Bayesian Geographically Weighted Regression Model for Poverty Data (Case of 35 Villages in Jember Regency).

MODEL REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS BAYES
UNTUK DATA KEMISKINAN
(Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember)

YUSNITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakaan bahwa tesis Model Regresi Terboboti Geografis
Bayes untuk Data Kemiskinan (Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten
Jember) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Juli 2012
Yusnita
NIM G151090141

ABSTRACT
YUSNITA. Bayesian Geographically Weighted Regression Model for Poverty
Data (Case of 35 Villages in Jember Regency). Supervised by AJI HAMIM
WIGENA and ANIK DJURAIDAH.
Bayesian Geographically Weighted Regression (BGWR) is locally linear
regression method to solve some difficulties that arise in Geographically
Weighted Regression (GWR) model, such as outliers or non-constant variance.
The Bayesian approach solves the problems by producing estimates that are robust
against aberrant observations. The aberrant observations are automatically
detected and downweighted to mitigate their influence on the estimates. In this
research, the weighting used for BGWR model is Gaussian and bi-square kernel
function. The results showed that BGWR model is better than GWR model.
According to mean square error (MSE) values and coefficient of determinant (R2),
Gaussian kernel function is better than bi-square kernel function as BGWR
weighting to analyze the data on average expenditure per capita of 35 villages in
Jember Regency.

Keywords: Bayesian, Geographically Weighted Regression, outlier, non-constant
variance, Gaussian kernel, bi-square kernel

RINGKASAN
YUSNITA. Model Regresi Terboboti Geografis Bayes untuk Data Kemiskinan
(Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember). Dibimbing oleh AJI
HAMIM WIGENA dan ANIK DJURAIDAH.
Permasalahan kemiskinan penduduk di Indonesia masih cukup serius.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah
ini, diantaranya dengan memprediksi wilayah-wilayah miskin hingga tingkat
administrasi desa, sehingga diharapkan upaya pengentasan kemiskinan lebih tepat
sasaran. Data yang biasanya digunakan dalam menentukan suatu wilayah desa
tergolong miskin atau tidak adalah rata-rata pengeluaran rumah tangga per kapita.
Analisis untuk menentukan miskin tidaknya suatu desa, umumnya masih
menggunakan analisis yang masih bersifat global dan diberlakukan pada seluruh
lokasi yang diamati. Namun kondisi data di lokasi yang satu dengan lokasi yang
lain tidak sama, baik dari segi geografis, keadaan sosial-budaya maupun hal-hal
lain yang melatarbelakanginya, sehingga muncul keragaman antar wilayah lokal
atau heterogenitas spatial. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari munculnya
heterogenitas spasial adalah parameter regresi bervariasi secara spasial. Selain itu,

masalah kemiskinan dan kondisi ketertinggalan suatu desa sangat mungkin
dipengaruhi oleh lokasi pengamatan atau kondisi geografis desa, termasuk
posisinya terhadap desa lain disekitarnya. Hal ini dipertegas dengan hukum
pertama geografi yang dikemukakan Tobler (1979) yang menyatakan bahwa
segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang
lebih dekat akan lebih berpengaruh daripada sesuatu yang jauh. Efek spasial
menyebabkan asumsi kebebasan antar pengamatan yang diperlukan dalam regresi
global sulit dipenuhi. Untuk mengakomodir permasalahan tersebut, analisis
Regresi Terboboti Geografis (RTG) atau Geographically Weighted Regression
adalah salah satu solusi yang dapat digunakan untuk membentuk model regresi
yang bersifat lokal untuk setiap lokasi.
Isu penting dalam model RTG adalah masalah pencilan atau ragam tidak
konstan antar amatan. Koefisien regresi yang berbeda-beda di tiap lokasi
pengamatan memungkinkan ragam galat yang berbeda-beda pula untuk tiap lokasi
pengamatan, sehingga salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah
pendekatan Bayes yang disebut Regresi Terboboti Geografis Bayes (RTGB) atau
Bayesian Geographically Weighted Regression. Model RTGB mengasumsikan
ragam galat tidak konstan antar lokasi amatan, sehingga dapat mengakomodir
adanya permasalahan keheterogenan ragam. Pendekatan Bayes secara langsung
mendeteksi dan memboboti pengamatan yang berpotensi mengandung pencilan,

sehingga dapat mengurangi efek pencilan terhadap pendugaan parameter model.
Pendugaan parameter model RTGB menggunakan Gibbs sampling yaitu suatu
teknik yang digunakan untuk membangkitkan contoh acak dari distribusi
berdasarkan pendekatan Markov Chain Monte Carlo (MCMC). Pembobot yang
digunakan adalah fungsi kernel normal (Gaussian) dan fungsi kernel kuadrat
ganda (bi-square).
Hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan nilai KTG dan R2 yang
digunakan sebagai indikator kebaikan model, model RTGB lebih baik daripada
model RTG dalam menjelaskan peubah jarak dari desa atau kelurahan ke ibukota

kabupaten atau kota (km), banyaknya sarana kesehatan di desa (poskesdes,
polindes, posyandu, apotek dan toko khusus obat) per 1000 penduduk, dan
persentase keluarga penerima ASKESKIN dalam setahun terakhir terhadap ratarata pengeluaran per kapita per bulan penduduk desa atau kelurahan di Kabupaten
Jember. Pada penelitian ini, fungsi pembobot kernel normal lebih baik daripada
fungsi pembobot kernel kuadrat ganda sebagai pembobot model RTGB untuk
analisis data kemiskinan di 35 desa atau kelurahan di Kabupaten Jember.
Kata kunci : Bayes, Regresi Terboboti Geografis, pencilan, ragam tidak konstan,
Gibbs sampling, kernel normal, kernel kuadrat ganda

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,
atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar bagi IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS BAYES
UNTUK DATA KEMISKINAN
(Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember)

YUSNITA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Statistika


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Anang Kurnia

Judul Tesis

: Model Regresi Terboboti Geografis Bayes untuk Data
Kemiskinan (Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten
Jember)

Nama

: Yusnita

NRP


: G151090141

Program Studi

: Statistika

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS
Anggota

Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc.
Ketua

Diketahui,

Ketua Program Studi Statistika

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr. Ir. Erfiani, M.Si.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 26 Juni 2012

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul tesis ini
adalah “Model Regresi Terboboti Geografis Bayes untuk Data Kemiskinan (Kasus
35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember)”.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena,
M.Sc selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS selaku
pembimbing II, terima kasih atas bimbingan, saran dan waktunya. Disamping itu
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Anang Kurnia selaku
penguji luar komisi pada ujian tesis. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada
seluruh staf Program Studi Statistika.

Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada
keluarga, terutama kedua orangtua saya tercinta dan kakak-kakakku atas do‟a,
dukungan dan dorongan semangat, serta kasih sayangnya tanpa henti. Terima
kasih pula kepada teman-teman Statistika dan Statistika Terapan atas bantuan dan
kebersamaannya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2012

Yusnita

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Buton, Sulawesi Tenggara pada tanggal 1 November
1986 dari pasangan Bapak H. Nur Salim dan Ibu Hj. Siti Rukaya. Penulis
menyelesaikan pendidikan SLTA di SMAN 2 Bau-Bau pada tahun 2004 dan pada
tahun yang sama melanjutkan perkuliahan di Program Studi Statistika Terapan
Fakultas Sains Terapan Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta dan
selesai pada tahun 2009. Tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Statistika
pada Sekolah Pascasarjana IPB.

DAFTAR ISI


Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. xiii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………………………………...
Tujuan Penelitian…………………………………………………………...

1
3

TINJAUAN PUSTAKA
Model RTGB……………………………………………………………….
Pendugaan Parameter RTGB……………………………………………….
Pembobot Spatial…………………………………………………………...
Kebaikan Model RTGB…………………………………………………….

5
7

9
9

METODOLOGI PENELITIAN
Data………………………………………………………………………… 11
Metode……………………………………………………………………… 12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data………………………………………………………………
Model RTGB………………………………………………………………..
Model Terbaik………………………………………………………………
Asumsi Normalitas………………………………………………………….

15
16
21
25

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan………………………………………………………………… 27
Saran……………………………………………………………………….. 27
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 29
LAMPIRAN……………………………………………………………………. 31

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Statistik deskriptif peubah penjelas…...…………………………………... 15

2

Korelasi Pearson antar peubah…………………………………………….. 16

3

Nilai R2 dan KTG untuk model RTGB dengan fungsi
pembobot kernel normal…………………………………………………... 22
Nilai R2 dan KTG untuk model RTGB dengan fungsi
pembobot kernel kuadrat ganda……………………………………………. 22

4
5

Nilai R2 dan KTG untuk model RTG dan RTGB dengan
pembobot kernel normal dan pembobot kernel kuadrat ganda…...……….. 23

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Peta Kabupaten Jember……...……………………………………………. 11

2

Plot koefisien 1 model RTG dan RTGB kernel normal
pada r = 35 dan  = 10…….……………………………………………… 17

3

Plot koefisien 1 model RTG dan RTGB kernel kuadrat ganda
pada r = 35 dan  = 10…….……………………………………………… 17

4

Plot koefisien 2 model RTG dan RTGB kernel normal
pada r = 35 dan  = 10…….……………………………………………… 18

5

Plot koefisien 2 model RTG dan RTGB kernel kuadrat ganda
pada r = 35 dan  = 10…….……………………………………………… 19

6

Plot koefisien 3 model RTG dan RTGB kernel normal
pada r = 35 dan  = 10…….……………………………………………… 19

7

Plot koefisien 3 model RTG dan RTGB kernel kuadrat ganda
pada r = 35 dan  = 10…….……………………………………………… 20

8

Nilai pada model RTGB pembobot kernel normal
dan RTGB pembobot kernel kuadrat ganda……..……………………….. 21

9

Diagram pencar Y amatan dan Y duga: Regresi, RTG dan RTGB
pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda……..……………….. 24
10 Plot peluang galat RTGB pembobot kernel normal……...….…………… 25
11 Plot peluang galat RTGB pembobot kernel kuadrat ganda ……..…..…… 25

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Penduga parameter model RTGB kernel normal………………………….. 33

2

Penduga parameter model RTGB kernel kuadrat ganda……….………….. 45

3

Nilai � model RTGB kernel normal ……..……………………………….. 57

4
5

Nilai � model RTGB kernel kuadrat ganda ……….……………………… 60

Program RTGB……………….……………………………………………. 63

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS 2011), penduduk miskin adalah
penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan. Garis kemiskinan dipergunakan sebagai batas untuk menentukan
miskin atau tidaknya seseorang. Pada periode Maret 2011, garis kemiskinan
sebesar Rp. 233.740,- per kapita per bulan. Dengan memperhatikan garis
kemiskinan, berdasarkan survei BPS tahun 2011, jumlah orang miskin di
Indonesia sebesar 30,02 juta jiwa atau 12,49 persen dari total jumlah penduduk.
Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan kemiskinan penduduk di Indonesia
cukup serius. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk
menanggulangi masalah ini, di antaranya dengan memprediksi wilayah-wilayah
miskin hingga tingkat administrasi desa, sehingga dengan adanya informasi
sampai tingkat wilayah desa ini diharapkan upaya pengentasan kemiskinan lebih
tepat sasaran (BPS 2005).
BPS menggunakan rata-rata pengeluaran rumah tangga per kapita sebagai
indikator utamanya dalam mengukur kemiskinan. Analisis mengenai kemiskinan
yang umum digunakan adalah analisis yang masih bersifat global dan
diberlakukan pada seluruh lokasi yang diamati, di antaranya analisis regresi.
Pendekatan model global ini berarti menggunakan rata-rata dari wilayah-wilayah
yang lebih kecil (wilayah lokal) ditempat tersebut. Namun kondisi data di lokasi
yang satu dengan lokasi yang lain tidak sama, baik dari segi geografis, keadaan
sosial-budaya maupun hal-hal lain yang melatarbelakanginya, sehingga muncul
heterogenitas spatial. Pendekatan model global akan memberikan informasi yang
andal untuk wilayah lokal jika tidak ada atau hanya ada sedikit keragaman antar
wilayah lokalnya (Fotheringham et al. 2002).
Salah satu dampak yang ditimbulkan dari munculnya heterogenitas spasial
adalah parameter regresi bervariasi secara spasial. Jika terjadi heterogenitas spasial
pada parameter regresi, maka informasi yang tidak dapat ditangani oleh metode
regresi global akan ditampung sebagai galat. Bila kasus semacam itu terjadi, regresi
global menjadi kurang mampu dalam menjelaskan fenomena data yang sebenarnya.

Salah satu asumsi yang diperlukan pada analisis regresi global adalah antar
pengamatan harus bersifat saling bebas, tetapi masalah kemiskinan dan kondisi

ketertinggalan suatu desa sangat mungkin dipengaruhi oleh lokasi pengamatan
atau kondisi geografis desa, termasuk posisinya terhadap desa lain di sekitarnya.
Hal ini dipertegas dengan hukum pertama geografi yang dikemukakan Tobler
(1979) dalam Schabenberger dan Gotway (2005) yang berbunyi ”Segala sesuatu
saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat
akan lebih berpengaruh daripada sesuatu yang jauh”. Efek spasial menyebabkan
asumsi kebebasan antar pengamatan yang diperlukan dalam regresi sulit dipenuhi,
sehingga dalam statistika, model yang dapat menjelaskan hubungan antara suatu
wilayah dengan wilayah di sekitarnya adalah model spatial.
Analisis Regresi Terboboti Geografis (RTG) dapat digunakan untuk
mengatasi masalah tersebut. RTG merupakan bagian dari analisis spasial yang
bersifat lokal dengan pembobotan berdasarkan posisi atau jarak dari satu lokasi
pengamatan dengan lokasi pengamatan lainnya. Parameter regresi pada model RTG
diasumsikan bervariasi secara spasial, sehingga interpretasi yang berbeda dan
berharga dapat diperoleh untuk setiap titik lokasi yang diteliti.

Isu penting dalam model RTG adalah masalah pencilan atau ragam tidak
konstan antar amatan. Koefisien regresi yang berbeda di tiap lokasi pengamatan
memungkinkan ragam galat yang berbeda pula untuk tiap lokasi pengamatan.
Efek pencilan juga akan mengakibatkan masalah heteroskedastisitas. Pendekatan
Bayes dalam model RTG yang disebut Regresi Terboboti Geografis Bayes
(RTGB) atau Bayesian Geographically Weighted Regression yang diperkenalkan
LeSage adalah analisis yang tepat untuk menangani permasalahan tersebut.
Pendekatan ini secara langsung mendeteksi dan memboboti pengamatan yang
berpotensi mengandung pencilan, sehingga dapat mengurangi efek pencilan
terhadap pendugaan parameter model. Pendekatan Bayes mengasumsikan ragam
galat tidak konstan antar lokasi amatan, sehingga dapat mengatasi adanya
permasalahan keheterogenan ragam galat antar lokasi.
Penelitian tentang analisis spasial telah banyak dikembangkan, antara lain
Meilisa (2010) menyatakan bahwa model otoregresif bersyarat (CAR) dan model
otoregresif simultan (SAR) sama baiknya dalam menentukan faktor-faktor

kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Arisanti (2010) menyatakan bahwa model
otoregresif lag spasial lebih baik dalam menentukan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dibandingkan regresi
linier klasik. Khusus untuk penelitian tentang RTG telah dilakukan oleh
Rahmawati (2010) yang meneliti tentang model Regresi Terboboti Geografis
(RTG) dengan pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda untuk data
kemiskinan pada desa atau kelurahan di Kabupaten Jember. Hasil penelitiannya
diperoleh bahwa model RTG dengan pembobot kernel normal lebih baik
digunakan untuk memodelkan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan desa atau
kelurahan dengan peubah-peubah penjelasnya, dibandingkan dengan model RTG
dengan pembobot kernel kuadrat ganda dan model regresi klasik.
Pembobot yang digunakan pada penelitian ini adalah pembobot jarak yang
juga digunakan pada penelitian Rahmawati (2010), yaitu pembobot kernel normal
(Gaussian) dan pembobot kernel kuadrat ganda (bi-square), sehingga diharapkan
dapat membandingkan dan menentukan model terbaik antara RTG dan RTGB
dengan pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda pada kasus 35 desa
atau kelurahan di Kabupaten Jember. Kabupaten Jember dipilih sebagai studi
kasus pada penelitian ini karena berdasarkan data survei sosial ekonomi nasional
(Susenas) Maret 2009, dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, jumlah masyarakat
miskin yang tertinggi yakni Kabupaten Jember yang mencapai 237.700 rumah
tangga.

Tujuan
Tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Membentuk model RTGB dengan fungsi pembobot kernel normal dan kernel
kuadrat ganda untuk pendugaan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan
desa atau kelurahan.
2. Membandingkan model RTG dan model RTGB.

TINJAUAN PUSTAKA

Model RTGB
Analisis regresi merupakan analisis statistika yang bertujuan untuk
memodelkan hubungan antara peubah respon Y dengan peubah penjelas X, di
mana dugaan parameter persamaan berlaku untuk semua lokasi pengamatan.
Model RTG merupakan pengembangan dari model regresi, tapi pada model RTG
parameter persamaan untuk setiap lokasi pengamatan berbeda dengan lokasi
lainnya, sehingga banyaknya vektor parameter yang diduga sama dengan
banyaknya lokasi pengamatan yang digunakan dalam data. Model yang dihasilkan
pada analisis RTG juga tidak dapat digunakan untuk menduga parameter selain
parameter di lokasi pengamatan (Walter et al. 2005). Secara umum model RTG
dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut:
�=

+ �

(1)

merupakan vektor parameter berukuran k1 pada pengamatan ke- . Pendugaan
parameter model untuk setiap lokasi pengamatan dengan metode kuadrat terkecil
terboboti untuk lokasi ke- , yaitu:
)−1 ′

� =( ′

dengan
=

��[

1,

2, … ,


] dan 0 ≤

(2)
≤ 1 ( , = 1, 2, …, n)

adalah matriks diagonal berukuran nn (n = banyaknya pengamatan) yang
merupakan matriks pembobot spasial lokasi ke- (spatial weighting). Unsur-unsur
diagonal matriks

diambil dari vektor baris atau kolom ke- dari matriks

pembobot W. Nilai unsur-unsur diagonal

ditentukan oleh kedekatan

pengamatan (lokasi) ke- dengan lokasi lainnya (lokasi ke- ). Semakin dekat
lokasinya, semakin besar nilai pembobot pada unsur yang bersesuaian.
Ragam galat pada model RTG diasumsikan homogen, sehingga tidak dapat
menyelesaikan masalah yang muncul akibat adanya ragam yang tidak konstan
antar area atau pencilan. LeSage (1998) menyelesaikan permasalahan tersebut
dengan menggunakan pendekatan Bayes. Model RTG pada persamaan (1)
dikembangkan dengan memasukan parameter penghalus hubungan atau
parameter smoothing relationship berikut:

=

1





1





+ �

(3)

merupakan pembobot jarak antara lokasi ke- dengan lokasi lainnya (lokasi
ke- ) yang dinormalkan sehingga jumlah vektor baris (
dengan

1,

2,

…,

) = 1,

= 0.

Sebaran galat pada persamaan (1) dan (3) sebagai berikut:
� ~�[0, � 2

� ~�[0, � 2

]
2

(4)


(

dengan:

=


��[ 1 ,

~ � 2 (�) �

)−1 ]

2, … ,

(5)

]

� 2 adalah ragam galat dan

adalah matriks diagonal berukuran nxn yang

menunjukkan ragam tidak konstan antar lokasi amatan. Sebaran prior

 2(r),

dimana r adalah hyperparameter yang mengontrol sejumlah sebaran pendugaan
. Prior ini digunakan oleh Lindley (1971) dalam LeSage (1998) untuk analisis
masalah

ragam,

Geweke

(1993)

dalam

LeSage

(1998)

untuk

model

heteroskedastisitas dan pencilan, LeSage (1998) dalam model spatial autoregresif.
Prior ini digunakan dengan memodifikasi

sehingga E( ) = 1 dan Var( ) =

2/r, jika r menjadi sangat besar, maka ragam galat model RTGB menjadi � 2

(homoskedastisitas atau ragam konstan). Nilai hyperparameter r yang kecil
mengasumsikan bahwa prior meyakini adanya ragam yang tidak konstan antar
lokasi.
Parameter stokastik �

pada parameter penghalus hubungan dalam

persamaan (3) menyebar normal dengan rataan nol dan ragam berdasarkan
Zellner‟s g-prior yang sebanding dengan matriks ragam-peragam, � 2 (
dengan

2

sebagai faktor skala (scale factor) yang mengatur



)−1

. Prior ini

digunakan untuk menunjukkan keragaman parameter penghalus hubungan
(LeSage 1998). Jika

2

→∞ (

= In), maka pendugaan RTGB akan

menghasilkan pendugaan yang sama dengan RTG. LeSage menunjukkannya pada
bentuk persamaan berikut :
� =

+�

(6)

+�

=

(7)

dengan:


� =

=

=



1
1



=





Persamaan (6) dan (7) dapat ditulis dalam bentuk persamaan (8).

Jika



=


+ �



= In, maka
= �(

�=(

dan jika

2

adalah sebagai berikut:

′� +





(8)



+



/
/

2

)

2 −1

)

→ ∞, maka pendugaan RTGB sama dengan pendugaan RTG yang

ditunjukkan pada persamaan berikut:
=(

)−1 (



′� )

Pendugaan Parameter RTGB
LeSage (2001) menggunakan Gibbs sampling yaitu suatu teknik yang
digunakan untuk membangkitkan contoh acak dari distribusi berdasarkan
pendekatan Markov Chain Monte Carlo (MCMC) untuk mendapatkan pendugaan
parameter. Metode Gibbs sampling digunakan untuk menemukan solusi masalah
matematis (yang dapat terdiri dari banyak peubah) yang susah dipecahkan, misalnya
dengan kalkulus integral, atau metode numerik lainnya. Parameter yang akan diduga

dalam proses ini adalah
adalah sebagai berikut:

, �,

dan  dengan sebaran posterior bersyarat

,

dengan syarat � , , dan

Sebaran posterior

�( | … ) ∝ �( , � 2 �)
dengan:
= �(







� +



/

2

)

adalah:
(9)

�=(









+



2 −1

/

)

Sebaran posterior bersyarat untuk σ adalah 2(m) yang ditunjukkan pada
persamaan (10).
�(� | … ) ∝ � −

+1

� =� −

exp⁡
{− 1 2� 2 �′

−1

� }

(10)

dengan m menunjukkan jumlah pengamatan dengan pembobot yang berarti atau
tidak bernilai nol.
Sebaran posterior bersyarat untuk
�{[ �

adalah:

� 2 + �]/ | … } ∝ � 2 (�+1)

(11)

Sebaran posterior bersyarat untuk  adalah 2(nk) yang ditunjukkan pada
persamaan (12).
�( | … ) ∝



exp⁡
{−





=1

(



)−1



/ 2� 2

2

Tahapan proses Gibbs sampling adalah sebagai berikut:

1. Menentukan nilai secara acak untuk parameter
2. Tiap observasi = 1,…, n,
a. Bangkitkan

1

dari �( |� 0 ,

b. Bangkitkan � 1 dari �(�|

0

1

c. Bangkitkan � 1 dari �( |

3. Gunakan nilai
4. Nilai

1

1

0

1

,

,

, �1 ,

0
0

,

0

,

0

0

0

,

, �0,

, �0,

0

,

0

,

1
0

, �1 ,

1

,

0

,

0

0

,

) pada persamaan (9)

) pada persamaan (10)
) pada persamaan (11)

, = 1, …, n untuk memperbaharui

diperoleh dari �( |

5. Ganti nilai

,

0

0

1

0

1

menjadi

) pada persamaan (12)

pada langkah 1 dengan

1

, �1 ,

1

,

1

,

6. Ulangi langkah 1-5 sebanyak q bangkitan hingga mendekati konvergen.
Dugaan parameter diperoleh dari rataan contoh posterior.

1

} (12)

Pembobot Spasial
Fungsi pembobot spasial yang digunakan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
2

1.

� −1 2

=

dengan



adalah jarak dari lokasi- ke lokasi-

dan � adalah lebar jendela, yaitu suatu nilai parameter penghalus fungsi yang

nilainya selalu positif. Fungsi ini biasa disebut fungsi kernel normal
(Gaussian).
2 2

= 1−

2.

< �, dan

jika



= 0 untuk

≥ �. fungsi ini

mengikuti bentuk kernel pembobot ganda (biweight) dan biasa disebut sebagai
fungsi pembobot kernel kuadrat ganda (bi-square).
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai lebar jendela

optimum yaitu dengan validasi silang (cross validation). Lebar jendela optimum
yang digunakan adalah yang menghasilkan nilai koefisien validasi silang
minimum, dengan rumus koefisiennya adalah:

dengan

�� =


=1





(�)

2

(�) adalah nilai dugaan yi (fitting value) dengan pengamatan di lokasi

ke- dihilangkan dari proses prediksi (Fotheringham et al. 2002). Lebar jendela
optimum diperoleh dengan proses iterasi hingga didapatkan CV minimum.

Kebaikan Model RTGB
Ukuran kebaikan model yang digunakan pada penelitian ini adalah koefisien
determinasi (R2) dan kuadrat tengah galat (KTG). R2 diartikan sebagai rasio antara
jumlah kuadrat regresi (JKR) dan jumlah kuadrat total (JKT), sehingga R2 yang
lebih tinggi mengindikasikan model yang lebih baik.
R2 =

=1



2

=1



2

= JKR JKT

KTG diartikan sebagai perbedaan rata-rata jumlah kuadrat yi sebenarnya dan
penduganya, sehingga pendugaan yang paling akurat akan mengarah ke nilai KTG
terkecil.
KTG =

=1



2

.

METODOLOGI PENELITIAN

Data
Wilayah yang digunakan pada penelitian ini adalah 35 desa atau kelurahan
yang teramati dalam Susenas 2008 dari 248 desa atau kelurahan di Kabupaten
Jember. Kabupaten Jember merupakan bagian dari Propinsi Jawa Timur, terletak
± 200 km ke arah timur dari Surabaya. Secara geografis Kabupaten Jember
terletak pada 113,30º - 113,45º BT dan 8,00º - 8,30º LS. Wilayah Kabupaten
Jember berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, dan
Kapubaten Situbondo di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo, sebelah selatan berbatasan
dengan Samudra Hindia. Luas wilayah Kabupaten Jember adalah 3.293,34 km²
yang terbagi menjadi 31 kecamatan dan 248 desa/kelurahan, dengan jumlah
penduduk 2.168.732 jiwa yang terdiri atas laki-laki 1.054.729 jiwa dan perempuan
1.114.003 jiwa.

Gambar 1 Peta Kabupaten Jember
Bagian selatan wilayah Kabupaten Jember adalah dataran rendah dengan
titik terluarnya adalah Pulau Barong. Pada kawasan ini terdapat Taman Nasional
Meru

Betiri

yang

berbatasan

dengan

wilayah

administratif Kabupaten

Banyuwangi. Bagian barat laut berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo adalah
pegunungan,

bagian

dari Pegunungan

Iyang,

dengan

puncaknya Gunung

Argopuro (3.088 m). Bagian timur merupakan bagian dari rangkaian Dataran
Tinggi Ijen. Kabupaten Jember memiliki beberapa sungai antara lain Sungai
Bedadung yang bersumber dari Pegunungan Iyang di bagian Tengah, Sungai
Mayang yang bersumber dari Pegunungan Raung di bagian timur, dan Sungai
Bondoyudo yang bersumber dari Pegunungan Semeru di bagian barat.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data potensi desa (Podes)
dan survei sosial nasional (Susenas) tahun 2008. Peubah responnya (Y) adalah
rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk desa atau kelurahan yang
diperoleh dari data Susenas 2008. Peubah-peubah penjelas diperoleh dari data
Podes 2008 yang terdiri dari:
X1 = Jarak dari desa atau kelurahan ke ibukota kabupaten atau kota (km),
X2 = Banyaknya sarana kesehatan di desa atau kelurahan (poskesdes, polindes,
posyandu, apotik, dan toko obat) per 1000 penduduk (X2),
X3 = Persentase keluarga penerima ASKESKIN dalam setahun terakhir (%).

Metode
Prosedur analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Menentukan matriks W dari jarak antar desa dan lebar jendela optimum untuk
kedua fungsi pembobot yang digunakan dalam penelitian ini.
2. Normalisasi vektor baris dari matriks W pada langkah 1 untuk kedua fungsi
pembobot yang digunakan dalam penelitian ini.
3. Membentuk matriks Wi dari baris atau kolom ke-i dari matriks W,
4. Menentukan nilai r dan .
5. Selanjutnya melakukan simulasi gibbs sampling:
a. Tentukan nilai secara acak untuk parameter
b. Untuk tiap observasi i = 1,…, n,
 Bangkitkan

1

dari �( |� 0 ,

 Bangkitkan � 1 dari �(�|

0

 Bangkitkan � 1 dari �(� |
1

c. Menggunakan nilai
d. Nilai

1

0

, � 0,
1

, � 0,

, �0,

0

, �0,

0

)

0

)

, �0,

0

, � 0,

, � 0,

0

0

)
0

,

, i= 1, …, n untuk memperbarui

diperoleh dari �( |� 1 , � 1 ,

e. Ganti nilai

0

0

0

1

0

menjadi

1

)

pada langkah 1 dengan

1

, �1 ,

1

, � 1,

1

f. Ulangi langkah 1-5 sebanyak 550 bangkitan dengan 50 bangkitan pertama
dibuang.
6. Menentukan model RTGB terbaik, selanjutnya membandingkannya dengan
model RTG.
Penelitian ini menggunakan program Matlab 7.8.0 (R2009a) dan Minitab 14.0
dalam menganalisis data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data
Peubah penjelas yang digunakan adalah jarak dari desa atau kelurahan ke
ibukota kabupaten atau kota (X1), banyaknya sarana kesehatan di desa (poskesdes,
polindes, posyandu, apotek dan toko khusus obat) per 1000 penduduk (X2), dan
persentase keluarga penerima ASKESKIN dalam setahun terakhir (X3). Nilai
jangkauan, minimum, maksimum, rata-rata dan simpangan baku dari ketiga
peubah penjelas dapat dilihat dari Tabel 1.
Tabel 1 Nilai jangkauan, minimum, maksimum, rata-rata dan simpanga baku
peubah penjelas
Peubah
Jarak desa-kabupaten (X1)
Sarana Kesehatan (X2)
ASKESKIN (X3)

25.91

Simpangan
Baku
13.94

2.67

1.50

0.36

11.07 71.69

34.72

17.78

Jangkauan Min
55.00
1.76
60.62

Maks Rata-rata

1.00 56.00
0.91

Berdasarkan Tabel 1, simpangan baku pada peubah penjelas X3 (persentase
keluarga yang menerima kartu ASKESKIN dalam setahun) cukup besar, yang
berarti bahwa jumlah penerima ASKESKIN di tiap desa/kelurahan beragam.
Simpangan baku pada peubah sarana kesehatan (X2) kecil, yang berarti bahwa
sarana kesehatan di desa/kelurahan di Kabupaten Jember cukup merata di tiap
desa atau kelurahan.
Sebelum melakukan pendugaan parameter, peubah-peubah penjelas harus
dipastikan berpengaruh terhadap peubah respon. Selain itu, antar peubah penjelas
tidak saling berkorelasi atau saling bebas. Untuk menunjukkan hal tersebut,
digunakan analisis korelasi Pearson. Korelasi pearson antar peubah ditunjukan
pada Tabel 2.

Tabel 2 Korelasi Pearson antar peubah
Peubah

Korelasi Pearson Nilai-p

Y dan X1

-0.46*

0.01

Y dan X2

0.69*

0.00

Y dan X3

-0.38*

0.02

X1 dan X2

-0.26

0.13

X1 dan X3

-0.12

0.51

X2 dan X3

-0.23

0.19

Keterangan: * : nyata pada α = 5%

Nilai korelasi antar ketiga peubah penjelas dengan peubah respon pada
Tabel 2 nyata dengan taraf kepercayaan 95%, yang berarti bahwa semua peubah
penjelas berpengaruh terhadap peubah respon. Sedangkan semua nilai korelasi
antar peubah penjelas tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%, sehingga antar
peubah penjelas tidak saling berkorelasi atau tidak terjadi multikolinearitas.
Ketiga peubah penjelas tersebut dapat langsung

digunakan untuk keperluan

analisis selanjutnya.

Model RTGB
Sebelum digunakan model RTGB untuk analisis data, digunakan terlebih
dahulu analisis RTG yang diperoleh dari hasil penelitian Rahmawati pada tahun
2010. Berdasarkan penelitian Rahmawati (2010) diperoleh nilai lebar jendela
optimum yang dihasilkan dengan meminimumkan CV, yaitu 9.09 km untuk fungsi
pembobot kernel normal dan 27.48 km untuk fungsi pembobot kernel kuadrat
ganda. Nilai lebar jendela sebesar 9.09 km untuk fungsi pembobot kernel normal
menunjukkan bahwa jarak antar desa atau kelurahan yang kurang dari 9.09 km,
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap data yang diamati. Sedangkan
jika lokasi antar desa atau kelurahan sudah melebihi jarak 9.09 km, maka
pengaruhnya akan menurun seiring dengan semakin jauhnya jarak antar desa atau
kelurahan. Nilai lebar jendela sebesar 27.48 km untuk fungsi pembobot kernel
kuadrat ganda menunjukkan bahwa jarak antar desa atau kelurahan kurang dari
27.48 km, dianggap mempengaruhi data dengan semakin dekat jarak maka

semakin besar pengaruhnya terhadap data yang diamati. Sedangkan jarak antar
desa atau kelurahan yang lebih dari atau sama dengan 27.48 km, dianggap sudah
tidak mempengaruhi data yang diamati.
Berbeda dengan pendugaan model RTG yang menggunakan WLS,
pendugaan koefisien regresi pada model RTGB menggunakan Gibbs Sampling
dengan melakukan iterasi sebanyak 550 kali dimana 50 ulangan pertama dibuang.
Dengan menggunakan fungsi pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda
serta berbagai nilai r (r = 8, 15, 25 dan 35) dan  ( = 1, 10 dan 100) maka
diperoleh penduga parameter model RTGB. Penduga parameter model RTGB
kernel normal dan kernel kuadrat ganda untuk berbagai prior r dan  pada
Lampiran 1 dan Lampiran 2. Berikut penduga koefisien model RTG dan model
RTGB kernel normal dan kuadrat ganda dengan r = 35 dan  = 10 pada Gambar 2
sampai Gambar 7.
10000
5000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435

1

-5000
-10000

Desa

-15000

Gambar 2 Plot koefisien 1 [RTGB (■), RTG (■)] model RTGB kernel normal
pada r = 35 dan  = 10

10000
5000
0
1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435

-5000
-10000
Desa
-15000

Gambar 3 Plot koefisien 1 [RTGB (■), RTG (■)] model RTGB kernel kuadrat
ganda pada r = 35 dan  = 10
Pada model regresi, nilai-nilai penduga parameter dapat dijadikan sebagai
pertimbangan besarnya kontribusi peubah penjelas terhadap peubah respon.
Berbeda dengan regresi linear global yang hasil penduga parameter untuk tiap
peubah sama untuk semua desa atau kelurahan, pada model RTG dan RTGB
menghasilkan penduga parameter yang dapat bernilai positif ataupun negatif pada
desa atau kelurahan yang berbeda untuk peubah yang sama. Sehingga suatu
peubah penjelas yang sama bisa memberi kontribusi negatif maupun positif
terhadap rata-rata pengeluaran per kapita desa atau kelurahan yang berbeda.
Gambar 2 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai

1

yang berbeda di tiap

desa atau kelurahan di Kabupaten Jember. Gambar 2 dan Gambar 3 juga
menunjukkan pola yang cenderung sama antara model RTG dan RTGB dengan
pembobot kernel normal dan kuadrat ganda, tapi ada beberapa desa yang
mempunyai pola yang berlawanan atau berbeda yaitu desa ke-4, 8, 9, dan 21.
sebagian besar nilai

1

model RTG dan RTGB kernel normal dan kuadrat ganda

bernilai negatif. Nilai negatif pada

1

berarti bahwa semakin jauh jarak dari desa

atau kelurahan ke ibukota kabupaten, maka semakin rendah rata-rata pengeluaran
per kapita per bulan. Tapi nilai

1

pada desa ke- 1, 2, 3, 4, 8, 9, 18, 19, 20 dan 21

bernilai positif yang berarti bahwa semakin jauh jarak dari desa atau kelurahan ke
ibukota kabupaten, maka semakin tinggi rata-rata pengeluaran per kapita per
bulan. Gambar 2 dan Gambar 3 juga menunjukkan Nilai

1

dengan pembobot

kernel normal dan kernel kuadrat ganda yang cenderung sama, baik pada model
RTG maupun RTGB.

600000
500000
400000
300000
200000
2

100000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435

-100000
-200000

Desa

-300000

Gambar 4 Plot koefisien 2 [RTGB (■), RTG (■)] model RTGB kernel normal
pada r = 35 dan  = 10
300000
200000
100000
2

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435

-100000
Desa
-200000

Gambar 5 Plot koefisien 2 [RTGB (■), RTG (■)] model RTGB kernel kuadrat
ganda pada r = 35 dan  = 10
Nilai

2

dengan pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda pada

Gambar 4 dan Gambar 5 cenderung sama, baik pada model RTG maupun RTGB.
Tapi pada desa 1 nilai

2

pada model RTGB pembobot kernel normal jauh

berbeda dengan model RTGB pembobot kernel kuadrat. Sebagian besar nilai

2

model RTG dan RTGB kernel normal dan kuadrat ganda bernilai positif yang
berarti bahwa semakin banyak sarana kesehatan di desa atau kelurahan di
Kabupaten Jember, maka rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk
desa semakin besar. Tapi ada beberapa desa atau kelurahan yang nilai

2

bernilai

negatif seperti desa ke- 5, 7, 20, 21, 29, 30 dan 31 yang berarti bahwa semakin
banyak sarana kesehatan di desa atau kelurahan tersebut, maka rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan penduduk semakin kecil.

8000
6000
4000
2000
0

3

-2000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435

-4000
-6000

Desa

-8000

Gambar 6 Plot koefisien 3 [RTGB (■), RTG (■)] model RTGB kernel normal
pada r = 35 dan  = 10
6000
4000
2000
0

3

-2000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435

-4000
-6000

Desa

-8000

Gambar 7 Plot koefisien 3 [RTGB (■), RTG (■)] model RTGB kernel kuadrat
ganda pada r = 35 dan  = 10
Gambar 6 dan Gambar 7 menunjukkan bahwa sebagian besar nilai

3

bernilai negatif yang berarti bahwa semakin besar persentase keluarga penerima
ASKESKIN dalam setahun terakhir, maka semakin rendah rata-rata pengeluaran
per kapita per bulan. Tapi pada desa ke-1, 2, 3, 4, 5, 7 dan 18 pada pembobot
kernel normal serta desa ke-19, 29 dan 30 pada pembobot kernel kuadrat ganda,
nilai

3

positif yang berarti bahwa semakin besar persentase keluarga penerima

ASKESKIN dalam setahun terakhir, maka semakin tinggi rata-rata pengeluaran
per kapita per bulan penduduk di desa atau kelurahan di Kabupaten Jember. Nilai
3

dengan pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda pada Gambar 6 dan

Gambar 7 cenderung sama, baik pada model RTG maupun RTGB. Tapi pada desa
1, 2, 3, 29 dan 30, nilai

3

pada model RTGB pembobot kernel normal jauh

berbeda dengan model RTGB pembobot kernel kuadrat.

Ragam galat pada model RTGB diasumsikan tidak konstan antar lokasi.
Gambar 8 menunjukkan nilai

untuk r = 8 dan  = 1. Nilai

model RTGB

pembobot kernel normal dan kernel kuadrat dengan berbagai r dan  selengkapnya
pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
7
6
5


4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435

Desa
Gambar 8 Plot
pada model RTGB pembobot kernel normal (■) dan RTGB
pembobot kernel kuadrat ganda (■)
Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa

cukup beragam di tiap desa. Desa

ke-4, 5, 6, 7, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 32, 33, 34 dan 35
menghasilkan

yang cenderung besar baik pada model RTGB dengan pembobot

kernel normal maupun kernel kuadrat ganda. Nilai
memboboti

ini dengan konsisten

untuk semua desa yang diamati, sehingga desa atau pengamatan

yang mungkin berpotensi mengandung pencilan akan diboboti dengan nilai
yang besar. Nilai

pada model RTGB pembobot kernel normal lebih besar dari

pada pembobot kernel kuadrat ganda, hal ini karena pembobot kernel normal
memberi pengaruh pada seluruh lokasi amatan, sedangkan pembobot kernel
normal memberi pengaruh pada daerah yang jaraknya kurang dari .

Model Terbaik
Sebelum membandingkan model RTG dan RTGB untuk fungsi pembobot
kernel normal dan kernel kuadrat ganda terlebih dahulu menentukan model RTGB
terbaik dengan berbagai nilai r dan  untuk kedua fungsi pembobot. Salah satu
indikator yang dapat digunakan adalah R2. Nilai R2 yang lebih tinggi
mengindikasikan model yang lebih baik. Pada penelitian ini, nilai R2 diperoleh
dari pemodelan antar Y amatan dan Y duga dari model RTGB untuk berbagai

nilai r dan . Indikator lainnya adalah kuadrat tengah galat (KTG) atau mean
square error. Nilai KTG yang lebih kecil mengindikasikan model yang lebih baik.
Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan nilai R2 dan KTG untuk model RTGB dengan
fungsi pembobot kernel normal dan model RTGB dengan fungsi pembobot kernel
kuadrat ganda untuk berbagai r dan .
Tabel 3 Nilai R2 dan KTG model RTGB pembobot kernel normal
r
8

15

25

35


R2

KTG

R2

KTG

R2

KTG

R2

KTG

(%)

(109)

(%)

(109)

(%)

(109)

(%)

(109)

1

89.20

1.51

91.20

1.22

91.70

1.15

91.70

1.14

10

89.40

1.49

91.50

1.17

91.70

1.15

91.80

1.12

100 89.30

1.50

91.40

1.19

91.70

1.15

91.80

1.13

Tabel 4 Nilai R2 dan KTG model RTGB pembobot kernel kuadrat ganda
r
8

15

25

35


R2

KTG

R2

KTG

R2

KTG

R2

KTG

(%)

(109)

(%)

(109)

(%)

(109)

(%)

(109)

1

83.40

2.29

84.80

2.08

85.70

1.96

86.10

1.89

10

84.90

2.08

85.40

1.98

85.30

2.00

86.30

1.87

100 82.80

2.33

84.80

2.09

85.30

2.01

85.80

1.94

Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4 terlihat bahwa pada prior r = 35 dan  =
10, model RTGB dengan pembobot kernel normal dan pembobot kernel kuadrat
ganda adalah model RTGB dengan nilai R2 tertinggi dan KTG terkecil. Model
RTGB menghasilkan nilai R2 sebesar 91.8% dan KTG sebesar 1.12 x 109 untuk
pembobot kernel normal dan R2 sebesar 86.3% dan KTG sebesar 1.87 x 109 untuk
pembobot kernel kuadrat ganda, sehingga prior r = 35 dan  = 10 adalah prior
yang menghasilkan model RTGB terbaik untuk kedua fungsi pembobot yang
digunakan. Tabel 3 dan Tabel 4 juga menunjukkan bahwa semakin besar prior r,
maka nilai R2 cenderung makin besar dan nilai KTG yang menurun. Tabel 3 dan
Tabel 4 juga terlihat bahwa prior  tidak cukup signifikan berpengaruh terhadap
model.
Setelah menentukan model RTGB terbaik, selanjutnya membandingkannya
dengan model RTG pada penelitian Rahmawati (2010). Tabel 5 menunjukkan
nilai R2 dan KTG untuk model RTG dan RTGB dengan pembobot kernel normal
dan pembobot kernel kuadrat ganda.
Tabel 5 Nilai R2 dan KTG model RTG dan RTGB dengan pembobot kernel
normal dan pembobot kernel kuadrat ganda
R2

KTG

RTG kernel normal

85.30%

2.00109

RTGB kernel normal

91.80%

1.12109

RTG kernel kuadrat ganda

82.20%

2.40109

RTGB kernel kuadrat ganda

86.30%

1.87109

Model

Berdasarkan Tabel 5, model RTGB dengan pembobot kernel normal adalah
model terbaik yang menghasilkan nilai R2 tertinggi dan KTG terkecil dari model
RTG dengan fungsi pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda maupun
model RTGB dengan pembobot kernel kuadrat ganda. Tabel 5 juga menunjukkan
bahwa pada pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda, model RTGB
lebih baik dari pada model RTG.
Untuk menunjukkan bahwa model RTGB dengan pembobot kernel normal
adalah model yang terbaik juga dipertegas pada diagram pencar antara Y amatan

dengan Y regresi, Y RTGB kernel normal, Y RTGB kernel kuadrat ganda, Y RTG
kernel normal, dan Y RTG kernel kuadrat ganda pada Gambar 9.
700000
600000
500000

Y

400000
300000
200000
100000
0
0

200000

400000

600000

800000

Y amatan
Y RTG kernel normal

Y RTG kernel kuadrat ganda

Y RTGB kernel normal

Y RTGB kernel kuadrat ganda

Y regresi

Linear (Y RTG kernel normal)

Linear (Y RTG kernel kuadrat ganda)

Linear (Y RTGB kernel normal)

Linear (Y RTGB kernel kuadrat ganda)

Linear (Y regresi)

Gambar 9 Diagram pencar Y amatan dan Y: Regresi, RTG dan RTGB dengan
pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda
Berdasarkan Gambar 9, Y RTGB dengan fungsi pembobot kernel normal
lebih mendekati Y amatan dibandingkan dengan Y model RTGB dengan fungsi
pembobot kernel kuadrat ganda, Y RTG dengan fungsi pembobot kernel normal
dan kernel kuadrat ganda maupun Y regresi, sehingga model RTGB dengan fungsi
pembobot kernel normal adalah model terbaik untuk pendugaan rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan desa atau kelurahan di Kabupaten Jember.

Asumsi Normalitas
Asumsi tambahan lain yang harus dipenuhi adalah peubah acak galat
menyebar normal. Untuk menunjukkan hal ini dapat dilihat pada plot probabilitas
galat di Gambar 10 dan Gambar 11.

Gambar 10 Plot peluang galat RTGB dengan pembobot kernel normal

Gambar 11 Plot peluang galat RTGB dengan pembobot kernel kuadrat ganda
Berdasarkan Gambar 8 dan Gambar 9 di atas, tampak bahwa sebagian besar
data menyebar di sepanjang garis lurus. Hal ini mengindikasikan bahwa data
menyebar normal. Dengan menggunakan uji Anderson Darling, pada pemilihan α
= 5% diketahui bahwa peubah acak galat mengikuti sebaran normal (p-value >
0.05) untuk galat model RTGB dengan fungsi pembobot kernel normal dan fungsi
pembobot kernel kuadrat ganda, sehingga asumsi kenormalan yang dibutuhkan
dalam pemodelan RTGB ini telah terpenuhi.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Berdasarkan berbagai prior r dan  yang digunakan dalam analisis model
RTGB dengan fungsi pembobot kernel normal dan fungsi pembobot kernel
kuadrat ganda untuk pendugaan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan desa
atau kelurahan di Kabupaten Jember, prior r = 35 dan  = 10 adalah prior yang
menghasilkan model RTGB terbaik untuk kedua fungsi pembobot. Jika
dibandingkan dengan model RTG, maka model RTGB dengan fungsi pembobot
kernel normal adalah model terbaik dengan KTG sebesar 1.12 x 109 dan R2
sebesar 91.8%.

SARAN
Penelitian ini fokus pada permasalahan ragam tidak konstan antar lokasi
dengan menggunakan pembobot kernel dengan lebar jendela yang sama untuk
semua lokasi, sehingga penelitian berikutnya disarankan menggunakan pembobot
kernel adaptif dengan lebar jendela yang berbeda-beda di tiap lokasi. Pada
pembobot kernel adaptif, titik-titik amatan yang berdekatan atau mengumpul
menghasilkan lebar jendela yang kecil sedangkan titik-titik amatan yang
berpencar menghasilkan lebar jendela yang besar, sehingga diharapkan dapat
menghasilkan galat model yang lebih kecil.
Pendugaan parameter pada model RTGB hanya berlaku pada lokasi amatan
dan tidak dapat digunakan untuk menduga parameter di luar lokasi amatan.
Penelitian ini dapat dikembangkan untuk menduga parameter di luar lokasi
amatan dengan menggunakan metode interpolasi.

DAFTAR PUSTAKA

Arisanti R. 2010. Model Regresi Spasial untuk Deteksi Faktor-Faktor Kemiskinan
di Provinsi Jawa Timur [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
BPS [Badan Pusat Statistik]. 2005. Identifikasi dan Penentuan Desa Tertinggal
2005. Buku II = Jawa. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
BPS [Badan Pusat Statistik]. 2008. Data dan Informasi Kemiskinan 2008. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
BPS [Badan Pusat Statistik]. 2009. Kabupaten Jember dalam Angka 2009.
Kabupaten Jember: Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan dengan
Badan Pusat Statistik
BPS [Badan Pusat Statistik]. 2011. Berita Resmi Statistik No. 45/07/Th. XIV, 1
Juli 2011. http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan_01jul11.pdf [30
Desember 2011]
BPS [Badan Pusat Statistik]. 2012. Meta Data Subdit Statistik Kerawanan Sosial.
http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=1&id_subyek=23 [16 Juli
2012]
Chan HS. 2008. Incorporating the Concept of „Community‟ into A SpatiallyWeighted Local Regression Analysis [thesis]. Canada: Department of
Geodesy and Geomatics Engineering, University of New Brunswick.
Fotheringham AS, Brundson C, Chartlon M. 2002. Geographically Weighted
Regression, the Analysis of spatially varying relationships. John Wiley and
Sons, LTD.
LeSage JP. 1998. Spatial Econometric [paper]. Department of Economics,
University of Toledo.
LeSage JP. 1999. The Theory and Practice of Spatial Econometrics [paper].
Department of Economics, University of Toledo.
LeSage JP. 2001. A Family of Geographically Weighted Regression Models.
Journal of Geographic Information Science Vol. 5, No. 2, Department of
Economics University of Toledo.
Meilisa M. 2010. Model Otoregresi Simultan dan Otoregresi Bersyarat untuk
Analisis Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rahmawati R. 2010. Model Regresi Terboboti Geografis dengan Pembobot
Kernel Normal dan Kernel Kuadrat Ganda untuk Data Kemiskinan (Kasus
35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember) [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Schabenberger O, Gotway CA. 2005. Statistical Methods for Spatial Data
Analysis. Chapman & Hall/CRC.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Penduga parameter model RTGB pembobot kernel normal


r = 8 dan  = 1

Desa
PASEBAN
GUMUKMAS
TEMBOKREJO
WRINGIN TELU
AMPEL
KESILIR
SABRANG
SIDODADI
PACE
SEMPOLAN
GARAHAN
MRAWAN
KEMUNING SARI KIDUL
SUKAMAKMUR
WIROWONGSO
KARANG SEMANDING
BALUNG KIDUL
GADINGREJO
WRINGIN AGUNG
PRINGGOWIRAWAN
JATIROTO
SUKOREJO
GAMBIRONO
SERUT
KEMUNINGLLOR
SUMBER PINANG
KALISAT
SUREN
RANDU AGUNG
SUMBERJAMBE
ARJASA
TEGAL BESAR
KARANGREJO
SUMBERSARI
JEMBER LOR

b0
b1
b2
b3
� RTGB
-827090.0 5070.0
486290.0 5970.0
282372.07
-408170.0 4830.0
244150.0 3260.0
238742.85
-294260.0 5580.0
167320.0 2160.0
225673.20
22870.0 1550.0
97900.0
130.0
242246.54
220510.0 -2810.0
77670.0
-150.0
215532.84
144400.0 -2040.0
124470.0
-650.0
217816.59
198430.0 -2610.0
94190.0
-320.0
247681.21
149440.0
400.0
82390.0
-500.0
257379.77
42600.0
-190.0
155760.0
-470.0
221968.90
194590.0 -3110.0
111130.0
-920.0
265047.55
240080.0