Karakterisasi Sengon (Paraserianthes Falcataria L Nielsen) Hasil Mutasi Radiasi Sinar Gamma

KARAKTERISASI SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen)
HASIL MUTASI RADIASI SINAR GAMMA

ROISATUZ ZAKIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Sengon
(Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Hasil Mutasi Radiasi Sinar Gamma adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2017

Roisatuz Zakiyah
NIM E451150226

RINGKASAN
ROISATUZ ZAKIYAH. Karakterisasi Sengon (Paraserianthes falcataria L.
Nielsen) Hasil Mutasi Radiasi Sinar Gamma. Dibimbing oleh ULFAH JUNIARTI
SIREGAR dan N SRI HARTATI.
Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) termasuk ke dalam famili
Fabaceae dan merupakan tanaman asli Indonesia. Sengon merupakan tanaman
yang memiliki pertumbuhan cepat (fast growing species), mudah dibudidaya, dan
memiliki nilai ekonomis tinggi. Mutasi adalah proses perubahan struktur genetik
yang terjadi pada suatu organisme. Perubahan genetik akibat mutasi dapat
menghasilkan sifat yang baru dan meningkatkan keragaman genetik yang dapat
digunakan untuk pemuliaan tanaman. Beberapa mutasi buatan terbukti telah
menghasilkan individu baru yang unggul. Salah satu mutasi buatan yang umum
digunakan adalah dengan menggunakan radiasi sinar gamma.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi sengon hasil
mutasi radiasi sinar gamma dengan dosis 0, 5, 10, dan 15 krad yang berumur 9

tahun berdasarkan bentuk morfologi, kerapatan kayu, ketahanan terhadap penyakit,
dan secara molekuler. Karakter pertumbuhan yang diamati adalah diameter,
tinggi, volume, tinggi bebas cabang (TBC), kelurusan batang (KB), cabang
permanen (CP), jumlah cabang, panjang tajuk, kerapatan kayu, dan ketahanan
terhadap karat puru. Hasil pengukuran dianalisis menggunakan uji non-parametrik
Kruskall-Wallis dan analisa multivariat. Berdasarkan bentuk morfologi kemudian
dilakukan pemilihan kandidat pohon plus. Analisis molekuler dilakukan
menggunakan penanda mikrosatelit berbasis PCR.
Nilai rata-rata semua parameter tanaman hasil radiasi tidak berbeda
signifikan dengan tanaman kontrol. Tetapi terdapat beberapa individu mutan yang
memiliki karakter lebih baik dibandingkan yang lainnya. Dosis 5 krad memliki
kedekatan dengan karakteristik cabang permanen dan kelurusan batang. Dosis 15
krad cenderung memiliki ciri karakteristik volume, diameter, tinggi, dan tajuk
yang cenderung tinggi dan dosis 10 krad cenderung memiliki karakteristik jumlah
cabang yang tinggi. Nilai rata-rata kerapatan kayu tanaman hasil radiasi juga tidak
berbeda nyata dengan kontrol, namun nilai terbesar terdapat pada dosis 10 krad.
Individu kandidat pohon plus terpilih yaitu individu dengan nomor lapang 5.07,
K1, 15.27, 5.09, dan 15 NN. Analisis molekuler dengan penanda mikrosatelit
menunjukkan bahwa mutasi terjadi secara acak dan mampu meningkatkan
keragaman genetik populasi. Nilai He kontrol sebesar 0.486, dosis 5 krad 0.628,

dosis 10 krad 0.496 dan dosis 15 krad sebesar 0.593.
Kata kunci: karakterisasi, mutasi, mikrosatelit, pemuliaan, sengon.

SUMMARY
ROISATUZ ZAKIYAH. Characterization of Sengon (Paraserianthes falcataria
L. Nielsen) Gamma Radiation Mutation Results. Supervised by ULFAH
JUNIARTI SIREGAR and N SRI HARTATI.
Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nelsen) belongs to Fabaceae family
and an indigenous to Indonesia. Sengon is fast growing tree species, easily
cultivated, and has high economic value. Mutation is a process of change in the
genetic structure of particular organism. Genetic changes due to mutation can
produce new characteristic and increase genetic diversity, which will be utilized
for improvement program. Several artificial mutation programs have proved to
produce new superior individual. One common artificial mutation used is gamma
radiation.
This study aimed to characterize 9 years old gamma irradiated sengon trees,
with doses 0, 5, 10, and 15 krad based on its morphological characters, wood
density, resistant to diseases and molecular analysis. The observed parameters
were tree diameter, height, volume, clear bole height, stem straightness,
permanent branch, number of branches, canopy length, wood density and

resistance to gall rust disease. Data was analyzed by Kruskall-Wallis nonparametric test and multivariate analysis. Based on morphological characters
mutants were selected for superior tree candidates. Molecular analysis utilized
PCR-based microsatellite marker.
Average values of all parameters of mutant lines does not differ
significantly from control trees, however some individuals have better
morphological characters than others. Mutant lines with 5 krad dose have close
association with permanent branch and stem straightness, 15 krad dose with
volume, diameter, height and crown length, while 10 krad with number of
branches. Average wood density of mutant lines did not differ significantly from
control either, with highest value belonged to 10 krad dose. Selected superior tree
candidates were individuals with number 5.07, K1, 15.27, and 15 NN. Molecular
analysis using microsatellite markers indicated that mutation happened randomly
and could increase the population genetic diversity. He value of control, 5 krad,
10 krad, and 15 krad irradiated trees were 0.486, 0.682, 0.496, and 0.593,
respectively.
Keywords: breeding, characterization, mutation, microsatelite, sengon.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISASI SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen)
HASIL MUTASI RADIASI SINAR GAMMA

ROISATUZ ZAKIYAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2017

Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Supriyanto.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ini ialah
pemuliaan tanaman, dengan judul Karakterisasi Sengon (Paraserianthes
falcataria L. Nielsen) Hasil Mutasi Radiasi Sinar Gamma.
Ucapan Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Ulfah Juniarti,
MAgr dan Ibu Dr Dra N Sri Hartati MSi selaku komisi pembimbing, Dr Ir
Supriyanto selaku penguji luar komisi dan Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS
selaku ketua sidang yang telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada
penulis. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Mas Opik dan Bapak Mawi
beserta staf Laboratorium Genetika Molekuler dan Modifikasi Jalur Biosintesis
Tanaman Mbak Anidah dan Mbak Dewi dari Laboratorium Bioteknologi
SEAMEO-BIOTROP, yang telah membantu penulis selama penelitian.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Umi serta

Adik dan Kakak tercinta atas segala doa dan kasih sayangnya. Terimakasih
penulis ucapkan kepada Anggi Pangestu, April, Christine, Karina, Iqbal, Nofika,
Fitri, Ria, Adi dan teman seperjuangan Sinergi-2014 yang telah memberikan
semangat dan bantuannya selama penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2017
Roisatuz Zakiyah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3
3

2 METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Prosedur dan Analisis Data

3

3
3
4

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Karakter Morfologi
Analisis Kerapatan Kayu
Analisis Molekuler

11
11
22
24

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

30
30

30

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

44

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Skor tingkat serangan penyakit
Skoring kandidat pohon plus
Susunan pereaksi PCR mikrosatelit
Tahapan dan kondisi PCR
Urutan basa 5 primer mikrosatelit sengon
Rata-rata tinggi, diameter, dan volume sengon mutan hasil radiasi sinar
gamma 12
Rata-rata TBC, KB, dan CP sengon mutan hasil radiasi sinar gamma
Rata-rata jumlah cabang dan panjang tajuk sengon mutan hasil radiasi
sinar gamma
Frekuensi sebaran nilai diameter sengon mutan hasil radiasi sinar gamma
Frekuensi sebaran nilai volume sengon mutan hasil radiasi sinar gamma
Intensitas dan luas serangan penyakit karat puru sengon mutan hasil
radiasi sinar gamma
Hasil pengamatan dan pengukuran karakter morfologi pohon plus dan
pohon pembanding sengon mutan hasil radiasi sinar gamma
Hasil skoring beberapa parameter pada kandidat pohon plus
Rata-rata nilai kerapatan kayu sengon mutan hasil radiasi sinar gamma
Data biner hasil skoring sengon mutan
Nilai Na dan Ne pada tiap primer yang digunakan
Keragaman genetik sengon mutan hasil radiasi sinar gamma

6
7
9
9
9

12
14
18
18
20
21
22
23
25
26
27

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Layout penanaman sengon di lapangan
Cara skoring DNA Mikosatelit
Pohon sengon mutan hasil radiasi kontrol (A), dosis 5 krad (B), dosis 10
krad (C), dan dosis 15 krad (D)
Hasil analisis PCA pada delapan variabel yang diamati dalam penelitian
sengon hasil radiasi sinar gamma
Hasil analisis BIPLOT pada delapan variabel yang diamati dalam
penelitian sengon hasil radiasi sinar gamma
Pohon sengon mutan hasil radiasi sinar gamma kode 15.149 di lapangan
(A dan B)
Sampel kayu untuk analisis kerapatan kontrol (A), dosis 5 krad (B), dosis
10 krad (C), dan dosis 15 krad (D)
Hasil amplifikasi primer pafa 04 (A) dan pafa08 (B)
Dendogram individu sengon mutan hasil radiasi sinar gamma

4
11
13
15
16
19
23
24
29

DAFTAR LAMPIRAN
1 Alat dan bahan penelitian
2 Matriks jarak genetik sengon
3 Matriks hasil analisis PCA pada 8 parameter morfologi

37
39
43

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan kayu di Indonesia saat ini semakin meningkat. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 produksi kayu untuk memenuhi
bahan baku industri meningkat sebesar 50.437 juta m3 pada tahun 2013,
dibandingkan tahun 2012 sebesar 49.258 juta m3 dan 47.429 juta m3 pada tahun
2011. Sumbangan terbesar produksi kayu diberikan oleh hutan tanaman sebesar
29.67 juta m3. Angka ini juga meningkat dibanding tahun 2012 sebesar 26.17 juta
m3. Pemanfaatan kayu tidak hanya digunakan sebagai bahan bangunan, melainkan
dimanfaatkan sebagai bahan furnitur, aneka kerajinan, industri kertas dan kayu
lapis. Para pengusaha industri perkayuan mulai mengembangkan beragam jenis
tanaman yang memiliki nilai investasi tinggi. Umumnya, jenis tanaman yang
dipilih adalah yang memiliki pertumbuhan cepat, kualitas kayu bagus, minim
perawatan, dan tahan terhadap hama dan penyakit. Sengon merupakan salah satu
jenis tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan.
Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) termasuk ke dalam famili
Fabaceae dan merupakan tanaman asli Indonesia yang tersebar di pulau Jawa,
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya (Santoso 1992). Sengon
merupakan tanaman yang memiliki pertumbuhan cepat (fast growing species).
Kelebihan lain dari sengon yaitu mudah dibudidaya dan memiliki nilai ekonomis
tinggi. Sengon merupakan kayu pertukangan yang tergolong ke dalam kelas awet
IV–V dan kelas kuat IV–V (Anggraeni & Lelana 2011). Sengon dapat digunakan
pada industri kertas karena memiliki kadar selulosa tinggi dan kadar lignin yang
rendah. Sengon juga dapat digunakan pada kegiatan rehabilitasi lahan pasca
tambang karena memiliki bintil akar yang berfungsi untuk mengikat nitrogen (N)
secara langsung dari udara sehingga memiliki adaptasi yang baik pada tanah
tambang yang marginal. Sengon termasuk ke dalam jenis pionir yang mampu
tumbuh di lahan terbuka dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi. Sengon
memiliki daun yang mudah terdekomposisi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
serasah dan dapat menciptakan siklus unsur hara tertutup.
Mutasi adalah proses perubahan struktur genetik yang terjadi pada suatu
organisme. Hasil mutasi akan menimbulkan gen baru dan meningkatkan
keragaman genetik yang dapat digunakan untuk pemuliaan tanaman. Beberapa
mutasi buatan terbukti telah menghasilkan individu baru yang unggul. Salah satu
mutasi buatan yang umum digunakan adalah dengan menggunakan radiasi sinar
gamma untuk perbaikan mutu benih dan bibit serta untuk meningkatkan
keragaman genetik. Induksi mutasi dapat memperluas keragaman genetik dan
dapat dilakukan dalam waktu yang relatif lebih singkat (Kendarini 2006).
Radiasi sinar gamma adalah sinar yang dipancarkan dari isotop radioaktif
yang memiliki daya tembus lebih kuat dibandingkan sinar X. Efek radiasi Sinar
gamma dapat menyebabkan perubahan genetik di dalam sel somatik dan
menyebabkan terjadinya perubahan fenotip. Hutami et al. (2006) menyatakan
bahwa keragaman somaklonal tanaman disebabkan karena adanya sel-sel yang
bermutasi. Mutasi dapat terjadi pada setiap tahap perkembangan organisme.
Crowder (2006) menyatakan bahwa dosis radiasi berbanding lurus dengan

2
frekuensi mutasi. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa dosis radiasi yang
rendah mampu meningkatkan mutu bibit dan benih serta memperbaiki
pertumbuhan tanaman. Sebaliknya, dosis yang tinggi dapat menyebabkan
kematian (lethal) pada tanaman. Hasil penelitian Zanzibar (2008) menunjukkan
bahwa dosis radiasi sinar gamma sebesar 5 Gy yang diberikan pada benih suren
(Toona sureni) mampu meningkatkan volume batang bibit suren umur 6 bulan
sebesar 600% dibandingkan dengan kontrol, peningkatan tinggi sebesar 300% dan
diameter sebesar 200%. Pemuliaan mutasi sangat potensial dilakukan pada jenisjenis tanaman kehutanan untuk meningkatkan keragaman pada jenis-jenis yang
memiliki keragaman sempit atau untuk mendapatkan tanaman yang memiliki
adaptasi terhadap kondisi lingkungan dan meningkatkan produktivitas.
Keragaman genetik sengon hasil mutasi sangat penting diketahui untuk
seleksi individu pada kegiatan pemuliaan. Untuk membuktikannya maka
dilakukan penelitian molekuler dengan bantuan penanda genetik. Penanda genetik
merupakan teknologi molekuler yang digunakan untuk menduga keragaman
genetik dalam satu atau antar populasi. Weising et al. (2005) menyatakan bahwa
terdapat beberapa penanda genetik yang telah digunakan dalam menduga
keragaman genetik suatu populasi yaitu isoenzim dengan analisis allozyme,
restriction fragment length polymorphism (RFLP), random amplified polymorphic
DNA (RAPD), simple sequence repeat (SSR), resistance gene analog
polymorphism (RGAP), sequence related amplified polymorphism (SRAP), target
region amplification polymorphism (TRAP) dan amplified fragment length
polymorphism (AFLP). Penelitian ini menggunakan penanda genetik simple
sequence repeat (SSR) atau yang biasa disebut mikrosatelit.
Weising et al. (2005) menyatakan bahwa mikrosatelit memiliki beberapa
karakteristik yaitu: tingkat polimorfisme yang tinggi, kodominan (mampu
membedakan homozigot dan heterozigot), dan diwariskan mengikuti hukum
Mendel. Mikrosatelit merupakan penanda yang berbasis PCR, sehingga
membutuhkan primer. Primer mikrosatelit memiliki spesifikasi untuk setiap jenis
tanaman karena urutan basa yang mengapit mikrosatelit berbeda-beda pada setiap
spesies.
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya,
yaitu mutasi untuk menyeleksi ketahanan sengon pada tanah bekas tambang.
Hasilnya menunjukkan bahwa benih sengon yang diradiasi dengan dosis 5 dan 15
krad memiliki daya adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan sengon hasil
radiasi dengan dosis yang lainnya (Sudarmonowati et al. 2009). Sengon tersebut
selanjutnya dipindahkan ke lapangan dan saat ini telah berumur 9 tahun. Saat ini
pertumbuhan dan karakter morfologi sengon tersebut belum diketahui. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan karakter morfologi dari sengon
hasil mutasi serta mengetahui keragaman genetiknya secara molekuler. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk kegiatan pemuliaan pohon sengon
untuk seleksi genotip dan fenotip unggul.
Perumusan Masalah
Radiasi sinar gamma yang diberikan pada tanaman bersifat acak. Tanaman
mutan hasil radiasi akan memiliki keragaman yang tinggi yang dapat dilihat

3
secara morfologi atau dengan bantuan penanda molekuler. Penelitian ini
dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana perubahan bentuk morfologi sengon hasil mutasi radiasi sinar
gamma?
2. Bagaimana perubahan kerapatan kayu sengon hasil mutasi radiasi sinar
gamma?
3. Bagaimana keragaman genetik sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkarakterisasi morfologi sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma
2. Menganalisis kerapatan kayu sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma
3. Mengidentifikasi keragaman genetik sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma
dengan marka molekuler

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat seperti:
1. Memberikan informasi mengenai karakteristik morfologi sengon hasil mutasi
radiasi sinar gamma yang dapat digunakan untuk pemilihan pohon unggul
2. Memberikan informasi mengenai kerapatan sengon hasil mutasi radiasi sinar
gamma
3. Memberikan informasi mengenai keragaman genetik sengon hasil mutasi radiasi
sinar gamma

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari–Oktober 2016. Penelitian
ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu pengamatan morfologi dan
pembungaan pohon sengon di Kebun Plasma Nutfah-Pusat Penelitian
Bioteknologi-LIPI), tahap kedua yaitu analisis kerapatan kayu sengon, dan tahap
ketiga yaitu analisis molekuler yang dilakukan di Common Laboratory SEAMEO
BIOTROP.
Alat dan Bahan
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan
sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma umur 9 tahun. Bahan yang digunakan
dalam ekstraksi DNA adalah Cholorofom: octanol (24:1), etanol 75%, Buffer
CTAB, mercaptoetanol, dan etanol absolut. Pada proses PCR bahan yang
digunakan adalah DNA template, primer Mikrosatelit F&R, dan KOD Plus dari
TOYOBO. Proses visualisasi DNA menggunakan bahan-bahan agarose 1%, SFR

4
Agarose 3% , buffer TAE (tris-acetic-EDTA), gel red (SYBR safe DNA gel stain),
dan loading dye.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
hagahypsometer,pita ukur, bor riap (increament borer), binokuler, alat ekstraksi
DNA, mesin PCR, Kodak Gel Logic, dan alat untuk elektroforesis. Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat secara lengkap pada lampiran 1.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya
yang telah dilakukan oleh tim peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI.
Sudarmonowati et al. (2009) menginformasikan bahwa benih sengon yang
diradiasi berasal dari Perhutani KPH Kediri. Dosis radiasi yang diberikan yaitu 0,
5, 10, 15, dan 20 krad pada penelitian pendahuluan untuk mengetahui dosis lethal.
Selanjutnya, benih sengon diradiasi kembali dengan dosis 0, 5, dan 15 krad. Benih
sengon hasil radiasi yang kedua ditanam di dalam polibag dengan media tanah
bekas tambang dan kompos. Pemeliharaan tanaman dilakukan selama 3 bulan di
rumah kaca di Pusat-Penelitian Bioteknologi-LIPI. Bibit yang mampu tumbuh
setelah 3 bulan di rumah kaca dipindahkan ke lapangan yaitu Kebun Plasma
Nutfah Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI.
Penanaman di lapangan dilakukan pada jarak tanam 3 m x 3 m. Saat ini
sengon hasil radiasi sudah berumur 9 tahun, maka dilakukan pengamatan kembali
untuk melihat karakter morfologi, kerapatan kayu dan analisis molekuler untuk
mengetahui keragaman genetiknya. Total pohon yang tumbuh di lapangan saat ini
adalah sebanyak 52 pohon. Layout atau pola penanaman di lapangan dapat dilihat
pada Gambar 1.
K

X

X

X

X

K

X

X

K

X

D5

D5

X

D5

X

X

X

X

X

D15

D5

D10

D10

X

D10

X

D10

D10

X

D10

D15

X

D15

D15

D15

D15

D15

K

K

K

X

K

K

K

X

X

X

X

D5

D5

D5

D5

D5

D5

D5

D5

D5

D5

D5

X

D5

D5

D5

D5

D5

D5

X

D15

D15

X

X

D15

X

D15

X

X

D15

X

D15

X

D15

X

D15

D15

X

X

X

X

X

X

Keterangan: K: Kontrol, D5: Dosis radiasi 5 krad, D10: Dosis radiasi 10 krad, D15: Dosis
radiasi 15 krad, X: Tidak ada pohon

Gambar 1 Layout penanaman sengon di lapangan
1. Penilaian Karakter Morfologi Pohon
Karakter morfologi adalah bagian sifat penting yang mempengaruhi kualitas
kayu dan banyak dikendalikan oleh genetik dan lingkungan serta berhubungan

5

a.

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

dengan peningkatan nilai tambah (nilai ekonomi). Karakter penting untuk kayu
pertukangan berdasarkan ICWRMIP-CWMBC (2013) yaitu: volume pohon,
diameter batang, tinggi pohon, batang bebas cabang, kelurusan batang, cabang
permanen, permukaan batang, dan cacat kayu.
Diameter batang
Diameter merupakan hasil dari proses pertumbuhan sekunder yang terjadi
pada tanaman. Pengukuran diameter dilakukan untuk melihat dimensi dari
suatu pohon. Nilai diameter juga dapat digunakan untuk menduga volume
pohon. Pengukuran dilakukan pada posisi DBH (diameter breast height).
Tinggi Pohon
Pengukuran tinggi pohon dilakukan dari pangkal batang sampai ujung titik
tumbuh.
Volume pohon
Volume adalah besaran tiga dimensi dari suatu benda yang besarnya
dinyatakan dalam satuan kubik yang didapatkan dari hasil perkalian satuan
dasar panjang (Sadono et al. 2009). Perhitungan volume didasarkan pada nilai
tinggi dan diameter pohon sampel yang ada di lapangan. Angka bentuk yang
digunakan untuk menduga volume pohon adalah sebesar 0.74 (Susila 2011).
Tinggi bebas cabang (TBC)
TBC merupakan salah satu sifat pada pohon yang dipengaruhi oleh faktor
genetik dan memiliki korelasi positif dengan bentuk percabangan dan
kemampuan pruning alami. TBC merupakan sifat yang berpengaruh terhadap
prediksi hasil volume kayu batang. Sifat batang bebas cabang diukur mulai dari
pangkal sampai posisi cabang pertama.
Kelurusan batang
Karakter kelurusan batang merupakan kontributor utama faktor genetik yang
sangat kuat. Kelurusan batang tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas kayu,
tetapi juga berpengaruh terhadap nilai volume batang. Pengukuran dimulai
dari pangkal batang hingga ditemukan gejala (tanda-tanda) kebengkokan atau
batang lebih dari satu.
Cabang permanen
Cabang permanen adalah cabang-cabang yang tidak akan runtuh selama
periode pertumbuhan berikutnya, dan berpengaruh terhadap kualitas batang
pohon yaitu berupa cacat mata kayu. Cabang permanen memiliki ukuran
diameternya >30% diameter batang pada tempat kedudukannya. Pengukuran
cabang permanen ini dimulai dari pangkal batang sampai kedudukan cabang
permanen.
Tajuk
Pengukuran tajuk dilakukan untuk menentukan luas tajuk yang berhubungan
dengan penutupan tajuk. Pengukuran tajuk dilakukan dengan mengukur tajuk
terpanjang dan terpendek menggunakan alat bantu pita ukur (Wijayanto &
Nurunnajah 2012).
Jumlah cabang
Pengukuran jumlah cabang dilakukan pada semua pohon dengan menghitung
secara manual jumlah cabang pada tiap pohon.

6
2. Perhitungan intensitas dan luas serangan hama dan penyakit
Intensitas serangan penyakit yang terjadi dihitung menggunakan rumus
menurut Laksono et al. (2010):
IS = ∑(ni x vi) X 100 %
NxV
Keterangan:
IS
= Intesitas serangan (%)
ni
= Banyak tanaman yang diamati dengan skor ke-i
vi
= Skor tanaman ke-i
N
= Total tanaman yang diamati
V
= Skor serangan tertinggi
Skor tingkat serangan berdasarkan gejala yang ditunjukkan terdapat pada Tabel 1:
Tabel 1 Skor tingkat serangan menurut Triyogo & Widyastuti (2012):
Gejala serangan
Skor
Sehat (tidak ada gejala dan tanda serangan)
0
Terserang ringan (0–25 %)
1
Terserang sedang ( 26–50 %)
2
Terserang berat ( >50 %)
3
Mati
4
3. Pembungaan
Pembungan merupakan fase awal terjadinya proses reproduksi pada
tanaman. Proses pembungaan dipengaruhi oleh faktor internal yaitu genetik dan
fitohormon serta faktor lingkungan seperti intensitas cahaya matahari dan unsur
hara. Pengamatan pembungaan dilakukan secara periodik setiap satu bulan sekali.
4. Analisis Kerapatan Kayu
Kerapatan adalah perbandingan antara massa atau berat benda terhadap
volumenya. Uji kerapatan dilakukan pada posisi DBH (diameter breast height).
Jumlah pohon sampel yang digunakan untuk uji kerapatan sebanyak 5 pohon tiap
dosisnya. Sampel kayu untuk mengukur kerapatan memiliki diameter + 1 cm yang
diambil pada kedalaman + 20 cm dengan menggunakan bantuan bor riap
(increment borer). Sampel yang telah didapatkan selanjutnya dibungkus
menggunakan alumunium foil dan plastik kemudian segera dibawa ke
laboratorium untuk ditimbang dan diukur volumenya. Kerapatan kayu ditentukan
berdasarkan perbandingan berat volume dari sampel kayu.

7
Nilai kerapatan kayu dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut
(Suhaya & Erningtyas 2005):
ρ = BKU
VKU

Keterangan:
ρ
= Kerapatan kayu (g cm-3)
BKU = Berat contoh uji kondisi kering udara (g)
VKU = Volume contoh uji kondisi kering udara (cm-3)
5. Seleksi pohon plus
Pemilihan pohon plus dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan
ICWRMIP-CWMBC (2013). Kandidat pohon plus ditentukan dengan memilih
pohon fenotip terbaik dan letak pohon tidak berada paling luar (pinggir batas).
Metode penilaian dilakukan dengan sistem pohon pembanding, yaitu untuk setiap
kandidat pohon plus terpilih dibandingkan dengan 5 pohon terdekat.
Tabel 2 Skoring kandidat pohon plus
Karakter/ sifat penting
Diameter (dbh)

Bobot
30

Tinggi total

20

Tinggi bebas cabang (TBC)

15

Cabang permanen

10

Kelurusan batang (KB)

10

Kebulatan batang

5

Cacat lain

5

Skor
5
7
17
25
30
4
12
16
18
20
3
6
9
12
15
1
2
4
6
8
10
10
7
5
3
5
3
0
5
0

Indikator
< 105% = 5
105–110% = 7
111–115% = 17
116–120% = 25
>120% = 30
121% = 20
66% dari tinggi tota = 15
76% dari tinggi total = 10
Lurus dari bawah sampai pucuk = 10
Lurus dari bawah sampai 75% = 7
Lurus dari bawah sampai 50% = 5
Lurus dari bawah sampai 25% = 3
Bulat = 5
Agak bulat = 3
Benjol/tidak beraturan = 0
Tidak cacat = 5
Cacat = 0

8
6. Analisis Molekuler

a. Persiapan bahan tanaman
Sampel yang digunakan pada penelitian berasal dari daun yang masih muda.
Sampel yang telah diambil kemudian dimasukkan ke dalam plastik. Pengangkutan
dari lokasi pengambilan sampel menuju laboratorium dilakukan pada kondisi
dingin. Cara penyimpanan sampel di laboratoium adalah diletakkan di dalam
freezer dan hanya dikeluarkan dari freezer pada saat ekstraksi DNA. Total sampel
yang digunakan pada analisis molekuler sebanyak 44 sampel.
b. Ekstraksi DNA
Prosedur isolasi DNA menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl
ammonium bromide). Daun dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Sampel
daun yang digunakan sebanyak 4–6 helai yang digerus menggunakan nitrogen cair.
Sampel yang sudah dihaluskan ditambahkan dengan 500 µL bufer CTAB yang
telah ditambahkan dengan mercaptoetanol 0.2 %. Sampel diinkubasi selama 30
menit pada suhu 65 oC. Selama proses inkubasi setiap 15 menit sekali sampel
dihomogenkan dengan cara dikocok perlahan. Setelah inkubasi sampel
didinginkan dalam suhu ruang selama + 5 menit. Selanjutnya, ditambahkan
dengan 600 µL larutan chloroform: octanol (24:1), selanjutnya disentrifugasi pada
kecepatan 12 000 rpm suhu 4 oC selama 10 menit. Lapisan paling atas atau
supernatan diambil dan dipindahkan ke tube baru menggunakan pipet mikro
sebanyak + 350 µL. Selanjutnya ditambahkan 100 µL aquadest dan 600 µL
choloroform octanol ke dalam tube cairan supernatan. Selanjutnya disentrifugasi
pada kecepatan 12 000 rpm suhu 4 oC selama 10 menit. Setelah sentrifugasi
lapisan atas dipindahkan kembali ke tube baru. Hasil sentrifugasi yang terakhir
diambil supernatan (lapisan paling atas) dan ditambahkan 1 mL etanol absolut,
kemudian disimpan di freezer selama 24 jam (over night).
Campuran yang telah disimpan dalam freezer selanjutnya di sentrifugasi
pada kecepatan 12 000 rpm suhu 4 oC selama 10 menit. Proses pencucian DNA
dilakukan dengan menambahkan pelet DNA dengan 400 µL etanol 75 %.
Kemudian disentrifugasi kembali pada kecepatan 12 000 rpm suhu 4 oC selama 12
menit. Pelet DNA yang ada di dasar tube dikeringkan pada suhu ruang selama + 1
jam. Selanjutnya ditambahkan 50 µL RNAse free water. DNA dielektroforesis
pada agarose 1% untuk mengetahui kualitasnya.
c. Uji Kualitas DNA
Uji kualitas DNA dilakukan dengan membuat gel agarose terlebih dahulu.
Gel agarose 1% (b/v) dibuat dengan mencampurkan 0.3 g agarose dan 30 mL
bufer TAE 1 kali dalam tabung erlenmeyer. Larutan agarose dipanaskan di dalam
microwave selama 2 menit hingga larutan menjadi bening. Setelah itu, larutan
ditambahkan 3 µL gel red dan didinginkan pada suhu ruang. DNA template yang
digunakan sebanyak 3 µL dan dicampurkan dengan 1 µL loading dye.
Elektroforesis dilakukan pada tegangan 100 volt selama 30 menit. Hasil
elektroforesis kemudian difoto dengan kodak gel logic 200.

9
d. Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan Primer Mikrosatelit
Bahan utama yang diperlukan untuk mendapatkan fragmen mikrosatelit
melalui teknik PCR disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Susunan pereaksi PCR mikrosatelit
No Pereaksi
1
10x Buffer for KOD-Plus (TOYOBO)
2
2mM dNTPs
KOD-Plus- (1.0 U/μl)
3
4
Primer Forward 1 µM
5
Primer Reverse 1 µM
6
Template DNA
Volume akhir

Volume
12.5 µL
5.00 µL
0.50 µL
2.00 µL
2.00 µL
3.00 µL
25.00 µL

Satu kali reaksi dalam proses ini digunakan untuk satu sampel dalam
microtube 0.2 mL. Campuran tersebut dihomogenkan menggunakan vortex
selama 2–5 detik lalu dilakukan proses PCR. Tahapan PCR disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Tahapan dan kondisi reaksi PCR
Tahapan
Suhu (oC)
Pre-denaturasi
95
Denaturasi
95
Annealing
52-58
Extension
72
Post-extension
72

Waktu (menit)
15
0.5
0.5
1.30
7

Jumlah siklus
1
35
35
35
1

Primer mikrosatelit yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 5
pasang yaitu pafa 04, pafa 05, pafa 06, pafa 08, dan pafa 10. Informasi dari
masing-masing primer disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Urutan basa 5 primer mikrosatelit sengon dalam penelitian ini.
Lokus
Sekuen primer (5’- 3’)
Motif
berulang
Pafa 04

F: (VIC) CTACACAAATTACCACATGC
R: GGGATTATAAAGGAGACCATTGTGGTG
Pafa 05 F: (FAM) TACCGAATTACTTAGTGCAG
R: ATTAATAGCTTCTGACCGAAG
Pafa 06 F: (FAM) TGCGAATTCCTTATCTGAAC
R: GAGTATTATTTCCCAAAGTGGTGAGGG
Pafa 08 F: (PET) AAGTCAGCTGTAAGTCATTG
R: GAGCAGAGAAAAAGCTGATG
Pafa 10 F: (NED) ACGAGTACCCCGTTATTTTG
R: TGTGGTAATTGCAGTGTTAG
Sumber: Saito et al. (2005) dalam Saito et al. (2014)

(CT)5(AT)6
(AC)9
(AC)13
(AC)13
(ATG)12

Ukuran
produk
(bp)
66
56
94
16
37
93
119
17
9
92

Ta
(oC)
58
52
54
54
54

10
e. Visualissi dengan Elektroforesis Gel Super Fine Resolution (SFR) Agarose
Hasil PCR dengan primer mikrosatelit divisualisasikan dengan
elektroforesis. Tahap pertama dalam proses elektroforesis gel agarose SFR
adalah menganalisis produk hasil PCR sebelumnya untuk mengetahui kualitas
DNA nya. Elektroforesis menggunakan gel agarose 1% (b/v) sebanyak 5 µL
selama 30 menit pada tegangan 75 V untuk mengetahui keberhasilan proses
amplifikasi DNA. Produk PCR yang telah teramplifikasi selanjutnya dilakukan
elektroforesis menggunakan gel agarose SFR 3% untuk menghasilkan pita DNA
yang lebih jelas dan hasilnya dapat digunakan untuk skoring.
Pembuatan gel agarose SFR 3% yaitu dengan mencampurkan 2.1 g
agarose SFR dan 70 mL bufer TAE 1 kali. Larutan tersebut kemudian
dipanaskan dalam microwave selama 2 menit. Setelah larutan tercampur
kemudian ditambahkan 10 µL gel red (SYBR safe DNA gel stain) sebelum
dituangkan ke dalam cetakan. DNA hasil produk PCR sebanyak 10 µL
dimasukkan ke dalam sumur dalam cetakan elektroforesis. Elektroforesis
dilakukan selama 1 jam pada tegangan 115 V. Pita DNA didokumentasikan
dengan menggunakan alat kodak gel logic 200. Tahap selanjutnya adalah skoring
pita DNA. Data skoring dianalisis dengan menggunakan program POPGENE 32
versi 1.31 untuk menghitung keragaman genetik dan jarak genetik sedangkan
software Darwin 6 digunakan untuk melihat dendogram hubungan kekerabatan
serta software GenAlex 6.3 untuk menduga beberapa variabel keragaman genetik
seperti presentase lokus polimorfik (PLP), jumlah alel efektif (ne), jumlah alel
teramati (na), heterozigositas harapan (He).
Analisis Data
Analisis karakter morfologi dengan uji Kruskall-Wallis
Penelitian ini menggunakan uji non-parametrik Kruskall-Wallis untuk
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Data morfologi
yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan diolah dengan menggunakan
software XLSTAT 2014.
Mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati,
digunakan nilai sig dengan taraf nyata 90% untuk pengujiannya, jika:
a. Nilai sig > α (0.10) maka perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap parameter yang diuji
b. Nilai sig < α (0.10) maka perlakuan memberikan pengaruh yang nyata
terhadap parameter yang diuji, lalu dilanjutkan dengan uji Dunn.
Analisis distribusi frekuensi diameter dan volume
Distribusi atau sebaran frekuensi adalah susunan data menurut kelas
interval tertentu berdasarkan kategori tertentu dalam sebuah daftar (Hasan 2001).
Langkah-langkah menganalisis distribusi frekuensi adalah sebagai berikut:
1. Mengurutkan data terkecil ke data yang terbesar
2. Menentukan wilayah data tersebut
3. Menentukan banyaknya kelas (k). banyaknya kelas dapat ditentukan dengan
rumus:

11

4.
5.
6.

k = 1 + 3.3 log n
keterangan: k: banyaknya kelas, n: banyaknya data
Menentukan lebar kelas dengan membagi wilayah data dengan banyaknya
kelas.
Menentukan limit bawah kelas bagi selang kelas pertama dan batas bawah
kelasnya.
Menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas.

Analisis data molekuler
Analisis keragaman genetik dilakukan berdasarkan hasil skoring produk
PCR yang telah dielektroforesis dan didokumentasikan. Skoring DNA untuk
setiap penanda genetik berbeda-beda. Gambar 2 menunjukkan cara skoring DNA
pada penanda primer mikrosatelit. Jika terdapat dua pita yang muncul maka
genotip tersebut dinilai 12 sesuai dengan alel yang ditemukan. Pita DNA yang
paling dekat dengan sumur gel dinilai 1 sedangkan pita dibawahnya dinilai 2. Jika
hanya satu pita saja yang muncul maka genotipe tersebut dinilai 11 atau 22.
Lokus
1

2

3

Individu
4
5
7

1
12

2
22

3
11

4
12

8

9

10

8
12

9
11

10
12

L-1
Lokus
L-1

Individu
5
7
22
12

Gambar 2 Cara skoring DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Karakter Morfologi
Analisis uji non-parametrik Kruskall-Wallis merupakan metode analisis
data yang tidak mementingkan rancangan dalam percobaan. Hasil uji KruskallWallis menunjukkan bahwa dosis radiasi yang diberikan pada tanaman sengon
tidak memberikan pengaruh yang nyata karena nilai signifikansi semua parameter
lebih besar dari 0.10. Uji lanjut Dunn dilakukan untuk mengetahui perbedaan
signifikan antara perlakuan dosis yang diberikan dengan kontrol berdasarkan nilai
rata-rata. Hasil uji Dunn (Tabel 6 dan 7) menunjukkan nilai rata-rata parameter
tinggi, diameter, dan volume pada berbagai dosis radiasi tidak berbeda signifikan
dengan kontrol.

12
Tabel 6 Rata-rata tinggi, diameter, dan volume sengon mutan hasil radiasi sinar
gamma
Dosis
(krad)
0
5
10
15

Nilai rata-rata beberapa parameter sengon mutan hasil radiasi sinar
gamma yang diuji
Tinggi (m)
Diameter (cm)
Volume (m3)
28.33+ 2.0866 a
27.36+ 3.3914 a
1.56+ 0.4589 a
28.65+ 1.1788 a
29.20+ 2.2757 a
1.64+ 0.2639 a
26.28+ 3.3521 a
23.04+ 4.3976 a
1.19+ 0.5745 a
29.84+ 1.3266 a
33.49+ 2.6587 a
2.16+ 0.3468 a

Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh
nyata terhadap parameter yang diuji

Tabel 7 Rata-rata TBC, KB, dan CP sengon mutan hasil radiasi sinar gamma
Dosis(krad)
0
5
10
15

TBC (m)
14.56+ 2.5103 a
14.62+ 1.9655 a
12.93+ 2.5644 a
12.31+ 1.5605 a

KB (m)
10.67+ 2.7538 a
9.02+ 1.3134 a
6.93+ 1.4977 a
6.97+ 1.2794 a

CP (m)
14.83+ 2.2142 a
16.27+ 1.8459 a
14.14+ 2.2192 a
14.06+ 1.6850 a

Keterangan: - TBC : Tinggi bebas cabang; KB : Kelurusan batang; CP : Cabang permanen
-Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh
nyata terhadap parameter yang diuji

Nilai rata-rata (Tabel 6 dan 7) menunjukkan bahwa pada setiap parameter
terjadi peningkatan nilai rata-rata dari nilai tanaman kontrol ke perlakuan dosis 5
krad, kemudian menurun pada dosis 10 krad dan meningkat kembali pada dosis
15 krad. Dosis 15 krad memiliki nila rata-rata tertinggi untuk tinggi, diameter dan
volume. Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 6 menunjukkan dosis radiasi yang
diberikan mempengaruhi perubahan yang terjadi pada mutan. Menurut
Bhikuningputro (1976) perubahan-perubahan morfologi, fisiologi, dan genetik
mulai dan baru terjadi pada dosis penyinaran 20 krad dan pada dosis 40–50 krad
epikotil dan daun tanaman tidak tumbuh dan kemudian mati. Radiasi benih
menggunakan dosis yang tinggi mengganggu sintesis protein, keseimbangan
hormon, pertukaran gas, pertukaran air dan aktifitas enzim yang memicu
gangguan terhadap morfologi dan fisiologi tanaman serta dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Hameed et al. 2008).
Dosis 5 krad memiliki nilai rata-rata paling tinggi untuk TBC dan CP (Tabel
7), sedangkan untuk KB nilai rata-rata tertinggi pada kontrol. Berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya oleh Sudarmonowati et al. (2009) terhadap tanaman yang
sama saat tanaman berumur 1 bulan di rumah kaca, dosis 5 krad memiliki
pertambahan tinggi 1.03 kali dan diameter 0.88 kali dibandingkan kontrol. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pada saat umur 1 bulan sengon hasil radiasi
memiliki pebedaan kecepatan pertumbuhan dengan sengon kontrol. Dosis 5 krad
menimbulkan performa pertumbuhan terbaik dibandingkan dengan dosis lainnya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya mutan antara lain adalah dosis
radiasi yang diberikan. Dosis radiasi yang rendah mampu meningkatkan mutu
bibit dan pertumbuhan bibit. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian lain yang
menunjukkan bahwa pada dosis rendah menunjukkan performa terbaik pada jenis
Pinus hartwegii oleh Andreu et al. (2012) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan

13
tinggi bibit pinus terbaik diperoleh pada perlakuan dosis 2 Gy dan menurun pada
dosis yang lebih tinggi. Zanzibar et al. (2015) juga melakukan penelitian terhadap
bibit tembesu (Fragraea fragrans) umur 8 bulan dan hasilnya menunjukkan
bahwa pada dosis 5–30 Gy menyebabkan pertumbuhan tinggi dan diameter
meningkat, namun pertumbuhan bibit menurun pada dosis di atas 60 Gy.

A

B

C

D

Gambar 3 Pohon sengon mutan hasil radiasi dosis 0 (A), dosis 5 krad (B), dosis
10 krad (C), dan dosis 15 krad (D)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada saat ditanam di lapangan,
pertumbuhan bibit sengon hasil radiasi secara umum tidak berbeda jauh dengan
kontrol (Gambar 3) meskipun terdapat beberapa individu pertumbuhannya lebih
baik dibanding kontrol. Pada dosis 5 krad memiliki rata-rata tinggi sebesar 28.65
m dan tanaman kontrolnya sebesar 28.33 m (Tabel 6). Berbeda dengan hasil
penelitian ini, penelitian lainnya yang menggunakan radiasi sinar gamma pada
tanaman kehutanan hingga ke tahap penanaman di lapangan telah dilakukan oleh
Zanzibar (2015) pada jenis jati Malabar dari tahap kalus (invitro) hingga umur 8
tahun dengan dosis 2.5–30 Gy. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian radiasi
sinar gamma mampu meningkatkan produktivitas. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pertumbuhan jati di lapangan memiliki diameter sebesar 32
cm dan tinggi 19 m (jati lokal hanya memiliki diameter 16 cm, tinggi 13.6 m).
Kondisi lingkungan kemungkinan menjadi faktor tidak adanya perbedaan
pertumbuhan antara tanaman sengon yang diberi perlakuan radiasi dengan kontrol
yang ditanam di lapangan. Penelitian sebelumnya oleh Sudarmonowati et al.
(2009) pada tanaman yang sama telah dilakukan seleksi individu yang tahan
terhadap tanah tambang menggunakan media tanah bekas tambang dan media
campuran kompos, sedangkan saat ini sengon hasil radiasi tersebut tidak ditanam
pada tanah bekas tambang melainkan di tanah biasa yang kesuburannya lebih baik.
Tanah di daerah CSC-BG LIPI termasuk ke dalam jenis Latosol Merah Kuning
dengan pH 4.5–6 merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan sengon
(Hartati & Priadi 2014). Perbedaan media tanam juga menjadi faktor yang
menyebabkan tidak adanya perbedaan antara kontrol dengan individu sengon hasil

14
radiasi. Pertumbuhan suatu pohon dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor
genetik. Besarnya nilai pertumbuhan suatu tanaman ditentukan oleh adanya
interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan tempat tumbuhan
tersebut tumbuh (Marjenah 2004). Karakter morfologi seperti tinggi, diameter,
dan batang bebas cabang merupakan karakteristik yang dikendalikan oleh gen dan
sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Hardiyanto et al. 2007). Tidak munculnya
perubahan morfologi yang signifikan pada tanaman hasil radiasi kemungkinan
disebabkan karena sifat fenotipik tidak terekspresikan. Widiastusi et al. (2013)
menyatakan bahwa perubahan genetik yang terjadi akibat radiasi dapat terlihat
secara fenotipik tetapi juga dapat tidak terekspresikan
Tajuk dan Jumlah cabang
Hasil uji Dunn pada parameter jumlah cabang dan panjang tajuk (Tabel 8)
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap dosis radiasi yang diberikan.
Jumlah cabang pohon berbanding lurus dengan dosis radiasi yang diberikan.
Dosis yang lebih tinggi menghasilkan jumlah cabang yang lebih banyak
dibandingkan dosis yang rendah (Tabel 8). Nilai rata-rata panjang tajuk pohon
sengon hasil radiasi sinar gamma tidak memberikan perbedaan yang nyata pada
setiap dosis radiasi (Tabel 8). Berbeda dengan nilai rata-rata jumlah cabang, nilai
rata-rata tajuk tidak berbanding lurus dengan dosis radiasi yang diberikan. Ratarata tajuk terendah terdapat pada dosis 10 krad, sedangkan rata-rata tajuk tertinggi
terdapat pada dosis 15 krad. Dosis 15 krad memiliki jumlah cabang terbanyak dan
nilai rata-rata tajuk tertinggi dibandingkan dosis lainnya (Tabel 8).
Tabel 8 Rata-rata jumlah cabang dan panjang tajuk sengon mutan hasil radiasi
sinar gamma
Dosis
Nilai rata-rata jumlah cabang dan panjang tajuk
(krad)
Jumlah cabang
Panjang tajuk (m)
0
6.00 + 0.9969a
2.47 + 0.4648a
5
6.00 + 0.7763a
2.66 + 0.2157a
10
7.00 + 1.2724a
2.36 + 0.4422a
15
7.00 + 0.7890a
3.34 + 0.3148a
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh
nyata terhadap parameter yang diuji

Perlakuan radiasi yang diberikan pada tanaman kemungkinan dapat
merubah sifat percabangan. Sebagai contoh pemberian radiasi pada tanaman hias
umumnya bertujuan untuk memodifikasi tipe percabangannya. Hasil penelitian
Dewi & Dwimahyani (2013) tentang radiasi sinar gamma yang diberikan pada
tanaman kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis) menunjukkan bahwa pada dosis
radiasi 10–20 Gy menimbulkan pertumbuhan tanaman yang kerdil dan terjadi
penurunan jumlah cabang. Pertumbuhan cabang pada pohon umumnya tidak
diharapakan karena akan menghasilkan mata kayu. Mata kayu merupakan salah
satu cacat kayu yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap kekuatan kayu
(Bahtiar 2005).
Luas tajuk pohon berbanding lurus dengan pertambahan tinggi dan
diameternya. Pohon sengon hasil radiasi sinar gamma pada penelitian ini memiliki

15
tajuk yang luas dan rapat sehingga banyak tajuk yang saling bertumpukan antar
pohon yang berbeda. Dosis 15 krad memiliki panjang tajuk yang lebih tinggi
dibandingkan dengan dosis radiasi lainnya (Tabel 8). Hasil penelitian Purwati &
Hariyono (2010) juga menunjukkan dosis radiasi yang tinggi (200 Gy)
menyebabkan pertambahan lebar kanopi tanaman jarak pagar dibandingkan pada
dosis yang lebih rendah (100–150 Gy). Tajuk pohon yang luas akan meningkatkan
proses fotosintesis yang terjadi pada pohon tersebut sehingga pertumbuhannya
juga semakin cepat. Tajuk melalui proses fotosintesis akan menyediakan
karbohidrat untuk akar, sedangkan akar menyerap air dan hara dari dalam tanah
untuk memenuhi kebutuhan tajuk (Wijayanto & Araujo 2011).
Analisis PCA (Principal Component Analysis)
Analisis PCA bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel yang
digunakan dalam penelitian secara bersamaan. Analisis PCA merupakan salah
satu bagian yang terdapat dalam analisis multivariant. Analisis multivariant
merupakan metode analisis data yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
variabel tak bebas berdasarkan lebih dari satu variabel bebas yang mempengaruhi
(Supranto 2004).
TBC

KB

0,50

Second Component (39.5%)

CP

0,25

0,00

tajuk
T
D
V

-0,25
JC

-0,50
-0,3

-0,2

-0,1

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

First Component (50.5%)

Keterangan: TBC (tinggi bebas cabang); KB (kelurusan batang); CP (cabang permanen); T
(tinggi); D (diameter); V (volume); JC (jumlah cabang).

Gambar 4 Hasil analisis PCA pada delapan variabel yang diamati dalam penelitian
sengon hasil radiasi sinar gamma
Hasil analisis PCA (Gambar 4) menunjukkan keragaman yang dapat
diterangkan oleh first component (komponen pertama) sebesar 50.5% dan second
component (komponen kedua) sebesar 39.5%, sehingga secara keseluruhan
keragaman yang dapat dijelaskan oleh kedua komponen tersebut sebesar 90%.
Komponen yang dipilih merupakan kombinasi linear dari peubah yang diamati.
Informasi yang terkandung pada first component (komponen pertama) dan second

16
component (komponen kedua) merupakan gabungan dari semua peubah dengan
bobot tertentu yang memiliki ragam paling besar dan memuat informasi paling
banyak (Matjjik & Sumertajaya 2011).
Hubungan diantara variabel dapat dilihat dari sudut yang terbentuk
diantara variabel, semakin kecil sudut yang terbentuk maka semakin kuat
hubungan diantara variabel. Variabel V, D, T, dan Tajuk memiliki hubungan yang
kuat bila dibandingkan dengan variabel yang lain. Begitu juga antara CP, KB, dan
TBC memiliki hubungan yang kuat, sedangkan JC memiliki hubungan yang
berlawanan arah dengan variabel lainnya. Variabel yang memiliki hubungan kuat
artinya karakter tersebut memiliki kesamaan pada setiap jenis sengon pada
berbagai dosis hasil radiasi sinar gamma. Hal ini dapat diartikan bahwa variabel
yang memiliki hubungan kuat tersebut dapat dipilih salah satu saja untuk melihat
perbedaan dari pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan sengon.
Sebaliknya, variabel yang tidak memiliki hubungan yang kuat contohnya JC
dengan CP dan D dapat dijadikan variabel utama untuk melihat perbedaan dari
pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan sengon.
Analisis BIPLOT
Analisis BIPLOT digunakan untuk mengetahui variabel apa yang paling
mencirikan pada tiap dosis radiasi yang digunakan dalam penelitian ini.
Karakteristik sengon hasil radiasi sinar gamma dapat dicirikan dari posisi terdekat
titik dengan variabel yang diamati.
2

TBC

Kontrol
KB

Second Component (39.5%)

CP

5 krad

1

0

tajuk
T
D

10 krad

V

-1
JC

15 krad

-2
-3

-2

-1
0
First Component (50.5%)

1

2

Keterangan: TBC (tinggi bebas cabang); KB (kelurusan batang); CP (cabang permanen); T
(tinggi); D (diameter); V (volume); JC (jumlah cabang).

Gambar 5 Hasil analisis BIPLOT pada delapan variabel yang diamati dalam
penelitian sengon hasil radiasi sinar gamma
Gambar 5 menunjukkan kontrol memiliki ciri karakteristik TBC dan KB
yang tinggi. Dosis 5 krad memliki kedekatan dengan karakteristik CP dan KB.

17
Tanaman dosis radiasi 15 krad cenderung memiliki ciri karakteristik V, D, T dan
tajuk yang cenderung tinggi dan dosis radiasi 10 krad cenderung memiliki
karakteristik JC yang tinggi. Berdasarkan Gambar 5 diketahui sengon hasil radiasi
dosis 10 krad terletak berlawanan arah dengan semua variabel kecuali variabel
jumlah cabang. Artinya sengon hasil radiasi dosis 10 krad memiliki nilai lebih
rendah pada tujuh variabel tersebut.
Hasil dari Gambar 5 menunjukkan bahwa dosis 5 krad memiliki
karakteristik yang lebih beragam. Karakter tinggi dan diameter menjadi sifat
penting pada kayu pertukangan karena berkaitan dengan volume pohon. Pohon
sengon hasil radiasi sinar gamma dosis 5 dan 15 krad yang memiliki karakter
unggul yang dapat dipilih untuk dibudidayakan. Perubahan yang terjadi akibat
mutasi dapat diwariskan kepada keturunannya sehingga apabila dibudidaya
kemungkinan besar akan menghasilkan keturunan yang sama dengan induknya.
Produksi Buah Pohon Sengon Mutan Hasil Radiasi Sinar Gamma
Pengamatan pembuangaan dilakukan mulai bulan Februari–Januari.
Pengamatan terakhir yang dilakukan pada bulan januari ditemukan pohon sengon
mutan hasil radiasi yang telah berbuah sebanyak 32 individu dari total individu
yang diamati sebanyak 52 individu. Radiasi sinar gamma memberikan respon
pembuahan yang berbeda-beda pada setiap jenis tanaman. Hasil penelitian
Purwati & Hariyono (2010) pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas.L)
menunjukkan bahwa tanaman hasil radiasi sinar gamma yang telah berbunga lebih
dari 33% sedangkan kontrolnya hanya 16%. Penelitian lainnya menyatakan bahwa
radiasi sinar gamma menyebabkan tanaman Acacia mangium generasi M1
berumur 7 tahun yang dapat berbuah hanya 7 individu dan 91 individu dianggap
steril karena tidak mampu menghasilkan bunga dan buah (Yunus 2016).
Seleksi Pohon Sengon Hasil Radiasi Berdasarkan Diameter dan Volume
Penggunaan teknologi radiasi sinar gamma untuk pemuliaan tidak dapat
diprediksi hasilnya karena mutasi yang dihasilkan dari radiasi sinar gamma
bersifat acak. Individu yang diradiasi dengan dosis yang sama belum tentu
memiliki karakter yang sama pula. Res