Analisisn Efektivitas Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Heni Riani Br Ginting

090501016

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

Lembar Pernyataan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Heni Riani Br Ginting

Nim : 090501016

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisisn Efektivitas Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” adalah benar karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari buku-buku atau lembaga dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 08 November 2013

NIM : 090501016 Heni Riani Br Ginting


(3)

ABSTRAK

ANALISIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh kebijakan moneter melalui suku bunga SBI terhadap pertumbuhan ekonomi apakah hubungan trsebut mempunyai ketergantungan yang timbal balik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kebijakan moneter dalam tingkat suku bunga SBI terhadap tumbuh kembangnya perekonomian di Indonesia, serta mengetahui hubungan antara kebijakan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Hipotesis dalam penelitian ini ialah terdapat pengaruh negatif antara kebijakan moneter didalam suku bunga SBI terhadap tingkat PDB di Indonesia serta terdapat hubungan ketergantungan yang timbal balik antara kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan data runtun waktu (time series) selama kurun waktu 1998-2009 yang diperoleh dari berbagai sumber seperti : Badan Pusat Statistik (BPS), dan sumber bacaan lainnya seperti buku-buku, jurnal-jurnal dan website-website yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode analisis yang digunakan adalah Vector Autoregression (VAR) dengan menggunakan Uji Asumsi dan Uji Kausalitas Granger serta Estimasi VAR untuk hipotesis pertama dan hipotesis kedua.

Pada hipotesis pertama hasil penelitian mnunjukkan bahwa secara serempak kebijakan moneter didalam suku bunga SBI mempunyai hubungan yang negatif terhadap tingkat PDB di Indonesia. Pada Estimasi VAR menunjukkan terdapat hubungan ketergantungan yang timbal balik antara kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi.

Kata Kunci : Kebijkan Moneter, Suku Bunga SBI dan Pertumbuhan


(4)

ii

The Analysis Effectiveness of the Effect of Monetary Policy Towards the Economic Growth in Indonesia

The problem formulation of the research is: how much the monetary policy by bank interest rate (SBI) gives influence towards the growth of Indonesia economy where the connection has its mutual dependency.

The objective of this research is to find out the influence of monetary policy on SBI interest rate towards the growth and development of economy in Indonesia, and also to see the connection between the monetary policy and the growth of economy in Indonesia.

The hypothesis of the research is: there is a negative impact between the policy on SBI interest rate and the level of PDB in Indonesia, and there is also a mutual dependency connection between the policy and the growth of economy in Indonesia.

Secondary data collection was done with time series data during a period of 1998-2009 which was gained from various sources such as BPS ( Central Statistic Agency), and from other sources such as: books, journals, and websites that are related with the research.

The analysis method used is Vector auto Regression (VAR) by using Assumption test and Causality test of

Granger, and the estimation of VAR on the first and second hypothesis. In the first hypothesis the result of the research shows that the policy shows a negative connection towards the PDB in Indonesia.

In the estimation of VAR it shows that there is a mutual connection between the policy and the economy growth.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, pemelihara seluruh alam, karena berkah dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan Skripsi ini dari mulai sampai selesai dengan baik.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Skripsi ini adalah : “Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan

Ekonomi di Indonesia”. Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak

menemukan berbagai kesulitan hal ini muncul karena penulis sendiri masih kurang berpengalaman dan kemampuan intelektualnya masih terbatas, namun berkat bantuan berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan juga.

Selama di bangku kuliah sampai masa penyelesaian Skripsi ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh ketulusan hati, penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, MEc selaku dosen pembimbing sekaligus Sebagai Ketua Depertemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Eknomi Universitas Sumatera Utara Medan yang telah banyak meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan mengarahkan Skripsi ini dari awal sampai akhir.

2. Bapak Paidi Hidayat ,SE,MSI selaku dosen pembaca sekaligus sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktunya memberikan penilaian pada skripsi ini.

3. Bapak Irsyad Lubis.SE, M.SOC,PH.D.selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan sekaligus dosen pengajar di Universitas Sumatera Utara yang juga telah banyak memberikan pelajaran, arahan dan dukungan


(6)

iv

serta semangat selama di bangku perkuliahan sampai masa penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, MSI selaku sekretaris Depertemen Ekonomi Pembangunan sekaligus dosen pengajar yang telah mendidik saya selama menjadi mahasiswi di Fakultas Ekonomi USU.

5. Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya HSB.,Msi selaku penasehat akademik yang tentunya juga telah banyak memberikan pengarahan dan pelajaran pada saya.

6. Bapak Prof Dr. Azhar Maksum. Mec selaku Dekan dan para pembantu Dekan di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

7. Staf Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang turut membimbing saya menyelesaikan Skripsi ini.

8. Teristimewa bagi Kedua Orang Tua saya, Ayahanda dan Ibunda tercinta yang sampai saat ini menjadi pendukung yang luar biasa dalam hidup saya, kedua orang tuan yang tiada henti memberikan dukungan baik doa, material dan juga semangat serta motivasi yang begitu tulus pada saya. 9. Kakak dan Adik saya yang juga selama ini banyak memotivasi saya

mengerjakan skripsi ini.

10.Dan terimakasih kepada sahabat saya Fika Turi Br Sebayang yang selama ini telah banyak meluangkan waktu dan tenaga serta fikiran membantu menyelesaikan skripsi ini.

11.Kepada Mis Dewi Murti selaku tentor di Polyace yang telah meluangkan waktunya memberikan masukan didalam skripsi ini.

12.Kepada sahabat-sahabat saya yang dengan segala daya upaya memberikan semangat yang luar biasa, yang senantiasa mendengarkan keluh-kesah saya. Memberikan dukungan yang baik dan tetap semangat pada saya. 13.Dan terimakasih kepada Teman-teman semua dan Rekan-rekan


(7)

Semoga jasa-jasa baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang baik pula dari Allah Swt . Penulis menyadari sepenuhnya, Skripsi ini masih mempunyai berbagai kekurangan dan kelemahan meskipun penulis telah berupaya sedapat mungkin utuk mengatasi bentuk kekurangan dan kelemahan tersebut. Sehingga dalam Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, seperti kata pepatah mengatakan “Tiada Gading Yang Tak Retak”, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan isi dan analisa yang disajikan di dalam skripsi ini sehingga penulis dapat membuat karya yang lebih baik lagi dimasa-masa yang akan datang.

Akhir kata , semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Terima Kasih

Medan, 21 Nopember 2013

Penulis

NIM: 090501016 Heni Riani Br Ginting


(8)

vi DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK...…i

ABSTRACT ... ...ii

KATA PENGANTAR ... ...iii

DAFTAR ISI ... ...vi

DAFTAR TABEL ... ...ix

DAFTAR GAMBAR ... ...x

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Hipotesis ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II : URAIAN TEORITIS 2.1 Penelitian Terdahulu ... 10

2.2 Kebijakan Moneter ... 11

2.2.1 Mekanisme Transmisi kebijakan Moneter di Indonesia….11 2.2.2 Teori Teori Kebijakan Moneter ... 18

A. Teori Moneter Klasik ... 18

B. Teori Moneter Modern ... 23

2.2.3 Definisi Kebijakan Moneter ... 25

2.2.4 Kerangka Kebijakan Moneter ... 28


(9)

2.2.6 Evektifitass Kebijakan Moneter ... 33

2.3 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 34

2.3.1 Teori Teori Pertubuhan Ekonomi... 36

A. Teori Pertumbuhan Ahli Klasik ... 36

B. Teori Pertumbuahan Harrod Domar ... 38

C. Teori Pertumbuhan Schumpeter ... 39

D. Teori Pertumbuhan Neo-Klasic ... 40

2.3.2 Faktor yang Mempenagruhi Pertumbuhan Ekonomi ... 42

2.3.3 Implementasi kebijakan Moneter Didalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi ... 42

2.4 Hubungan Timbal Blaik Anatara kebijakan Moneter Dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 43

2.5 Keterangan Konseptual ... 44

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... …….45

3.2 Jenis Dan Sumber Data ... ……45

3.3 Metode Dan Teknik Pengumpulan Data………... ... ……45

3.4 Pengolahan Data………... ……46

3.5 Metode dan Analisa………... ... ……46

3.6 Uji Asumsi………... ... ……47

3.6.1 Uji Stasioneritas Data ... …….47

3.6.2 Penentuan Lag Langht ... …….49

3.7 Uji Kausalitas Granger………... ... …… 50

3.8 Estimasi VAR………... ... ……52

3.8.1 Uji t- Statistik ... …. 52

3.9 Impulse Response Fungsion (IRF) ... …. 53

3.10 Variansi Decomposition ... ……54


(10)

viii BAB IV : PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Daerah Penelitian... 56

4.1.1 Keadaan Geografis Indonesia ... 56

4.1.2 Perkembangan PDB Indonesia ... 59

4.1.3 Struktur Ekonomi Indonesia ... 63

4.1.4 Perkembangan Suku Bunga SBI ... 65

4.2 Uji Asumsi………... ... ….…68

4.2.1 Ujian Stasioneritas Data (Unit Root Test) ... …….68

4.2.2 Penentuan Lag Langht... …….69

4.3 Uji Kausalitas Granger ... 71

4.4 Estimasi VAR ( Vector Autoregressive) ... 73

4.5. Impulse Response Function (IRF) ... 73

4.6 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... ……79

5.2 Saran ... ……80

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 44 Gambar 4.1 Letak Astronomis Indonesia... 57 Gambar 4.2 Hasil Impulse Response Funcion (IRF) ... 74


(12)

x

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 4.1 Perkembangan Laju Perumbuhan Ekonomi ... 60

Tabel 4.2 Laju Perkembangan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha ... 61

Tabel 4.3 Perkembangan PDB di Indonesia ... 62

Tabel 4.4 Perkembangan Suku Bunga SBI ... 67

Tabel 4.5 Hasil Uji Stasionasineritas PDB dan Suku Bunga SBI Menggunakan Akar Unit ... 68

Tabel 4.6 Hasil Penentuan Lag length ... 70

Tabel 4.7 Hasil Uji Kausalitas Granger ... 72

Tabel 4.8 Hasil Estimasi VAR ... 73

Tabel 4.9 Hasil Impulse Response Function PDB dan SBI ... 75


(13)

ABSTRAK

ANALISIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh kebijakan moneter melalui suku bunga SBI terhadap pertumbuhan ekonomi apakah hubungan trsebut mempunyai ketergantungan yang timbal balik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kebijakan moneter dalam tingkat suku bunga SBI terhadap tumbuh kembangnya perekonomian di Indonesia, serta mengetahui hubungan antara kebijakan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Hipotesis dalam penelitian ini ialah terdapat pengaruh negatif antara kebijakan moneter didalam suku bunga SBI terhadap tingkat PDB di Indonesia serta terdapat hubungan ketergantungan yang timbal balik antara kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan data runtun waktu (time series) selama kurun waktu 1998-2009 yang diperoleh dari berbagai sumber seperti : Badan Pusat Statistik (BPS), dan sumber bacaan lainnya seperti buku-buku, jurnal-jurnal dan website-website yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode analisis yang digunakan adalah Vector Autoregression (VAR) dengan menggunakan Uji Asumsi dan Uji Kausalitas Granger serta Estimasi VAR untuk hipotesis pertama dan hipotesis kedua.

Pada hipotesis pertama hasil penelitian mnunjukkan bahwa secara serempak kebijakan moneter didalam suku bunga SBI mempunyai hubungan yang negatif terhadap tingkat PDB di Indonesia. Pada Estimasi VAR menunjukkan terdapat hubungan ketergantungan yang timbal balik antara kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi.

Kata Kunci : Kebijkan Moneter, Suku Bunga SBI dan Pertumbuhan


(14)

ii

The Analysis Effectiveness of the Effect of Monetary Policy Towards the Economic Growth in Indonesia

The problem formulation of the research is: how much the monetary policy by bank interest rate (SBI) gives influence towards the growth of Indonesia economy where the connection has its mutual dependency.

The objective of this research is to find out the influence of monetary policy on SBI interest rate towards the growth and development of economy in Indonesia, and also to see the connection between the monetary policy and the growth of economy in Indonesia.

The hypothesis of the research is: there is a negative impact between the policy on SBI interest rate and the level of PDB in Indonesia, and there is also a mutual dependency connection between the policy and the growth of economy in Indonesia.

Secondary data collection was done with time series data during a period of 1998-2009 which was gained from various sources such as BPS ( Central Statistic Agency), and from other sources such as: books, journals, and websites that are related with the research.

The analysis method used is Vector auto Regression (VAR) by using Assumption test and Causality test of

Granger, and the estimation of VAR on the first and second hypothesis. In the first hypothesis the result of the research shows that the policy shows a negative connection towards the PDB in Indonesia.

In the estimation of VAR it shows that there is a mutual connection between the policy and the economy growth.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hampir semua negara, baik negara yang telah maju maupun negara sedang berkembang menghadapi masalah dalam memelihara kestabilan serta pertumbuhan ekonomi. Kestabilan ekonomi mencakup segi kestabilan tingkat harga, pendapatan serta tingkat kesempatan kerja, masalah kestabilan pemeliharaan kestabilan bersifat jangka pendek dan masalah pertumbuhan ekonomi jangka panjang (Wijaya 1991).

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan fenomena penting yang dialami dunia semenjak dua abad belakangan ini. Dalam periode tersebut dunia mengalami perubahan yang nyata apabila disbanding sebelumnya. Sampai abad ke-18 kebanyaakan masyarakat diberbagai negara masih hidup pada tahap substensi dengan mata pencaharian utamanya disektor pertanian, perikana atau berburu. Pada masa saat ini keadaan sudah sangat jauh berbeda manusia telah mengalami kemajuan hal ini jelas terlihat dengan munculnya teknologi-teknologi pada masa saat ini. Mengenai masalah pertumbuhan ekonomi yang secara potensial dapat dicapai, dua hal penting yang dapat diingat, yakni faktor- faktor penentunya serta teori- teori yang menerangkan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara yang menyangkut perkembangan fiskal produksi barang industri dan jasa yang berlaku di suatu negara (Sukirno,2004:422-423). Seperti halnya teori Harrod-Domar, pertumbuhan ekonomi akan terjadi dengan beberapa asumsi seperti perekonomian dalam


(16)

keadaan pengerjaan penuh dan barang- barang modal yang terdiri dari masyarakat penuh, modal tersebut digunakan pula secara penuh, perekonomian yang terdiri dari sektor rumah tangga dan sektor perusahaan, besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional dalam hal ini fungsi tabungan dimulai dari titik nol, kecenderungan untuk menabung besarnya tetap demikian juga rasio antara modal-output. Menurut Harrod-Domar setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang –barang modal yang rusak. Namun demikian untuk menumbuhkan perekonomian tersebut diperlukan investasi- investasi baru sebagai tambahan stok modal. Artinya jika ingin tumbuh perekonomian harus menabung dan menginvestasikan suatu proporsi tertentu dan output totalnya. Semakin banyak tabungan dan investasi pertumbuhan ekonomi semakin cepat (Linco,2004:64-67).

Disisi lain krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 mengawali lumpuhnya kegiatan ekonomi, hal ini ditandai dengan penurunan secara drastis nilai tukar rupiah terhadap dollar, sehingga kondisi tersebut merambah ke berbagai sektor seperti halnya penutupan beberapa perusahaan, likuidasi beberapa bank, PHK besar- besaran dan harga sembako yang kian melonjak serta tingkat inflasi mencapai 65%, diikuti pula kemerosotan nilai IHSG di pasar modal. Hingga tahun 1998 ekonomi Indonesia terus merosot dan jatuh, sebagai konsekuensinya Bank Indonesia terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing khususnya dollar, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar semata. Peter Ducker (1980) mengatakan bahwa gejala


(17)

ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan sektor moneter dengan laju pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh ketidakseimbangan jumlah uang yang beredar tanpa diimbangi pergerakan yang berarti dari sektor perdagangan /jasa sehingga mengakibatkan nilai uang menjadi turun sementara harga - harga melonjak naik. Situasi seperti ini menyebabkan terjadi pertumbuhan inflasi. Untuk menjamin kestabilan moneter tersebut, peranan pemerintah dalam hal ini Bank Sentral amat sangat diperlukan. Kondisi tersebut merupakan indikator utama yang melatarbelakangi pemerintah untuk melakukan perombakan kebijakan dibidang moneter khususnya. Kebijakan moneter tersebut diharapkan menjadi indikator bagi kondisi perekonomian pada masa itu. Mengingat tujuan kebijakan moneter sebagai penggerak tumbuh kembangnya perekonomian sehingga menjadi prospek didalam mencapai kesejahteraan dan kemakmuran rakyat (Friendmen). Kebijakan moneter dapat berfungsi sebagai stimulus perekonomian karena berkaitan dengan GDP, nilai tukar, suku bunga, terutama di negara- negara berkembang seperti Indonesia.

Para pengambil keputusan menggunakan kebijakan moneter sebagai kebijakan instrumen untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi disuatu negara. Menurut Miskhin (1995) kebijakan moneter merupakan instrumen penting untuk mempengaruhi perubahan output, tetapi tidak jarang kebijakan moneter menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Dengan demikian untuk dapat melaksanakan kebijakan moneter secara tepat, otoritas moneter perlu menilai secara akurat waktu dan memahami mekanisme dari kebijakan moneter. Pada tatanan teoritis terdapat dua pandangan yang berpengaruh didalam mengambil


(18)

keputusan, yakni pandangan tradisionalis dan pandangan kredit. Pandangan tradisionalis menitikberatkan output merespon kebijakan moneter pada tingkat agregat, dengan berasumsi pasar modal dapat bekerja dengan baik dan otoritas moneter mengendalikan peredaran uang yang mempengaruhi asset relatif serta mencakup jalur suku bunga dan asset pada neraca bank. Sementara pandangan kredit beranggapan pasar modal tidak bekerja secara sempurna. Jalur transmisinya didasarkan pada supply pinjaman bank yang sensitif terhadap kebijakan moneter.

Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui berbagai sasaran seperti mengatur persediaan uang negara, menahan inflasi, mencapai pekerja penuh. Kebijakan moneter dapat melibatkan standar bunga pinjaman, kapitalisasi untuk bank bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir baik mlalui persetujuan negoisasi dengan pemerintah. Kebjakan moneter pada dasarnya merupakan kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal ( keseimbangan neraca pembanyaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro dalam hal menjaga stabilisasi ekonomi yang di ukur dengan kesempatan kerja, serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan keadaan tersebut. Pengaruh kebijakan moneter akan dirasakan pertama kali oleh sektor perbankan yang kemudian ditransfer pada sektor rill (Sukirno, 2004:310). Menurut Bank Indonesia kebijakan moneter merupakan bentuk pengendalian


(19)

agregat moneter didalam mencapai perkembangan kegiatan pertumbuhan ekonomi dan kinerja yang diediakan. Untuk mencapai tujuan tersebut kebijakan moneter melakukan instrument tersebut: Operasi Pasar Terbuka, Fasilitas Diskonto, Rasio Cadangan Wajib Minimum dan Himbauaan Moral. Hal tersebut dimaksudkan untuk menstabilkan rupiah dan harga- harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi dan mengarah pada pertumbuhan ekonomi indonesia. Dimana pertumbuhan ekonomi yang stabil merupakan syarat keberhasilan pembangunan disuatu negara.

Todaro (1990) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan tema sentral dalam kehidupan ekonomi pada hampir semua negara dewasa ini. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat pencapaiaan tingkat kesejahteraan hidup yang lebih baik bagi penduduknya. Dimana pertumbuhan ekonomi merupakamm masalah ekonomi dalam jangka panjang. Dalam kegiatan perekonomian yang sebenarnya pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fiskal produksi barang dan jasa yang berlaku disuatu negara seperti pertamabahan dan jumlah barang industry , perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah pertambahan produksi barang dan jasa serta pertambahan produksi modal. Kebijakan moneter ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena moneter yang stabil adalah penting bagi pertumbuhan ekonomi yang mantap dan Bank Sentral memiliki tanggung jawab berkaitan dengan upaya stabilitas moneter.

Seperti halnya negara - negara lain, Indonesia juga memiliki potensi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Salah satu cara yang bias ditempuh adalah melalui stabilitas moneter yang kuat dengan menerapkan kebijakan dibidang moneter yang lebih tepat serta kondusif. Sehingga nantinya diharapkan dapat


(20)

menunjang pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan yang diharapkan pemerintah Indonesia. Dalam melihat tingkat pertumbuhan ekonomi dari tahun ketahun digambarkan dengan penyajian data PDB yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, serta kebijakan moneter didalam suku bunga SBI. Kebijakan moneter sering kali digunakan untuk menguatkan usaha memajukan pergantian makro ekonomi melalui pasar keuangan. Dalam analisinya variabel PDB apakah mempunyai pengaruh terhadap pergerakan suku bunga SBI sementara didalam analisis lainnya suku bunga SBI memiliki pengaruh terhadap pertubuhan ekonomi, yakni jika tingkat suku bunga SBI mengalami kenaikan maka tingkat suku bunga di bank- bank juga akan naik sehingga penanaman modal dalam bentuk deposito menjadi lebih meningkat sementara tingkat suku bunga pinjaman perbankan akan naik dan berdampak pada turunnya pendapatan perusahaan. Hal ini karena pembayaran jumlah bunga hutang akan naik dan mengakibatkan jumlah produksi berkurang. Perusahaan tidak sanggup melakukan pembiayaan produksi secara optimal hal tersebuat akan berdampak pada tenaga kerja. Dalam kondisi yang demikian untuk meminimalkan pembiayaan perusahaan karena produksi menurun, perusahaan akan melakukan PHK yang berdampang pada kurangnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan dalam keadaannya tingkat penggangguran juga akan meningkat.

Kenaikan tingkat suku bunga yang tidak wajar dapat menggangu aktivitas ekonomi. Bunga yang tinggi mampu menghimpun dana baik dalam bentuk deposito maupun tabungan dana yang disalurkan melalui kredit. Sementara bunga yang terlalu rendah akan mengurangi niat masyarakat menabung dan mendorong


(21)

aliran dana keluar negeri akibatnya bank-bank akan kesulitan menghimpun dana. Begitu juga dengan nilai tukar yang realistis dan perubahannya yang rendah dapat meningkatkan penurunan kredit untuk usaha yang roduktif sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Naik turunya perekonomian suatu negara tidak terlepas dari kebijakan moneter serta faktor- faktor ekonomi dan non ekonomi.

Kondisi perekonomian yang tinggi merupakan salah satu indikator yang menunjukkan bahwa PDB mengalami kenaikan. PDB merupakan nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. PDB merupakan salah satu kekuatan yang mendukung prospek pembangunan ekonomi di Indonesia. Peningkatan PDB menunjukkan peningkatan dari kesejahteraan dan harapan hidup masyarakat, sehingga hal tersebut akan meningkatkan kualitas masyarakat untuk berproduksi serta melakukan investasi. Produksi yang tinggi diimbangi dengan investasi yang tinggi akan menyebabkan perluasan kesempatan kerja dan mencapai pembangunan ekonomi.

Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba menganilis sejauh mana target yang telah dicapai dengan adanya kebijakan moneter yakni didalam pergerakan suku bunga SBI terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi atau PDB di Indonesia. Apakah dengan adanya kebijakan moneter tersebut ekonomi Indonesia akan semakin tumbuh atau malah sama sekali tidak merangsang pertumbuhan ekonomi. Serta apakah pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan ketergantungan terhadap kebijakan moneter yang menyangkut suku bunga SBI. Untuk itu penulis mengambil judul “Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap


(22)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka ada permasalahan yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengambil keputusan pada akhir penulisan, terkait bentuk- bentuk kebijakan moneter yang ada sebelumnya di Indonesia apakah mempunyai ketergantungan terhadap pertumbuhan ekonomi hingga pada akhirnya dapat menciptakan pembangunan ekonomi seperti yang diharapkan.

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ;

1. Apakah kebijakan moneter melalui suku bunga SBI mempengaruhi kenaikan PDB di Indonesia?

2. Apakah terdapat hubungan ketergantungan timbal balik antara kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia?

1.3Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan permasalahan dan teori di atas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh negatif antara kebijakan moneter didalam suku bunga SBI terhadap tingkat PDB di Indonesia.

2. Terdapat hubungan ketergantungan timbal balik antara kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.


(23)

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan moneter dalam tingkat suku bunga SBI terhadap tumbuh kembangnya perekonomian di Indonesia.

2. Untuk mengetahui hubungan antara Kebijakan Moneter dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperdalam pengetahuan dan menambah wawasan ilmiah penulis khususnya menyangkut Kebijakan Moneter dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.

2. Sebagai bahan studi dan tambahan literatur dan informasi bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

3. Sebagai masukan bagai kalangan mahasiwa/i yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.

4. Sebagai pertimbangan dalam memproyeksi dan mengambil kebijakan moneter dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.


(24)

10

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Penelitian Terdahuli

Penelitian – penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung didalam melakukan penelitian berikutnya. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini telah banyak dilakukan baik penelitian mengenai kebijakan moneter dan nilai tukar. Penelitian tersebut mengkaji masalah kebijakan moneter yang memiliki kaitan dengan nilai tukar dan beberapa penelitian yang mempunyai kaitan dengan kebijakan moneter.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Novita (2013), dengan judul Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Nilai Tukar Rupiah. Batasan operasional dalam penelitian tersebut menggunakan tingkat suku bunga sebagai variabel bebas (X) dan nilai tukar sebagai variabel terikat (Y). penelitian menggunakan Ordinary Least Square (OLS) serta metode penyimpangan asumsi klasik.

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah kebijakan moneter mempunyai pengaruh terhadap nilai tukar secara signifikan dan dipengaruhi juga oleh faktor – faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mahendra (2008), dengan judul Analisis Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Batasan operasional dalam penelitian tersebut adalah kredit dan investasi mempunyai hubungan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi


(25)

(cateries paribus) sementara suku bunga mempunyai hubungan yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi (cateries paribus).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dan model keseimbangan IS – LM serta pendekatan kointegrasi. Metode tersebut digunakan untuk melihat hubungan dan perubahan struktur jangka panjang antara variabel – variabel regresi.

2.2 Kebijakan Moneter

2.2.1 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia

Berbagai variabel yang dapat diamati oleh masyarakat mengenai alur kebijakan moneter seperti halnya tingkat PDB dan suku bunga SBI mempunyai hubungan erat dengan volume uang beredar serta hasrat masyarakat memegang uang baik dengan volume jumlah uang yang beredar, serta hasrat masyarakat untung memegang uang baik karena berbagai motif maupun harapan atau perkiraan harga-harga dimasa datang. Sejauh mana perilaku atau hubungan antara faktor dan jumlah uang yang beredar mengenai defisit anggaran belanja pemerintah serta komposisi sebab-sebab jumlah uang yang beredar. Dalam konteks tersebut, mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia diawali pada masa orde lama, seperti halnya kabinet Sukiman. Pemerintah mengadakan nasionalisasi ekonomi yang menyangkut nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Pembentukan Bank Indonesia dan pemberlakuan Oeang Republik Indonesia (ORI) yang merupakan kebijakan moneter untuk mengajak rakyat Indonesia menabung di bank, dalam mengawali sehatnya perekonomian.


(26)

12

Pada masa Demokrasi Terpimpin, kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani krisis moneter adalah: Penetapan Presiden No.7/1965 yang menetapkan pendirian Bank Tunggal Milik Negara dengan tujuan menyediakan wadah bagi arus perputaran sirkulasi antar bank baik bank sentral maupun bank umum. Selain itu kebijakan moneter yang ditempuh adalah Penetapan Presiden RI No.27/1965, tentang pengeluaran uang rupiah baru yang nilainya 1000 kali dari uang rupiah lama. Namun kebijakan ini menyebabkan kemunduran ekonomi dan moneter Indonesia karena nilai rupiah yang lama dan nilai rupiah baru memiliki perbandingan 1:10. Hal tersebut menyebabkan jumlah pengeluaran pemerintah meningkat dari Rp3miliar menjadi Rp30miliar (Magdalia:2007).

Seperti halnya Repelita I kebijakan moneter merupakan salah satu penopang, setelah orde baru mengambil alih pemerintah, dengan menata situasi moneter perbankan yang kacau pasca periode Orde Lama. Program pertama pemerintah Orde Baru adalah mencapai stabilitas atau menekankan tingkat inflasi. Sebelumnya lembaga- lembaga moneter dan keuangan telah mengalami kemunduran serta penyimpangan dari fungsi asli yang utama. Program Repelita 1 di sektor lembaga moneter dan keuangan adalah: a) mobilisasi tabungan dengan langkah untuk meningkatkan deposito berjangka, dengan pemberian jaminan keamanan penawaran berbagai variasi suku bunga, perbaikan pelayanan fasilits perbankan dan stabilisasi harga di dalam negri; b) penyaluran tabungan kedalam investasi serta pengarahan alokasi. Tahun 1968 dilontarkan program peningkatan deposito berjangka dengan memberikan rangsangan bunga, namun setelah


(27)

harga-harga stabil bunga diturunkan. Dengan demikian pembinaan kredit dilakukan dengan kebijaksaanaan kredit selektif disertai dengan pengaturan jumlah kredit melalui besarnya kredit likuiditas. Pada Repelita 1 kredit investasi yang merupakan kredit jangka panjang membiayai kegiatan ekspansi usaha.

Sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk lebih terbuka dalam kerja sama ekonomi dan keuangan dengan negara lain, maka tahun 1968, bank- bank asing yang bergerak di bidang ekspor dan impor mulai diperkenankan beroperasi, namun sampai Repelita II kegiatan tersebut dibatasi. Selain itu pemerintah juga melakukan pembentukan - pembentukan lembaga keuangan berupa lembaga pembiayaan pembangunan maupun perantara penerbitan dan perdagangan surat- surat berharga. Pada tahun selanjutnya pemerintah juga mendirikan Indonesian Development Finance Company (IDFC) untuk memberikan kredit jangka menengah dan jangka panjang serta Private Development Finance Company Of Indonesian (PDFCI) yang bertujuan untuk mengadakan investasi dalam bentuk saham serta member bantuan teknis kepada perusahaan –perusahaan nasional. Sasaran pokok di dalam Repelita II adalah: (a) meningkatkan mobilisasi tabungan masyarakat melalui lembaga-lembaga keuangan (b)memperluas kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan (c)menunjang usaha pemeliharaan dan peningkatan kestabilan ekonomi (d)usaha peningkatan sasaran kedudukan ekonomi lemah (e)meningkatkan efisiensi kerja. Sasaran kebijakan yang menyangkut Replita I dan Replita II diteruskan dan diintensifkan pada Replita III, namun demikian situasi dan keadaan social, ekonomi telah menuntut pergeseran tekanan serta prioritas kebijakan serta sasaran dalam Repelita III. Pemerataan serta pembinaan


(28)

14

golongan ekonomi lemah menjadi sasaran utama. Kebijakan dan perencanaan disektor moneter dan perbankan dalam Repelita IV dan V pada dasarnya merupakan kelanjutan atau penerusan dari pada kebijakan moneter dan perbankan pada Repelita sebelumnya, yaitu untuk meningkatkan pembangunan dan memelihara stabilitas ekonomi nasional (Faried :1980).

Pada tahun 1997 terjadi Krisis Moneter yang berdampak luas terhadap perekonomian nasional. Dimana terdapat kontraksi sebesar -13% (ekonomi menurun) dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang negatif. Harga- harga melonjak dan inflasi mencapai 77,6%. Pengangguran meningkat dan penduduk miskin juga meningkat. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan Septemer. Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November. Dan efek terakhir memaksa soeharto untuk mundur. Penyebab krisis ini bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang lemah, tetapi utang swasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang sangat besar, apalagi nilai tukar dollar AS yang mengalami peningkatan yang sangat jauh dari nilai nyatanya terhadap rupiah. Krisis yang berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat dari serbuan yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar, sementara cadangan devisa yang ada tidak cukup kuat untuk mengatasi masalah tersebut. Krisis ini diperparah lagi dengan akumulasi dari berbagai faktor


(29)

penyebab lainnya yang datangnya saling bersusulan. Di tahun berikutnya, ketika rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut, efektifitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat. Pada sektor perbankan terjadi pula krisis nilai tukar yang menyebabkan terganggunya fungsi intermediasi, yang pada akhirnya mendorong terjadinya penarikan uang secara besar-besaran, yang mengakibatkan fungsi intermediasi macet yang ditandai dengan terganggunya pemberian kredit. Dalam hal ini mengakibatkan banyak bank yang rugi, kondisi tersebut diperberat lagi dengan banyaknya hutang bank dalam bentuk valuta asing sehingga beban- beban hutang tersebut semakin besar dalam bentuk rupiah. Pada masa krisis moneter tahun 1997 nilai tukar mencapai 17.000/dollar dan itu merupakan titik yang terendah. Berbagai tantangan pun dilakukan untuk memperbaiki krisis moneter, dimulai dari pembentukan kebijakan didalam menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang wajar dan merendam tingginya inflasi didalam pemulihan ekonomi. Selain itu kebijakan moneter juga diarahkan untuk mempercepat penyehatan bank- bank untuk mengendalikan kepercayaan baik didalam dan di luar negeri terhadap bank- bank Nasional. Dimana dana masyarakat harus dijamin sehingga penyalurran kredit juga dapat berjalan dengan lancar didalam mempercepat kegiatan produksi, sehingga dunia usaha kembali berjalan dan mengakibatkan peningkatan kesempatan kerja, mengurangi pengagguran dan mengurangi jumlah kemiskinan. Krisis yang berkelanjutan telah mengakibatkan perbankan nasional menjadisemakin rawan. Pada sisi yang lain kepercayaan masyarakat semakin merosot, khususnyasejak pencabutan izin usaha


(30)

16

16 bank pada bulan November 1997. Upaya penyehatan dan permberdayaan sektor perbankan telah menyita perhatian yang sangat besar. Hal ini dikarenakan pentingnya peranan perbankan dalam proses kebangkitan ekonomi secara keseluruhan. Di samping peranannya dalam penyelenggaraan transaksi pembayaran nasional dan internasional serta menjalankan fungsi intermediasi (penyaluran dana dari penabung/pemilik dana ke investor), sektor perbankan juga berfungsi sebagai alat transmisi kebijakan moneter. Dengan industri perbankan yang pada umumnya mengalami kesulitan, transmisi kebijakan moneter melalui sektor perbankan tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Hal ini mengakibatkan kebijakan moneter kurang efektif dalam mencapai sasarannya. Dengan demikian, sangat sulit dibayangkan format pemulihan ekonomi nasional melalui program stabilisasi makroekonomi apabila sektor perbankan tetap berada dalam kesulitan yang parah. Upaya pemberdayaan perbankan dapat dikelompokkan ke dalam empat aspek, yaitu rekapitalisasi bank-bank, restrukturisasi kredit perbankan, pengembangan infrastruktur perbankan, dan penyempurnaan pelaksanaan fungsi pengawasan bank. Dengan menggunakan kerangka kebijakan moneter Bank Indonesia pada periode awal krisis ekonomi, terutama selama tahun 1998, menerapkan kebijakan moneter ketat untuk mengembalikan stabilitas moneter. Kebijakan moneter ketat tersebut tercermin pada pertumbuhan tahunan sasaran indikatif uang primer yang terus ditekan dari level tertinggi 69,7% pada bulan September 1998 menjadi 11,2% pada bulan Juni 1999. Kebijakan moneter ketat terpaksa dilakukan karena dalam periode itu ekspektasi inflasi di tengah masyarakat sangat tinggi dan jumlah uang beredar


(31)

meningkat sangat pesat melalui penerapan kebijakan moneter ketat dibantu dengan upaya pemulihan kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional mulai memberikan hasil positif sejak triwulan IV 1998. Pertumbuhan uang beredar yang melambat dan suku bunga simpanan di perbankan yang tinggi telah menyebabkan depresiasi rupiah berangsur surut. Sejak pertengahan tahun 1998 nilai tukar rupiah terhadap USD cenderung menguat dan kemudian bergerak relatif stabil selama tahun 1999, hingga akhir 1999 lebih banyak disebabkan oleh meredanya tekanan permintaan valas sejalan dengan terkendalinya jumlah uang beredar dan turunnya ekspektasi inflasi. Bahkan, laju inflasi bulanan yang sempat mencapai 12,67% pada bulan Februari 1998, mencatat angka negatif atau deflasi dalam bulan Oktober 1998.

Deflasi tersebut kemudian berlanjut sebanyak tujuh kali berturut-turut selama periode Maret – September 1999. Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi selama tahun 1999 hanya mencapai 2,0%, jauh lebih rendah daripada laju inflasi selama tahun 1998 yang mencapai 77,6%. Berarti Indonesia telah berhasil mengelakkan bahaya hiperinflasi yang sempat mengancam selama paruh pertama 1998. Dalam perkembangan selanjutnya, laju inflasi yang sangat rendah dan nilai tukar rupiah yang telah jauh menguat dibandingkan di masa puncak krisis telah memberikan ruang gerak bagi Bank Indonesia untuk memperlonggar kebijakan moneter dan mendorong penurunan suku bunga domestik. Sebagai cerminan kebijakan moneter yang agak longgar, pertumbuhan tahunan sasaran indikatif uang primer yang sebelumnya terus diturunkan hingga mencapai 11,2% pada Juni 1999, sejak awal semester II 1999 mulai dinaikkan hingga mencapai 15,7% pada


(32)

18

Maret 2000. Sejalan dengan itu, suku bunga SBI 1 bulan yang selama ini menjadi patokan (benchmark) bagi bank-bank terus menurun dari level tertinggi 70,58% pada September 1998 menjadi 11,0% pada akhir April 2000. Penurunan suku bunga SBI yang cukup tajam itu diikuti oleh suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) dan simpanan perbankan dengan laju penurunan yang hampir sama. Tanda-tanda awal kebangkitan ekonomi Indonesiamulai muncul sejak triwulan I 1999 ketika PDB riil dalam triwulan tersebut untuk pertama kalinya sejak 1997 mencatat pertumbuhan triwulanan positif (Burhanudin: 2003).

2.2.2. Teori-Teori Kebijakan Moneter

A.Teori Moneter Klasik

Teori moneter klasik Jean Bebtisesy, Irving Fisher, Alfred Marsall merupakan tiga tokoh utama dalam moneter klasik yang menganut aliran ekonomi makro sebelum Keynes. Teori-teori moneter mereka agak berbeda satu sama lain, namun mempunyai kesamaan dasar dan diberi nama “Teori Kuantitas mengenai uang. Dalam moneter klasik Jean Bebtisesy, hukum yang dikemukakan adalah “Penawaran akan selalu menciptakan permintaan”. Jumlah pengeluaran masyarakat secara keseluruhan adalah menunjang produksi pada keadaan kesempatan kerja penuh. Sementara potensi output yang dihasilkan tergantung pada teknologi dan jumlah tenaga kerja. Semakin tinggi teknologi, jumlah tenaga kerja dan kualitas tenga kerja makan output potensial yang dihasilkan akan semakin besar pula. Sehingga terwujud mekanisme pasar seperti yang disebutkan oleh Adam Smith sebagai universal land, upah dan harga yang bebas yang berubah akan menjamin barang sebagai hasil produksi antara permintaan dan


(33)

penawaran melalui prinsip las payer. Berbeda dengan ekonomi klasik yang mengaggap tabungan masyarakat tidak hilang dari peredaran , karena tabungan itu akan dipinjam para pengusaha untuk investasi dan masyarakat penabung menmperoleh bunga.

Menurut teori klasik tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga, semakin tinggi tingkat bunga semakin tinggi keinginan untuk menabung. Sedangkan didalam investasi justru sebaliknya, semakin tinggi tingkat bunga, maka keinginan investasi akan semakin rendah . teori tersebut sebenarnya merupakan teori permintaan dan sekaligus penawaran akan uang, beserta intraksi antara keduanya. Fokus dari teori ini adalah pada hubungan penawaran uang ( jumlah uang yang beredar) dengan nilai uang ( tingkat harga). Hubungan antara kedua variabel tersebut dijabarkan lewat teori mengenai permintaan akan uang. Perubahan jumlah uang beredar atau penawaran berintraksi uang dengan permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang. (Boediono,:1980).

Sementara itu pandangan Irving Fisher mengenai moneter adalah berdasarkan pada falsafah hukum Say bahwa ekonomi selalu berada dalam keadaan full emploiyment, oleh karena itu Fisher mengemukakan teori ;

Dalam setiap transaksi selalu ada penjual dan pembeli. Jumlah uang yang dibayarkan oleh pembeli harus sama dengan jumlah uang yang diterima oleh penjual. Dan hal ini berlaku untuk seluruh perekonomian dalam suatu periode tertentu nilai dari barang / jasa yang dibeli harus sama dengan nilai dari barang /


(34)

20

jasa-jasa yang dijual. Nilai dari barang-barang yang dijual sama dengan volume transaksi(T) dikalikan dengan harga rata- rata dari barang tersebut (P). Di lain pihak nilai dari barang yang ditransaksikan harus pula sama dengan volume ung yang bertukar dalam periode tersebut (V). MV = PT adalah suatu identitas yang dikembangkan oleh Irving Fisher menjadi suatu teori moneter, dimana transaksi velocity of circulation merupakan suatu variabel yang ditentukan oleh faktor-faktor kelembagan yang ada dalam suatu masyarakat, dan dalam jangka pendek serta biasa dianggap konstan. T atau volume transaksi, dalam suatu periode tertentu ditentukan oleh tingkat output masyarakat dan dapat dianggap mempunyai nilai tertentu untuk sesuatu tahun, dengan demikian rumus diatas berubah menjadi ;

Dimana VT merupakan laju kecepatan transaksi dan variabel yang dipengaruhi oleh faktor – faktor yang ada dan dianggap tetap dalam jangka pendek, dengan T yang ditentukan oleh pendapatan nasional dan mempunyai nilai tertentu dalam satu tahun (Boediono,:1980).

Marshall yang sering diistilahkan dengan pendapat Cambridge dalam moneter klasik, seeperti halnya teori Fisher dan teori klasik- klasik lainnya, berpokok pangkal pada fumgsi uang sebagai alat tukar umum, perbedaannya hanya terletak pada tekanan dalam teori “permintaan akan uang”. Dalam teori ini, mengatakan bahwa kegunaan dari pemegang kekayaan dalam bentuk uang adalah karena uang memiliki bentuk yang likuid sehingga dengan mudah dapat


(35)

ditukarkan dengan barang lain. Dilain pihak memegang kekayaan dalam bentuk uang berarti mengorbankan kemungkinan mendapatkan penghasilan dalam bentuk bunga atau keuntungan capital. Cambridge lebih menekankan pada permintaan akan uang selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor – faktor kelembagaan, tingkat bunga dan besar kekayaan serta ramalan juga mempengaruhi permintaan akan uang seseorang dan dengan demikian juga mempengaruhi permintaan akan uang dari masyarakat secara keseluruhan. Teori Cambridge menganggap bahwa, cateris paribus permintaan akan uang adalah proporsional dengan tingkat pendapatan nasional, dengan:

Dimana: k bagian dari transaksi , P tingkat harga rata- rata , T jumlah transaksi yang terjadi dan M jumlah uang yang beredar. Teori Cambridge mengatakan jika tingkat bunga naik, kecenderungan masyarakat mengurangi uang, meski volume transaksi yang mereka rencanakan tetap. Demikian juga faktor harapan mempengaruhi, seandainya di masa datang diharapkan akan ada kenaikan tingkat bunga, maka masyarakat akan cenderung mengurangi jumlah surat berharga yang dipegangnya dan menambah jumlah uang tunai, sehingga mempengaruhi transaksi jangka pendek. Teori Cambridge selangkah lebih maju dari teori Fisher meski keduanya tergolong teori klasik.

Pelopor pembaharuan Teori Kuantitas (Klasik) sesudah Keynes adalah Prof Milton Friendmen yang menginterpertasikan pengembangan lanjut dari aspek


(36)

22

lain, yaitu konsepsi bahwa teori perimntaan uang hanyalah satu penerapan lanjut dari teori umum mengenai permintaan dalam ekonomi mikro, sedangkan prinsip dasarnya pemilihan antara alternatif oleh konsumen. Friedmen menganggap uang sama dengan benda-benda yang bernilai seperti obligasi, tanah dll, yang dirumuskan:

Dalam pandangan Milthon permintaan akan uang disamakan dengan modal, dimana ada 3 faktor penentu uang, yaitu:

1. Pendapatam dan harga berbagai jenis barang 2. Selera dalam menentukan jumlah kekayaan 3. Jumlah kekayaan.

Selain dipengaruhi oleh pendapatan, harga, tingkat bunga dan selera, permintaan uang juga dipengaruhi oleh factor-faktor lain, seperti ;

1. Kekayaan masyarakat 2. Tersedianya Fasilitas Kredit 3. Harapan tentang harga

4. Cara pembayaran yang berlaku

5. Tersedianya beberapa bentuk kekayaan

Teori moneter menurut Milton adalah merupakan teori permintaan uang bukan teori mengenai tingkat output, bukan juga mengenai money income serta bukan merupakan penetuan tingkat harga. Dalam teori tersebut tingkat return


(37)

dibandingkan dengan masing- masing bentuk aktiva yang berusaha memperoleh manfaat total yang maksimum dari kekayaan (W). Secara teoris dapat dikatakan seseorang mencapai tingkat retun yang maksimum apabila Marginal Return dari semua aktiva yang dipegang adalah sama. Secara empiries permintaan akan uang adalah suatu hubungan yang stabil dari pada hubungan lainnya, seperti halnya teori yang diungkapkan oleh Keynes. Penerapan dasar dari teori ini, yaitu pendapatan adalah penghasilan yang bersumber dari pemilikan kekayaan, dan sebaliknya kekayaan tidak lain adalah nilai dari pendapatan dimasa datang. Yang terpenting dalam teori moneter Milton adalah pada usaha melakukan integrasi konsepsional antara kekayaan (wealth) dan pendapatan (income) sebagai variabel yang mempengaruhi perilaku pemilik kekayaan, sementara Keynes mengabaikan pengaruh tersebut karena analisanya hanya dalam jangka pendek (Johnson,:1962).

Teori moneter Friedmen merupakan suatu inovasi dalam teori ekonomi yang menyangkut capital dan juga merupakan konsep manfaat dari setiap bentuk aktiva bagi pemilik kekayaan. Model teori Milton menggunakan berbagai asumsi diantaranya: mengabaikan pandangan luar negri yakni melakukan ekonomi tertutup, Milton juga mengabaikan peranan fiskal dari pemerintah dan juga mengabaikan gangguan stokastik.

B.Teori Moneter Modern

The General Theory of Employment, Intrest, and Money merupakan buku pemikiran Keynes setelah zaman klasik. Dalam buku tersebut Keynes menitikberatkan berbagai usaha penanggulangan depresi ekonomi ketika tingkat pengguran tinggi, dimana hal tersebut merupakan masalah utama, ketika dalam


(38)

24

teori klasik mengasumsikan perekonomian ekuilibrium yang disertai dengan full employment. Dalam hal ini Keynes mengatakan perlunya campur tangan pemerintah dalam mencapai sasaran ekonomi serta kebijakan moneter harus didasari juga oleh kebijakan fiskal, dimana hal tersebut tidak terdapat di dalam teori moneter klasik. Pada dasarnya Keynes menghubungkan antara sektor rill dan moneter melaui jumlah penawaran dan jumlah permintaan uang dalam masyarakat yang menentukan tingkat bunga yang berlaku yang juga menentukan tingkat investasi sebagai penentu tingkat pendapatan. Dalam teori ini, ada tiga motif yang mendasari permintaan uang masyarakat, yaitu:

1. Motif transaksi, besarnya permintaan uang dalam memenuhi kebutuhan

bergantung pada tingkat pendapatan. Dalam rumusanya : MT = k.Y dimana MT dalah kebutuhan uang untuk transaksi, k adalah proposi konstan, 0< k <1. Dimana peningkatan konsumsi tidak akan sebesar peningkatan pendapatan. 2. Motif berjaga – jaga, motif ini muncul karena ketidakpastian masa depan,

kebutuhan berjaga – jaga akan dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan, bagi orang- orang yang berpendapatan tinggi, kebutuhan untuk berjaga- jaga lebih tinggi. Hal tersebut dirumuskan: M1 = MT+ MP = f(Y)………. Dimana M1 adalah permintaan uang yang dilandasi motif transaksi, MP = permintaan uang untuk berjaga – jaga, dan MT adalah permintaan yang dilandasi oleh transaksi.

3. Motif spekulasi, uang dianggap sebagai salah satu alternatif bentuk asset dan

bentuk asset- asset lainnya, seperti obligasi baik yang beresiko maupun yang tidak beresiko. ( Muliyani:29-30:1988).


(39)

Kebijakan moneter yang didimaksudkan oleh Keynes adalah pengaruh jumlah uang yang beredar oleh otoritas moneter untuk mencapai tujuan ekonomi. Dalam tingkat pendapatan yang equaliubrium yang rendah dari tingkat pendapatan rill, kebijaksanaan menambah jumlah uang yang beredar akan mengakibatkan terjadinya pergeseran kurva LM kekanan yang mempengaruhi eqiuliubrium. Meningkatnya jumlah uang yang beredar akan mengakibatkan turunnya tingkat bunga di pasar, penurunan tingkat bunga akan mendorong investasi yang juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara yang ditandai dengan peningkatan pendapatan perkapita dan berkurangnya jumlah pengangguran. Dengan kata lain sektor moneter mempengaruhi tingkat bunga. Efektivitas kebijaksanaan moneter akan mencapai tujuannya apabila mempengaruhi tingkat pendapatan dan employment, dimana jumlah uang yang beredar mampu mempengaruhi tingkat bunga, dan tingkat bunga tersebut mampu mempengaruhi tingkat investasi yang terjadi.

2.2.3 Definisi Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter ( biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat ( Nopirin, 1992;45). Bank sentral adalah lembaga yang berwanang mengambil langkah kebijakan moneter untuk mempengaruhi jumlah uang beredar. Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan


(40)

26

pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran (Iswardono, 1997 : 126). Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Dengan kata lain, kebijakan moneter adalah proses di mana pemerintah, bank sentral, atau otoritas moneter suatu negara kontrol suplai (i) uang, (ii) ketersediaan uang, dan (iii) biaya uang atau suku bunga untuk mencapai menetapkan tujuan berorientasi pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. Kebijakan Moneter bertumpu pada hubungan antara tingkat bunga dalam suatu perekonomian, yaitu harga di mana uang yang bisa dipinjam, dan pasokan total uang. Kebijakan moneter menggunakan berbagai alat untuk mengontrol salah satu atau kedua, untuk mempengaruhi hasil seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar dengan mata uang lainnya dan pengangguran. Dimana mata uang adalah di bawah monopoli penerbitan, atau dimana ada sistem diatur menerbitkan mata uang melalui bank-bank yang terkait dengan bank sentral, otoritas moneter memiliki kemampuan untuk mengubah jumlah uang beredar dan dengan demikian mempengaruhi tingkat suku bunga (untuk mencapai kebijakan gol). Sementara menurut Bank Sentral kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga.

Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu


(41)

suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar.

Keberhasilan dari kebijakan moneter merupakan pengaruh besar terhadap pertubuhan ekonomi, dimana kebijakan moneter merupakan kebijakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi yang akan tercapai apabila keadaan ekonomi stabil, dimana arus perputaran barang dan uang berjalan seimbang dan terkendali. Selain itu kebijakan moneter juga bertujuan untuk menjaga kestabilan harga, dengan mengatur jumlah uang yang beredar oleh bank sentral, sehingga tingkat harga dari waktu ke waktu relatif akan terkendali. Jika keadaan harga stabil, masyarakat akan percaya bahwa membeli barang sekarang akan sama dengan membeli barang pada masa yang akan datang. Meningkatkan kesempatan kerja juga merupakan tujuan kebijakan moneter, dimana stabilitas ekonomi yang baik akan memndorong peningkatan investor untuk mengmbangkan investasi- investasi baru, yang akan membuka lapangan pekerjaan yang berdampak pada pengurangan angka pengangguran di Indonesia. Tujuan terakhir dari kebijakan oneter adalah memperbaiki neraca perdagangan dan pembayaran menjadi surplus atau minimal berimbang. Bentuk kebijakan moneter dalam hal ini adalah pemerintah melakukan devaluasi sehingga diharapkan nilai ekspor meningkat dan berpengaruh pada neraca perdagangan dan pembayaran ke arah yang lebih baik.


(42)

28

2.2.4 Kerangka Kebijakan Moneter

Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka ini telah diterapkan secara formal sejak tahun 2005. Sebelum kerangka tersebut diterapkan awalnya Bank indonesia menggunakan kebijakan moneter uang primer (bas money) sebagai sasaran kebijakan moneter. ITF merupakan kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman dari Bank indonesia kepada publik mengenai target dan sasaran inflasi yang ingin dicapai dalam beberapa periode ke depan. Dalam kerangka kerja ini kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara operasional, kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bungan kebijakan yang diharapkan akan mempengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan mempengaruhi output dan inflasi.

Dalam pelaksanaannya Bank indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sarana- sarana moneter baik melalui jumlah uang yang beredar ataupun suku bunga, tujuan dari kebijakan tersebut adalah diutamakan untuk menekan laju inflasi. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.


(43)

Kerangka kebijakan moneter inflation target framework dilakukan melalui evaluasi bagaimana perkembangan inflasi kedepan apakah masih sesuai dengan sasaran inflasi yang diharapkan. System nilai tukar yang telah dilepaskan di tahun 1997 memerlukan jangka nominal bagi Bank Indonesia baik menyangkut indeks harga, nilai tukar maupun jumlah unang yang beredar. Dengan adanya kebijakan moneter masyarakat dapat membuat ekspetasi inflasi yang diperlukan dalam usahanya, serta Bank Indonesia secara konsisten dapat mencapai target inflasi dan meningkatkan kredit yang disalurkan pada masyarakat.

Kerangka kebijakan moneter dengan mengunakan jangkar nominal ITF dilakukan agar masyarakat diharapkan dapat memahami arah inflasi, ITF juga merupakan kebijakan yang memfokuskan pada inflasi serta dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter serta dapat mengontrol jumlah peredaran uang. Setiap periode Bank Indonesia akan mengevaluasi apakah proyeksi inflasi kedepan masih sesuai dengan sasaran, sehingga dapat menggambarkan kondisi inflasi ke depan. Jika proyeksi inflasi sudah tidak kompatibel dengan sasaran, Bank Indonesia melakukan respon dengan menggunakan instrumen yang dimiliki. Misalnya jika proyeksi inflasi telah melampaui sasaran, maka Bank Indonesia akan cenderung melakukan pengetatan moneter.

Selain inflation target framework (ITF) kerangka kebijakan moneter yang diterapkan oleh Bank Indonesia adalah BI Rate yang merupakan suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter oleh bank Indonesia dan


(44)

30

diumumkan kepada publik. BI rate berfungsi untuk megelola likuiditas dipasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank. Pergerakan di suku bunga PUBAB diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikan BI Rate apabila inflasi diperkirakan melampaui sasaran, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi kedepan berada dibawah sasaran yang ditetapkan. Respon kebijakan moneter dinyataan dalam perubahan BI Rate secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25basis poin. Dalam kondisi ini akan menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian inflasi. Kenaikan BI Rate sebesar 25 basis poin akan mengakibatkan kenaikan sukubunga dan akan merugikan sektor perbankan. Tidak hanya perbankan, harga saham perbankan juga akan berpotensi menurun, namun disisi lain perbankan juga akan mengalami kesulitan untuk melakukan proses intermediasi.

2.2.5 Instrument Kebijakan Moneter

Dalam mencaai kebijakan dan sasaran moneter Bank indonesia sebagai otoritas moneter melakukan perencanaan atau membuat suatu kebijakan program pengendalian jumlah uang beredar, baik yang mengarah pada kebijakan moneter ekspansi maupun kontraktif. Kebijakan ekspansi dilaksanakan untuk memberikan kelonggaran terhadap jumlah uang beredar sehingga jika jumlah uang beredar


(45)

melebihi jumlah yang ditargetkan maka akan dilaksanakan kebijakan pengetatan atau kontraktif.

Kebijakan moneter yang mengarah pada sasaran dan tujuan akhir dapat dilaksanankan melalui berbagai instrumen moneter, baik instrumen langsung maupun instrumen tak langsung. Instrumen langsung yaitu merupakan kebijakan dari bank sentral untuk dapat secara langsung mempengaruhi jumlah uang yang beredar , melalui penetapan tingkat bunga, pengeluaran kredit, penurunan nilai mata uang dan sebagainya. Sementara instrumen kebijakan moneter dalam yang tidak langsung meliputi tindakan bank sentral yang secara tidak langsungdapat mempengaruhi sasaran moneter kearah yang diinginkan.

Adapun instrumen kebijakan moneter yang tidak langsung meliputi ;

1. Operasi pasar Terbuka ( Open Market Operation)Operasi Pasar Terbuka atau

Open Market Operation adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan cara menjual atau membeli surat berharga pemerintah. Pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah untuk menambah jumlah uang beredar, sebaliknya pemerintah akan menjual surat berharga kepada masyarakat bila ingin mengurangi jumlah uang yang beredar. Surat berharga pemerintah yang digunakan Bank Indonesia didalam mengendalikan jumlah uang beredar di indonesia antara lain ; Sertifikat Bank indonesia (SBI).

A. Pengertian dan Sejarah SBI adalah Sertifikat Bank Indonesia( SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka pendek antara 1 sampai 3 bulan dengan sistem bunga. SBI


(46)

32

merupakan mekanisme yang digunakan oleh Bank sentral didalam mengontrol kestabilan nilai mata uang yaitu rupiah. Kelebihan jumlah uang yang beredar dapat diserap melalui penjualan SBI oleh bank Indonesia dengan tingkat suku bunga yang berlaku dipasar. Penjualan SBI dilakukan melalui lelang, dimana BI mengumumkan rencana lelang tersebut selambat-lambatnya satu hari kerja sebelum pelaksanaan lelang, pemenang lelang adalah yang mengajukan penawaran tingkat diskonto yang terendah sampai jumlah SBI lelang yang diumumkan tercapai. SBI mempunyai karakteristik yakni jangka waktu maksimum 12bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk jangka waktu 1 bulan dan 3 bulan,denominasi terendah Rp 50 jutaa sampai Rp. 100 Milyar.

B. Tujuan SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia dengan tujuan untuk mengurangi kelebihan jumlah uang primer yang beredar, karena kelebihan jumlah uang primer yang beredar dapat mengurangi kstabilan nilai rupiah. Penerbitan SBI memiliki dasar hukum yaitu surat keputuan Direksi Bank Indonesia No. 31/ 67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1990 tentang penerbitan dan perdagangan SBI serta investasi Rupiah. Sejalan dengan penerbitan SBI, penjualan SBI diprioritaskan pada lembaga perbankan, tetapi tidak tertuup kemungkinan masyarakat baik perorangan maupun perusahaan untuk dapat memiliki SBI.

2. Politik Diskonto Politik Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan


(47)

uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang. 3. Rasio Cadangan Wajib. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

2.2.6 Efektivitas Kebijakan Moneter

Efektifitas merupakan ukuran yang menyatakan seberapa jauh target baik kuanitas, kualitas maupun waktu yang telah dicapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai maka semakin tinggi efektifitasnya (Hidayat:1986). Kebijakan moneter mempengaruhi pengeluaran agregat secara tidak langsung, dengan mengubah jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga. Jika bank sentral mengubah jumlah uang beredar, maka sama saja dengan menggeser kurva permintaan agregat melalui mekanisme transmisi. Pandangan-pandangan yang mempelajari hubungan perilaku utama diubah menjadi pandangan mengenai kekuatan relatif yang ada pada kebijakan moneter.

Kebijakan moneter mempunyai efektivitas yang besar terhadap pekembangan ekonomi karena berhubungan dengan kehidupan masyrakat dalam arti luas. Kebijakan moneter diarahkan pada pengaruran jumlah uang yang beredar secara kegiatan ekonomi.


(48)

34

Pengaturan jumlah uang beredar mempengaruhi nilai uang dan suku bunga. Untuk mencantumkan suatu kebijakan haruslah ada suatu landasan dasar, yakni permintaan dan penawaran uang. Dimana money supply merupakan bank sentral dan bank umum, serta money deman yang merupakan pihak pemerintah, swasta dan masyarakat,. Kebijakan moneter mempunyai 3 terminologi yakni; target dari suatu kebijakan, indicator sejauh mana dapat tercapai dan sarana yang digunakan unuk mencapai target tersebut.

2.3 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Evaluasi teori pertumbuhan ekonomi dimulai dari teori – teori pertumbuhan linear yang diungkapkan oleh Adam Smith, Karl Marx dan Rostow. Teori pertumbuhan ekonomi pada masa itu melihat pertumbuhan ekonomi terbatas karena adanya sifat kelangkaan pada sumber daya alam dan kemiskinan para pekerja. Pada awalnya ekonom, sebelum Adam Smith melihat dunia dalam hubungan statis, dimana kemakmuran diartikan hanya mengakumulasikan emas dan perak, dan peran negara adalah mengumpulkan sebanyak-banyaknya logam mulia. Namun Adam Smith tidak setuju dengan pemikiran tersebut, dia menganggap kemakmuran Negara diperoleh dari kemampuannya untuk menggunakan sumber daya alam dan manusia untuk menghasilkan tingkat produksi yang lebih baik dengan meneknkan adanya spesialisasi individu dan pembagian kerja. Ekonom klsik lainnya, David Ricardo memperkenalkan konsep diminishing return dan marginal product yang kemudian akan digunakan pada teori- teori pertumbuhan ekonomi. Ricardo berpendapat ketika sebuah negara menjadi makmur, laba akan menjadi nol, upah akan turun , ekonomi akan terhenti


(49)

dan para tuan tanah akan menjadi makmur akibat langkanya tanah. Karl Marx melihat laba hanya akan tercipta melalui eksploitasi pekerja. Dia menyimpulkan bahwa depresi yang datang secara periodik akan meruntuhkan kapitalisme dan menimbulkan sosialime. (Kuncoro :2010:7). Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output perkapita. Dalam hal ini berkaitan dengan output total (PDB) dan jumlah penduduk, karena output perkapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Jadi, kenaikan output perkapita harus dianalisis dengan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak, dan jumlah penduduk di pihak lain, pertumbuhan ekonomi mencakup PDB total dan pertumbuhan penduduk. Menurut Prof. Simon Kuznets, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai ”kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya”.

Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. (Sukirno:2006:9). Perkembangan tersebut selalu dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan pendapatan nasional pada tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Menurut Teori neo-klasik pertumbuhan ekonomi menunjukkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam model ekonomi klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan


(50)

36

termasuk perpindahan orang, barang dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, tenaga kerja dan perlunya penyebaran luas informasi pasar. Selain pertumbuhan ekonomi pertahun, pertumbuhan ekonomi lain yang berdasarkan pada sumber data dan tujuan yang berbeda, ada tiga macam jenis pertumbuhan ekonomi lainnya, yaitu pertumbuhan ekonomi rata- rata yang mempergunakan data pendapatan nasional rill. Perhitungan pendapatan nasional atau pertumbuhan rata- rata dapat dikelompokan sebagai pertumbuhan ekonoi secara liner terhadap periode tahun, dengan menggunakan formula rata- rata ukur majemuk. Pertumbuhan ekonomi rata- rata ukur adalah: Yt=Yo(1 +ry)n dan Yt/Yo=(1 +ry)n. Pertumbuhan ekonomi eksponsial adalah pertumbuhan ekonomi yang digunakan untuk sekelompok data yang terus meningkat dan peningkatannya relatif konstan.

Dan terakhir pertumbuhan ekonomi seketika yang dihitung berdasarkan pertumbuhan pendapatan nasional terhadap periode tahun nonlinear( Mahyudi:2004: 18-19).

2.3.1 Teori – teori Pertumbuhan Ekonomi

A. Teori pertumbuhan ahli klasik

Dalam sejarah ekonomi pemikiran ekonomi pada abad ke 18 dan permulaan

abad ke 20. Dikatakn sebagai kaum klasik, dan merupakan ahli-ahli ekonomi yang mengemukakan analisinya pada sebelum tahun 1870 adalah kaum neo- klasik. Termasuk kaum klasik Adam Smith, David Ricardo, Robert Malthus dan Jhon Stuart Mill. Sedangkan kaum Neo-Klasik adalah Carl Menger, Alfread Marshall,


(51)

Leon Walras dan Knut Wicksel. Dalam pandangan kaum klasik tingkat perkembangan suatu masyrakat tergantung kepada, empat faktor yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan tingkat teknologi yang dicapai. Kaum klasik juga mengemukakan pandangan mengenai pendapatan nasional suatu masyarakat yang dibedakan atas tiga jenis pendapatan yang menyangkut upah para pekerja, keuntungan para pengusaha dan tanah yang diterma pemilik tanah. Dimana kenaikan upah akan menyebabkan pertambahan penduduk. Tingkat keuntungan merupakan faktor yang menentukan besarnya pembentukan modal. Apabila tidak terdapat keuntungan maka pembentukan modal tidak akan terjadi dan perekonomian akan mencapai tingkat stationary state. Hukum hasil yang makin berkurang berlaku untuk segala kegiatan ekonomi sehingga mengakibatkan tanpa ada kemajuan teknologi , pertumbuhan penduduk akan menurunkan tingkat upah, menurunkan tingkat keuntungan akan tetapi meningkatkan tingkat sewa tanah.

Mengenai faktor yang menentukan pembangunan Adam Smith berpendapat bahwa perkembangan penduduk akan mendorong pembangunan ekonomi. Karena penduduk yang bertambah akan akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian. Menganai corak pertumbuhan ekonomi Smith mengatakan bahwa apabila pembangunan sudah terjadi, maka proses tersebut akan terus-menerus berlangsung secara relatif. Apabila pasar berkembang , pembagian kerja dan spesialisasi akan terjadi dan akan menimbulkan kenaikan produktifitas. Namun pandangan tersebut sangat bertentangan dengan pandangan Ricardo dan Malthus, yang mempunyai


(52)

38

pandangan lebih pesimis tentang akhir dari proses pembangunan dalam jangka panjang, dimana dalam perekonomian perkembangan tersebut sama sekali tidak terjadi. Menurut Ricardo penduduk yang berjalan dengan cepat akan memperbesar jumlah penduduk hingga dua kali lipat dalam waktu satu gererasi. Yang akan menurunkan kembali tingkat pembangunan ke taraf yang lebih rendah. Pada tingkat ini pekerja akan menerima upah yang sangat minim. Menurut Ricardo pola proses pertumbuhan adalah bermula dari jumlah penduduk yang rendah dan kekayaan alam relatif cukup. Sehingga para pengusaha memperoleh keuntungan yang tinggi yang dapat membentuk modal yang tinggi pula, sesudah tahap demikian, jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan bertambah, maka upah akan naik dan kenaikan upah tersebut akan mendorong kenaikan jumlah penduduk. Sesudah tahap tersebut maka tingkat upah akan menurun dan pada akhirnya akan berada pada tingkat yang minimal. Pada tingkat ini maka perekonomian akan mencapai tingkat stationary state.

B. Teori pertumbuhan Harrod-Domar

Teori Harrod-Domar menganalisi persoalan yakni syarat apakah atau keadaan yang bagaimanakah yang harus tercipta dalam perekonomian untuk menjamin agar dari tahun ke tahun kesanggupan memproduksi yang selalu bertambah sebagai akibat dari penanaman modal pada tahun sebelumnya. Dengan kata lain pada hakikatnya berusaha menunjukakan syarat yang diperlukan agar pertumbuhan yang mantap akan selalu berlaku dalam perekonomian. Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-barang modal


(53)

yang rusak. Namun demikian untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Hubungan tersebut telah kita kenal dengan istilah rasio modal-output (COR). Dalam teori ini disebutkan bahwa, jika ingin tumbuh, perekonomian harus menabung dan menginvestasikan suatu proporsi tertentu dari output totalnya. Semakin banyak tabungan dan kemudian di investasikan, maka semakin cepat perekonomian itu akan tumbuh.

Teori Harrod – Domar menganggap pertambahan dalam kesanggupan memproduksi tidak secara sendirinya akan menciptakan pertambahan produksi dan kenaikan pendapatan nasioanal. Dengan demikian walaupun kapasitas produksi bertambah, pendapatan nasional baru akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi akan tercipta apabila pengeluaran masyarakat mengalami kenaikan kalau dibandingkan dengan masa sebelumnya. Analisi Harrod – Domar bertujuan untuk menunjukkan syarat yang diperlukan supaya dalam jangka panjang kemampuan memproduksi yang bertambah dari masa kemasa akan selalu sepenuhnya digunakan.

C.Teori Pertumbuhan Schumpeter

Schumpeter mengembangkan lebih lanjut teorinya mengenai proses pembangunan dan faktor utama yang menentukan pembangunan ekonomi dan proses pembangunan ekonomi, salah satu pendapatnya yang penting adalah keyakinan bahwa sistem kapiltalitas merupakan sistem yang paling efisien untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang cepat. Tetapi walau demikian , dalam


(54)

40

jangka panjang Schumpeter memberikan ramalan yang sangat pesimitik mengenai proses pembangunan ekonomi. Menurut Scumpeter pembangunan ekonoi merupakan suatu proses yang bersifat gradual dan berjalan secara harmonis. Pembangunan ekonomi terutama diciptakan oleh golongan pengusaha yang inovatif untuk menciptakan barang- barang yang diperlukan masyarakat. Pembaharuan yang diciptakan oleh para pengusaha merupakan pembangunan ekonomi. Menurut Schumpeter dengan adanya kemajuan- kemajuan ekonomi akan tercipta perubahan- perubahan yang akan menciptakan pembaharuan di dalam perekonomian. Di dalam mengemukakan teori pertumbuhannya Schumpeter memulai analisanya dengan memisahkan bahwa perekonomian sedang dalam keadaan tidak berkembang. Tetapi keadaan ini tidak akan berlangsung lama. Pada waktu keadaan tersebut berlaku, segolongan pengusaha menyadari tentang berbagai kemungkinan untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan. Didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan dari mengadakan pembaharuan tersebut, merekan akan meminjam modal dan akan melakukan peminjaman modal. Investasi yang baru ini akan meninggikan tingkat kegiatan ekonomi negara. Maka pendapatan masyarakat akan bertambah dan tingkat konsumsi menjadi bertambah tinggi. Kenaikan tersebut akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk menghasilkan lebih banyak barang dan melakukan penanaman modal baru.

D.Teori Pertumbuhan Neo - Klasik

Teori pertubuhan Neo-Klasik merupakan analisis yang didasarkan pada teori Klasik. Dalam analisis Neo-Klasik, permintaan masyarakat tidak


(55)

menentukan laju pertumbuhan. Sebaliknya menurut teori tersebut pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penawaran factor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi. Pandangan ini didasarkan pada anggapan yang telah menjadi dasar dalam analisis klasik, yaitu perekonomian akan berkembang, tergantung pada pertambahan faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi.

Didalam Teori Neo-Klasik rasio modal produksi dapat dengan mudah mengalami perubahan. Untuk menciptakan sejumlah tertentu produksi, dapat digunakan berbagai jumlah barang modal yang berbeda dan dikobinasikan dengan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda-beda pula sesuai dengan yang diperlukan. Sebaliknya apabila modal yang digunakan lebih terbatas, maka lebih banyak tenaga kerja yang digunakan dalam menghasilkan produksi tertentu. Teori Neo-Klasik mempunyai banyak variasi, tetapi pada uummnya didasarkan pada fungsi produksi yang telah dikebangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas.

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Dari beberapa analisis faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi tingkat dan laju pertumbuhan suatu perekonomian ditentukan oleh beberapa faktor seperti: luas tanah, yang termasuk pada kekayaan alam yang terkandung didalamnya, jumlah dan perkembangan penduduk, jumlah stok modal, dan perkembangannya dari tahun ke tahun dan tingkat tenologi dan perbaikannya dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, dalam analisi pertumbuhan ekonomi hal- hal tersebut perlu diperhatikan dan dianggap sebagai faktor-faktor penentu


(56)

42

pembangunan, namun dalam teori pertumbuhan lajunya pertumbuhan ekonomi yang diutamakan adalah perkembangan penduduk, perkembangan penanaman modal dan kemajuan teknologi.

2.3.3 Implementasi Kebijakan Moneter didalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi.

Dalam rangka mencapai kinerja perekonomian yang memuaskan seperti

stabilnya perekonomian di indonesia dan pertumbuhan ekonomi yang sehat, bank sentral harus tetap memberikan perhatian dan komitmen untuk mencapai tujuan akhir kebijakan moneter. Kebijakan moneter yang menyangkut masalah- masalah moneter seperti pengendalian lembaga keuangan, penjualan dan pembelian secara aktif surat-surat berharga yang mempengaruhi keadaan perubahan uang. Di Indonesia kebijakan moneter memainkan peranan penting didalam memicu pertumbuhan ekonomi misalnya dalam menyiapkan pemberian kredit yang elastis bagi pemenuhan sektor-sektor usaha seperti pertanian, perdagangan, industri dan lain-lain.

Tujuan kebijakan moneter lebih ditekankan pada stabilitas harga, dengan dasar beberapa pertimbangan (Solikin, 2005). Pertama, dengan output ditentukan sesuai dengan kapasitas ekonomi jangka panjang maka segala kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi akan mencipataan inflasi sehingga tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi rill. Kedua, rational economic agent mengerti bahwa tindakan kejutan pembuatan kebijakan dalam memndorong terjadinya permasaahan time concistency. Ketiga, kebijakan moneter mempengaruhi variabel ekonomi memakan waktu panjang dan mempunyai lag.


(57)

Keempat, kestabilan harga dapat mendorong terciptanya iklim ekonomi yang lebih baik karena akan mengurangi biaya yang berasal dari inflasi. Penetapan stabilitas harga melalui kebijakan moneter kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Namun disisi lain jika pencapaian kebijakan moneter tidak dilakukan secara teruur aan mengakibatan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi dan berdampak pada tingkat penggangguran yang kian meningkat. Dalam hal ini, impelementasi kebijakan moneter yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi di indonesia adalah melalui jalur suku bunga, jalur kredit, jalur neraca perusahaan, nilai tukuar, jalur asset dan jalur ekspektasi. Dengan melewati jalur-jalur tersebut, kebijakan moneter akan ditransmisikan dan akan berpengaruh pada setor finasial. Seperti hal nya kebijakan moneter yang bersasaran pada inflasi, dimana tingkat inflasi yang terkendali akan menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan terciptanya lapangan kerja, sehingga pendapatan masyarakat meningat disertai daya belinya.

2.4 Hubungan Ketergantungan Timbal Balik Antara Kebijakan Moneter Dengan Pertumbuhan Ekonomi

Dalam kamus bahasa Indonesia hubungan adalah kesinambungan intraksi antara dua hal atau lebih yang dapat memudahkan proses kehidupan manusia. Sementara ketergantungan adalah suatu kesatuan yang saling berpengaruh antara semua faktor dengan faktor lainnya. Kebijakan moneter di Indonesia dasarnya berhubungan dengan setiap upaya terjadinya pertumbuhan ekonomi Indonesia, baik didalam mengatasi masalah keterbatasan sumber daya, sumber dana, keterbatasan berinvestasi, perolehan devisa dan lain sebagainya.


(1)

82

hingga periode ke-10. Hubungan timbal balik terjadi saat SBI mempengaruhi PDB pada tahun-tahun sebelumnya, dan sebaliknya PDB mempengaruhi SBI pada tahun-tahun sebelumnya.

2.2 Saran

Dari hasil studi empiris yang dilakukan mengenai efektivitas kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, maka dibuat beberapa saran sebagai berikut;

1. Kegiatan perekonomian dan tingkat suku bunga saling berpengaruh, suku bunga yang rendah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, demikian juga sebaliknya, untuk itu Bank Indonesia diharapkan untuk melaksanakan kebijakan moneter yang tepat dan fleksibel sesuai dengan kondisi perekonomian yang terjadi.

2. Untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan moneter terhadap tingkat suku bunga, perbankan diharapkan dapat merespon tingkat suku bunga yang sesuai dengan suku bunga acuan Bank Indonesia.

3. Didalam menaikan PDB dari tahun- ketahun, diharapkan pada pihak Bank Sentral menetapkan jalur kredit dengan bunga yang terjangkau oleh masyarakat sehingga setiap masyrakat dapat melakukan produksi.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Sukirno,Sadono, 2006, Ekonomi Pembangunan, Jakarta:Kencana. Boediono, 1985. Ekonomi Moneter. Yogyakarta: BPFE

Wijaya, Faried,dkk1991. Ekonomi Moneter dan Perbankan. Yogyakarta: BPFE Gujarati, Damondar. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga

Jhingan, M.L. 2000. Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Sjahrir, 1994, Analisis Ekonomi Indonesia, Jakarta: Gramedia. Agustiono,2009. Pengolahan Data Statistik. Medan :UMA

Hasan, M. Iqbal, 2002, pokok-pokok Materi Meteologi Penelitian & Aplikasinya, Ghaliaa Indonesia: Jakarta

Nachrowi. D. Nachrowi dan Hardius Usman,2006. Pendekatan Populer dan Praktis EKONOMETRIKA untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta:Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Ajija.R.Shochrul dkk,2011.Cara Cerdas Menguasai Eviews, Jakarta:Salemba Empat.

Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat.2007.Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam Ekonometrika.Medan:USU Press.

Andrian .Nanda (2013). Analisis Ekspor Impor di Sumatera Utara. Skripsi Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi :Medan

Novita.Lia (2013). Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Nilai Tukar rupiah.Skripsi Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi:Medan.

Mahendra (2008). Analisis Kebijakan Moneter Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Skripsi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi :Medan.

Sugiharso Safuan, Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia: Credit View atau Money view” jurnal Ekonomi Dan Pembangunan Indonesia, 2007.

Iwan Setyawan,Analisi Dampak Kebijakan Moneter terhadap Perkembangan Inflasi dan Pertummbuhan Ekonomi di Indonesia”Jurnal Ekonomi,Keuangan,Perbankan dan Akuntansi.2009.

Badan Pusat Statistik (BPS), Sumatera Utara.

Statistik Ekonomi Keuangan Daerah, Bank Indonesia, Medan.


(3)

Lampiran 1

TABEL PERKEMBANGAN LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI, SUKU BUNGA SBI DAN PDB TAHUN 1998 – 2009 DI INDONESIA Tahun Laju

pertumbuhan ekonomi (%)

Suku bunga SBI (dalam persen)

PDB (Triliun)

1998 -13.3 37.84 37.58

1999 0.3 12.64 48.29

2000 4.9 14.31 165.02

2001 3,4 17.63 140.63

2002 4.3 13.12 161.66

2003 4.8 8.34 183.88

2004 5 7.3 185.31

2005 5.7 12.83 180.42

2006 5.5 9.75 201.69

2007 6.3 8 214.4

2008 6 9.25 227.26


(4)

Lampiran 2

HASIL UJI STASIONERITASB DAN SUKU BUNGA SBI MENGGUNAKAN AKAR UNIT (UJI AUGMENTED DICKEY FULLER)

Null Hypothesis: PDB has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=2)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.952268 0.0166

Test critical

values: 1% level -4.297073

5% level -3.212696

10% level -2.747676

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Warning: Probabilities and critical values calculated for 20

observations and may not be accurate for a sample size of 10

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDB)


(5)

Lampiran 3

HASIL UJI STASIONERITAS PDB DAN SUKU BUNGA SBI MENGGUNAKAN AKAR UNIT

(UJI AUGMENTED DICKEY FULLER) Null Hypothesis: PDB has a unit root

Exogenous: Constant

Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=2)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.952268 0.0166

Test critical values: 1% level -4.297073

5% level -3.212696

10% level -2.747676

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Warning: Probabilities and critical values calculated for 20

observations and may not be accurate for a sample size of 10

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDB)

Method: Least Squares Date: 11/07/13 Time: 16:54

Sample (adjusted): 1998Q3 2000Q4 Included observations: 10 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PDB(-1) -0.570753 0.144412 -3.952268 0.0055

D(PDB(-1)) -0.347717 0.194140 -1.791062 0.1164

C 123.3731 25.71353 4.797984 0.0020

R-squared 0.735831 Mean dependent var 19.26100

Adjusted

R-squared 0.660354 S.D. dependent var 37.17561

S.E. of regression 21.66563 Akaike info criterion 9.232657

Sum squared resid 3285.797 Schwarz criterion 9.323432

Log likelihood -43.16328 F-statistic 9.749090

Durbin-Watson

stat 1.059604 Prob(F-statistic) 0.009475


(6)

Lampiran 4

VAR Lag Order Selection Criteria

Endogenous variables: PDB SBI

Exogenous variables: C Date: 11/08/13 Time: 11:03 Sample: 1998Q1 2009Q4 Included observations: 10

L a

g LogL LR FPE AIC SC HQ

0 -68.95283 NA 4994.802 14.19057 14.25108 14.12418

1 -65.00457 5.527558 5235.612 14.20091 14.38247 14.00175

2 -48.04353 16.96104* 459.5173* 11.60871* 11.91129*

11.27677 * * indicates lag order selected by the criterion

LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error

AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion