Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Struktur Pasar Industri Perbankan Indonesia yang Oligopoli

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MONETER DALAM
STRUKTUR PASAR INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA
YANG OLIGOPOLI

DEA RIZKI KUSMANA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Kebijakan
Moneter dalam Struktur Pasar Industri Perbankan Indonesia yang Oligopoli
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Dea Rizki Kusmana
NIM H14090091

ABSTRAK
DEA RIZKI KUSMANA. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Struktur Pasar
Industri Perbankan Indonesia yang Oligopoli. Dibimbing oleh NUNUNG
NURYARTONO.
Salah satu fungsi bank dalam perekonomian adalah sebagai lembaga
intermediasi dan salah satu media dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Sebagai salah satu media dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter
menjadikan industri perbankan perlu diatur secara ketat (heavily regulated).
Kebijakan Bank Indonesia untuk memperkuat permodalan melalui merger atau
konsolidasi akan mengurangi jumlah bank yang ada sehingga dapat berpengaruh
terhadap struktur industri perbankan secara keseluruhan, yang kemudian akan
mempengaruhi tingkat persaingan. Kemampuan kebijakan moneter dalam
mempengaruhi suku bunga perbankan akan menentukan efektivitas transmisi
kebijakan moneter. Dengan menggunakan metode Vector Error Correction Model

(VECM), studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah struktur pasar industri
perbankan berpengaruh terhadap efektivitas kebijakan moneter melalui jalur suku
bunga. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series bulanan
yang terdiri dari BI Rate, suku bunga deposito, suku bunga kredit, dan
concentration ratio dari empat bank terbesar (CR4) mulai Januari 2008 hingga
Oktober 2012. CR4 memiliki pengaruh positif terhadap suku bunga kredit
perbankan, sehingga semakin tinggi derajat konsetrasi industri perbankan akan
mengurangi efektivitas kebijakan moneter.
Kata Kunci : Kebijakan moneter, struktur pasar, suku bunga kredit, VECM

ABSTRACT
DEA RIZKI KUSMANA. The Effectiveness of Monetary Policy in the Oligopoly
Market Structure of Indonesian Banking Industry. Supervised by NUNUNG
NURYARTONO.
One of the important functions of bank in the economy is as financial
intermediaries as well as medium in the transmission mechanism of monetary
policy. As a medium in the transmission mechanism of monetary policy makes
the banking industry needs to be heavily regulated. Indonesian Bank policies to
strengthen the capital structure through a merger or consolidation will reduce the
number of existing bank and affect the market structure of the banking industry as

a whole, then affect the level of competition. The ability of monetary policy to
influence interest rates will determine the effectiveness of monetary policy
transmission. Using Vector Error Correction Model (VECM), this study aimed to
identify whether the market structure of the banking industry affect the
effectiveness of monetary policy transmission through the interest rate channel.
The data used is monthly time series of BI Rate, deposits rate, lending rates , and
concentration ratio of the four largest bank (CR4) start from January 2008 until
October 2012. CR4 has positive impact on bank lending rates, so that the higher

degree of concentration in the banking industry will reduce the effectiveness of
monetary policy.
Keywords: monetary policy, market structure, lending rates, VECM

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MONETER DALAM
STRUKTUR PASAR INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA
YANG OLIGOPOLI

DEA RIZKI KUSMANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi :Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Struktur Pasar Industri
Perbankan Indonesia yang Oligopoli
Nama
:Dea Rizki Kusmana
NIM
:H14090091

Disetujui oleh


Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir.Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikanpenelitian yangdimulaisejakOktober 2012sehingga menghasilkan
karya ilmiah ini. Tema yangpenulis sajikan ialah kebijakan moneter, dengan judul
Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Struktur Pasar Industri Perbankan Indonesia
yang Oligopoli.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yaitu Kusmana dan Yulianti,
adik dari penulis Hanna Muliannisa Kusmana dan Almayda Muliannisa

Kusmanaatas segala doa dan dukungan yang telah diberikan. Selain itu, penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada:
1) Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
memberikanbimbingan dan arahan,serta waktu yang diluangkan selama
proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2) Dr. Ir. Muhammad Firdaus, M.Si selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
3) Deni Lubis, M.A selaku dosen penguji Komisi Pendidikan yang telah
memberikan saran mengenai tata cara penulisan yang baik dan benar.
4) Staf Bank Indonesia yang telah membantu selama pengumpulan data.
5) Seluruh staf dan pengajar Departemen Ilmu Ekonomi atas kerjasama dan
bantuannya selama penulis menuntut ilmu di IPB.
6) Sahabat penulis Marsela, Ria, Nila, Vita, Rina, Nidaa, Dini, dan Amel.
7) Theo Bayuaji, yang selalu memberikan motivasi, semangat, dan doa.
8) Rekan-rekan sebimbingan, Niki Nurhayati, Bintan Badriatul Ummah, dan
Fikria Ulfa Wardani.
9) Keluarga besar IE 46 yang selama ini telah bersama-sama menuntut ilmu di
IPB, Bogor.
Semoga skripsi ini bermanfaat.


Bogor, Juli 2013
Dea Rizki Kusmana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

6

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian

7

Ruang Lingkup Penelitian

7


TINJAUAN PUSTAKA

7

Kebijakan Moneter

7

Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

8

Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Suku Bunga dan Kredit

9

Teori Kuantitas Uang terhadap Permintaan Agregat

10


Pasar Uang dan Pasar Barang

11

Interaksi Sektor Moneter dan Sektor Riil

11

Struktur Pasar dan Persaingan Industri Perbankan di Indonesia

13

Struktur Pasar Oligopoli

14

Penelitian Terdahulu

16


Hipotesis Penelitian

17

Kerangka Pemikiran

18

METODE

18

Jenis dan Sumber Data

18

Metode Analisis dan Pengolahan Data

19

Model Penelitian

22

Pengujian Model Penelitian

24

GAMBARAN UMUM

24

Perkembangan Kebijakan Moneter dan Suku Bunga di Indonesia

24

Perkembangan Struktur Pasar Industri Perbankan Indonesia 2008-2012

28

HASIL DAN PEMBAHASAN

30

Hasil Uji Praestimasi Data

30

AnalisisVector Error Correction Model (VECM)

34

HasilImpuls Response Function (IRF)

40

HasilForecast Error Variance Deomposition (FEVD)

45

Analisis Respon Suku Bunga Kredit Perbankan terhadap Perubahan BI Rate 47
Analisis Speed dan Magnitude Perubahan Suku Bunga Kredit terhadap
Perubahan BI Rate

49

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Penyesuaian Suku
Bunga Kredit Perbakan terhadap Perubahan BI Rate

49

SIMPULAN DAN SARAN

50

Simpulan

50

Saran

50

DAFTAR PUSTAKA

51

LAMPIRAN

53

RIWAYAT HIDUP

90

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Pangsa Pasar (Market Share) 4 Bank Terbesar Indonesia Tahun 2012
Penelitian Terdahulu
Data, Satuan, Simbol
Hasil Uji Stasioneritas Data
Hasil Uji Lag Optimal
Hasil Uji Stabilitas VAR
Hasil Uji Kointegrasi
Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Suku Bunga Kredit Modal Kerja
Bank Persero
Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Suku Bunga Kredit Modal Kerja
Bank Persero
Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Suku Bunga Kredit Investasi
Bank Persero
Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Suku Bunga Kredit Investasi
Bank Persero
Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Suku Bunga Kredit Modal Kerja
Bank Swasta Nasional Devisa
Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Suku Bunga Kredit Modal Kerja
Bank Swasta Nasional Devisa
Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Suku Bunga Kredit Investasi
Bank Swasta Nasional Devisa
Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Suku Bunga Kredit Investasi
Bank Swasta Nasional Devisa
Hasil Impulse Response Function dan VECM terhadap Suku Bunga
Kredit Modal Kerja dan Suku Bunga kredit Investasi Bank Persero
Hasil Impulse Response Function dan VECM terhadap Suku Bunga
Kredit Modal Kerja dan Suku Bunga kredit Investasi Bank Swasta
Nasional Devisa

2
16
19
31
32
32
34
35
36
37
37
39
39
40
40
47

48

DAFTAR GAMBAR
1 CR4 Industri Perbankan Indonesia Berdasarkan Pangsa Aset Tahun
2008-2012
2 CR4 Industri Perbankan Indonesia Berdasarkan Pangsa Kredit Tahun
2008-2012
3 HHI Industri Perbankan Indonesia Berdasarkan Pangsa Aset Tahun
2008-2012
4 HHI Industri Perbankan Indonesia Berdasarkan Pangsa Kredit Tahun
2008-2012x
5 Spread BI Rate dan Suku Bunga Kredit Perbankan Tahun 2008-2012
6 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
7 Model IS-LM
8 Respon Output Agregat dan Suku Bunga terhadap Kebijakan Moneter
Ekspansif

3
3
4
4
5
10
11
12

9 Respon Output Agregat dan Suku Bunga terhadap Kebijakan Fiskal
Ekspansif
10 Keadaan Keseimbangan Pasar Perusahaan Oligopolistik
11 Keseimbangan Perusahaan dalam Oligopoli yang Menghadapi Kurva
Permintaan Patah
12 Kerangka Pemikiran
13 Perkembangan Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank Persero dan
BUSN Devisa
14 Perkembangan Suku Bunga Kredit Investasi Bank Persero dan BUSN
Devisa
15 CR4 Bank Persero Indonesia Tahun 2008-2012
16 CR4 Bank Swasta Nasional Devisa Indonesia Tahun 2008-2012
17 Total Aset Berdasarkan Kelompok Bank Tahun 2008-2012
18 Hasil IRF terhadap Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank Persero
19 Hasil IRF terhadap Suku Bunga Kredit Investasi Bank Persero
20 Hasil IRF terhadap Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank Swasta
Nasional Devisa
21 Hasil IRF terhadap Suku Bunga Kredit Investasi Bank Swasta Nasional
Devisa
22 Hasil FEVD terhadap Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank Persero
23 Hasil FEVD terhadap Suku Bunga Investasi Bank Persero
24 Hasil FEVD terhadap Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank Swasta
Nasional Devisa
25 Hasil FEVD terhadap Suku Bunga Kredit Investasi Bank Swasta
Nasional devisa

13
15
15
18
27
27
29
29
30
41
42
43
44
45
46
46
47

DAFTAR LAMPIRAN
BANK PERSERO
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Uji stasioneritas pada tingkat level
Uji stasioneritas pada first difference
Ujilag optimal
Uji Stabilitas VAR
Uji Kausalitas Granger
UjiJohannsencointegrating test
Estimasi VECM
UjiImpuls Response Function (IRF)
Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)

53
53
55
57
58
59
60
62
66
69

BANK SWASTA NASIONAL DEVISA

72

10
11
12
13

72
74
76
77

Uji stasioneritas pada tingkat level
Uji stasioneritas pada first difference
Ujilag optimal
Uji Stabilitas VAR

14
15
16
17
18

Uji Kausalitas Granger
UjiJohannsencointegrating test
Estimasi VECM
UjiImpuls Response Function (IRF)
UjiForecast Error Variance Decomposition (FEVD)

78
79
81
84
87

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu fungsi dari bank adalah sebagai lembaga intermediasi keuangan
(financial intermediaries) yang dapat menghimpun danadari masyarakat yang
kelebihan dana untuk kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam
bentuk kredit, serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang (Kuncoro 2002).Selain sebagai lembaga intermediasi, bank juga
berperan dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter, dimana kebijakan
moneter dari bank sentral ditransmisikan ke perbankan yang kemudian akan
ditransmisikan kembali dalam perekonomian. Tujuan kebijakan moneter adalah
untuk menjaga dan memelihara stabilitas nilai Rupiah yang dicerminkan oleh
rendah dan terkendalinya inflasi, dilakukan dengan mengatur jumlah uang beredar
atau melalui pengaturan suku bunga (BI 2013).Terdapat berbagai instrumen
kebijakan moneter yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk mengendalikan
jumlah uang beredar dan suku bunga perbankan yang pada akhirnya
akanberpengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian.
Fungsi bank sebagai media dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter
menjadikan industri perbankan perlu diatur secara ketat (heavily regulated).
Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan nasional mendorong Bank
Indonesia selaku otoritas pengawasan dan pengaturan perbankan untuk membuat
Blue Print untuk pembangunan perbankan Indonesia ke depan, yang disebut
dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) (Ridho 2007). API merupakan
suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan
memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu
lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri
perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi
mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan
kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional¹.
Secara ringkas sasaran API terdiri dari 6 pilar utama, yaitu:
1. Struktur perbankan yang sehat
2. Sistem pengaturan yang efektif
3. Sistem pengawasan yang independen dan efektif
4. Industri perbankan yang kuat
5. Infrastruktur yang mencukupi
6. Perlindungan konsumen
Penguatan struktur perbankan seperti yang tercantum dalam pilar pertama
dan keempat bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum dalam rangka
meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha maupun resiko,
mengembangkan teknologi informasi, maupun meningkatkan skala usahanya guna
mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit perbankan².Upaya
memperkuat permodalan bank dilakukan salah satunya melalui langkah-langkah
merger atau konsolidasi seperti dengan menetapkan jangkar bank (anchor bank)
atau dengan mengeluarkan kebijakan Single Presence Policy (Ridho 2007).

2
Kebijakan Bank Indonesia untuk memperkuat permodalan melalui merger atau
konsolidasi akan mengurangi jumlah bank yang ada sehingga dapat berpengaruh
terhadap struktur industri perbankan secara keseluruhan, yang kemudian akan
mempengaruhi tingkat persaingan.Merger atau konsolidasi bank berpotensi
meningkatkan konsentrasi pasar, tetapi disisi lain dengan adanya mergerakan
meningkatkan kompetisi dan kestabilan pada industri perbankan (Ridho 2007).
Paradigma Structure, Conduct, Performance (SCP) menyatakan bahwa
terdapat suatu hubungan keterkaitan yang erat antara struktur industri dengan
perilaku kinerja industri (Teguh 2010). Derajat konsentrasi akan mempengaruhi
perilaku (conduct) setiap perusahaan yang ada dalam industri tersebut. Semakin
tinggi derajat konsentrasi dalam suatu pasar atau industri menunjukkan bahwa
pasar atau industri tersebut semakin mendekati struktur monopoli. Adanya
kecenderungan perilaku monopoli akan membuat perusahaan berusaha untuk
mendapat keuntungan atau laba yang lebih tinggi dengan cara mengurangi jumlah
outputatau menetapkan harga yang tinggi (Teguh 2010). Jumlah output industri
perbankan dapat diukur dari besarnya jumlah kredit yang disalurkan oleh bank,
yang kemudian akan mempengaruhi besarnya keuntungan yang dihasilkan oleh
bank. Dalam hal ini, jumlah kredit yang disalurkan perbankan dipandang sebagai
conduct, sedangkan besarnya keuntungan yang dihasilkan dipandang sebagai
performance dari industri perbankan.
Derajat konsentrasi akan menggambarkan jenis struktur pasar dalam
industri perbankan. Semakin tinggi derajat konsentrasi, semakin besar
kemungkinan terjadinya perilaku kolusi dan monopoli (Puspopranoto
2004).Berdasarkan studi analisis struktur pasar yang dilakukan oleh Subanidja
(2006) menyatakan bahwa perbankan Indonesia berada dalam struktur pasar
oligopoli dominan. Nilai tingkat konsentrasi atau Concentration Ratio 4 bank
terbesar (CR4) perbankan Indonesia lebih dari 40 persen yang mengindikasikan
bahwa derajat konsentrasi cukup tinggi.
Tabel 1 Pangsa pasar (market share) 4 bank besar di Indonesia tahun 2012
No.
Nama
Aset (dalam triliun Market Share
Rupiah)
1.
PT. Bank Mandiri Tbk
499,621
21,02
2.
PT. BRI Tbk
450,662
18,96
3.
PT. Bank Central Asia Tbk
405,384
17,06
4.
PT. BNI Tbk
291,474
12,26
Total
1.647,141
69,30
Sumber: Bank Indonesia (2013) (diolah)

Tabel 1 menunjukkan bahwa pangsa pasar (market share) industri
perbankan Indonesia pada tahun 2012 dikuasai oleh 4 bank besar dengan nilai
market share mencapai 69,30 persen.
Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai CR4 industri perbankan indonesia
berdasarkan pangsa aset dari tahun 2008 hingga 2012 berkisar antara 69,32 persen
hingga 72,93 persen. Sedangkan jika dihitung berdasakan pangsa kredit, seperti
terlihat pada Gambar 2, nilai CR4 industri perbankan Indonesia tahun 2008
hingga 2012 berkisar antara 65,34 persen hingga 66,97 persen.

3

100
80

72.18 71.68 70.26 69.28 69.32

60
CR4

40
20
0
2008 2009 2010 2011 2012
Sumber: Bank Indonesia, 2013 (diolah)

Gambar 1 CR4 industri perbankan Indonesia berdasarkan
pangsa aset tahun 2008-2012
100
80

67.18 68.00 65.46 64.98 65.34

60
CR4

40
20
0
2008 2009 2010 2011 2012
Sumber: Bank Indonesia, 2013 (diolah)

Gambar 2 CR4 industri perbankan Indonesia berdasarkan
pangsa kredit tahun 2008-2012
Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai HHI untuk industri perbankan
Indonesia berdasarkan pangsa aset tahun 2008 hingga 2012 berada pada kisaran
480 hingga 531. Sedangkan pada Gambar 4 nilai HHI berdasarkan pangsa kredit
tahun 2008-2012 berada pada kisaran 422 sampai 451. Jika dilihat dari nilai CR4
yang berkisar antara 60 persen hingga 70 persen dan nilai HHI yang berkisar
antara 400 hingga 500, maka dapat dikatakan bahwa perbankan Indonesia berada
dalam industri dengan struktur pasar oligopoli.

4
1000
800
600

521

514

494

480

481
HHI

400
200

0
2008 2009 2010 2011 2012
Sumber: Bank Indonesia, 2013 (diolah)

Gambar 3 HHI industri perbankan Indonesia berdasarkan
pangsa aset tahun 2008-2012
1000
800
600

451

462

428

422

427
HHI

400
200
0
2008 2009 2010 2011 2012
Sumber: Bank Indonesia, 2013 (diolah)

Gambar 4 HHI industri perbankan Indonesia berdasarkan
pangsa kredit tahun 2008-2012
Kemampuan kebijakan moneter dalam mempengaruhi suku bunga
perbankan akan menentukan efektivitas transmisi kebijakan moneter. Studi yang
dilakukan Adams dan Amel (2005) menemukan bahwa derajat konsentrasi
industri perbankan berpengaruh negatif terhadap efektivitas kebijakan moneter
melalui bank lending channel.Seiring peningkatan derajat konsentrasi industri
perbankan
mengakibatkan
pengaruh
kebijakan
moneter
semakin
berkurang.Rigiditas suku bunga perbankan dapat menjadi indikator dari tingkat
responsivitas perbankan terhadap kebijakan moneter.Kecenderungan rigiditas
suku bunga pada bank-bank di Indonesia mengindikasikan perbankan kurang
dapat merespon kebijakan moneter yang diambil Bank Indonesia.Ketika Bank
Indonesia menurunkan BIRate, seharusnya mampu direspon oleh perbankan
dengan menurunkan suku bunga kreditnya secara cepat.Indikasi mengenai kurang
responsifnya perbankan terhadap kebijakan moneter dibuktikan dengan suku
bunga kredit yang cenderung tidak berubah pada saat Bank Indonesia menurunkan
BIRate. Selisih (spread) antara suku bunga kredit perbankan dan BIRate masih
dinilai cukup tinggi. Ketika Bank Indonesia menurunkan BIRate dari 6,00 persen
menjadi 5,75 persen pada awal tahun 2012, suku bunga kredit perbankan tidak
mengalami penurunan yang signifikan.

5
20
15
10
5
Jan-08
Apr-08
Jul-08
Okt-08
Jan-09
Apr-09
Jul-09
Okt-09
Jan-10
Apr-10
Jul-10
Okt-10
Jan-11
Apr-11
Jul-11
Okt-11
Jan-12
Apr-12
Jul-12
Okt-12

0

BI Rate

Modal Kerja Bank Persero

Investasi Bank Persero

Modal Kerja BUSN Devisa

Investasi BUSN Devisa
Sumber: Bank Indonesia, 2013 (diolah)

Gambar 5 Spread BI Rate dan suku bunga kredit tahun 2008-2012
Gambar 5 menunjukkan bahwa spread antara BIRate dan suku bunga kredit
modal kerja dan kredit investasi berkisar antara 5 persen hingga 6 persen. Besaran
ini menjadikan spread antara suku bunga acuan dan suku bunga bank di Indonesia
diperkirakan yang paling tinggi dibandingkan dengan negara lain. Padahal
rendahnya suku bunga kredit merupakan stimulus yang baik bagi peningkatan
kegiatan ekonomi, karena dengan menurunnya suku bunga kredit akan
meringankan para pengusaha dan mengurangi risiko kredit macet.
BI memiliki berbagai instrumen yang dapat digunakan dalam upaya
menurunkan suku bunga kredit, tetapi instrumen tersebut lebih berfungsi sebagai
pemberi stimulus atau signal, sedangkan kebijakan terkait dengan tingkat suku
bunga kredit berada di tangan manajemen bank dimana keputusan direksi sangat
pengaruhi oleh kondisi masing-masing bank, keadaan pasar keuangan dan struktur
industri perbankan.
Gambar 5 juga menunjukkan bahwa trend BIRate selama periode 2008
hingga 2012 cenderung menurun.Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan
moneter yang ditempuh Bank Indonesia adalah bersifat ekspansif. Kebijakan
moneter ekspansif dengan menurunkan BIRateakan mempengaruhi suku bunga
deposito dan suku bunga kredit perbankan, sehingga permintaan akan kredit dari
perusahaan dan rumah tangga akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga
akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Dengan
demikian diharapkan akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi
sehingga aktifitas perekonomian semakin membaik.
Namun dalam kenyataannya mekanisme kebijakan moneter melalui jalur
suku bunga tidak selalu berjalan dengan lancar, karena mekanisme transmisi
kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu (time lag). Kondisi sektor
keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan transmisi
kebijakan moneter. Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi,
respon perbankan terhadap penurunan BIRate biasanya sangat lambat. Demikian
pula halnya apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki

6
permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan kredit
belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit.
Hubungan antara stuktur pasar industri perbankan dengan efektivitas
kebijakan moneter menjadi menarik untuk dianalisis lebih lanjut mengingat saat
ini terdapat kecenderungan perbankan kurang responsifterhadap kebijakan
moneter yang berlaku. Studi ini menganalisis apakah struktur pasar industri
perbankan berpengaruh terhadap efektivitas kebijakan moneter dan faktor apa
yang mempengaruhi tingkat sensitifitas perbankan terhadap guncangan dalam
kebijakan moneter di Indonesia.
.
Perumusan Masalah
Kebijakan moneter yang ditempuh oleh bank sentral seharusnya dapat
ditransmisikan dengan baik sehingga dapat mencapai sasaran yang diinginkan,
yaitu pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang terkendali.Namun dalam
kenyataannya kebijakan moneter yang diberlakukan oleh bank sentral tidak selalu
berjalan dengan lancar.Hal ini dikarenakan adanya berbagai faktor yang
menghambat transmisi kebijakan moneter tersebut, salah satunya karena faktor
struktur pasar yang dihadapi industri perbankan.Industri perbankan yang berada
dalam struktur pasar dengan derajat konsentrasi yang tinggi dan kompetisi yang
rendah, cenderung kurang sensitif terhadap guncangan dalam kebijakan moneter
(Adams dan Amel, 2005).
Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah apakah struktur
pasar yang dihadapi oleh industri perbankan berpengaruh terhadap efektivitas
kebijakan moneter di Indonesia? Secara spesifik, permasalahan dalam penelitian
ini dijabarkan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah respon perbankan terhadap guncangan dalam kebijakan
moneter, apakah perubahan BIRate berpengaruh terhadap perubahan suku
bunga kredit perbankan?
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan (speed) dan seberapa besar
(magnitude) perubahan suku bunga kredit perbankan terhadap perubahan
BIRate?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi cepat atau lambatnya respon
tersebut? Apakah struktur pasar industri perbankan berpengaruh terhadap
speed dan magnitude perubahan suku bunga kredit?

Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
struktur pasar industri perbankan terhadap efektifitas kebijakan moneter di
Indonesia. Tujuan dari penelitian ini secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis respon perbankan terhadap guncangan dalam kebijakan
moneter. Mengetahui apakah perubahan BIRate berpengaruh terhadap
perubahan suku bunga kredit perbankan.
2. Menganalisis waktu yang diperlukan (speed) dan besarnya perubahan
(magnitude) suku bunga kredit perbankan terhadap perubahan BIRate.

7
3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi cepat atau
lambatnya respon tersebut dan menganalisis apakah struktur pasar industri
perbankan berpengaruh terhadap speed dan magnitude perubahan suku
bunga kredit.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan gambaran bagaimana struktur pasar industri
perbankan berpengaruh terhadap efektifitas kebijakan moneter di Indonesia. Hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam
menentukan kebijakan moneter oleh pihak-pihak yang berwenang.Penelitian ini
juga diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya dan
memberikan manfaat bagi pembacanya.Sedangkan bagi penulis, penelitian ini
menjadi sarana pembelajaran dan penerapan ilmu-ilmu yang telah diperoleh.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari bulan Januari 2008 sampai
dengan Oktober 2012. Pada penelitian ini ruang lingkup penelitian dibatasi hanya
untuk jenis kredit modal kerja dan kredit investasi pada bank persero dan bank
swasta nasional devisa tanpa menyertakan data dari bank swasta nasional non
devisa, bank asing dan campuran, BPD, serta bank perkreditan rakyat. Hal ini
karena perhitungan Concentration Ratio dibatasi hanya pada 10 bank terbesar di
Indonesia, dimana 10 bank terbesar tersebut termasuk kedalam kelompok bank
persero dan bank swasta nasional devisa. Sedangkan untuk pemilihan jenis suku
bunga kredit didasarkan pada jenis kredit yang digunakan untuk kegiatan
produktif. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini, yakni BIRate, suku
bunga kredit yang terdiri dari kredit modal kerja dan kredit investasi, data suku
bunga deposito, dan data Concentration Ratio 4 bank terbesar (CR4) di Indonesia
berdasarkan pangsa kredit.

TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan Moneter (Monetary Policy)
Kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan bank sentral dalam
mempengaruhi perkembangan peubah moneter (uang beredar, suku bunga, kredit
dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu (Mishkin 2006). Tujuan
utama kebijakan moneter adalah mencapai stablilitas harga yang dicerminkan
dengan tingkat inflasi yang rendah dan stabil, sedangkan tujuan lainnya yaitu
mencapai pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja (high employement),
stabilitas pasar keuangan, stabilitas suku bunga, dan stabilitas pasar valuta asing
(BI 2013).
Kerangka strategis kebijakan moneter bank sentral dipengaruhi oleh
keyakinan bank sentral yang bersangkutan terhadap suatu proses tertentu

8
mengenai bagaimana kebijakan moneter berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi
dan inflasi. Pada dasarnya, kerangka operasional kebijakan moneter di berbagai
negara memiliki konsep yang sama. Bank sentral selaku otoritas moneter memiliki
tugas pokok untuk mencapai sasaran-sasaran akhir seperti laju inflasi,
pertumbuhan ekonomi, dan keseimbangan neraca pembayaran.Tetapi tidak semua
instrumen kebijakan mampu dikendalikan oleh bank sentral, sehingga diperlukan
sasaran operasional dari penggunaan instrumen tersebut, dan dengan suatu
mekanisme tertentu yang diasumsikan dapat mempengaruhi sasaran
antara.Pencapaian sasaran antara diharapkan mampu mempengaruhi pencapaian
sasaran akhir yang diinginkan (BI 2013).
Dalam menjalankan kebijakan moneternya bank sentral memiliki berbagai
instrumen kebijakan moneter. Instrumen kebijakan moneter adalah peubahpeubah yang secara langsung mengontrol tujuan akhir dari kebijakan moneter
(Lipsey 1992). Terdapat beberapa jenis instrumen kebijakan moneter, diantaranya
operasi pasar terbuka (open market operation), cadangan minimum (reserve
requirement), kebijakan diskonto (discount policy), dan himbauan moral (moral
suassion).
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah “the process through which
monetary policy decision are transmitted into changes in real GDP and inflation”
(Taylor 1995). Artinya, mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan jalurjalur yang dilalui oleh kebijakan moneter untuk dapat mempengaruhi sasaran
akhir kebijakan moneter yaitu pendapatan nasional dan inflasi. Mekanisme
transmisi ini menghubungkan antara sektor moneter dan sektor riil dalam
perekonomian sebuah negara.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter bermula ketika bank sentral
mengubah instrumen kebijakan moneter yang dimilikinya. Perubahan pada
instrumen kebijakan moneter ini akan mempengaruhi sasaran operasional, sasaran
antara, dan sasaran akhir. Sebagai contoh, ketika bank sentral (BI) memutuskan
untuk mengambil kebijakan moneter kontraktif dengan menurunkan BI Rate.
Penurunan BI Rate akan mendorong turunnya Suku Bunga Pasar Uang Antar
Bank (rPUAB), suku bunga deposito, suku bunga kredit perbankan, harga aset,
nilai tukar dan ekpektasi inflasi di masyarakat. Pengaruh kebijakan moneter di
sektor riil akan berdampak terhadap perkembangan konsumsi, investasi, ekspor
dan impor, hingga pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang merupakan sasaran
akhir dari kebijakan moneter.
Menurut Bernanke dan Gertler (1995), dalam teori ekonomi moneter
dikenal istilah “black box”. Artinya, transmisi kebijakan moneter pada
kenyataannya merupakan proses yang kompleks karena dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu perilaku bank sentral, industri perbankan, dan para pelaku ekonomi
dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya, lamanya tenggat waktu (time
lag) sejak kebijakan moneter ditempuh sampai sasaran inflasi tercapai, serta
adanya perubahan dalam saluran-saluran moneter yang dipengaruhi oleh
perkembangan ekonomi dan keuangan di negara tersebut.

9
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Suku Bunga
dan Jalur Kredit
Pada awalnya pelaksanaan kebijakan moneter hanya ditransmisikan melalui
jalur uang (money channel). Dengan adanya perkembangan dalam bidang
ekonomi dan keuangan serta perubahan struktural dalam perekonomian, jalur
mekanisme transmisi kebijakan moneter pun ikut berkembang. Saat ini dikenal
enam jalur transmisi kebijakan moneter, salah satunya adalah jalur suku bunga
(Mishkin 2006) dan Bofinger (2001). Jalur suku bunga ini menekankan peranan
pada suku bunga riil sebagai suku bunga yang memberikan dampak yang besar
terhadap pengeluaran (Mishkin 2006). Perubahan suku bunga nominal yang
ditetapkan oleh bank sentral akan mengakibatkan pada perubahan suku bunga riil
obligasi. Perubahan suku bunga jangka pendek ini akan mempengaruhi perubahan
suku bunga jangka panjang yang selanjutnya akan mempengaruhi permintaan dan
pada akhirnya berpengaruh terhadap inflasi (Taylor 1995). Namun pada
kenyataannya, tingkat harga agregat yang salah satunya tercermin dari suku bunga
melakukan penyeseuaian yang lambat. Hal ini terjadi karena adanya fenomena
sticky price (harga yang kaku), sehingga perubahan suku bunga jangka pendek
membutuhkan waktu untuk dapat mempengaruhi perubahan suku bunga jangka
panjang (Mishkin 2006).
Di Indonesia, mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku
bunga diawali dengan perubahan BI Rate. Perubahan BI Rate ini selanjutnya akan
mempengaruhi perubahan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan.
Penurunan BI Rate akan menyebabkan penurunan suku bunga kredit perbankan
yang selanjutnya akan berdampak pada kenaikan permintaan kredit. Apabila
tekanan inflasi mengalami kenaikan, maka Bank Indonesia akan menaikkan BI
Rate untuk memperlambat aktivitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga
tekanan inflasi dapat diturunkan.
Dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit, fungsi
bank sebagai lembaga intermediasi memiliki peran yang penting. Cara kerja
transmisi melalui jalur kredit ini adalah dengan memanfaatkan media pasar utang
atau pasar kredit. Asumsi yang mendasari mekanisme melalui jalur ini adalah
bahwa fungsi intermediasi perbankan dalam menyalurkan dana dari Surplus
Spending Unit (SSU) kepada Defisit Spending Unit (DSU) tidak selalu berjalan
lancar. Artinya, tidak semua simpanan masyarakat oleh perbankan disalurkan
sebagai kredit kepada dunia usaha (Warjiyo 2004). Peningkatan dalam tabungan
masyarakat tidak selalu diikuti dengan peningkatan secara proporsional pada
jumlah kredit yang disalurkan perbankan, hal ini karena bank cenderung
melakukan seleksi kredit karena adanya informasi asimetris atau sebab-sebab lain.
Salah satu jenis saluran kredit yaitu jalur pinjaman bank (Bank Lending
Channel). Jalur ini menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi
keuangan bank. Misalnya ketika bank sentral melakukan kebijakan moneter
ekspansif dengan menurunkan BI Rate, maka akan mendorong suku bunga
deposito turun. Karena biaya dana (cost of fund) turun, maka akan mendorong
penurunan suku bunga kredit. Dengan menurunnya suku bunga kredit, maka biaya
untuk meminjam pun akan turun sehingga akan mendorong peningkatan kredit
yang selanjutnya akan meningkatkan investasi dan pada akhirnya akan
meningkatkan output.

10

Suku bunga
deposito &kredit
Kredit yang
disalurkan
BI RATE

Konsumsi
dan Investasi
Produk
Domestik
Bruto

Harga Aset
(saham, obligasi)
Nilai Tukar

Expor

Ekspektasi Inflasi
Inflasi
FEED BACK
Sumber: Bank Indonesia (2013) (diolah)

Gambar 6 Mekanisme transmisi kebijakan moneter
Teori Kuantitas Uang terhadap Permintaan Agregat
Teori kuantitas uang menyimpulkan bahwa perubahan pengeluaran agregat
terutama ditentukan oleh perubahan uang beredar (Mishkin 2006).Teori kuantitas
menghubungkan antara jumlah uang dengan jumlah pengeluaran nominal atas
barang dan jasa.Untuk memperoleh hubungan ini, teori jumlah uang
menggunakan konsep percepatan perputaran uang (velocity of money). Hubungan
antara pengeluaran agregat dan kuantitas uang ditunjukkan dalam persamaan
berikut:
MxV=PxY
(1)
Dimana M adalah jumlah uang, V adalah velocity of money, P adalah harga,
dan Y adalah pengeluaran/output agregat. Artinya, uang dikalikan dengan
velocity of moneysama dengan harga dikalikan dengan pengeluaran/output.
Karena V dan Y diasumsikan tetap, sehingga jika M naik dua kali lipat maka P
akan naik dua kali lipat. Tingkat harga yang lebih tinggi mengakibatkan jumlah
output agregat yang diminta lebih rendah (P Y ). Kemudian untuk mengetahui
dampak peningkatan harga terhadap investasi dapat dilihat dari persamaan
berikut:
Y = C+I+G+NX
(2)
Dimana Y adalah ouput agregat, C adalah pengeluaran konsumsi, I adalah
pengeluaran investasi, G adalah pengeluaran pemerintah, dan NX adalah
pengeluaran luar negeri bersih atas barang dan jasa domestik. Ketika Y
mengalami penurunan karena peningkatan harga, hal ini akan menyebabkan

11
jumlah uang riil turun (M/P ) dan meningkatkan suku bunga (i ) yang kemudian
akan menurunkan investasi (I ).
Pasar Uang dan Pasar Barang
Keynes mengemukakan pemikiran revolusioner dengan mengkritik
pemikiran aliran klasik yang mengasumsikan bahwa hanya penawaran agregat
saja yang mempengaruhi pendapatan nasional (Mankiw 2006).Keynes
menyatakan bahwa permintaan agregat yang rendah bertanggung jawab terhadap
rendahnya pendapatan dan tingginya pengangguran yang memperburuk
perekonomian (Mankiw 2006).Model IS-LM menunjukkan bagaimana interaksi
diantara pasar barang dan pasar uang dalam perekonomian. Oleh karena itu model
tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu kurva IS yang menyatakan apa yang terjadi
di pasar barang dan jasa, serta kurva LM yang menyatakan apa yang terjadi pada
penawaran dan permintaan terhadap uang.
Keseimbangan umum IS-LM terjadi ketika kurva IS dan kurva LM saling
berpotongan. Analisis keseimbangan ISL-LM dapat digunakan untuk mengetahui
pengaruh kebijakan fiskal terhadap pergeseran kurva IS dan pengaruh kebijakan
moneter terhadap pergeseran kurva LM.
i

I
S
Y

Sumber : Mankiw (2006)

Gambar 7 Model IS-LM
Interaksi Sektor Moneter dan Sektor Riil
Pada perekonomian modern umumnya terdapat tiga pasar utama, yaitu pasar
barang/jasa, pasar tenaga kerja, dan pasar uang/modal, dimana terdapat
keterkaitan yang erat antar ketiga pasar tersebut (Basith 2007). Ketiga pasar ini
akan menjadi alat alokasi yang efisien jika struktur pasarnya persaingan sempurna.
Namun pada kenyataannya, terdapat kegagalan pasar yang menyebabkan asumsi
pasar persaingan sempurna tidak dapat terwujud sepenuhnya. Karena adanya
keterkaitan yang erat antara ketiga pasar tersebut mengakibatkan ketidakstabilan
di salah satu pasar akan mempengaruhi kestabilan di pasar yang lainnya, dan lebih
jauh lagi akan mempengaruhi kestabilan dalam perekonomian. Selain itu,
perubahan dalam satu kebijakan (moneter atau fiskal) akan mempengaruhi

12
kebijakan lain, dan kesalingtergantungan ini dapat mengubah dampak dari
perubahan kebijakan tersebut (Mankiw 2006).
Keterkaitan antara sektor riil dengan sektor moneter terjadi pada permintaan
investasi dan permintaan uang.Keynes berpendapat bahwa terdapat hubungan
negatif antara tingkat bunga dengan tingkat investasi. Semakin tinggi tingkat
bunga, maka pengeluaran untuk investasi akan menurun. Asumsi inilah yang
mendasari pemikiran bahwa kebijakan moneter dimungkinkan dalam
mempengaruhi tingkat output. Jika tingkat bunga dapat diturunkan, maka jumlah
investasi akan semakin besar yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi. Oleh karena itu, perubahan tingkat bunga di sektor moneter akan
mempengaruhi investasi yang selanjutnya akan mempengaruhi sektor riil (Basith
2007).
Suku Bunga, i

LM1
LM2

i1
i2

IS1

Y1

Y2

Output Agregat, Y

Sumber: Mishkin (2006)

Gambar 8 Respon output agregat dan auku bunga terhadap kebijakan
moneter ekspansif
Gambar 8 menunjukkan responoutput agregat dan suku bunga terhadap
peningkatan uang beredar. Pada awalnya, perekonomian berada dalam
keseimbangan saat kurva LM1 berpotongan dengan kurva IS1di titik 1.Misalnya
bank sentral mengambil kebijakan moneter ekspansif dengan meningkatkan
jumlah uang beredar (JUB).Peningkatan JUB menyebabkan kurva LM bergeser ke
kanan menuju LM2,dan titik keseimbangan pasar barang maupun pasar uang
bergerak menuju titik 2.Peningkatan JUB ini menyebabkan suku bunga menurun
menjadi i2. Penurunan suku bunga ini akan menyebabkan pengeluaran investasi
meningkat, yang selanjutnya menyebabkan ouput agregat meningkat menuju Y2.
Gambar 9 menunjukkan respon output agregat dan suku bunga terhadap
kebijakan fiskal ekspansif karena peningkatan pengeluaran pemerintah
ataupenurunan pajak. Kebijakan fiskal ekspansif menyebabkan kurva IS bergeser
ke IS2, dan titik keseimbangan untuk pasar barang dan pasar uang bergerak
menuju titik 2. Kebijakan fiskal ekspansif ini menyebabkan peningkatan
permintaan agregat secara langsung sehingga output agregat meningkat menjadi
Y2. Tingkat output agregat yang lebih tinggi menaikkan permintaan uang, yang
selanjutnya menyebabkan kenaikan suku bunga menjadi i2. Pada titik 2, kelebihan
permintaan uang karena adanya peningkatan output agregat telah dihilangkan

13
dengan meningkatnya suku bunga. Perbedaan dampak dari kebijakan moneter
ekspansif dan kebijakan fiskal ekspansif adalah kebijakan moneter ekspansif
menyebabkan suku bunga menurun, sedangkan dampak dari kebijakan fiskal
ekspansif menyebabkan suku bunga meningkat.
LM1

Suku Bunga, i

i2
i1

IS2
IS1

Y1 Y2

Output Agregat, Y

Sumber: Mishkin (2006)

Gambar 9 Respon output agregat dan suku bunga terhadap kebijakan fiskal
ekspansif
Struktur Pasar dan Persaingan Industri Perbankan di Indonesia
Konsentrasi dalam industri perbankan tergantung dari pasar yang
dilayani.Konsentrasi adalah salah satu faktor penting dari kompetitif tidaknya
industri perbankan.Semakin tinggi derajat konsentrasi, semakin besar
kemungkinan terjadinya perilaku kolusi dan monopoli.Bank bersaing pada tingkat
nasional untuk debitor dan nasabah besar.Pada pasar ini kolusi sulit dilakukan jika
bank yang bersaing di pasar nasional berjumlah besar.Semakin besar pasar bank
dan ditambah dengan adanya pembatasan terhadap pendatang baru, semakin besar
kemungkinan unsur-unsur tidak kompetitif yang berperan dalam pemberian jasajasa keuangan.Persaingan dalam industri perbankan telah dipengaruhi oleh
kebijakan deregulasi dan pengendalian moneter yang ditempuh oleh otoritas
moneter.Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan derajat persaingan di
pasar.
Program Arsitektur Perbankan Indonesia (API) menyebabkan timbulnya
gelombang merger pada industri perbankan di Indonesia.Merger dapat
menyebabkan industri perbankan lebih terkonsentrasi, yang ditandai dengan
jumlah bank yang semakin menurun (Subanidja 2006). Semakin terkonsentrasinya
suatu industri, maka kemungkinan untuk melakukan kolusi akan semakin besar.
Kemungkinan terjadinya persaingan dan kerjasama di industri perbankan
Indonesia ditandai dengan dua hal. Pertama, industri perbankan Indonesia ditandai
dengan rentang ukuran bank yang beragam sehingga bank besar dan kecil tidak
harus bersaing di segmen pasar yang sama. kedua, diantara bank yang sekelas
juga terjadi segmentasi pasar. Ketiga, diantara bank dengan karakteristik yang
sama tidak selalu terjadi persaingan (Kusumastuti 2008).

14
Pengukuran kekuatan pasar sebuah industri pada umumnya menggunakan
Concentration of Ratio (CR). CR4 didefinisikan sebagai persentase dari
keseluruhan output industri yang dihasilkan oleh 4 perusahaan terbesar dilihat dari
berbagai indikator. Studi yang dilakukan oleh Subanidja (2006) terhadap 90 bank
umum di indonesia dengan menggunakan 4 indikator (DPK, aset, kredit, modal)
menunjukkan bahwa keempat indikator tersebut CR-nya bernilai diatas 40%.
Artinya, 4 bank terbesar menguasai lebih dari 40% produksi (DPK, aset, kredit,
modal), sehingga dapat dikatakan bahwa struktur pasar bank umum di Indonesia
adalah oligopoli dominan. Struktur pasar oligopoli bank umum merupakan
struktur pasar yang terdiri dari beberapa (empat) bank umum yang mendominasi
pasar dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi harga (misal tingkat suku
bunga tabungan) dalam industri perbankan. Apabila salah satu bank melakukan
suatu keputusan, maka hal itu akan mempengaruhi pasar dan mendorong bank lain
untuk melakukan perubahan. Bank-bank umum dalam struktur oligopoli tunduk
pada persaingan, namun tetap menguasai pasar dan tidak mudah diganggu oleh
pendatang baru karena terdapat barrier yang substansial bagi pendatang baru
untuk memasuki pasar ini.Struktur pasar seperti ini menyebabkan tiadanya
tekanan persaingan karena berpeluang menciptakan kolusi untuk menentukan
harga dan jumlah produksi.
Struktur Pasar Oligopoli
Secara umum keadaan struktur pasar suatu industri dikelompokkan ke
dalam dua bagian besar, yaitu struktur pasar persaingan sempurna dan struktur
pasar persaingan tidak sempurna yang terdiri dari struktur pasar oligopoli dan
struktur pasar monopoli. Pasar persaingan sempurna memiliki karakteristik:
jumlah perusahaan sangat banyak, produk homogen, produsen dan konsumen
sama-sama memiliki pengetahuan dan informasi sempurna, output perusahaan
relatif lebih kecil dibanding output pasar, harga ditentukan oleh mekanisme pasar
dan perusahaan bebas keluar dan masuk ke industri. Pasar persaigan monopolistik
memiliki karakteristik: produk terdiferensiasi dan dapat dibedakan, jumlah
produsen banyak dalam industri, perusahaan bebas keluar masuk industri. Pasar
oligopoli mempunyai karakteristik: hanya sedikit perusahaan dalam industri,
produk homogen dan terdiferensiasi, pengambilan keputusan saling
mempengaruhi, dan kompetisi dibidang non harga. Pasar monopoli memiliki
karakteristik: hanya ada satu penjual tanpa ada pesaing langsung atau tidak
langsung, output perusahaan tidak memiliki produk substitusi, dan ada hambatan
untuk masuk ke dalam industri.
Untuk melihat keterkaitan antara struktur, perilaku, dan kinerja pasar suatu
industri oligopoli dapat dilihat pada Gambar 10. Kurva permintaan pasar
perusahaan individu industri oligopoli sama halnya dengan kurva permintaan
pasar perusahaan pada struktur persaingan tidak sempurna lainnya yang
berkemiringan negatif. Selain itu, kurva penerimaan marginalnya pun selalu
berada dibawah kurva permintaan oligopoli. Hal ini karena adanya kemampuan
beberapa produsen untuk mengendalikan keadaan pasar melalui pengaturan harga
atau output agar keuntungan menjadi maksimum.

15

i,C
MC
AC
i1
M

A

R

c
MR
0

D

Lt

L/t

L

Sumber: Sukirno(2005)

Gambar 10 Keadaan keseimbangan pasar perusahaan oligopolistik
Gambar10 memperlihatkan hubungan keterkaitan antara struktur, perilaku,
dan kinerja industri oligopoli.keseimbangan pasar pada saat kurva penerimaan
marginal (MR) memotong kurva biaya marginal (MC). Perusahaan oligopolis
memaksimumkan keuntungan berproduksi pada tingkat bunga (i) yang melebihi
biaya rata-rata (AC), yaitu pada tingkat bunga i1 dan output sebesar L1. Karena
berproduksi pada wilayah kura AC yang sedang menurun sebesar c, maka
oligopolis memperoleh keuntungan maksimum seluas wilayah A. Hal ini yang
mengakibatkan terjadinya masalah miss-allocation dan distribution resources
pada industri oligopoli, karena pada industri oligopoli hanya beberapa perusahaan
kuat saja yang menguasai sumber-sumber ekonomi sehingga distribusi output
menjadi tidak merata. Hal tersebut terjadi akibat adanya beberapa perusahaan
yang menguasai pasar sehingga perilaku oligopolis seringkali menimbulkan
kerugian bagi konsumen dalam perekonomian.
i
D1
MR1

i0

MC2
E

MC1
MC0

A2
D

A1

MR2
0

L0

L

Sumber: Sukirno (2005)

Gambar 11 Keseimbangan perusahaan dalam oligopoli yang menghadapi
kurva permintaan patah

16
Gambar 11menunjukkan ketika perusahaan industri oligopoli menghadapi
keadaan dimana kurva permintaannya adalah kurva terpatah (kinked demand
curve), dan kurva hasil penjualan marginal (MR) adalah kurva terputus. Jika
keuntungan maksimum dicapai ketika MC0=MR, maka berdasarkan Gambar 11
keuntungan maksimum dicapai apabila harga sebesar i0 dan ouput sebesar L0. Jika
biaya produksi mengalami peningkatan yang menyebabkan kurva biaya marjinal
menjadi MC2, maka keuntungan maksimum masih dapat dicapai ketika harga
adalah i0 dan output adalah L0. Tetapi jika kurva MC berada diatas MC2,
keseimbangan untuk memaksimumkan keuntungan akan mengalami perubahan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa selama perubahan biaya produksi tidak
menyebabkan kurva biaya marginal berada diatas MC2 atau dibawah MC1,
keseimbangan pemaksimuman keuntungan tidak akan mengalami perubahan.
Dengan demikian, selama kurva MC memotong kurva MR diantara titik A1 dan
A2, harga dan output perusahaan tidak akan mengalami perubahan. Berdasarkan
analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pasar oligopoli dimana
perusahaan-perusahaan tidak melakukan kesepakatan (kolusi) diantara mereka,
tingkat harga adalah bersifat rigid (sulit mengalami perubahan).Tingkat harga
cenderung tetap untuk berada pada tingkat harga yang telah ditetapkan pada
awalnya dan tidak fleksibel terhadap penyesuaian faktor-faktor lainnya yang
terjadi dalam perekonomian.
Penelitian Terdahulu
Tabel 2Penelitian terdahulu
Nama
Data
Model
Hasil
Adams
Data pinjaman untuk Reduced- Pengaruh kebijakan moneter
dan Amel usaha kecil di Amerika form
semakin berkurang dalam
(2005)
tahun 1996-2002
pasar yang terkonsentrasi.
Ridho, M. Data DPK, IHSG, total Regresi
Konsentrasi
industri
(2007)
aset perbankan, data berganda berpengaruh negatif terhadap
kredit yang disalurkan,
output perbankan dalam bentuk
GDP, SBI tahun 1995kredit. Semakin tinggi tingkat
2005
konsentrasi akan mengurangi
efektivitas transmisi kebijakan
moneter melalui bank lending
channel.
Cotarelli
Suku bunga kredit, suku OLS,
Adanya hubungan yang kuat
dan
bunga
diskonto, WLS
antara rigiditas suku bunga
Kourelis
interbank rates,peubah
kredit dengan struktur dari
(1994)
struktural
(kompetisi
sistem keuangan.
dalam
sistem
perbankan,eksistensi
perkembangan
pasar
uang dan keterbukaan
ekonomi,sistem
kepemilikan
bank,
derajat perkembangan
pasar uang).

17
Moazzami Interest
rate,prime ECM
(1999)
lending rates, federal
funds Rate,3 months
Treasury Bill Rates.

Olivero,
Li,
dan
Jeon
(2010)

Bank-level data, bank- Regresi
level balance sheet dan berganda
income statement data,
data consumer price
indices, data GDP, data
nilai tukar, data suku
bunga.

Adanya rigiditas suku bunga
kredit di Kanada dan Amerika
serikat. Suku bunga kredit di
Kanada
lebih
rigid
dibandingkan di AS, hal ini
karena
struktur
industri
perbankan di Kanada memiliki
tingkat konsentrasi yang tinggi
dibandingkan dengan AS.
Efektivitas kebijakan moneter
melalui bank lending channel
akan
melemah
secara
signifikan dan konsisten ketika
bank berada pada industri yang
terkonsentrasi.

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan hasil penelitian tedahulu, maka dapat diberikan
hipotesis (dugaan sementara) dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian
ini. Adapun hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perubahan BI Rate diduga berpengaruh positif terhadap suku bunga kredit
modal kerja dan kredit investasi.
2. Perubahan suku bunga deposito diduga berpengaruh positif terhadap suku
bunga kredit modal kerja dan kredit investasi.
3. Perubahan CR4 diduga berpengaruh positif terhadap suku bunga kredit
modal kerja dan kredit investasi.

18
Kerangka Pemikiran
Kebijakan Moneter
-BI Rate
Struktur Pasar
Industri Perbankan

Suku Bunga
Deposito Perbankan

Suku Bunga Kredit
Perbankan

Konsentrasi
Industri:
CR4

Permintaan
Kredit
Kredit yang
Disalurkan

PenawaranKredit
Perbankan
Gambar 12 Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: Alur Peubah
: Ruang lingkup penelitian
: Peubah yang digunakan

METODE
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini