pengelolaan SDM aparatur; Penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan, peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur Negara.
1.2 Partisipasi Pria dalam KB
Partisipasi pria adalah tanggung jawab pria dalam keterlibatan dan kesertaan ber KB dan Kesehatan Reproduksi, serta prilaku seksual yang sehat dan aman bagi
dirinya, pasangannya dan keluarganya BKKBN, 2007 Bentuk nyata dari partisipasi pria tersebut adalah: sebagai peserta KB,
mendukung dan memutuskan bersama istri dalam penggunaan kontrasepsi, sebagai motivator KB merencanakan jumlah anak dalam keluarganya BKKBN, 2007.
1.3 Faktor-faktor kurangnya partisipasi pria dalam KB
Menurut BKKBN dalam Ekarini 2008 faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya partisipasi pria dalam KB yaitu:
1 Pengetahuan pria terhadap KB Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, rasa dan raba.Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan atau
Universitas Sumatera Utara
perilaku seseorang Notoatmodjo, 2007.Dari studi kualitatif yang dilakukan BKKBN menunjukkan pengetahuan menjadi salah satu faktor rendahnya partisipasi pria dalam
KB. 2 Kualitas pelayanan KB pria
Bruce menjelaskan bahwa terdapat enam komponen dalam kualitas pelayanan, yaitu pilihan kontrasepsi, informasi yang diberikan, kemampuan teknikal, hubungan
interpersonal, tidak lanjut atau kesinambungan, kemudahan pelayanan.Dalam kerangka teorinya disebutkan pula bahwa dampak dari kualitas pelayanan adalah
pengetahuan klien, kepuasan klien, kesehatan klien, penggunaan kontrasepsi penerimaan dan kelangsungannya.Keenam elemen ini tidak berdiri sendiri, tetapi satu
dengan yang lain saling berkaitan, dan mempunyai latar belakang, pola pengelolaan, serta alokasi sumber-sumber yang sama. Salah satu isu penting yang perlu
dikemukakan adalah masalah kualitas pelayanan KB pria dilapangan yang menjadi salah satu faktor rendahnya partisipasi pria dalam KB.
3 Dukungan istri terhadap pria untuk be-KB Menurut BKKBN dalam Jurnal Kes Mas Vol 4 No 1 September 2010 yang
berjudul hubungan karakteristik suami dengan keikutsertaan suami menjadi akseptor keluarga berencana di wilayah desa karangduwur kecamatan petenahan kabupaten
jawa tengah, bahwa istri tidak setuju atau tidak rela suami ikut KB dengan alasan kasihan sama suami karena mencari nafkah meresa khawatir suami menyeleweng,
takut pada efek samping terutama penurunan libido.
Universitas Sumatera Utara
4 Akses pelayanan KB pria Menurut Wijono dalam Ekarini, akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak
terhalang oleh keadaan geografis, sosial, budaya, organisasi atau hambatan bahasa.Dengan terbatasnya akses ke tempat pelayanan dan tidak adanya kemudahan
dan ketersediaan sarana pelayanan berdampak negatif terhadap penggunaan suatu alat kontrasepsi.
5 Sosial budaya Di beberapa daerah masih ada masyarakat yang akrab dengan budaya “banyak
anak banyak rejeki, tiap anak membawa rejekinya sendiri-sendiri atau anak sebagai tempat bergantung di hari tua”. Pada masyarakat ini selogan “dua anak cukup, laki-
laki atau perempuan sama saja” masih agak sulit diterima, sehingga upaya program KB untuk mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera NKKBS
nampaknya juga belum sepenuhnya dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat Pinem, 2009
6 Agama Berkaitan dengan penggunaan alat kontrasepsi, terdapat kelompok masyarakat
agama yang menolak dan menerima program tersebut. Dalam konteks ini tentunya sebagai tenaga kesehatan kita perlu untuk memahami pandangan kepercayaan atau
agama pada masyarakat yang menjadi sasaran program KB. Tentunya kepercayaan
Universitas Sumatera Utara
agama bukanlah suatu yang dapat kita paksakan, tetapi yang terpenting adalah kita memahaminya Badrujaman, 2008
Jika ditinjau dari segi agama, tidak ada satu agama pun di Indonesia yang secara pasti menolak program KB, meskipun pada awalnya banyak keraguan akan hukum
agama dari program ini. Namun, pada saat ini agama telah mendukung program KB sepenuhnya. Berikut pandangan empat agama besar di Indonesia tentang KB Riski,
2010: 1. Islam
Pendapat para ulama di Indonesia tentang KB pada umunnya menyetujui atau sekurang-kurangnya tidak menentang. Bahkan pada masa Nabi Muhammad telah
dikenal metode kontrasepsi alamiah yang dikenal dengan namaazl atau coitus interuptus yang disebut juga dengan senggama terputus. Namun beberapa pemikiran
islam meragukan hokum ber-KB, karena menyamakan program ini dengan larangan membunuh bayi. Pembunuhan bayi sama sekali tidak sama dengan memakai alat
kontrasepsi. Karena pembunuhan bayi adalah pembunuhan nyata dari anak yang telah lahir sedangkan memakai kontrasepsi adalah mencegah terjadinya pembuahan. Oleh
karena itu aborsi sebagai metode KB dilarang di Indonesia dan cara KB lainnya diperbolehkan
Metode kontap sebagai salah satu alat KB juga diperdebatkan oleh para ulama Islam, karena sifatnya yang permanen dan menganggap cara ini sama
denganpengebirian yang dilarang dalam hukum Islam. Namun belakangan metode ini
Universitas Sumatera Utara
akhirnya diperbolehkan dengan pertimbangan bila metode KB yang lain memang tidak cocok dan alasan kesehatan dari PUS itu sendiri. Selain itu metode ini juga
memang tidak sama dengan pengebirian dan sifatnya tidak permanen. 2. Kristen
Pandangan agama Kristen, dalam hal ini Katolik, pada dasarnya menyetujui program KB dengan batasan-batasan yang telah ditentukan di antaranya adalah:
masalah KB misalnnya: jenis alat kontrasepsi yang dipakai, jumlah anak yang diinginkan dan lain-lain ditentukan oleh suami isteri sendiri, tanpa ada paksaan dari
pihak lain termasuk pemerintah; penentuan tentang keikutsertaan ber-KB harus ditentukan bersama antara suami isteri; dalam kondisi disebutkan bahwa cara-cara
ber-KB yang dilarang adalah pengguguran aborsi dan pembunuhan bayi. Selain itu caracoitus interuptus dan sterilisasi baik yang permanen maupun tidak juga dilarang;
cara ber-KB yang dianjurkan oleh gereja adalah pantang berkala. Mengenai cara ini ensiklik hummanae menolak semua cara ber-KB selain pantang berkala; bila cara
pantang berkala sudah dicoba dan ternyata mengalami kesulitan atau membahayakan kesehatan, maka suami isteri dapat meminta nasehat kepada imam sebagai Bapak
rohani untuk menentukan jalan keluar yang tepat 3. Hindu
Pandangan agama Hindu terhadap program keluarga berencana sangat positif bahkan cenderung mendukung karena program ini dianggap sejalan dengan ajaran
Hindu. Alat kontrasepsi tercipta dari ilmu pengetahuan, dan ilmu yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
untuk kepentingan kesejahteraan manusia, akan disetujui oleh Hindu Dharma dan tidak akan ditentang. Bahkan penggunaan kontrasepsi di atur agar sesuai dengan
desatempat, kalawaktu dan patrakeadaan. Namun demikian metode pengguguran abortus criminalis dianggap sebagai
dosa besar kerena bertentangan dengan ajaran Ahimsa Karna. Pengguguran janin dianggap sama dengan pembunuhan orang suci oleh karena itu, metode ini sangat
ditentang oleh umat Hindu. 4. Budha
Agama Budha menyetujui program Keluarga Berencana dan penggunaan metode-metode kontrasepsi apabila:metode kontrasepsi tidak mengandung unsur-
unsur pembunuhan; kontrasepsi dilakukan atas dasar saling pengertian antara suami dan isteri dengan maksud memberikan kesempatan mendidik, merawat dan
mempersiapkan diri buat kehidupan anak-anak yang sudah ada; tidak ada unsur-unsur melarikan diri dari tanggung jawab; semua tindakan ber-KB dilakukan atas dasar
bimbingan dang pengawasan para ahli yang bersangkutan. Agama Budha memperoleh pemakaian kontrasepsi dalam ber-KB karena
pencegahan kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi dianggap sama dengan pencegahan pertemuan antara sel telur dan sperma yang berarti pula mencegah
terjadinya makhluk. Hal ini berarti tidak terjadi pembunuhan, karena sel telur dan sperma sendiri bukan merupakan makhluk menurut agama Budha.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Metode Kontrasepsi pria