Sebab-sebab Konflik Batin Tokoh Saraswati

ketidak enakan. Biarpun emak dan bapak sama-sama bekerja, tetapi mereka tak pernah bisa menyisihkan sedikitpun uang untuk sekolahnya. Yang ada justru kekurangan. Dianing Widya Yudhistira, 118:3 3.1.3 Konflik Batin karena Cintanya Saraswati Harus Dipendam dalam Hati Cinta pertamanya terhadap Sinur, Saraswati harus memendamnya dalam-dalam. Saraswati seorang penari sintren, maka ia tidak dapat dimiliki oleh lelaki siapapun dan manapun. Walau ia memiliki perasaan kepada teman lelakinya itu semenjak duduk di Sekolah Dasar, ia tidak dapat memiliki raganya kecuali Saraswati harus siap melihat orang yang dicintainya meninggal karenanya. Kutipan di bawah ini menunjukkan indiksi tersebut. 32. Sinur, teman laki-laki sekelasnya yang menyentuh hatinya itu, berseragam putih biru. Ah, malang sekali. Saraswati hanya akan bisa memandang dengan sembunyi-sembunyi karena malu. Degup jantung Saraswati bergemuruh setiap kali bayangan Sinur melintas dalam benaknya. Mengapa anak laki-laki miskin yang menarik hati Saraswati. Dianing Widya Yudhistira, 89:1 33. Teman-teman masih memandanginya. Saraswati merasa desiran nyeri darahnya. Apakah mungkin mereka sekelas tahu isi hatinya terhadap Sinur? Selama ini ia menyimpan dengan sangat rapi sebentuk hatinya pada Sinur. Dianing Widya Yudhistira, 131:4 34. Sinur langsung mengambil langkah cepat menuju kelasnya. Saraswati, yang ingin tersenyum padanya karena dilihatnya sudah masuk sekolah lagi, jadi heran. Mengapa Sinur melihat dirinya seperti melihat hantu di pagi hari? Dianing Widya Yudhistira, 151:2 35. Inikah wajah teman laki-laki sekelasnya yang mampu melumpuhkan hatinya. Seorang yang terpikirkan kala menjelang tidur dan saat terjaga. Ah, Sinur. Sungguh saat-saat seperti itulah yang bisa mendebarkan hati Saraswati. Dianing Widya Yudhistira, 152:3 36. “Ah, andaikan dia jadi…,” Saraswati tidak meneruskan ucapannya dalam hati. Dianing Widya Yudhistira, 153:1 37. Saraswati tentu merasa tersanjung ditatap Sinur seperti itu. Kalau saja Saraswati bisa memiliki keindahan mata itu pasti dialah perempuan yang paling bahagia di muka bumi ini. Sayang, sintren yang melekat dalam diri Saraswati tidak memungkinkan keduanya bersatu. Dianing Widya Yudhistira, 249:1 38. Saraswati menatap sedih. Ia merasakan sebentuk cinta Sinur. Ah, mengapa hidup jadi rumit. Dianing Widya Yudhistira, 250:1 39. Ia membuka jendela kamar. Memandang langit malam, mengucapkan kejujuran hatinya pada Sinur. Saying ia tak akan pernah bisa memiliki Sinur kecuali ia rela kehilangan Sinur selamanya. Saraswati sungguh menyadari siapa pun lelaki yang masuk dalam kehidupannya akan berakhir hidupnya. Dianing Widya Yudhistira, 251 dan 252:1 40. Sakit hati Saraswati. Ia melihat Sinur begitu acuh padanya. Dianing Widya Yudhistira, 253, paragraf 2 41. “Aku harus melupakannya,” seru Saraswati jauh di dasar hatinya. Sejak ia ingin melupakan Sinur, ia kian gencar menari sintren berkeliling dari satu kampung ke kampung lain. Dianing Widya Yudhistira, 254:3 42. Saraswati mengangguk lesu. Ia tahu maksud orang tua Sinur. Menjauhkan Sinur darinya. Orang tua mana yang bisa tenang bila tahu anaknya menaruh hati pada seorang sintren. Dianing Widya Yudhistira, 261:1 43. Saraswati mengangguk lesu. Ia sungguh tidak suka dengan kalimat Sinur. Yang ia inginkan waktu-waktu mendatang, ia bisa bertemu, memandangi bola mata Sinurmenikmati seraut wajahnya yang teduh, berjalan bersisian di sepanjang jalan menuju rumah setiap pulang sekolah, dan tentunya berbagi hati dengan Sinur. Tapi sintren yang melekat dalam tubuhnya telah membelenggunya, memenjarakan cintanya untuk orang lain. Dianing Widya Yudhistira, 262:1 44. Bagi Saraswati, laki-laki di dunia ini tak aka nada yang mampu membahagiakan dirinya, selain Sinur, dan hanya Sinur. Sayangnya, laki-laki itu kini jauh di kota Solo. Ah, itu lebih baik dari pada satu kampug, yang selalu bisa bertemu, tetapi tidak bisa bersatu. Dianing Widya Yudhistira, 269:3 45. Bagaimana mungkin ia lupa dengan lelaki yang mampu memberinya rasa kangen di dunia ini. Saraswati gugup, segera ia mempersilahkan Sinur masuk. Dianing Widya Yudhistira, 291:1 46. Saraswati menghela napas. Pedih ia dengar kata-kata indah itu. Kalau saja ia bukan sintren, tentu ia sudah mengiyakan hasrat Sinur. Sinur bersikukuh akan melamar Saraswati dan menikahinya. Dianing Widya Yudhistira, 292:2 3.1.4 Konflik Batin karena Nikah Paksa Konflik batin yang terjadi pada Saraswati ini disbabkan pernikahan yang tidak ia harapkan. Pernikahan itu bukan yang ia inginkan, lelaki yang menjadi pasangannya pun bukanlah pilihannya sendiri tetapi paksaan dari emak dan masyarakat. Hali ini terjadi karena Saraswati seorang sintren yang memiliki pesona luar biasa, maka ia harus segera dinikahkan untuk menghindari para suami dan lelaki lanjang mengerjarnya. Ia harus menerima apa pun yang menjadi pilihan para isteri yang mengharuskannya segera mendapat pasangan hidup dengan segala resikonya. Kutipan di bawah ini menunjukkan indikasi tersebut. 47. Coba kalau ia laki-laki dan anak juragan Wargo adalah anak perempuan. Mak tidak akan begitu saja pergi melamarkan anaknya ke juragan Wargo. Emak akan memikirkan berkali-kali terlebih dahulu, pantaskah seorang laki-laki dengan pendidikan rendah melamar anak perempuan seorang kaya raya. Emak pasti akan memberiya kesempatan sekolah setinggi-tingginya. Tetapi kenyataannya ia perempuan. Harus menuruti kehendak orang tuanya. Sekolah sangat dibatasi. Yang menyedihkan, orang-orang di kampungnya akan merasa senang bila anak gadisnya cepat dilamar orang, yang berarti anaknya cepat laku. Dianing Widya Yudhistira, 91:1 48. Ia bertarung dengan pikirannya sendiri. Sungguh Saraswati tidak ingin menerima lamaran itu. Ia masih ingin sekolah, tetapi pertengkaran emak dan bapaknya membuat hatinya lumpuh. Terlebih keadaannya keseharian keluarganya yang masih sangat kurag. Dianing Widya Yudhistira, 96:2 49. Saraswati gundah luar biasa. Hatinya miris. Besok adalah awal dari hilangnya masa depan. Ia ingin dilamar kemudian menikah, punya anak lalu menghabiskan waktu di dapur. Tak ada kesempatan lagi untuk sekolah. Dunia seolah runtuh. Dianing Widya Yudhistira, 99:2 50. Saraswati tidak tahu apakah ia harus tersenyum atau menangis. Tersenyum karena akhirnya lamaran itu dibatalkan oleh pihak Kirman. Atau menangis, ia merasa harga dirinya dipermainkan oleh juragan Wargo. Ia ingin marah sama juragan Wargo. Ia ingin teriak. Ingin menghancurkan semua yang ada di depannya. Ia kecewa dan sakit hati, meski sebagian hatinya lega. Dianing Widya Yudhistira, 100:3 51. Saraswati dilamar oleh Dharma. Ia menerima lamaran itu, Saraswati memenuhi janjinya menikah dengan Dharma selepas SMEA. Para perempuan di kampung menyambut pernikahan Saraswati dengan suka cita. Sementara para lelaki patah hati. Suami Saraswati yang ternyata sudah tua jadilah sebagai bahan gunjingan orang-orang sekampung. Dianing Widya Yudhistira, 270: 2 52. Selepas kepergian Dharma, ada sesuatu yang mengganggu pikiran Saraswati. Ia belum juga paham dengan sikap Dharma. Bagaimana mungkin Dharma menikahinya hanya untuk mengamankan kekayaannya. Esoknya, kampung digegerkan oleh kabar buruk. Kapal yang ditumpangi Dharma seorang diri pecah terbelah dua. Ia baru semalam menikah, namun ia sudah meninggal. Dianing Widya Yudhistira, 271:1 53. Akhirnya Saraswati menuruti juga keinginan emaknya dan orang-orang kampung untuk menikah lagi, tepat empat puluh hari setelah meninggalnya Dharma. Laki-laki itu Warno, duda belum punya anak. Satu minggu pernikahan Saraswati keadaan kampung tenang. Menjelang hari kesembilan datang kabar buruk dari Baran. Ia terjatuh dari pohon kelapanya yang tertinggi. Untuk kedua kalinya Saraswati memakamkan suaminya. Ia tampak tenang, tetapi wajahnya tak bisa menyembunyikan rasa dukanya, karena sebentar lagi para suami di kampungnya akan mengejar-ngejar lagi pada dirinya. Dianing Widya Yudhistira, 278 dan 279:3 54. Tiga bulan kemudian, Saraswati menikah dengan Royali, pemilik mobil angkutan kota. Sama dengan Warno, ia juga duda belum punya anak. Sesuatu yang mencengangkan terjadi. Baru sehari Royali menikahi Saraswati mobilnya terbalik di jalan raya jalur pantura. Royali meninggal seketika, mobilnya hancur. Saraswati bersumpah tak akan lagi mau menikah mesti orang-orang kampung mendesaknya. Dianing Widya Yudhistira, 280:1 55. Maka menikahlah Saraswati untuk yang keempat kalinya. Kali ini dengan seorang lajang bernama Sumito. Orang-orang kampung terkaget-kaget lagi. Baru tiga hari usia perkawinan Saraswati, toko Sumito habis terbakar. Mayat Sumito ditemukan ditempat di dekat pintu belakang tokonya. Dianing Widya Yudhistira, 280:2 3.1.5 Konflik Batin karena Orang-orang Kampung Saraswati mengalami konflik batin karena tuntutan dari orang disekelilingnya. Wastini yang selalu iri dengan apa yang dimiliki Saraswati, Wati teman sekelasnya yang tiada henti mengganggunya, dan beberapa orang disekelilingnya yang dapat mengganggu pikirannya. Ditambah semenjak dirinya menjadi penari sintren ia memiliki pesona yang luar biasa. Karena itu, para suami tergila-gila dengan kecantikan yang ia miliki. Dari lelaki yang beristeri sampai lelaki lajang berlomba-lombang untuk mendapatkan hatinya Saraswati. Semenjak itu, para isteri menuntut Saraswati agar segera memiliki pendamping. Namun, tidak berhenti sampai disitu para isteri juga mengucilkan Saraswati sebagai perempuan pembawa sial dengan beberapa kejadian yang dianggap penybabnya adalah Saraswati di kampungnya. Kutipan di bawah ini menunjukkan indikasi tersebut. 56. Sial juga Saraswati hari ini. Ia harus berdekatan dengan Wati, temannya yang selalu tak lelah-lelahnya mengganggunya. Padahal sedikitpun dirinya tak pernah mengganggunya. Wati seperti mengidap penyakit parah yang bernama “mengganggu Saraswati”. Agar Wati terbebas dari penyakitnya itu, sepertinya Wati harus mengusili dirinya. Wati pun makin senang kalau Saraswati menanggapinya. Dianing Widya Yudhistira, 133:2 57. Saraswati menanyakan kedatangannya Legiman apa tujuannya datang ke rumahnya. Ia tambah terkejut ketika Legiman mengatakan hanya ingin bertemu dengannya saja. Saraswati lebih terkejut lagi ketika Legiman mengaku kangen pada dirinya. Saraswati pun bingung harus berkata apa. Saraswati bingung setengah mati. Baru kali ini ia mendengar pengakuan dari seorang laki-laki, yang sangat mendambakannya. Semua orang tahu Legiman sudah bertunangan dan dalam waktu dekat akan menikah dengan Kartika, ibu gurunya juga. Dianing Widya Yudhistira, 220:1 58. Saraswati tak kalah terkejutnya mendengar penuturan bapaknya kalau Legiman melamarnya. Dianing Widya Yudhistira, 224:1 59. Dari jendela sekolah Saraswati bisa melihat Legiman yang sedang dihalau. Saraswati tak tega melihat gurunya dihalau seperti itu. Ia tak habis pikir mengapa Legiman jadi seperti sekarang ini, seperti orang gila. Dianing Widya Yudhistira, 232:2 60. Teriakan-teriakan Legiman membuat orang-orang yang tahu atau kenal Saraswati jadi geleng-geleng kepala. Rupanya kecantikan dan pesona Saraswati yang elok jelita itu menjadi buah bibir diberbagai kampung. Kegilaannya Legiman disangkut pautkan dengan Saraswati. Maka, Saraswati harus bertanggung jawab agar dapat menyembuhkan Legiman tuntutan orang kampung. Dianing Widya Yudhistira, 233:1 61. Saraswati masih memakai seragam sekolah. Ia duduk sendiri di teras rumah. Wajahnya menyimpan kebingungan. Ia tak mengerti mengapa Kartika harus mengakhiri hidupnya dengan seperti tiu. Ia tak mengerti mengapa juga emaknya menyalahkannya. Dianing Widya Yudhistira, 241:4 62. Saraswati memandang kepergiannya Wati dan Dadung itu dengan menghela napas sedih. Ia hampir tidak percaya dengan yang ia lihat. Orang-orang kampung benar-benar telah mengusir Dadung dari rumahnya sendiri. Dianing Widya Yudhistira, 259:5 63. Hari itu ia ingat Dadung. Mestinya Saraswati memaafkan Dadung, tetapi ia tak berdaya. Memaafkan Dadung berarti mau diganggu Dadung setiap saat. Dianing Widya Yudhistira, 260:1 64. Saraswati menaburkan mawar terakhir di atas gundukan tanah yang masih basah. Hari itu hari mengerikan baginya. Ia sudah menduga, orang-orang kampung akan menggunjingkannya sebagai perempuan pembawa sial. Dianing Widya Yudhistira, 274:1 65. Sejak Dharma meninggal, Saraswati juga hanya mau menemui emak da bapaknya. Orang-orang kampung pun penasaran, mereka ingin melihat Saraswati yang lama tak mau keluar rumah. Dianing Widya Yudhistira, 275:2 66. Bagaimana kata orang lagi kalau Saraswati cepat menikah lagi. Emak ternyata masih juga mendesak Saraswati untuk menerima salah satu dari mereka. Tetapi Saraswati bersikukuh tidak akan menikah lagi. Dianing Widya Yudhistira, 277:2 67. Untuk kedua kalinya Saraswati memakamkan suaminya. Ia tampak tenang, tetapi wajahnya tak bisa menyembunyikan rasa dukanya, karena sebentar lagi para suami di kampungnya akan tergila-gila lagi pada dirinya. Mereka akan hanya terbengong- bengong sepanjang hari. Dianing Widya Yudhistira, 279:1 3.1.6 Konflik Batin Karena Kesepian dan Kesendiriannya Saraswati mengalami konflik batin yang mendalam, satu-satu orang di sekelilingnya yang ia sayang dan cintai meninggalkannya. Karena itu ia memiliki luka yang mendalam, kesendirian membawanya terlarut dalam kesedihan sepanjang waktunya. Kutipan di bawah ini menunjukkan indikasi tersebut. 68. “Aku ingin menjadi perempuan biasa saja.” “Aku takut itu akan menyakitkanku. Aku ingin hidup tenang saja.” Ungkapan dalam batin Saraswati. Dianing Widya Yudhistira, 168:2 69. Dalam kesendirian dan kesedihannya itu anak-anak kecil temannya menghampirinya lalu menuntunnya menuju rumah pemberian Dharma. Dianing Widya Yudhistira, 274:2 70. Hari-hari Saraswati terasa sepi dn lama. Sepi. Orang-orang kampung telah menjauhinya. Tak ada yang mau menyapanya lagi. Para perempuan menghindar begitu akan ketemu dengan dirinya. Siapapun akan lari masuk ke dalam rumah kalau Saraswati terlihat di jalanan. Kecuali mereka para laki-laki. Para lelaki masih saja memandang Saraswati seperti memandang bidadari. Saraswati sedih melihat sedikitnya orang yang datang melayat. Apakah akan sesepi ini kelak kalau dirinya mati? Larasati menghibur Saraswati, tak perlu perasaannya terlalu dibawa sedih. Dianing Widya Yudhistira, 288:1 71. Kehilangan mbah Mo seperti kehilangan sesuatu dalam dirinya. Saraswati mulai mengurung diri di rumah besar peninggalan Dharma. Selang bebarapa hari Saraswati disentakkan lagi dengan kabar Larasati yang menyusul kematian mbah Mo. “Ya tuhan…” dalam hati Saraswati. Dianing Widya Yudhistira, 289:1 72. “Ah, mengapa begitu cepat mereka pergi,” batin Saraswati. Mereka pergi di saat Saraswati ditimpa berbagai musibah, berturut-turut ditinggal mati suaminya, dan sekarang ditinggal mbah Mo dan Larasati. Dianing Widya Yudhistira, 289:2 73. Saraswati kian larut dalam kesedihannya. Setiap malam ia ditemani aak-anak kecil, mengadakan sintren di rumahnya. Saraswati menar dan terus menari sepanjang malam. Ia juga tak melupakan ritual yang diajarkan mbah Mo dan Larasati., ketika sebelum masuk pertunjukan dengan berbusana sintren lengkap, ia berendam di air bunga tujuh rupa lalu menelangkupkan kedua tangannya di depan dadanya, dan memejamkan mata seperti bersemedi di bawah siraman purnama. Setiap tanggal lima belas bulan Jawa, ritual itu dilakukannya, hingga kecantikannya terus terjaga. Dianing Widya Yudhistira, 289:3 74. Sayangnya kecantikannya membawa malapetaka bagi dirinya sendiri. Banyak lelaki jatuh cinta padanya, tetapi kemudian patah hati, merekapun malas kerja. Siapa pun yang menikahinya segera akan mati. Dianing Widya Yudhistira, 289:4 Konflik ini merupakan bagian akhir dari cerita ini. Penyelesaikan konflik ini diserahkan kepada pembaca untuk menginterpretasikannya sendiri apakah Saraswati mampu mengatasinya atau tidak. Dari penjelasan di atas dapat diambil suatu garis besar bahwa konflik yang terjadi Dorongan id Saraswati menghendaki untuk segera dilaksanakan sehingga menimbulkan perasaan senang pada diri Saraswati yang terjadi karena adanya dua dorongan yang saling bertentangan. Super ego sebagai pengontrol yang berupa norma-norma masyarakat. Ego yang bertugas sebagai penyeimbang antara dua dorongan yang bertentangan tidak dapat menjaga keseimbangan antara dua dorongan tersebut. Disinilah konflik-konflik batin terjadi pada diri Saraswati. Dorongan super ego lebih mendominasi dalam penyelesaian konflik batin pada Saraswati.

3.2. Akibat Psikis Konflik-konflik Batin pada Diri Saraswati

Bila kepribadian seseorang kurang sanggup atau gagal menjalankan tugasnya maka terjadilah gangguan kesehatan jiwa. Gangguan perasaan yang disebabkan oleh karena terganggunya kesehatan jiwa adalah rasa cemas gelisah, sedih, merasa rendah diri, ragu bimbang, dan sebagainya. Gangguan kesedihan jiwa yang berat adalah penyakit jiwa. Gangguan jiwa yang sering adalah gangguan jiwa ringan atau neurotik dan gangguan yang berat atau psikosis. Berkaitan dengan novel Sintren tersebut gangguan jiwa yang dialami oleh tokoh Saraswati adalah gangguan jiwa ringan atau neurotik. Keinginan Saraswati untuk mempertahankan suara hatinya diceritakan kepada bapaknya. Saraswati menginginkan dapat terus sekolah sampai mencapai perguruan tinggi dan mencapai cita-citanya menjadi seorang guru. Diwakili norma menolak tegas kemiskinan yang membelenggu hatinya, kehidupan kedua orang tuanya yang serba pas-pasan menjadikannya kalah dengan batinnya. Dorongan id Saraswati tidak rela menerima kenyataan, kemiskinan yang menjadikannya dituntut untuk berhenti sekolah dan mencari calon suami yang kaya. Kenyataan yang seperti itu membuat Saraswati selalu membayangkan dirinya setelah lulus sekolah dasar harus nikah muda dan kelak menggendong anak. Ia juga seorang perempuan yang serba salah dan harus selalu mengikuti kehendak orang tua dan sekolah yang dibatasi. Dengan begitu Saraswati tidak ada kesempatan untuk belajar dan mewujudkan cita-citanya menjadi guru. Dalam pikirannya Saras selalu menginginkan kebebasan menjadi anak yang ingin bermain, sekolah, dan tumbuh sewajarnya seperti gadis seusia dan teman-temannya yang lain, ini adalah dorongan ego Saraswati. Dorongan super ego terkadang Saraswati merasa tuhan membeda-bedakan hidupnya dengan temannya yang lain, yang lebih beruntung. Ia selalu merasa tuhan tidak pernah adil padanya, kenapa ia dilahirkan dari rahim seorang perempuan miskin. Malangnya menjadi orang miskin dimana-mana selalu disalahkan, peluang baik hanya berlaku bagi orang-orang yang mempunyai uang itu yang selalu menghantui pikiran Saraswati. Maka dengan id ia hanya ingin menjadi orang yang punya banyak uang agar orang lain menghargai dan menghormati dirinya dengan keluarganya. Menjadi penari sintren itu sebagai dorongan ego agar dapat terus melanjutkan sekolahnya dan tidak terpuruk terhadap ketidak adilan tuhan. Sinur sebagai cinta pertamanya itu dorongan super ego yang mewakili hati nuraninya. Namun, ia harus melepaskan Sinur karena Saraswati sadar dirinya sebagai penari sintren tidak dapat bersama dengan orang yang ia sangat cintainya itu atau harus rela kehilangan Sinur selamanya, maka ia merelakan untuk memendam perasaan cintanya di hati sebagai id. Ia pun demi melupakan Sinur, Saraswati semkin rajin tampil menari sintren diberbagai daerah sebagai tindakan ego nya Saraswati. Semenjak Saraswati menjadi penari sintren para suami tergila-gila dengan pesona dan kecantikannya. Para suami dalam tidurnya selalu memanggil-manggil nama Saraswati. Karena kegeresahan para isteri di kampung, memutuskan bersama-sama untuk mendatangi rumah Surti untuk meminta anaknya agar segera menikah. Lamaran Dharma diterima atas paksaan emak dan para isteri, syaratnya lulus SMEA baru akan menikahinya sebagai dorongan super ego. Saraswati memenuhi janjinya setelah lulus sekolah ia menikah dengan Dharma seorang duda tua yang kaya raya tindakan id nya Saraswati, untuk memenuhi keinginan orang tua dan para isteri di kampungnya. Namun, ego suami yang pertama Saraswati meninggal karena kecelakaan saat melaut di hari kedua pernikahan mereka. Empat puluh hari semudian para isteri memaksa Saraswati kemabali agar menikah lagi, super ego Saraswati menerima tawarannya para isteri menikah kedua kalinya degan Warno seorang duda belum memiliki anak. Id untuk kedua kalinya rumah tangga Saraswati gagal dengan dikabarkan suaminya meninggal karena terjatuh dari poho kelapa di kebunnya. Ego Saraswati tidak akan menikah lagi walau para isteri akan dipaksanya. Setelah beberapa bulan kejadian yang sama para suami kembali mengejar-ngejar Saraswati, maka untuk ketiga kalinya Saraswati mengikuti saran para isteri. Super ego ia menikah dengan Royali seorang duda belum memiliki anak. Suami yang ketiga Saraswati pun meninggal juga dihari kedua pernikahannya akibat kecelakaan angkutan kota miliknya terbalik di jalan raya pantura. Keputusan itu penuh duka bagi diri Saraswati, id Saraswati menerima sikap para isteri yang menilainya sebagai perempuan pembawa sial. Ego hanya ingin menemui emak dan bapaknya saja. Lagi-lagi, para isteri di kampungnya memaksa Saraswati menikah yang keempat kalinya super ego Saraswati menerima dan menikah dengan Sumito seorang lelaki lajang. Dan kembali terjadi suami keempat Saraswati meninggal juga kesembilan hari usia pernikahannya. Id Saraswati pasrah dengan keadaan yang menimpa dirinya, musibah yang tidak wajar menimpa keempat suaminya yang belum lama menikahinya. Dengan begitu ego Saraswati hanya menyendiri di rumah warisan dari Dharma suami pertamanya Saraswati. Wati teman sekelasnya memiliki sikap jahat padanya, ia selalu iri pada apa yang dimiliki Saraswati. Super ego kalau bukan untuk biaya sekolah, Saraswati tidak ingin menerima pekerjaan menjadi penari sintren. Id Saraswati berpikir bahwa kenyataan mengharuskan seseorang melakukan sesuatu. Ego membalas dengan tindakan sesuai dengan yang Wati berikan selama ini kepadanya. Ketenaran Saraswati menjadikan Wastini menjadi geram dan panas yang membuatnya berniat mencelakainya. Wastini mendatangi dukun sakti untuk mencelakai Saraswati. Namun, super ego Saraswati sudah mengetahui tujuan Wastini terhadapnya. Id Saraswati yang memiliki jimat sintren menjadikan Wastini lumpuh. Wastini sebelumnya sudah diperingatkan agar berhati-hati oleh dukun karena orang yang ditujunya bukan orang sembarangan, namun ia tidak peduli justru berusaha untuk mencari dukun lain yang bersedia membantunya. Kelumpuhan Wastini yang secara tiba-tiba membuat heboh orang kampung. Diran memohon kepada Saraswati agar menyembuhkan isterinya dengan membawa Wastini ke rumah Saraswati. Ia mengobati Wastini dengan disaksikan warga yang penasaran ingin melihatnya, itu sebagai dorongan ego. Saras meminta persyaratan bahwa setelah sembuh jangan lagi mencoba mengusik dan mengganggu kehidupannya. Maka dengan kelebihannya keesokan paginya Wastini kembali sehat dan normal seperti sebelumnya. Baru satu minggu di kampung Saraswati tinggal, warga masih berduka atas kejadian- kejadian aneh yang menimpanya. Kini warga dikejutkan lagi dengan kabar Kirman anak Juragan Wargo meninggal di kali keramat dengan tidak wajar. Deretan kejadian aneh di kampung, orang-orang menuduh Saraswati sebagai penyebabnya. Kejadian gilanya Legiman setelah ditolak cintanya oleh Saraswati, Kartika bunuh diri karena tunangannya menjadi gila menjadikannya putus asa, Kirman meninggal dengan tidak wajar terhanyut di sungai karena kecewa cintanya ditolak oleh Saraswati, dan meninggalnya keempat suami Saraswati. Super ego Saraswati mencoba menerima segala musibah yang terjadi tertuduhkan pada dirinya. Id beberapa kejadian yang menimpa di kampungnya, membuat Saraswati menjadi tersudut dan tertuduh oleh warga bahwa dirinya sebagai penyebabnya. Ego Saraswati berpikir ini adalah karma dalam kehidupan sintren, terlalu besar resikonya menjadi seorang sintren. Walau super ego Saraswati tidak mengetahui sebenarnya yang menimpa dirinya atas kejadian yang tidak wajar. Dorongan id tetapi ia sadar dengan segala resiko yang harus diterimanya, bahwa siapapun orang yang hadir di dalam kehidupannya tidak akan bisa selamat dari celaka sebagai karma menjadi seorang sintren. Ego Saraswati tidak tahu apakah ia harus menyesali atau tidak atas kejadian yang telah menimpanya, sebab ketika ia menari sintren sangat menikmati dan merasa tidak pernah merugikan orang lain. Satu sisi ia harus terus menjadi sintren agar dapat mencapai yang ia cita-citakan. Namun, satu sisi pertimbangan hidupnya dengan banyak resiko. Hari-hari Saraswati terasa sepi super ego nurani Saraswati. Orang-orang kampung mulai menjauhinya, para isteri menghindar begitu akan bertemu di jalan dengannya, hanya para lelaki masih selalu terus melihat Saraswati tanpa berkedip. Super ego Saraswati suatu hari mendapat kabar yang membuat semakin sepi, mbah Mo meninggal karena usianya yang sudah tua. Id dalam diri Saraswati membuatnya sedih karena tidak ada satupun perempuan yang datang untuk mengucapkan belasungkawa, hanya beberapa laki-laki yang terlibat di sintren datang untuk melayat. Dalam hatinya apakah akan sesepi ini kelak kalau dirinya meninggal? Ego Saraswati mulai menyendiri, mengurung diri di rumah besar peninggalan Dharma. Suatu hari Saraswati dikabarkan Larasati meninggal menyusul Mbah Mo pergi untuk selamanya. Mengapa begitu cepat mereka pergi, batin sedih Saraswati sebagai dorongan super ego nya. Mereka pergi di saat Saraswati ditimpa berbagai musibah yang berturut-turut suaminya meninggal di usia pernikahannya yang masih beberapa hari, ini adalah id. Saraswati mulai menunjukkan ego, ia semakin larut dalam kesedihan. Hidupnya hanya ditemani anak-anak kecil yang selalu setia di sampingnya. Kecantikan itu membawa malapetakan bagi dirinya sendiri. Banyak lelaki yang jatuh cinta, tetapi kemudian patah hati, dan lelaki manapun yang menikahinya akan segera meninggal. Orang-orang berkumpul merencanakan untuk mengusir Saraswati dari kampungnya. Bersamaan dengan keresahan yang melanda kampung, Sinur pulang. Warga segera melemparkan obor di tangannya ke arah rumah Saraswati. Aneh, sebelum obor sampai ke rumah sudah padam terlebih duhulu. Sinur masuk ke dalam rumah memanggil-manggil Saraswati, memberanikan dirinya masuk ke sebuah ruang kecil, Saraswati berbaring dengan kedua tangannya di atas pusat perut ini adalah ego. Semenjak meninggalnya Saraswati, tidak ada lagi pertunjukan sintren di kota Batang. Deskripsi konflik batin tokoh Saraswati dalam novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira, seperti yang dijelaskan di atas pengarang menggambarkan semakin tambah usia semakin besar konflik batin yang dialami tokoh Saraswati. Seperti yang diceritakan konflik batin latar belakang orang tua yang miskin, konfik batin terhadap tuhan, konflik batin karena cintanya hanya bisa di pendam dalam hati, konflik batin karena adanya pernikahan paksa, konflik batin dengan orang kampung, dan konflik batin merasa sepi karena sendiri semenjak

Dokumen yang terkait

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Rintihan Dari Lembah Lebanon Karya Taufiqurrahman Al-Azizy: Tinjauan Psikologi Sastra.

0 2 12

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA.

0 0 8

KONFLIK BATIN TOKOH KABUL DALAM NOVEL ORANG-ORANG KONFLIK BATIN TOKOH KABUL DALAM NOVEL ORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

0 0 11

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL Konflik Batin Tokoh Utama Novel Sang Maharani KArya Agnes Jessica : Tinjauan Psikologi Sastra.

0 0 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL HATI SINDEN KARYA DWI RAHAYUNINGSIH KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL HATI SINDEN KARYA DWI RAHAYUNINGSIH TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

0 1 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL MUNAJAT CINTA KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY : TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL MUNAJAT CINTA KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY : TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

1 3 11

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA NOVEL PUSPARATRI KARYA NURUL IBAD: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Konflik Batin Tokoh Utama Novel Pusparatri Karya Nurul Ibad: Tinjauan Psikologi Sastra.

0 0 11

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA NOVEL PUSPARATRI KARYA NURUL IBAD: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Konflik Batin Tokoh Utama Novel Pusparatri Karya Nurul Ibad: Tinjauan Psikologi Sastra.

0 0 16

Konflik batin tokoh Saraswati dalam novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira pendekatan psikologi sastra

0 4 109

KEPRIBADIAN TOKOH DALAM NOVEL NAWANG KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA (KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA) - repository perpustakaan

0 2 12