Deteksi Sebaran Ikan Demersal Berdasarkan Analisa Backscattering Volume di Perairan Pulau Gebe, Halmahera Tengah

DETEKSI SEBARAN IKAN DEMERSAL
BERDASARKAN ANALISA BACKSCATTERING VOLUME
DI PERAIRAN PULAU GEBE, HALMAHERA TENGAH

R. IRFAN ISTIQOM PERDANA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Sebaran Ikan Demersal
Berdasarkan Analisa Backscattering Volume di Perairan Pulau Gebe, Halmahera Tengah adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

R. Irfan Istiqom Perdana
NIM C54080064 

ABSTRAK
R. IRFAN ISTIQOM PERDANA. Deteksi Sebaran Ikan Demersal Berdasarkan
Analisa Backscattering Volume di Perairan Pulau Gebe, Halmahera Tengah.
Dibimbing oleh SRI PUJIYATI dan SULISTIONO.
Hidroakustik merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengetahui
potensi sumberdaya ikan demersal. Analisa Backscattering Volume dilakukan
untuk mendapatkan pendugaan sebaran ikan demersal pada suatu area perairan.
Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Gebe, Halmahera Tengah, Maluku
Utara. Perekaman data dilakukan dengan menggunakan perangkat akustik
Biosonic, sedangkan pengolahan data dilakukan dalam perangkat lunak Echoview
4.8. Perairan Pulau Gebe merupakan perairan dalam yang dilalui oleh Arus Lintas
Indonesia (Arlindo) dengan paparan yang curam. Kemunculan gerombolan ikan
demersal berskala kecil hampir merata di sepanjang jalur perekaman data. Secara
umum pada bulan Februari banyak ditemukan gerombolan ikan demersal berskala
kecil pada waktu pagi hingga sore hari. Beberapa gerombolan ikan demersal

berskala besar ditemukan pada perairan dekat pesisir selatan Pulau Gebe.
Kata kunci: ikan demersal, hidroakustik, backscattering volume (SV).

ABSTRACT
R. IRFAN ISTIQOM PERDANA. Detection of Demersal Fish Distribution Based
on Backscattering Volume Analyzes in Gebe Island Waters, Central Halmahera.
Supervised by SRI PUJIYATI and SULISTIONO.
Hydroacoustics is a method that can be used to find out the potential
demersal fish resources. Backscattering Volume analysis is done to get a
prediction on a distribution of demersal fish area waters. This research was
conducted in the waters of The Gebe Island of Central Halmahera, North Maluku.
Recording of data is done using acoustic devices Biosonic, while data processing
done in Echoview 3.0. Gebe Island waters are deep water crossed by Arus Lintas
Indonesia (Arlindo) which flows of cross-Indonesia with steep slope. The
emergence of small scale demersal fish schooling almost equal along the path of
the recording data. Generaly in February small-scale demersal fish schooling
found in the morning until the afternoon. However, large scale of demersal fish
schooling mostly discovered on waters near Gebe Island's southern coast.
Keywords: demersal fish, hydroacoustics, backscattering volume (SV).


DETEKSI SEBARAN IKAN DEMERSAL
BERDASARKAN ANALISA BACKSCATTERING VOLUME
DI PERAIRAN PULAU GEBE, HALMAHERA TENGAH

R. IRFAN ISTIQOM PERDANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Deteksi Sebaran Ikan Demersal Berdasarkan Analisa
Backscattering Volume di Perairan Pulau Gebe, Halmahera Tengah

Nama
: R. Irfan Istiqom Perdana
NIM
: C54080064

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si
Pembimbing I

Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: 01 Agustus 2013


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur atas rahmat dan karunia yang telah Allah SWT
limpahkan sehingga skripsi dengan judul Deteksi Sebaran Ikan Demersal
Berdasarkan Analisa Backscattering Volume di Perairan Pulau Gebe,
Halmahera Tengah ini telah berhasil penulis selesaikan.
Terselesaikanya skripsi ini bukanlah atas usaha penulis sendiri, melainkan
atas bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dengan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta atas segala kasih sayang, do’a, dukungan, dan
segalanya yang telah diberikan;
2. Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si sebagai Pembimbing Utama dan Dr. Ir.
Sulistiono, M.Sc sebagai Pembimbing Anggota yang telah memberikan
arahan, bimbingan dan dukungan;
3. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc, Asep Mamun S.Pi, Williandi Setiawan
M.Si, dan Sri Ratih Deswati M.Si yang telah memberi masukan dan
dukungan;
4. Keluarga besar ITK 45 atas dukungan moril dan kebersamaanya baik
suka maupun duka.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat positif. Terimakasih.


Bogor, Juni 2013
R. Irfan Istiqom Perdana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

METODE

3

Waktu dan Lokasi Penelitian

3

Instrumen Penelitian

3

Metode Perekaman Data Akustik

4


Pengolahan dan Analisa Data Akustik

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Profil Batimetri Perairan Sekitar Pulau Gebe

7

Kemunculan SV Terhadap Rentang Threshold

8

Sebaran SV Secara Horizontal

10


Sebaran Rerata SV Berdasarkan Selang Kelas Kedalaman

10

Sebaran SV Berdasarkan Waktu

12

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18


DAFTAR PUSTAKA

19

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1 Ikan-ikan utama yang termasuk kelompok ikan demersal

12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

6
7
8
9
10
11
12
13

Peta lokasi dan jalur pengambilan data
Proses echo-integration dalam Echoview 4.8
Diagram alir pengolahan dan analisa data
Profil batimetri sekitar Pulau Gebe
Grafik kemunculan SV terhadap rentang threshold
Sebaran horizontal SV
Grafik sebaran vertikal SV
Grafik sebaran SV terhadap waktu
Grafik sebaran SV terhadap waktu Hari Pertama
Grafik sebaran SV terhadap waktu Hari Kedua
Grafik sebaran SV terhadap waktu Hari Ketiga
Grafik sebaran SV terhadap waktu Hari Keempat
Grafik sebaran SV terhadap waktu Hari Kelima

3
4
6
7
8
9
11
13
14
15
16
17
18

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah laut Indonesia sangat luas hingga melebihi dari wilayah daratanya.
Terdapat berbagai sumberdaya baik hayati maupun non-hayati yang melimpah di
dalamnya. Namun, belum semua sumberdaya yang ada di laut Indonesia diketahui
dan dimanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya terbarukan laut
Indonesia yang hingga kini masih menjadi produksi utama adalah sumberdaya
perikanan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia
masih menemui berbagai kendala, karena luasnya laut Indonesia serta persebaran
sumberdaya perikanan yang tidak merata yang mempengaruhi perbedaan
produktifitas di tiap wilayah. Mengatasi hal ini, maka dibutuhkan sistem informasi
yang akurat mengenai sumberdaya perikanan tersebut. Sehingga dapat dikelola
secara optimal, efisien, dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Potensi sumberdaya perikanan berdasarkan ruang terbagi atas demersal
dan pelagis. Berdasarkan asosiasi organisme terhadap lingkunganya, Nybakken
(1992) membagi laut menjadi dua zonasi, yaitu zona bentik (berasosiasi dengan
dasar laut / ikan demersal) dan zona pelagis (berasosiasi dengan kolom air / ikan
pelagis). Ikan demersal itu sendiri jika dilihat dari segi ekologinya merupakan
jenis ikan yang hidup di lapisan dekat dasar dan dasar perairan (Aoyama, 1973
dalam Pujiyati, 2008). Sumberdaya ikan demersal merupakan salah satu potensi
yang dimiliki oleh laut Indonesia dalam sumberdaya perikanan secara umum,
meskipun saat ini produksi ikan pelagis lebih populer dibandingkan dengan ikan
demersal. Sumberdaya pelagis lebih populer untuk dimanfaatkan daripada
demersal karena ikan pelagis memiliki sifat-sifat yang lebih memudahkan
manusia untuk menangkapnya. Ikan pelagis hidupnya cenderung bergerombol dan
berada di kolom perairan sehingga mudah dideteksi dan ditangkap khususnya
untuk tujuan eksplorasi. Sementara itu, ikan demersal berada di dasar perairan
yang membentuk kelompok / gerombolan kecil, serta bahkan beberapa
diantaranya hidup secara soliter sehingga sulit dideteksi. Selain itu beragamnya
bentuk dasar jenis substrat dan kedalaman Laut Indonesia mengakibatkan
kelimpahan ikan demersal di setiap wilayah perairan berbeda. Kurangnya
informasi ini di sisi lain juga dapat mengakibatkan penangkapan berlebih terhadap
beberapa jenis ikan demersal yang dapat berakibat kepunahan di suatu wilayah
perairan, mengingat sifat sebagian besar ikan demersal yang cenderung menetap
dan memiliki daerah ruaya yang sempit serta memiliki kecepatan pertumbuhan
yang rendah. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap (2007) dalam
Saputra et al (2008) menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya demersal di
Samudera Hindia sudah mencapai tangkap jenuh (full exploited).
Perairan Pulau Gebe merupakan perairan yang berada di Laut Halmahera,
dan termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku
Utara. Pulau ini terletak memanjang dari Barat Laut ke Tenggara dengan luasan
sekitar 224 km². Secara geografis, Pulau Gebe letaknya sangat jauh dari Ibukota
Provinsi Maluku Utara, karena pulau ini relatif berada di ujung dan berbatasan
langsung dengan Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. Secara ekologis, Pulau

2
Gebe memiliki ketersediaan sumberdaya pesisir yang cukup besar dan sangat
berpotensi. Gebe memiliki prasarana yang cukup lengkap peninggalan dari PT.
ANTAM yang melakukan kegiatan eksploitasi nikel sejak tahun 1979 hingga
2003 (Samad, 2004).
Metode yang aman serta efisien untuk mendapatkan informasi yang tepat
mengenai ikan demersal adalah metode hidroakustik. Akustik adalah teori tentang
gelombang suara dan perambatannya di dalam suatu medium (dalam hal ini air,
maka disebut dengan hidroakustik). Hidroakustik merupakan teknologi yang
dapat digunakan untuk mendeteksi sumberdaya hayati dan nonhayati secara lebih
akurat, cepat, dalam jangkauan yang luas, tidak mengganggu biota dan tidak
merusak lingkungan (Fauziyah dan Jaya, 2010). Sistem akustik terbagi menjadi
dua, yaitu echosounder yang berupa sistem pancar vertikal dan SONAR (Sound
Navigation and Ranging) yang merupakan sistem pancar horizontal (Burcynsky,
1982). Dalam penerapanya di bidang perikanan, sistem yang digunakan adalah
echosounder. Metode ini dapat dinyatakan untuk menduga keberadaan populasi
ikan (Mitson, 1983). McLennan dan Simmonds (2005) menyatakan data
hidroakustik merupakan data hasil estimasi echo counting dan echo integration
melalui proses pendeteksian bawah air. Berbagai penerapan metode akustik dapat
dilakukan dalam bidang perikanan, seperti studi tingkah laku dan migrasi ikan,
identifikasi ikan, budidaya ikan, acoustic driving and concentrating, biotelemetry
system, dan fish caller (Sachoemar, 1992 dalam Brown, 1998). Dalam McLennan
dan Simmonds (2005) dinyatakan bahwa Kimura (1929) merupakan orang
pertama yang sukses melakukan percobaan deteksi akustik terhadap ikan. Kimura
melakukan percobaanya tersebut pada kolam budidaya ikan dengan menempatkan
sebuah transmitter dan sebuah receiver yang terpisah di dua sudut pada satu sisi
kolam menghadap secara horizontal yang mana letaknya dekat dengan permukaan
kolam. Dalam percobaanya ini Kimura menemukan bahwa ikan terdeteksi oleh
fluktuasi dari transmisi sinyal yang disebabkan oleh pergerakan ikan. Menurut
MacLennan dan Simmonds (1992), tingkat ketelitian sistem hidroakustik sangat
tinggi sehingga sangat tepat digunakan untuk menduga kelimpahan ikan di suatu
perairan. Hingga saat ini telah banyak penelitian hidroakustik yang dilakukan
untuk mendeteksi ikan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis sebaran spasial ikan demersal di perairan sekitar Pulau
Gebe.
2. Menganalisis sebaran temporal ikan demersal di perairan sekitar Pulau
Gebe.

3

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengambilan data akustik telah dilakukan di Perairan Pulau Gebe,
Halmahera Tengah, Maluku Utara pada tanggal 11 hingga 15 Februari 2012 yang
dilakukan oleh tim Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
(LPPM) IPB. Pengambilan data dilakukan sepanjang lintasan pada jalur yang
telah ditentukan, mengelilingi Pulau Gebe dan di sekitar Pulau Uta dan Pulau Yoi.
Jalur pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 1. Pengolahan data hasil
perekaman dilakukan di Laboratorium Akustik Kelautan, Bagian Akustik dan
Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

Gambar 1. Peta lokasi dan jalur pengambilan data
Instrumen Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian baik perangkat keras maupun
lunak yang meliputi pengambilan data dan pengolahan serta analisis data adalah
sebagai berikut:
a. Perangkat Split Beam Echosounder:
- BioSonics DT-4X Digital Scientific Echosounder (Surface Unit)
- Digital Split Beam Transducer dengan frekuensi 201 kHz
- Sensor Digital Global Positioning System (DGPS)

4
Seperangkat Personal Computer (PC) sebagai display (BioSonics
Visual Acquisition)
b. Seperangkat Personal Computer (PC);
c. Perangkat lunak analisis data:
- Echoview 4.8
- Microsoft Excel 2007
- Mathematic Laboratory (Matlab)
- Surfer 9.0
-

Metode Perekaman Data Akustik
Pada penelitian ini data akustik direkam dengan menggunakan perangkat
split beam BioSonics DT-4X Digital Scientific Echosounder dengan frekuensi 201
kHz. Panjang pulsa yang ditransmisikan adalah 0,50 ms, sedangkan ping rate
sebesar 5 ping/detik.
Pengolahan dan Analisa Data Akustik
Data yang telah direkam oleh BioSonics DT-4X Digital Scientific
Echosounder dan telah disimpan dalam hard-disk dengan extensi *dt4 kemudian
divisualisasi ke dalam perangkat lunak Echoview 4.8. Dalam perangkat lunak ini
selanjutnya data dikelompokkan dalam satuan ESDU (Elementary Sampling
Distance Unit) yang kemudian dilakukan echo-integration pada masing-masing
ESDU. Namun sebelumnya, dilakukan beberapa pengaturan dalam Variable
Properties pada perangkat lunak Echoview 4.8 serta penentuan ketebalan lapisan
perairan pada dasar perairan yang akan dilakukan echo-integration. Proses
pengaturan Variable Properties hingga echo-integration dapat dilihat pada
Gambar 2.
Data dibuka dalam Echoview 4.8

Kalibrasi
- Absorbtion
coefficient;
- Sound speed;
- Frekuensi;
- Parameter
lingkungan (suhu,
salinitas, pH);
- Kedalaman.

Pengaturan

Digitasi Line dasar
perairan

- Rentang threshold;
- Ping number grid

- Line dasar perairan;
- Line . 2;
- Line lima meter di
atas line . 2.

Threshold dan Grid

Echo-integration

Gambar 2. Proses echo-integration dalam Echoview 4.8
Echo-integration merupakan sarana untuk memperkirakan jumlah ikan
dalam beam akustik, sehinga dapat diketahui apakah sinyal yang diterima terjadi
tumpang tindih echo (Maclennan dan Simmonds, 1992). Kalibrasi sebelum
integrasi dalam perangkat lunak Echoview 4.8 disesuaikan dengan keadaan lapang

5
ketika dilakukan perekaman data akustik. Data yang diperoleh dari penelitian ini
adalah sebanyak 350.950 ping (jika dibagi menurut satuan ping) dengan SL
(Source Level) sebesar 222,00 dB. Kemudian data tersebut dikelompokkan dalam
7.020 ESDU yang mana dalam satu luasan echo-integration ESDU terdapat 50
ping. Jarak antara tiap satu ESDU dan ESDU sesudahnya adalah 35,89 m.
Wilayah dalam satu ESDU dibatasi oleh grid ping number secara vertical dan dua
line / garis horizontal yang telah ditentukan sebelumnya sebagai pembatas kolom
perairan dekat dengan dasar yang akan diintegrasi. Kedua garis tersebut
merupakan garis yang sama persis dengan garis hasil digitasi dasar perairan, yang
mana mengikuti kontur dasar perairan. Kolom yang akan diintegrasi memiliki
jarak R terhadap dasar perairan, dimana jarak R diperoleh dari:
R =
Dimana:
- R
- C
- τ



2 ……………………………………………………… (1)

= jarak terdekat antara target dengan transduser (meter);
= cepat rambat suara dalam medium air (1541,66 m/s);
= lamanya waktu ketika echo diterima oleh transduser setelah
pulsa dipancarkan (0,0005 s).

Garis pertama terletak 0,39 m di atas dasar perairan yang berfungsi untuk
meminimalisir kemungkinan overlap ikan demersal ketika dilakukan echointegration, yaitu keadaan dimana ikan demersal menempel dengan dasar perairan
sehingga sulit untuk dibedakan, sedangkan garis kedua adalah garis yang berada
lima meter di atas garis pertama. Di antara kedua garis ini kemudian membentuk
kolom dasar perairan yang memanjang mengikuti kontur dasar perairan. Rentang
threshold yang digunakan pada saat dilakukan echo-integration yaitu -60,00
hingga -24,00 dB.
Data hasil integrasi kemudian disortir dalam Microsoft Excel 2007 sesuai
dengan rentang threshold pada saat dilakukan integrasi. Penyortiran dilakukan
untuk menyingkirkan data yang memiliki nilai SV di luar dari rentang threshold,
sehingga data yang diperoleh setelah penyortiran menjadi 1.474 ESDU. Besarnya
penurunan jumlah data setelah penyortiran ini disebabkan oleh banyak data yang
memang memiliki nilai SV lebih kecil dari -60,00 dB yaitu batas minimum
rentang threshold. Informasi yang digunakan dari data tersortir tersebut antara lain
adalah waktu (tanggal dan jam), Ping, Sv mean, NASC, rerata kedalaman, dan
titik koordinat. Urutan pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai
Scattering Volume menunjukan nilai pantulan dari target suatu kelompok ikan
yang terdeteksi. Semakin besar nilai SV maka kemungkinan pengelompokan
target semakin besar dan sebaliknya (Mamun, 2009).
Echo-integration (Echoview 4.8)
Sortir berdasarkan Threshold (Microsoft Excel 2007)
Visualisasi (Microsoft Excel 2007, Matlab dan Surfer 9.0)

Gambar 3. Diagram alir pengolahan dan analisa data

6
Penetapan kedalaman dasar perairan untuk mengetahui sebaran SV
berdasarkan selang kelas kedalaman, maka digunakan rumus sebagai berikut
untuk mengetahui selang kelasnya (Nasoetion dan Barizi, 1985 dalam Pujiyati,
2008):
n = 1 + 3,3 log ( ∑ y ) ……………………………………………. (2)
Dimana:
- n
= Selang kelas kedalaman (m);
- ∑ y = Jumlah data.
Hasil penggunaan rumus di atas maka diketahui selang kelas yang
digunakan adalah 11,46 m.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Batimetri Perairan Sekitar Pulau Gebe
Perairan di sekitar Pulau Gebe rata-rata memiliki kedalaman yang cukup
dalam. Hal ini dikarenakan pulau ini masih termasuk dalam Laut Halmahera yang
dilewati oleh Arlindo (Arus Lintas Indonesia), yang mana arus ini menyebabkan
kecilnya proses sedimentasi. Selain itu, di Laut Halmahera merupakan laut yang
dilewati oleh dua massa air yang berasal dari Pasifik Selatan dan aliran massa air
dari Laut Maluku yang berasal dari Pasifik Utara (Hadikusumah, 2010).

Gambar 4. Profil batimetri sekitar Pulau Gebe
Gambar 4 menunjukkan profil batimetri perairan di sekitar Pulau Gebe.
Gambar tersebut merupakan visualisasi dari hasil interpolasi peta batimetri yang
didapat dari Dishidros TNI AL. Berdasarkan profil batimetri tersebut dapat dilihat
bahwa pesisir barat Pulau Gebe memiliki kemiringan yang tergolong landai, yang
mana semakin menjauhi pesisir kedalamanya semakin meningkat hingga
mencapai lebih dari 1000 m. Berbeda dengan pesisir timurnya yang terlihat
memiliki kemiringan yang curam namun kedalaman terdalamnya hanya mencapai
300 m, yang mana perairan ini berada di antara Pulau Gebe dan Pulau Yoi.
Sedangkan secara umum daerah pesisir Pulau Yoi, Pulau Uta, dan Pulau Kapaleo
memiliki kemiringan dasar perairan yang landai.

8
Kemunculan SV Terhadap Rentang Threshold
Rentang nilai SV dari hasil integrasi menunjukkan nilai terendah adalah
-60,00 dB dan nilai tertingginya adalah -39,97 dB. Gambar 5 menunjukkan
sebaran frekuensi kemunculan SV dalam rentang 3,00 dB. Sebaran kemunculan
SV cenderung menurun ketika rentang threshold ada pada desibel yang lebih
besar. Pada gambar bahwa diperoleh nilai terbanyak pada rentang threshold
minimum A (-60,00 hingga -57,00 dB) dengan jumlah kemunculan mencapai 976
kali. Pada rentang threshold maksimum G (-42,00 hingga -39,00 dB) hanya
terdapat dua kali kemunculan nilai SV. Terjadi perbedaan yang tidak terlalu
signifikan pada selang D (-51,00 hingga -48,00 dB); E (-48,00 hingga -45,00 dB);
F (-45,00 hingga -42,00 dB); dan G (-42,00 hingga -39,00 dB). Rendahnya
kemunculan SV pada selang D, E, F, G tersebut berasal dari gerombolan ikan
yang berukuran besar. Adapun simpangan baku atau standar deviasi yang
diperoleh dari selang SV adalah 2,16. Nilai SV pada selang A memiliki frekuensi
yang tinggi,hal ini menunjukkan bahwa perairan tersebut banyak dihuni oleh
gerombolan ikan yang berukuran kecil.
1000

976

KETERANGAN :
A : (-60) hingga (-57)
B : >(-57) hingga (-54)
C : >(-54) hingga (-51)
D : >(-51) hingga (-48)
E : >(-48) hingga (-45)
F : >(-45) hingga (-42)
G : >(-42) hingga (-39)

900

Jumlah Kemunculan SV

800
700
600
500

431

400
300
200
100

44

0
A

B

11

6

C
D
E
Rentang Threshold

6

2

F

G

Gambar 5. Grafik kemunculan SV terhadap rentang threshold

9
Sebaran SV Secara Horizontal
Sebaran SV secara horizontal ditampilkan sesuai dengan jalur pengambilan
data. Gambar 6 menunjukkan bahwa SV pada selang -60,00 hingga -57,00 dB
kemunculanya hampir merata di sepanjang jalur lintasan. Sebagian besar SV pada
selang ini ditemukan pada perairan berkedalaman 140 m. Namun sebaliknya
gerombolan yang berukuran besar hanya ditemukan pada titik-titik tertentu dan
umumnya berada di dekat pantai.

Gambar 6. Sebaran horizontal SV
Gerombolan ikan yang berukuran besar banyak terdeteksi pada daerah dekat
pantai bagian selatan Pulau Gebe. Sebaran ikan demersal umumnya menyesuaikan
dengan tipe dasar perairan. Menurut Lowe dan McConnell (1987) bahwa jenis
dasar perairan memiliki peranan penting dalam mengendalikan distribusi ikan
demersal, karena tipe substrat mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup di
dasar perairan seperti invertebrata yang juga penting sebagai makanan ikan.
Longhurst dan Pauly (1987) menjelaskan secara luas bahwa pada perairan Filipina,
Maluku, Maluku, dan Barat Semenanjung Papua persebaran karang merata
sepanjang paparan yang sempit dan substrat berlumpur terisolasi pada daerah
teluk, sedangkan sisanya adalah pasir karbonat dan coralline algae. Secara umum
kondisi substrat pada perairan yang dekat dengan pantai ini adalah lumpur, karang
dan pasir sesuai dengan hasil pengamatan tim Pusat Studi Kewilayahan dan
Lingkungan Bogor tahun 2002 dalam Samad (2004) disebutkan bahwa terdapat
lima zona utama yang membentuk ekosistem pesisir Pulau Gebe yaitu : zona

10
bakau, rataan terumbu (reef flat), tengah terumbu (reef middle), terumbu (reef
margin), dan zona tubir (reef slope). Kemunculan gerombolan ikan besar yang
berada di daerah dekat dengan pantai di selatan Pulau Gebe dipengaruhi oleh jenis
substrat daerah itu sendiri. Menurut Samad (2004) bahwa penutupan hutan
mangrove alami dan karang banyak terdapat di pesisir bagian selatan pulau,
sedangkan pantai bagian utara didominasi oleh pasir putih dan fringing reef,
kerikil dan batu. Hutan mangrove alami dan penutupan karang pada bagian
selatan pesisir Pulau Gebe ini menyebabkan substrat pada daerah ini berupa
lumpur dan karang-pasir. Selain itu, ekosistem terumbu karang juga
memungkinkan sebagai tempat berkumpulnya ikan, karena ekosistem karang
merupakan tempat berasosiasi berbagai organisme sebagai tempat berlindung,
mencari makan (feeding ground), reproduksi (spawning ground), dan pembesaran
(nursery ground).
Gerombolan ikan yang banyak ditemukan di daerah dekat dengan daratan
disebabkan pada daerah ini banyak dipengaruhi oleh daratan, termasuk kesuburan
substrat dasarnya. Kesuburan substrat dasar perairan ini disebabkan oleh masukan
nutrien dari daratan. Nutrien pada substrat dasar berpengaruh terhadap keberadaan
mikrofauna pada substrat tersebut. Mikrofauna berperan sebagai pengurai bahanbahan anorganik menjadi bahan-bahan organik yang banyak dimanfaatkan oleh
biota-biota lain (Pujiyati, 2008). Menurut Laevastu dan Hela (1981) mikrofauna
digambarkan sebagai awal terbentuknya mata rantai makanan bagi biota-biota laut
lainya. Adanya masukan zat hara dari daratan maka akan banyak terdapat biota
pengurai yang mana berimbas pada konsumen di atasnya, dalam hal ini ikan
demersal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Budiman, et al (2006) di perairan
Kendal, Jawa Tengah, membuktikan bahwa melimpahnya invertebrata
menyebabkan keseimbangan komunitas organisme demersal menjadi melimpah
juga. Invertebrata merupakan salah satu sumber makanan bagi ikan – ikan demersal.
Secara umum sebaran horizontal nilai SV di atas memberikan informasi bahwa
padabulan Februari ditemukan gerombolan ikan berukaran besar pada daerah
dekat dengan pantai.
Sebaran Rerata SV Berdasarkan Kedalaman Dasar Perairan
Kedalaman dasar perairan yang terdeksi terbagi dalam 12 selang. Setiap
kelas memiliki rentang sebesar 11,45 m. Satu titik nilai SV pada tiap kelas
kedalaman merupakan hasil dari rerata SV yang masuk ke dalam satu kelas
tersebut. Pada Gambar 7 menunjukkan fluktuasi yang beragam. Terlihat bahwa
rerata SV tertinggi terdapat pada kedalaman dasar perairan 67,42 – 78,87 m yaitu
-51,26 dB, sedangkan rerata SV terendah terdapat pada kedalaman dasar perairan
setelahnya, yaitu 78,87 -90,33 m dengan nilai rerata SV -59,11 dB. Pada
umumnya hingga kedalaman 101,78 m memiliki nilai SV yang menurun kecuali
pada kedalaman dasar perairan 67,42 – 78,87 m. Namun setelah kedalaman
101,78 m nilai SV naik.
Perubahan nilai SV terhadap kedalaman dasar perairan yang berbeda ini
dapat disebabkan oleh tiap spesies ikan demersal lebih menyukai pada kedalaman
dasar perairan tertentu. Hal ini berhubungan dengan kesesuaian ikan terhadap
substrat, termasuk dengan kandungan nutrienya serta faktor suhu dan salinitas.

11

Gambar 7. Grafik sebaran vertikal SV berdasarkan kedalaman dasar perairan

12
Sebaran SV terhadap kedalaman dasar perairan pada Gambar 7 sekilas
memperlihatkan adanya dua tren yang mirip, yaitu tren pertama pada kedalaman
dasar 10,14 – 21,59 m; 21,59 – 33,05 m; 33,05 – 44,50 m; 44,50 – 55,96 m; 55,96
– 67,42 m; 78,87 – 90,33 m; dan 90,33 – 101,78 m. Sedangkan tren kedua yaitu
pada kedalaman dasar 67,42 – 78,87 m; 101,78 – 113,24 m; 113,24 – 124,70 m;
124,70 – 136,15 m; 136,15 – 147,61 m. Kedua tren ini menunjukkan kesamaan
sifat yaitu semakin dalam kedalaman dasar perairan maka nilai SV rataanya
semakin turun pula. Hal ini menunjukkan bahwa semakin dalam kedalaman dasar
perairan maka semakin kecil pula gerombolan ikan demersal yang terdeteksi.
Kondisi seperti ini dapat disebabkan oleh migrasi pendek ikan demersal dari dasar
perairan yang lebih dalam ke lingkungan dasar perairan yang lebih dangkal.
Sehingga terjadi peningkatan nilai rerata SV pada kedalaman dasar perairan yang
lebih dangkal. Asumsi tersebut didukung dengan keberadaan gerombolan ikan
demersal yang merata di setiap selang kelas kedalaman, meskipun tidak dapat
dipastikan mereka terdiri dari spesies yang sama ataupun berbeda.
Secara umum, dugaan keberadaan ikan pada perairan sekitar Pulau Gebe ini
adalah merata terhadap kedalaman. Menurut Aoyama (1973) dalam Pujiyati
(2008), ciri utama ikan demersal adalah memiliki aktifitas yang relatif rendah,
gerak ruaya yang tidak jauh, dan membentuk gerombolan yang tidak terlalu besar,
sehingga penyebaranya relatif lebih merata dibandingkan dengan ikan pelagis.
Namun, bila dilihat dari perubahan nilai SV yang terjadi pada kedalaman dasar
perairan yang berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan jenis ikan yang terdeteksi.
Jenis- jenis ikan utama yang termasuk ke dalam kelompok ikan demersal dapat
dilihat pada Tabel 1. Kelompok ikan demersal ini dibagi menjadi dua jenis yaitu
ikan demersal besar dan ikan demersal kecil (Pujiyati, 2008).
Tabel 1. Ikan-ikan utama yang termasuk kelompok ikan demersal

Sumber: Boer, et al (2001) dalam Pujiyati (2008)
Kedalaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelimpahan
dan distribusi ikan, karena dengan bertambahnya kedalaman suhu akan semakin

13
rendah (Munawir, 2006). Distribusi dan kelimpahan ikan yang dimaksud adalah
ikan dengan jenis yang sama. Ikan dapat mengetahui perubahan suhu lebih kecil
dari 0,10 ºC, tiap spesies mempunyai toleransi suhu dan cakupan toleransi dapat
mempengaruhi sebaran dan distribusi ikan (Laevastu dan Hayes, 1981). Setiap
spesies ikan demersal memiliki toleransi terhadap lingkungan yang berbeda-beda.
Sebaran SV Berdasarkan Waktu
Grafik sebaran SV terhadap waktu pengambilan pada Gambar 8
menunjukkan bahwa kemunculan nilai SV besar secara umum banyak terdapat
pada rentang waktu 12.00 – 18.00 WIT, sesuai dengan penelitian Lawson dan
Rose (1999) yang menunjukkan ikan demersal pada siang hari cenderung berada
pada kolom perairan sehingga dapat terdeteksi oleh sinyal akustik. Ikan demersal
umumnya bersifat nokturnal karena mereka akan aktif mencari makan pada
malam hari dengan mengandalkan indera penciuman dan beristirahat pada siang
hari (Raharjo, 2002). Terdeteksinya ikan demersal pada waktu siang hari
menunjukkan bahwa ikan demersal pada rentang waktu tersebut sedang dalam
keadaan pasif / istirahat. Selain itu, Aoyama (1973) dalam Pujiyati (2008)
menyatakan bahwa ikan demersal aktifitasnya relatif rendah dan mempunyai
daerah kisaran ruaya yang sempit. Nilai SV (-50,00 hingga -40,00 dB) banyak
terdeteksi sekitar pukul 14.00 – 18.00 WIT, sedangkan pada rentang nilai SV 55,00 hingga -50,00 dB banyak dideteksi pada pukul 14.00 – 20.00 WIT. Sebaran
yang hampir merata adalah pada rentang nilai SV -60,00 hingga -55,00 dB yang
hampir selalu muncul di sepanjang siang hari. Hal ini dikarenakan pengambilan
data hanya dilakukan dari pukul 08.00 hingga 20.00 WIT sehingga sulit untuk
mengetahui besarnya SV pada saat malam hari. Data ini dapat digunakan sebagai
informasi bagi nelayan bahwa umumnya ikan-ikan besar yang berada di sekitar
Pulau Gebe terdeteksi pada siang hari.
Grafik Sv mean terhadap Waktu

-35

Hari Ke 1
-40

Hari Ke 2
Hari ke 3

Sv mean(dB)

-45

Hari Ke 4
Hari Ke 5

-50

-55

-60

-65
06:00:00

09:00:00

12:00:00

Waktu (WIB)

15:00:00

18:00:00

21:00:00

Gambar 8. Grafik sebaran SV terhadap waktu
Penjabaran kemunculan temporal sebaran SV per hari dengan merataratakan nilai SV tiap 15 menit dapat dilihat pada gambar 9-13 berikut ini:

14

Gambar 9. Grafik Sebaran SV terhadap waktu Hari Pertama

Gambar 10. Grafik Sebaran SV terhadap waktu Hari Kedua
15

16

Gambar 11. Grafik Sebaran SV terhadap waktu Hari Ketiga

Gambar 12. Grafik Sebaran SV terhadap waktu Hari Keempat
17

18

Gambar 13. Grafik Sebaran SV terhadap waktu Hari Kelima

19

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebaran ikan demersal di Perairan Pulau Gebe pada bulan Februari
didominasi oleh gerombolan ikan dengan ukuran yang kecil, yang mana
kemunculanya hampir merata di sepanjang jalur pengambilan data
akustik;
2. Pada daerah dekat pesisir selatan Pulau Gebe dengan kedalaman hingga
70 m didominasi oleh kemunculan gerombolan ikan berukuran besar;
3. Bulan Februari sebaran ikan demersal terhadap waktu menunjukkan
bahwa pada pukul 12.00 – 18.00 WIT.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui sebaran ikan
demersal secara pasti di perairan Pulau Gebe pada musim yang berbeda,
serta cakupan jalur perekaman data yang lebih rapat;
2. Penelitian lanjutan hendaknya dilengkapi dengan alat tangkap sehingga
dapat diperoleh data ikan demersal yang tertangkap.

20

DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Supriharyono, Asriyanto. 2006. Analisis Sebaran Ikan Demersal
Sebagai Basis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir di Kabupaten Kendal.
Jurnal Pasir Laut. 2(1): 52-63.
Burczyski JJ. 1982. Introduction to The Use of Sonar Systems for Estimating Fish
Biomass. FAO. Fisheries Technical Paper No.191 Revision 1.
Brown A. 1998. Pendugaan Densitas Ikan Pelagis Dengan Metode Akustik Split
Beam di Perairan Selat Sunda. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.
Dayu H. 2007. Pendugaan Ikan Pelagis dan Ikan Demersal Berdasarkan Area
Density dan Volume Density di Perairan Timur Sumatra dan Kepulauan
Bangka Belitung. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Fauziyah, Jaya A. 2010. Densitas Ikan Pelagis Kecil Secara Akustik di Laut
Arafura. Jurnal Penelitian Sains. 13(1D): 21-25.
Hadikusumah. 2010. Massa Air Subtropical di Perairan Halmahera. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kelautan Tropis. 2(2): 92-108.
Laevastu T, ML Hayes. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. London:
Fishing News Books Ltd.
Lawson GL, GA Rose. 1999. The Importance of Detectability to Acoustic
Surveys of Semi-demersal Fish. ICES Journal of Marine Science. 56: 370380.
Longhurst AR, D Pauly. 1987. Ecology of Tropical Oceans. San Diego: Academic
Press Inc.
Lowe RH, McConnell. 1987. Ecological Studies In Tropical Fish Communities.
Cambridge: Cambridge University Press.
MacLennan DN, EJ Simmonds. 1992. Fisheries Acoustics. London: Chapman &
Hall Ltd.
MacLennan DN, EJ Simmonds. 2002. Fisheries Acoustics. 2nd Edition. Cornwall:
Blackwell Science Ltd.
Mamun A. 2009. Rancang Bangun Sistem Informasi Data Hidroakustik Berbasis
Website. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mitson RB. 1983. Fisheries Sonar. Surrey: Fishing News Books Ltd.
Munawir. 2006. Interpretasi Sebaran Nilai Target Strength (TS) dan Densitas
Ikan Demersal Dengan Metode Hidroakustik di Teluk Pelabuhan Ratu.
[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa: A.M.
Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, Malikusworo Hutomo dan
Sukritijono Sukarjo. Jakarta: PT Gramedia.
Pujiyati S. 2008. Pendekatan Metode Hidroakustik Untuk Analisis Keterkaitan
Antara Tipe Substrat Dasar Perairan Dengan Komunitas Demersal.
[disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.
Raharjo S. 2002. Pendugaan Densitas Ikan Dasar (Demersal Fish) Dengan
Metode Akustik di Perairan Selat Bali Pada Musim Timur. [skripsi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Samad S. 2004. Kajian Kesesuaian Pengembangan Kawasan Pesisir Pulau Gebe
Kabupaten Halmahera Tengah. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.

21
Saputra SW, S Rudiyanti, A Mahardhini. 2008. Evaluasi Tingkat Eksploitasi
Sumberdaya Ikan Gulamah (Johnius sp) Berdasarkan Data TPI PPS
Cilacap. Jurnal Saintek Perikanan. 4(1): 56-61.

22

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Semarang, 11 Mei 1990 sebagai
anak pertama dari pasangan M. Shodikin Rufat dan
Irawati Budiastuti. Pada tahun 2008 penulis lulus dari
SMAN 1 Batang, Kab. Batang, Jawa Tengah dan pada
tahun yang sama penulis langsung melanjutkan
pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis
melanjutkan pendidikan di Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.
Tahun pertama menjadi mahasiswa di IPB, penulis
aktif dalam kegiatan keanggotaan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Uni
Konservasi Fauna (UKF) periode 2008/2009. Selama kuliah di Departemen Ilmu
dan Teknologi Kelautan, penulis aktif dalam kegiatan keorganisasian Himpunan
Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) pada periode 2010/2011,
dan pada periode 2011/2012 dipercaya untuk menjabat Ketua Divisi Hubungan
Luar dan Komunikasi (Hublukom) HIMITEKA. Dalam bidang kesenian, penulis
merupakan anggota aktif grup perkusi Explorasi Percussion sejak tahun 2009
hingga 2012 dan pernah turut serta meraih beberapa gelar juara dalam berbagai
kompetisi perkusi. Penulis pernah mendapatkan kesempatan menjadi Asisten
Praktikum mata kuliah Dasar Akustik Kelautan tahun ajaran 2012/2013 dan
sempat menjadi Koordinator Asisten Praktikum mata kuliah Akustik Kelautan
pada tahun ajaran yang sama. Selain itu, penulis juga pernah terlibat dalam
beberapa kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan seperti Politik Ceria 2010, Pekan
Olahraga Perikanan dan Kelautan 2010, Temu Alumni ITK 2011, KONSURV
HIMITEKA 2012, dan beberapa lagi kegiatan lainya.
Penulis menyusun skripsi dengan judul “Deteksi Sebaran Ikan Demersal
Berdasarkan Analisa Backscattering Volume di Perairan Pulau Gebe,
Halmahera Tengah” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.