Analisis Kebijakan Moneter terhadap Suku Bunga Perbankan di Indonesia

(1)

ANALISIS KEBIJAKAN MONETER TERHADAP SUKU

BUNGA PERBANKAN DI INDONESIA

FARHANA ZAHROTUNNISA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kebijakan Moneter terhadap Suku Bunga Perbankan di Indonesia adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Farhana Zahrotunnisa


(4)

ABSTRAK

FARHANA ZAHROTUNNISA. Analisis Kebijakan Moneter terhadap Suku Bunga Perbankan di Indonesia. Dibimbing oleh IMAN SUGEMA.

Penelitian ini secara empiris meneliti mengenai pass-through suku bunga kebijakan yang diproksikan oleh suku bunga diskonto terhadap suku bunga perbankan dengan menggunakan data kelompok bank di Indonesia. Hasil estimasi memerlihatkan bahwa transmisi antara suku bunga kebijakan ke suku bunga deposito sangat lambat pada jangka pendek tetapi tidak pada jangka panjang. Sedangkan pass-through pada suku bunga kredit cenderung incomplete. Penelitian ini juga menemukan kecenderungan suku bunga deposito jangka pendek tidak terkointegrasi dengan suku bunga diskonto. Jika kita membandingkan, kelompok bank swasta nasional memiliki sedikit variabel yang tidak terkointegrasi. Sedikit variabel yang tidak terkointegrasi merupakan syarat cukup bagi kita untuk mengidentifikasi bahwa bank swasta nasional memiliki performa yang baik dalam menjalankan fungsi intermediasi.

Kata kunci: pass-through suku bunga, suku bunga kebijakan, suku bunga perbankan

ABSTRACT

FARHANA ZAHROTUNNISA. Impact of Monetary Policy on Lending and Deposit Rates in Indonesia: ARDL Approach. Supervised by IMAN SUGEMA.

This study investigates empirically the pass through of policy rate proxied by discount rate to retail banking interest rate using group bank level data in Indonesia. Estimation result suggest that the transmission rate from policy rate into deposit rate is slow and sluggish in the short run but not in the long run. Whereas interest rate pass-through into lending rate have tendency to incomplete both in the short run or long run. The study finds evidence many short term deposit rate in group bank not cointegrated with discount rate. Comparing in bank group, lack of variabel in commercial bank do notcointegrated. It can be sufficient condition for identifying that commercial bank have good performance in intermediate role.


(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS KEBIJAKAN MONETER TERHADAP SUKU

BUNGA PERBANKAN DI INDONESIA

FARHANA ZAHROTUNNISA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

(7)

Judul Skripsi :Analisis Kebijakan Moneter terhadap Suku Bunga Perbankan di Indonesia

Nama : Farhana Zahrotunnisa NIM : H14090072

Disetujui oleh

Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga berhasil ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah Analisis Kebijakan Moneter terhadap Suku Bunga Perbankan di Indonesia

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan baik arahan dan motivasi kepada penulis, kepada Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si selaku dosen penguji utama dan Bapak Dr. Muhamad Findi A, M.E selaku komisi pendidikan, atas kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat yang diberikan kepada penulis, serta kepada ka Ashfahanirrohimah, ka Ade Kholis selaku asisten dosen yang senantiasa memberikan masukan yang sangat bermanfaat.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu serta adik tercintaatas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada teman satu bimbingan Friska, Yeni dan Lintang yang selalu kompak dan banyak membantu penulis selama proses pembuatan skripsi ini. Terakhir penulis sampaikan terima kasih kepada para sahabat terdekat Maria Utari, Friska Zehan, Nadya Astrid, Nina Hanifa, Rezka Farah, Puspita Mega Lestari, Meiyora Averiana, Widy Purnama, Ardhi Harry, Adrian Prama, Bronson Marpaung, Jajang Arif, Bram Agustian Zahro, Fauzi Mauludin Fahmi, Taufik Imandana, Lia Julianty, HIPOTESA FEM IPB 2011 dan teman-teman TPB A.18 serta teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan 46lainnya atas segala dukungan yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 6

Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Suku Bunga 6

Mekanisme Pass-Through 7

Faktor-faktor Penentu dalam Pass-Through Suku Bunga 8

Model Pass-through Suku Bunga Perbankan 9

Penyesuaian Suku Bunga Perbankan terhadap Perubahan Suku Bunga Pasar dalam Error Correction Framework 10

Penelitian Terdahulu 10

Kerangka Pemikiran 12

METODE PENELITIAN 14

Jenis dan Sumber Data 14

Metode Pengolahan dan Analisis Data 14

GAMBARAN UMUM

24

HASIL DAN PEMBAHASAN 324 Hasil 34

Pembahasan 43

SIMPULAN DAN SARAN 47

DAFTAR PUSTAKA 48

LAMPIRAN 51


(10)

(11)

DAFTAR TABEL

1. Tahapan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter menurut

Dornbusch et al. 6

2. Pendekatan pada Jalur Transmisi Suku Bunga 7

3. Variabel dan Sumber Data 14

4. Cara Perhitungan Nilai Kriteria Model 19

5. Komposisi DPK Bank Persero 27

6. Komposisi DPK Bank Pemerintah Daerah 27

7. Komposisi DPK Bank Swasta Nasional Devisa 28 8. Komposisi DPK Bank Swasta Nasional Non Devisa 28

9. Komposisi DPK Bank Campuran 28

10. Komposisi DPK Bank Asing 29

11. Jumlah Deposito Berdasarkan Jangka Waktu 29 12. Kredit Bank Persero berdasarkan Jenis Penggunaan 30 13. Kredit Bank Swasta Nasional Devisa berdasarkan Jenis

Penggunaan 31

14. Kredit Bank Swasta Nasional Non Devisa berdasarkan Jenis

Penggunaan 31

15. Kredit Bank Pemerintah Daerah berdasarkan Jenis Penggunaan 31 16. Kredit Bank Campuran berdasarkan Jenis Penggunaan 32 17. Kredit Bank Asing berdasarkan Jenis Penggunaan 32 18. Nilai Loan to Deposit Ratio setiap Kelompok Bank (%) 33

19. Hasil Uji Kointegrasi Johansen 35

20. Ringkasan Hasil Uji Kointegrasi Keseluruhan Model pada Setiap

Kelompok Bank 36

21. Hasil Perhitungan Mean Lag dari Lag 1.4 hingga 1.0 Bank

Swasta Nasional Model Deposit3-DR 37

22. Hasil Perhitungan Mean Lag dari Lag 1.3 hingga 1.0 Bank

Pemerintah Daerah Model Deposit6-DR 37

23. Hasil Ringkasan Pemilihan Lag Setiap Model menurut Kelompok

Bank 38

24. Ringkasan Hasil Uji Heteroskedastisitas 40

25. Ringkasan Hasil Uji Autokorelasi 41

26. Hasil Perhitungan Derajat Pass-through, Speed of Adjustment,


(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Proses Transmisi Kebijakan Moneter 4

2. Kerangka Pemikiran 13

3. Pergerakan Suku Bunga Diskonto, Suku Bunga Kredit dan

Deposito berdasarkan Kelompok Bank 25

4. Perbandingan Kredit Per PDB 33

5. Contoh CUSUM testdengan Parameter yang Tidak Stabil 41

DAFTAR LAMPIRAN

1. Uji Stasioneritas 52

2. Hasil Bound Testing Cointegration 56

3. Hasil Penentuan Lag 58


(13)

(14)

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hakikatnya kebijakan moneter merupakan bagian integral kebijakan ekonomi makro yang ditunjukkan untuk mendukung tercapainya berbagai sasaran akhir pembangunan ekonomi yang pada umumnya mencakup pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, kestabilan harga dan keseimbangan neraca pembayaran (Pohan, 2008). Bank Indonesia sebagai otoritas moneter memiliki peran penuh dalam mengatur dan melaksanakan kebijakan moneter dengan memerhatikan sasaran-sasaran moneter, dimana sasaran-sasaran moneter tersebut diproyeksikan berdasarkan tujuan tunggal yang tercantum pada Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, yang terangkum dalam kerangka stategis penargetan inflasi. Bank Indonesia dalam menjalankan tugasnya bebas dari intervensi pemerintah.

Menurut Cukierman, Webb dan Neyapti (1992), independensi otoritas moneter pada bank central secara de jure dan de facto merupakan faktor penting dalam peningkatan efektifitas bank central. Independensi ini meliputi kebebasan dalam menentukan suku bunga official (suku bunga kebijakan) tanpa intervensi pemerintah. Peningkatan independensi pada bank sentral meliputi peningkatan otonomi Dewan Gubernur Bank Sentral, pembatasan serta pelarangan bank sentral meminjam dana kepada pemerintah, peningkatan otonomi keuangan pada bank sentral serta peningkatkan akuntabilitas melalui keselarasan antara kebijakan yang dibuat dengan sasaran yang ingin dituju.

Penerapan kebijakan moneter di negara-negara berkembang seperti Negara Indonesia memiliki tuntutan peran yang lebih besar dalam pelaksanaan kebijakan dibandingkan negara maju. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan sasaran dan kondisi infrastruktur yang mendukung efektivitas dalam pelaksanaan kebijakan moneter antara negara maju dan berkembang. Kecenderungan di negara maju pelaksanaan kebijakan moneter lebih fokus kepada tujuan dalam penciptaan kestabilan moneter sedangkan di negara berkembang pelaksanaan kebijakan moneter fokus pada upaya mendorong pembangunan serta upaya pemerataan hasil-hasil pembangunan.

Mekanisme transmisi kebijakan moneter dimulai sejak otoritas moneter atau bank sentral bertindak menggunakan instrumen moneter yang akan berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian baik secara langsung maupun secara bertahap. Interaksi dalam transmisi kebijakan moneter meliputi dua tahap yaitu interaksi antara otoritas moneter dengan perbankan dan lembaga keuangan serta interaksi antara perbankan dan lembaga keuangan dengan para pelaku ekonomi di sektor riil. Terjadinya perubahan kebijakan moneter baik ekspansi maupun kontraksi secara umum akan menyebabkan transmisi melalui jalur suku bunga yang kemudian akan memengaruhi suku bunga antar bank dan tingkat investasi melalui biaya modal serta konsumsi.


(16)

Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia telah menerapkan full-fledged inflation targeting sejak Juli 2005, yang merupakan kerangka kebijakan moneter dengan melakukan pengumuman resmi mengenai sasaran inflasi untuk rentang waktu tertentu. Berdasarkan pengalaman di sejumlah negara yang menerapkan kerangka inflation targeting terdapat kecenderungan adanya penggunaan suku bunga sebagai target operasional dari instrumen kebijakan moneter. Hal ini sejalan dengan Espinosa-Vega dan Rebucci (2003) dimana dalam segi operasional, banyak bank sentral pada saat ini menargetkan tingkat suku bunga pasar jangka pendek.Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa penentuan instrumen ini lebih stabil dengan tujuan akhir dari kebijakan moneter yang melalui transmisi kebijakan moneter.

Interest rate pass-through dapat didefinisikan sebagai proses perubahan suku bunga officialakibat perubahan kebijakan moneter yang ditransmisikan ke suku bunga pasar uang dan perbankan. Interest pass-through merupakan salah satu prasyarat berjalannya transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga.

Transmisi melalui jalur suku bunga akan berfokus pada pass-through kebijakan suku bunga terhadap suku bunga kredit dan deposito bank, yang akan berdampak pada suku bunga bank terhadap permintaan aggregat. Respon suku bunga bank terhadap perubahan kebijakan penetapan suku bunga official akan bergantung kepada biaya penyesuaian pada bank dimana besarnya biaya penyesuaian bergantung pada elastisitas permintaan terhadap pinjaman bank (Cotarelli dan Korelis, 1994).

Banyak penelitian di dunia yang telah meneliti mengenai interest pass-through seperti Borio & Fritz (1995), Cottarelli & Kourelis (1994), Mozzani (1999), Mojon (2000), de Bondt (2002) dan Espinosa-Vega dan Rebucci (2003) yang meneliti mengenai kecepatan penyesuaian suku bunga perbankan dengan perubahan suku bunga pasar uang secara incomplete dimana perubahan suku bunga perbankan tidak sebanding dengan perubahan suku bunga pasar uang (<|1|) dengan kata lain perbankan tidak merespon kebijakan secara penuh. Tai, Sek, & Har (2012) melakukan penelitian mengenai interest rate pass-through dan transmisi kebijakan moneter di Asia sebelum dan sesudah terjadinya krisis pada tahun 1997, salah satu objek penelitiannya yaitu Negara Indonesia.

Menurut Tai, Sek, & Har (2012) lebih lanjut bahwa secara garis besar di Negara Indonesia, transmisi kebijakan dari suku bunga pasar uangke suku bunga kredit dan deposito membutuhkan waktu yang relatif lama serta memiliki size of pass-through

yang kecil jika di bandingkan dengan negara Malaysia dan Singapura. Hal ini menunjukan bahwa otoritas moneter di Negara Indonesia tidak dapat secara efektif mengontrol suku bunga pasarmelalui suku bunga official (suku bunga kebijakan) dalam mencapai sasaran kebijakan yang telah ditargetkan, serta adanya pasar keuangan yang tidak sempurna ditandai dengan kurangnya integrasi dalam pasar keuangan.


(17)

Perumusan Masalah

Menurut Pohan (2008) studi empiris di banyak negara menunjukkan bahwa jalur agregat moneter semakin tidak efektif dalam memengaruhi sasaran akhir kebijakan moneter (inflasi).Tidak stabilnya money multiplier dan income velocity

sebagai akibat dari semakin berkembangnya financial innovation dan terintegrasi pasar keuangan merupakan beberapa alasan yang mendasari tidak efektifnya jalur agregat moneter.Oleh karena itu, sebagian besar negara (negara industri dan negara berkembang) mulai mendasarkan prosedur operasional kebijakan moneter mereka pada jalur transmisi suku bunga. Hal yang sama juga terjadi pada negara-negara yang menggunakan inflation targeting sebagai kerangka kebijakan moneternya seperti Negara Indonesia. Berdasarkan pengalaman di sejumlah negara yang menerapkan

inflation targeting, ditemukan bahwa instrumen kebijakan moneter yang digunakan sebagai target operasional adalah suku bunga.

Proses transmisi kebijakan moneter melalui suku bunga melibatkan adanya perubahan suku bunga official atausuku bunga pasar uangyang ditransmisikan ke suku bunga perbankan, dimana bank sentral sebagai otoritas moneter yang independen menentukan suku bunga official atausuku bunga pasar uang dalam rangka mewujudkansasaran kebijakan moneter. Perubahan yang terjadi pada suku bunga

official atau suku bunga pasar uang akan berdampak pada perubahan suku bunga pasar dan perbankan pada jangka panjang dan jangka pendek dengan derajat dan kecepatan penyesuaian dalam merespon adanya perubahan dengan besaran yang berbeda-beda. Transmisi kebijakan moneter akan semakin kuat apabila interest pass-through direspon oleh sektor perbankan secaracepat dan penuh (complete). Hal ini menunjukkan adanya sektor perbankan yang memiliki profitabilitas yang baik.

Pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia dimulai dengan adanya operasi moneter yang melibatkan instrumen moneter salah satunya yaitu discount facility.

Discount Facility merupakan kebijakan moneter yang memengaruhi jumlah uang beredar melalui pengaturan suku bunga pemberian kredit oleh bank sentral kepada sektor perbankan. Jika bank sentral menetapkan suku bunga diskonto lebih tinggi maka bank akan mengurangi permintaan kredit dari bank sentral yang nantinya akan berdampak pada berkurangnya kemampuan bank dalam memberikan pinjaman sehingga jumlah uang beredar akan menurun, begitu juga sebaliknya apabila suku bunga diskonto ditetapkan lebih rendah maka bank akan menambah permintaan kredit dari bank sentral yang nantinya akan mengakibatkan jumlah uang beredar akan meningkat. Perubahan kebijakan moneter akan ditransmisikan melalui lima jalur yaitu jalur suku bunga, kredit, neraca perusahaan, nilai tukar, harga asset, dan ekspektasi.

Proses transmisi kebijakan moneter dapat dirangkum ke dalam gambar sebagai berikut :


(18)

Peneliti an kali ini akan melihat adanya proses

pass-through of interest

dari sukubu nga diskont o sebagai proksi dari

perubahan kebijakan moneter terhadapsuku bunga kredit dan deposito dengan berbagai jangka waktudalam kelompok bank yaitu bank persero, bank pemerintah daerah, bank swasta nasional dan bank asing dan campuran. Pemilihan kelompok bank dilakukan karena penelitian ini berfokus pada tahapan pertama dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter yang melibatkan bank sentral sebagai otoritas moneter dan sektor perbankan.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat derajat dan kecepatan penyesuaian pada tiap kelompok bank yang memiliki karakteristik yang berbeda. Dari hasil penelitian ini nantinya kita dapat mengidentifikasi kelompok bank mana yang memiliki tingkat penyesuaian yang lambat terhadap kebijakan moneter serta dapat merumuskan kebijakan yang sesuai dalam proses perbaikan kualitas kebijakan moneter di Indonesia. Selanjutnya penelitian ini juga akan menguji keberadaan kointegrasi antara perubahan suku bunga diskonto terhadap suku bunga kredit dan depositountuk melihat ada atau tidaknya hubungan jangka panjang dalam transmisi kebijakan moneter tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka terdapat beberapa permasalahan yangakan diteliti yaitu :

1 Apakah terdapat hubungan kointegrasi antara suku bunga diskonto dengan suku bunga kredit and deposito ?

2 Bagaimana hasil estimasi speed of adjustment (kecepatan penyesuaian), degree of pass-through (derajat pass-through) serta mean lag (rata-rata bulan yang diperlukan untuk mencapai pass-through dalam jangka panjang) darisuku bunga diskontoterhadap suku bunga kredit dan deposito?


(19)

3 Jika terdapat incomplete pass-through di dalam kelompok bank, rekomendasi kebijakan apa yang dapat memperbaiki situasi ini ?

Dari analisis ini maka akan diperoleh informasi secara umum dan empiris mengenai respon kelompok bank mengenai keefektifan kebijakan moneter di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini terkait dengan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya adalah :

1 Mengetahui ada/tidaknya hubungan kointegrasi antara suku bunga diskonto dengan suku bunga kredit dan deposito.

2 Menghitung speed of adjustment (kecepatan penyesuaian), degree of pass-through of interest (derajat pass-through), serta mean lag (rata-rata bulan yang diperlukan untuk mencapai pass-through dalam jangka panjang) dari suku bunga diskonto yang terjadi pada kelompok bank di Indonesia (complete, incomplete, atau over pass-through).

3 Menganalis perhitungan speed of adjustment (kecepatan penyesuaian),

degree of pass-through (derajat pass-through) serta mean lag (rata-rata bulan yang diperlukan untuk mencapai pass-through dalam jangka panjang) dari suku bunga diskonto serta rekomendasi kebijakan bagi perbaikan kualitas kebijakan moneter di Indonesia.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana bagi bank sentral dalam mengambil langkah dalam memetakan konsep kerangka kebijakan moneter yang tepat dengan pendekatan inflation targeting framework ke dalam praktik operasional yang nantinya akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini hanya terbatas pada perhitungan speed of adjustment (kecepatan penyesuaian), derajat pass-through serta mean lag (rata-rata bulan yang diperlukan untuk mencapai pass-through dalam jangka panjang) darisuku bunga diskonto sebagai proksi adanya perubahan kebijakan moneter terhadap suku bunga kredit dan deposito pada kelompok bank di Indonesia. Penelitian ini juga akan dilihat apakah ada atau tidaknya keberadaan kointegrasi antara perubahan suku bunga diskonto terhadap dan suku bunga kreditdan deposito untuk melihat ada atau tidaknya hubungan jangka panjang dalam transmisi kebijakan moneter tersebut. Secara umum dan empiris mengenai respon kelompok bank mengenai keefektifan kebijakan moneter di Indonesia. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah suku bunga diskonto, suku bunga kredit terbobot, suku bunga deposito (1 bulan, 3 bulan,6 bulan, 12 bulan dan 24 bulan).


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Suku Bunga

Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Negara Indonesia memiliki peran dalam mengatur dan melaksanakan kebijakan moneter yang bertujuan untuk mencapai dan menstabilkan nilai rupiah. Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang saling ketergantungan dengan variabel dalam perekonomian. Pada tahun 1990an, kebijakan moneter memiliki desain yang berpusat pada pertumbuhan uang nominal. Bank sentral menggunakan target pertumbuhan uang nominal untuk jangka menengah dan menggunakan suku bunga nominal sebagai target pada jangka pendek, dimana pada akhir dekade banyak bank sentral yang mengadopsi inflation targeting

daripada pertumbuhan uang nominal (Blancard, 2011).

Mekanisme transimi kebijakan moneter menurut Dornbusch et al. (2008) terjadi dalam dua langkah yaitu :

1 Perubahan saldo riil (real balances) menciptakan disekuilibriom portofolio yaitu pada tingkat suku bunga dan tingkat pendapatan yang berlaku, masyarakat memegang uang lebih banyak dari yang mereka perlukan. Hal tersebut menyebabkan perubahan penawaran uang akan merubah suku bunga. 2 Proses transmisi terjadi ketika perubahan suku bunga memengaruhi

permintaan agregat.

Tabel 1 Tahapan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter menurut Dornbusch et al.

Mekanisme Transmisi (1)

Perubahan jumlah penawaran uang riil

(2) Penyesuaian

portofolio yang akan menyebabkan perubahan harga asset dan suku bunga

(3) Pengeluaran

menyesuaikan diri terhadapa perubahan suku bunga

(4) Output

menyesuaikan diri terhadap perubahan permintaan agregat

Sumber : Dornbusch, 2008

Menurut Bank Indonesia, terdapat empat jalur transmisi kebijakan moneter di Negara Indonesia yaitu melalui jalur nilai tukar, jalur kredit, jalur harga aset, jalur ekspektasi dan jalur suku bunga. Menurut Pohan (2008) pada jalur suku bunga lebih menekankan pentingnya aspek harga dipasar keuangan terhadap berbagai aktivitas ekonomi di sektor riil. Kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan berpengaruh terhadap perkembangan berbagai suku bunga disektor keuangan dan selanjutnya akan berpengaruh pada tingkat inflasi dan output riil, dengan mekanisme yang akan dijelaskan sebagai berikut. Tahap pertama operasi moneter bank sentral akan memengaruhi suku bunga jangka pendek, seperti suku bunga SBI dan suku bunga pasar antarbank (PUAB), selanjutnya perubahan ini akan memberikan pengaruh pada suku bunga deposito yang ditawarkan bank ke masyarakat penabung dan pada suku bunga kredit yang dibebankan bank kepada para debiturnya.


(21)

Tahap berikutnya, transmisi suku bunga dari sektor keuangan ke sektor riil akan tergantung pada pengaruhnya terhadap permintaan konsumsi dan investasi. Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi berkaitan erat dengan peranan bunga sebagai komponen pendapatan masyarakat dari deposito (income effect) dan bunga kredit sebagai sumber pembiayaan konsumsi (substitution effect). Sementara itu, pengaruh suku bunga terhadap investasi terjadi karena bunga kredit merupakan komponen biaya modal (cost of capital), di samping yield obligasi dan dividen saham. Pengaruh perubahan suku bunga terhadap investasi dan konsumsi selanjutnya akan berdampak pada permintaan agregat yang pada gilirannya akan menentukan tingkan inflasi dan output riil.

Mekanisme Pass-Through

Menurut Ur Rehman (2009), interest rate pass-through dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap yang pertama yaitu mengukur bagaimana perubahan dalam kebijakan moneter ditansmisikan kesuku bunga pasar dalam jangka pendek dan jangka panjang sedangkan tahap yang kedua meliputi perubahan suku bunga pasar yang memengaruhi suku bunga kredit dan deposito bank. Dua tahap proses interest pass-through yang telah dijelaskan di atas dapat disederhanakan ke dalam Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Pendekatan pada Jalur Transmisi Suku Bunga Monetary Policy Approach

Policy rate Short-term /long-term deposit rate Policy rate Short-term/long-term lending rate

Cost of Funds Approach

1st stage: yield curve

Policy rate 1m MMR 12m MMR/T-bill rate G-bond rate

2nd stage: cost of funds

a) 1m MMR / 12m T-bill / MMR short-term deposit rate short-term loans (long-term loan rate)

b) 1m MMR / 12m T-bill / MMR short-term loan (long-term loan rate) c) GB rate long-term deposit rate long-term loan rate

d) GB rate long-term loan rate

Sumber : Egert, 2006

Pada tahap pertama perubahan dalam kebijakan moneter ditansmisikan dalam suku bunga pasar dalam jangka pendek dan jangka panjang secara keseluruhan dipengaruhi oleh stabilitas dari kurva imbalan (yield). Jika struktur pada kurva tetap stabil meskipun berubah menjadi berslope negatif atau positif, maka proses pass-through dari suku bunga official ke suku bunga pasar dapat dikatakan seimbang dalam memengaruhi pergeseran kurva imbalan (yield). Menurut Egert et al (2006) the cost of funds approach yang diperkenalkan oleh (DeBondt2005) merupakan cara terbaik dalam mendeskripsikan tahap kedua pada pass-through suku bunga dimana


(22)

suku bunga pasar uang akan ditransmisikan ke suku bunga perbankan baik suku bunga kredit maupun suku bunga deposito dikarenakan adanya ketergantungan bank terhadap pasar uang dalam sektor pembiayaan dan penghimpunan dana sedangkan

yield sekuritas pemerintah dapat dilihat sebagai biaya oportunitas pada bank dalam segi pembiayaan pada suku bunga kredit jangka panjang.

Faktor-faktor Penentu dalam Pass-ThroughSuku Bunga

Ketidaksempurnaan dalam mekanisme pass-through dapat dilihat melalui dua hal. Pertama mengacu pada derajat pass-through yaitu perubahan pada suku bunga kebijakan atau suku bunga pasar uang ke suku bunga perbankan pada jangka panjang. Aspek yang kedua merupakan speed of adjustment pada pass-through (kecepatan penyesuaian). Perbedaan kekuatan dan kecepatan transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga dapat dipengaruhi oleh hal-hal berikut (Hovart et al, 2005).

1 Disintermediasi

Derajat disintermediasi dan peran dari lembaga keuangan bukan bank memiliki dampak pada elastisitas permintaan terhadap kredit dan penawaran deposit. Pada sisi aset, permintaan kredit akan bereaksi lebih intensif terhadap perubahan suku bunga pada perekonomian dengan pengembangan pasar uang dan modal, seperti perusahaan-perusahaan dapat menggantikan kredit bank dengan pembiayaan dalam bentuk lain. Sedangkan pada sisi deposito, adanya peluang investasi lain akan memengaruhi elastisitas suku bunga pasar terhadap penawaran deposito secara langsung, hal ini akan memengaruhi suku bunga deposito bank.

2 Kompetisi Antarbank

Kompetisi antar bank juga memengaruhi elastisitas permintaan kredit dan penawaran deposito. Rendahnya derajat kompetisi antara bank dan lembaga keuangan bukan bank akan berakibat pada perilaku bank dalam penentuan harga. Bagaimanapun dampak yang terjadi akan berbeda tergantung pada arah perubahan dari suku bunga pasar uang atau suku bunga official. Pada sisi aset, terbatasnya persaingan akan mengakibatkan suku bunga kredit akan bereaksi lebih intensif untuk meningkat ketika suku bunga pasar uang atau suku bunga

official akan mengalami penurunan. Hal yang sebaliknya akan terjadi pada sisi liabilitas yang memengaruhi suku bunga deposito.

3 Modal dan Posisi Likuiditas Bank

Modal dan tingkat likuiditas bank juga akan memengaruhi mekanisme

pass-through. Kecukupan modal dan likuiditas yang baik akan memberikan peluang bank dalam menyesuaikan tingkat suku bunganya.


(23)

4 Kebijakan Moneter dan Volatilitas Suku Bunga

Perubahan suku bunga pada instrumen bank akan mengakibatkan biaya penyesuaian pada bank. Penyesuaian suku bunga perbankan akan bergantung pada

bank’s assessment jika terdapat perubahan pada suku bunga kebijakan baik secara sementara (temporary) atau permanen. Oleh karena itu, perilaku perbankan dalam penentuan harga dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap perubahan suku bunga yang terjadi. Sedangkan tingginya volatilitas pada suku bunga memiliki kemungkinan untuk mengurangi derajat atau kecepatan penyesuaian pada setiap pergeseran di suku bunga pasar secara sementara (temporary).

Model Pass-through Suku Bunga Perbankan

Kondisi persaingan sempurna dengan informasi yang lengkap menyaratkan bahwa harga ekuivalen dengan marginal cost dan derivatif dari harga sehubungan dengan marginal costyangsama dengan 1. Derivatif dari harga akan bernilai kurang dari satu ketika asumsi persaingan sempurna dan lengkapnya informasi tidak terpenuhi. Aplikasi dari kondisi persaingan sempurna ini ke dalam pengaturan harga oleh bank mengikuti dari model persamaan marginal cost pricing yang diperkenalkan oleh Rousseas (1985) yang dijabarkan sebagai berikut

br=γ0+γ1mr

dimana

br = harga yang ditentukan oleh bank

γ0 = constant markup

mr = marginal cost harga yang diproksikan oleh suku bunga pasar.

Terlihat dari keterangan diatas bahwa marginal cost harga diproksikan oleh suku bunga pasar dikarenakan suku bunga pasar dapat secara akurat merefleksikan adanya tambahan pembiayaan yang harus diberikan oleh bank. Koefisien

γ1 bergantung pada elastisitas permintaan dari deposito dan pinjaman yang nantinya

akan berdampak pada perubahan suku bunga perbankan. Jika elastisitas permintaan dari deposito dan pinjaman tidak sepenuhnya elastis maka parameter γ1 akan bernilai

kurang dari 1. Nilai yang kurang dari satu menandakan bahwa bank-bank tersebut memiliki derajat kekuatan pasar (market power) (DeBondt, 2002).

Menurut Laudadio (1987), terdapat kecenderungan bahwa suku bunga perbankan dalam kondisi struktur oligopoli tidak akan merespon adanya perubahan suku bunga official dengan penuh, namun ketika struktur kompetisi bank berubah dari oligopoli menjadi persaingan sempurna maka suku bunga perbankan akan merespon penuh adanya perubahan suku bunga official. Banyak faktor yang memengaruhi adanya kekuatan pasar (market power) yaitu adanya hambatan masuk dalam sektor perbankan dikarenakan adanya regulasi tertentu seperti pembuatan regulasi yang menjadi syarat terciptanya kekuatan monopoli dan administrated pricing (Niggle, 1987). Kekuatan pasar dan permintaan yang inelastis untuk produk-produk perbankan juga dapat terjadi karena adanya switching cost dan asymmetric information .


(24)

Penyesuaian Suku Bunga Perbankan terhadap Perubahan Suku Bunga Pasar dalam Error Correction Framework

Menurut Hannan dan Berger (1991), penyesuaian biaya pada suku bunga perbankan akan merespon perubahan suku bunga pasar hanya jika biaya penyesuaian lebih rendah dibandingkan biaya untuk mengatur suku bunga perbankan pada kondisi non-ekuilibrium. Derajat kekuatan pasar (market power) dan asymmetric information cost memiliki pengaruh jangka panjang pada respon perubahan suku bunga perbankan sedangkan switching cost memiliki pengaruh dalam jangka pedek. Kurva permintaan pada jangka pendek akan lebih inelastis dibandingkan pada jangka panjang. Semakin elastis permintaan akan deposito dan pinjaman maka dibutuhkan biaya yang tinggi untuk menjaga suku bunga perbankan tidak pada kondisi ekuilibrium.

Berdasarkan penjelasan di atas menurut DeBondt (2002), cara yang paling tepat untuk menentukan respon penyesuaian suku bunga perbankan terhadap perubahan suku bunga pasar atau suku bunga official adalah dengan menggunakan error correction framework. Keuntungan utama dalam penggunaan error correction framework adalah pendekatan ini melibatkan estimasi pada keseimbangan jangka pendek dan jangka panjang diantara suku bunga perbankan dan suku bunga pasar uang atau suku bunga official (kebijakan). Model pada error correction dapat ditulis sebagai berikut :

∆brt=α1+α2∆mrt-β1(brt-1-β2mrt-1)+εt

dimana :

α2 = Pass-throughpada jangka pendek β2 = Pass-throughpada jangka panjang

(1-α2)/-β1 = Perhitungan mean lag.

Penelitian Terdahulu

Mojon (2000) melakukan penelitian mengenai derajat pass-through dari suku bunga pasar uang ke 25 suku bunga kredit dan 17 suku bunga deposito di enam negara eropa yaitu Belgia, Jerman, Perancis, Belanda, Spanyol dan Italia dengan menggunakan metode ARDL dan panel data. Penelitian ini mengestimasi data dari tahun 1979 sampai 1988 dan dari tahun 1988 sampai 1998. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa suku bunga perbankan merespon lambat adanya perubahan dari suku bunga pasar uang. Derajat pass-through suku bunga perbankan setelah 3 bulan mengalami perubahan suku bunga pasar uang nilainya masih kurang dari satu.Terdapat kecenderungan bahwa respon dari suku bunga jangka pendek lebih cepat dibandingkan dengan suku bunga jangka panjang. Penelitian yang dilakukan oleh Mojon (2000) juga memeroleh hasil bahwa adanya country asymmetries dapat diatasi dengan adanya kebijakan moneter tunggal, integrasi pasar uang dan pertumbuhan pasar surat utang.

De Bondt (2002) melakukan penelitian pada suku bunga perbankan di negara kawasan eropa dengan menggunakan metode ECM dan VAR. Dalam penelitian ini


(25)

menggunakan data bulanan dari Januari 1996 hingga Mei 2001. Di dalam penelitian ini diperoleh hasil adanya incomplete pass-through pada jangka pendek dan

completepass-throughpada jangka panjang. Speed of adjustment suku bunga pass-throughmeningkat sejak Januari 1999 dimana Monetary Union terbentuk. Terbentuknya Monetary Union mengakibatkan adanya konvergensi dalam proses

pass-through.

Espinosa-Vega dan Rebucci (2003) meneliti mengenai pass-throughsuku bunga pasar uang ke suku bunga perbankan di negara Chili, Amerika Serikat, Kanada, Australia, New Zealand dan lima negara Eropa dengan menggunakan metode ARDL. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa derajat pass-throughdi negara Chili

incomplete, namun speed of adjustment nya memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan negara negara yang menjadi fokus penelitian ini, termasuk juga negara Amerika Serikat. Penelitian ini juga menyimpulkan hasil bahwa proses pass-throughtidak dipengaruhi oleh pergantian regim nilai tukar menjadi regim mengambang pada tahun 1999 serta nominalisasi target suku bunga pada tahun 2001 di negara Chili.

Hovart, et al (2005) meneliti mengenai interest pass-throughdi negara Hungaria dengan menggunakan metode ECM dan TAR. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah suku bunga kelompok bank dan suku bunga pasar uang, dengan periode penelitian dari January 2001 sampai January 2004. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa suku bunga kredit korporasi memiliki derajat pass-through paling tinggi dalam jangka panjang dan memiliki penyesuaian tercepat dalam jangka pendek sedangkan suku bunga deposito memiliki karakteristik pass-through yang berkebalikan dengan suku bunga kredit korporasi. Dari penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa speed of adjustment dipengaruhi oleh ukuran perubahan dari suku bunga pasar uang dan jarak suku bunga perbankan dari keseimbangan jangka panjang.Selain itu adanya tanda-tanda guncangan pada imbal hasil dan volatilitas suku bunga pasar juga berkontribusi dalam besarnya speed of adjustment.

Tai, Sek, & Har (2012) melakukan penelitian mengenai interest rate pass-through dan transmisi kebijakan moneter di Asia sebelum dan sesudah terjadinya krisis pada tahun 1997 dengan menggunakan metode GLS (SUR), salah satu objek penelitiannya yaitu Negara Indonesia. Secara garis besar di Negara Indonesia, transmisi kebijakan dari suku bunga pasar uangke suku bunga kredit dan deposito membutuhkan waktu yang relatif lama serta memiliki size of pass-through yang kecil jika dibandingkan dengan Negara Malaysia dan Singapura. Hal ini menunjukan bahwa otoritas moneter di Negara Indonesia tidak dapat secara efektif mengontrol suku bunga pasarmelalui suku bunga official dalam mencapai sasaran kebijakan yang telah ditargetkan, serta adanya pasar keuangan yang tidak sempurna ditandai dengan kurangnya integrasi dalam pasar keuangan.

Hal yang membedakan penelitian mengenai analisis kebijakan moneter tehadap suku bunga perbankan di Indonesia dengan penelitian terdahulu seperti dijelaskan diatas adalah bahwa penelitian kali ini menggunakan suku bunga official yang diproksikan oleh suku bunga diskonto sebagai variabel independen dan bukan menggunakan suku bunga pasar uang serta objek pengamatan yang dilakukan adalah


(26)

kelompok bank dimana variabel yang diteliti menggunakan suku bunga kredit dan keseluruhan suku bunga deposito waktu mulai dari 1 bulan hingga 24 bulan.

Kerangka Pemikiran

Mekanisme pass-through pada suku bunga official yang diproksikan oleh suku bunga diskonto terhadap suku bunga perbankan dapat memengaruhi besaran derajat pass-through, speed of adjustment (kecepatan penyesuaian), serta mean lag

(rata-rata bulan yang diperlukan untuk mencapai pass-through dalam jangka panjang) yang berbeda-beda pada kelompok bank dimana respon dari kelompok bank dapat menjadi tolak ukur peran bank sebagai fungsi intermediasi.

Bagan berikut merupakan alur pemikiran yang digunakan untuk melihat efektifitas kebijakan moneter dengan menghitung besaran derajat pass-through, speed of adjustment (kecepatan penyesuaian), serta mean lag (rata-rata bulan yang diperlukan untuk mencapai pass-through dalam jangka panjang) pada kelompok bank di Negara Indonesia.


(27)

Gambar 2Kerangka Pemikiran

INSTRUMEN MONETER (Discount Facility)

OPERATING TARGET

HARGA ASET

NILAI

TUKAR BUNGA SUKU

KREDIT EKSPEKTASI

SUKU BUNGA PERBANKAN (Kelompok Bank)

SUKU BUNGA KREDIT (Lending Rate)

SUKU BUNGA DEPOSITO (Deposit Rate)

IMPLIKASI KEBIJAKAN

Complete pass-through (=1) Noncomplete pass-through (<1) Over pass-through (>1)

Ket :

Fokus utama Penelitian


(28)

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kelompok bank dalam bentuk deret waktu bulanan (monthly time series) periode Januari 2002 sampai dengan Desember 2012 di Negara Indonesia. Data diperoleh melalui SEKI BI (Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia) dan CEIC Macroeconomic Industry and Financial Time Series Database for Global Emerging and Developed Market. Selain itu, penulis juga melakukan studi pustaka dengan membaca jurnal, artikel internet, dan berbagai literatur lainnya yang berkaitan dan relevan dengan permasaahan yang diteliti.

Secara rinci, sumber data dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini dicantumkan dalam tabel berikut :

Tabel 3 Variabel dan Sumber Data

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Dampak perubahan suku bunga official yang diproksikan oleh suku bunga diskonto terhadap suku bunga kredit dan deposito pada kelompok bank di Negara Indonesia akan dianalisis dengan menggunakan metode ARDL (Autoregressive Distributed Lag). Proses menganalisis data dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan bantuan software atau perangkat lunak Microsoft excel 2007 dan

Eviews 6.

Analisis Autoregressive Distributed Lag (ARDL)

Metode ARDL merupakan metode yang dapat mengestimasi model regresi linear dalam menganalisis hubungan jangka panjang yang melibatkan adanya uji

No Jenis Variabel Proksi yang digunakan Sumber Data

1. Suku bunga official (suku

bunga kebijakan) Suku bunga diskonto CEIC

2. Suku bunga kredit

Average Weighted lending rate yang terdiri dari :

Working Capital Loans Group of Bank Investment Loans Group of Bank

Consumer Loans Group of Bank

SEKI BI


(29)

kointegrasi diantara variabel time series. Secara umum terdapat beberapa uji kointegrasi lain yang digunakan dalam mengestimasi hubungan jangka panjang seperti residual based Engle-Granger (1987) dan Johansen (1988) dengan prosedur

two step dan one step, metode Johansen dan Juselius (1990) test based on maximum likelihood namun uji kointegrasi yang telah disebutkan sebelumnya mensyaratkan perlunya variabel-variabel yang diestimasi terintegrasi dalam level yang sama ordo I(1) atau first difference (Enders, 2004). Untuk menghindari hal tersebut dalam penelitian ini menggunakan metode ARDL Bounds Test yang diciptakan oleh Pesaran dan Shin. Prosedur dalam ARDL diyakini dapat mengestimasi parameter dalam jangka panjang dengan tepat serta dapat mengestimasi t-statistik dengan valid (Pesaran, 1997). Menurut Hutapea (2007) dalam Marsella (2010) pendekatan ARDL dengan Bound Test Cointegration memiliki tiga buah kelebihan dibandingkan dengan metode yang sebelumnya yaitu memiliki prosedur yang lebih simple, dapat digunakan pada data short series dan tidak mensyaratkan adanya praestimasi (dapat dilakukan pada variabel I(0), I(1) ataupun kombinasi keduanya). Uji kointegrasi pada metode ini dilakukan dengan membandingkan F-statistic dengan F tabel yang telah disusun oleh Pesaran dan Pesaran (1997).

Menurut Banerjee et al (1993), Error Correction Model (ECM) dapat diturunkan dari model ARDL melalui transformasi linear sederhana. Pendekatan ARDL yang digunakan dalam melihat hubungan jangka panjang diantara variabel dapat diaplikasikan tanpa menghiraukan variabel yang diestimasi stasioner di level,

first difference dan second difference.

Dengan mengestimasi Langkah pertama yang dilakukan dalam Pendekatan ARDL Bound Test yaitu persamaan dengan menggunakan Metode Ordinary Least Square. F-statistic yang diperoleh dari metode ini akan menjelaskan ada atau tidaknya hubungan variabel jangka panjang antara variabel. Hipotesis dalam uji F ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

H0 = α1=α 2=α n=0 ; tidak terdapat hubungan jangka panjang H1= α 1≠ α 2≠ α n≠ 0 ; terdapat hubungan jangka panjang

Jika F-statistic yang diperoleh dari hasil komputasi lebih besar daripada upper critical value maka tolak H0, sehingga dalam model terdapat hubungan jangka

panjang. Sedangkan jika F-statistic yang diperoleh dari hasil komputasi lebih kecil daripada lower critical value maka tidak dapat tolak H0, sehingga dalam model tidak

terdapat hubungan jangka panjang.

Secara umum model ARDL(p,q,r,s,t) dalam persamaan jangka panjang dapat dituliskan sebagai berikut :

Yt=α0+α1t+�α2Yt-i p

i=1

+�α3X1t-i q

i=0

+�α4X2t-i r

i=0

+�α5X3t-i+�α6X4t-i t

i=0 s

i=0

+et

Pendekatan dengan menggunakan model ARDL mensyaratkan adanya lag seperti yang ada pada persamaan di atas. Menurut Juanda (2009) lag (beda waktu) dapat didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan timbulnya respon (Y) akibat suatu pengaruh (tindakan atau keputusan). Pemilihan lag yang tepat untuk model dapat


(30)

dipilih menggunakan basis Schawrtz-Bayesian Criteria (SBC), Akaike Information Criteria (AIC) atau menggunakan informasi kriteria yang lain, model yang baik memiliki nilai informasi kriteria yang terkecil. Langkah selanjutnya dalam metode ARDL yaitu mengestimasi parameter dalam jangka pendek, hal ini dapat dilakukan dengan mengestimasi model dengan Error Correction Model (ECM), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dari model ARDL kita dapat memeroleh Error Correction Mode l(ECM). Estimasi dengan Error Correction Model (ECM) berdasarkan persamaan jangka panjang diatas yaitu :

∆Yt = α0 + α1t +�ηi∆Yt-i p

i=1

+�θi∆X1t-i q

i=0

+�ϑ∆X2t-i r

i=0

+�λi∆X3t-i +�ωi∆X4t-i t

i=0 s

i=0 + υECMt-1 + et

Dimana ECTt merupakan Error Correction Term (ECT) yang dapat dituliskan

menjadi :

ECM t= Y−α0− �1t− �α2Yt-i p

i=1

-�α3X1t-i q

i=0

-�α4X2t-i r

i=0

-�α5X3t-i-�α6X4t-i t

i=0 s

i=0

Hal penting yang harus diingat dalam estimasi ECM adalah bahwa error correction term (ECT) harus bernilai negatif, nilai negatif dalam ECT menunjukan bahwa model yang di estimasi valid. Seluruh koefisien dalam persamaan jangka pendek di atas merupakan koefisien yang menghubungkan model dinamis dalam jangka pendek konvergen terhadap keseimbangan dan

merepresentasikan kecepatan penyesuaian dari jangka pendek ke keseimbangan jangka panjang. Hal ini memperlihatkan bagaimana ketidakseimbangan akibat shock di tahun sebelumnya disesuaikan pada keseimbangan jangka panjang pada tahun ini. Langkah terakhir yang dilakukan dalam metode ARDL yaitu memastikan bahwa model diestimasi tidak terkena autokorelasi, non-normalitas dan heteroskedastisitas dengan menggunakan uji yang umum dilakukan jika kita mengestimasi model dengan menggunakan metode Ordinary Least Square seperti Jarque - Bera test, Ljung-Box

test dan ARCH test pada setiap model. Selain itu, meskipun di dalam model yang diestimasi terdapat kointegrasi akan mengahasilkan hasil estimasi yang tidak menentu apabila parameter tidak konstan, untuk menguji kestabilan dalam parameter jangka panjang maka Pesaran dan Pesaran (1997) memberikan saran untuk melakukan The Cumulative Sum of Recursive Residual (CUSUM) test yang diperkenalkan oleh Brown et al (1975) (Habibullah, 2011). Hasil pengujian dari CUSUM test ini akan berupa plot garis dengan taraf nyata 5%, apabila cumulative sum berada di luar area garis maka parameter yang diestimasi tidak stabil.


(31)

Data Generating Process

Menurut Putri (2009), Data Generating Process merupakan langkah awal sebelum masuk pada tahap estimasi dan analisis model. Pada tahap ini akan dilakukan berbagai pengujian pra-estimasi meliputi pengujian akar unit (unit root

test), penetapan lag optimal, dan uji kointegrasi. Pengujian Stasioneritas Data

Menurut Gujarati (2004) asumsi yang mendasari dalam penggunaan data time series yaitu stasioneritas dimana nilai rata-rata dan varian konstan sepanjang waktu. Metode yang digunakan dalam menguji stasioneritas data pada penelitian kali ini adalah Augmented Dickey Fuller-Test (ADF-Test) dan Phillips-Perron Test (PP) dengan taraf nyata sepuluh persen. Uji stastioneritas data dengan menggunakan

ADF-Testdimulai dari proses autoregresi order pertama AR(1) yaitu

Yt=ρYt-1+μt -1≤ρ≤1

dimana μt adala white noise error term dengan mean nol dan varians konstan

Persamaan diatas merupakan random walk without drift. Jika nilai ρ=1 maka persamaan di atas mengandung akar unit root atau tidak stasioner. Mengatasi ketidakstasioneran pada persamaan tersebut dapat dilakukan memodifikasi persamaan diatas dengan mengurangi sioneran pada persamaan tersebut dapat dilakukan memodifikasi persamaan diatas dengan mengurangi Yt-1 pada kedua sisi persamaan,

sehingga persamaan menjadi :

Yt-Yt-1 = ρYt-1 - Yt-1+μt

= (ρ-1)Yt-1 + μt

Persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut :

∆Yt = δYt-1 + μt

dimana δ = (ρ=1) dan ∆ merupakan penanda dari adanya first difference.

Hipotesis pada persamaan diatas yaitu

H0 : δ = 0 , persamaan tersebut tidak stasioner

H1 : δ≠ 0 , persamaan tersebut stasioner

sehingga apabila probabilitas (taraf nyata 1 persen, 5 persen, atau 10 persen) menyatakan menolak H0 artinya data time series tersebut stasioner, begitu juga

sebaliknya.

ADF Test merupakan uji stasioneritas data yang mengasumsikan bahwa �t

(error term) memiliki korelasi. Dalam uji ini dilakukan adanya penambahan nilai lag pada variabel dependen ∆Yt. Persamaan pada ADF Test dapat ditulis sebagai berikut :

∆Yt = β1 + β2t + δYt-1 +� αi∆Yt-i + εt m

i=1

dimanaεt merupakan pure white noise error term dan ∆Yt-1 = (Yt-1-Yt-2), ∆Yt-2 = (Yt-2-Yt-3) dan seterusnya. Sedangkan Phillips Perron test menggunakan

metode statistik nonparametrik untuk menghilangkan adanya autokorelasi pada error term tanpa menambahkan lag yang berbeda (Gujarati, 2004). DF Test dan PP Test


(32)

memiliki hipotesis yang sama dimana H0:δ=0persamaan tersebut tidak stasioner dan

hipotesis alternatifnya H1 : δ≠ 0persamaan tersebut stasioner.

Pada uji stasioner ini digunakan automatic lag selection berdasarkan criteria

Schwarz Information Criterion (SIC) dengan maksimum lag berjumlah 12. Jika nilai t-ADF atau nilai t-PP lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon, maka dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan bersifat stasioner (tidak mengandung akar unit). Pengujian data pada penelitian dilakukan pada orde I(0) dan I(1) dengan menambahkan exogenous regressor individual intercept, individual intercept dan

trend serta no intercept dan trend. Jika data stasioner pada I(2) maka uji kointegrasi yang akan dilakukan setelah uji stasioneritas ini tidak dapat diaplikasikan.

Pengujian Kointegrasi

Pada metode ARDL uji kointegrasi yang digunakan yaitu Bound Testing Cointegration. Tahapan pertama yang dilakukan pada Bound Test yaitu mengestimasi setiap model dengan menggunakan metode Ordinary Least Square dan melakukan uji dengan menggunakan F-statistic atau uji Wald. Uji ini didasari oleh Dicky Fuller type regression yang biasa digunakan untuk menguji lag tiap level variabel pada error correction model (ECM) (Pesaran et al, 2001). Jika F-statistic yang diperoleh dari hasil komputasi lebih besar daripada upper critical value maka variabel dalam model terkointegrasi. Jika F-statistic yang diperoleh dari hasil komputasi lebih kecil daripada lower critical value maka variabel dalam model tidak terkointegrasi. Sedangkan jika F-statistic yang diperoleh berada pada lower critical value dan upper critical value maka perlu dilakukan Johansen Cointegration Test. Persamaan matematis dari Johansen Cointegration Test dapat ditulis sebagai berikut :

∆yt = β0 + Πyt-1+� ΓiΔyt-1 + εt p

i=1

Jika trace statistic > critical value (MacKinnon-Haug-Michelis p-values) maka persamaan tersebut terkointegrasi.Dengan demikian hipotesis nul-nya (H0)

adalah non-kointegrasi dan hipotesis alternatifnya (H1) adalah kointegrasi. Sehingga

jika trace statistic > critical value, maka H0 ditolak atau dengan kata lain menerima

H1 yang artinya dalam model terdapat hubungan kointegrasi.

Penetapan Lag Optimal

Penetapan lag optimal dilakukan untuk mengetahui kombinasi lag pada model ARDL (p,q). Lag optimal dipilih berdasarkan basis Akaike Information Criterion

(AIC), Schwarz Bayesian Criterion (SC), serta Hannan Quinn Criterion (HQ).

Menurut Pesaran dan Shin (1997) ARDL-AIC dan ARDL-SC memiliki kemampuan yang hampir sama dalam sampel yang kecil dengan ARDL-SC menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam mayoritas eksperimen yang dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa Schwartz Criteria merupakan kriteria pemilihan model yang konsisten ketika Akaike Criteria tidak konsisten. Penentuan lag optimum dilakukan dengan memilih nilai kriteria yang paling kecil. Perhitungan nilai kriteria dalam model dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut


(33)

Tabel 4 Cara Perhitungan Nilai Kriteria Model Information Criterion Definition

Akaike (AIC) -2(l/T) + 2k/T

Schwarz (SIC) -2(l/T) +klog(T)/T

Hannan-Quinn (HQ) -2(l/T) + 2klog(log(T))/T

dimana

l = nilai log dari fungsi likelihood k = parameter yang diestimasi

T = banyaknya pengamatan. Perhitungan Derajat Pass-through

Dalam menghitung besaran derajat pass-through, speed of adjustment

(kecepatan penyesuaian), serta mean lag (rata-rata bulan yang diperlukan untuk mencapai pass-through dalam jangka panjang) metode yang digunakan mengacu pada Espinosa-Vega dan Rebucci (2003) dimana perhitungan parameter yang diestimasi berasal dari persamaan pada error correction model yang diperoleh dari hasil estimasi menggunakan metode ARDL. Perhitungan derajat pass-through pada penelitian kali ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian perumusan model penelitian.

Metode Evaluasi Model

Ketika pemilihan lag optimum sudah selesai dilakukan, maka kita telah mengetahui struktur model dalam ARDL sehingga harus dilakukan evaluasi terhadap model estimasi yang telah dihasilkan. Evaluasi yang dilakukan berdasarkan tiga kriteria sebagai berikut :

1 Kriteria Ekonometrika 2 Kriteria Statistik 3 Kriteria Ekonomi 1 Kriteria Ekonometrika

Model estimasi regresi linear harus mengahsilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) antara lain sebagai berikut (Gujarati, 2004):

a. Estimator linear artinya estimator merupakan fungsi linear atas variabel dependen pada model regresi.

b. Estimator tidak bias artinya nilai ekspektasi sesuai dengan nilai yang sebenarnya.

c. Estimator harus mempunyai varians yang minimum. Estimator yang tidak bias dan memiliki varians minimum disebut estimator yang efisien.


(34)

Estimasi pada model tidak akan memenuhi kriteria BLUE jika melanggar beberapa asumsi antara lain sebagai berikut :

1) Normalitas

Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term

berdistribusi normal atau tidak. Jika asumsi normalitas tidak terpenuhi maka prosedur pengujian dengan menggunakan uji t-statistic menjadi tidak sah. Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan Jarque Bera Test. Hipotesis dalam uji normalitas adalah :

H0 : Residual berdistribusi normal

H1 : Residual tidak berdistribusi normal

Dasar penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque Bera dengan taraf nyata sebesar 5 persen, dimana jika nilai Jarque Bera Test

lebih besar dari taraf nyata 5 persen menandakan H0 tidak ditolak dan residual

berdistribusi normal. 2) Heteroskedastisitas

Merupakan salah satu pelanggaran asumsi dimana varians error tidak konstan. Menurut Gujarati (2004) adanya heteroskedastisitas dapat menyebabkan terjadinya hal-hal sebagai berikut :

a) Dugaan parameter koefisien regresi tetap tidak bias dan masih konsisten, tetapi standar error nya dapat bias ke bawah.

b) Perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena varians tidak minimum sehingga dapat menghasilkan estimasi regresi yang tidak efisien.

c) Uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-statistic tidak dipercaya.

Cara mendeteksi adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisitas dalam metode ARDL sama dengan metode OLS karena basis estimasi metode kedua model tersebut sama. Pendeteksian adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Pagan, uji Goldfeld-Quandt, serta uji White. Pada penelitian kali ini uji heteroskedastisitas menggunakan uji White.

3) Autokorelasi

Autokorelasi merupakan pelanggaran asumsi yang terjadi ketika adanya korelasi serial antara sisaan (εt) dimana sisaan menyebar bebas atau Cov(εi,εj) = E(εi,εj) = 0 untuk semua i ≠j dan dikenal sebagai bebas serial (serial independence). Masalah autokorelasi akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akanunderestimate, sehingga R2 akan memiliki nilai yang besar tetapi uji t-statistic dan uji F-statistic

menjadi tidak valid.

Mendeteksi adanya masalah autokorelasi yang paling umum dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson statistic pada model dibandingkan dengan nilai DW tabel. Metode ARDL menggunakan model regresi dimana terdapat peubah bebas yang merupakan lag respons (Yt-1) maka nilai statistik uji DW sering mendekati 2


(35)

pendeteksian autokorelasi dengan menggunakan Durbin-Watson statistic. Oleh karena itu, pendeteksian autokorelasi pada penelitian ini menggunakan Breush Pagan LM Test.

Uji normalitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas dapat dikategorikan ke dalam diagnostic test. Pada metode ARDL Cumulative Sum of Recursive Residual

(CUSUM) test dan Ramsey’s RESETtestjuga dimasukkan ke dalam diagnostic test. Berikut penjelasan dari CUSUM test dan Ramsey’s RESET test.

4) The Cumulative Sum of Recursive Residual (CUSUM) test

Pada metode ARDL CUSUM test dilakukan untuk melihat apakah parameter yang diestimasi stabil atau tidak pada taraf nyata 5%. Jika cumulative sum berada diantara plot garis dengan taraf nyata 5% maka parameter yang diestimasi dalam model stabil.

5) Uji Functional Form

Uji functional form dilakukan dengan menggunakan Ramsey’s Reset test. Reset

merupakan singkatan dari regression specification error testyang diperkenalkan oleh Ramsey pada tahun 1969. Uji ini dapat mengoreksi adanya jenis-jenis error yang dapat terjadi sebagai berikut :

a) Omitted variables, adanya variabel-variabel yang seharusnya dimasukan ke dalam model, dikeluarkan karena alasan-alasan tertentu (misalnya penyederhanaan, atau data sulit diperoleh dan lain-lain).

b) Incorrect functional form,adanya beberapa atau keseluruhan variabel di Y dan X yang akan ditransformasikan ke dalam bentuk log, resiprokal atau dengan berbagai cara yang lain yang asumsi bentuknya salah.

c) Korelasi antara variabel X dan error, yang disebabkan kesalahan pengukuran pada variabel X, atau adanya lag pada variabel Y serta adanya autokorelasi. Hipotesis dalam Ramsey RESET testyaitu :

H0 : ϵ ~ N(0,δ2I), dimana vektor error berdistribusi normal.

H1: ϵ ~ N(µ,δ2I) µ ≠ 0, dimana vektor error tidak berdistribusi normal.

2 Kriteria Statistik

Evaluasi model berdasarkan kriteria statistik dilakukan dengan beberapa pengujian antara lain sebagai berikut :

aKoefisien Determinasi (R2)

Nilai R2 digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat variabel independen yang digunakan dalam penelitian dapat menjelaskan variabel dependen. Nilai tersebut menunjukkan sebarapa dekat garis regresi yang kita estimasi dengan data sesungguhnya. Nilai R2 terletak antara nilai nol hingga satu dimana semakin mendekati satu maka model akan semakin baik.

b Uji F-statistic

Uji F-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel indepeden yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen.Nilai F-statistic yang besar lebih baik dibandingkan dengan


(36)

F-statistic yang rendah. Nilai Prob(F-statistic) merupakan tingkat signifikansi marginal dari F-statistic. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut :

H0 : β1=β2=….=βk=0

H1 : minimal ada salah satu βj yang tidak sama dengan nol

Tolak H0 jika F-statistic>Fα(k-1,n-k) atau Prob(F-statistic) < α. Jika H0 ditolak,

maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan di dalam model secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen.

c Uji t-statistic

Uji t-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut :

H0 : βj = 0

H1 : βj≠ 0

Tolak H0 jika t-statistic>tα/2(n – k) atau t-statistic<t-tabel. Jika H0 ditolak, maka

artinya dengan tingkat keyakinan 1-α dapat disimpulkan bahwa variabel independen ke-i secara parsial memengaruhi variabel dependen.

3 Kriteria Ekonomi

Evaluasi model estimasi pada metode ARDL dilakukan dengan membandingkan kesesuaian tanda dan nilai estimator dengan teori ekonomi atau fakta yang terjadi (dapat dilihat dari tren data) serta kesesuaian dengan logika.

Perumusan Model Penelitian

Pada penelitian kali ini, penulis akan meneliti mengenai dampak perubahan suku bunga official (suku bunga kebijakan) yang diproksikan oleh suku bunga diskonto terhadap suku bunga kredit dan deposito pada kelompok bank di Negara Indonesia yang meliputi speed of adjustment (kecepatan penyesuaian) derajat pass-through of interest serta mean lag. Model yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti penelitian Espinosa-Vega dan Rebucci (2003) yaitu :

(1) Lendt = α0 + α1t +∑ α2 p

i=1 Lendt-i + ∑ α3 q

i=0 DRt-i + α4DRt

(2) Depositt = α0 + α1t + ∑pi=1α2Depositt-i + ∑qi=0α3DRt-i + α4DRt

(3) Deposit3t = α0 + α1t +∑pi=1α2Deposit3t-i + ∑qi=0α3DRt-i + α4DRt

(4) Deposit6t = α0 + α1t +∑pi=1α2Deposit6t-i +∑qi=0α3DRt-i + α4DRt

(5) Deposit12t = α0 + α1t +∑ α2 p

i=1 Deposit12t-i + ∑ α3 q

i=0 DRt-i + α4DRt

(6) Deposit24t = α0 + α1t +∑pi=1α2Deposit24t-i +∑qi=0α3DRt-i+α4DRt

Berdasarkan Hendry (1995), kita dapat mengestimasi ARDL ke dalam Error Correction Model sebagai berikut :

(7) ∆Lendt = α4∆DRt + β2(∑ Lendt-i p

i=1 - β0 - β1t -∑ β3 q

i=0 DRt-i) (8) ∆Depositt = α4∆DRt + β2(∑pi=1Depositt-i- β0 - β1t -∑qi=0β3DRt-i)


(37)

(9) ∆Deposit3t = α4∆DRt + β2(∑pi=1Deposit3t-i- β0 - β1t -∑qi=0β3DRt-i)

(10) ∆Deposit6t = α4∆DRt + β2(∑ Deposit6t-i p

i=1 - β0 - β1t -∑ β3 q

i=0 DRt-i)

(11) ∆Deposit12t= α4∆DRt + β2(∑pi=1Deposit12t-i- β0 - β1t -∑qi=0β3DRt-i)

(12) ∆Deposit24t= α4∆DRt + β2(∑pi=1Deposit24t-i- β0 - β1t -∑qi=0β3DRt-i)

Dimana

(13) β0 = α0⁄(1-α2) , β1 =α1⁄ (1-α2) , β2 = (α2-1) , β3=(α4+α3)⁄(1-α2)

(14) Mean lag : (1-α4)/β2

Keterangan :

Lendt = Suku bunga kredit untuk bulan ke t

Deposit6t = Suku bunga deposito 6 bulan untuk bulan ke t

Deposit12t = Suku bunga deposito 12 bulan untuk bulan ke t

Deposit24t = Suku bunga deposito 24 bulan untuk bulan ke t

DRt = Suku bunga diskonto untuk bulan ke t

Lendt-i = lag suku bunga kredit pada kelompok bank i berdasarkan

periode sebelumnya

Deposit6t-i = lag suku bunga deposito bulan ke 6 pada kelompok bank i

berdasarkan periode sebelumnya

Deposit12t-i = lag suku bunga deposito bulan ke 12 pada kelompok bank i

berdasarkan periode sebelumnya

Deposit24t-i = lag suku bunga deposito bulan ke 24 pada kelompok bank i

berdasarkan periode sebelumnya

DRt-i = lag suku bunga diskonto pada kelompok bank i berdasarkan

periode sebelumnya

� = kelompok negara

� = periode waktu (bulan)

�4 = Degree of pass-through terhadap perubahan kebijakan moneter dalam jangka pendek

�2 = Speed of adjustment terhadap perubahan kebijakan moneter dalam jangka panjang

�3 = Degree of pass-through terhadap perubahan kebijakan moneter dalam jangka panjang

Mean Lag = Rata-rata bulan yang diperlukan untuk mencapai pass through dalam jangka panjang

Keterangan :

1 Complete pass-through, jika nilai derajat pass-through sama dengan satu (=1). 2 Incomplete pass-through, jika nilai nilai derajat pass-through lebih kecil dari

satu (<|1|).

3 Over pass-through, jika nilai nilai derajat pass-through lebih besar dari satu (>|1|).


(38)

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Suku Bunga Perbankan di Indonesia

Gambar 2 di bawah ini merupakan kumpulan grafik antara suku bunga diskonto, suku bunga kredit dan deposito pada kelompok bank dari tahun 2002 hingga tahun 2012. Grafik yang berwarna merah menunjukkan suku bunga diskonto sebagai proksi dari kebijakan moneter di Indonesia. Terlihat dari grafik bahwa selama tahun 2002 Bank Indonesia sebagai otoritas moneter melakukan penurunan kebijakan suku bunga yang bertujuan untuk memberikan stimulus perekonomian melalui pemulihan intermediasi dan peningkatan ekspektasi pelaku usaha terhadap membaiknya prospek pemulihan ekonomi (confidence channel) yang nantinya akan berdampak pada peningkatan penggunaan sumber-sumber pendanaan baik melalui sektor perbankan maupun pasar modal (Bank Indonesia, 2002). Sedangkan pada tahun 2005 suku bunga mulai mengalami kenaikan karena Bank Indonesia menetapkan kebijakan moneter yang cenderung ketat (tight biased), hal ini dipicu oleh adanya tekanan inflasi akibat kenaikan harga BBM yang ditetapkan pemerintah rata-rata sebesar 29% pada tanggal 1 Maret 2005 (Bank Indonesia, 2005).

Tahun 2006 hingga tahun 2007 suku bunga diskonto sebagai proksi kebijakan moneter mengalami penurunan, namun pada kurun waktu tahun 2008 suku bunga kembali mengalami kenaikan karena krisis global yang berawal di Amerika Serikat pada tahun 2007, mulai semakin dirasakan dampaknya seluruh dunia, termasuk negara berkembang pada tahun 2008. Secara relatif, posisi Indonesia sendiri secara umum bukanlah yang terburuk diantara negara-negara lain. Perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh sebesar 6,1% pada 2008 (Bank Indonesia, 2008).

Sepanjang tahun 2009, Bank Indonesia dan Pemerintah menempuh berbagai kebijakan lanjutan untuk meredam dampak tekanan global terhadap perekonomian domestik. Sejumlah langkah kebijakan diarahkan untuk menjaga kepercayaan pelaku ekonomi baik di sektor keuangan maupun sektoral, mengatasi permasalahan likuiditas perbankan, dan memperkuat kembali momentum pertumbuhan ekonomi. Kebijakan juga ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan agar tetap mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan. Pada sektor moneter, Bank Indonesia menerapkan pelonggaran kebijakan moneter sehingga suku bunga official mengalami penurunan dengan besaran yang berbeda dalam tiga episode (Bank Indonesia, 2009). Pada tahun 2010 sampai 2012 di tengah perekonomian dunia yang cukup melambat akibat krisis global tahun 2008/2009, perekonomian Indonesia tumbuh terbilang cukup tinggi dengan kisaran 6,2%. Hal ini terlihat dari suku diskonto yang mengalami penurunan dari tahun 2009 dan cenderung konstan hingga akhir tahun 2012.

Secara umum, adanya perubahan suku bunga diskonto tidak direspon dengan baik oleh suku bunga kredit pada tiap kelompok bank. Penurunan pada suku bunga kredit akibat respon dari penurunan suku bunga diskonto, mengindikasikan bahwa ada time lag dalam transmisi kebijakan dalam jalur suku bunga. Masih lambatnya penurunan suku bunga kredit disebabkan masih tingginya persepsi risiko perbankan


(39)

terhadap penyaluran kredit yang bersifat jangka panjang sehingga menyebabkan perbankan belum bisa optimal dalam menyalurkan kredit.

Ketika suku bunga diskonto mengalami penurunan pada kisaran tahun 2004 dan 2005 suku bunga kredit pada bank persero tetap berada jauh di atas, sehingga gap antara suku bunga diskonto dan suku bunga kredit cukup jauh. Sedangkan ketika suku bunga diskonto berubah suku bunga deposito 1, 3,6, 12 dan 24 bulan berusaha menyesuaikan perubahan yang terjadi seperti yang terlihat pada grafik meskipun terkadang pada periode tertentusuku bunga deposito 24 bulan mengalami kenaikan dan penurunan signifikan terlihat pada grafik pada bank swasta nasional dan bank asing dan campuran. Grafik suku bunga pada kelompok bank di bawah ini juga dapat memerlihatkan bahwa interest spread antara suku bunga kredit dan deposito masih tergolong lebar.

Sumber : Bank Indonesia (diolah)

Gambar 3 Pergerakan Suku Bunga Diskonto, Suku Bunga Kredit dan Deposito berdasarkan Kelompok Bank


(40)

Gambaran Umum Kelompok Bank di Indonesia

Bank adalah lembaga intermediasi yang meminjam dana dari masyarakat dengan cara menerima tabungan dan deposito atau menerbitkan saham mereka sendiri dan memegang surat berharga atau aset keuangan yang diterbitkan oleh pihak lain. Freixas dan Rochet dalam Rani (2012) mendefinisikan bank sebagai lembaga yang operasinya terdiri dari menyalurkan pinjaman dan menerima deposito dari masyarakat sehingga kredit dan deposito merupakan hal penting yang mencakup kombinasi fungsi intermediasi bank dalam meminjam dan meminjamkan dana kepada masyarakat.

Di Indonesia total keseluruhan bank berjumlah 120 yang terdiri dari 4 bank persero, 26 bank pemerintah daerah, 31 bank swasta nasional devisa, 33 bank swasta nasional non devisa, 17 bank campuran serta 10 bank asing (Ekofin, 2009). Banyaknya jumlah bank di Indonesia tidak serta merta menciptakan iklim kompetitif dalam persaingan antarbank yang akan berdampak pada kinerja bank yang merespon perubahan kebijakan moneter. Menurut penelitian Anne dan Mulyaningsih (2011) memaparkan bahwa pasar terkosentrasi pada beberapa bank.Bank-bank besar mengontrol pangsa pasar yang substansial. Hal ini mengindikasikan bahwa bahwa struktur perbankan di Indonesia berada dalam struktur pasar oligopoli dominan.

Struktur pasar oligopoli bank umum merupakan struktur pasar yang terdiri dari beberapa bank umum yang mendominasi pasar dan memiliki kemampuan untuk memengaruhi harga (misal tingkat suku bunga tabungan) dalam industri perbankan. Dalam struktur oligopoli hanya ada beberapa penjual (bank), apabila salah satu bank tersebut melakukan sesuatu, hal itu akan memengaruhi pasar. Struktur pasar seperti ini akan menyebabkan tidak adanya tekanan persaingan karena berpeluang menciptakan kolusi untuk menentukan harga dan jumlah produksi, dan kinerjanya tidak seimbang.

Banyaknya bank di Indonesia dapat dikelompokan berdasarkan kepemilikan, kelompok bank dibagi menjadi 4 yaitu kelompok bank persero, pemerintah daerah, swasta nasional serta asing dan campuran sedangkan jika dilihat dari ruang lingku usahanya bank swasta nasional dibagi lagi menjadi dua yaitu bank swasta devisa dan non devisa. Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi khususnya dalam penyaluran kredit mempunyai peranan penting bagi pergerakan roda perekonomian secara keseluruhan dan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi, dimana pada level ekonomi makro bank merupakan alat dalam menetapkan kebijakan moneter sedangkan pada level mikro bank merupakan sumber utama pembiayaan bagi para pengusaha maupun individu (Konch dalam Siringoringo 2012).

Dalam menunjang kegiatan pokok bank yang berupa pemberian kredit kepada masyarakat bank melakukan penghimpunan dana salah satunya melalui simpanan berjangka atau deposito. Pengertian deposito menurut pasal 1 ayat 7 Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Deposito memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan tabungan dan simpanan giro yang juga merupakan instrumen bank dalam menghimpun dana masyarakat yaitu bank memiliki kepastian mengenai dana yang ada di bank akan


(41)

ditarik oleh deposan sehingga pihak bank dapat mengantisipasi penarikan dana tersebut dengan menyediakan dana dalam jumlah dan waktu tertentu. Pihak bank cenderung menawarkan tingkat bunga deposito yang relatif lebih tinggi dengan tujuan untuk menarik nasabah menyimpan kelebihan dana yang dimiliki kedalam bentuk deposito. Adanya keungulan dalam menghimpun dana melalui instrumendeposito menyebabkan mayoritas komposisi dana pihak ketiga didominasi oleh deposito. Komposisi dana pihak ketiga pada setiap kelompok bank dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5 Komposisi DPK Bank Persero

Tabel 6 Komposisi DPK Bank Pemerintah Daerah

2005 2007 2009 2011*

Giro (milliar) Nominal

50,674 69,289 63,848 88,395

Share

59.42 51.60 41.94 37.57

Deposito (milliar) Nominal

17,502 31,792 44,673 79,521

Share

20.52 23.67 29.34 33.80

Tabungan (milliar) Nominal

17,107 33,205 43,728 67,349

Share

20.06 24.73 28.72 28.63

2005 2007 2009 2011*

Giro (milliar)

Nominal 94,322 146,613 172,602 242,863

Share 21.86 25.68 22.03 23.37

Deposito (milliar)

Nominal 200,719 215,871 332,201 401,023

Share 46.53 37.81 42.41 38.59

Tabungan (milliar)

Nominal 136,356 208,524 278,581 395,371

Share 31.61 36.52 35.56 38.04

Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, 2011 Ket : * per Desember


(42)

Tabel 7 Komposisi DPK Bank Swasta Nasional Devisa

2005 2007 2009 2011*

Giro (milliar)

Nominal 91,163 128,178 153,929 225,371

Share 19.70 21.12 19.71 19.18

Deposito (milliar)

Nominal 248,892 294,304 372,792 561,419

Share 53.79 48.49 47.73 47.78

Tabungan (milliar)

Nominal 122,692 184,450 254,350 388,167

Share 26.51 30.39 32.56 33.04

Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, 2011 Ket : * per Desember

Tabel 8 Komposisi DPK Bank Swasta Nasional Non Devisa

2005 2007 2009 2011*

Giro (milliar)

Nominal 1,798 2,195 2,184 3,634

Share 8.18 7.20 4.97 4.37

Deposito (milliar)

Nominal 18,052 25,103 37,635 69,180

Share 82.17 82.33 85.57 83.25

Tabungan (milliar)

Nominal 2,120 3,194 4,161 10,281

Share 9.65 10.48 9.46 12.37

Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, 2011 Ket : * per Desember

Tabel 9Komposisi DPK Bank Campuran (Milyar Rp)

2005 2007 2009 2011*

Giro (milliar)

Nominal 11,544 13,267 21,472 25,201

Share 33.48 24.15 22.66 22.73

Deposito (milliar)

Nominal 22,563 40,196 65,871 67,253

Share 65.43 73.17 69.51 60.66

Tabungan (milliar)

Nominal 376 1,471 7,418 18,411

Share 1.09 2.68 7.83 16.61


(43)

Tabel 10 Komposisi DPK Bank Asing (Milyar Rp)

Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, 2011 Ket : * per Desember

Terlihat pada tabel5 hingga tabel 10 diatas bahwa deposito memiliki share yang paling besar diantara instrumen dana pihak ketiga lainnya di setiap kelompok bank. Meskipun dari tahun 2009 ke tahun 2011 share deposito pada kelompok bank persero dan bank asing dan campuran mengalami penurunan sedangkan share pada bank pemerintah daerah dan bank swasta nasional devisa maupun non devisa mengalami peningkatan. Hal ini di tandai dengan adanya peningkatan pada suku bunga deposito pada kelompok bank tersebut pada tahun 2011 dimana suku bunga deposito dengan berbagai jangka waktu yang ditawarkan berkisar 7%. Besarnya deposito tiap kelompok bank dengan berbagai jangka waktu dapat dilihat pada tabel 11 berikut :

Tabel 11 Jumlah Deposito Berdasarkan Jangka Waktu (Milyar Rp)

Jangka Waktu

Simpanan 2002 2005 2007 2008 2009 2011 2012*

1 Bulan

Bank Persero 115,329 145,908 158,921 200,048 214,339 264,463 269,889 BUSN Devisa 133,119 208,000 226,176 267,452 248,108 355,581 369,613 BUSN Non Devisa 7,967 14,246 14,280 18,654 21,026 36,567 43,915

BPD 6,296 11,113 17,362 21,704 21,377 47,196 37,981 Bank Campuran 10,015 16,895 28,956 38,786 53,936 42,922 47,137 Bank Asing 25,609 43,597 41,601 42,186 30,606 37,559 37,326

Total 298,335 439,758 487,296 588,830 589,391 784,288 805,861

3 Bulan

Bank Persero 46,838 29,808 29,114 33,016 56,022 67,758 77,412 BUSN Devisa 22,465 23,813 31,900 45,829 71,672 117,483 141,812 BUSN Non Devisa 4,211 2,426 4,449 4,859 11,654 18,991 22,133

BPD 2,305 3,290 5,535 5,942 9,435 14,386 12,228 Bank Campuran 1,186 2,793 6,521 8,505 8,235 12,696 13,249

2005 2007 2009 2011*

Giro (milliar)

Nominal 31,911 46,009 51,854 67,181

Share 34.66 40.65 44.10 47.49

Deposito(milliar)

Nominal 57,305 59,443 48,537 55,572

Share 62.25 52.52 41.28 39.28

Tabungan(milliar)

Nominal 2,841 7,730 17,203 18,721


(44)

Bank Asing 3,445 7,466 9,142 14,476 11,338 12,224 12,635

Total 80,449 69,595 86,661 112,626 168,356 243,538 279,469

6 Bulan

Bank Persero 14,183 8,952 7,443 19,728 21,713 25,472 40,609 BUSN Devisa 4,347 6,619 14,667 21,360 22,326 45,331 66,377 BUSN Non Devisa 501 664 3,030 1,697 2,825 11,284 15,658 BPD 561 1,413 1,884 1,999 3,981 12,564 13,522 Bank Campuran 291 1,188 3,166 3,046 2,091 7,601 11,585 Bank Asing 1,234 2,170 5,259 4,594 3,380 3,664 5,020

Total 21,117 21,006 35,448 52,425 56,316 105,916 152,771

12 Bulan

Bank Persero 15,676 12,043 17,071 27,920 39,498 43,334 58,204 BUSN Devisa 4,417 10,084 20,408 20,075 21,059 41,702 49,382 BUSN Non Devisa 1,136 705 3,312 2,261 2,123 2,337 4,771

BPD 1,622 1,655 6,811 5,259 9,689 5,408 21,885 Bank Campuran 300 1,208 1,123 3,659 1,565 5,423 6,684

Bank Asing 1,146 3,290 2,519 2,784 2,944 2,123 2,329

Total 24,297 28,986 51,244 61,958 76,879 100,327 143,255

Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, 2012 Ket : * per Desember

Terlihat dari tabel 11 bahwa berdasarkan jangka waktu, deposito satu bulan merupakan deposito dengan jumlah terbesar yang berhasil diperoleh oleh bank. Hal ini menandakan bahwa terdapat kecenderungan sumber pembiayaan kredit bank bergantung pada deposito dengan term jangka pendek.

Jika melihat dari sisi penyaluran kredit pada setiap kelompok bank, maka penyaluran kredit yang terkait dengan penelitian ini adalah penyaluran kredit berdasarkan jenis penggunaan yang dibagi menjadi 3 yaitu kredit modal kerja, kredit investasi sedangkan kredit konsumsi. Berikut merupakan tabel yang merangkum besarnya kredit yang disalurkan berdasarkan kelompok bank.

Tabel 12 Kredit Bank Persero berdasarkan Jenis Penggunaan (Milyar Rp)

Sektor Ekonomi 2002 2005 2007 2009 2011*

Total Modal Kerja 76,404 122,724 188,052 269,867 407,101 Total Investasi 44,776 61,413 73,733 118,994 135,196 Total Konsumsi 29,453 72,276 94,366 156,009 234,535

Total 150,633 256,413 356,151 544,870 776,833


(1)

114

CUSUM

Test

Hasil Estimasi Model Deposit6-DR Lag 2.1

Dependent Variable: DEPOSIT6 Method: Least Squares

Date: 05/24/13 Time: 15:14

Sample (adjusted): 2002M03 2012M12 Included observations: 130 after adjustments

Newey-West HAC Standard Errors & Covariance (lag truncation=4)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. DEPOSIT6(-1) 1.489840 0.082261 18.11110 0.0000 DEPOSIT6(-2) -0.544951 0.077950 -6.991022 0.0000 DR 0.309980 0.064263 4.823588 0.0000 DR(-1) -0.253433 0.063191 -4.010573 0.0001 C -0.142761 0.098312 -1.452121 0.1490 @TREND 0.001536 0.000599 2.562691 0.0116 R-squared 0.989652 Mean dependent var 8.023154 Adjusted R-squared 0.989235 S.D. dependent var 1.915644 S.E. of regression 0.198755 Akaike info criterion -0.348429 Sum squared resid 4.898460 Schwarz criterion -0.216081 Log likelihood 28.64787 Hannan-Quinn criter. -0.294651 F-statistic 2371.887 Durbin-Watson stat 2.377983 Prob(F-statistic) 0.000000

-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40

03 04 05 06 07 08 09 10 11 12


(2)

115

Model Deposit12-DR

Uji Normalitas

Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 30.15438 Prob. F(14,116) 0.0000 Obs*R-squared 102.7631 Prob. Chi-Square(14) 0.0000 Scaled explained SS 1120.231 Prob. Chi-Square(14) 0.0000

Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 2.053107 Prob. F(1,125) 0.1544 Obs*R-squared 2.116887 Prob. Chi-Square(1) 0.1457

Uji

Functional Form

Ramsey RESET Test:

F-statistic 9.559850 Prob. F(1,125) 0.0025 Log likelihood ratio 9.654090 Prob. Chi-Square(1) 0.0019

0 10 20 30 40 50 60

-1 0 1 2 3

Series: Residuals

Sample 2002M02 2012M12 Observations 131

Mean -3.02e-15 Median -0.032892 Maximum 3.189281 Minimum -1.332802 Std. Dev. 0.433541 Skewness 2.815352 Kurtosis 24.56686

Jarque-Bera 2711.888 Probability 0.000000


(3)

116

CUSUM

Test

Hasil Estimasi Model Deposit12-DR Lag 1.1

Dependent Variable: DEPOSIT12 Method: Least Squares

Date: 05/24/13 Time: 15:17

Sample (adjusted): 2002M02 2012M12 Included observations: 131 after adjustments

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. DEPOSIT12(-1) 0.930679 0.023008 40.44992 0.0000 DR 0.697162 0.368304 1.892895 0.0607 DR(-1) -0.609660 0.364523 -1.672487 0.0969 C -0.256173 0.252339 -1.015192 0.3120 @TREND 0.001776 0.001410 1.259068 0.2103 R-squared 0.967134 Mean dependent var 9.061450 Adjusted R-squared 0.966091 S.D. dependent var 2.391442 S.E. of regression 0.440369 Akaike info criterion 1.235012 Sum squared resid 24.43450 Schwarz criterion 1.344752 Log likelihood -75.89328 Hannan-Quinn criter. 1.279604 F-statistic 926.9517 Durbin-Watson stat 1.755169 Prob(F-statistic) 0.000000

-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40

03 04 05 06 07 08 09 10 11 12


(4)

117

Model Deposit24-DR

Uji Normalitas

Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 3.977377 Prob. F(14,115) 0.0000 Obs*R-squared 42.41087 Prob. Chi-Square(14) 0.0001 Scaled explained SS 121.7105 Prob. Chi-Square(14) 0.0000

Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 2.288294 Prob. F(2,123) 0.1057 Obs*R-squared 4.663523 Prob. Chi-Square(2) 0.0971

Uji

Functional Form

Ramsey RESET Test:

F-statistic 1.071065 Prob. F(1,124) 0.3027 Log likelihood ratio 1.118069 Prob. Chi-Square(1) 0.2903

0 10 20 30 40 50 60

-6 -4 -2 0 2 4 6

Series: Residuals

Sample 2002M03 2012M12 Observations 130

Mean 1.79e-16 Median 0.163202 Maximum 6.580555 Minimum -7.479374 Std. Dev. 1.984489 Skewness -0.637092 Kurtosis 7.207942

Jarque-Bera 104.7059 Probability 0.000000


(5)

118

CUSUM

Test

Hasil Estimasi Model Deposit24-DR Lag 2.0

Dependent Variable: DEPOSIT24 Method: Least Squares

Date: 05/24/13 Time: 15:20

Sample (adjusted): 2002M03 2012M12 Included observations: 130 after adjustments

Newey-West HAC Standard Errors & Covariance (lag truncation=4)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. DEPOSIT24(-1) 0.515443 0.121791 4.232210 0.0000 DEPOSIT24(-2) 0.200146 0.112807 1.774230 0.0785 DR 0.274448 0.111738 2.456171 0.0154 C 0.166358 1.526249 0.108998 0.9134 @TREND -0.001484 0.008072 -0.183876 0.8544 R-squared 0.711282 Mean dependent var 8.816615 Adjusted R-squared 0.702043 S.D. dependent var 3.693273 S.E. of regression 2.015990 Akaike info criterion 4.277801 Sum squared resid 508.0271 Schwarz criterion 4.388090 Log likelihood -273.0570 Hannan-Quinn criter. 4.322615 F-statistic 76.98698 Durbin-Watson stat 2.075281 Prob(F-statistic) 0.000000

-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40

03 04 05 06 07 08 09 10 11 12


(6)

119

RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Farhana Zahrotunnisa, lahir pada tanggal 3 Januari

1992 di Sragen, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari

pasangan Drs Priyanto dan Tertiana. Latar belakang pendidikan penulis dimulai pada tahun

1997 di SDN Sukmajaya 5 Depok, yang kemudian dilanjutkan ke SMP Yapemri dan

menamatkannya pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 4

Depok dan lulus pada tahun 2009.

Setelah lulus SMA penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi ke jenjang

yang lebih tinggi melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai

mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama

menjadi mahasiswi, penulis cukup aktif dalam organisasi kampus. Dalam organisasi

internal penulis pernah menjabat sebagai sekretaris divisi Discussion and Analysis

HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan) FEM

IPB pada periode 2010-2011 Pada periode selanjutnya 2011-2012 penulis menjabat sebagai

Ketua Divisi Discussion and Analysis HIPOTESA .

Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa. Pada tahun

2012 penulis berhasil masuk dalam peserta PIMNAS ke 25 yang diadakan di Jogjakarta dan

pada tahun 2013 lolos dalam Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Penelitian yang

dibiayai oleh Dikti tahun. Saat ini penulis aktif tercatat sebagai mahasiswa Sekolah Pasca

Sarjana Institut Pertanian Bogor program studi Ilmu Ekonomi angkatan pertama program

fast track.