UJIAN TENGAH SEMESTER ikp

  

UJIAN TENGAH SEMESTER 

MATA KULIAH PENGANTAR INDUSTRI KREATIF PENYIARAN

Syahyana Ayu Purbasari 

1306385324

  

Ilmu Komunikasi 

Falkutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 

Universitas Indonesia 

2014 PEMBAHASAN 

  1. Media Penyiaran sebagai Media Komunikasi Massa  Sebelum membahas media penyiaran sebagai media komunikasi massa, terlebih

dahulu   kita   harus   memahami   konsep   dari   komunikasi   massa   itu   sendiri.   Yang

dimaksudkan dengan komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi

melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi

yang  luas,  siaran  radio  dan  televisi   yang ditujukan  kepada  umum   dan film   yang

dipertunjukkan di gedung­gedung bioskop. Komunikasi massa menyiarkan informasi,

gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak

dengan menggunakan media. Ada pula beberapa karakteristik komunikasi massa yang

harus kita ketahui, sebelum mengkategorikan media penyiaran sebagai media

komunikasi massa. Pertama, komunikasi massa bersifat umum, dimana pesan yang

disampaikan diperuntukkan untuk semua orang. Kedua, komunikan bersifat

heterogen, yang mana kita harus mengetahui bahwa proses komunikasi terjadi pada

masyarakat yang heterogen. Ketiga, media massa menimbulkan keserempakan,

maksudnya adalah kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh

dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan

terpisah. Dan yang terakhir, hubungan komunikator dan komunikan bersifat non-

pribadi yaitu penyebaran massal dan syarat-syarat umum yang diberikan.

  Dari penjelasan di atas, saya berpendapat bahwa media penyiaran memang dapat

dikategorikan sebagai media komunikasi massa. Bila dilihat, medium penyiaran dapat

dibagi ke dalam beberapa jenis, misal saja melalui televisi dan radio. Bila kembali

kepada konsep komunikasi massa, salah satu komunikasi yang ada juga melalui radio

dan televisi. Kemudian bila dilihat dari segi informasi. Salah satu fungsi komunikasi

massa adalah penyebaran informasi. Dimana penyiaran juga memliki fungsi yang

sama. Dapat pula mengkategorikan media penyiaran sebagai media massa melalui

karakteristik. Dari keempat karakteristik yang saya paparkan di atas, hampir

keseluruhan komponen karakteristik dari komunikasi massa merupakan karakteristik

  

yang dimiliki pula oleh media penyiaran. Seperti contohnya, komunikasi massa

bersifat umum, dimana pesan yang disampaikan untuk umum atau untuk semua

orang. Dalam penyiaran, informasi yang disiarkan ambil saja contoh informasi yang

disiarkan di radio atau di televisi. Informasi tersebut tidak dapat dibatasi untuk siapa

saja. Dengan disiarkannya informasi atau pesan tersebut secara umum, maka siapa

saja dapat mendapatkan informasi tersebut. Namun dalam penyiaran, tidak begitu saja

semua informasi dapat ditampilkan di ranah publik. Informasi, pesan, atau konten

harus terlebih dahulu disesuaikan sehingga sesuai dengan kebutuhan publik dan tidak

memberikan dampak negatif bagi publik.

  Menurut saya, media penyiaran juga merupakan salah satu media komunikasi

massa yang cukup efektif. Karena pesan atau informasi yang ditampilkan pada media

penyiaran dapat dengan cepat merasuk kepada khalayak atau audiens.

  Menurut   Barran   dan   Davis   dalam   buku   yang   dikutip   Muhammad   Mufid mengatakan bahwa media memiliki asumsi untuk membentuk masyarakat, yakni:

  2. Media massa memiliki kekuatan untuk memengaruhi pola pikir rata­rata audiennya. Bahkan pada asumsi berikutnya dalam teori ini dikatakan bahwa ketika pola pikir seseorang   sudah   terpengaruh   oleh   media,   maka   semakin   lama   pengaruh   tersebut semakin besar.

  3. Rata­rata   orang   yang   terpengaruh   oleh   media,   dikarenakan   ia   mengalami keterputusan dengan institusi sosial yang sebelumnya justru melindungi efek negatif media. Jadi sudah sangat jelas bahwa media penyiaran dapat dikategorikan sebagai media komunikasi massa, yang saya rasa cukup efektif dalam pendistribusian pesan atau informasi kepada khalayak atau media. Ditambah dengan media penyiaran seperti televisi atau radio yang sangat dekat dengan kehidupan khalayak, atau dengan kata lain cukup sering dikosumsi oleh masyarakat atau khalayak. 

  2. “frekuensi   sebagai   ranah   publik”   dalam   kaitan   dengan   keberadaan Seperti yang telah dipelajari dalam kelas penyiaran, bahwa  Lembaga Penyiaran bukan   merupakan   pemilik   frekuensi,   melainkan   Lembaga   Penyiaran   adalah   pihak yang diberi hak untuk “menggunakan” frekuensi yang tata cara pengunaan yang telah diatur   oleh   negara.  Frekuensi   itu   sendiri   termasuk   ranah   publik   dan   lembaga penyiaran tidak boleh seenaknya dalam menggunakan frekuensi serta harus mematuhi regulasi,   etika   dan   kepentingan   publik.  Dalam   pemanfaatnya,   frekuensi   harus membawa manfaat bagi publik. Oleh sebab itu, tidak boleh ada monopoli, privatisasi, kepentingan sekelompok golongan dengan mengorbankan golongan lain, dsb. Pada intinya,   dalam   penggunaan   frekuensi,   lembaga   penyiaran   atau   lembaga   komersial harus mendapatkan ijin terlebih dahulu dikarenakan frekuensi yang sifatnya milik publik, yang hanya dapat dipinjamkan. Karena sifatnya milik publik, maka sudah seharusnya   lembaga   penyiaran   bahkan   lembaga   komersil   membuat   atau menyampaikan konten serta isi siaran sesuai dengan kebutuhan dan manfaat bagi masyarakat atau publik. Dengan kata lain, sudah idealnya isi siaran disesuaikan dan dibuat hanya untuk kepentingan publik, bukan kepentingan lembaga tersebut. 

  Salah satu contoh yang ingin saya berikan, baru­baru ini dalam sebuah berita online diberitakan   mengenai   Komisi   Penyiaran   Indonesia   atau   KPI   yang   memberikan teguran tertulis kepada Trans TV atas siaran eksklusif pernikahan presenter Raffi Ahmad dan Nagita Slavina pada 16 dan 17 Oktober 2014. KPI menganggap program siaran   tersebut   telah   dimanfaatkan   bukan   untuk   kepentingan   publik.   KPI   juga mengingatkan stasiun TV tersebut bahwa frekuensi televisi sekali lagi adalah milik publik dan harus dimanfaatkan sebesar­besarnya bagi masyarakat banyak. 

  Dari kasus tersebut, sudah cukup jelas bahwa KPI cukup tegas dalam penekanan hubungan frekuensi yang mana merupakan ranah publik dengan lembaga penyiaran dan   lembaga   komersil.   Maka   sebenarnya,   dapat   disimpulkan   bahwa   penggunaan frekuensi oleh lembaga penyiaran dan lembaga komersil terbatas. Lembaga penyiaran dan   lembaga   komersil   harus   selektif   dalam   penggunaan   frekuensi   agar   tidak memberikan dampak negatif bagi masyarakat namun menggunakan frekuensi sesuai dengan fungsinya yaitu untuk kepentingan masyarakat yang sebesar­besarnya. 

  Peraturan ini juga dicantumkan dalam undang­undang. Yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, pasal 1 ayat 1   yang berisi “Siaran, Penyiaran, Penyiaran Radio,

  

Penyiaran   Televisi,   Siaran   Iklan,   Siaran   Iklan   Niaga,   Siaran   Iklan   Layanan

Masyarakat, Spektrum Frekuensi Radio, Lembaga Penyiaran, Pemerintah, dan Izin

Penyelenggaraan   Penyiaran   adalah   sebagaimana   dimaksud   dalam   Undang­Undang

Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.” Dan Undang­undang Nomor 32 tahun

2002   tentang   penyiaran   itu   sendiri   telah   mengatur   dengan   sangat   jelas   mengenai

penggunaan  frekuensi, serta  peraturan penyiaran  yang dapat  dijadikan  acuan oleh

lembaga   penyiaran   dan   lembaga   komersil.   Sehingga   sudah   sangat   jelas   bahwa

frekuensi sebagai ranah publik merupakan suatu hal yang harus sangat diperhatikan

oleh lembaga  penyiaran dan lembaga komersil agar tidak menyalahgunakan demi

kepentingan pribadi.  5.“Etika Isi Siaran” (pelanggaran oleh salah satu sampel acara TV atau radio) 

  Sebelum membahas contoh pelanggaran oleh salah satu sampel acara TV atau radio, terlebih dahulu saya akan memaparkan mengenai etika penyiaran terlebih dahulu. Etika penyiaran merupakan kumpulan prinsip­prinsip (ethos), sistem nilai dan norma kultural profesi yang digunakan sebagai penentu baik buruk, benar salah, patut tidak patut, boleh tidak boleh, dari seperangkat perilaku para jurnalis/broadcaster. (Liliweri 2010). Sedangkan, fungsi dari etika penyiaran adalah menjaga hubungan timbal balik antara pelaku penyiaran dengan audiens agar :

  Berkurangnya dampak negatif dari isi media • Terhindar dari terjadinya kebohongan publik

  • Terjadinya keadilan, transparansi dan keseimbangan informasi
  • Mencegah penggunaan media untuk  kepentingan kelompok, golongan, dsb.
  • Adanya perlindungan terhadap  kelompok minoritas dan marjinal.

  Ada tiga sumber etika penyiaran secara garis besar, yaitu standar moral individu, standar moral sosial dan budaya, serta hokum sosial. Jenis etika penyiaran juga dibagi dalam 2 jenis yaitu tertulis dimana regulasi yang dikeluarkan dan diberlakukan oleh Badan   Regulator   Penyiaran   seperti     DPR,   Pemerintah   dan   KPI   baik   yang   terkat langsung maupun tidak langsung. Dan tidak tertulis yaitu etika, norma atau standar nilai yang bersumber dari lingkungan masyarakat di mana sebuah lembaga penyiaran berada   dan   beroperasi.   Selain   itu,   ada   tiga   unsur   penting   dalam   etika   penyiaran. kepada pemirsa. Kedua, crew TV sebagai pihak perancang, pembuatan dan penentuan strategi   tayang   juga   harus   memegang   etika   karena   terkait   dengan   tanggungjawab profesi. Dan ketiga, kepemilikan yang harus diatur agar sesuai dengan masyarakat. 

  Sedangkan, etika isi siaran sendiri adalah Pedoman Perilaku Penyiaran adalah dasar bagi Penyusunan Standar Program Siaran yang berkaitan dengan:  a. nilai­nilai kesukuan, agama, ras, dan m. penggolongan program siaran;  antargolongan;  n. prinsip­prinsip jurnalistik;  b.  nilai dan norma kesopanan dan o. narasumber   dan   sumber kesusilaan;  informasi;  c.  etika profesi;  p. bahasa,   bendera,   lambang d.  kepentingan publik;  negara, dan lagu kebangsaan; e.  layanan publik;  q. sensor;  f. hak privasi; r. lembaga   penyiaran

    g.  perlindungan kepada anak;  berlangganan;  s. siaran iklan;  h.  perlindungan kepada orang dan kelompok masyarakat tertentu;  u.  siaran asing;  v.  siaran   lokal   dalam   sistem i.  muatan seksual;  stasiun jaringan;  j.  muatan kekerasan; 

    k.  muatan   program   siaran   terkait w.  siaran langsung;  x.  muatan penggalangan dana dan rokok,   NAPZA   (narkotika, bantuan;  psikotropika,   dan   zat   adiktif),   dan minuman beralkohol;  muatan program y.   muatan program kuis, undian berhadiah, dan permainan lain;  siaran terkait perjudian;  z.  siaran   pemilihan   umum   dan l. muatan   mistik   dan supranatural;  pemilihan umum kepala daerah;  Pada   dasarnya,   isi   siaran   dibuat   untuk   berbagai   kepentingan,   contohnya kepentingan   politik,   hiburan,   ideologi,   pemangku   kepentingan,   dsb.   Saya   ingin memberikan salah satu pelanggaran etika isi siaran yang bahkan sampai diberikan teguran oleh KPI. Pada salah satu acara Trans TV yaitu Super Trap, seringkali terjadi pelanggaran isi etika. Salah satunya yang cukup gencar diberitakan pada media massa dan   meresahkan   masyarakat   adalah   episode   “toilet”.   Dalam   suatu   berita   online disebutkan bahwa dalam edisi ini, tim Super Trap bermaksud menjaili para pengguna toilet   umum   dengan   memasang   kamera   di   dalamnya.Saat   pengguna   toilet   umum sedang membuang hajat, tiba­tiba dinding toilet terangkat. Hal itu sontak membuat para   pengguna   toilet   kelabakan   dan   merasa   malu.   Parahnya,   para   kru   tidak menggunakan sensor yang ketat dalam penayangan gambar itu. Kelamin yang sempat terekam hanya disensor menggunakan emoticon. 

  Hal ini menurut saya sudah sangat melanggar etika nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan. KPI memutuskan memberikan sanksi administrasi berupa surat teguran kepada pihak Trans Tv. Dalam kasus ini, KPI memakai UU penyiaran pasal 51 ayat 1 meminta kepada pihak Trans Tv untuk mengumumkan kepada publik bahwa apa yang dilakukan itu salah. Lalu mengumumkan pengaduan yang masuk ke KPI.  Jelas dapat dilihat   dan   disimpulkan   bahwa   acara   atau   program   ini   memang   melakukan pelanggaran etika isi penyiaran. Padahal, sudah seharunya suatu program atau acara memperhatikan   dengan   detail   konten   acaranya   agar   tidak   melanggar   norma kesusilaan. 

  Kesimpulannya, etika isi penyiaran merupakan hal yang harus sangat diperhatikan oleh   setiap   lembaga   penyiaran   dan   lembaga   komersil.   Sudah   seharusnya   semua lembaga   menyaring,   dan   menyiarkan   isi   siaran   atau   konten   tanpa   memberikan dampak  negatif  bagi  masyarakat.  Dalam  kasus yang saya ambil,  isi  siaran sudah seharusnya sesuai dengan norma dan nilai kesusilaan yang memang dianut dan telah diatur oleh pemerintah. Dengan memperhatikan dan menyesuaikan isi siaran sesuai dengan etika, maka sebenarnya penyiaran di Indonesia dapat dibawa ke arah yang lebih baik. 

  SUMBER 

  http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26430/4/Chapter %20II.pdf http://www.atvli.com/index.php/home/detil_berita/53

http://www.kpi.go.id/download/regulasi/UU%20No.%2032%20Tahun

%202002%20tentang%20%20Penyiaran.pdf http://edwi.upnyk.ac.id/DASBRO_12.pdf

http://www.arrahmah.com/read/2012/11/28/25099­kpi­berikan­sanksi­

acara­supertrap­trans­tv.html