro

Pengelolaan penyakit

Penggunaan pestisida yang tidak terjadwal dan tepat sasaran

Penggunaan PGPR, pupuk mikro, sanitasi, dan sistem PHT (gabungan dari semua teknik pengendalian maupun penggunaan pestisida) Pertumbuhan

tanaman

Banyak tanaman mati akibat penyakit

Ketahanan tanaman meningkat, tanaman subur, dan banyak yang tumbuh

Pendampingan Klinik Tanaman-IPB melalui penerapan sistem teknologi, pelatihan SDM, dan pengawasan memberikan hasil berkurangnya penyakit, meningkatnya pertumbuhan bibit sengon dan peningkatan kualitas SDM). Selain itu, penerapan sistem teknologi yang tinggi dan peningkatan kualitas SDM akan menyebabkan berkurangnya penyakit serta meningkatnya pertumbuhan bibit sengon.

Pengujian Beberapa Teknik Pengendalian Penyakit di Pembibitan Sengon

Pengujian Trichoderma spp. Untuk Mengendalikan Penyakit Rebah Kecambah (damping off)

Pengujian dua spesies Trichoderma spp. tidak efektif dalam menekan kematian yang disebabkan oleh penyakit antraknosa. Perlakuan fungisida pada 7 MST dan 8 MST merupakan perlakuan yang paling efektif menekan penyakit rebah kecambah dengan persentase kematian sebesar 58.75% (Gambar 5 dan Lampiran 1). Ketidak-efektifan dua spesies Trichoderma spp. disebabkan oleh beberapa faktor seperti : sifat Trichoderma spp. sebagai agens pengendali penyakit tular tanah, patogen C. gloeosporioides merupakan patogen tular benih dan percikan air hujan, serta sumber inokulum yang banyak. Menurut Sinaga (2006), inang yang rentan, patogen yang virulen, dan lama intensitas faktor lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan patogen akan menyebabkan terjadinya


(23)

epidemik penyakit. Menurut Semangun (2006), perkembangan penyakit dipengaruhi oleh interaksi antara inang, patogen, lingkungan, dan manusia yang saling mendukung untuk terjadinya penyakit. Menurut Evans (1982), daya tumbuh tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor seperti : lokasi penanaman (tanah), cuaca, kondisi bibit, tata air atau erosi permukaan, hama dan penyakit, serta kompetisi dengan gulma.

Gambar 5 Persentase kematian bibit sengon pada berbagai perlakuan

Tabel 5 menunjukan bahwa rata-rata hasil pengukuran pH pada setiap perlakuan memiliki nilai pH yang relatif sama yaitu pada awal sebesar 6.6. Pada akhir pengukuran menunjukan hasil bahwa, perlakuan TH1, TH4, TP1, TP2 dan TP4 yaitu pH berkisar antara 5 sampai 6 dan memberi pengaruh terhadap keasaman media tanam. Hasil pengukuran pH pada perlakuan TH2 menunjukan pH yang stabil dari awal sampai akhir yaitu berkisar antara 6 sampai 7.

Tabel 5 Rata-rata hasil pengukuran pH tanah

Perlakuan Rata-rata pH tanah

Awal Pertengahan Akhir

Tanpa perlakuan 6.6 6.6 6.3

Fungisida 6.6 6.6 6.2

TH1 6.6 6.9 5.8

TH2 6.6 6.7 6.5

TH3 6.6 6.6 6.0

TH4 6.6 6.4 5.8

TP1 6.6 6.3 5.7

TP2 6.6 6.5 5.9

TP3 6.6 6.3 6.0

TP4 6.6 6.4 5.7


(24)

vii Pengujian dua spesies Trichoderma spp. tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit sengon, baik tinggi tanaman maupun diameter batang (Lampiran 1). Perlakuan fungisida berbahan aktif mankozeb berpengaruh terhadap tinggi dan diameter batang bibit sengon pada 7 dan 8 MST. Tinggi bibit sengon pada 7 dan 8 MST sebesar 6.68 dan 7.15 cm, sedangkan diameter batang sebesar 0.19 cm dan berbeda nyata terhadap perlakuan dua spesies Trichoderma spp. dan kontrol. Rata-rata tinggi dan diameter batang bibit sengon dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Rata-rata tinggi dan diameter batang tanaman sengon pada berbagai perlakuan

Peningkatan tinggi dan diameter batang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: sumber patogen, jenis dan ketersedian unsur hara, suhu dan kelembaban, curah hujan, serta kemampuan fisiologi tumbuhan dalam mengambil nutrisi dan unsur hara, serta terjadinya kontak antara patogen dan tumbuhan (Agrios 1996).

Pengujian Teknik Pengendalian Penyakit pada Bibit Sengon Umur Satu Bulan

Pengelolaan hama dan penyakit tanaman secara terpadu merupakan pengendalian yang menggunakan berbagai teknik pengendalian yang kompatibel, agar kondisi tanaman sengon dalam kondisi sehat dan tingkat serangan tidak merugikan secara ekonomis. Pengelolaan hutan tanaman sengon lebih menekan


(25)

pada tiga aspek, yaitu : (1) budidaya tanaman sehat, (2) monitoring, (3) meningkatkan peran musuh alami. Menurut achmad (1999), manajemen secara terpadu cukup efektif untuk diterapkan dalam mengelola penyakit di pembibitan kehutanan.

Tabel 6 menunjukan bahwa, perlakuan PHT yang menggunakan kombinasi antara pupuk mikro, khamir antagonis dan pemotongan bagian tanaman yang sakit efektif dalam menekan keparahan penyakit antraknosa yaitu sebesar 90% dan berbeda nyata terhadap perlakuan perusahaan dan kontrol. Akan tetapi, perlakuan PHT tidak berbeda nyata terhadap perlakuan fungisida yang berbahan aktif mankozeb dengan penekanan keparahan penyakit pada perlakuan fungisida sebesar 100%.

Tabel 6 Keparahan penyakit antraknosa pada bibit sengon umur satu bulan pada berbagai perlakuan pengendalian

Perlakuan Waktu Pengamatan

a

M1 M2 M3 M4 M5 M6

Tanpa

Perlakuan 100 ± 0.0a 100 ± 0.0a 100 ± 0.0a 100 ± 0.0a 100 ± 0.0a 100 ± 0.0a

Perusahaan 100 ± 0.0a 100 ± 0.0a 100 ± 0.0a 100 ± 0.0a 100 ± 0.0a 100 ± 0.0a

Fungisida 0.0 ± 0.0b 0.0 ± 0.0b 0.0 ± 0.0b 0.0 ± 0.0b 0.0 ± 0.0b 0.0 ± 0.0b

PHT 10 ± 31b 10 ± 31b 10 ± 31b 10 ± 31b 10 ± 31b 10 ± 31b

a Angka yang diikuti huruf dan kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata

(uji selang ganda Duncan 5%)

Perlakuan PHT yang menggunakan kombinasi pupuk mikro, khamir antagonis dan pemotongan bagian tanaman yang sakit berpengaruh terhadap pertumbuhan yaitu pertambahan tinggi dan diameter batang bibit sengon. Peningkatan pertumbuhan tinggi dan diameter batang pada perlakuan PHT tidak berbeda nyata dengan perlakuan fungisida (Lampiran 2). Rata-rata tinggi dan diameter batang bibit sengon pada perlakuan PHT dan fungisida dapat dilihat pada Gambar 7.


(26)

vii Gambar 7 Rata-rata tinggi dan diameter batang tanaman sengon pada perlakuan

fungisida dan PHT

Pengujian Pengendalian Penyakit pada Bibit Sengon Umur Enam Bulan

Perlakuan PHT menggunakan kombinasi antara pupuk mikro, khamir antagonis dan sanitasi efektif dalam menekan keparahan penyakit antraknosa. Penekanan keparahan penyakit antraknosa pada perlakuan PHT sebesar 100% dan tidak berbeda nyata terhadap bibit tanpa perlakuan yaitu sebesar 90% (Tabel 7). Faktor yang menyebabkan perlakuan PHT tidak berbeda nyata terhadap bibit tanpa perlakuan disebabkan oleh : pemangkasan bagian bibit yang terserang penyakit antraknosa sebelum dilakukan perlakuan.

Pemangakasan bagian tanaman yang terserang penyakit antraknosa bertujuan untuk membuat kondisi penyakit menjadi nol dan mengurangi sumber inokulum patogen, sehingga menyebabkan perkembangan penyakit menjadi lambat. Menurut Phoulivong (2011), patogen Colletothtricum sp. efektif dikendalikan dengan pengendalian yang menggunakan kombinasi seperti penggunaan kultivar tahan, budidaya tanaman yang sehat, pengendalian biologis yang menggunakan agens antagonis, dan pengendalian kimiawi.

Tabel 7 Rata-rata tinggi, diameter batang dan keparahan penyakit antraknosa pada bibit sengon umur enam bulan pada berbagai perlakuan pengendalian

Perlakuan Keparahan penyakit (%)

Tinggi Tanaman (cm)

Diameter Batang (cm) Tanpa Perlakuan 10.00 ± 31.62aa 34.72 ± 7.51b 0.38 ± 0.05b PHT 0.00 ± 0.00a 48.32 ± 8.23a 0.47 ± 0.09a a

Angka yang diikuti huruf dan kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan 5%)


(27)

Perlakuan PHT yang menggunakan kombinasi antara pupuk mikro, khamir antagonis dan pemotongan bagian tanaman yang sakit berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yaitu tinggi dan diameter batang bibit sengon. Rata-rata tinggi dan diameter bibit sengon pada perlakuan PHT yaitu sebesar 48.32 cm dan 0.47 cm dengan persentase peningkatan tinggi sebesar 39%, diameter batang sebesar 24% dan berbeda nyata terhadap tinggi dan diameter batang bibit tanpa perlakuan.

Peningkatan tinggi dan diameter batang pada perlakuan PHT disebabkan oleh penggunaan kombinasi antara pupuk mikro, khamir antagonis dan pemotongan bagian tanaman yang sakit. Penggunaan pupuk mikro memberi dampak terhadap pertumbuhan dan menambah nutrisi bagi tanaman. Penggunaan khamir antagonis memberi dampak terhadap penekanan patogen melalui mekanisme persaingan nutrisi dan kemampuan mengeluarkan metabolit yang bersifat toksik bagi patogen (Soesanto 2008). Selain itu, peningkatan tinggi dan diameter bibit sengon pada perlakuan PHT disebabkan oleh kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara dan nutrisi. Menurut Husch (1982), pertumbuhan pohon dipengaruhi oleh kemampuan genetis dari individu yang berinteraksi dengan lingkungan meliputi : faktor tanah (sifat fisik kimia tanah, kelembaban dan mikroorganisme); faktor iklim; topografi serta kompetisi.

Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit Antraknosa

Faktor yang menyebabkan tingginya penyakit antraknosa di pembibitan sengon milik CV. PMA Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : lemahnya fungsi kelembagaan, penggunaan teknologi yang tidak tepat, curah hujan yang tinggi (Tabel 8), kelembaban yang tinggi (Tabel 9), dan minimnya kapasitas sumber daya manusia.

Tabel 8 Data curah hujan Kec. Ayah, Kab. Kebumen Bulan Jumlah Hari Hujan

(hari)

Rata-rata Curah Hujan Harian (mm)

Intensitas Hujan (mm/jam) Januari 7 19.86 Lebat Februari 13 18.46 Lebat

Maret 11 16.09 Lebat

April 2 15.5 Lebat

Mei 6 17.5 Lebat

Sumber : BMKG semarang 2012

Keterangan : Ringan (0.1-5 mm/jam), sedang (5-10 mm/jam), lebat (10-20 mm/jam), sangat lebat ( > 20 mm/jam).

Tabel 9 Suhu dan kelembaban rata-rata Bulan Suhu rata-rata

(°C)

Kelembaban rata-rata (%)

Januari 27.5 83

Februari 27.5 81

Maret 27.4 82

April 27.5 84

Mei 27.4 82

Juni 26.6 81


(28)

vii Menurut Krisnawati (2011), insiden penyakit pada pembibitan sengon tertinggi terjadi pada musim hujan. Intensitas curah hujan yang tinggi akan menimbulkan permasalahan penyakit yang tinggi. Intensitas curah hujan yang tinggi, sumber inokulum yang banyak, serta kerentanan tanaman akan menjadi faktor pendukung terhadap kejadian penyakit (Semangun 2006). Rata-rata curah hujan harian dari bulan januari hingga Mei relatif lebat (Tabel 8). Curah hujan yang tinggi menyebabkan ketahanan vigor tanaman melemah (mempermudah proses infeksi patogen), dan menyebarkan inokulum patogen C.gloeosporioides.

Suhu rata-rata relatif normal yaitu berkisar antara 26 sampai 27 °C dengan kelembaban yang relatif tinggi yaitu berkisar antara 81 sampai 84% (Tabel 9). Menurut Vaartaja (1952) ; Perrin dan Sampagni (1986), patogen penyakit rebah kecambah akan menjadi aktif ketika kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban relatif, pH tanah akan menjadi faktor pendukung terjadinya penyakit. Menurut Landis (1989), faktor abiotik sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit akibat serangan penyakit.


(29)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Permasalahan yang ditemukan pada pengelolaan penyakit di pembibitan sengon milik CV. PMA Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen berupa : fungsi kelembagaan yang lemah, minimnya kapasitas SDM perusahaan, minimnya pengetahuan tentang teknologi budidaya, dan permasalahan penyakit. Penyakit penting di pembibitan sengon milik CV. PMA adalah: penyakit antraknosa yang disebabkan oleh patogen Colletothtricum gloeosporioides. Hasil pengujian beberapa teknik pengendalian menunjukan bahwa, penggunaan Trichoderma spp. tidak efektif dalam menekan persentase kematian yang disebabkan oleh penyakit antraknosa. Penggunaan fungisida berbahan aktif mankozeb efektif dalam menekan persentase kematian yang disebabkan oleh penyakit antraknosa. Perlakuan PHT dengan kombinasi antara pupuk mikro, khamir antagonis dan pemotongan bagian tanaman yang sakit efektif dalam menekan keparahan penyakit antraknosa pada bibit sengon umur satu dan enam bulan.

Saran

Dalam mengatasi permasalahan penyakit di pembibitan sengon milik CV. PMA diperlukan perbaikan manajemen dan kualitas SDM; penguatan kelembagaan yang telah ada; pemilihan dan penerapan teknologi dalam budidaya dan pengendalian penyakit. serta penggunaan kombinasi antara pupuk mikro, khamir antagonis, pemotongan bagian tanaman yang sakit, dan penggunaan fungisida berbahan aktif mankozeb.


(30)

vii

DAFTAR PUSTAKA

[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. 2012. Data Curah Hujan Bulan Januari sampai Bulan Mei. Semarang (ID): Stasiun Klimatologi Semarang.

[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. 2012. Data Suhu dan Kelembaban Rata-rata Bulan Januari sampai Bulan Juni. Semarang (ID): Stasiun Klimatologi Semarang.

Achmad .1999. Prospek pengendalian terpadu penyakit lodoh pada pesemaian tanaman kehutanan. Jurnal Manajemen Hutan Tropik. Volume 5 (1) : 1-9 Agrios GN. 1997. Plant Pathology. Ed ke-4. London (UK): Harcourt Academic

Press.

Anggraeni I, Wibowo A. 2009. pengendalian Cylindrocladium sp. penyebab penyakit lodoh pada bibit Acacia mangium wild. dengan fungi antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp.. Bogor [ID]: Penelitian Hutan Tanaman. 6 (4) : 241 – 249.

Anggraeni I. 2002. Pengaruh jamur antagonis Gliocladium sp. dalam mengendalikan Rhizoctonia sp. penyebab penyakit lodoh pada pembibitan sengon. Bul Pen Hutan : (630) : 16-27.

Barnett HL, Hunter BB. 1998. Ilustrated Genera of Imperfect Fungi. Ed ke-4. Minnesota (US): APS Press.

Duladi. 2012. Cara Cerdas Mengendalikan Hama dan Penyakit pada Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen). Bogor (ID): IPB Press.

Evans, J. 1982. Plantation Forestry in the Tropics. New York (US): Clarendon Press.

Hendromono. 2007. Teknik silvikultur sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) di hutan rakyat. Bogor (ID): Pusat Litbang Hutan Tanaman.

Herlina N.2006. Uji pertumbuhan in vitro patogen lodoh Rhizoctonia solani pada berbagai pH dan media tumbuh. Dalam makalah: Penunjang pada ekspose hasil-hasil penelitian koservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan. Padang 29 september 2006. Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang.

Husch, B., C.I Miller and T.W. Beers. 1982. Forest Mensuration. Ed-3. New York (US): John Willey and Sons.

Krisnawati H, Varis E, Kallio M, Kanninen M. 2011. Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen : Ecology and Productivity. Bogor (ID): Center for International Foresty Research.

Landis TD, Tinus RW, Barnett JP. 1989. The biological component: Nursery pests and mycorrhizae. USDA Forest Service, Agriculture Handbook. Vvolume 5 (674) : 4-99.

Mattjik AA, Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press.

Mulyana D, Asmarahman C. 2012. Untung Besar dari Bertanam Sengon. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.

Old KM, See LS, Sharma JK, Yuan ZQ. 2000. Tropical Acacias in Australia, Sout-East Asia and India. Jakarta (ID): Center for International Foresty Research.


(31)

Phoulivong S 2011. Colletotrichum, naming, control, resistance, biocontrol of weeds and current challenges. Current Research in Environmental & Applied Mycology 1(1), 53–73.

Rahayu S. 1999. Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia, Gejala, Penyebab dan Teknik Pengendaliannya. Yogyakarta [ID]: Kanisius Press.

Santoso E, Turjaman M, Irianto BSR. 2007. Aplikasi mikoriza untuk meningkatkan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi. Prosiding; ekspose hasil-hasil penelitian. Bogor (ID): Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor

Semangun H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Sinaga MS. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Ed ke-2. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Soesanto L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.

Sumarno A. 2012. Sengon & Jabon Kayu Super Cepat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Suharti M. 1972. Penyebab dan pengaruh lingkungan terhadap timbulnya penyakit Damping off pada pembibitan Pinus merkusi Jungh et de Vriese. Bogor (ID): Lembaga Penelitian Hutan.

Untung K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Ed ke-2. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Laemmlen F. 2001. Damping-off Diseases [internet]. Boca Raton (US): Universitas of California. [Diunduh : 2012 Februari 24]. Tersedia pada : http://anrcatalog.ucdavis.edu.

Usman U. 1995. Pengujian antagonisme Trichoderma harzianum Rifai terhadap Pythium sp. penyebab penyakit lodoh pada semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Vaartaja O. 1952. Forest humus quality and light conditions as factors influencing damping-off. Phytopathology (42) : 501-506.

Waksman S A. 1961. Soil microbiology. John Willey and Sons. New York (US): J Wiley.

Wetanabe T. 1937. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi : Morfologies of Cultured Fungi and Key to Spesies. Ed ke-2. Boca Raton (US): CRC Press.


(32)

vii

LAMPIRAN


(33)

23

1. Lampiran data pengujian Trichoderma spp. untuk Mengendalikan Penyakit Rebah Kecambah (damping off)

Tabel 1 Persentase kematian bibit sengon

* Angka yang diikuti huruf dan kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan 5%)

Perlakuan Waktu Tanam

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST

Tanpa Perlakuan 30.00 ± 7.36ab* 60.62 ± 8.51b 75.63 ± 8.98a 78.12 ± 4.27ab 80.62 ± 5.54ab 81.87 ± 5.91ab 81.87 ± 5.91ab 85.00 ± 7.90ab

Fungisida 18.13 ± 6.88bcd 43.75 ± 11.99c 53.75 ± 14.21b 53.75 ± 10.89c 54.37 ± 11.43c 55.00 ± 10.21c 58.75 ± 6.61c 58.75 ± 6.61c

TH1 32.13 ± 8.93a 61.87 ± 5.15b 73.13 ± 8.98a 73.75 ± 10.1ab 76.25 ± 11.64ab 77.50 ± 11.36ab 79.37 ± 10.28ab 81.25 ± 10.51ab

TH2 21.25 ± 7.5abcd 58.12 ± 9.44b 63.75 ± 10.1ab 66.25 ± 12.67bc 66.87 ± 13.44bc 67.50 ± 13.23bc 72.50 ± 12.58b 74.37 ± 9.21b

TH3 26.25 ± 9.24abc 60.62 ± 11.43b 66.62 ± 8.19ab 68.12 ± 9.44abc 71.87 ± 9.44ab 71.87 ± 6.45b 76.25 ± 11.08b 79.37 ± 11.79b

TH4 16.88 ± 4.27cd 58.12 ± 3.14b 70.00 ± 12.75a 71.25 ± 12.66ab 74.37 ± 10.87ab 74.37 ± 10.87ab 78.12 ± 8.00ab 82.50 ± 5.40ab

TP1 11.25 ± 7.78d 63.75 ± 9.24ab 75.00 ± 8.89a 76.25 ± 8.54ab 76.87 ± 9.44ab 76.87 ± 9.44ab 77.50 ± 10.41b 78.75 ± 10.51b

TP2 15.00 ± 3.53cd 62.50 ± 6.12ab 71.25 ± 6.29a 71.25 ± 6.61ab 72.50 ± 7.07ab 72.50 ± 7.07b 74.37 ± 7.18b 78.75 ± 5.20b

TP3 21.25 ± 9.46abcd 63.12 ± 3.14ab 69.37 ± 8.26ab 70.62 ± 6.57ab 71.25 ± 7.77ab 72.50 ± 6.45b 73.12 ± 6.25b 78.75 ± 5.95b


(34)

24 Tabel 2 Rata-rata tinggi bibit sengon (cm)

Perlakuan Waktu Pengamatan

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST

Tanpa

Perlakuan 1.87 ± 0.25b* 2.35 ± 0.20d 2.71 ± 0.18b 3.14 ± 0.33d 3.67 ± 0.42c 4.65 ± 0.95b 4.99 ± 0.81cd Fungisida 1.88 ± 0.16b 2.50 ± 0.19cd 2.86 ± 0.21ab 3.82 ± 0.35abc 4.85 ± 0.56a 6.68 ± 0.91a 7.15 ± 0.90a TH1 2.16 ± 0.19ab 2.68 ± 0.12bc 2.92 ± 0.14ab 3.62 ± 0.25bcd 4.31 ± 0.75abc 5.22 ± 0.89b 5.72 ± 0.84bcd TH2 2.29 ± 0.18a 2.74 ± 0.19abc 3.20 ± 0.21a 3.52 ± 0.31bcd 4.44 ± 0.21ab 5.18 ± 0.47b 5.45 ± 0.54bcd TH3 2.34 ± 0.06a 3.00 ± 0.17ab 2.94 ± 0.22ab 3.81 ± 0.09abc 4.09 ± 0.09bc 5.20 ± 0.25b 5.70 ± 0.35bcd TH4 2.31 ± 0.27a 3.05 ± 0.31a 3.28 ± 0.42a 4.18 ± 0.46a 4.82 ± 0.33ab 5.51 ± 0.53b 6.19 ± 0.38b TP1 2.13 ± 0.15ab 2.89 ± 0.22ab 2.97 0.43ab 3.60 ± 0.51bcd 4.39 ± 0.61abc 5.59 ± 0.74b 6.02 ± 0.84bc TP2 2.26 ± 0.25a 2.78 ± 0.22abc 3.12 ± 0.22ab 3.78 ± 0.16abc 4.33 ± 0.20abc 5.32 ± 0.34b 5.93 ± 0.48bcd TP3 2.30 ± 0.13a 2.81 ± 0.22abc 3.26 ± 0.45a 3.89 ± 0.35ab 4.54 ± 0.58ab 5.69 ± 0.68b 5.96 ± 0.85bc TP4 2.08 ± 0.34ab 2.31 ± 0.14d 2.95 ± 0.09ab 3.29 ± 0.49cd 3.70 ± 0.52c 4.66 ± 0.93b 4.90 ± 0.75d


(35)

27 Tabel 3 Rata-rata diameter batang bibit sengon (cm)

Perlakuan Waktu Pengamatan

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST

Tanpa

Perlakuan 0.06 ± 0.006ab* 0.07 ± 0.006cd 0.09 ± 0.008a 0.11 ± 0.009cd 0.13 ± 0.009ab 0.13 ± 0.024c 0.15 ± 0.014bc Fungisida 0.07 ± 0.005a 0.08 ± 0.009cd 0.11 ± 0.024a 0.13 ± 0.009a 0.16 ± 0.009a 0.19 ± 0.012a 0.19 ± 0.012a TH1 0.07 ± 0.006a 0.07 ± 0.005d 0.09 ± 0.005a 0.12 ± 0.00ab 0.13 ± 0.021ab 0.15 ± 0.031bc 0.15 ± 0.026bc TH2 0.07 ± 0.005a 0.08 ± 0.013bc 0.10 ± 0.025a 0.11± 0.006bc 0.12 ± 0.006b 0.14 ± 0.013bc 0.17 ± 0.018b TH3 0.07 ± 0.008a 0.09 ± 0.00b 0.10 ± 0.021a 0.12 ± 0.00ab 0.13 ± 0.008ab 0.14 ± 0.006bc 0.16 ± 0.008b TH4 0.07 ± 0.00a 0.10 ± 0.009a 0.11 ± 0.009a 0.12 ± 0.011ab 0.14 ± 0.008ab 0.14 ± 0.013bc 0.16 ± 0.006b TP1 0.06 ± 0.005ab 0.09 ± 0.008b 0.10 ± 0.010a 0.12 ± 0.008ab 0.13 ± 0.013ab 0.16 ± 0.014b 0.17 ± 0.021b TP2 0.06 ± 0.006ab 0.09 ± 0.00b 0.09 ± 0.006a 0.12 ± 0.008ab 0.16 ± 0.047a 0.16 ± 0.013b 0.17 ± 0.009b TP3 0.07 ± 0.014a 0.09 ± 0.006ab 0.11 ± 0.039a 0.12 ± 0.00ab 0.13 ± 0.008ab 0.15 ± 0.010bc 0.16 ± 0.009b TP4 0.05 ± 0.012b 0.09 ± 0.005ab 0.09 ± 0.005a 0.10 ± 0.005d 0.11 ± 0.017b 0.13 ± 0.023c 0.14 ± 0.024c

* Angka yang diikuti huruf dan kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan 5%)


(36)

24

2. Lampiran data Pengujian Teknik Pengendalian pada Bibit Sengon Umur Satu bulan

Tabel 4 Keparahan penyakit antraknosa bibit sengon pada berbagai perlakuan pengendalian

Perlakuan Waktu Pengamatan Keterangan

M1 M2 M3 M4 M5 M6

Tanpa

Perlakuan 100 ± 0.00a* 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a Mati

CV 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a Mati

Fungisida 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b Hidup PHT 10.00 ± 31.62b 10.00 ± 31.62b 10.00 ± 31.62b 10.00 ± 31.62b 10.00 ± 31.62b 10.00 ± 31.62b Mati

* Angka yang diikuti huruf dan kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan 5%)

Tabel 5 Rata-rata tinggi bibit sengon pada berbagai perlakuan pengendalian (cm)

Perlakuan Waktu Pengamatan Keterangan

M1 M2 M3 M4 M5 M6

Tanpa Perlakuan - - - Mati

Perusahaan - - - Mati

Fungisida 9.85 ± 2.49a* 11.85 ± 2.82a 12.93 ± 2.85a 14.53 ± 3.09a 16.34 ± 3.43a 18.01 ± 3.60a Hidup PHT 12.44 ± 2.49a 13.04 ± 2.89a 13.60 ± 3.28a 14.57 ± 3.43a 13.84 ± 3.02a 14.58 ± 4.72a Hidup

* Angka yang diikuti huruf dan kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan 5%)


(37)

27 Tabel 6 Rata-rata diameter batang bibit sengon pada berbagai perlakuan pengendalian (cm)

Perlakuan Waktu Pengamatan Keterangan

M1 M2 M3 M4 M5 M6

Tanpa Perlakuan - - - Mati

Perusahaan - - - Mati

Fungisida 0.24 ± 0.03a* 0.26 ± 0.03a 0.28 ± 0.04a 0.32 ± 0.04a 0.34 ± 0.04a 0.36 ± 0.04a Hidup PHT 0.24 ± 0.02a 0.25 ± 0.02a 0.28 ± 0.03a 0.31 ± 0.03a 0.32 ± 0.05a 0.34 ± 0.06a Hidup


(38)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mengkirau, Riau pada tanggal 20 Maret 1990. Penulis merupakan putra kedua dari 4 bersaudara pasangan Bapak Sugimin Sarju dan Ibu Nurmi. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 038 Mengkirau, Riau pada tahun 2002. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Teluk Belitung, Riau. Pada tahun 2008, penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Teluk Belitung, Riau. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studinya di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Riau Bogor (2008-sekarang), Rumpun Keluarga Pelajar Mahasiswa Bengkalis (2008-sekarang), Organic Farming (2009-sekarang), Biro Perwakilan Angkatan (2009-2011). Pada tahun 2010, penulis magang di Lembaga Pertanian Sehat, Gapoktan Silih Asih yang berkerja sama dengan program I-MHERE B2 C IPB Desa Ciburay, Kec. Cigombong, Kab. Bogor, Prov. Jawa Barat. Pada tahun 2011, penulis magang di Balai Karantina Hewan dan Tumbuhan Surabaya. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Proteksi Tanaman (2011), asisten praktikum mata kuliah Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat (2011), asisten praktikum mata kuliah Klinik Tanaman (2012), asisten praktikum mata kuliah Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu Kelapa Sawit (2012), asisten lapang safari Klinik Tanaman (2012).


(39)

2

ABSTRAK

BUSYAIRI. Pengelolaan Penyakit di Pembibitan Sengon Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Dibimbing oleh SURYO WIYONO.

Pengelolaan penyakit merupakan aspek penting dalam menentukan keberhasilan suatu produksi bibit sengon. Namun, informasi dan penelitian mengenai pengelolaan penyakit serta teknologi untuk pengendalian penyakit di pembibitan sengon masih terbatas. Penelitian ini dilaksanakan untuk inventarisasi penyakit-penyakit di pembibitan sengon; memperoleh informasi tentang pengendalian penyakit di pembibitan sengon; meneliti dan menguji beberapa teknik pengendalian penyakit di pembibitan sengon. Penelitian dilakukan dengan pengamatan, wawancara, pengujian beberapa teknik pengendalian penyakit, dan pemeriksaan di Laboratorium. Teknik pengendalian penyakit terdiri dari : pengujian dua spesies Trichoderma spp. (T. hamatum dan T. pseudokoningii) untuk mengendalikan penyakit rebah kecambah, perlakuan bibit sengon umur satu bulan dan enam bulan untuk mengendalikan penyakit antraknosa. Hama dan penyakit yang ditemukan di pembibitan sengon milik CV. PMA (Parama Mulya Abadi) Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen adalah ulat penjalin daun, kutu putih, dan penyakit antraknosa. Penyakit penting di pembibitan sengon milik CV. PMA adalah penyakit antraknosa disebabkan oleh patogen Colletothtrichum gloeosporioides. Pengujian beberapa teknik pengendalian di pembibitan sengon didapatkan hasil bahwa, penggunaan dua spesies Trichoderma spp. tidak efektif dalam menekan penyakit antraknosa. Perlakuan kombinasi antara pupuk mikro, khamir antagonis, dan pemotongan bagian tanaman yang sakit efektif dalam menekan keparahan penyakit antraknosa pada bibit sengon umur satu bulan dan enam bulan. Faktor yang menyebabkan tingginya penyakit antraknosa di pembibitan sengon disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : lemahnya fungsi kelembagaan, penggunaan teknologi yang tidak tepat, curah hujan yang tinggi, kelembaban yang tinggi, dan minimnya kapasitas sumber daya manusia.


(40)

ABSTRACT

BUSYAIRI. Disease Management of Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen Nursery. Supervised by Suryo Wiyono

Disease management is the important aspect in determining the success of P. falcataria nursery. In the other hand, the information on disease management and technology to control disease P. falcataria nursery was limited. This study was conducted to disease inventory, to obtain information on technique for controlling disease in nursery of P. falcataria and to test of several control techniques. The study was conducted by observing, interviewing, testing several techniques of disease control, and laboratory examination. Disease control techniques consist of : tested two species of Trichoderma spp.to control damping-off disease, seed treatment on one and six months P. falcataria seedling to control the antrachnose disease. The pest and disease was founded at P. falcataria nursery which owned by CV. PMA (Parama Mulya Abadi) Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen is leaf-folder caterpillar, mealbug, and antrachnose disease. The Important disease in nurseries owned by CV. PMA was anthracnose caused by Colletothtrichum gloeosporioides. The tested of several techniques in P. falcataria nursery showed that the used of two species Trichoderma spp. was not effective to suppress antrachnose disease. Combination of micro fertilizer, yeast antagonists, and sanitation treatment were effective in suppressing the severity of antrachnose disease on one and six month old P. falcataria seedlings. The high intensity of antrachnose disease in nursery caused by several factors; weak of organisation fuction, unprecise used of technologies, high rainfall density, high moisture, and lack of valified human resources.

Key words : Trichoderma spp., Colletothtrichum gloeosporioides, IPM, Paraserianthes falcataria.


(41)

9

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sengon (Paraserianthes falcataria) merupakan salah satu tanaman kehutanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi sebagai penghasil kayu untuk peti kemas, kayu lapis, papan lamina, pulp dan kertas, serta kayu pertukangan atau bangunan (Mulyana dan Asmarahman 2012). Pada saat ini, komoditas tanaman sengon telah banyak dibudidayakan di beberapa wilayah seperti Ciamis, Tasikmalaya, Banjar (Jawa Barat), Temanggung, Banyumas, Pasuruan dan Kediri. Tanaman sengon banyak digunakan sebagai tanaman penghijauan dikarenakan tajuk tanaman sengon menyerupai payung dengan daun yang tidak terlalu lebat (daun berwarna hijau berfungsi sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida), memiliki akar tunggang yang cukup kuat untuk menembus ke dalam tanah (Sumarno 2012).

Salah satu faktor pembatas di dalam produksi tanaman sengon adanya hama dan penyakit. Hama pada tanaman sengon terdiri dari hama utama dan hama sekunder. Hama utama, yaitu hama yang dapat menyebabkan kerusakan nyata sehingga dapat menurunkan produksi dalam jumlah yang besar dan kehilangan hasil secara ekonomi yang tinggi. Tipe hama ini biasanya bersifat deskruktif dan efek yang ditimbulkan sangat cepat, seperti kematian pohon. Contoh hama utama pada tanaman sengon yaitu : Xystrocera festiva, Zeuzera sp., Pteroma sp., Inderbela sp., Captotermes sp., dan beberapa spesies uret. Hama sekunder, merupakan hama yang menimbulkan kerusakan dan tidak sampai merugikan secara ekonomis. Populasinya dapat ditekan oleh musuh alami. Contoh hama sekunder pada tanaman sengon yaitu : Eurema sp., Hyposidra sp., dan Pseudococcus sp.

Penyakit pada tanaman sengon dapat dikelompokan pada beberapa fase tanaman yaitu : fase persemaian, pembibitan, dan fase lapangan. Penyakit yang banyak menyerang pada fase persemaian dan pembibitan adalah karat puru dan rebah kecambah. Penyakit rebah kecambah (damping off) disebabkan oleh beberapa cendawan patogen berupa: Pythium spp., Fusarium spp., Botryodiplodia spp. dan Rhizoctonia spp. (Suharti 1972). Menurut Rahayu (1999), faktor penyebab terjadinya penyakit rebah kecambah disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : medium persemaian terlalu lembab, kandungan bahan organik tinggi, pH medium sangat masam, benih dibenamkan terlalu dalam, naungan berlebihan, sirkulasi udara tidak lancar dan mutu benih rendah.

Menurut Semangun (2001), serangan patogen rebah kecambah pada tanaman muda dapat berupa : (1) pre-emergence damping-off (serangan terjadi pada benih yang baru berkecambah dan belum muncul ke permukaan tanah, sehingga biji menjadi lunak atau busuk). (2) post-emergence damping-off (patogen menyerang bibit yang telah berkecambah dan muncul di atas permukaan, sehingga bibit menjadi rebah atau lodoh). Menurut Old (2006), penyakit rebah kecambah banyak menyerang pada daerah tropis dan subtropis seperti : Indonesia,


(42)

vii Malaysia, India, dan Australia. Adapun kisaran inang penyakit rebah kecambah di pembibitan pada tanaman tropik dan subtropik yaitu : Acacia spp., Eucalyptus spp., Albizia lebbek, Azadirachta indica, Paraserianthes falcataria, Melia azedarach, Ceiba pentandra, Lagerstroemia speciosa, Cupaniopsis anarcardiopsis.

Peningkatan luasan penanaman tanaman sengon, akan berdampak terhadap peningkatan permintaan terhadap bibit sengon. Akan tetapi, ketersediaan bibit sengon yang memiliki kualitas dan kuantitas bibit yang baik sangat minim, terutama bibit yang memiliki daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan tahan terhadap hama dan penyakit. Pengelolaan penyakit merupakan aspek penting dalam menentukan keberhasilan suatu produksi bibit sengon. Menurut Anggraeni dan Wibowo (2009), keberhasilan pembangunan hutan tanaman dimulai dari penyediaan bibit yang dihasilkan dari persemaian. Namun, informasi dan penelitian mengenai pengelolaan penyakit serta teknologi untuk pengendalian penyakit di pembibitan sengon masih terbatas.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk inventarisasi penyakit-penyakit di pembibitan sengon; memperoleh informasi tentang pengendalian penyakit di pembibitan sengon; meneliti dan menguji beberapa teknik pengendalian penyakit di pembibitan sengon.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diperoleh informasi tentang penyakit pembibitan sengon dan pengendaliannya; menghasilkan suatu teknologi terapan baru yang dapat digunakan sebagai pengelolaan penyakit di pembibitan sengon.


(43)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikologi, Laboratorium Klinik Tanaman, pusat pembibitan milik CV Parama Mulya Abadi (PMA) Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen. Pengambilan data curah hujan di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Semarang. Penelitian dimulai Bulan Februari hingga Juni 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan berupa : media jagung, media PDA, serbuk gergaji, dedak, dua spesies Trichoderma spp (T. hamatum, T. pseudokoningii), fungisida berbahan aktif mankozeb, khamir antagonis berupa campuran Cryptococcus terreus, Cryptococcus albidus, dan Candida edax, pupuk mikro Fitplanta, kompos, alkohol 70% dan bibit sengon. Alat yang digunakan berupa : plastik tahan panas, kapas, ring cincin, alumunium foil, autoklaf, laminar flow, meteran, jangka sorong, sprayer, bunsen, bor inokulum, label, polibag, gelas ukur, dan timbangan.

Metode Penelitian Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan gambaran informasi-informasi terkait dengan kelembagaan, cara budidaya bibit sengon, permasalahan dan hambatan yang terjadi selama produksi bibit sengon. Wawancara diajukan kepada manajer perusahaan, petani mitra, dan petani pembibitan konvensional. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meliputi beberapa aspek yaitu :

a. Kelembagaan

Pertanyaan yang diajukan pada sistem kelembagaan diajukan pada manejer perusahaan yang meliputi: tujuan berdirinya perusahaan, teknis kerjasama perusahaan, cara budidaya bibit sengon, pembagian hasil, masa panen, permasalahan terkait hama dan penyakit.

a. Cara Budidaya

Selain pertanyaan yang diajukan pada manejer perusahaan, cara budidaya sengon juga diajukan kepada petani konvensional. Adapun pertanyaan-pertanyaan cara budidaya bibit sengon meliputi : jenis-jenis media tanam yang digunakan, naungan yang digunakan, perlakuan benih, jenis pupuk yang digunakan, intensitas penyiraman air, pengelolaan hama dan penyakit, penyiangan gulma, dan intensitas, jenis dan dosis pestisida yang digunakan, serta pengalaman petani itu sendiri.

b. Permasalahan dan Hambatan

Pertanyaan tentang masalah dan hambatan didalam produksi bibit sengon diajukan pertanyaan kepada manajer perusahaan, petani perusahaan, dan juga petani konvensional. Adapun pertanyaan permasalahan tentang permasalahan dan hambatan dalam produksi bibit sengon berupa : permasalahan hama dan penyakit, faktor-faktor penentu produksi bibit sengon, masalah sosial budaya, dan transportasi.


(44)

vii

Pengamatan

Pengamatan penyakit di pembibitan sengon dilakukan dengan pengamatan secara langsung baik berupa gejala, tanda, pada setiap bibit sengon yang meliputi bagian pucuk, daun, batang dan akar. Jenis bibit sengon yang diamati meliputi : bibit yang baru disemai, bibit umur satu dan enam bulan. Parameter diamati berupa persentase kematian, keparahan penyakit, tinggi tanaman dan diameter batang. Persentase kematian bibit yang baru disemai dihitung menggunakan rumus :

Sedangkan keparahan penyakit pada bibit sengon umur 1 bulan dan 6 bulan dihitung menggunakan rumus :

Keterangan : ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i, vi = nilai skor penyakit dari, N = jumlah tanaman yang diamati, V = skor tertinggi

Penilaian penyakit antraknosa pada bibit sengon umur satu bulan dan enam bulan dilakukan berdasarkan keparahan serangan penyakit. Adapun penilaian penyakit antraknosa pada bibit umur satu bulan dan enam bulan dilakukan dengan skoring seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Skoring keparahan penyakit antraknosa pada bibit umur satu bulan dan enam bulan

Skor Nilai Serangan Terjadi

0 0 Tidak terjadi serangan penyakit

1 1 ≤x < 20 Serangan terjadi pada daun 2 20 ≤x < 40 Serangan terjadi pada batang 3 40 ≤x < 60 Serangan terjadi pada pangkal batang 4 60 ≤x < 80 Serangan terjadi pada pucuk 5 x ≥ 80 Tanaman mati, baik terserang pada bagian

pucuk, batang, maupun pangkal batang Identifikasi penyakit menggunakan metode pengamatan langsung di bawah mikroskop streo, mikroskop compound dan menggunakan kunci identifikasi Barnett dan Hunter (1988) dengan bantuan dosen pembimbing.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan penyakit dilakukan pada setiap bibit sengon pada bagian daun, pucuk, batang, pangkal batang, maupun akar. Sampel tanaman sakit kemudian diperiksa dengan menggunakan mikroskop di Laboratorium Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(45)

Pengujian Teknik Pengendalian Penyakit di Pembibitan Sengon

Pengujian Trichoderma spp. untuk Mengendalikan Penyakit Rebah Kecambah (damping off). Perlakuan adalah sebagai berikut :

TH1 : T. hamatum (perbandingan dengan media tanam 1:40) TH2 : T. hamatum (perbandingan dengan media tanam 1:60) TH3 : T. hamatum (perbandingan dengan media tanam 1:80) TH4 : T. hamatum (perbandingan dengan media tanam 1:100) TP1 : T. pseudokoningii (perbandingan dengan media tanam 1:40) TP2 : T. pseudokoningii (perbandingan dengan media tanam 1:60) TP3 : T. pseudokoningii (perbandingan dengan media tanam 1:80) TP4 : T. pseudokoningii (perbandingan dengan media tanam 1:100)

Sebagai pembanding terdiri dari perlakuan fungisida berbahan aktif mankozeb (dengan konsentrasi 5 g/l air) dan kontrol. Parameter yang diamati berupa : persentase kematian, tinggi tanaman, dan diameter batang.

Pengujian Pengendalian Penyakit pada Bibit Sengon Umur Satu Bulan.

Perlakuan bibit sengon umur satu bulan terdiri dari perlakuan PHT dengan menggunakan kombinasi antara penggunaan pupuk mikro Fitplanta (dengan konsentrasi 5 cc/liter), khamir antagonis berupa : campuran Cryptococcus terreus, Cryptococcus albidus, Candida edax (dengan konsentrasi 5 cc/liter) dan pemotongan bagian tanaman sakit; perlakuan perusahaan menggunakan larutan Gir berupa hasil fermentasi antara pupuk kandang, air dan pupuk TSP (dosis 5 ml/polibag). Sebagai pembanding perlakuan fungisida berbahan aktif mankozeb (dengan konsentrasi 5 g/l air) dan tanpa perlakuan. Parameter yang diamati berupa : keparahan penyakit, tinggi tanaman, dan diameter batang.

Pengujian Pengendalian Penyakit pada Bibit Sengon Umur Enam Bulan. Perlakuan bibit sengon umur enam bulan terdiri dari perlakuan PHT dengan menggunakan kombinasi antara pupuk mikro Fitplanta (dengan konsentrasi 5 cc/liter), khamir antagonis berupa : campuran Cryptococcus terreus, Cryptococcus albidus, Candida edax (dengan konsentrasi 5 cc/liter) dan pemotongan bagian tanaman sakit. Sebagai pembanding berupa bibit sengon tanpa perlakuan. Parameter yang diamati berupa: keparahan penyakit, tinggi tanaman, dan diameter batang.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Jumlah perlakuan pengujian dua spesies Trichoderma spp. berjumlah 10 perlakuan. Masing-masing perlakuan 4 kali ulangan dengan 1 ulangan 40 tanaman. Jumlah perlakuan pengendalian penyakit bibit sengon umur satu bulan berjumlah 4 perlakuan yaitu : kontrol, perusahaan, fungisida, dan PHT. Masing-masing diulang 10 kali dengan 1 tanaman/ulangan. Pengujian teknik pengendalian penyakit pada bibit sengon umur enam bulan mempunyai dua perlakuan yaitu: bibit tanpa perlakuan dan PHT. Masing-masing diulang 10 kali dengan 1 tanaman/ulangan. Pengaruh interaksi antara kedua faktor diamati seminggu sekali. Data yang diperoleh dianalisis dengan Microsoft Office Excel 2010 dan analisis sidik ragam menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.3. Perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji Duncan dengan taraf α = 0.05 (Mattjik dan Sumertajaya 2006).


(46)

vii

HASIL DAN PEMBAHASAN

Organisasi dan Manajemen

CV. Parama Mulya Abadi (PMA) merupakan perusahaan swasta yang bergerak dibidang penghijuan berupa tanaman sengon. CV. PMA bermitra dan bekerjasama dengan kelompok tani hutan rakyat (KTHR) yang dijembatani oleh Perum Perhutani. CV. PMA berfungsi sebagai investor yang mengeluarkan modal input produksi penanaman berupa : penyediaan bibit, pengangkutan bibit, obat-obatan, pupuk, biaya penanaman, biaya perawatan, biaya penebangan (pasca panen) dan melakukan monitoring kegiatan. Penyediaan lahan untuk penanaman tanaman sengon, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman dilaksankan oleh KTHR setempat. Sedangkan untuk pengawasan dan pendampingan agar program penanaman tanaman sengon berhasil dilakukan oleh pihak Perum Perhutani (Gambar 1).


(1)

23

1. Lampiran data pengujian Trichoderma spp. untuk Mengendalikan Penyakit Rebah Kecambah (damping off)

Tabel 1 Persentase kematian bibit sengon

* Angka yang diikuti huruf dan kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan 5%)

Perlakuan Waktu Tanam

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST

Tanpa Perlakuan 30.00 ± 7.36ab* 60.62 ± 8.51b 75.63 ± 8.98a 78.12 ± 4.27ab 80.62 ± 5.54ab 81.87 ± 5.91ab 81.87 ± 5.91ab 85.00 ± 7.90ab Fungisida 18.13 ± 6.88bcd 43.75 ± 11.99c 53.75 ± 14.21b 53.75 ± 10.89c 54.37 ± 11.43c 55.00 ± 10.21c 58.75 ± 6.61c 58.75 ± 6.61c TH1 32.13 ± 8.93a 61.87 ± 5.15b 73.13 ± 8.98a 73.75 ± 10.1ab 76.25 ± 11.64ab 77.50 ± 11.36ab 79.37 ± 10.28ab 81.25 ± 10.51ab TH2 21.25 ± 7.5abcd 58.12 ± 9.44b 63.75 ± 10.1ab 66.25 ± 12.67bc 66.87 ± 13.44bc 67.50 ± 13.23bc 72.50 ± 12.58b 74.37 ± 9.21b TH3 26.25 ± 9.24abc 60.62 ± 11.43b 66.62 ± 8.19ab 68.12 ± 9.44abc 71.87 ± 9.44ab 71.87 ± 6.45b 76.25 ± 11.08b 79.37 ± 11.79b TH4 16.88 ± 4.27cd 58.12 ± 3.14b 70.00 ± 12.75a 71.25 ± 12.66ab 74.37 ± 10.87ab 74.37 ± 10.87ab 78.12 ± 8.00ab 82.50 ± 5.40ab TP1 11.25 ± 7.78d 63.75 ± 9.24ab 75.00 ± 8.89a 76.25 ± 8.54ab 76.87 ± 9.44ab 76.87 ± 9.44ab 77.50 ± 10.41b 78.75 ± 10.51b TP2 15.00 ± 3.53cd 62.50 ± 6.12ab 71.25 ± 6.29a 71.25 ± 6.61ab 72.50 ± 7.07ab 72.50 ± 7.07b 74.37 ± 7.18b 78.75 ± 5.20b TP3 21.25 ± 9.46abcd 63.12 ± 3.14ab 69.37 ± 8.26ab 70.62 ± 6.57ab 71.25 ± 7.77ab 72.50 ± 6.45b 73.12 ± 6.25b 78.75 ± 5.95b TP4 21.25 ± 9.46abcd 76.25 ± 11.27a 78.75 ± 11.81a 83.13 ± 9.44a 85.00 ± 11.36a 88.75 ± 10.87a 90.62 ± 5.15b 91.87 ± 5.15a


(2)

Tabel 2 Rata-rata tinggi bibit sengon (cm)

Perlakuan Waktu Pengamatan

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST

Tanpa

Perlakuan 1.87 ± 0.25b* 2.35 ± 0.20d 2.71 ± 0.18b 3.14 ± 0.33d 3.67 ± 0.42c 4.65 ± 0.95b 4.99 ± 0.81cd Fungisida 1.88 ± 0.16b 2.50 ± 0.19cd 2.86 ± 0.21ab 3.82 ± 0.35abc 4.85 ± 0.56a 6.68 ± 0.91a 7.15 ± 0.90a TH1 2.16 ± 0.19ab 2.68 ± 0.12bc 2.92 ± 0.14ab 3.62 ± 0.25bcd 4.31 ± 0.75abc 5.22 ± 0.89b 5.72 ± 0.84bcd TH2 2.29 ± 0.18a 2.74 ± 0.19abc 3.20 ± 0.21a 3.52 ± 0.31bcd 4.44 ± 0.21ab 5.18 ± 0.47b 5.45 ± 0.54bcd TH3 2.34 ± 0.06a 3.00 ± 0.17ab 2.94 ± 0.22ab 3.81 ± 0.09abc 4.09 ± 0.09bc 5.20 ± 0.25b 5.70 ± 0.35bcd TH4 2.31 ± 0.27a 3.05 ± 0.31a 3.28 ± 0.42a 4.18 ± 0.46a 4.82 ± 0.33ab 5.51 ± 0.53b 6.19 ± 0.38b TP1 2.13 ± 0.15ab 2.89 ± 0.22ab 2.97 0.43ab 3.60 ± 0.51bcd 4.39 ± 0.61abc 5.59 ± 0.74b 6.02 ± 0.84bc TP2 2.26 ± 0.25a 2.78 ± 0.22abc 3.12 ± 0.22ab 3.78 ± 0.16abc 4.33 ± 0.20abc 5.32 ± 0.34b 5.93 ± 0.48bcd TP3 2.30 ± 0.13a 2.81 ± 0.22abc 3.26 ± 0.45a 3.89 ± 0.35ab 4.54 ± 0.58ab 5.69 ± 0.68b 5.96 ± 0.85bc TP4 2.08 ± 0.34ab 2.31 ± 0.14d 2.95 ± 0.09ab 3.29 ± 0.49cd 3.70 ± 0.52c 4.66 ± 0.93b 4.90 ± 0.75d * Angka yang diikuti huruf dan kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan 5%.


(3)

27 Tabel 3 Rata-rata diameter batang bibit sengon (cm)

Perlakuan Waktu Pengamatan

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST

Tanpa

Perlakuan 0.06 ± 0.006ab* 0.07 ± 0.006cd 0.09 ± 0.008a 0.11 ± 0.009cd 0.13 ± 0.009ab 0.13 ± 0.024c 0.15 ± 0.014bc Fungisida 0.07 ± 0.005a 0.08 ± 0.009cd 0.11 ± 0.024a 0.13 ± 0.009a 0.16 ± 0.009a 0.19 ± 0.012a 0.19 ± 0.012a TH1 0.07 ± 0.006a 0.07 ± 0.005d 0.09 ± 0.005a 0.12 ± 0.00ab 0.13 ± 0.021ab 0.15 ± 0.031bc 0.15 ± 0.026bc TH2 0.07 ± 0.005a 0.08 ± 0.013bc 0.10 ± 0.025a 0.11± 0.006bc 0.12 ± 0.006b 0.14 ± 0.013bc 0.17 ± 0.018b TH3 0.07 ± 0.008a 0.09 ± 0.00b 0.10 ± 0.021a 0.12 ± 0.00ab 0.13 ± 0.008ab 0.14 ± 0.006bc 0.16 ± 0.008b TH4 0.07 ± 0.00a 0.10 ± 0.009a 0.11 ± 0.009a 0.12 ± 0.011ab 0.14 ± 0.008ab 0.14 ± 0.013bc 0.16 ± 0.006b TP1 0.06 ± 0.005ab 0.09 ± 0.008b 0.10 ± 0.010a 0.12 ± 0.008ab 0.13 ± 0.013ab 0.16 ± 0.014b 0.17 ± 0.021b TP2 0.06 ± 0.006ab 0.09 ± 0.00b 0.09 ± 0.006a 0.12 ± 0.008ab 0.16 ± 0.047a 0.16 ± 0.013b 0.17 ± 0.009b TP3 0.07 ± 0.014a 0.09 ± 0.006ab 0.11 ± 0.039a 0.12 ± 0.00ab 0.13 ± 0.008ab 0.15 ± 0.010bc 0.16 ± 0.009b TP4 0.05 ± 0.012b 0.09 ± 0.005ab 0.09 ± 0.005a 0.10 ± 0.005d 0.11 ± 0.017b 0.13 ± 0.023c 0.14 ± 0.024c * Angka yang diikuti huruf dan kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan 5%)


(4)

2. Lampiran data Pengujian Teknik Pengendalian pada Bibit Sengon Umur Satu bulan

Tabel 4 Keparahan penyakit antraknosa bibit sengon pada berbagai perlakuan pengendalian

Perlakuan Waktu Pengamatan Keterangan

M1 M2 M3 M4 M5 M6

Tanpa

Perlakuan 100 ± 0.00a* 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a Mati

CV 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a Mati

Fungisida 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b Hidup PHT 10.00 ± 31.62b 10.00 ± 31.62b 10.00 ± 31.62b 10.00 ± 31.62b 10.00 ± 31.62b 10.00 ± 31.62b Mati * Angka yang diikuti huruf dan kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan 5%)

Tabel 5 Rata-rata tinggi bibit sengon pada berbagai perlakuan pengendalian (cm)

Perlakuan Waktu Pengamatan Keterangan

M1 M2 M3 M4 M5 M6

Tanpa Perlakuan - - - Mati

Perusahaan - - - Mati

Fungisida 9.85 ± 2.49a* 11.85 ± 2.82a 12.93 ± 2.85a 14.53 ± 3.09a 16.34 ± 3.43a 18.01 ± 3.60a Hidup PHT 12.44 ± 2.49a 13.04 ± 2.89a 13.60 ± 3.28a 14.57 ± 3.43a 13.84 ± 3.02a 14.58 ± 4.72a Hidup * Angka yang diikuti huruf dan kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan 5%)


(5)

27 Tabel 6 Rata-rata diameter batang bibit sengon pada berbagai perlakuan pengendalian (cm)

Perlakuan Waktu Pengamatan Keterangan

M1 M2 M3 M4 M5 M6

Tanpa Perlakuan - - - Mati

Perusahaan - - - Mati

Fungisida 0.24 ± 0.03a* 0.26 ± 0.03a 0.28 ± 0.04a 0.32 ± 0.04a 0.34 ± 0.04a 0.36 ± 0.04a Hidup PHT 0.24 ± 0.02a 0.25 ± 0.02a 0.28 ± 0.03a 0.31 ± 0.03a 0.32 ± 0.05a 0.34 ± 0.06a Hidup * Angka yang diikuti huruf dan kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan 5%)


(6)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mengkirau, Riau pada tanggal 20 Maret 1990. Penulis merupakan putra kedua dari 4 bersaudara pasangan Bapak Sugimin Sarju dan Ibu Nurmi. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 038 Mengkirau, Riau pada tahun 2002. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Teluk Belitung, Riau. Pada tahun 2008, penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Teluk Belitung, Riau. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studinya di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Riau Bogor (2008-sekarang), Rumpun Keluarga Pelajar Mahasiswa Bengkalis (2008-sekarang), Organic Farming (2009-sekarang), Biro Perwakilan Angkatan (2009-2011). Pada tahun 2010, penulis magang di Lembaga Pertanian Sehat, Gapoktan Silih Asih yang berkerja sama dengan program I-MHERE B2 C IPB Desa Ciburay, Kec. Cigombong, Kab. Bogor, Prov. Jawa Barat. Pada tahun 2011, penulis magang di Balai Karantina Hewan dan Tumbuhan Surabaya. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Proteksi Tanaman (2011), asisten praktikum mata kuliah Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat (2011), asisten praktikum mata kuliah Klinik Tanaman (2012), asisten praktikum mata kuliah Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu Kelapa Sawit (2012), asisten lapang safari Klinik Tanaman (2012).