Tinjauan Pustaka Landasan Teori

pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan. Berdasarkan rangkaian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar atau setting adalah keseluruhan lingkungan dalam cerita dan peristiwa dalam suatu karya fiksi baik itu di lingkungan tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Masing-masing tempat tentu saja memiliki karakteristiknya sendiri yang membedakan dengan tempat lain. 1.6.1.4 Tema Menurut Semi 1988: 42, kata tema seringkali disamakan dengan pengertian topik: padahal kedua istilah itu mengandung pengertian yang berbeda. Kata topik berasal dari bahasa Yunani topoi yang berarti tempat. Topik dalam suatu tulisan atau karangan berarti pokok pembicaraan, sedangkan tema merupakan tulisan atau karya fiksi. Jadi tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tersebut. Menurut Fananie 2002: 84, tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Nurgiyantoro 2005:67 menyatakan bahwa tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tema merupakan gagasan pokok yang membangun dan membentuk sebuah cerita dalam suatu karya sastra. 1.6.2 Psikologi Sastra Menurut Rahmanto dan Dick Hatoko 1985: 126-127 psikologi sastra artinya pendekatan dari sudut psikologi dan sastra. Dari sudut psikologi yang digunakan adalah psikoanalisis struktur kepribadian dari Sigmund Freud, sedangkan dari sudut sastra, teori yang digunakan adalah teori struktural yang meliputi tokoh dan latar. Dari sudut psikologi permasalahan akan dianalisis bedasar teori psikoanalisis struktur kepribadian dari Sigmund Freud. Dalam pendekatan psikologi terdapat teks sendiri sering digunakan psikoanalisis dari Freud. Teori Freud ini mempergunakan alam bawah sadar untuk menerapkan pola kelakuan manusia serta penyimpangan-penyimpangan tertentu. Penelaahan yang menekankan pada karya bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek psikologis yang tercermin dalam perwatakan tokoh-tokoh dengan menggunakan sumbangan pemikiran dari psikologi sastra. 1.6.2.1. Teori Psikologi Sastra Menurut Sukada 1987: 102, unsur kejiwaan seorang tokoh dalam novel merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji. Psikologi merupakan ilmu yang dapat membantu memecahkan berbagai masalah kejiwaan. Sastra dan psikologi merupakan dua wajah satu hati dan sama-sama menyentuh manusia dalam persoalan. Untuk memahami faktor-faktor kejiwaan tokoh dapat ditelaah menggunakan teori dari Freud mengenai unsur-unsur kejiwaan yang terdiri dari id, ego, super ego. Menurut Heerdjan 1987: 31 konflik adalah keadaan pertentangan atau dorongan- dorongan yang berlawanan, tetapi ada sekaligus bersama-sama pada diri seseorang. Nurgiyantoro 1995: 124 menjelaskan konflik batin atau konflik internal merupakan konflik yang terjadi di dalam hatti, jiwa seseorang tokoh cerita. Konflik batin dapat timbul karena adanya konflik enternal. Heerdjan 1987: 31 mengungkapkan konflik batin terjadi karena pertentangan antara dorongan-dorongan yang berlawanan, tetapi ada sekaligus bersama-sama pada diri seseorang. Konflik timbul pada saat ego mendapat dorongan kuat dari id yang tidak dapat diterimanya sebagai sesuatu yang berbahaya. Heerdjan 1997: 31 menjelaskan bila kekuatan naluri melebihi kemampuan ego untuk mengeluarkan dan mengendalikan, muncullah anxietas, rasa cemas. Ini tanda bahaya yang mengatakan bahwa ego berhasil menyelesaikan konflik. Selanjutnya masih menurut Heerdjan 1987: 33-36 untuk melenyapkan kecemasan, ego sering membentuk mekanisme defensi atau mekanisme pertahanan. Tujuannya adalah untuk mencegah jangan sampai tujuan yang tidak dapat diterima menimbulkan gangguan yang lebih kuat lagi karena ini akan mengganggu keutuhan ego. Ada beberapa macam mekanisme pertahanan, yaitu negasi simple, represi, rasionalisasi, projeksi, formasi reaksi, mekanisme pelarian, regresi, konversi, substitusi, sublimasi, dan konpensasi. Menurut Endaswara 2003:96, psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya psikologis hal penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan. Menurut Albertine Mindrop 2010:9, psikologi sastra dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu pertama, karya sastra merupakan kreasi dari suatu proses kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar subconscious yang selanjutnya dituangkan ke dalam bentuk conscious. Kedua, telaah psikologi sastra adalah kajian yang menelaah cerminan psikologi dalam diri para tokoh yang disajikan sedemikian rupa oleh problem psikologis kisahan yang kadang kala merasakan dirinya terlibat di dalam cerita. Karya-karya sastra memungkinkan ditelaah melalui pendekatan psikologi karena karya sastra menampilkan watak para tokoh, walaupun imajinatif dapat menampilkan berbagai problem psikologis. Menurut Bimo Walgito 1980: 5, pengertian psikologi itu berupa ilmu mengenai kejiwaan, maka persoalan yang pertama-tama timbul ialah apakah yang dimaksud dengan jiwa itu. Untuk memberikan jawaban ini bukanlah merupakan hal yang mudah searti diperkirakan orang banyak. Ini telah dikemukanan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai berikut: “yang dimaksud dengan „jiwa‟ itu menurut pengajaran pengetahuan yang positif? Menurut riwayatnya ilmu psikologi sudah ada mulai zaman purba orang memperbincangkan soal ini, soal tertua di dalam peradaban manusia. Menurut Minderop 2010: 59 kajian sosiologi maupun psikologi sastra atas dasar asumsi genesis yang terkait dengan asal-usul kajian sastra. Kajian sosiologi dikaji dalam kaitannya dengan masyarakat yang menghasilkannya sebagai latar belakang sosialnya. Kajian psikologi berkaitan dengan aspek kejiwaan pengarang, tokoh, atau pembacanya. Kajian psikologi diperlukan saat peradaban meningkat, pada saat manusia kehilangan pengendalian psikologis. Tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam karya, melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya pengkaji dapat memahami perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan dalam masyarakat. Cara yang digunakan untuk memahami hubungan antara psikologi dan sastra, sebagai berikut : 1.6.2.1.1 Memahami unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis; 1.6.2.1.2 Memahami unsur kejiwaan tokoh-tokoh dalam karya sastra; 1.6.2.1.3 Mamahami unsur kejiwaan pembaca, berkaitan dengan resepsi sastra; 1.6.2.1.4 Melalui pemahaman terhadap teori-teori psikologi, baru melakukan analisis terhadap kajian sastra; 1.6.2.1.5 Menentukan kajian sastra sebagai objek, lalu dicari teori psikologi yang relevan. Dalam perkembangannya, kajian psikologi dibedakan menjadi dua prinsip pokok, yaitu : Pertama kajian yang mempelajari kondisi psikis manusia di atas ambang kesadaran. Kajian ini meliputi tema-tema : konflik batin, motivasi, pembentukan identitas diri, keutuhan dasar manusia, kepribadian tokoh, dan lain-lain. Dalam pengembangannya hal inilah yang disebut kajian psikologi. Kedua kajian yang mempelajari kondisi psikis manusia diambang kesadaran dan di bawah sadar. Kajian ini disebut Psikoanalisis. Misalnya: ketakutan, kecemasan, seksualitas, kekerasan, dan lain-lain. Dengan demikian, teori psikologi sastra menjadi landasan konflik batin dengan memahami unsur kejiwaan tokoh-tokoh dalam karya sastra. Pembahasan tokoh utama dilihat dari sifat, watak, dan pribadi tokoh Saraswati yang digambarkan oleh Dianing Widya Yudhistira dalam karyanya novel Sintren. 1.6.2.2 Teori Psikoanalisis Sigmund Freud Menurut Freud via Dirgagunarsa 1983: 63 teori psikoanalisis yaitu teori struktur kepribadian digunakan untuk menganalisis konflik batin tokoh Saraswati. Dalam diri seseorang terdapat tiga system kepribadian yang disebut id atau es, ego atau ich, dan super ego atau uberich. Id adalah reservoir atau wadah dalam jiwa seseorang yang berisikan dorongan-dorongan yang disebut Primitif Drive Inner Forces. Dorongan-dorongan primitif ini merupakan dorongan yang menghendaki agar segera dipenuhi atau dilaksanakan. Kalau dorongan ini dipenuhi dengan segera, maka tercapai perasaan senang dan puas. Oleh karena adanya dorongan-dorongan primitif ini, maka id selalu mengikuti pleasure principle yaitu bertugas untuk dengan secepatnya melaksanakan dorongan-dorongan primitif agar tercapai parasaan senang tanpa memperdulikan akibatnya. Dirgagunarsa 1983: 64 mengungkapkan ego bertugas melaksanakan dorongan- dorongan dari id, dan ego harus menjaga benar bahwa pelaksanaan dorongan-dorongan primitif ini tidak bertentangan dengan kenyataan dan tuntutan-tuntutan dari super ego. ini adalah untuk mencegah akibat-akibat yang mungkin tidak menyenangkan bagi ego sendiri, karena itu ego dalam melaksanakan tugasnya yaitu merealisasikan dorongan-dorongan dari id, ego selalu berpegang pada psinsip kenyataan atau reality principle. Menurut Dirgagunarsa 1983: 64 super ego adalah sistem kepribadian yang berisi kata hati conscience. Kata hati ini berhubungan dengan lingkungan sosial dan mempunyai nilai-nilai moral sehingga kontrol atau sensor terdapat dorongan-dorongan yang dipenuhi dengan id. Super ego menghendaki agar dorongan-dorongan yang tidak sesuai dengan nilai- nilai moral tetap tidak dipenuhi. Kerena itu ada semacam pertentangan antara id dengan super ego, sehingga ego berperan sebagai pelaksana yang harus dapat memenuhi tuntutan dari kedua siste kepribadian tersebut secara seimbang. Kalau ego gagal menjaga keseimbangan antara dorongan dari id dan larangan-larangan dari super ego, maka individu yang bersangkutan akan menderita konflik batin yang terus-menerus da konflik ini akan menjadi neurosa.

1.7 Metode Penelitian

Menurut Ratna 2010:34, metode dianggap sebagai langkah-langkah atau cara untuk memahami suatu masalah sehingga mudah dipecahkan dan dipahami. 1.7.1 Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka. Teknik tersebut dilakukan dengan cara mengumpulkan referensi sastra dan novel Sintren. Studi pustaka juga dilakukan terhadap artikel atau tulisan-tulisan yang berkaitan dengan objek tersebut. Teknik yang dipakai berikutnya adalah teknik simak dan catat. Teknik simak untuk menyimak bacaan bagian yang dipilih sebagai bahan penelitian. Teknik catat digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap mendukung dalam memecahkan masalah. Novel Sintren sebagai bahan penelitian yang akan mendeskripsikan tokoh dan penokohan dilihat dari konflik batin lewat pendekatan psikologi sastra. 1.7.2 Metode Analisis Data Peneliti menggunakan metode analisis isi untuk menganalisis data-data yang telah dikumpulkan. Menurut Ratna 2010: 48, metode isi terdiri atas dua macam yaitu isi laten dan isi komunikan. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah, sedangkan isi komunikasi adalah isi yang terkandung sebagai akibat komunikasi yang terjadi. Isi laten adalah isi yang dimaksudkan penulis. Isi komunikasi adalah isi yang terwujud dalam hubungan naskah dengan pembaca. Analisis isi menghasilkan makna yang disampaikan dari naskah kepada pembaca. Menurut Ratna 2010: 49, dasar pelaksanaan metode analisis adalah penafsiran pada isi pesan. Metode analisis isi yang dilakukan terhadap novel Sintren bagaimana konflik batin yang terdapat pada tokoh Saraswati. Peneliti mencoba mendeskripsikan konflik batin tokoh Saraswati yang terdapat dalam novel Sintren. 1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data Peneliti menggunakan metode deskriptif analisis untuk menyajikan hasil analisis data Menurut Ratna 2010: 53. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Metode deskriptif analisis dirasa tepat oleh peneliti dalam menginterpretasikan peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam novel Sintren. 1.7.4 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1 Judul Buku : Sintren Pengarang : Dianing Widya Yudhistira Tahun Terbit : 2007 Terbitan : PT Grasindo 2 Judul Buku : Psikologi Sastra Pengarang : Albertine Minderop Tahun Terbit : 2010 Terbitan : PT Yayasan Pustaka Obor Indonesia

1.8 Sistematika Penyajaian

Skipsi ini terdiri dari lima bab yaitu bab I, bab II, bab III, dan bab IV. bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi struktur novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira. Bab III berisi deskripsi konflik batin tokoh Saraswati dalam novel Sintren. Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran. 19

BAB II STRUKTUR NOVEL SINTREN

KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA

2.1 Pengantar

Bab ini berisi struktur novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira. Struktur novel ini penting untuk mengetahui unsur yang dianalisis alur, tokoh penokohan, latar, dan tema dalam cerita. 2.1.1 Alur Semi 1988: 43 menyatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dari keseluruhan fiksi. Luxemburg 2002:93 menyebut alur atau plot adalah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku. Nurgiantoro 2005: 113 mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain. Nurgiyantoro 2000: 135 membedakan alur menjadi dua, yaitu 1 alur lurus, maju, atau dapat dinamakan alur progresif. Alur sebuah novel dapat dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologi, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti peristiwa oleh pristiwa berikutnya. Alur sorot balik, mundur, flash back, atau dapat disebut regresif, yaitu urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang bepelot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dilaksanakan. Karya yang berplot jenis ini dengan demikian langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik, bahkan konflik yang beruncing. Nurgiyantoro 2000: 149-150 membagi alur cerita menjadi lima tahapan. Alur dalam cerita novel Sintren bersifat progresif atau alur maju. Dijelaskan dari tahap awal perkenalan tokoh utama dan latar belakang kelurganya. 2.2.1 Tahap Situation Awal cerita dibuka dengan narasi dari emak yang mukanya masam di hadapan Saraswati karena melihat anaknya memakai seragam sekolah. Emaknya selalu berharap Saraswati berhenti sekolah dan membantu pekerjaannya sebagai buruh jemur ikan di Klidang milik juragan kaya di desanya. Namun, Saraswati tetap pada pendiriannya untuk dapat terus sekolah dengan dukungan dari ayah. Ayahnya yang membuat Saraswati merasa aman. Saraswati siswi cerdas sekolah dasar yang tumbuh dari keluarga miskin. Latar belakang orang tua hanya seorang buruh serabutan. Marto ayah Saraswati pekerjaannya pembantu tukang, membantu membuat sumur, dan menjadi buruh membersihkan ikan atau menjemur ikan di Klidang, dan pekerjaan yang sering dikerjakan sebagai menarik becak hasil dari pinjaman. Surti yang akrab dipanggil emak sebagai buruh membersihkan dan menjemur ikan. Sudah hampir 10 tahun ia dipercaya menjadi pegawai tetap di Klidang milik juragan Wargo. Surti selalu memaksa Saraswati untuk segera berhenti sekolah dan membantu pekerjaannya. Saraswati dengan bekarja bisa membantu mencari uang untuk kebutuhan hidup kelurganya sehari-hari. Surti tidak peduli keinginan dan cita-cita anaknya yang masih duduk di kelas 4 SD. Ketertarikan juragan Wargo kepada kecantikan Saraswati memiliki niat untuk menjodohkannya dengan Kirman anak tunggalnya yang sudah berusia tiga puluh tahun. Cita-cita Saraswati untuk terus bersekolah harus mengubur dalam-dalam mimpinya dengan kondisi perekonomian kedua orang tuanya yang pas-pasan. Kenyataan itu membuat Saraswati selalu membayangkan setelah lulus dirinya harus menikah muda dan menggendong anak. Ia seakan tidak ada kesempatan untuk belajar dan mewujudkan cita-citanya menjadi guru. Saraswati berpikir ia dapat bebas menjadi anak yang bisa bermain, sekolah, dan tumbuh sewajarnya seperti teman-temannya yang lain, begitu juga mengenai perasaannya terhadap Sinur. 2.2.2 Tahap Generating Circumstance Muncul konflik pertama keputusan emaknya untuk menikahkan Saraswati. Juragan Wargo memutuskan untuk melamar, maka sebagai ia akan menjadi isteri Kirman pewaris tunggal juragan kaya nomor satu di desanya. Berbagai persoalan mencul dalam pikiran Saraswati, ia memikirkan bapak yang selama ini susah payah menarik becak untuk biaya sekolahnya, kehawatiran bapaknya yang akan ikut menyetujui keputusan emaknya. Alasan Saraswati karena juragan Wargo tidak mustahil dapat membantu mengangkat keluarganya dari kemiskinan yang membalut kehidupannya. Tetapi apabila lamaran itu ditolak kehidupannya akan tetap miskin, dan mengecewakan emaknya yang menginginkan berbesan dengan juragan Wargo. Semua yang ia lakukan tidak akan ada yang benar dan di hadapan emaknya. Hal itu menjadi pertimbangan panjang bagi Saraswati, walau sebenarnya tidak merdeka menjadi perempuan, apa lagi dari keluarga miskin seperti dirinya. Saraswati terlintas dalam pikirannya coba kalau dirinya laki- laki dan yang jadi anak juragan Wargo perempuan mungkin cerita hidupnya tidak akan sama seperti saat ini. Emaknya tidak akan pergi melamarkan anaknya ke juragan Wargo, mungkin akan memikirkan berulang kali. Hal ini menjadi sebuah pertimbangan pantaskah anak laki-laki melamar anak perempuan dari orang kaya raya. Pasti emaknya akan memberikan kesempatan sekolah setinggi-tingginya. Namun, kenyataannya ia perempuan yang membuat hatinya getir menerima kenyataan. Ia harus mengikuti semua kehendak orang tua, sekolah sangat dibatasi, terlebih yang menyedihkan hatinya orang-orang di kampungnya akan merasa senang apabila

Dokumen yang terkait

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Rintihan Dari Lembah Lebanon Karya Taufiqurrahman Al-Azizy: Tinjauan Psikologi Sastra.

0 2 12

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA.

0 0 8

KONFLIK BATIN TOKOH KABUL DALAM NOVEL ORANG-ORANG KONFLIK BATIN TOKOH KABUL DALAM NOVEL ORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

0 0 11

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL Konflik Batin Tokoh Utama Novel Sang Maharani KArya Agnes Jessica : Tinjauan Psikologi Sastra.

0 0 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL HATI SINDEN KARYA DWI RAHAYUNINGSIH KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL HATI SINDEN KARYA DWI RAHAYUNINGSIH TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

0 1 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL MUNAJAT CINTA KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY : TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL MUNAJAT CINTA KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY : TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

1 3 11

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA NOVEL PUSPARATRI KARYA NURUL IBAD: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Konflik Batin Tokoh Utama Novel Pusparatri Karya Nurul Ibad: Tinjauan Psikologi Sastra.

0 0 11

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA NOVEL PUSPARATRI KARYA NURUL IBAD: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Konflik Batin Tokoh Utama Novel Pusparatri Karya Nurul Ibad: Tinjauan Psikologi Sastra.

0 0 16

Konflik batin tokoh Saraswati dalam novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira pendekatan psikologi sastra

0 4 109

KEPRIBADIAN TOKOH DALAM NOVEL NAWANG KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA (KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA) - repository perpustakaan

0 2 12