Analisis Perbandingan Tax Planning Pajak Penghasilan Sebelum Dan Sesudah Beban Pajak Pada PT. PLN (Persero)

(1)

COMPARATIVE ANALYSIS OF TAX PLANNING ON TAX INCOME BEFORE AND AFTER TAX BURDEN AT PT. PLN (Persero) BANDUNG

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh :

MOCH. REZHA FAHLUFI ZAIN 21106015

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

i

Perencanaan pajak (Tax Planning) adalah merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, penekanannya diarahkan kepada pengendalian setiap transaksi agar hutang pajak, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi yang minimal sepanjang tidak melanggar peraturan perundang-undangan maupun secara komersial. Membayar pajak bukanlah merupakan tindakan sederhana, tetapi terdapat banyak hal yang bersifat emosional. Pada dasarnya tidak seorangpun yang senang membayar pajak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikan perbedaan atau perbandingan antara besarnya pajak sebelum tax planningpajak penghasilan dan besarnya pajak sesudah beban pajak melalui proses laporan keuangan, disamping itu juga untuk mengetahui seberapa jauh peranan perencanaan pajak (tax planning)dapat mengefisienkan pembayaran pajak. Untuk mengetahui signifikan antara besarnya pajak sebelumtax planningpajak penghasilan dan besarnya pajak sesudah beban pajak digunakan uji t dengan hasil sebesar 3,791. Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data, terdapat perbedaan atau perbandingan antara besarnya pajak sebelum tax planning pajak penghasilan dan besarnya pajak sesudah beban pajak.


(3)

ii

consequences, the stressing is directed to control each transaction in order to tax obligation either outcome tax or other taxes be in minimal position along not breaking the law or commercially. Paying the tax is not simple action, but there is many emotional things. Basically none of people is happy paying the tax.

These research objective is to find the difference significant or comparison between amount of tax before tax planning in outcome tax and amount of tax after load tax through budget report process, in addition to that also to find how far the role of tax planning can efficient the taxpaying. To find out the difference significant between amount of tax before tax planning in outcome tax and amount of tax after load is used t-test with result 3.791. According to research result and data analysis, there is a difference or comparison between amount of tax before tax planning in outcome tax and amount of tax after load.


(4)

iii

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Perbandingan Tax Planning Pajak Penghasilan Sebelum dan Sesudah Beban Pajak Pada PT. PLN (Persero)”.

Skripsi ini disusun oleh penulis dengan maksud memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti ujian sidang Sarjana (S1) Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

Mengingat keterbatasan, pengetahuan, kemampuan, pengalaman dan waktu dari penulis, maka penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan serta penambahan pengetahuan bagi penulis khususnya, dan untuk peneliti selanjutnya yang membutuhkan pada umumnya.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan, arahan,bantuan dan dorongan yang sangat berarti. Terutama kepada Ibu Ely Suhayati,SE.,M.Si.,Ak. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing saya hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Selain itu juga, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.


(5)

iv

4. Sekretariat Prodi Akuntansi, terima kasih atas pelayananya selama penulis kuliah.

5. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Akuntansi Universitas Komputer Indonesia.

6. Sri Dewi Anggadini, S.E., M.Si selaku Dosen Wali Ak-1 yang selama ini telah membimbing kami semua dalam menyelesaikan studi di Universitas Komputer Indonesia.

7. Seluruh Pegawai PT. PLN (Persero), terutama Ibu Dwi atas bantuan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis pada penelitian ini.

8. Kepada Kedua Orang Tua Mamah dan Papah tercinta, yang senantiasa tulus memberikan dukungan, doa, kasih sayang, dan perhatian yang tak henti-hentinya mengalir untukku. Atas kemudahan yang aku dapatkan khususnya materi yang tak sedikit kalian keluarkan, tanpa kalian aku bukan apa-apa.

9. Adik dan kakak Yanuar dan Siti Nurul yang selalu memberikan dukungan selama penulis menyusun skripsi.

10. Sahabat-sahabat terbaikku, Egy Andhika, Ulam Sinaga, Verawaty Cristina, Sumayah, Aldi Setiadi, Rama Eka Maho, Karna Yuda yang bersama-sama berjuang menyelesaikan skripsi ini.


(6)

v dukungan semangatnya kepada penulis.

13. Kepada rekan-rekan di Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi yang mungkin telah lulus lebih awal ataupun yang masih berada di UNIKOM, ayo tetap semangat dan terus berjuang.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis, secara langsung ataupun tidak langsung dalam menyelesaikan laporan Skripsi ini.

Harapan penulis semoga apa yang disajikan dalam laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi penulis khususnya, dan bagi pihak yang membaca pada umumnya. Akhir kata penulis panjatkan doa kepada Allah SWT, semoga amal berupa bantuan, dorongan, dan doa yang telah diberikan kepada penulis akan mendapat balasan yang berlipat ganda.

Amin ya rabbal’alamin.

Bandung, Agustus 2011 Penulis

Moch. Rezha Fahlufi Zain 211.06.015


(7)

BAB I PENDAHULUAN|

1

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pajak merupakan iuran wajib yang diberlakukan pada setiap pajak atas objek pajak yang dimilikinya dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Jenis pajak yang diberlakukan di Indonesia diantaranya adalah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Hiburan, Pajak Hadiah dan lain-lain. Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut pada objek pajak atas penghasilannya. Pajak penghasilan akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Pajak yang berlaku bagi pegawai/karyawan adalah pajak penghasilan pasal 21 (Lumbantoruan, 2008).

Penerimaan suatu negara salah satunya adalah pendapatan dari pajak dan pajak itu sendiri yang saat ini menjadi masalah pokok suatu negara. Setiap orang yang hidup didalam ruang lingkup pajak tersebut pasti dan harus berhubungan dengan pajak sehingga masalah pajak juga menjadi masalah seluruh rakyat dalam negara dengan demikian setiap orang sebagai anggota masyarakat suatu negara harus mengetahui segala permasalahan yang berhubungan dengan pajak. Dilain pihak diharapkan terjadinya peningkatan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak sehingga pendapatan negara sektor penerimaan akan meningkat.


(8)

Penerapan ketentuan perpajakan secara tepat dan efiseinsi dalam rangka mencapai tingkat likuiditas yang diharapkan. Perencanaan dan Manajemen Pajak adalah suatu keniscayaan bagi setiap perusahaan yang menginginkan adanya penghematan pajak karena dalam undang-undang perpajakan Indonesia hal ini diperkenankan. Dengan menyusun perencanaan dan manajemen pajak sejak dini perusahaan akan terhindar dari segala hal yang mengakibatkan peningkatan beban pembayaran pajak.

Pajak sebagai alat kebijakan moneter serta mengatur kehidupan dengan mendorong atau mengekang suatu cara hidup. Sedangkan bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih sehingga perusahaan akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut untuk mengoptimalkan laba. Dalam rangka meningkatkan efisiensi daya saing, maka menejer wajib menekan biaya seoptimal mungkin dengan cara melakukantax planning. (Lindawati,2007).

Di dalam suatu perusahaan menginginkan suatu keuntungan dalam usahanya, dan tidak terlepas dari kewajiban membayar pajak baik pemilik perusahaan itu sendiri atau tenaga kerja atau karyawan yang bekerja pada perusahaan itu sendiri dan semuanya itu pasti disebut subjek pajak. Perusahaan membayar pajak penghasilan badan yang harus disetorkan ke negara menurut ketentuan pajak. Pajak penghasilan juga dikenakan atas penghasilan yang diterima karyawan. Dalam hal ini karyawan tersebut langsung menerima penghasilan bersih yang sudah dipotong pajak. Perhitungan besarnya pajak yang dikenakan dan pengenaan pajak penghasilan pada karyawan, seluruhnya ditanggung perusahaan.


(9)

Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak perusahaan. Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Pada tahap perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimimalisasi kewajiban pajak.( Suryandoro, 2009).

Pada prinsipnya merupakan salah satu alternatif untuk memberikan jaminan kesejahteraan bagi karyawan. Adanya jaminan kesejahteraan tersebut memungkinkan karyawan memperkecil masalah-masalah yang timbul dari risiko-risiko yang akan dihadapi dalam perjalanan hidupnya, contoh risiko-risiko kehilangan pekerjaan, lanjut usia, kecelakaan yang mengakibatkan cacat tubuh atau bahkan mungkin meninggal dunia. Risiko-risiko tersebut memberikan dampak finansial terutama bagi kehidupan karyawan dan keluarganya sehingga kesejahteraan yang bersangkutan secara otomatis akan terganggu dan menimbulkan goncangan-goncangan yang pada gilirannya akan mengganggu kelangsungan hidupnya.


(10)

Lemahnya pendekatan yang digunakan dalam manajemen antara lain dapat mengakibatkan pengukuran kinerja yang tidak sesuai, tidak optimalnya beban pajak yang harus di bayar, dan kegagalan yang dikelola dalam menutupi nilai kewajiban(Okky Setiawan Kamarga, 2010).

Untuk mengatasi kemungkinan terjadinya keadaan-keadaan tersebut diciptakan beberapa usaha pencegahan antara lain misalnya dengan penyelenggaraan program pensiun (pension plan) yang dikelola sendiri oleh perusahaan-perusahaan swasta maupun pemerintah sebagai Pemberi Kerja (Pendiri). Kesejahteraan yang telah disebutkan di atas adalah setiap bentuk manfaat (benefit) yang diberikan pemberi kerja kepada karyawan yang dimaksudkan agar karyawan, termasuk keluarganya tidak mengalami kesulitan keuangan apabila sewaktu-waktu karyawan yang bersangkutan berhenti bekerja akibat tidak mampu lagi atau meninggal dunia. Jaminan kesejahteraan tersebut akan memberikan ketenangan pada karyawan karena adanya kepastian akan masa depannya. Lemahnya

Secara psikologis, jaminan akan masa depan tersebut akan meningkatkan motivasi kerja dan kinerja karyawan sehingga akan menguntungkan baik pihak perusahaan maupun karyawan itu sendiri. Oleh karena itu, manfaat merupakan dambaan memperoleh penghasilan setelah berakhir masa kerja seorang karyawan karena pada usia adalah masa yang sudah tidak produktif lagi.


(11)

Hampir seluruh perusahaan dewasa ini telah menyelenggarakan program bagi karyawannya, baik yang dikelola sendiri atau lembaga lain. Bahkan bagi perusahaan yang tidak menyelenggarakan dana bagi karyawannya, banyak alternatif pilihan dari lembaga lainnya. Pemberian dana kepada karyawannya bukan saja hanya memberikan kepastian penghasilan dimasa depan akan tetapi juga ikut memberikan motivasi bagi karyawannya untuk lebih giat bekerja. Dengan memberikan program jasa para karyawan merasa aman, terutama bagi mereka yang menganggap pada usia pensiun sudah tidak produktif lagi. Selain itu, adanya penyelenggaraan dana juga turut meningkatkan citra perusahaan dimata masyarakat dan pemerintah.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat PT. PLN Persero akan pelayanan jasa penghimpunan yang memberikan kenyamanan dan kepastian masa depan, maka untuk menjawab tantangan tersebut dengan selalu bersikap profesional, setia (loyal) dan jujur serta mampu untuk berpikir jangka panjang. Wajib pajak berusaha untuk mengefesiensikan beban pajaknya bahkan menghindari kewajiban perpajakannya. Perencanaan pajak (tax planning) merupakan upaya untuk mengoptimalkan beban pajak akan tetapi tidak menyimpang dari peraturan yang ada.(Amirudin, 2010)

Salah satu cara merealisasikan tersebut adalah dengan memberikan pelayanan yang terbaik bagi para peserta, khususnya dalam hal pembayaran. Pelayanan merupakan salah satu kegiatan yang sangat perlu diperhatikan oleh sebuah perusahaan terutama bagi perusahaan jasa. Setiap pelanggan dalam hal ini adalah peserta mengharapkan kinerja pelayanan yang diberikan dapat memenuhi


(12)

harapannya dan dapat memperoleh kepuasan dengan pengorbanan yang sepadan. Kesuksesan suatu perusahaan salah satunya dapat dilihat dari segi pelayanannya segi pelayanan tersebut pelanggan tentunya akan menilai suatu perusahaan tersebut mempunyai kualitas yang baik atau tidak. Pelayanan yang kurang baik akan mengakibatkan ketidaknyamanan dan ketidakpuasan bagi pelanggan yang dampak paling buruknya adalah para peserta akan beralih ke perusahaan lain yang memberikan pelayanan yang lebih baik. Apabila hal ini terjadi maka dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.

Tentunya untuk mencapai sukses perusahaan dalam lingkungan yang kompetitif dalam rangka merumuskan dan melaksanakan proses bisnis perusahaan harus berdasarkan pada kebutuhan dan keinginan para peserta pensiun sehingga strategi pelayanan dilakukan secara total. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul ”ANALISIS PERBANDINGANTAX PLANNING PAJAK PENGHASILAN SEBELUM DAN SESUDAHBEBAN PAJAK PADA PT. PLN Persero”.

1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah didalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Ketidaktepatan penerapanTax Planning yang dilakukan PT. PLN Persero sehingga mengakibatkan meningkatnya beban pajak.


(13)

menyebabkan meningkatnya beban pajak.

3. Adanya kenaikan beban pajak pada PT. PLN Persero yang menyebabkan tingkat laba atau penghasilan berkurang.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan didalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana Besarnya Pajak SebelumTax PlanningPajak Penghasilan pada PT. PLN Persero.

2. Bagaimana Besarnya Pajak SesudahTax Planningpada PT. PLN Persero. 3. Bagaimana Perbandingan Besarnya Pajak Sebelum Tax Planning dan

Besarnya Pajak SesudahTax Planning.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis perbandingan Tax PlanningPajak Penghasilan beban pajak pada PT. PLN Persero Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan identifikasi masalah dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui besarnya pajak sebelum Tax Planning Pajak Penghasilan pada PT. PLN Persero.


(14)

2. Untuk mengetahui besarnya pajak sesudah Tax Planning pada PT. PLN Persero.

3. Untuk mengetahui Perbandingan Besarnya Pajak Sebelum Tax Planning dan Besarnya Pajak SesudahTax Planning.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Kegunaan hasil penelitian ini adalah dapat bermanfaat baik secara akademis maupun secara praktis.

1.4.1 Kegunaan Akademis

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik langsung maupun tidak langsung pada pihak yang berkepentingan, seperti dijabarkan sebagai berikut :

1. Bagi Penulis

Sebagai bahan masukan guna mengetahui pelaksanaan pajak penghasilan dan optimalisasi dana pensiun juga untuk mengetahui bagaimana cara meminimalkan beban pajak.

2. Bagi pengembangan ilmu akuntansi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan umumnya dalam ilmu akuntansi pajak, khususnya mengenai penerapan tax planning dan mengoptimalkan dana pensiun untuk meminimalkan beban pajak.


(15)

3. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dan bisa menjadi bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Adapun kegunaan penelitian ini adalah dapat bermanfaat secara praktis sebagai berikut :

1. Bagi PT. PLN Persero

Penulis mengharapkan penelitian mengenai perencanaan Pajak Penghasilan dan mengoptimalkan dana pensiun dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk mempertahankan ataupun juga meningkatkan perencanaan pajak penghasilan dan meminimalkan beban pajak, agar semakin baik.

2. Bagi masyarakat umum

Memberikan gambaran tentang perencanaan pajak penghasilan, sehingga memberikan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat . 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

1.5.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di PT. PLN (Persero) yang beralamat di Jl. Ciliwung No. 5 Bandung, Jawa Barat. Telp. 022-7107196, Fax. 022-7272928.

1.5.2 Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian dimulai bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. Adapun jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini :


(16)

Tabel 1.2 Waktu Penelitian Tahap Prosedur Bulan Feb 2011 Mar 2011 Apr 2011 Mei 2011 Jun 2011 Jul 2011 I

Tahap Persiapan : 1. Membuat outline dan

proposal UP

2. Mangambil formulir penyusunan skripsi 3. Menentukan tempat

penelitian

II

Tahap Pelaksanaan : 1. Bimbingan UP

2. Pendaftaran Seminar UP

3. Seminar UP 4. Revisi UP

5.Membuat outline dan proposal Skripsi 6. Penelitian Perusahaan 7. Penyusunan skripsi 8. Bimbingan skripsi

III

Tahap Pelaporan : 1. Menyiapkan draft

skripsi

2. Sidang akhir skripsi 3. Penyempurnaan


(17)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS |

12

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pajak

Pajak merupakan iuran yang dipungut oleh pemerintah kepada rakyat yang sifatnya dipaksakan, tanpa memandang kaya atau miskin. Iuran pajak yang dipungut oleh pemerintah ini akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

2.1.1.1 Pengertian Pajak

Pajak merupakan salah satu penghasilan yang sangat penting bagi pemerintah untuk mencapai tujuan ekonomi, sosial dan politik.

Peranan pemerintah yang sangat menonjol dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan ekonomi, yang sangat membutuhkan biaya atau dana yang cukup besar, menyebabkan pemerintah cenderung untuk memungut pajak sampai mencapai tingkat penerimaan pajak yang paling optimal.

Pengertian pajak menurut Rachmat Soemitro yang dikutip oleh Mohammad Zain (2009:11) sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.


(18)

Sedangkan pengertian pajak menurut Seligman yang dikutip dan dialih bahasakan olehWiratni Ahmadi (2006:6) sebagai berikut:

“Pajak adalah suatu sumbangan paksaan dari perorangan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran yang bertalian dengan kepentingan orang banyak (umum) tanpa dapat ditunjukan adanya keuntungan khusus terhadapnya”.

Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa yang berhak memungut pajak dari rakyat adalah negara, pajak dipungut berdasarkan undang-undang tanpa timbal jasa dari negara secara langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat.

2.1.1.2 Fungsi Pajak

Pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum, suatu negara tidak akan mungkin menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakatnya. Oleh karena itu berdasarkan pengertian-pengertian pajak yang telah dikemukakan diatas, terlihat adanya fungsi pajak.

Adapun fungsi pajak menurutSiti Resmi (2005:2)sebagai berikut:

“Terdapat dua fungsi pajak, yaitu Fungsi Budgetair (sumber keuangan negara) dan FungsiRegulerend(mengatur)”.

Sedangkan fungsi pajak menurut Mardiasmo (2008:1) menyebutkan bahwa:

Ada 2 fungsi pajak, yaitu: 1. Fungsibudgetair


(19)

Untuk lebih jelasnya mengenai kedua fungsi pajak yang dikemukakan oleh kedua pakar diatas dapat dilihat dibawah ini:

1. Fungsi Budgetair yaitu, pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

2. Fungsi Regulerend (mengatur) yaitu, pajak dijadikan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya seperti dibawah ini:

1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumen minuman keras.

2) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

3) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.

2.1.1.3 Sistem Pemungutan Pajak

Dalam melakukan pemungutan pajak pemerintah menetapkan sistem pemungutan pajak dengan menggunakan Self Assesment System. Adapun sistem pemungutan pajak menurutSiti Resmi (2005:10)sebagai berikut:

1. Official Assessment System 2. Self Assessment System 3. With Holding System


(20)

Ketiga sistem pemungutan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

2. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

3. With Holding Systemadalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

2.1.1.4 Perencanaan Pajak

Pajak merupakan salah satu hal penting yang harus diperhitungkan perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. Dari sisi perusahaan pajak selalu dijadikan sebagai beban perusahaan yang harus dibayar kepada kas negara, oleh karena itu perusahaan memerlukan usaha meminimalkan beban pajak tersebut untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Usaha untuk meminimalkan beban pajak tersebut dapat dilakukan dengan tindakan perencanaan pajak.


(21)

2.1.1.5 Pengertian Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini, seorang perencana pajak melakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan dengan tujuan untuk menyeleksi tindakan yang akan dilakukan untuk penghematan pajak.

Secara garis besar pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) menurut Mohammad Zain (2009:43)sebagai berikut:

“Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau sekelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial”.

Adapun pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) menurut Nur Hidayat dalam artikel Tax Planning Bukan Untuk Hindari Pajak (2005:1) sebagai berikut:

“Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah upaya menekan jumlah kewajiban pajak dengan caralegal”.

Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pajak adalah upaya untuk mengatur pembayaran pajak atau meminimalkan kewajiban pajak dengan tidak melanggar perundang-undangan yang berlaku, agar pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya.

Tujuan dari perencanaan pajak adalah untuk membuat agar beban pajak yang harus dibayar dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan perpajakan yang ada. Akan tetapi menurut pembuat Undang-undang perencanaan pajak disini sama dengan penghindaran pajak (tax avoidance),


(22)

karena secara hakikat ekonomis kedua-duanya adalah untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak, karena pajak merupakan unsur pengurang laba.

2.1.1.6 Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) Dan Penyelundupan Pajak (Tax Evasion)

Perencanaan pajak atau sering disebut juga dengan perbuatan atau tindakan penghindaran pajak yang sukses, namun pada pelaksanaannya tetap harus dibedakan dengan perbuatan penyelundupan pajak

Pada umunya penghindaran pajak dan penyelundupan pajak mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengurangi beban pajak, akan tetapi cara penyelundupan pajak dalam mengurangi beban pajaknya jelas-jelas merupakan perbuatan ilegal atau perbuatan melanggar hukum.

Pengertian penyelundupan pajak dan penghindaran pajak menurut Harry Graham Balteryang dikutip dan dialih bahasakan olehMohammad Zaindalam (2009:49)sebagai berikut :

“Penyelundupan pajak mengandung arti sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib pajak-apakah berhasil atau tidak-untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasarkan ketentuan yang berlaku sebagai pelanggaran terhadap perundang-undangan perpajakan, sedangkan penghindaran pajak merupakan usaha yang sama, yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Sedangkan Pengertian penyelundupan pajak dan penghindaran pajak menurut Robert H. Anderson yang dikutip dan dialih bahasakan oleh Mohammad Zain (2009:50)adalah sebagai berikut:

“Penyelundupan pajakadalah penyelundupan pajak yang melanggar undang-undang pajak, sedangkan penghindaran pajak adalah cara


(23)

mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak”.

Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyelundupan pajak adalah upaya wajib pajak untuk meminimumkan beban pajak terutang, yang dilakukan dengan cara melanggar undang-undang perpajakan sedangkan penghindaran pajak adalah upaya yang dilakukan untuk meminimumkan beban pajaknya dengan cara tidak melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan.

2.1.1.7 Hal-hal Yang Diperbolehkan Dan Yang Dilarang Dalam Perencanaan Pajak

Dalam melakukan perencanaan pajak harus bisa dibedakan antara hal-hal yang diperbolehkan dan hal-hal yang dilarang, agar perencanaan pajak yang dilakukan tidak melanggar ketentuan undang-undang yang berlaku.

Perencanaan pajak (tax planning) yang diperkenankan menurut Lumbantoruan yang dikutip oleh Nur Hidayat dalam artikelnya yang berjudul Tax Planning Bukan Untuk Hindari Pajak (2005:2), dapat ditempuh dengan beberapa dengan cara sebagai berikut:

1. Mencari keuntungan sebesar-besarnya dari pengecualian dan potongan yang diperkenankan.

2. Mengambil keuntungan dari pemilihan bentuk perusahaan yang tepat.

3. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha agar dapat diatur penggunaan tarif pajak, potensi penghasilan, kerugian dan aktiva yang bisa dihapus.

4. Menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun klasifikasi kategori pendapatan yang tarifnya tinggi.


(24)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat uraian dibawah ini:

1. Mencari keuntungan sebesar-besarnya dari pengecualian dan potongan maksudnya adalah dari pada mengeluarkan uang untuk membayar pajak lebih besar, lebih baik untuk kepentingan perusahaan dan manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh perusahaan. Misalnya untuk pendidikan, perbaikan kantor, dan lain-lain.

2. Mengambil keuntungan dari pemilihan bentuk perusahaan yang tepat. Misalnya, jika peredaran bruto satu tahun tidak melebihi Rp 600 juta dapat memilih perusahaan perorangan yang akan dikenakan tarif progresif Pasal 17 dengan tarif terendah 5%. Bentuk usaha perorangan, firma, dan kongsi lebih menguntungkan dari pada Perseroan Terbatas (PT). Pajak atas penghasilan PT dikenakan dua kali, yakni saat penghasilan diperoleh atau diterima dan saat menerima deviden.

3. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha untuk memudahkan dalam mengatur penggunaan tarif pajak, potensi penghasilan yang diperoleh, kerugian yang mungkin terjadi dan aktiva yang bisa dihapus.

4. Menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun klasifikasi, untuk kategori pendapatan yang tarifnya tinggi. Bila memungkinkan untuk menunda pembayaran pajak, penghasilan yang dikenakan tarif 30% dapat dihindarkan dengan cara menunda penerimaan penghasilan pada tahun bersangkutan, dan menggeser menjadi penghasilan pada tahun berikutnya.

Pada umunya Wajib Pajak telah mengetahui cara memperkecil kewajiban pajak dengan menghindari pajak atautax evasion. Namun cara tersebut melanggar


(25)

Undang-undang, sehingga tidak dianjurkan dalamtax planning. Adapun tindakan-tindakan yang dilarang dalam melakukan perencanaan pajak (Tax Planning) menurut Lumbantoruan yang dikutip oleh Nur Hidayat dalam artikel yang berjudulTax PlanningBukan Untuk Hindari Pajak (2005:2)sebagai berikut:

1. Memperkecil penghasilan

2. Memperbesar harga pokok barang yang dijual 3. Memperbesar beban usaha

4. Meninggikan harga impor 5. Merendahkan harga ekspor

6. Merendahkan penghasilan pegawai atau pembayaran lainnya 7. Pembayaran deviden

Dari ketujuh tindakan-tindakan yang dilarang diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Memperkecil penghasilan dengan cara hanya melaporkan sebagian penghasilannya saja, merendahkan harga jual, memilih menjual kepada pengusaha non PKP (Faktur Pajak Sederhana) agar lebih mudah tidak melaporkan penjualannya.

2. Memperbesar harga pokok barang yang dijual dengan cara: a. Meninggikan harga perolehan.

b. Membuat pembelian fiktif, membuat faktur PPN masukan fiktif. c. Membebankan Pajak Masukan yang telah dikreditkan kedalam

perhitungan harga pokok.

3. Memperbesar beban usaha dengan cara:

a. Membuat hutang fiktif, agar dapat membuat beban bunga.

b. Membuat seolah-olah ada pengeluaran (beban fiktif) yang tidak didukung dokumen yang memadai.


(26)

4. Meninggikan harga impor dari perusahaan yang ada hubungan istimewa di luar negeri.

5. Merendahkan harga ekspor kepada perusahaan yang ada hubungan istimewa di luar negeri.

6. Merendahkan penghasilan pegawai atau pembayaran lainnya dalam rangka perhitungan PPh Pasal 21, sementara didalam perhitungan laba-rugi perusahaan ditinggikan untuk merendahkan laba kena pajak (PPh Badan). 7. Pembayaran deviden kepada pemegang saham secara terselubung

seolah-olah pembayaran hutang.

2.1.1.8 Jenis-jenis Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak tidak hanya dilakukan di Indonesia saja, karena kadang-kadang perusahaan juga harus berhubungan dengan negara di luar Indonesia untuk menjalankan kegiatan perusahaanya. Untuk itu sebelum melakukan perencanaan pajak seorang perencana pajak harus mengetahui jenis-jenis perencanaan pajak terlebih dahulu.

Menurut Erly Suandi (2008:122) jenis-jenis perencanaan pajak dapat dibagi menjadi dua, sebagai berikut :

1. Perencanaan pajak nasional (national tax planning)

2. Perencanaan pajak internasional (international tax planning) Dari kedua jenis perencanaan pajak tersebut terdapat perbedaan yang melekat antara perencanaan pajak nasional dengan perencanaan pajak internasional, yaitu terletak pada peraturan pajak yang akan digunakan. Dalam


(27)

perencanaan pajak nasional hanya memperhatikan undang-undang domestik, sedangkan perencanaan pajak internasional disamping undang-undang domestik juga harus memperhatikan perjanjian pajak dan undang-undang dari negara-negara yang terlibat.

2.1.2 Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak

Sebelum perencanaan pajak dilakukan, tentunya ada beberapa hal yang memotivasi perusahaan untuk melakukan perencanaan pajak.

Menurut Erly Suandi (2008:11) motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, sebagai berikut :

1. Kebijakan perpajakan (tax policy) 2. Undang-undang perpajakan (tax law)

3. Administrasi perpajakan (tax administration) Untuk lebih jelasnya dapat dilihat uraian dibawah ini: 1. Kebijakan Perpajakan (tax policy)

Kebijakan perpajakan(tax policy)merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan pajak, terdapat faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, diantaranya: jenis pajak yang akan dipungut, subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, prosedur pembayaran pajak.


(28)

2. Undang-undang Perpajakan (tax law)

Kenyataan menunjukan bahwa dimana pun tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam pelaksanaanya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain (Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak). Tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akibatnya terbuka celah (loopholes) bagi wajib pajak untuk menganalisis kesempatan tersebut dengan cermat untuk perencanaan pajak yang baik.

3. Administrasi Perpajakan (tax administration)

Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah untuk memaksimalkan laba setelah pajak (after tax return) karena pajak ikut mempengaruhi pengambilan keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi melalui analisis yang cermat dan pemanfaatan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah mempunyai tujuan lain tertentu) dengan memanfaatkan:

a. Perbedaan tarif pajak (tax rates)

b. Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (tax base)


(29)

c. Loopholes, shelters,danhavens

2.1.2.1 Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak

Dalam melakukan perencanaan pajak tentunya tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, tetapi harus melalui tahapan-tahapan yang terperinci agar perencanaan pajak yang dilakukan dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

Adapun tahapan-tahapan dalam membuat perencanaan pajak menurutErly Suandi (2008:14)sebagai berikut:

1. Menganalisis informasi (basis data) yang ada.

2. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak.

3. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak.

4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak.

5. Memutakhirkan rencana pajak.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat uraian berikut ini: 1. Menganalisis informasi (basis data) yang ada

Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung.

2. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih atas tindakan-tindakan berikut:

a. Pemilihan bentuk transaksi yang akan dilakukan oleh perusahaan atau hubungan internasional.


(30)

b. Pemilihan negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi residen dari negara tersebut.

c. Penggunaan satu atau lebih negara tambahan. 3. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak

Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan yang merupakan bagian kecil dari seluruh perencanaan strategis perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan. Beban pajak tersebut akan dihitung dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut:

a. Bagaimana jika perencanaan pajak tidak dilaksanakan

b. Bagaimana jika perencanaan pajak tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik

c. Bagaimana jika perencanaan pajak tersebut dilaksanakan tetapi gagal. 4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak

Pembuatan suatu rencana sebaiknya disertai dengan gambaran atau perkiraan berapa peluang kesuksesan dan berapa laba setelah pajak yang akan diperoleh jika berhasil maupun kerugian jika terjadi kegagalan.

5. Memutakhirkan rencana pajak

Dengan membiarkan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan dari adanya perubahan, dan pada saat


(31)

yang bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial.

2.1.2.2 Pajak Panghasilan

Setiap Wajib Pajak yang memperoleh atau mendapat penghasilan dalam tahun pajak akan dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan subjeknya.

Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) menurutSiti Resmi (2005:74)adalah sebagai berikut:

“Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak”.

Sedangkan Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) menurut Erly Suandi (2008:75)sebagai berikut:

“Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak”.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan adalah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak atas penghasilan yang diperoleh selama tahun pajak yang bersangkutan.

2.1.2.3 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25

Pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak yang dapat dikreditkan adalah PPh pasal 25. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dikenakan terhadap penghasilan


(32)

atau laba yang diperoleh atau didapatkan perusahaan dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 menurut Djoko Muljono (2006:183)sebagai berikut:

“Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25adalah uang muka PPh yang akan diperhitungkan atas PPh yang terhutang diakhir tahun”.

Sedangkan Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 menurut Erly Suandi (2008:171)sebagai berikut:

“Pajak Penghasilan Pasal 25 merupakan angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar setiap bulan dalam tahun pajak berjalan sebagimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan”.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran pajak yang harus dibayar untuk setiap bulannya oleh wajib pajak berdasarkan penghasilan yang diterima oleh perusahaan atau badan usaha dalam tahun pajak berjalan.

2.1.2.4 Pengertian Badan

Sekolompok orang yang mempunyai modal dan mempunyai tujuan untuk melakukan usaha ataupun tidak melakukan usaha membutuhkan suatu badan atau nama untuk kolompok tersebut.

Pengertian badan menurutMardiasmo (2008:12)adalah sebagai berikut: “Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana


(33)

pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan bentuk badan lainnya”.

Sedangkan pengertian badan menurut Siti Resmi (2005:19) sebagai berikut:

“Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi; Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan bentuk badan lainnya”.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa badan adalah sekolompok orang atau modal yang melakukan usaha ataupun yang tidak melakukan usaha berdasarkan bentuk dan nama yang sesuai.

2.1.2.5 Dasar Hukum Pajak Penghasilan

Peraturan undang-undang yang mengatur tentang Pajak Penghasilan menurutSiti Resmi (2005:74) sebagai berikut:

“Undang-undang No.7 Tahun 1983 yang telah disempurnakan dengan Undang-undang No.7 Tahun 1991, Undang-undang No.10 Tahun 1994, dan terakhir Undang-undang No.17 Tahun 2000; Peraturan Pemerintah; Keputusan Presiden; Keputusan Menteri Keuangan; Keputusan Direktur Jenderal Pajak maupun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak”.

2.1.2.6 Subjek Pajak

Subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan kepada subjek pajak


(34)

sehubungan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh subjek pajak dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Pengertian subjek pajak penghasilan menurut Djoko Muljono (2006:27) sebagai berikut:

“Subjek pajak penghasilan adalah wajib pajak yang menurut ketentuan harus membayar, memotong atau memungut pajak yang terhutang atas obyek pajak.”

Sedangkan pengertian subjek pajak penghasilan menurutSiti Resmidalam (2005:74)sebagai berikut:

“Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan”.

Yang menjadi subjek pajak penghasilan menurut Siti Resmi dalam (2005:74)sebagai berikut:

1. Orang pribadi.

2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

3. Badan.

4. Bentuk Usah Tetap.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat uraian dibawah ini: 1. Orang pribadi

Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.

2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.


(35)

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Tujuannya agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.

3. Badan

Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha.

4. Bentuk Usah Tetap

Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

2.1.2.7 Objek Pajak Penghasilan

Sebelum pembayaran pajak dilakukan terlebih dahulu harus mengetahui mengenai penghasilan-penghasilan apa saja yang dijadikan objek pajak penghasilan.

Pengertian objek pajak penghasilan menurut Mardiasmo (2008:126) sebagai berikut:

“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apa pun”.


(36)

Sedangkan pengertian objek pajak penghasilan menurut Siti Resmi (2005:78)sebagai berikut:

“Objek pajak adalah penghasilan, penghasilan yang dimaksud dalam perpajakan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai sebagai konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun”.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan dikenakan pada setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk menambah kekayaan wajib pajak tersebut.

Adapun jenis penghasilan yang dikenakan pajak atau disebut juga dengan objek pajak menurutSiti Resmi (2005:79)sebagai berikut:

1. Penggantian atau imbalan. 2. Hadiah.

3. Laba usaha. 4. Keuntungan.

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak. 6. Bunga.

7. Dividen. 8. Royalti.

9. Sewa dan penghasilan lain.

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. 11. Keuntungan karena pembebasan utang.

12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. 13. Selisih penilaian aktiva.

14. Premi asuransi. 15. Iuran.

16. Tambahan kekayaan neto.


(37)

1. Penggantian atau imbalan disini adalah yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang pajak penghasilan.

2. Hadiah yang menjadi objek pajak adalah yang diperoleh dari undian, pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

3. Laba usaha yang diperoleh perusahaan dalam tahun pajak akan menjadi objek pajak penghasilan.

4. Keuntungan yang diperoleh perusahaan karena penjualan atau karena pengalihan harta perusahaan. Apabila perusahaan menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, maka selisih harga tersebut merupakan keuntungan.

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang sebelumnya telah dibebankan sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP).

6. Bunga disini termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila surat obligasi dijual diatas nilai nominalnya, sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli dibawah nilai nominalnya. Premiun tersebut merupakan penghasilan bagi pihak yang menerbitkan (menjual) dan diskonto merupakan penghasilan bagi pihak yang membeli obligasi tersebut.


(38)

7. Dividen yang diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

8. Royalti yang diperoleh perusahaan dalam tahun pajak, misalnya hak paten, hak pengarang, ilmu pengetahuan.

9. Sewa dan penghasilan lain yang berhubungan dengan penggunaan harta perusahaan.

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala, misalnya tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing, atas keuntungan yang diperoleh karena perubahankursmata uang asing.

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva dalam tahun pajak, atas selisih penilaian kembali aktiva tersebut diterapkan tarif pajak tersendiri dengan Keputusan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi. 14. Premi asuransi yang diperoleh perusahaan.

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri atas wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. 16. Tambahan kekayaan neto, apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto

yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan.


(39)

2.1.2.8 Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak Penghasilan

Dalam perpajakan tidak semua penghasilan merupakan objek pajak penghasilan. Beberapa bentuk penghasilan menurut akuntansi komersial sudah dibukukan sebagai penghasilan, tetapi dalam akuntansi pajak bukan merupakan penghasilan yang menjadi objek pajak penghasilan. Dalam artian, penghasilan tersebut tidak perlu lagi diperhitungkan PPh terutangnya.

Penghasilan yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh), menurutDjoko Muljono (2006:31)sebagai berikut:

a. Bantuan sumbangan. b. Zakat.

c. Harta hibah. d. Warisan. e. Harta.

f. Pemberian natura dan kenikmatan. g. Klaim asuransi.

h. Deviden tertentu. i. Iuran dana pensiun. j. Penghasilan dana pensiun.

k. Pembagian laba perseroan komanditer yang tidak terbagi atas saham.

l. Bunga obligasi perusahaan reksadana. m. Penghasilan modal ventura.

n. Pembebasan hutang tertentu.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat penjelasan di bawah ini:

a. Bantuan atau sumbangan bagi pihak yang menerima bukan merupakan objek pajak sepanjang diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.


(40)

b. Zakat yang diterima Bazis/Lazis yang disahkan oleh pemerintah bukan merupakan penghasilan bagi yang menerima, tetapi merupakan biaya pengurang Penghasilan Kena Pajak bagi yang mengeluarkan zakat.

c. Harta hibah bukan merupakan penghasilan, asalkan yang menerima harta hibahan tersebut adalah:

a) Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat b) Badan keagamaan

c) Badan pendidikan d) Badan sosial e) Pengusaha kecil

f) Koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

d. Warisan yang diterima ahli waris bukan merupakan objek pajak penghasilan. Namun, pada warisan yang belum terbagi, atas warisan tersebut terdapat penghasilan masih merupakan objek pajak.

e. Harta bukan merupakan objek pajak sepanjang harta, termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan yang mempunyai tambahan ekonomis bagi badan tersebut, diterima sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

f. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa wajib pajak yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura atau kenikmatan dari wajib pajak maupun pemerintah bukan merupakan objek pajak. Imbalan berupa natura dan kenikmatan tersebut juga bukan merupakan biaya bagi pihak pemberi. Pengeluaran natura dan kenikmatan yang dapat diperlakukan sebagai biaya untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak diberlakukan


(41)

pada kegiatan keharusan dalam pekerjaan (pakaian seragam, perlengkapan kerja untuk keselamatan) dan daerah tertentu (terpencil).

g. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi bea siswa bukan merupakan Penghasilan Kena Pajak.

h. Deviden tertentu atau bagian laba yang diterima atau diperoleh Perseroan Terbatas (PT) sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia bukan merupakan Penghasilan Kena Pajak, dengan syarat:

a) Deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan.

b) Bagi PT, BUMN, BUMD yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.

i. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai, bukan merupakan Penghasilan Kena Pajak.

j. Penghasilan dana pensiun atas investasi kekayaan yang ditempatkan pada jenis investasi berikut ini, bukan merupakan objek pajak. Adapun jenis investasinya adalah:


(42)

b) Saham dan obligasi, dan surat berharga lain yang tercatat di bursa efek di Indonesia, kecuali opsi.

b) Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) yang diterbitkan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia.

c) Penempatan langsung pada saham atau surat pengakuan hutang berjangka waktu lebih dari satu tahun yang diterbitkan oleh badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia.

e) Tanah dan bangunan di Indonesia.

k. Pembagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari Perseroan Komanditer (CV) yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi bukan merupakan objek PPh. l. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5

tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha bukan merupakan objek pajak, sepanjang bunga obligasi dan keuntungan penjualan sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal Indonesia.

m. Penghasilan yang diterima oleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

a) Merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.


(43)

n. Keuntungan karena pembebasan hutang debitur kecil serta kredit lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak. Hutang debitur kecil adalah hutang usaha yang jumlahnya tidak melebihi Rp 350.000.000,- (PP. No 130 Tahun 2000). Adapun kredit lainnya yang atas keuntungan pembebasan hutang bukan merupakan objek pajak adalah: a) Kredit Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha

ekonomi produktif yang diberikan kepada keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok Prokesra-UPPKS.

b) Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi primer sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling) atau kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit untuk keperluan petani yang tergabung dalam kelompok tani guna membiayai usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan holtikura.

c) Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat untuk pemilikan rumah sangat sederhana (RSS).

d) Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil

e) Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia mengembangkan usaha kecil dan koperasi.


(44)

2.1.2.9 Pengahasilan Yang Pajaknya Dikenakan Secara Final

Penghasilan yang sudah dikenakan PPh yang sifatnya final tidak perlu lagi diperhitungkan sebagai objek pajak penghasilan, dan atas PPh Final yang telah dipotong pihak lain atau telah dibayar sendiri tidak dapat diperlakukan sebagai kredit pajak.

Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final menurut Erly Suandi (2008:132)sebagai berikut:

1. Transaksi penjualan efek di bursa efek, penjualan saham pendiri (0,6% x nilai transaksi) dan penjualan saham biasa (0,1% x nilai transaksi).

2. Hadiah undian (20% x jumlah bruto).

3. Bunga deposito, tabungan, serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (20% x nilai penghasilan bruto).

4. Penghasilan hak atas tanah dan bangunan oleh Wajib Pajak real estat (2% x nilai penjualan rumah sakit) serta tanah dan bangunan lainnya (5% x nilai penjualan).

5. Penghasilan dan sewa atas tanah atau bangunan orang pribadi (10% x nilai sewa) dan badan (6% x nilai sewa).

6. Penghasilan pelayaran dalam negeri (1,2% x peredaran bruto). 7. Pelayaran/penerbangan luar negeri (2,64% dari peredaran). 8. Penghasilan jasa kontruksi untuk pelaksana (2% x nilai jasa

pelaksana kontruksi) serta untuk perencanaan dan pengawasan (4% x nilai jasa perencanaan konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi).

Penghasilan-penghasilan yang pajaknya dikenkan secara final, pemerintah menetapkan tarif yang berbeda-beda sesuai dengan jenis penghasilan yang diperoleh oleh wajib pajak dan penghasilan tersebut tidak perlu lagi dilaporkan pada SPT PPh Badan. Pada penghasilan yang telah dikenakan PPh final yang telah diakui sebagai penghasilan secara komersial, secara akuntansi pajak akan dilakukan koreksi negatif (mengurangi penghasilan kena pajak).


(45)

2.1.3 Tarif Pajak

Tarif pajak atas Penghasilan Kena Pajak untuk wajib pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Pasal 17 UU PPh adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1

Tarif Pajak Untuk Wajib Pajak Badan Dan Bentuk Usaha Tetap Lapisan Penghasilan Kena

Pajak

Tarif Pajak UU No. 17/2000

Tarif Pajak UU No. 36/2008 Sampai dengan Rp 50.000.000,00

Diatas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00

Diatas Rp 100.000.000,00

10% 15%

30%

28%

Sumber: Undang-undang No. 36 Tahun 2008

2.1.3.1 Biaya Yang Dapat Dikurangkan (Deductible Expenses) Dan Biaya Yang Tidak Dapat Dikurangkan (Non Deductible Expenses)

Dalam melakukan perhitungan Penghasilan Kena Pajak terdapat biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto dan ada biaya-biaya-biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

Biaya–biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto menurut Erly Suandi (2008:132)sebagai berikut:

1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

2. Penyusutan.

3. Iuran kepada dana pensiun.

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta. 5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.


(46)

8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat penjelasan dibawah ini:

1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan.

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.

8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:


(47)

b. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.

c. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus

d. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaanya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Menurut Erly Suandy (2008:133) disamping biaya-biaya yang boleh dikurangkan diatas, ada biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan yaitu sebagai berikut:

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.

3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan. 4. Premi asuransi.

5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa.

6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali zakat atas penghasilan.

8. Pajak penghasilan.

9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya. 10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan firma, atau

Perseroan Komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. 11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta

sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan.

12. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.


(48)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat penjelasan dibawah ini:

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi.

2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.

3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.

5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.


(49)

6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaaan yang dilakukan.

7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk Agama Islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk Agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

8. Pajak penghasilan disini adalah pajak atas penghasilan perusahaan dalam tahun pajak.

9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.

10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.

11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan.

12. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan dibebankan sekaligus melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.


(50)

2.1.3.2 Cara Menghitung Besarnya Pajak Penghasilan

Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulannya adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) tahun pajak yang lalu dikurangi dengan pajak penghasilan yang dipotong dan atau dipungut (yang tidak bersifat final) serta pajak penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak.

2.1.3.3 Pengertian Meminimumkan

Dalam hal perpajakan, setiap perusahaan pasti menginginkan agar beban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan dapat seminimum mungkin untuk mengoptimalkan laba setelah pajak.

Pengertian minimum menurut Yandiantodalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006:363)sebagi berikut:

“Minimum adalah yang paling kecil, sedikit, kurang, dsb; yang paling rendah”.

Sedangkan pengertian minimum menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:745) sebagai berikut:

“Minimum adalah yang paling kecil (sedikit, kurang): yang paling rendah (tt nilai, harga, upah, dsb)”.


(51)

Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa meminimumkan adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk mengupayakan sesuatu menjadi lebih kecil atau lebih sedikit.

2.1.3.4 Perencanaan Pajak Untuk Meminimumkan Beban Pajak

Strategi mengefisienkan beban pajak (penghematan pajak) yang dilakukan oleh perusahaan haruslah bersifat legal, agar perusahaan terhindar dari sanksi-sanksi pajak dikemudian hari. Secara umum penghematan pajak menganut prinsip the least and the laters, yaitu membayar beban pajak dalam jumlah seminimum mungkin dan pada waktu terakhir yang masih diizinkan oleh Undang-undang dan Perturan Perpajakan. Strategi yang dapat digunakan untuk mengefisienkan beban PPh Badan menurutErly Suandi (2008:134)sebagai berikut:

1. Pembukuan, basis kas, atau basis akrual.

2. Pengelolaan transaksi yang berhubungan dengan pemberian kesejahteraan karyawan.

3. Pemilihan metode penilaian persediaan.

4. Pemilihan sumber dana dalam pengadaan aktiva tetap.

5. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak berwujud.

6. Pemberian bonus kepada pembeli.

7. Transaksi yang berkaitan denganwith holding tax. 8. Penyertaan pada Perseroan Terbatas dalam negeri. 9. Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayar.

10. Permohonan penurunan pembayaran angsuran masa PPh Pasal 25.

11. Pengajuan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 dan Pasal 23.


(52)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat penjelasan dibawah ini: 1. Pembukuan, basis kas, atau basis akrual

Dasar pembukuan yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah basis akrual dan basis kas yang dimodifikasi. Pada basisi akrual, pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat timbulnya hak dan kewajiban, meskipun uangnya belum diterima atau dibayar. Sedangkan pada basis kas, pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran uang.

Perbedaan antara basis akrual dan basis kas yang dimodifikasi menurut versi perpajakan terletak pada biaya administrasi dan umum. Pada basis akrual, biaya administrasi dan umum dibebankan pada saat timbulnya kewajiban. Sedangkan pada basis kas biaya tersebut baru dibebankan pada saat terjadinya pembayaran. Dengan demikian, dari sisi efisiensi beban pajak lebih menguntungkan memilih basis akrual.

2. Pengelolaan transaksi yang berhubungan dengan pemberian kesejahteraan karyawan

Strategi efisiensi PPh Badan yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan karyawan tergantung dari kondisi perusahaan, diantaranya sebagai berikut: a. Pada perusahaan yang memperoleh Penghasilan Kena Pajak yang telah

dikenakan tarif tertinggi (diatas Rp 100.000.000,00) dan pengenaan PPh badannya tidak final, diupayakan seminimal mungkin memberikan kesejahteraan dalam bentuk natura dan kenikmatan karena pengeluaran ini tidak dapat dibebankan sebagai biaya.


(53)

b. Untuk perusahaan yang PPh badannya dikenakan pajak secara final, sebaiknya memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan kenikamatan karena pemberian natura dan kenikmatan kepada karyawan tidak termasuk objek PPh pasal 21, sedangkan pengeluaran untuk pemberian natura dan kenikmatan tersebut tidak mempengaruhi besarnya PPh Badan karena PPh Badan final dihitung dari persentase atas penghasilan bruto sebelum dikurangi dengan biaya-biaya.

c. Bagi perusahaan yang masih rugi, pemberian natura dan kenikmatan akan menurunkan PPh Pasal 21 sementara PPh Badan tetap nihil. 3. Pemilihan metode penilaian persediaan

Untuk efisiensi pajak, metode rata-rata akan menghasilkan Harga Pokok Penjualan (HPP) yang lebih tinggi dibanding dengan metode FIFO. Harga Pokok Penjualan yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil sehingga penghasilan kena pajak juga akan menjadi kecil.

4. Pemilihan sumber dana dalam pengadaan aktiva tetap

Untuk efisiensi beban pajak, sewa guna usaha dengan hak opsi sebaiknya dipilih karena jangka waktu sewa guna usaha umumnya lebih pendek dari umur aktiva dan pembayaran sewa guna usaha dapat dibiayakan seluruhnya. Dengan demikian, aktiva tersebut dapat dibiayakan lebih cepat dibandingkan melalui penyusutan jika pembelian dilakukan secara langsung.

5. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak berwujud


(54)

Sebelum menentukan metode mana yang akan digunakan, terlebih dahulu seorang perencana pajak harus melihat kondisi dari perusahaan yang bersangkutan. Jika kondisi perusahaan adalah laba dan besarnya penghasilan kena pajak sudah mencapai tarif pajak yang tinggi atau tertinggi, maka metode saldo menurun akan lebih menguntungkan. Sebaliknya, jika kondisi perusahaan rugi maka lebih baik memilih metode garis lurus.

6. Pemberian bonus kepada pembeli

Pemberian bonus termasuk dalam pengertian biaya untuk menagih, mendapatkan, dan memelihara penghasilan, sehingga merupakan biaya untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak.

7. Transaksi yang berkaitan denganwith holding tax

Apabila perusahaan tidak memotong with holding tax (misalnya PPh Pasal 23 atas jasa konsultan), maka perusahaan akan menanggung akibatnya jika dilakukan pemeriksaan oleh fiskus karena perusahaaan akan dikenakan kewajiban untuk membayar with holding tax dimaksud ditambah denda bunga atas keterlambatan penyetoran sebesar 2% sebulan dari pokok pajak. Untuk mengatasinya, perusahaan sebaiknya me-mark up nilai transaksi supaya nilai tersebut sudah termasuk pajak, karena jika perusahaan hanya membayar PPh Pasal 23 maka PPh yang dibayar oleh perusahaan tidak dapat dibebankan sebagi biaya.

8. Penyertaan pada Perseroan Terbatas dalam negeri

Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh dari penyertaan pada Perseroan Terbatas dalam negeri dapat dikecualikan sebagai objek pajak


(55)

dengan syarat, deviden yang diterima berasal dari cadangan laba yang ditahan dan deviden paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.

9. Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayar

Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan selain angsuran masa bulanan (PPh Pasal 25) atas PPh Badan yang terutang pada akhir tahun adalah Pajak Penghasilan yang dibayar maupun yang dipungut oleh pihak lain yang bersifat tidak final.

10. Permohonan penurunan pembayaran angsuran masa PPh Pasal 25

Besarnya pembayaran PPh Pasal 25 tergantung dari besarnya PPh terutang tahun lalu. Namun bisa saja diproyeksikan dalam tahun berjalan akan terdapat penurunan laba (Penghasilan Kena Pajak), sehingga jika kita mengangsur PPh Pasal 25 yang besarnya berdasarkan tahun lalu maka kemungkinan pada akhir tahun akan terjadi kelebihan pembayaran pajak. 11. Pengajuan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 dan Pasal 23

Untuk mendapat pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 perusahaan harus mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak penghasilan Pasal 22 kepada Direktur Jenderal Pajak. Dalam mengajukan pembebasan PPh Pasal 22-Impor apabila perusahaan melakukan impor. Pengajuan permohonan pembebasan PPh Pasal 22 harus melampirkan:

1) Proyeksi impor setiap bulan selam tahun yang bersangkutan. 2) Proyeksi perhitungan laba/rugi tahun yang bersangkutan.


(56)

3) Proyeksi perhitungan PPh Badan yang terutang dan angsuran PPh Pasal 25, serta PPh Pasal 22 yang menunjukan lebih bayar apabila dilakukan pembayaran PPh Pasal 22.

4) Proyeksi neraca pada akhir tahun yang bersangkutan.

Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 adalah: 1) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.

2) Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.

3) Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha.

4) Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota.

5) Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

2.1.3.5 Hubungan Perencanaan Pajak Penghasilan dengan Mengoptimalkan Beban Pajak

Untuk mengurangi pengeluaran perusahaan dalam membayar pajak biasanya perusahaan melakukan perencanaan pajak untuk meminimumkan beban pajaknya, seperti halnya menurutKasmir, S.E, MM. (2008:7)sebagai berikut:

“Bahwa dalam rangka menunjang keberhasilan penyelenggaraan Program Pensiun, investasi kekayaan Dana Pensiun harus dikelola secara sehat untuk mencapai hasil yang maksimal dan dapat


(57)

mengoptimalkan beban pajak yang berlaku pada undang-undang untuk memperoleh penghasilan setelah bekerja sekiantahun.”

Sedangkan menurut Nur Hidayat dalam artikelnya yang berjudul Tax Planningbukan untuk hindari pajak (2005:1)sebagai berikut :

“Dalamtax planning, tujuannya adalah mengatur pembayaran pajak atau meminimalkan kewajiban pajak dengan tidak melanggar aturan yang berlaku”.

Dapat dirumuskan menurut Pangestu Subagyo (2009:117)dalam bentuk sebagai berikut :

T =P1P0x 100% P0+P1

T = Besarnya % kenaikan (penurunan) Tax Planning P0= Besarnya pajak sebelum Tax Planning

P1= Besarnya pajak sesudah Tax Planning dan

T = D SD/Vn

D = beda berpasangan rata-rata antara laba kena pajak SD= standar deviasi dari D

N = jumlah pasangan data

Berdasarkan teori diatas dapat dikatakan bahwa perencanaan pajak yang dilakukan perusahaan tanpa melanggar Undang-undang dapat meminimumkan beban pajak yang harus dibayar perusahaan kepada negara.

2.2 Kerangka Pemikiran

Secara singkat penelitian ini menerangkan bagaimana PT. PLN (Persero) pada bagian keuangannya untuk membandingkan beban pajak dengan cara


(58)

melakukan perbedaan sesudah dan sebelum perancanaan pajak (tax planning). Sehingga mengetahui secara finansial perancanaan pajak dalam mengefisienkan atau mengoptimalkan beban pajaknya, dapat dilihat dari laporan laba rugi pertahun yang dilakukan perusahaan berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. Perencanaan pajak dapat dengan memanfaatkan celah-celah peraturan perpajakan yang pada akhirnya akan menghasilkan penghematan jumlah pajak yang akan dibayar ke fiskus.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut :

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran PT. PLN (Persero)

Bagian Keuangan

SebelumTax Planning

Membandingkan Beban Pajak

SesudahTax Planning

PenerapanTax PlanningPajak Penghasilan dan Optimalisasi Dana

Pensiun untuk Mengoptimalkan Beban Pajak

Perbedaan sebelum dan SesudahTax Planning


(59)

2.3 Hipotesis

Menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2007:137)mengemukakan bahwa hipotesis sebagai berikut :

“Hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu kebenarannya) sehingga harus diuji secara empiris”.

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, dan dukungan teori yang ada maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

“Analisis Perbandingan Tax Planning Pajak Penghasilan Sebelum dan Sesudah Beban Pajak”.


(1)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN|

100

Tahun Besarnya Pajak SebelumTax Planning

Besarnya Pajak

SesudahTax Planning Selisih 2009 2.674.232.000.000 1.847.668.000.000 826.564.000.000 2010 2.242.923.000.000 1.313.174.000.000 929.749.000.000

Rata-Rata 632.112.190.999

Standar Deviasi 248.697.355.378

Dari nilai rata-rata dan standar deviasi maka dapat dicari nilai statistik uji t dengan perhitungan sebagai berikut.

t

=

. . . . . .

t

=

. .. .. .

,

t

=

.. .. ..

t

=

6,226

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 6,226, nilai tersebut sama dengan hasil pengolahan menggunakan software SPSS berikut ini.

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 sebelum -sesudah

6.32112E11 2.48697E11 1.01530E11 3.71120E11 8.93104E11 6.226 5 .002

Selanjutnya nilai t yang diperoleh dibandingkan dengan ttabel, pada derajat kekeliruan 5% dan derajat bebas 5 diperoleh nilai t pada pengujian dua arah


(2)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN|

101

sebesar 2,571. Karena thitung (6.226) > dari ttabel (2.571) maka pada tingkat kekeliruan 5% Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dengan tingkat kepercayaan 95% disimpulkan bahwa terdapat perbedaan besarnya pajak sebelum tax planing dan besarnya pajak sesudahtax planning, dengan dilakukannya tax planning maka perusahaan dapat meningkatkan penghasilannya dan beban pajaknya menjadi optimal.

Gambar 4.6

Grafik Daerah Kritis Penerimaan dan Penolakan Ho

Pada gambar 4.6 dapat dilihat bahwa nilai thitung jatuh pada daerah penolakan Ho, sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan besarnya pajak sebelumtax planning dan besarnya pajak sesudahtax planning, dimana besarnya pajak sebelum tax planning lebih tinggi dibanding besarnya pajak sesudah tax planning, jadi dengan dilakukannya tax planning perusahaan dapat mengoptimalkan beban pajaknya dan mendapatkan laba yang maksimal.

Daerah Penolakan Ho Daerah

Penolakan Ho Daerah Penerimaan Ho

0

t0,975;5= 2,571


(3)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN|

102

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisis Perbandingan Tax Planning Pajak Penghasilan Sebelum Dan Sesudah Beban Pajak pada PT. PLN (Persero), maka pada bagian akhir dari penelitian ini penulis menarik kesimpulan, sekaligus memberikan saran sebagai berikut.

5.1 Kesimpulan

1. Besarnya pajak sebelumtax planingpada PT. PLN Persero selama periode tahun 2005 hingga tahun 2008 mengalami penurunan. Namun pada tahun 2009 dan tahun 2010 meningkat drastis. Artinya perusahaan pada 2 tahun terakhir tidak dapat meminimalkan kewajiban pembayaran pajak dengan tidak melanggar perundang–undangan yang berlaku.

2. Besarnya pajak sesudah beban pajak pada PT. PLN Persero secara umum perkembangan tidak berbeda jauh dengan besarnya pajak sebelum tax planning yaitu dari tahun 2005 hingga tahun 2008 cenderung mengalami penurunan namun pada tahun 2009 dan tahun 2010 mengalami kenaikan. Artinya pada perusahaan tersebut berhasil menerapkan tax planning pada laporan keuangannya sehingga beban pajak dapat dioptimalkan oleh manager perusahaan tersebut.

3. Terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara perbandingan besarnya pajak sebelum tax planning dan sesudah tax planning. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi kedua data yang diuji masih lebih besar, jadi


(4)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN|

103

pada kedua data tersebut memliki perbandingan yang jelas dan signifikan terhadap besarnya pajak sebelumtax planningdan besarnya pajak sebelum tax planning.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Besarnya pajak sebelumtax planingpada PT. PLN Persero pada tahun 2009 dan 2010 mengalami kenaikan yang drastis berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang mengalami penurunan,dari kejadian tersebut perusahaan harus lebih bisa meminimalkan kewajiban pembayaran pajak agar pembayaran pajak tidak lebih dari jumlah yang seharusnya.

2. Perusahaan agar lebih menerapkan tax planning dalam pengelolaan keuangannya, tax planning lebih baik dilaksanakan pada saat perusahaan memperoleh laba kena pajak yang besar karena akan menghemat pajak yang paling besar untuk mencegah pemborosan dana yang besar untuk pembayaran pajak. Selain itu dengan adanya penerapan pajak(tax planning) akan meningkatkan kinerja perusahaan secara efektik dan efisien.

3. Perusahaan sebaiknya membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak, mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak (tax planning), dan memutakhirkan perencanaan pajak (tax planning) supaya sesuai dengan kondisi sekarang.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Djoko Muljono, 2006.Akuntansi Pajak. Jakarta: Erlangga.

Erly Suandy, 2008.Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Husein Umar, 2008. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Jonathan Sarwono, 2006.Panduan Cepat dan Mudah SPSS 14. Yogyakarta: ANDI.

Mardiasmo, 2008.Perpajakan. Yogyakarta: Andi.

M. Zain, 2009.Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Nur Hidayat, 2005.Tax Palnning Bukan Untuk Hindari Pajak. Jakarta: Erlangga.

Rachmat Soemitro. 2009.Perpajakan Manajemen. Bandung: Pustaka.

Riduwan dan Sunarto,2007.Pengantar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Siti Resmi, 2005.Perpajakan Teori Dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. ALFABETA,

Bandung.

Yandianto, 2006.Kamus Umum Bahasa Indonesia.


(6)

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Moch. Rezha Fahlufi Zain

Tempat tanggal lahir : Bandung, 13 Juni 1988

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Sukawarna I No. 20 Rt. 02/01 Terusan Pasteur, Bandung 40173

Telepon : 085320424542

DATA PENDIDIKAN

- Tahun 1994-2000 : SD Muhammadiyah 8 Banjarmasin - Tahun 2000-2003 : SLTP Negeri 26 Bandung

- Tahun 2003-2006 : SMA Negeri 15 Bandung

- Tahun 2006-2011 : Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM)

Bandung, Fakultas Ekonomi, Program Studi Akuntansi, Program S-1


Dokumen yang terkait

Penerapan Tax Planning Untuk Pajak Penghasilan Sebagai Upaya Penghematan Pembayaran Pajak Badan Pada PT. Barata UUM Medan.

22 120 112

Analisis Penghematan Pajak Penghasilan Melalui Tax Planning Pada PT. Surya Beton Indonesia

6 26 22

IMPLEMENTASI TAX PLANNING UNTUK MENGHEMAT PAJAK PENGHASILAN TERUTANG PERUSAHAAN PADA PT BUKIT ASAM (PERSERO) TBK.

14 97 48

Analisis Tax Planning Dalam Upaya Meminimalisasi Beban Pajak Penghasilan Pada Bentuk Badan Usaha (Studi Kasus Pada PT ABX)

9 87 48

Analisis Tax Planning Dalam Upaya Meminimalisasi Beban Pajak Penghasilan Pada Bentuk Badan Usaha (Studi Kasus Pada PT ABX)

0 13 52

ANALISIS PENGARUH PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING) SEBAGAI UPAYA MENEKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN Analisis Pengaruh Perencanaan Pajak (Tax Planning) Sebagai Upaya Menekan Beban Pajak Penghasilan Perusahaan Terhadap Ekuitas Pada Perusahaan Perbankan Yang T

1 1 14

ANALISIS PENGARUH PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING) SEBAGAI UPAYA MENEKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN Analisis Pengaruh Perencanaan Pajak (Tax Planning) Sebagai Upaya Menekan Beban Pajak Penghasilan Perusahaan Terhadap Ekuitas Pada Perusahaan Perbankan Yang T

0 1 13

Perbandingan Pajak Penghasilan terutang Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan Pajak.

1 4 28

ANALISIS PERBANDINGAN JUMLAH WAJIB PAJAK SEBELUM DAN SESUDAH PROGRAM TAX AMNESTY DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA PONDOK GEDE

0 0 14

Analisis Penerapan Tax Planning dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Pembayaran Beban Pajak Penghasilan pada PT. Graha Mitra Sukarami - eprints3

0 0 7