Efisiensi Teknis dan Ekonomis Alat Tangkap Garuk dan Peluang Pengembangannya di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa Barat

EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP GARUK
DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA DI DESA RAWAMENENG
BLANAKAN SUBANG JAWA BARAT

ADE GUNTUR

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Efisiensi Teknis
dan Ekonomis Alat Tangkap Garuk dan Peluang Pengembangannya di Desa
Rawameneng Blanakan Subang Jawa Barat adalah benar karya saya sendiri dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.


Bogor, September 2013

Ade Guntur
NIM C44090040

ABSTRAK
ADE GUNTUR. Efisiensi Teknis dan Ekonomis Alat Tangkap Garuk dan Peluang
Pengembangannya di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa Barat. Dibimbing
oleh MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR dan GONDO PUSPITO.
Alat tangkap garuk merupakan alat tangkap yang dominan di Desa Rawameneng
Blanakan. Alat ini memiliki produktivitas yang baik untuk menangkap kerang.
Produktivitas alat tangkap garuk tersebut berhubungan dengan kemampuan alat
tangkap untuk memberikan keuntungan bagi nelayan. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan efisiensi teknis dan ekonomis alat tangkap garuk dan menentukan
peluang pengembangannya di Desa Rawameneng. Untuk menentukan
produktivitas alat garuk, data yang diperoleh dianalisis secara teknis dan ekonomis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa efisiensi teknis alat tangkap garuk di Desa
Rawameneng berkisar antara 0,22-6,41. Ditinjau dari sisi ekonomi alat tangkap
garuk mampu memberikan pendapatan dengan kisaran Rp 39.790.000-Rp

108.468.000 dengan rata-rata Return of Investment 299 %, Revenue-Cost Ratio
4,36 dan waktu pengembalian modal (Payback period) 0,33.
Kata kunci : Efisiensi teknis, efisiensi ekonomis, garuk, kerang, Desa Rawameneng.

ABSTRACT
ADE GUNTUR. The Technical and Economical Efficiency of Dredge Gear and Its
Opportunity for Development in Rawameneng Blanakan Village, Subang District,
West Java. Supervised by MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR and GONDO
PUSPITO.
Dredge gear is the most common fishing gear in Rawameneng Blanakan Village.
This fishing gear have good productivity for catching coockles. Productivity of
dredge gear is related to the ability of fishing gear to provide the profit for
fishermen. The objectives of this research were to determine technical and
economical efficiency of dredge gear and to determine the possibility to developed
dredge gear in Rawameneng Village. Productivity of dredge gear was technically
analiyzed and economically. The research showed that technical efficiency of
dredge gear in Rawameneng village ranged from 0,22 to 6,41. In term of
economical efficiency, dredge gear contributed the revenue which ranged from Rp
39.790.000 to Rp 108.468.000. Furthermore, Return of Investment of dredge gear,
Revenue-Cost Ratio and Payback Period were 299%, 4,36 and 0,33, respectively.

Keywords : Technical efficiency, economical efficiency, dredge gear, coockles
Rawameneng Village.

EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP GARUK
DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA DI DESA RAWAMENENG
BLANAKAN SUBANG JAWA BARAT

ADE GUNTUR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Efisiensi Teknis dan Ekonomis Alat Tangkap Garuk dan Peluang
Pengembangannya di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa
Barat
Nama
: Ade Guntur
NIM
: C44090040
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Ir Mokhamad Dahri Iskandar, MSi
Pembimbing I

Diketahui oleh

Tanggal Lulus :

2 '- - 2D13


Dr Ir Gondo Puspito, MSc
Pembimbing II

Judul Skripsi : Efisiensi Teknis dan Ekonomis Alat Tangkap Garuk dan Peluang
Pengembangannya di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa
Barat
Nama
: Ade Guntur
NIM
: C44090040
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Ir Mokhamad Dahri Iskandar, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Gondo Puspito, MSc
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian yang dilakukan pada
bulan Maret 2013 digunakan sebagai dasar pembuatan skripsi ini. Skripsi ini
berjudul Efisiensi Teknis dan Ekonomis Alat Tangkap Garuk dan Peluang
Pengembangannya di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa Barat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu dan memberikan masukan untuk penyelesaian skripsi ini, terutama
kepada :
1. Ir Mokhamad Dahri Iskandar, MSi dan Dr Ir Gondo Puspito, MSc selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran;
2. Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro MSc selaku dosen penguji tamu yang telah

memberikan masukan dan saran;
3. Vita Rumanti Kurniawati SPi, MT selaku komisi pendidikan yang telah
memberikan masukan dan saran.
4. Ayah, Ibu, adek, teteh serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan
kasih sayangnya;
5. Kepala KUD Mina Karya Baru dan staf yang telah banyak membantu kegiatan
penelitian. terutama kepada Bapak Ono, Bapak Didi atas tempat yang telah
disediakan untuk menginap;
6. Bapak Sawit sekeluarga yang telah memberikan bantuan dan tumpangan untuk
ikut melaut selama penelitian;
7. Ardian, Eka, Prori, Ulfah, Lia, Idem, Cacat, Zuhdi, Surini, Isel, Tyas, Adi, Lutfi
Imam, Ade Imam, Ine, Maul, Gun, Iin, Fais, Fajar, Bagus dan seluruh PSP 46
yang telah banyak memberikan masukan dan dukungan;
8. Kontrakan Batosai dan sekitar (Kodok, Khalid, Widodo, Iki, Bolu, Wiwit,
Pathir dan Idris munawaroh, ziar, ema, finka) yang selalu mendukung dalam
proses pengerjaan skripsi; dan
9. Pihak-pihak lain yang tidak bisa dan belum kami sebutkan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu penulis mengharapkan saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini dan
penelitian berikutnya dimasa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat.


Bogor, September 2013

Ade Guntur

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Peralatan
Metode Penelitian
Metode Pengambilan Sampel
Metode Pengambilan Data

Analisis Data
Efisiensi teknis
Analisis finansial
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Deskripsi umum dan klasifikasi alat tangkap garuk
Efisiensi teknis unit penangkapan garuk
Analisis finansial usaha penangkapan garuk
Pembahasan
Efisiensi teknis unit penangkapan garuk
Analisis finansial usaha penangkapan garuk
Analisis sensitivitas
Peluang pengembangan usaha
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

i

ii
iii
iv
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3
4
4
5
7
7
7
16

19
24
24
25
26
27
28
28
28
29
31

DAFTAR TABEL
1. Spesifikasi alat tangkap garuk
11
2. Proporsi hasil tangkapan garuk per tahun
15
3. Data produksi, jumlah trip, jumlah setting, ukuran perahu, ukuran mesin,
jumlah BBM, jumlah ABK, dan jumlah alat yang berhasil diperoleh di
Desa Rawameneng.
17
4. Perbandingan perhitungan faktor produksi yang menentukan efisiensi
teknis dan finansial
18
5. Efisiensi teknis dan nilai finansial unit penangkapan garuk
19
6. Rata-rata investasi unit penanangkapan garuk
20
7. Biaya tetap unit penangkapan garuk
20
8. Biaya tidak tetap usaha unit penangkapan garuk
21
9. Biaya penyusutan unit usaha penangkapan garuk
21
10. Penerimaan usaha penangkapan garuk
22
11. Kriteria ekonomi untuk menentukan kelayakan usaha penangkapan garuk
22
12. Analisis sensitivitas apabila terjadi kenaikan BBM
23
13. Analisis sensitivitas apabila terjadi perubahan harga produk
24

DAFTAR GAMBAR
1. Alat tangkap garuk dengan bentuk gigi raga lurus (1a) dan alat tangkap
garuk dengan gigi raga dibengkokan ujungnya (1b)
7
2. Desain garuk dengan gigi raga lurus (2a) dan desain garuk dengan gigi
raga dibengkokan (2a)
8
3. Gigi raga yang ditancapkan pada kayu (3a) dan desain gigi raga (3b)
9
4. Mulut raga alat tangkap garuk (4a) dan desain mulut raga (4b)
10
5. Kantong garuk yang terbuat dari jaring PE (5a) dan desain kantong garuk
(5b)
10
6. Pemberat alat garuk (6a) dan desain pemberat (6b)
11
7. Perahu untuk mengoperasikan alat tangkap garuk
12
8. Posisi nelayan saat melakukan penurunan alat (setting) (8a) dan posisi
garuk saat ditarik di dasar perairan (8b)
13
9. Posisi nelayan saat melakukan penarikan alat garuk (9a) dan posisi
nelayan saat hauling (9b)
13
10. Hasil tangkapan garuk yang akan disortir (10a) dan hasil tangkapan utama
garuk (10b)
14
11. Ukuran panjang cangkang kerang gelatik
16

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Peta lokasi penelitian
Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan garuk
Contoh perhitungan metode skoring
Perhitungan usaha unit penangkapan garuk

31
32
33
34

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perikanan pantai Utara Jawa merupakan sentra terbesar perikanan Indonesia
yang memberikan kontribusi terbesar jumlah perikanan berskala kecil. Pantai Utara
Jawa banyak dimanfaatkan oleh para pelaku kegiatan bisnis perikanan, baik dalam
skala kecil maupun skala besar. Salah satu sumber daya laut yang menjadi target
kegiatan bisnis yaitu penangkapan atau pengumpulan kerang.
Kerang (Anadara sp.) merupakan salah satu hasil laut yang bernilai ekonomis
untuk dikembangkan sebagai sumber protein dan mineral untuk memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Salah satu dari spesies kerang yang paling
populer yaitu kerang darah, selain mempunyai nilai ekonomis yang tinggi kerang
darah juga kaya akan kandungan nilai gizi. Selain kerang darah, masih ada kerang
bulu dan kerang gelatik yang biasa dikonsumsi karena mempunyai kandungan gizi
yang baik. Manusia diperkirakan sudah mengkonsumsi kerang sejak 3.500 tahun
yang lalu (Suwignyo et al. 2005).
Penangkapan kerang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat tangkap
garuk (Subani dan Barus 1989). Garuk di Desa Rawameneng Subang telah
digunakan nelayan secara turun temurun. Alat garuk pada prinsipnya berbentuk
kantong jaring yang dilengkapi dengan kisi berupa barisan gigi-gigi dari besi yang
dipasang di bagian bawah mulut kantong jaring tersebut. Saat dioperasikan, garuk
ditarik menyusur di atas dasar perairan berpasir atau lumpur seperti jaring trawl
dasar.
Penangkapan atau pengambilan kerang banyak dilakukan di Provinsi Jawa
Barat di sekitar Pantai Utara Laut Jawa, seperti di Desa Rawameneng Kecamatan
Blanakan, Kabupaten Subang. Berdasarkan data statistik perikanan Provinsi Jawa
Barat (http://statistik.kkp.go.id) penggunaan alat tangkap kerang mengalami
peningkatan dari tahun 2009-2011, pada tahun 2009 jumlah alat mencapai 9.031
unit, sedangkan pada tahun 2011 meningkat jumlahnya menjadi 13.638 unit.
Meningkatnya jumlah alat tangkap berbanding terbalik dengan volume produksi
alat pengumpul kerang yang semakin menurun dari tahun 2009 sampai 2011.
Tahun 2009 volume produksinya sebesar 3.303 ton, sedangkan pada tahun 2011
hanya sebesar 835 ton. Peningkatan jumlah alat tangkap garuk tersebut secara terus
menerus telah mengakibatkan terjadinya penurunan produksi kerang.
Kondisi ini menjadi salah satu indikasi terjadinya penangkapan kerang secara
berlebihan dengan menggunakan alat tangkap garuk. Penangkapan kerang secara
berlebihan dapat berakibat pada menurunnya stok sumberdaya kerang di perairan
tersebut dan menurunnya ukuran kerang secara biologi pada tingkat kematangan
gonad yang pertama (length at first maturity).
Penangkapan kerang secara berlebihan dilihat dari sisi ekonomi akan
mengurangi pendapatan nelayan karena berkurangnya hasil tangkapan dari waktu
ke waktu. Ditinjau secara teknis penangkapan kerang dengan alat tangkap garuk
berpengaruh buruk terhadap lingkungan (Jones 2010). Disatu sisi ada penelitian
yang menyatakan bahwa penggarukan dasar laut dapat memperbaiki habitat setelah
kegiatan tersebut selesai (Heidi et al. 2011). Dengan adanya kecenderungan
menurunnya hasil tangkapan, namun disatu sisi ada penambahan jumlah unit

2
penangkapan garuk, maka penulis tertarik untuk meneliti efisiensi teknis dan
ekonomis alat tangkap garuk dan peluang pengembangannya di Desa Rawameneng
Blanakan Subang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menentukan efisiensi teknis dan ekonomis alat tangkap garuk di Desa
Rawameneng kecamatan Blanakan Subang Jawa Barat; dan
2. Menentukan peluang pengembangan usaha penangkapan garuk di Desa
Rawameneng kecamatan Blanakan Subang Jawa Barat.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Memberikan informasi kepada nelayan mengenai prospek usaha penangkapan
garuk di Desa Rawameneng Blanakan Subang; dan
2. Memberikan informasi kepada nelayan dan instansi terkait, mengenai peluang
pengembangan unit penangkapan garuk yang efisien secara teknis di perairan
Pantai Utara Jawa Blanakan Subang.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013, berlangsung selama 10 hari.
Penelitian dilakukan di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa Barat. Penelitian
diawali dengan membuat kuesioner yang memuat beberapa pertanyaan terkait
teknis dan analisis finansial dari alat tangkap garuk. Peta lokasi penelitian dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Meteran dengan tingkat ketelitian 0,1 cm untuk mengukur alat garuk dan kapal;
2. Kamera digital untuk mengambil gambar dan video; dan
3. Kuesioner berisi pertanyaan terkait teknis dan ekonomis alat tangkap garuk
untuk mengambil data teknis dan ekonomis alat tangkap garuk.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survei. Metode penelitian
survei merupakan suatu penelitian kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan
terstruktur atau sistematis yang sama kepada banyak orang, untuk kemudian seluruh
data yang diperoleh dicatat, diolah, dan dianalisis (Prasetyo dan Janah 2006).
Metode survei ini digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi teknis dan finansial

3
alat tangkap garuk dalam melakukan penangkapan kerang di Desa Rawameneng
Blanakan Subang Jawa Barat.
Metode Pengambilan Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi, pada penelitian ini diambil beberapa
sampel yang mewakili populasi nelayan garuk yang kemudian akan dijadikan
responden dalam pengumpulan data. Metode yang digunakan untuk pengambilan
sampel yaitu metode purposive sampling. Responden ditentukan berdasarkan
kriteria tertentu atau sesuai dengan penelitian (Singarimbun dan Efendi 1995),
sehingga dalam pelaksanaanya akan lebih mudah menentukan sumber data yang
tepat. Penggunaan metode tersebut berdasarkan pada keterbatasan tenaga, waktu
dan dana yang dimiliki oleh peneliti. Jumlah responden yang diambil dalam
penelitian ini sebanyak 16 sampel dari 20 nelayan pemilik di Desa Rawameneng.
Adapun kriteria responden yang akan diwawancarai sebagai berikut:
1. Responden merupakan populasi nelayan pemilik perahu alat tangkap garuk
yang ada di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa Barat;
2. Responden merupakan nelayan yang sehari-harinya menggunakan alat tangkap
garuk dalam melakukan operasi penangkapan (nelayan pemilik); dan
3. Responden merupakan nelayan yang pada saat penelitian berada di lokasi
pengambilan data.
Metode Pengambilan Data
Data yang diambil pada penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari hasil wawancara terhadap nelayan pemilik alat tangkap
garuk atau pihak-pihak terkait dengan pertanyaan yang sebelumnya sudah
disiapkan dalam bentuk kuesioner. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan
informasi atau data mengenai aspek teknik dan finansial alat tangkap garuk. Hasil
pengamatan langsung di lapangan diperoleh informasi mengenai daerah
penangkapan, metode operasi penangkapan, proses pendaratan, proses penanganan
hasil tangkapan dan bagian-bagian alat tangkap. Adapun data sekunder diambil dari
instansi perikanan setempat.
Data primer yang diambil sebagai berikut:
1. Aspek teknis
Data yang berhubungan dengan metode operasi penangkapan, deskripsi alat
tangkap dan daerah penagkapan, meliputi:
a. Metode pengoperasian alat tangkap garuk;
b. Ukuran alat tangkap garuk dan jumlahnya;
c. Konstruksi dan bagian-bagian alat tangkap garuk;
d. Daerah pengoperasian;
e. Jumlah nelayan pengoperasian alat tangkap garuk;
f. Musim penangkapan garuk;
g. Jumlah trip;
h. Jumlah setting pada setiap tripnya;
i. Sistem pembagian kerja nelayan;dan
j. Waktu yang dibutuhkan untuk pengoperasian garuk.

4
2. Aspek finansial
Data yang berhubungan dengan analisis usaha dan kriteria investasi, meliputi:
a. Biaya investasi yang dikeluarkan untuk memulai usaha penangkapan
dengan menggunakan alat tangkap garuk;
b. Biaya operasional pengoperasian alat tangkap garuk;
c. Pendapatan nelayan dalam satu periode waktu (hari/minggu/bulan/tahun);
d. Sistem bagi hasil antara nelayan pemilik dan ABK;
e. Harga jual hasil tangkapan; dan
f. Produksi alat tangkap garuk.
Data sekunder yang akan diambil pada penelitian ini, yaitu:
1. Jumlah alat tangkap garuk selama 3 tahun terakhir (2000-2011) yang diperoleh
dari TPI KUD Mina Karya Baru Desa Rawameneng Blanakan Subang;
2. Produksi alat tangkap garuk selama 3 tahun terakhir (2007-2011) dari TPI KUD
Mina Karya Baru Desa Rawameneng Blanakan Subang; dan
3. Data mengenai aspek teknis unit alat tangkap garuk (mesin kapal, ukuran kapal,
jumlah trip, jumlah nelayan, jumlah BBM).
Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengolah data dari hasil penelitian ke dalam
bentuk yang lebih sederhana sehingga mudah dipahami dalam pengambilan
kesimpulan. Data akan dianalisis secara teknik dan analisis finansial.
Efisiensi teknis
Efisiensi teknis unit penangkapan garuk dilakukan untuk mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh terhadap produktifitas alat tangkap. Seperti metode
pengopersian dan konstruksi dari alat tangkap. Efisiensi teknis dilakukan terhadap
nelayan garuk yang didasarkan pada kriteria berikut:
1. Produksi/trip;
2. Produksi/jumlah alat tangkap dalam satu kali trip;
3. Produksi/kekuatan mesin;
4. Produksi/BBM;
5. Produksi/jumlah ABK;
6. Produksi/Gross Tonage kapal; dan
7. Produksi/jumlah setting.
Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan metode skoring. Nilai yang
diberikan pada metode skoring dimulai dari yang paling rendah sampai nilai
tertinggi. Menurut Mangkusubroto dan Trisnadi (1985), untuk dapat menilai semua
kriteria digunakan nilai tukar, sehingga semua nilai mempunyai standar sama.
Untuk standarisasi nilai dapat dilakukan dengan rumus fungsi nilai sebagai berikut:
V(X) =
V (A) = ∑ Vi (Xi) untuk i= 1, 2 3,..... n

�−�

� −�

5
Keterangan:
V(X)
: Fungsi terbaik dari variabel X
X
: Vaiabel X
X1
: Nilai terbaik dari kriteria X
X0
: Nilai terburuk dari kriteria X
V (A) : Fungsi nilai dari alternatif A
Vi(Xi) : Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i
Penentuan urutan prioritas dari teknologi yang dipilih dengan menggunakan
fungsi nilai ditetapkan secara urut dari alternatif yang mempunyai fungsi nilai
tertinggi ke alternatif dengan fungsi nilai terendah.
Analisis finansial
Analisis finansial adalah analisis yang menilai suatu bisnis dari sudut pandang
pebisnis secara individual atau orang yang berkaitan langsung dengan bisnis
tersebut, seperti investor yang menanamkan modalnya maupun manajer yang
terlibat bisnis tersebut (Nurmalina et al. 2009). Analisis finansial dapat dihitung
melalui pendekatan analisis usaha dan analisis sensitivitas (Kadariah et al. 1999).
Tujuan melakukan analisis aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek
bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan
manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan
pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk
membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai
apakah proyek akan dapat berkembang terus (Umar 2007).
1. Analisis usaha
Analisis usaha merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui sampai
sejauhmana keberhasilan usaha selama usaha itu berlangsung (Rahardi et al. 1993).
Dalam analisis usaha perlu dihitung beberapa tolak ukur profitabilitas seperti
analisis laba/rugi, Analisis Revenue Cost Ratio, Analisis Payback Period (PP) dan
Return of Invesment (Kadariah et al. 1999).
1.1 Analisis laba rugi
Analisis laba/rugi bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan dan
kerugian dari usaha yang dikelola. Suatu usaha yang menguntungkan akan
mendapatkan penerimaan yang lebih besar dari pada total pengeluaran.
Keuntungan = Total penerimaan - (total biaya tetap + total biaya variabel)
Kriteria
TP>TBT+TBV; berarti usaha untung.
TP=TBT+TBV; berarti usaha tidak untung dan tidak rugi.
TP1). Hal ini menggambarkan semakin tinggi nilai R/C maka keuntungan
yang didapat semakin besar.
R/C = (Total Penerimaan / (total biaya tetap+total biaya variabel))
Kriteria
R/C > 1 ; Usaha menguntungkan, maka usaha layak untuk dilanjutkan atau
dikembangkan
R/C = 1 ; Usaha tidak untung dan tidak rugi
R/C < 1 ; Usaha rugi, maka usaha tidak layak untuk dikembangkan.
1.3 Analisis Payback Period
Analisis Payback Period (PP) merupakan metode untuk mengukur seberapa
cepat investasi bisa kembali (Nurmalina et al. 2009). Semakin pendek waktu
yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi maka usaha tersebut
sangat menguntungkan. Hasil perhitungan dari Payback Period (PP)
merupakan satuan waktu (Umar 2007).
Payback period =

I

A

Keterangan:
I ; Total investasi
Ab; Keuntungan bersih yang dapat diperoleh setiap tahunnya
Catatan: Jika Payback period lebih kecil dari umur proyek, maka usaha layak
untuk dilakukan. Semakin kecil nilai PP, maka usaha tersebut semakin
layak.
1.4 Analisis Return of Investment
Return of Investment merupakan nilai keuntungan yang diperoleh pengusaha
dari setiap jumlah uang yang diinvestasikan dalam periode waktu tertentu.
Dengan analisis ROI, pengusaha dapat menghitung seberapa besar kemampuan
usahanya untuk mengembalikan modal. Dengan demikian, analisis ROI dapat
digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal yang ditanamkan
dalam usaha tersebut (Satuhu 2004).
ROI =

Ke n

In e

ng n
i

x 100%

2. Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas perlu dilakukan untuk mengatasi perubahan faktor
internal dan atau ekternal terhadap produksi atau terget keuntungan sebagai akibat
adanya ketidakpastian dalam suatu usaha (Husnan dan Suwarsono 1994). Dalam
analisis ini akan melakukan identifikasi faktor-faktor perubahan yang mungkin atau
dapat saja terjadi pada bisnis tersebut, analisis ini digunakan untuk melihat
perubahan tersebut terhadap kelangsungan usaha (Nurmalina et al. 2009).

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Deskripsi umum dan klasifikasi alat tangkap garuk
Alat tangkap garuk di Desa Rawameneng telah digunakan secara turun
temurun sejak tahun 1980an oleh nelayan setempat. Secara umum alat tangkap
garuk digunakan untuk menangkap berbagai jenis kerang yang terdapat di dasar
perairan. Alat tangkap garuk atau garok pada perkembanganya mempunyai dua
konstruksi yang sedikit berbeda pada bagian gigi raga atau gigi garuknya. Garuk
dengan gigi raga berbentuk lurus dan berbahan besi atau baja behel ini ditujukan
khusus untuk menangkap kerang (Gambar 1a). Adapun garuk dengan gigi raga
yang terbuat dari paku nomor 10 yang dibengkokan ujungnya digunakan untuk
menangkap kerang sebagai target tangkapan utama dan udang sebagai hasil
tangkapan sampingannya (Gambar 1b).
Alat tangkap garuk secara umum dioperasikan dengan cara ditarik di dasar
perairan dengan menggunakan perahu. Jenis perahu yang digunakan menggunakan
tenaga penggerak yang bervariasi tergantung kemampuan modal yang dimiliki oleh
nelayan.

(1a)

(1b)

Gambar 1 Alat tangkap garuk dengan bentuk gigi raga lurus (1a) dan alat tangkap
garuk dengan gigi raga dibengkokan ujungnya (1b)
Alat tangkap garuk termasuk kedalam klasifikasi kelompok alat pengumpul
(Subani dan Barus 1989). Garuk diopersikan di dasar perairan berpasir atau lumpur
dengan kedalaman 5 meter sampai 15 meter. Garuk termasuk alat tangkap yang
aktif, karena pengoperasiannya yang ditarik oleh perahu menyapu dasar perairan.
Unit penangkapan garuk terdiri dari alat tangkap, perahu, dan nelayan. Secara detail
gambaran dari masing-masing bagian unit penangkapan garuk dijelaskan pada sub
bab dibawah ini.

8
1. Alat tangkap garuk
Alat tangkap garuk yang terdapat di Desa Rawameneng merupakan hasil
karya masyarakat setempat atau diproduksi nelayan masing-masing. Panjang (P)
garuk berkisar antara 250 cm-350 cm dan lebar (L) 100 cm-120 cm (Gambar 2).
Panjang ini diukur dari bagian gigi garuk sampai bagian ujung kantong. Adapun
lebarnya diukur dari bagian gigi garuk sebelah kiri sampai bagian garuk sebelah
kanan. Garuk dilengkapi dengan rangka atau bingkai berbentuk segitiga untuk
meletakan tali selambar sehingga garuk bisa ditarik oleh perahu.
Proses pembuatan satu unit alat tangkap garuk membutuhkan waktu satu hari
penuh, berkisar antara 8 jam sampai 10 jam. Jumlah pekerja minimal 3 orang.
Pekerjaan pembuatan garuk dimulai dari pengadaan bahan-bahan seperti besi, paku,
jaring PE dan tali tambang. Proses selanjutnya membentuk rangka. Adapun untuk
membuat gigi raga perlu disediakan kayu yang sebelumnya sudah diberi tanda
dengan jarak 2 cm untuk memasang paku atau besi. Selanjutnya, alat siap dirangkai
dengan memasangkan gigi raga pada rangka yang kemudian dilengkapi dengan
pemberat dan kantong jaring. Proses pembuatan alat tangkap garuk dilakukan
secara bersama-sama.
e

b

d
c
100-120 cm

20-30 cm

20-30 cm

a

100-120 cm

(2a)
(2b)
Gambar 2 Desain garuk dengan gigi raga lurus (2a) dan desain garuk dengan gigi
raga dibengkokan (2a)
Keterangan:
a = Bingkai
b = Kantong
c = Gigi raga
d = Mulut raga
e = Tali selambar
Alat tangkap garuk yang di operasikan di Desa Rawameneng memiliki
bagian-bagian yang sama walaupun tidak mempunyai ukuran yang baku untuk
beberapa bagian antara nelayan setempat. Alat tangkap garuk terdiri dari beberapa
bagian, yaitu bingkai, gigi raga, kantong, mulut raga dan pemberat yang terdiri dari
4-5 besi atau baja bekas yang diikat jadi satu bagian.

9
1.1 Bingkai
Bingkai adalah bagian pada alat tangkap garuk yang berbentuk segitiga,
berfungsi sebagai tempat mengikatkan tali penarik pada alat tangkap sehingga
bisa ditarik oleh perahu. Bingkai terbuat dari besi, mempunyai ukuran 120 cm125 cm untuk panjang kedua sisinya dan alasnya 100 cm-120 cm.

12 cm

1.2 Gigi raga
Gigi raga adalah satu bagian pada alat tangkap garuk yang berbentuk seperti
gigi, terdiri dari deretan paku atau besi yang disusun berderet dengan jarak
sekitar 2 cm antar giginya. Bentuk gigi raga terdiri dari 2 jenis, yakni gigi raga
yang berbentuk lurus dan gigi raga yang dibengkokan bagian ujungnya. Gigi
raga berbentuk lurus terbuat dari besi behel, panjangnya sekitar 12 cm. Adapun
gigi raga yang dibengkokan ujungnya terbuat dari besi paku nomor 10.
Panjangnya 6,5 cm yang sudah terlebih dahulu dipotong bagian tumpulnya dan
dibengkokan ujungnya dengan tujuan untuk memperoleh hasil tangkapan
sampingan udang yang lebih optimal. Gigi raga terletak pada bagian depan alat
tangkap garuk, dimana fungsinya untuk menggaruk dasar perairan yang
menjadi target penarikan alat tangkap tersebut. Gigi raga disajikan pada
Gambar 3.

6,5 cm

100-120 cm

(3a)
(3b)
Gambar 3 Gigi raga yang ditancapkan pada kayu (3a) dan desain gigi raga (3b)
1.3 Mulut raga
Mulut raga adalah bagian pada alat tangkap garuk yang berfungsi sebagai
tempat masuknya hasil tangkapan kedalam kantong. Lebarnya (L) 100 cm-120
cm dan tingginya (T) 20 cm-30 cm. Mulut raga terbuat dari besi beton yang
berbentuk empat persegi panjang. Mulut raga terletak pada bagian depan pada
alat tangkap garuk. Mulut raga dapat dilihat pada Gambar 4.

20-30 cm

10

100-120 cm

(4a)
(4b)
Gambar 4 Mulut raga alat tangkap garuk (4a) dan desain mulut raga (4b)
1.4 Kantong
Kantong adalah bagian pada alat tangkap garuk yang berbentuk kerucut
dengan ukuran panjang (P) 250 cm-350 cm, lebar (L) 100 cm-120 cm dan mesh
size 2,54 cm. Bagian kantong memanjang dari mulut hingga bagian ujung.
Kantong terbuat dari bahan PE. Untuk membuat satu unit kantong diperlukan
bahan jaring PE sebanyak 500 gram. Kantong berfungsi sebagai tempat
menampung hasil tangkapan. Kantong dapat dilihat pada Gambar 5.

(5a)

(5b)

Gambar 5 Kantong garuk yang terbuat dari jaring PE (5a) dan desain kantong
garuk (5b)
1.5 Pemberat
Pemberat adalah bagian pada alat tangkap garuk yang berbentuk persegi
panjang terdiri dari beberapa besi behel yang diikat jadi satu. Pemberat terbuat
dari besi bekas dengan panjang (P) 100 cm dan diameter berkisar 2-3 cm. Satu
alat garuk membutuhkan 4 sampai 5 besi yang akan disusun menjadi satu,
sehingga berfungsi sebagai pemberat. Pemberat dapat dilihat pada Gambar 6.

11

100-120 cm

(6a)
(6b)
Gambar 6 Pemberat alat garuk (6a) dan desain pemberat (6b)
Secara lengkap bagian-bagian alat tangkap garuk dan spesifikasinya disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Spesifikasi alat tangkap garuk
No Bagian
Bahan
Ukuran
1
Bingkai
Besi
Panjang sisi 120-125 cm
Alas 100-120 cm
2
Gigi raga
Besi paku atau
Panjang 6,5 cm
Behel baja
Panjang 12 cm
3
Mulut raga
Besi
Panjang 120 cm
Diameter 2-3 cm
4
Kantong
Jaring PE
Mesh size 2,54 cm
Panjang 250-400 cm
Lebar 100-120 cm
5
Pemberat
Besi
Panjang 100-120 cm
Diameter 2-3 cm
Jumlah 4-5 buah
2. Perahu alat tangkap garuk
Perahu yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap garuk adalah
perahu kayu. Panjang total (LOA) 8 m-10 m, lebar (B) 2,2 m-2,6 m, dan tinggi dek
(D) 0,8 m-1 m. Perahu dibuat di Indramayu dengan tonasse berkisar antara 2-4 GT,
perahu tersebut mendaratkan hasil tangkapannya di TPI KUD Mina Karya Baru.
Mesin yang dominan digunakan untuk menjalankan perahu bermerek Tianli. Mesin
tersebut memiliki umur teknis 6 tahun, kekuatan mesin yang digunakan untuk
mengoperasikan perahu tersebut berkisar antara 16 PK-22 PK.
Perahu berfungsi sebagai penarik alat tangkap garuk yang dipasang di dasar
perairan. Satu perahu akan menarik 2-3 alat tangkap garuk sekaligus, posisi
penarikan garuk terletak pada bagian haluan, tengah, dan buritan. Namun, apabila
nelayan hanya mengoperasikan 2 alat tangkap secara bersamaan, maka posisi
penarikan hanya pada bagian haluan dan buritan. Penempatan penarikan selalu di
sebelah kanan perahu, karena pada bagian sebelah kiri sudah ditempati mesin
sehingga perahu tetap melaju dengan seimbang. Perahu juga digunakan sebagai
sarana transportasi nelayan dari fishing base ke fishing ground dan juga sebagai
tempat penyimpanan hasil tangkapan garuk. Perahu disajikan pada Gambar 7.

12

Gambar 7 Perahu untuk mengoperasikan alat tangkap garuk
3. Nelayan alat tangkap garuk
Jumlah nelayan yang melaut tergantung dari jumlah alat yang dioperasikan.
Saat mengoperasikan 2 alat secara bersamaan maka jumlah nelayan yang
mengoperasikan alat 2-3 orang. Namun, jika nelayan mengoperasikan sebanyak 3
alat, maka jumlah nelayan 3-4 orang. Hal ini berkaitan dengan pembagian kerja
pada saat melakukan operasi penangkapan garuk. Satu orang nelayan bertugas
mengemudikan perahu, sedangkan dibutuhkan dua orang nelayan untuk menarik
garuk pada saat hauling dan satu orang nelayan untuk melakukan sortir hasil
tangkapan. Namun, terkadang pembagian tugas tersebut bisa berubah atau
dilakukan secara fleksibel sesuai kondisi saat melakukan operasi penangkapan.
4. Bagi hasil tangkapan
Bagi hasil yang diperoleh berasal dari penjualan hasil tangkapan dikurangi
dengan biaya perbekalan melaut. Setelah itu hasil yang diperoleh diperuntukan bagi
pemilik perahu 2 bagian dan masing-masing nelayan mendapat satu bagian.
Misalnya hasil bersih yang telah dipotong perbekalan adalah Rp 100.000. Jumlah
nelayan 2 orang. Maka pemilik mendapat Rp 50.000, sedangkan ABK atau nelayan
mendapat masing-masing Rp.25.000.
5. Metode pengoperasian alat tangkap
Operasi penangkapan alat tangkap garuk mulai dari tahap persiapan sampai
kembali ke fishing base membutuhkan waktu selama satu hari, yakni dari jam
04.30-13.00 WIB. Tahap operasi penangkapan garuk terdiri dari tahap persiapan,
tahap penurunan alat/pemasangan alat (setting), tahap penarikan alat tangkap garuk
di dasar perairan, tahap pengangkatan alat (hauling) ke atas perahu untuk
mengambil hasil tangkapan dan yang terakhir yaitu tahap penyortiran hasil
tangkapan.
5.1 Persiapan
Tahap persiapan dimulai pada jam 04.30 WIB. Persiapan tersebut dilakukan
dengan menyiapkan perbekalan melaut seperti makanan dan BBM. Tahap ini
dilakukan pengecekan kondisi mesin. Selanjutnya, setelah semua perbekalan
siap dan mesin dalam kondisi prima, nelayan garuk berangkat menuju fishing
ground. Waktu yang dibutukan untuk menuju fishing ground dari fishing base
berkisar 50-90 menit.

13
5.2 Penurunan alat (setting)
Penurunan alat garuk ini pertama-tama dimulai dengan menyiapakan alat
tersebut di bagian buritan. Setelah alat tangkap garuk di bagian buritan selesai
diturunkan, selanjutnya dilakukan penurunan alat tangkap garuk yang kedua,
yakni pada sisi sebelah kanan perahu. Setelah kedua alat tangkap garuk
diturunkan maka alat tangkap garuk ditarik dengan menggunakan perahu.
Proses penurunan berlangsung selama 2-3 menit. Posisi nelayan saat setting
dapat dilihat pada Gambar 8a.

(8a)
(8b)
Gambar 8 Posisi nelayan saat melakukan penurunan alat (setting) (8a) dan posisi
garuk saat ditarik di dasar perairan (8b)
5.3 Penarikan alat
Tahap ketiga yaitu melakukan penarikan garuk dengan menggunakan perahu.
Penarikan berlangsung antara 10-15 menit. Penarikan alat tangkap garuk
membentuk suatu lingkaran. Apabila alat tangkap garuk sudah terasa berat
maka alat tangkap segera diangkat untuk diambil hasil tangkapannya. Selama
proses penarikan garuk kecepatan perahu dipertahankan konstan dan
menyesuaikan dengan kondisi garuk di dasar. Posisi nelayan pada saat
melakukan penarikan alat dapat dilihat pada Gambar 9a.

(9a)

(9b)

Gambar 9 Posisi nelayan saat melakukan penarikan alat garuk (9a) dan posisi
nelayan saat hauling (9b)

14
5.4 Hauling
Tahap keempat yaitu pengangkatan alat untuk mengambil hasil tangkapan.
Proses hauling tersebut dilakukan bila alat garuk sudah terasa berat. Sebelum
garuk diangkat keatas perahu, kecepatan perahu diturunkan, kemudian
dilakukan pengangkatan. Pengangkatan pertama dilakukan dengan
mengangkat garuk yang berada di bagian buritan. Selanjutnya, hasil tangkapan
dikeluarkan dari jaring ke atas dek perahu yang sudah diberi alas terpal
berbentuk persegi yang memiliki ukuran berkisar antara 0,6 m × 1 m. Bila hasil
tangkapan sudah dikeluarkan dari kantong, garuk diturunkan kembali ke
perairan. Selanjutnya, pengangkatan garuk dilakukan pada sisi bagian kanan
perahu. Hasil tangkapan pada garuk yang kedua dikeluarkan dan disatukan
dengan hasil tangkapan garuk yang pertama. Garuk kemudian diturunkan
kembali ke perairan dan kemudian hasil tangkapan disortir. Posisi nelayan saat
proses pengangkatan (hauling) garuk keatas perahu disajikan pada Gambar 9b.
5.5 Penyortiran hasil tangkapan
Penyortiran dilakukan di atas perahu. Sortir hasil tangkapan dilakukan
bersamaan pada saat perahu melakukan operasi penangkapan dengan menarik
garuk untuk penangkapan berikutnya. Penyortiran dilakukan dengan
memisahkan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan serta
sampah. Kerang yang tertangkap akan disortir berdasarkan ukuran. Kerang
yang besar berukuran lebih besar dari 3 cm, kerang yang sedang berukuran
antara 1,8 cm-3 cm. Hasil tangkapan garuk disajikan pada Gambar 10.

(10a)
(10b)
Gambar 10 Hasil tangkapan garuk yang akan disortir (10a) dan hasil tangkapan
utama garuk (10b)
Kegiatan operasi penangkapan kerang yang dilakukan oleh nelayan Desa
Rawameneng hanya dilakukan di sekitar perairan Subang, Cilamaya dan Karawang.
Daerah penangkapan relatif dekat dari fishing base hanya membutuhkan waktu
sekitar 50-90 menit. Setengah perjalan tersebut digunakan untuk menyusuri sungai
sebelum sampai ke pantai. Penentuan posisi atau daerah penangkapan ini dilakukan
berdasarkan kebiasaan dan pengalaman. Pengoperasian garuk biasanya one day
fishing dan membutuhkan sekitar 15-20 liter BBM untuk satu kali operasi
penangkapan. Satu unit penangkapan garuk di Desa Rawameneng Blanakan terdiri
dari 3 alat tangkap, satu unit perahu, dan 2 sampai 4 orang nelayan.

15
6. Musim penangkapan
Kerang menjadi hasil tangkapan utama garuk. Kerang tersebut tertangkap
sepanjang tahun, sehingga kegiatan operasi penangkapan kerang dengan
menggunakan garuk terjadi sepanjang tahun. Adapun jumlah hasil tangkapan dalam
satu tahun selalu bervarisi pada setiap bulannya. Berdasarkan hasil informasi dari
nelayan jumlah hasil tangkapan terbanyak didapat pada musim timur dan awal
musim barat yang berlangsung pada bulan Juli-Januari.
Jumlah setting alat tangkap garuk dipengaruhi oleh musim penangkapan. Jadi
saat musim puncak yang berlangsung antara bulan Juli-Januari, nelayan hanya
melakukan 10-15 kali setting per trip per alat tangkap. Hal ini karena hasil
tangkapan yang diperoleh sudah melampaui kapasitas perahu untuk memuat hasil
tangkapannya. Sebaliknya pada saat musim paceklik yang berlangsung bulan
Februari-Juli, setting penangkapan garuk berlangsung hingga 25-35 per trip per alat
tangkap. Meskipun jumlah setting bertambah banyak, hal tersebut tetap saja tidak
berpengaruh signifikan terhadap jumlah tangkapan pada musim paceklik.
7. Hasil tangkapan alat tangkap garuk
Hasil tangkapan garuk terdiri dari hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan
sampingan. Hasil tangkapan utama berupa kerang-kerangan dan hasil tangkapan
sampingan berupa udang dogol. Proporsi jumlah hasil tangkapan yang diperoleh
berdasarkan informasi terhadap responden disajikan pada Tabel 2. Gambar hasil
tangkapan garuk dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 2 Proporsi hasil tangkapan garuk per tahun

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Responden
Kusnadi
Darkim
Taja
Risam
Dakim
Taslim
Warkim
Ratim
Carsan
Tarli
Karsa
Iwan
Sadam
Durasid
Daslim
Sawit

Hasil tangkapan/tahun
Kerang
Kerang
besar (kg)
sedang (kg)
24.150
44.275
15.007,5
27.542,5
12.190
22.310
12.650
23.000
22.856
41.984
39.890
73.310
20.182,5
37.317,5
23.460
43.240
12.190
22.310
17.825
32.775
46.690
86.135
40.595
74.980
23.460
43.240
16.560
21.620
23.460
43.240
22.208
41.012

Udang
dogol (kg)
2.990
2.806
3.312
3.358
2.850
2.788
2.990
2.990
2.185
3.795
2.760
2.185
4.048
2.380,5
4.600
2.850

Total
71.415
45.356
37.812
39.008
67.690
115.988
60.490
69.690
36.685
54.395
135.585
11.7760
70.748
40.560,5
71.300
66.070

Hasil tangkapan garuk yang diperoleh pada saat survei dilakukan didominasi
berbagai jenis kerang. Kerang yang dominan tertangkap adalah kerang gelatik.
Ukuran kerang gelatik yang tertangkap pada saat survei berkisar antara 12 mm-43,9

16
mm. Ukuran kerang gelatik yang paling banyak tertangkap berada pada kisaran 18,4
mm-21,5 mm. Ukuran panjang cangkang kerang gelatik disajikan pada Gambar 12.
180

Frekuensi (ekor)

160
140
120
100
80
60
40
20
0
12

15,1

18,3

21,5

24,7

27,9

31,1

34,3

37,5

40,7

Panjang kerang (mm)
Gambar 11 Ukuran panjang cangkang kerang gelatik
Efisiensi teknis unit penangkapan garuk
Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan
dalam proses produksi. Menurut (Soekartawi 2002), efisiensi didekati dari dua sisi
yaitu alokasi pendekatan penggunaan input dan alokasi output yang dihasilkan.
Faktor input produksi berupa tenaga kerja, alat, waktu maupun BBM yang
diperlukan untuk menghasilkan output berupa pruduksi hasil tangkapan yang dilihat
dari sudut teknis persatuan input produksi.
Kriteria input yang digunakan untuk menghasilkan output berupa hasil
tangkapan garuk yaitu ukuran perahu, kekuatan mesin, jumlah alat yang digunakan,
jumlah bahan bakar, jumlah trip, jumlah setting dan jumlah ABK (tenaga kerja).
Unit penangkapan garuk yang berada di Desa Rawameneng berjumlah sekitar 20
unit, jumlah tersebut berbeda dengan jumlah yang terdaftar di KUD Mina Karya
Baru. Jumlah unit penangkapan garuk yang terdaftar di KUD Mina Karya Baru
berjumlah 26 unit. Perbedaan ini terjadi karena beberapa nelayan telah berpindah
dari alat garuk menjadi jaring arad. Jumlah nelayan yang berhasil diwawancarai
pada saat penelitian berjumlah 16 unit penangkapan garuk dari 20 unit penangkapan
garuk yang terdapat di lokasi penelitian. Data hasil wawancara berupa perahu,
jumlah trip, jumlah setting, jumlah BBM, kekuatan mesin, jumlah alat dan jumlah
nelayan disajikan pada Tabel 3.

17
Tabel 3 Data produksi, jumlah trip, jumlah setting, ukuran perahu, ukuran mesin,
jumlah BBM, jumlah ABK, dan jumlah alat yang berhasil diperoleh di
Desa Rawameneng.
Produksi
(kg)

Jumlah
setting

Perahu
(GT)

Mesin
(PK)

Jumlah
ABK

Jumlah
alat

276

17.595

4

23

5.520

3

3

45.356

276

14.490

4

20

4.140

2

2

Lancar Abadi

37.812

276

11.730

4

20

5.520

3

2

4

Asri Laksana

39.008

276

5

Sri Langgeng

67.690

262

9.453

4

16

4.140

2

2

14.800

4

20

3.930

3

2

6

Anak Jaya

115.988

262

15.720

4

20

5.240

3

3

7

Angkut Jaya

60.490

276

10.120

4

20

4.140

2

2

8

Cawuk

9

Anggun Jaya

69.690

276

13.340

4

20

4.968

3

2

36.685

276

13.455

4

20

4.140

2

3

10

Srimulya

54.395

276

11.730

4

23

5.520

2

2

11

Ridho Jaya

135.585

276

15.870

4

20

4.968

3

3

12

Srimuda

117.760

276

14.490

4

20

4.968

2

2

13

Luna Jaya

70.748

276

12.880

4

16

4.416

2

2

14

Karya Guna

40.560,5

276

11.408

4

21

4.140

2

2

15

Endang Jaya
Lancar
Rahayu

71.300

276

12.880

4

22

4.968

3

2

66.070

262

13.720

4

20

5.240

3

2

No

Nama Perahu

1

Putra Bima

71.415

2

Laksana

3

16

Jumlah
trip

BBM
(L)

Analisis efisiensi teknis unit alat tangkap garuk di Desa Rawameneng
didasarkan pada penilaian produksi/jumlah trip, produksi/jumlah setting,
produksi/GT, produksi/ukuran mesin, produksi/BBM, produksi/jumlah ABK, dan
produksi/jumlah alat. Tabel 3 menunjukkan jumlah produksi masing-masing alat
tangkap garuk yang ada di Desa Rawameneng. Ridho Jaya mempunyai nilai
produksi tertinggi 135.585 kg, disusul oleh Srimuda dengan produksi 117.760 kg,
kemudian Anak Jaya diurutan tertinggi ketiga dengan produksi 115.988 kg. Adapun
diantara 16 unit penangkapan garuk yang produksinya paling sedikit diperoleh unit
penangkapan Anggun Jaya sebesar 36.685 kg per tahun.
Jumlah trip unit penangkapan garuk, seperti yang disajikan pada Tabel 3
berkisar antara 262-276 trip per tahun. Variasi ini diakibatkan adanya alih profesi
sebagian nelayan sehingga mempengaruhi jumlah trip penangkapan. Ukuran
tonasse perahu untuk alat tangkap garuk yaitu 4 GT. Adapun ukuran mesin yang
digunakan berkisar antara 16 PK-22 PK dengan jumlah BBM setiap alat tangkap
garuk berkisar 15-20 liter per trip. Jumlah BBM yang digunakan tidak jauh berbeda.
Hal ini karena daerah penangkapan untuk alat garuk relatif berdekatan.
Jumlah alat yang digunakan dalam setiap kali trip secara bersamaan
berjumlah 3 unit atau 2 unit alat. Jumlah alat yang digunakan berkaitan dengan
jumlah ABK. Apabila ABK minimal 3 orang, biasanya perahu tersebut akan
mengoperasikan 3 alat tangkap. Namun, apabila ABK berjumlah 2 orang, maksimal
alat yang dioperasikan berjumlah 2 unit. Selain itu jumlah alat yang dioperasikan
secara bersamaan juga dipengaruhi oleh kekuatan mesin masing-masing perahu.
Perhitungan efisiensi teknis dilakukan setelah produksi masing-masing alat tangkap
diketahui. Perhitungan dilakukan berdasarkan kriteria teknis yang tercantum pada

18
Tabel 3. Perbandingan perhitungan faktor produksi yang menentukan efisiensi
teknis dan nilai finansial disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan perhitungan faktor produksi yang menentukan efisiensi
teknis dan finansial
X1

X2

X3

X4

X5

X6

X7

R (Rp)

Putra Bima

258,8

4,1

17.853,8

3.105,0

12,9

23.805,0

23.805,0

60.352.000

2

Laksana

164,3

3,1

11.339,0

2.267,8

11,0

22.678,0

22.678,0

52.992.000

3

Lancar Abadi

137,0

3,2

9.453,0

1.890,6

6,9

12.604,0

18.906,0

39.790.000

4

Asri Laksana

141,3

4,1

9.752,0

2.438,0

9,4

19.504,0

19.504,0

55.890.000

5

Sri Langgeng

258,4

4,6

16.922,5

3.384,5

17,2

22.563,3

33.845,0

59.619.600

6

Anak Jaya

442,7

7,4

28.997,0

5.799,4

22,1

38.662,7

38.662,7

92.908.000

7

Angkut Jaya

219,2

6,0

15.122,5

3.024,5

14,6

30.245,0

30.245,0

67.194.500

8

Cawuk

252,5

5,2

17.422,5

3.484,5

14,0

23.230,0

34.845,0

59.110.000

9

Anggun Jaya

132,9

2,7

9.171,3

1.834,3

8,9

18.342,5

12.228,3

40.399.500

10

Srimulya

197,1

4,6

13.598,8

2.365,0

9,9

27.197,5

27.197,5

65.492.500

11

Ridho Jaya

491,3

8,5

33.896,3

6.779,3

27,3

45.195,0

45.195,0

104.162.400

12

Srimuda

426,7

8,1

29.440,0

5.888,0

23,7

58.880,0

58.880,0

108.468.000

13

Luna Jaya

256,3

5,5

17.687,0

4.421,8

16,0

35.374,0

35.374,0

87.561.000

14

Karya Guna

147,0

3,6

10.140,1

1.931,5

9,8

20.280,3

20.280,3

46.488.750

15

Endang Jaya
Lancar
Rahayu

258,3

5,5

17.825,0

3.240,9

14,4

23.766,7

35.650,0

72.542.000

252,2

4,8

16.517,5

3.303,5

12,6

22.023,3

33.035,0

54.092.800

No

Nama Perahu

1

16

Keterangan:
X1 : Produksi/trip perahu
X2 : Produksi/setting alat
X3 : Produksi/ukuran perahu (GT)
X4 : Produksi/ukuran mesin (PK)
X5 : Produksi/BBM (L)
X6 : Produksi/ABK
X7 : Produksi/jumlah alat
R : Net Revenue (Rp)
Tabel 4 menunjukkan hasil perbandingan produksi untuk masing-masing unit
alat tangkap garuk. Perbandingan tersebut menunjukan tingkat efisiensi teknis dari
masing-masing unit penangkapan garuk terhadap salah satu faktor teknis yang
digunakan yakni X1 hingga X7. Selanjutnya, untuk mengetahui urutan prioritas unit
produksi yang memiliki efisiensi teknis terbaik dilakukan perhitungan dengan
fungsi nilai dari masing-masing kriteria teknis. Analisis efisiensi teknis dilakukan
dengan metode skoring yang dikembangkan oleh Mangkusubroto dan Trisnadi
(1987). Hasil perhitungannya menentukan urutan efisiensi teknis masing-masing
unit penangkapan garuk, sebagaimana disajikan pada Tabel 5.

19
Tabel 5 Efisiensi teknis dan nilai finansial unit penangkapan garuk
Nama kapal

V
(X1)

V
(X2)

V
(X3)

V
(X4)

V
(X5)

V
(X6)

V
(X7)

V
(X)

R (Rp)

UP

1

Ridho Jaya

1,00

1,00

1,00

1,00

1,00

0,70

0,71

6,41

104.162.400

1

2

Srimuda

0,82

0,93

0,82

0,82

0,82

1,00

1,00

6,21

108.468.000

2

3

Anak Jaya

0,86

0,80

0,80

0,80

0,75

0,56

0,57

5,15

92.908.000

3

4

Luna Jaya

0,34

0,48

0,34

0,52

0,45

0,49

0,50

3,12

87.561.000

4

5

Endang Jaya

0,35

0,48

0,35

0,28

0,37

0,24

0,50

2,58

72.542.000

5

6

Cawuk

0,33

0,43

0,33

0,33

0,35

0,23

0,48

2,50

59.110.000

6

7

Sri Langgeng

0,35

0,32

0,31

0,31

0,51

0,22

0,46

2,48

59.619.600

7

8

0,24

0,56

0,24

0,24

0,38

0,38

0,39

2,43

67.194.500

8

9

Angkut Jaya
Lancar
Rahayu

0,33

0,36

0,30

0,30

0,28

0,20

0,45

2,22

54.092.800

9

10

Putra Bima

0,35

0,23

0,35

0,26

0,30

0,24

0,25

1,98

60.352.000

10

11

Srimulya

0,18

0,33

0,18

0,11

0,15

0,32

0,32

1,58

65.492.500

11

12

0,09

0,07

0,09

0,09

0,20

0,22

0,22

0,97

52.992.000

12

13

Laksana
Asri Laksana
Jaya

0,02

0,24

0,02

0,12

0,13

0,15

0,16

0,84

55.890.000

13

14

Karya Guna

0,04

0,14

0,04

0,02

0,14

0,17

0,17

0,72

46.488.750

14

15

Lancar Abadi

0,01

0,08

0,01

0,01

0,00

0,00

0,14

0,26

39.790.000

15

16

Anggun Jaya

0,00

0,00

0,00

0,00

0,10

0,12

0,00

0,22

67.194.500

16

No

Keterangan:
R
: Net revenue (Rp)
UP
: Urutan Prioritas
Tabel 5 menunjukkan hasil perhitungan efisiensi teknis unit penangkapan
garuk di Desa Rawameneng secara keseluruhan. Berdasarkan Tabel 5, unit alat
tangkap garuk Ridho Jaya memiliki tingkat efisiensi secara keseluruhan sebesar
6,41 dan menduduki perangkat pertama. Peringkat kedua ada unit penangkapan
garuk Srimuda dengan nilai 6,21. Adapun tingkat efisiensi yang paling kecil
terdapat pada unit penangkapan garuk Anggun Jaya yang hanya mencapai 0,22.
Berdasarkan Tabel 5 tersebut dapat disimpulkan bahwa unit penangkapan Ridho
Jaya lebih efisien secara teknis dibandingkan dengan ke 15 alat tangkap garuk
lainnya di Desa Rawameneng. Contoh perhitungan efisiensi teknis dapat dilihat
pada Lampiran 3.
Analisis finansial usaha penangkapan garuk
Analisis usaha dilakukan untuk mengetahui sejauh mana usaha tersebut
berhasil. Analisis usaha biasanya diaplikasikan untuk mengevaluasi suatu usaha
atau rencana usaha yang berorientasi mencari keuntungan semaksimal mungkin
yang bisa diperoleh suatu perusahaan tertentu. Titik berat masalah usaha adalah
estimasi keuntungan yang secara langsung dapat diterima oleh individu perusahaan
dari investasi yang ditanamkan. Analisis usaha yang dilakukan antara lain:
1. Investasi unit penangkapan garuk
Investasi merupakan modal awal yang harus dimiliki untuk memulai usaha,
termasuk usaha dalam perikanan tangkap. Investasi yang ditanamkan pemilik untuk
usaha unit penangkapan garuk dapat dilihat pada Tabel 6.

20
Tabel 6 Rata-rata investasi unit penanangkapan garuk
Investasi
Perahu untuk 10 tahun
Mesin untuk 6 tahun
Alat untuk 1 tahun
Total investasi

Nilai (Rp)
10.000.000
6.000.000
900.000
16.900.000

Investasi yang ditanamkan untuk memulai usaha penangkapan dengan
menggunakan garuk yaitu Rp 16.900.000. Investasi tersebut dalam bentuk perahu,
alat tangkap garuk dan mesin. Modal yang paling besar dikeluarkan pemilik yaitu
untuk membeli perahu Rp 10.000.000. Adapun modal paling kecil yaitu untuk
membuat 3 alat Rp 900.000.
2. Biaya operasional unit penangkapan garuk
Biaya operasional unit penangkapan garuk meliputi biaya tetap (fixed cost)
dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap adalah biaya yang harus
dikeluarkan dalam jumlah yang sama tanpa te