UJIAN TENGAH SEMESTER 2016.docx

(1)

UJIAN TENGAH SEMESTER SEMESTER GANJIL 2016

Evaluasi Pendidikan IPS, Dosen: Dr. Hj. Arnie Fajar, M.Pd. S2 STKIP Pasundan Cimahi tgl:10 September 2016 Nama : YATI SURYATI

Kelas : 10A

SOAL

1. Apa yang anda ketahui tentang konsep evaluasi dan evaluasi pendidikan IPS? Bandingkan antara evaluasi, penilaian, dan pengukuran dalam rangka pendidikan IPS, serta berikan deskripsi melalui contoh implementasinya.

2. Anda paling sedikit telah membaca 10 text book Social Studies. Gagasan apa dari tex books tersebut yang dapat dijadikan unsur pendorong peningkatan PIPS di sekolah Indonesia?

3. Analisa relevansi antara ide, dokumen, proses pelaksanaan, dan penilaian IPS 4. Buatlah rencana (planning) evaluasi sesuai tugas/pekerjaan anda, meliputi: a)

pendekatan, b) desain, dan c) prosedur, dalam rangka melaksanakan evaluasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

5. Tujuan akhir pendidikan adalah memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk berprilaku sesuai dengan konsep yang dipelajarinya, oleh karena itu harus diemplementasikan melalui dua strategi yaitu pendidikan sebagai transfer of knowledge dan pendidikan sebagai transformation of values. Deskripsikan kedua strategi tersebut dan berikan contoh implementasinya.


(2)

JAWAB

1. Menurut saya yang dimaksud dengan:

a. Konsep evaluasi menurut Farida Yusuf dalam bukunya Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Program Pendidikan dan Penelitian hal. 36 s.d. 42 sebagai berikut:

1) Evaluasi Formatif dan Sumatif .

Menurut Scriven dalam Yusuf (2008:36) yang pertama membedakan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif, kemudian sejak itu istilah ini menjadi populer dan dapat dikatakan diterima secara universal dalam bidang ini. Evaluasi formatif dilaksanakan selama program berjalan, hal ini berguna untuk pimpinan dalam perbaikan program. Dalam pengembangan kurikulum tes formatif ini meliputi: pemeriksaan konten oleh ahli, pilot tes terhadap sejumlah siswa, dan tes lapangan terhadap guru di beberapa sekolah, (Yusuf, 2008:37). Sehingga evaluasi ini mengarahkan kepada pengguna dalam pengambilan keputusan dalam mengembangkan program termasuk juga perbaikan dan revisi. Sedangkan evaluasi sumatif, dilakukan pada akhir program untuk memberikan informasi kepada konsumen yang potensial tentang manfaat atau kegunaan program, evaluasi ini dalam pengembangan kurikulum untuk menentukan efektifitas paket tersebut pada tingkat nasional atas sampel sekolah khusus, guru, dan siswa pada tingkat perkembangan tertentu, (Yusuf, 2008:37). Dalam evaluasi ini diberikan kepada konsumen seperti siswa, guru, dan setiap yang terlibat dalam program. Sehingga konsumen tersebut bisa mengambil keputusan apakah program tersebut berhenti atau berlanjut.

2) Evaluasi Internal dan Evaluasi Eksternal,

Selain evaluasi sumatif dan formatif, ada pembagian lain yaitu evaluasi internal dan eksternal, sesuai dengan namanya evaluasi internal dilakukan oleh evaluator dalam proyek, dan evaluasi eksternal dilakukan oleh evaluator di luar proyek, (Yusuf, 2008:37-38). Evaluator internal sulit untuk bersifat objektif, karena evaluatornya terlibat langsung dengan program. Biasanya evaluaor internal lebih banyak tau hal-hal yang


(3)

bersifat konteks. Evaluator eksternal, sulit mengetauhi program sebanyak evaluator internal.

Sebenarnya keempat evaluasi tersebut bisa dikombinasikan, dapat dilihat dalam matriks , menurut Worthen B.R & Sanders G.R dalam Yusuf (2008:41-42)

Internal Eksternal

Formatif 1

Internal Formatif

2 Eksternal Formatif

Sumatif 3

Internal Sumatif

4 Ekternal Sumatif Pada sel 1 dan 4 merupakan peran evaluasi yang paling umum dimana evaluasi formatif dilakukan oleh evaluator internal dan evaluasi sumatif dilakukan evaluator eksternal. Apabila sulit memakai evaluator eksternal, karena mahal maka dapat dilakukan dengan sel 3 dimana evaluasi sumatif menggunakan evaluator internal. Dan sel 2 hampir tidak pernah dilakukan dalam evaluasi pendidikan. Dimana menggunakan evaluasi formatif dengan menggunakan evaluator eksternal.

b. Evaluasi pendidikan IPS, evaluasi adalah sebuah kegiatan pengumpulan data atau informasi, untuk dibandingkan dengan kriteria, kemudian diambil kesimpulan. Kesimpulan inilah yang disebut dengan hasil evaluasi. Kriteria dalam evaluasi pendidikan ketentuan yang dikeluarkan oleh kementrian Pendidikan Nasional, (Arikunto 2013:37). Selaanjutnya menurut Ralph Tyler dalam Yusuf (2013:3) evaluasi ialah proses yang menentukan sampai sejauhmana tujuan pendidikan dapat dicapai. Biasanya evaluasi pendidikan selalu dihubungkan dengan hasil belajar, namun saat ini konsep evaluasi mempunyai arti lebih luas dari itu, (Yusuf 2013:3). Sedangkan evaluasi pendidikan merupakan proses dimana seorang guru menggunakan informasi yang diturunkan dari beberapa sumber informasi agar mencapai tingkat pengambilan keputusan yang benar. (Kusuma 2016: 30) Di sisi yang lain, evaluasi juga merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran/pendidikan. Hal ini berarti, evaluasi merupakan kegiatan yang tak terelakkan dalam setiap kegiatan/proses pembelajaran. Dengan kata lain,


(4)

kegiatan evaluasi (baik evaluasi hasil belajar maupun evaluasi pembelajaran) merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran/pendidikan. Sedangkan Pendidikan IPS adalah suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, ideologi negara dan disiplin ilmu lainnya serta masalah-masalah sosial terkait, yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, (Somantri 2001:74). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Evaluasi Pendidikan IPS adalah merupakan serangkaian kegitan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan secara sistematis dan berkesinanbungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan yang berkaitan denganpenilaian dan pengukuran program dan hasil pembelajaran IPS, yaitu menumbuhkan dan mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya melalui ilmu-ilmu sosial. Sedangkan Evaluasi belajar dan pembelajaran IPS adalah proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran belajar dan pembelajaran IPS. Adapun tujuan evaluasi pendidikan IPS adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem pembelajaran, baik yang menyangkut tentang tujuan, materi dan metode, media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri.

c. Perbandingan antara evaluasi, penilaian, dan pengukuran dalam rangka pendidikan IPS

Menurut para ahli Definisi Proses Hasil Contoh dalam pembelajaran

IPS Penguk

uran

Mengukur adalah mem-bandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif (Arikunto 2015: 3) measurement is the assignment of numerals to objects or events according

Proses untuk menentukan kuantitas sesuatu yang menghasilka n angka. Membandingka n hasil tes dengan standar ukuran tertentu Angka atau skor Bersifat kuantitatif Misalnya

memberi nilai menggunakan rentang baik angka ataupun huruf


(5)

to rules that give numeral quantitative meaning”. (secara teknis, pengukuran adalah pengalihan dari angka ke objek atau peristiwa sesuai dengan aturan yang memberikan makna angka secara kuantitatif). Wiersma dan Jurs dalam Zainal Arifin (2012: 6)

Penilai an

Penilaian (assessment) pada dasarnya adalah bagian dari evaluasi yang lebih luas dari sekedar pengukuran yang meliputi kegiatan interpretasi dan representasi data pengukuran. (Dirman, dkk. 2014:7),

Penilaian dapat

didefinisikan seba-gai suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. (Zainal Arifin 2012:7) Mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk. Pemberian atribut terhadap hasil pengukuran Deskripsi Bersifat kualitatif Dengan memberikan penilaian

kualitatif, misal tuntas atau tidak tuntas


(6)

Evalua si

Evaluasi adalah proses mengambil keputusan berdasarkan hasil-hasil penilaian (Permendikbud, 2013). Evaluasi sebagai suatu proses memberikan pertim-bangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan(evaluatio n). Sesuatu yang dipertim-bangkan itu bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau sesuatu kesatuan tertentu. Guba dan Lincoln dalam Dirman, dkk. (2014: 8).

serangkaian kegiatan untuk memperoleh menganalisis dan menafsirkan data tentang proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan secara sistematis dan berkesinanbu ngan. Pengambilan keputusan terhadap hasil penilaian Pengambil-an keputusan yang berkaitan dengan penilaian dan pengukuran program. Dalam pembelajaran IPS menumbuh-kan dan mengembang -kan sikap, pengetahuan, dan

keterampilan siswa dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya dengan meminjam ilmu-ilmu sosial. Hubungan antara evaluasi, pengukuran dan penilaian menurut Mochtar Kusuma (2016:30) adalah sangat erat dan saling mendukung dalam usaha seorang pendidik memperoleh informasi yang komprehensif terhadap peserta didik. Pada bagian lain Mochtar Kusuma mengatakan bahwa: “membedakan antara pengukuran dan evaluasi seringkali sulit. Karena kedua konsep tersebut merupakan proses inklusif dari pengukuran, sedangkan pengukuran hanyalah bagian dari evaluasi”. Dirman, dkk. (2014: 10) menyatakan bahwa pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat inheren dan hirarki, yakni ketiga kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain dan dalam pelaksanaannya harus secara berurutan. Sehingg Dapat disimpulkan bahwa implementasinya dalam pendidikan IPS sebagai berikut: evaluasi


(7)

dimaksudkan untuk memberikan umpan balik kepada peserta didik maupun kepada guru sebagai pertimbangan untuk melakukan perbaikan serta jaminan terhadap pengguna lulusan sebagai tanggung jawab institusi yang telah meluluskan. Pengukuran, dan penilaian berguna untuk: seleksi, penempatan, diagnosis dan remedial, umpan balik, memotivasi dan membimbing belajar, perbaikan kurikulum dan program pendidikan serta pengembangan ilmu.

2. Gagasan yang dapat diambil dari tex books tersebut dan dapat dijadikan unsur pendorong peningkatan PIPS di sekolah Indonesia sebagai berikut:

a. Menurut para ahli IPS yang relatif memiliki orientasi yang sama mengenai mengembangkan IPS, yaitu:

1) Menurut Numan Sumantri (2001:74)pendidikan IPS di Indonesia adalah penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial dan segala sesuatu yang sifatnya sosial, yang diorganisir secara ilmiah dan psikologis dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai nilai sentralnya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya. Dan dalam buku yang sama hal.183, IPS merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan lingkungannya melalui:

a) Mengembangkan pengetahuan kesosiologian, kegeografian, keekonomian, dan kesejahteraan.

b) Mengembangkan kemampuan berfikir, inquiry, pemecahan, masalah, dan keterampilan sosial.

c) Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

d) Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

2) James bank, dalam Yana dkk, (2012:15 ) dalam bukunya Teaching Strategies for the Social Studies memberikan definisi social studies sebagai bagian dari kurikulum sekolah dasar dan menengah yang


(8)

mempunyai tanggung jawab pokok membantu para siswa untukmengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang diperlukan dalam hidup bernegara di lingkungan masyarakatnya. 3) Suprayeksi (2007:35), dalam pengembangan pendidikan IPS,

pendidikan harus bermakna salah satu budaya yang bertujuan untuk menciptakan arti bersifat dinamis. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada pesrta didik untuk mengemukakan berbagai rasa keinginantahuannya, terlibat dalam proses analisa, dan eksplorasi yang kreatif untuk mencari jawaban, serta terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang unik.

4) Huriah Rachmah (2014:83), Tugas Pendidikan IPS sebagai suatu bidang studi mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dengan tujuan membina warga masyarakat yang mampu menyelaraskan kehidupannya berdasarkan ketentuan-ketentuan fisik dan sosial serta mampu melahirkn kemampuan memecahkan masalah sosial yang dihadapinya.

5) Supardi (2008) mengatakan belajar mengajar ilmu-ilmu social agar menjadi berdaya apabila proses pembelajarannya bermakna (meaningfull), yaitu:

a) Siswa belajar menjalin pengetahuan, keterampilan, kepercayaan dan sikap yang mereka anggap berguna bagi kehidupannya di sekolah atau di luar sekolah.

b) Pengajaran ditekankan kepada pendalaman gagasan penting yang terdapat dalam topik-topik yang dibahas, demi pemahaman, apresiasi dan aplikasi siswa.

c) Kebermaknaan dan pentingnya materi pelajaran ditekankan bagaimana cara penyajiaannya dan dikembangkannya melalui kegiatan aktif.

d) Interaksi di dalam kelas difokuskan pada pendahuluan topic-topik terpilih dan bukan pada pembahasan sekilas sebanyak mungkin materi.

e) Kegiatan belajar yang bermakna dan strategi assessment hendaknya difokuskan pada perhatian siswa terhadap


(9)

pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan yang penting dan terpateri dalam apa yang mereka pelajari.

f) Guru hendaknya berpikir reflektif dalam melakukan perencanaan/ persiapan, perberlakuan dan assessment pembelajaran.

6) Menurut Sapriya (2012:13). Gagasan mengenai Pendidikan IPS ini membawa implikasi bahwa PIPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multi dimensional bahkan cross-disipliner. Dalam hal ini pendidikan IPS menggunakan pendekatan intrdisipliner atau multidisipliner dengan menggunakan berbagai bidang ilmunya masing-masing. Pada tarap yang lebih rendah pendekatan studi sosioal menggunakan multidimensional, yaitu meninjau segala sesuatu masalah masalah sosial dari berbagai aspek kehidupan.

Sesuai pendapat keenam ahli tersebut yang tertuang dalam buku textnya, dalam pembelajaran IPS perlu dikembangkan sejumlah kemampuan yang perlu diterapkan melalui pembinaan terhadap siswa, melalui mata pelajaran IPS. Siswa perlu menguasai pengetahuan dalam upaya membuat keputusan yang reflaktif dan untuk berpartisifasi secara efektif dalam komunitas sebagai warga negara.

Siswa perlu memiliki keterampilan yang meliputi, keterampilan berfikir, keterampilan penelitian ilmu sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan kelompok (group skill). Siswa sebagai warga negara juga perlu mengembangkan komitmen terhadap nilai-nilai demokratis dan kemanusiaan (democratic and human values), seperti hakekat martabat serta kesederajatan manusia dalam upaya untuk membuat keputusan reflektif dan untuk mengambil tindakan yang konsisten dengan nilai-nilai idealis negara. Melalui IPS siswa perlu juga diberi kesempatan untuk berpartisifasi dalam kegiatan-kegiatan yang akan mengembangkan pengetahuan yang lebih luas tentang kehidupan politik dan mengajarkan keterampilan yang berguna dalam mempengaruhi lembaga-lembaga sosial dalam warga negara.


(10)

7) Menurut mulyana R, (2011:191), Kosasih Djahiri (1978:4-5) , Rudi Gunawan (2014), dan dipertegas lagi oleh,Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed.(2012). Menurut kelima text book tersebut, bahwa Pendekatan-pendekatan yang dipergunakan dalam menentukan/ memilih/mengembangkan program maupun metode pembelajaran IPS menurut bertumpu pada pendekatan pendekatan sebagai berikut:

a) siswa sentris, dimana faktor siswa sangat diperhatikan atau diutamakan

b) kemasyarakatan sentris (community oriented), dimana masalah kehidupan riil dan kemasyarakatan dijadikan sumber dan bahan serta tempat belajar;

c) ekosistem, artinya faktor lingkungan turut diperhitungkan dan dimanfaatkan;

d) bersifat komprehensif dan rntegrated (integratif);

e) menggunakan teknik inkuiri (inkuiry) dan bentuk student active learning (siswa belajar dengan aktif) sebagai media proses belajar utama.

Banyak pendekatan paedagogis yang sering digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan karakter mata pelajaran masing-masing. Adapun pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan karakter pendidikan IPS diantaranya berikut:

1) pendekatan konsep, pendekatan ini merupakan pendekatan bermakna dengan menghubung antar konsep sehingga lebih bermakna. Pendekatan konsep ini digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa. Apabila siswa betul-betul memahami suatu konsep ia akan menerapkannya pada situasi baru,

2) Pendekatan pemecahan masalah, pemecahan masalah merupakan proses yang mengharuskan siswa untuk menemukan suatu generalisasi dari konsep-konsep yang telah dipelajari, kemudian menerapkan untuk pemecahan masalah yang dihadapi, 3) Pendekatan lingkungan, dalam menggunakan pendekatan ini

harus diperhatikan bahwa matei pelajann hendaknya mempunyai hubungan erat dengan kehidupan seharihari sehingga lebih konkrit, mudah dipahami dan mengetahui manfaatnya, Pendekatan


(11)

keterampilan proses merupakan pendekatan yang dipakai dalam proses pembelajaran yang menekankan pada pengembangan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasil belajamya.

Dari kesemua text book tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa, IPS merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisiapsi untuk masa yang akan datang.

Ada beberapa strategi dalam mengajarkan keterampilan sosial kepada peserta didik melalui IPS, di antaranya:

a. Guru IPS harus menyajikan pembelajaran IPS dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan model-model pembelajaran yang relevan dengan tujuan pembelajarannya. Salah satu model pembelajaran yang relevan adalah cooperative learning. Dengan pembelajaran cooperative learning, maka siswa tidak saja menghafal fakta, konsep dan pengetahuan yang bersifat kognitif rendah dan guru sebagai satu-satunya sumber informasi, melainkan akan membawa siswa untuk berpartisipasi aktif karena siswa akan diminta melakukan tugas-tugas seperti bekerja kelompok, melakukan inkuiri dan melaporkan hasil kegiatannya kepada kelas. Ini artinya guru bukan satu-satunya sumber informasi karena siswa akan mencari sumber yang beragam dan terlibat dalam berbagai kegiatan belajar yang beragam pula. Guru selain berperan sebagai fasilitator dalam semua kegiatan siswa, juga harus mengamati proses pembelajaran untuk memberikan penilaian (assessment) baik untuk pengetahuan ke-IPS-an juga menilai keterampilan social (social skill) selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

b. Strategi serta pendekatan konstruktivisme yang menempatkan siswa sebagai mitra pembelajaran dan pengembangan materi pelajaran dapat digunakan oleh guru IPS dalam mengembangkan keterampilan social. Keterampilan siswa dalam hal memperoleh, mengolah dan memanfaatkan informasi untuk memiliki, berdayakan dirinya dapat


(12)

dilakukan melalui proses pembelajaran di kelas. Guru IPS konstruktivis harus dapat memfasilitasi para siswanya dengan kesempatan untuk berlatih dalam mengklasifikasi, menganalisis, dan mengolah informasi berdasarkan sumber-sumber yang mereka terima. Sikap kritis siswa terhadap informasi harus dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran di kelas. Guru juga harus selalu membiasakan siswa untuk memprediksi, mengklasifikasi dan menganalisis dengan demikian aspek kognitif siswa yang dikembangkan tidak hanya keterampilan dalam menghafal dan mengingat melainkan juga menganalisis, memprediksi, mengkritisi dan mengevaluasi informasi yang diterima.

c. Strategi inkuiri yaitu stratgei yang menekankan peserta didik menggunkan keterampilan social dan intelektual dalam memperoleh pengalaman baru atau informasi baru melalui investigasi yang sifatnya mandiri. Menurut Supriatna ada beberapa keuntungan dari strategi ini, yaitu:

1) Strategi ini memungkinkan peserta didik melihat isi pelajaran lebih realistik dan positif ketika menganalisis dan mengklasifikasikan data dalam memcahkan masalah.

2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan isu-isu tertentu, mencari data yang relevan serta membuat keputusan yang bermakna bagi mereka secara pribadi.

3) Menempatkan guru sebagai fasilitator belajar sekaligus mengurangi perannya sebagai pusat kegiatan belajar.

3. Analisa relevansi antara ide, dokumen, proses pelaksanaan, dan penilaian IPS

Evaluasi Kurikulum berfokus pada empat dimensi kurikulum yaitu ide, dokumen, implementasi, dan hasil. Evaluasi terhadap dua dimensi kurikulum yaitu terhadap ide dan desain telah dilakukan selama proses pengembangan keduanya. Sebagai bagian dari pengembangan kurikulum, evaluasi kurikulum merupakan kegiatan yang dilakukan sejak awal pengembangan ide kurikulum, pengembangan dokumen, implementasi, dan sampai kepada saat di mana hasil kurikulum sudah memiliki dampak di masyarakat. Evaluasi dalam proses


(13)

pengembangan ide dan dokumen kurikulum dilakukan untuk mendapatkan masukan mengenai kesesuaian ide dan desain kurikulum untuk mengembangkan kualitas yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi lulusan (SKL).

Evaluasi terhadap implementasi dilakukan untuk memberikan masukan terhadap proses pelaksanaan kurikulum agar sesuai dengan apa yang telah dirancang dalam dokumen. Evaluasi terhadap hasil memberikan keputusan mengenai dampak kurikulum terhadap individu warga negara, masyarakat, dan bangsa. Secara singkat, evaluasi kurikulum dilakukan untuk menegakkan akuntabilitas kurikulum terhadap masyarakat dan bangsa.

Evaluasi terhadap ide dan dokumen kurikulum dilakukan terhadap upaya mencari informasi dan memberikan pertimbangan berkenaan dengan keajekan konsistensi ide kurikulum untuk mengembangkan kualitas yang diharapkan, dan keajekan desain kurikulum dengan model dan prinsip pengembangan kurikulum. Evaluasi terhadap ide kurikulum menentukan apakah filosofi, teori, dan model yang akan dikembangkan telah mampu memenuhi fungsi kurikulum dalam mempersiapkan generasi muda bangsa untuk menjalani kehidupan sebagai seorang individu dan warga negara di masa yang akan datang sebagaimana ditetapkan dalam SKL.

Evaluasi kurikulum dilaksanakan dengan mengacu pada Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan. Kurikulum merupakan salah satu program pendidikan yang menjadi rujukan inti pelaksanaan sistem pendidikan nasional. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 77Q ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dinyatakan bahwa evaluasi kurikulum merupakan upaya mengumpulkan dan mengolah informasi dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan kurikulum pada tingkat nasional, daerah, dan satuan pendidikan.

http://www.academia.edu/8447103/10_E._Permendikbud_No_81A_Lampiran-v-pedoman-evaluasi-kurik

Evaluasi terhadap implementasi kurikulum ditujukan untuk mengkaji rancangan yang dibuat oleh satuan pendidikan, rencana pelaksanaan


(14)

pembelajaran (RPP), dan kegiatan pembelajaran. Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana proses pelaksanaan kurikulum mampu mencapai kompetensi peserta didik yang diharapkan. Termasuk dalam evaluasi ini adalah kajian tentang seberapa jauh pedoman implementasi kurikulum memfasilitasi pengelolaan kurikulum secara optimal di lapangan. Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru. Evaluasi pembelajaran mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian. Bila ditinjau dari tujuannya, evaluasi pembelajaran dibedakan atas evaluasi diagnostik, selektif, penempatan, formatif dan sumatif. Bila ditinjau dari sasarannya, evaluasi pembelajaran dapat dibedakan atas evaluasi konteks, input, proses, dan hasil.

Proses evaluasi dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengolahan hasil dan pelaporan. Tujuan dilaksanakannya evaluasi proses dan hasil pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian hasil pembelajaran oleh setiap peserta didik. Informasi kedua hal tersebut pada gilirannya sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran.

Menurut Bloom dalam Nana Sudjana dan Ibrahim (2009) evaluasi adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk dijadikan dasar dalam menetapkan ada atau tidak perubahan-perubahan dan tingkat perubahan yang terjadi pada diri anak didik. Dari penjelasan di atas disimpulkan bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan pengumpulan data mengenai belajar yang dilakukan secara sistematis dan menurut prosedur tertentu untuk dapat memberikan arti mengenai berbagai aspek belajar yaitu aspek perolehan dalam belajar.

Pendidikan IPS akan membentuk peserta didik untuk mengenali, dan memecahkan masalah-masalah social yang terjadi di lingkungan sekitarnya melalui kemampuan pengambilan keputusan seta mampu menjadi manusia yang berguna bagi lingkungannya.

Menurut James Bank dalam yana dkk (2012:7) mengemukakan bahwa Pendidikan IPS mampu mengembangkan pelaku social yang cerdas dan memiliki keterampilan mengambil keputusan untuk memecahkan


(15)

masalah-masalah social melalui pelatihan dan refleksi berbagai masalah-masalah sebelum bertindak.

Dalam proses pembelajaran harus dilaksanakan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari pemebelajaran terseut dapat dicapai. Dalam hal ini tidak terkecuali pembelajaran IPS. Seperti halnya mata pelajaran lain pembelajaran IPS juga harus dievaluasi.

Evaluasi pendidikan IPS ialah serangkaian kegiatan yang meliputi kegiatan tes ataupun non tes, pengukuran dan penilaian proses pembelajaran IPS dalam rangka mengetahui sejauh mana tujuan pendidikan IPS dapat tercapai sehingga kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran IPS dapat diperbaiki untuk proses pembelajaran selanjutnya.

Melalui evaluasi ini kita tidak hanya mengukur sejauh mana anak didik mampu menerima materi pembelajaran juga mengukur sejauh mana kita mampu mentransfer ilmu kepada peserta didik. Kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam proses pembelajaran melalui evaluasi pemebalaran ini harus ditindaklanjuti untuk memperbaiki proses belajar mengajar selanjutnya sehingga tujuan akhir dari pendidikan IPS ini dapat tercapai.

4. Rencana (planning) evaluasi sesuai tugas/pekerjaan saya, selaku guru meliputi:

a. Pendekatan yang berorientasi pada tujuan (goal oriented approach), menurut Farida Yusuf (2008: 24), cara yang paling logis untuk merencanakan suatu program yaitu merumuskantujuan umum dan tujuan khusus dan membentuk kegiatan program untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini juga diperoleh pada pendekatan orientasi tujuan pada evaluasi. Pendekatan ini memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan evaluator mencoba mengukur sampai di mana pencapaian tujuan dapat dicapai.

Dalam hal ini saya melakukan pendekatan penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan kriteria (PAK). PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan


(16)

karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik peserta didik. Salah satu penilaian yang dapat dilakukan adalah penilaian autentik yang memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum, dan masyarakat.

b. Desain evaluasi, Menurut Carol Tayler Fitz-Gibbon & Lynn Lyons Moris, dalam (Farida Yusuf, 2008:64). adalah rencana yang menunjukan bila evaluasi akan dilakukan dan dari siapa evaluasi atau informasi akan dikumpulkan selama proses evaluasi. Pada dasarnya suatu desain ialah bagaimana mengumpulkan informasi yang komparatif sehingga hasil program yang dievaluasi akan bermanfaat atau tidak. (Yusuf 2008:64) Menurut Farida Yusuf desain evaluasi yang bisa digunakan oleh guru ada dua jenis yakni:

1) Desain dalam evaluasi sumatif, evaluasi ini dalam pendidikan digunakan untuk menjelaskan program, informasi yang menerangkan apakah program tersebut sudah mencapai tujuan, mencatat dampaknya, dan membuat perbandingan dengan program lain.

2) Desain dalam evaluasi formatif, evaluasi dilakukan untuk melihat masalah yang potensial, hal-hal yang perlu diperbaiki, memonitor kegiatan program dan secara teratur melakukan tes untuk mengetahui kemajuan siswa ataupun karyawan, untuk mengetahui perubahan perilaku, dan sebagainya, (Yusuf 2008:64-65).

Dalam kesempatan ini saya akan menggunakan desain evaluasi formatif. Desain evaluasi proses pembelajaran mencakup rencana evaluasi proses dan pelaksana evaluasi. Rencana evaluasi proses pembelajaran berbentuk matriksdengan kolom-kolom berisi tentang: No. Urut, Informasi yang dibutuhkan, indikator, metode yang mencakup teknik dan instrumen, responden dan waktu. Selanjutnya pelaksana evaluasi proses. (www.lpp.uns.ac.idlpp@uns.ac.id)

c. prosedur, dalam rangka melaksanakan evaluasi baik secara kualtitatif maupun kuantitatif.

Menurut Farida Yusuf (2008:94-95). Dalam melakukan prosedur evaluasi kualitatif, data yabg dihasilkan merupakan data numerik, atau disebut connvergent pada fenomena (pendapat, penampilan, perilaku) dikurangi dan


(17)

dimasukan dalam kategori angka, yang kemudian angka tersebut dapat disingkat. Prosedur evaluasi program berdasarkan pendekatan kualitatif biasanya mulai dari mendesain, lalu menentukan sample, mengumpulkan data, kemudian dianalisis. model evaluasi kualitatif menekankan proses pelaksanaan kurikulum sebagai fokus utama evaluasi. Demensi kegiatan dan proses mendapatkan perhatian lebih dibandingkan demensi lain. Hasil evaluasi kualitatif berupa peringkat; sangat baik, baik, sedang, kurang dan sangat kurang(Afifah, 2013:16)

Alat pengumpul data yang digunakan pada pendekatan ini bisa berupa catatan tentang kasus-kasus, pedoman wawancara, kuesioner, transkripsi rekaman suara, video, atau berupa foto, sosiogram, reka ulang, judicial review. Data yang terkumpul biasanya diberi kode dan diorganisasikan sedemikian rupa berdasarkan tingkat relevansinya dengan suatu fenomena atau peristiwa tertentu yang terjadi dalam program. Data tersebut nantinya akan dianalisis dengan cara mengelompokkan berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam program. Data akan disajikan dalam bentuk cerita yang rinci lengkap dengan analisis situasi dan perilaku orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Evaluasi semacam ini biasanya diperlukan pada program-program tentative atau pilot project yang masih ingin dicari kekuatan dan kelemahannya. Hasil evaluasi nentinya akan digunakan untuk keperluan pengembangan program dengan cakupan yang lebih luas.

Tahap-tahap evaluasi program dengan pendekatan kualitatif secara garis besar adalah : (Royse, David et al, 2006 dalam Nurjhani 2007: 8 )

1) menentukan tujuan evaluasi, jangka waktu evaluasi, dan factor pendukung lain seperti aksesibilitas ke dalam program

2) Menentukan unit analisis yang merujuk kepada individu yang terlibat dalam program (panitia, peserta, penyandang dana, pengguna output program, unsure pendukung program)

3) Menentukan sample, jenis data yang akan dikumpulkan, cara menganalisis data, dan cara menyimpulkan.

Hasil evaluasi kualitatif berupa peringkat, misalnya: sangat baik, baik, sedang, kurang, sangat kurang. model evaluasi kualitatif selalu menempatkan proses pelaksanaan kurikulum sebagai focus utama evaluasi. Oleh karena itulah dimensi kegiatan dan proses lebih mendapatkan perhatian dibandingkan dimensi lain.


(18)

Prosedur pengumpulan data kuantitatif

Kegiatan pengukuran dan penilaian sangat bersifat kuantitatif dan lebih banyak diarahkan untuk memeriksa perbedaan-perbedaan individual. Dalam bidang pendidikan, berbagai alat uji/tes diarahkan untuk mmengungkapkan informasi tentang perbedaan individual antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya dalam setiap bidang studi. Evaluasi Kuantitatif. Evaluasi kuantitatif Hasil pengukuran hanya mengungkap informasi tentang perbedaan-perbedaan individual dan bukan tentang kualitas kurikulum atau system pendidikan. Out put Dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencapaian prestasi belajar mereka selama mengikuti program. Alat untuk mengukur pencapaian ini disebut Tujuan dan Fungsi Evaluasi Evaluasi Kuantitatif Suharsimi Arikunto (2007:4-5) sasaran evaluasi unsur-unsurnya :

a. System administrasi b. Sarana penunjang

c. Metode mengajar dan system evaluasi d. Bahan pelajaran

e. Guru dan personal lainnya f. Siswa itu sendiri

g. Unsur –unsur penentu keberhasilan Transformasi Evaluasi Kuantitatif

Suharsimi (2007-10- 11) : Penilaian Evaluasi Kuantitatif berfungsi , (a) selektif, (b) diagnostik,(c) sebagai penempatan hasil.

a. Penilaian Evaluasi Kuantitatif berfungsi selektif, Artinya evaluasi kuantitatif digunakan untuk:

1) Memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah 2) Memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa 3) Memilih siswa yang dapat naik kelas atau tidak

4) Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu 5) Tujuan dan fungsi evaluasi ,

b. Penilaian berfungsi diagnostic Dengan mengadakan penilaian, guru dapat mengetahui kelemahan siswa dan mengetahui sebab kelemahan tersebut. Dengan mengadakan penilaian maka mempermudah mencari cara untuk mengatasi kelemahan tersebut. Fungsi penilaian Evaluasi Kuantitatif.

c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan Hasil penilaian untuk menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus digunakan. Sekelompok


(19)

siswa yang mempunyai hasil penilaian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.

d. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan. Penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.

Evaluasi kuantitatif menekankan paradigma bahwa suatu variable atau gejala dapat digambarkan secara teoritik. Hasil dari evaluasi kuantitatif dapat berupa angka- angka hasil pengukuran - Bahwa pendekatan kuantitatif adalah proses pengukuran yang objektif yang menggunakan prosedur formal dan metode yang fokus pada bidang yang sangat spesifik yaitu perkembangan anak yang dapat dengan mudah diamati dan dicatat. Informasi dikumpulkan pada satu waktu, dan hasilnya dapat digunakan untuk membandingkan kinerja anak dalam grup dan usia yang sama / sebaya. Hasil ini juga dapat menunjukkan apakah seorang anak telah menguasai tujuan khusus yang ditetapkan atau tidak. Prosedur evaluasi kuantitatif meliputi :

a. Penentuan masalah dan pertanyaan evaluasi b. Penentuan variable, jenis data dan sumber data c. Penentuan metodologi - Pengembangan instrument d. Penentuan proses pengumpulan data

e. Pengumpulan data dan proses pengolahan data

Saya selaku guru akan menggunakan kedua evaluasi pendidikan tersebut dimana pada awalnya akan melaksanakan evaluasi pendidikan kuantitatif, yang akhirnya akan dibahasakan menggunakan evaluasi pendidikan kualitatif. Menurut Tyler dalam Nana Sudjana dan Ibrahim (2009 :238-239) hakekat penilaian dimaksud sebagai kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan pendidikan telah dapat dicapai siswa dalam bentuk hasil belajar yang mereka perlihatkan pada akhir kegiatan pendidikan. Hal ini berarti bahwa penilaian itu pada dasarnya ingin memperoleh gambaran mengenai efektivitas dari system pendidikan dalam mencapai tujuan. Evaluasi diadakan kepada peserta didik pada awal pembelajaran dan sesudah melaksanakan pembelajaran (hasil belajar). Menekankan adanya pre test dan post test karena itu disebut model Black Box ( Evaluasi ditujukan kepada tingkah laku peserta didik) yang dibangun atas dua pemikiran yaitu:


(20)

a. Menetapkan “test situation” yang diperlukan. Situasi dapat berbentuk demonstrasi menggunakan media, memecahkan persoalan secara tertulis, memimpin kegiatan kelompok,dan sebagainya

b. Menentukan tujuan pembelajaran yang akan dievaluasi.

Hakekat penilaian ini adalah bahwa keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan dipengaruhi oleh berbagai factor Menekankan pentingnya system penilaian yang menyeluruh terhadap dimensi-dimensi yang berpengaruh terhadap hasil yang akan dicapai tidak semata pada aspek hasil yang dicapai saja. Penilaian menurut model ini bermaksud membandingkan performance dari berbagai dimensi system yang dikembangkan dengan sejumlah criteria tertentu untuk akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan judgement mengenai system yang dinilai tersebut. Robert E. Stake dalam Nana Sudjana dan Ibrahim (2009:244-245) berpandangan bahwa kegiatan penilaian tidak hanya berakhir pada suatu deskripsi tentang keadaan dari sesuatu yang dinilainya , melainkan harus sampai pada suatu judgement mengenai baik-buruk, efektif tidaknya suatu system

5. Implementasi dua strategi pendidikan yaitu sebagai transfer of knowledge dan pendidikan sebagai transformation of values. Deskripsikan kedua strategi tersebut dan contohnya,

Manusia dalam pendidikan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan, mengingat manusia memiliki kepentingan untuk melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang terdapat di dalam komunitasnya kepada generasi selanjutnya, sekaligus mentransformasikan pengetahuan yang telah diperoleh dan diciptakannya. Oleh karena itu, kedua kepentingan ini senantiasa mewarnai dalam setiap melakukan proses pendidikan, yaitu proses transfomation of value dan transfer of knowledge, yang keduanya harus dilaksanakan secara seimbang dan berkesinambungan. Pendididkan sebagai transfer of knowledge dan pendidikan sebagai transformation of values adalah bahwa pendidikan itu harus memperhatikan keseimbangan cipta, rasa, dan karsa tidak hanya sekedar proses alih ilmu pengetahuan saja atau transfer of knowledge, tetapi sekaligus pendidikan juga sebagai proses

transformasi nilai (transformation of value) pendidikan yang dimaksud oleh Ki Hadjar Dewantara memperhatikan keseimbangan cipta, rasa, dan karsa tidak


(21)

hanya sekedar proses alih ilmu pengetahuan saja atau transfer of knowledge, tetapi sekaligus pendidikan juga sebagai proses transformasi nilai (transformation of value). Dengan kata lain pendidikan adalah proses pembetukan karakter manusia agar menjadi sebenar-benar manusia.

menurut Kihadjar Dewantoro sebagai berikut:

a. Nilai-nilai yang perlu diinternalisasikan kepada peserta didik dalam pengembangan karakter adalah: religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kerja cerdas, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, peduli lingkungan, dan tanggung jawab.

b. Penyelenggaraan pendidikan jangan terjebak pada pencapaian target sempit, yang hanya melakukan transfer of knowledge melainkan perlu dengan sengaja (by design) mengupayakan terjadinya transformasi nilai untuk pembentukan karakter anak bangsa.

c. Pembentukan karakter peserta didik perlu melibatkan tri pusat pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) secara sinergis.

d. Pengembangan karakter peserta didik perlu memperhatikan perkembangan budaya bangsa sebagai sebuah kontinuitas menuju ke arah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi), dan tetap memiliki sifat kepribadian di dalam lingkungan kemanusiaan sedunia (konsentris). e. Asas dan dasar pendidikan yang digagas Ki Hadjar Dewantara

merupakan landasan dasar yang kokoh untuk membangun karakter bangsa, bersendi pada budaya bangsa dengan tidak mengabaikan budaya asing.

f. Sistem pendidikan yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantara (ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuru handayani) adalah wasiat luhur yang patut diterapkan dalam mengembangkan karakter peserta didik.

g. Corak dan cara pendidikan menurut pandangan Ki Hadjar Dewantara patut kita jadikan sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan karakter.


(22)

Contoh dalam implementasinya, sebagai guru yang profesional, pendidik harus memberi contoh dalam kegiatan sehari-hari, dalam bersikap bertutur kata dimana mereka harus terlebih dahulu memperbaiki dirinya sebelum melakukan transfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kepada anak didik dalam proses belajar mengajar, dan mendorong anak untuk bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai moral dengan metode tertentu, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi agar anak dapat menemukan jati dirinya sehingga dapat merealisasikannya di tengah masyarakat. Seperti Menurut Ki Hadjar Dewantara guru harus bertindak sebagai berikut:

a. menempatkan anak didik sebagai pusat pendidikan,

b. memandang pendidikan sebagai suatu proses yang dengan demikian bersifat dinamis, dan

c. mengutamakan keseimbangan antar cipta, rasa, dan karsa dalam diri anak.


(23)

(1)

Prosedur pengumpulan data kuantitatif

Kegiatan pengukuran dan penilaian sangat bersifat kuantitatif dan lebih banyak diarahkan untuk memeriksa perbedaan-perbedaan individual. Dalam bidang pendidikan, berbagai alat uji/tes diarahkan untuk mmengungkapkan informasi tentang perbedaan individual antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya dalam setiap bidang studi. Evaluasi Kuantitatif. Evaluasi kuantitatif Hasil pengukuran hanya mengungkap informasi tentang perbedaan-perbedaan individual dan bukan tentang kualitas kurikulum atau system pendidikan. Out put Dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencapaian prestasi belajar mereka selama mengikuti program. Alat untuk mengukur pencapaian ini disebut Tujuan dan Fungsi Evaluasi Evaluasi Kuantitatif Suharsimi Arikunto (2007:4-5) sasaran evaluasi unsur-unsurnya :

a. System administrasi b. Sarana penunjang

c. Metode mengajar dan system evaluasi d. Bahan pelajaran

e. Guru dan personal lainnya f. Siswa itu sendiri

g. Unsur –unsur penentu keberhasilan Transformasi Evaluasi Kuantitatif

Suharsimi (2007-10- 11) : Penilaian Evaluasi Kuantitatif berfungsi , (a) selektif, (b) diagnostik,(c) sebagai penempatan hasil.

a. Penilaian Evaluasi Kuantitatif berfungsi selektif, Artinya evaluasi kuantitatif digunakan untuk:

1) Memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah 2) Memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa 3) Memilih siswa yang dapat naik kelas atau tidak

4) Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu 5) Tujuan dan fungsi evaluasi ,

b. Penilaian berfungsi diagnostic Dengan mengadakan penilaian, guru dapat mengetahui kelemahan siswa dan mengetahui sebab kelemahan tersebut. Dengan mengadakan penilaian maka mempermudah mencari cara untuk mengatasi kelemahan tersebut. Fungsi penilaian Evaluasi Kuantitatif.


(2)

siswa yang mempunyai hasil penilaian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.

d. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan. Penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.

Evaluasi kuantitatif menekankan paradigma bahwa suatu variable atau gejala dapat digambarkan secara teoritik. Hasil dari evaluasi kuantitatif dapat berupa angka- angka hasil pengukuran - Bahwa pendekatan kuantitatif adalah proses pengukuran yang objektif yang menggunakan prosedur formal dan metode yang fokus pada bidang yang sangat spesifik yaitu perkembangan anak yang dapat dengan mudah diamati dan dicatat. Informasi dikumpulkan pada satu waktu, dan hasilnya dapat digunakan untuk membandingkan kinerja anak dalam grup dan usia yang sama / sebaya. Hasil ini juga dapat menunjukkan apakah seorang anak telah menguasai tujuan khusus yang ditetapkan atau tidak. Prosedur evaluasi kuantitatif meliputi :

a. Penentuan masalah dan pertanyaan evaluasi b. Penentuan variable, jenis data dan sumber data c. Penentuan metodologi - Pengembangan instrument d. Penentuan proses pengumpulan data

e. Pengumpulan data dan proses pengolahan data

Saya selaku guru akan menggunakan kedua evaluasi pendidikan tersebut dimana pada awalnya akan melaksanakan evaluasi pendidikan kuantitatif, yang akhirnya akan dibahasakan menggunakan evaluasi pendidikan kualitatif. Menurut Tyler dalam Nana Sudjana dan Ibrahim (2009 :238-239) hakekat penilaian dimaksud sebagai kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan pendidikan telah dapat dicapai siswa dalam bentuk hasil belajar yang mereka perlihatkan pada akhir kegiatan pendidikan. Hal ini berarti bahwa penilaian itu pada dasarnya ingin memperoleh gambaran mengenai efektivitas dari system pendidikan dalam mencapai tujuan. Evaluasi diadakan kepada peserta didik pada awal pembelajaran dan sesudah melaksanakan pembelajaran (hasil belajar). Menekankan adanya pre test dan post test karena itu disebut model Black Box ( Evaluasi ditujukan kepada tingkah laku peserta didik) yang dibangun atas dua pemikiran yaitu:


(3)

a. Menetapkan “test situation” yang diperlukan. Situasi dapat berbentuk demonstrasi menggunakan media, memecahkan persoalan secara tertulis, memimpin kegiatan kelompok,dan sebagainya

b. Menentukan tujuan pembelajaran yang akan dievaluasi.

Hakekat penilaian ini adalah bahwa keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan dipengaruhi oleh berbagai factor Menekankan pentingnya system penilaian yang menyeluruh terhadap dimensi-dimensi yang berpengaruh terhadap hasil yang akan dicapai tidak semata pada aspek hasil yang dicapai saja. Penilaian menurut model ini bermaksud membandingkan performance dari berbagai dimensi system yang dikembangkan dengan sejumlah criteria tertentu untuk akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan judgement mengenai system yang dinilai tersebut. Robert E. Stake dalam Nana Sudjana dan Ibrahim (2009:244-245) berpandangan bahwa kegiatan penilaian tidak hanya berakhir pada suatu deskripsi tentang keadaan dari sesuatu yang dinilainya , melainkan harus sampai pada suatu judgement mengenai baik-buruk, efektif tidaknya suatu system

5. Implementasi dua strategi pendidikan yaitu sebagai transfer of knowledge dan pendidikan sebagai transformation of values. Deskripsikan kedua strategi tersebut dan contohnya,

Manusia dalam pendidikan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan, mengingat manusia memiliki kepentingan untuk melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang terdapat di dalam komunitasnya kepada generasi selanjutnya, sekaligus mentransformasikan pengetahuan yang telah diperoleh dan diciptakannya. Oleh karena itu, kedua kepentingan ini senantiasa mewarnai dalam setiap melakukan proses pendidikan, yaitu proses transfomation of value dan transfer of knowledge, yang keduanya harus dilaksanakan secara seimbang dan berkesinambungan. Pendididkan sebagai transfer of knowledge dan pendidikan sebagai transformation of values adalah bahwa pendidikan itu harus memperhatikan keseimbangan cipta, rasa, dan karsa tidak hanya sekedar proses alih ilmu pengetahuan saja atau transfer of knowledge, tetapi sekaligus pendidikan juga sebagai proses


(4)

hanya sekedar proses alih ilmu pengetahuan saja atau transfer of knowledge, tetapi sekaligus pendidikan juga sebagai proses transformasi nilai (transformation of value). Dengan kata lain pendidikan adalah proses pembetukan karakter manusia agar menjadi sebenar-benar manusia.

menurut Kihadjar Dewantoro sebagai berikut:

a. Nilai-nilai yang perlu diinternalisasikan kepada peserta didik dalam pengembangan karakter adalah: religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kerja cerdas, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, peduli lingkungan, dan tanggung jawab.

b. Penyelenggaraan pendidikan jangan terjebak pada pencapaian target sempit, yang hanya melakukan transfer of knowledge melainkan perlu dengan sengaja (by design) mengupayakan terjadinya transformasi nilai untuk pembentukan karakter anak bangsa.

c. Pembentukan karakter peserta didik perlu melibatkan tri pusat pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) secara sinergis.

d. Pengembangan karakter peserta didik perlu memperhatikan perkembangan budaya bangsa sebagai sebuah kontinuitas menuju ke arah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi), dan tetap memiliki sifat kepribadian di dalam lingkungan kemanusiaan sedunia (konsentris). e. Asas dan dasar pendidikan yang digagas Ki Hadjar Dewantara

merupakan landasan dasar yang kokoh untuk membangun karakter bangsa, bersendi pada budaya bangsa dengan tidak mengabaikan budaya asing.

f. Sistem pendidikan yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantara (ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuru handayani) adalah wasiat luhur yang patut diterapkan dalam mengembangkan karakter peserta didik.

g. Corak dan cara pendidikan menurut pandangan Ki Hadjar Dewantara patut kita jadikan sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan karakter.


(5)

Contoh dalam implementasinya, sebagai guru yang profesional, pendidik harus memberi contoh dalam kegiatan sehari-hari, dalam bersikap bertutur kata dimana mereka harus terlebih dahulu memperbaiki dirinya sebelum melakukan transfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kepada anak didik dalam proses belajar mengajar, dan mendorong anak untuk bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai moral dengan metode tertentu, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi agar anak dapat menemukan jati dirinya sehingga dapat merealisasikannya di tengah masyarakat. Seperti Menurut Ki Hadjar Dewantara guru harus bertindak sebagai berikut:

a. menempatkan anak didik sebagai pusat pendidikan,

b. memandang pendidikan sebagai suatu proses yang dengan demikian bersifat dinamis, dan

c. mengutamakan keseimbangan antar cipta, rasa, dan karsa dalam diri anak.


(6)