Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah, Studi Kasus Kabupaten Brebes

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK
BAWANG MERAH
(Studi Kasus: Kabupaten Brebes)

LELY RACHMA SEPTIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajian Peningkatan
Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah (Studi Kasus: Kabupaten Brebes) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Lely Rachma Septiana
NIM F351130311

RINGKASAN
LELY RACHMA SEPTIANA. Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang
Merah, Studi Kasus: Kabupaten Brebes. Dibimbing oleh MACHFUD dan INDAH
YULIASIH.
Pengelolaan rantai pasok bawang merah memiliki karakteristik tertentu
karena dipengaruhi oleh sistem produksi, bulky, perishable dan kualitas yang
menurun secara terus menerus sedangkan permintaan terhadap bawang merah
terjadi sepanjang waktu. Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja rantai pasok
bawang merah menjadi sangat diperlukan agar kebutuhan pelanggan dan
keuntungan pelaku usaha dapat tercapai. Penelitian ini bertujuan untuk 1)
menganalisis kondisi rantai pasok bawang merah, 2) mengukur kinerja rantai
pasok bawang merah, dan 3) merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai pasok
bawang merah. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Brebes karena Kabupaten

Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia.
Kondisi rantai pasok bawang merah dibahas secara deskriptif mengikuti
kerangka pembahasan FSCN (Food Supply Chain Network). Pengukuran kinerja
rantai pasok bawang merah dilakukan dengan menggunakan metode rating scale.
Indikator penilaian kinerja (metrik) diadaptasi dari model SCOR (Supply Chain
Operations Reference). Dalam merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai
pasok bawang merah terlebih dahulu dilakukan analisis kesenjangan dan analisis
masalah rantai pasok bawang merah.
Rantai pasok bawang merah dari produsen hingga konsumen akhir memiliki
aliran yang panjang dan saluran yang beragam. Pelaku rantai pasok bawang merah
di Kabupaten Brebes terdiri dari petani, pedagang pengumpul, pedagang besar,
dan pedagang pengecer lokal atau pedagang pasar tradisional lokal. Pola saluran
pemasaran yang terbentuk umumnya telah berjalan dalam jangka waktu yang
lama dan terbentuk secara alami. Kondisi sumber daya fisik khususnya gudang
penyimpanan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kemampuan anggota rantai
dalam pengusahaan bawang merah dilakukan atas dasar kemampuan permodalan.
Kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes menunjukkan nilai
yang lebih besar (skor 3.57) saat in season dibandingkan saat off season (skor
3.28). Hasil pengukuran terhadap kinerja anggota rantai menunjukkan bahwa pada
saat in season kinerja petani (skor 3.39) lebih rendah dibandingkan kinerja

pedagang pengumpul (skor 3.49) dan pedagang besar (skor 3.84) sedangkan pada
saat off season kinerja pedagang pengumpul (skor 3.14) lebih rendah
dibandingkan petani (skor 3.20) dan pedagang besar (skor 3.50). Secara umum,
kinerja pedagang besar lebih baik dibandingkan petani dan pedagang pengumpul
pada kedua musim.
Upaya dalam meningkatkan kinerja rantai pasok bawang merah di
Kabupaten Brebes antara lain membangun sistem persediaan yang tepat;
membangun kemitraan, koordinasi dan kolaborasi diantara anggota rantai serta
penguatan kelembagaan petani, mengatasi rendahnya ketersediaan bawang merah
terutama saat off season; meningkatkan ketersediaan informasi pasar; dan
mengatasi permasalahan mengenai mekanisme distribusi.
Kata kunci: bawang merah, rantai pasok, pengukuran kinerja, upaya peningkatan
kinerja

SUMMARY
LELY RACHMA SEPTIANA. Study of Shallots Supply Chain Performance
Improvement, Case Studies: Brebes District. Supervised by MACHFUD and
INDAH YULIASIH.
Shallots supply chain management has certain characteristics because
influenced by the production system, bulky, perishable and decreasing quality

continuously while the demand for shallots happen all of time. Therefore, efforts
to improve supply chain performance of shallots is needed in order that the needs
of customers and others goals can be achieved. This study is aimed to 1) analyze
the shallots supply chain conditions, 2) measure the performance of shallots
supply chain, and 3) formulate the efforts to improve the performance of shallots
supply chain. This research was conducted in Brebes because this region is the
largest shallots production centre in Indonesia.
Shallots supply chain mechanism are discussed in the descriptive accord
with FSCN (Food Supply Chain Network) framework. Supply chain performance
of shallots were measured by rating scale method used metric that was adapted
from the model SCOR (Supply Chain Operations Reference). The object of
performance measurement are wholesalers, traders and farmers. The efforts of
improvement supply chain performance was formulated based on gap analysis and
root cause analysis.
Shallots supply chain has a long and diverse channels from producer to final
consumer. Shallots supply chain actors in Brebes consist of farmers, traders,
wholesalers, and retailers local or traditional local market traders. Marketing
channel patterns are formed generally has been running in the long term and is
formed naturally. Condition of physical resources, especially storage facilities are
not functioning properly. The ability of members of the chain in the shallots

business is based on capital ownership.
Supply chain performance of shallots in Brebes showed a larger value (score
3.57) when in season than during off season (score 3.28). During in season, the
performance value of farmer (score 3.39) lower than the performance of traders
(score 3.49) and wholesalers (score 3.84) whereas during the off season
performance traders (score 3.14) lower than farmers (score 3.20) and wholesalers
(score 3.50). In general, the performance of wholesalers better than the farmers
and traders in both seasons.
Efforts to improve the supply chain performance of shallots in Brebes
include building proper inventory system; build partnerships, coordination and
collaboration among the members of the chain and institutional capacity building
of farmers, address the low availability of shallots especially during the off
season; increase the availability of market information; and solve the problems
concerning the distribution mechanism.

Keywords: shallots, supply chain, performance measurement, efforts to improve
the performance

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

1

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK
BAWANG MERAH (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)

LELY RACHMA SEPTIANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

2

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Faqih Udin, STP MSi

3

Judul Tesis : Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah (Studi
Kasus: Kabupaten Brebes)
Nama
: Lely Rachma Septiana
NIM
: F351130311

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Machfud, MS
Ketua

Dr Indah Yuliasih, STP MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Machfud, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 24 Januari 2017


Tanggal Lulus:

4

PRAKATA
Alhamdulillah atas rahmat dan hidayah Allah SWT penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Penulisan tesis ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister pada Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Dalam melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis dibantu oleh
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada segenap pihak yang membantu, khususnya kepada :
1. Prof Dr Ir Machfud, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing akademik atas
bimbingan, arahan dan nasihat selama penyusunan tesis.
2. Dr Indah Yuliasih, STP MSi sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas arahan,
bimbingan dan nasihat kepada penulis.
3. Dr. Faqih Udin, STP MSi sebagai Dosen penguji yang telah memberikan saran
dan perbaikan kepada penulis.
4. Ayahanda, Ibunda, Mba Leni, Kak Wastono, Ilham, Azka dan Adwa‟, serta

suami tercinta Mas Imam Fahrurozi yang senantiasa memberikan dukungan
dan kasih sayang yang tidak ternilai harganya.
5. Dr Ir Saptana MSi, Pak Juwari, Pak Ikhwan, Pak Salim, Mba Diah dan Zuli
Rohmiyati yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan kebaikan lainnya
kepada penulis untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam
penyusunan tesis ini.
6. Seluruh rekan-rekan TIP 2013 atas dukungan dan kebersamaannya selama ini.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharap kritik dan saran yang membangun dari
pembaca untuk perbaikan selanjutnya.

Bogor, Februari 2017

Lely Rachma Septiana

5

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
3
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Bawang Merah
Rantai Pasok
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
Supply Chain Operation Reference (SCOR)
Konsep Fuzzy
Penelitian Terkait

4
4
7
7
10
13
14

3 METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Tempat dan Waktu Penelitian
Teknik Pengambilan Sampel
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data

16
16
16
16
17
20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Analisis Kondisi Rantai Pasok Bawang Merah di Kabupaten Brebes
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah di Kabupaten Brebes
Perumusan Upaya Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah

25
25
28
51
70

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

89
89
89

DAFTAR PUSTAKA

90

LAMPIRAN

94

RIWAYAT HIDUP

118

6

DAFTAR TABEL
1 Konsumsi bawang merah rata-rata per kapita per tahun dan total
produksinya, Tahun 2011-2015
2 Taksonomi bawang merah
3 Kandungan dan komposisi gizi tiap 100 gram bawang merah
4 Kelebihan dan kekurangan metode-metode untuk pengukuran kinerja
SCM (Aramyan 2006)
5 Atribut kinerja manajemen rantai pasok beserta metrik kinerja
6 Definisi proses dalam model SCOR
7 Penelitian terdahulu dan posisi penelitian yang akan dilakukan
8 Jenis data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian
9 Definisi dan fungsi keanggotaan TFN
10 Skala penilaian metrik kinerja pada atribut kinerja rantai pasok bawang
merah
11 Produksi, luas panen, dan produktivitas bawang merah di Kabupaten
Brebes
12 Peran anggota rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes
13 Penggolongan dan Karakteristik Bawang Merah Berdasarkan
14 Daerah tujuan pengiriman bawang merah Brebes dan kebutuhannya
pada tahun 2014
15 Hasil pengukuran kinerja petani
16 Hasil pengukuran kinerja pedagang pengumpul
17 Hasil pengukuran kinerja pedagang besar
18 Rekapitulasi Nilai Kinerja Anggota Rantai Pasok Bawang Merah di
Kabupaten Brebes
19 Gap performa kinerja petani
20 Gap performa kinerja pedagang pengumpul
21 Gap performa kinerja pedagang besar
22 Hasil pembobotan faktor penyebab rantai pasok bawang merah belum
efektif dan efisien
23 Matriks masalah, penyebab dan upaya peningkatan kinerja rantai pasok
bawang merah di Kabupaten Brebes
24 Rencana aksi peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah

1
4
6
9
11
12
15
18
22
24
27
31
48
50
64
66
68
69
70
71
71
81
84
87

DAFTAR GAMBAR
1 Rata-rata produksi dan konsumsi bawang merah per bulan tahun
2 Penampang membujur dan melintang umbi bawang merah (Rahayu dan
Berlian 2004)
3 Hirarki pemodelan proses SCOR (SCC 2012)
4 Kerangka pemikiran
5 Kerangka pengembangan rantai pasok (Van der Vorst, 2006)
6 Grafik produktivitas bawang merah Kabupaten Brebes Tahun

2
5
13
17
21
27

7

7 Struktur rantai pasok bawang merah dari Kabupaten Brebes dengan
berbagai tujuan pasar
8 Pohon industri bawang merah
9 Struktur hirarki dan bobot metrik kinerja petani
10 Struktur hirarki dan bobot metrik kinerja pedagang pengumpul
11 Struktur hirarki dan bobot metrik kinerja pedagang besar
12 Grafik harga bawang merah Kabupaten Brebes tahun 2011-2015
13 Diagram fishbone rantai pasok belum efektif dan efisien
14 Diagram fishbone ketersediaan bawang merah rendah terutama
15 Diagram fishbone harga benih yang tinggi
16 Diagram fishbone penyebab belum adanya sistem persediaan yang tepat
17 Diagram fishbone penyebab pengaturan pola tanam belum terintegrasi
18 Diagram fishbone penyebab perbedaan harga di tingkat produsen dengan
harga di tingkat konsumen sangat jauh
19 Diagram fishbone penyebab terbatasnya ketersediaan informasi pasar
20 Diagram fishbone penyebab sistem informasi belum optimal
21 Diagram fishbone penyebab distribusi belum berjalan dengan baik

32
47
53
56
59
73
74
74
75
77
78
79
80
80
81

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner analisis kondisi rantai pasok bawang merah di Kabupaten
Brebes
2 Kumpulan metrik berdasarkan atribut kinerja pada model SCOR 11.0
3 Kuisioner pembobotan metrik
4 Kuisioner penilaian kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten
Brebes
5 Peta lokasi Kabupaten Brebes

95
106
109
114
118

8

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian memegang peranan yang penting dan strategis dalam
perekonomian nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian
dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, penyerapan tenaga
kerja, sumber devisa negara dari ekspor hasil-hasil pertanian, dan lain-lain. Data
dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2015, sektor
pertanian mampu menyerap sebanyak 37 748 228 tenaga kerja (32.88%) dan
menyumbang sebesar Rp 1 560.399 triliun (13.5%) terhadap PDB Nasional.
Salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi adalah
bawang merah. Komoditas ini merupakan sumber pendapatan dan kesempatan
kerja serta memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap perkembangan
ekonomi wilayah terutama di daerah sentra produksi. Permintaan pasar yang
tinggi terhadap bawang merah menjadikan komoditas ini sebagai salah satu
komoditas unggulan nasional.
Bawang merah merupakan komoditas sayuran umbi yang populer di
kalangan masyarakat dan telah lama dibudidayakan di Indonesia. Meskipun
bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, namun selalu dibutuhkan oleh
konsumen rumah tangga sebagai pelengkap bumbu masak. Perkembangan
konsumsi bawang merah pada periode tahun 1981-2014 cenderung meningkat
dengan rata-rata pertumbuhan 8.69%/tahun (Pusdatin 2015). Jika dilihat secara
lebih rinci berdasarkan konsumsi per kapita per tahun dari tahun 2011 hingga
tahun 2015 (Tabel 1), akan diketahui peningkatan rata-rata konsumsi per kapita
sebesar 0.05 %/tahun. Pada tahun 2011 rata-rata konsumsi per kapita bawang
merah sebesar 2.36 kg/kapita/tahun, kemudian naik menjadi 2.76 kg/kapita/tahun
pada tahun 2012. Tahun berikutnya mengalami penurunan yang cukup tajam
hingga 2.07 kg/kapita/tahun. Kemudian kembali naik menjadi 2.49
kg/kapita/tahun pada tahun 2014 dan 2.71 pada tahun 2015. Permintaan bawang
merah akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk Indonesia.
Tabel 1 Konsumsi bawang merah rata-rata per kapita per tahun dan total
produksinya, Tahun 2011-2015
Tahun
Kg/kap/tahun
Total produksi (ton)
2011
2.36
893 124
2012
2.76
964 221
2013
2.07
1 010 773
2014
2.49
1 233 984
2015
2.71
1 231 559
Laju (%/tahun)
0.05
0.09
Sumber : Pusdatin 2015 (diolah)

Tabel 1 juga menunjukkan total produksi bawang merah dari tahun 2011
hingga tahun 2015 yang mengalami peningkatan sebesar 0.09 % tiap tahunnya.
Peningkatan jumlah produksi bawang merah yang tinggi ini, belum menyelesaikan
permasalahan mendasar bagi tataniaga bawang merah. Permintaan bawang merah

2

pada waktu-waktu tertentu seringkali belum terpenuhi sesuai harapan sehingga
lonjakan harga bawang merah tidak bisa dihindari. Fluktuasi harga bawang merah
ini selalu menjadi permasalahan pasar bawang merah lokal (Widodo dan
Rembulan 2010). Salah satu penyebabnya adalah puncak produksi bawang merah
yang terjadi pada bulan-bulan tertentu sementara konsumsi bawang merah
cenderung merata setiap saat. Adanya fluktuasi harga tersebut menjadikan bawang
merah sebagai penyumbang inflasi nasional (Bappenas 2013).

Gambar 1 Rata-rata produksi dan konsumsi bawang merah per bulan tahun
2011-2015 dan prognosa kebutuhan bawang merah tahun 2016
Gambar 1 menunjukkan rata-rata produksi dan konsumsi bawang merah per
bulan tahun 2011-2015 disertai dengan prognosa kebutuhan bawang merah tahun
2016. Data konsumsi tahun 2011-2015 hanya mencakup konsumsi bawang merah
per kapita, sedangkan prognosa kebutuhan bawang merah tahun 2016 mencakup
data untuk kebutuhan bawang merah per kapita, benih, dan industri. Berdasarkan
grafik pada Gambar 1, dapat diketahui bahwa puncak panen bawang merah berada
pada bulan-bulan tertentu sementara konsumsi relatif sama di setiap waktu.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya gejolak karena adanya senjang (gap) antara
pasokan dan permintaan sehingga dapat menyebabkan gejolak harga antar waktu.
Persoalan tersebut dapat diatasi melalui pengelolaan sistem logistik yang
efektif dan efisien. Logistik adalah proses strategis dalam mengelola pengadaan,
pergerakan dan penyimpanan bahan, baik bahan jadi maupun bahan setengah jadi
melalui sebuah organisasi serta saluran pemasaran (Christopher 2011). Untuk
memperoleh sistem logistik yang efektif dan efisien digunakan konsep Supply
Chain Management. Manajemen rantai pasok dapat membawa anggota rantai pada
tingkat efisiensi dan efektifitas yang optimal sehingga memperoleh keuntungan
yang tinggi. Hal ini karena rantai pasok yang efektif dan efisien dapat
mengintegrasikan sumberdaya yang ada, mengurangi biaya logistik,
meningkatkan efisiensi biaya logistik dan kualitas yang tinggi. Sebaliknya, jika

3

rantai pasok yang inefisien, akan membawa pada kerugian seperti tingginya biaya
logistik, biaya pengelolaan informasi, sumberdaya tidak termanfaatkan dengan
baik, dan berkurangnya kapasitas produksi (Fan et al. 2013). Manajemen rantai
pasok yang tepat memberikan sebuah peluang strategis yang besar untuk
menciptakan keunggulan bersaing (Heizer dan Render 2010).
Sama halnya dengan komoditas pertanian lainnya, pengelolaan rantai pasok
bawang merah cukup kompleks. Sistem logistik bawang merah memiliki
karakteristik tertentu karena dipengaruhi oleh sistem produksi, bulky, perishable
dan perubahan yang terus menerus pada kualitasnya sedangkan permintaan
terhadap bawang merah terjadi sepanjang waktu. Permintaan konsumen akan
bawang merah ini harus senantiasa terpenuhi agar keuntungan pelaku usaha dapat
tercapai. Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah
menjadi sangat diperlukan.
Penelitian sebelumnya mengenai peningkatan kinerja rantai pasok komoditas
pertanian telah banyak dilakukan antara lain dilakukan oleh Feifi (2008), Setiawan
(2009), Syafi (2009), Rofiq (2010), dan Dinata et al. (2014). Akan tetapi khusus
untuk komoditas bawang merah sangat terbatas. Penelitian mengenai perbaikan
rantai pasok bawang merah pernah dilakukan oleh Adiyoga et al. (2010).
Penelitian mereka dilakukan di wilayah Nganjuk (Jawa Timur) dan Buleleng
(Bali). Penelitian yang dilakukan Adiyoga et al. (2010) menggunakan analisis
deskriptif dan analisis SWOT. Namun, penelitian tersebut tidak didasari atas
pengukuran kinerja rantai pasok. Pengukuran kinerja merupakan elemen yang
penting dalam pengambilan keputusan dalam merencanakan efektivitas kerja
(Bhagwat dan Sharma 2007). Model pengukuran kinerja harus dibuat sedemikian
rupa sehingga kinerja organisasi dapat terukur dan tujuan organisasi serta
efektivitas kerja tercapai (Takkar et al. 2009).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis kondisi rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes
2. Mengukur kinerja rantai pasok bawang merah dalam lingkup Kabupaten
Brebes
3. Merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan:
1. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan bagi pelaku usaha
bawang merah dalam mengembangkan usahanya
2. Sebagai bahan masukan untuk pelaku usaha dalam mengukur kinerja
manajemen rantai pasoknya.
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan bagi pemerintah
dalam mengeluarkan kebijakan terkait bawang merah.
4. Sebagai bahan rujukan ilmiah bagi kalangan akademik dalam manajemen
rantai pasok bawang merah

4

Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan di Kabupaten Brebes karena Kabupaten Brebes
merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia yang
mensuplai sekitar 75% untuk kebutuhan bawang merah Propinsi Jawa Tengah
dan mensuplai sekitar 23% kebutuhan nasional.
2. Rantai pasok yang diamati adalah rantai pasok komoditas bawang merah.
3. Aspek yang dikaji dalam manajemen rantai pasok bawang merah diantaranya
aspek tujuan rantai, struktur rantai, manajemen rantai, sumber daya rantai dan
proses bisnis rantai.
4. Pengukuran kinerja rantai pasok dibatasi pada pelaku rantai pasok bawang
merah di Brebes yaitu petani, pedagang pengumpul, dan pedagang besar.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Bawang Merah
Botani Bawang Merah
Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang tergolong sayuran
rempah. Bawang merah diduga berasal dari benua Asia khususnya Asia Tengah
(Rukmana 1994). Bawang merah memiliki nama ilmiah Allium cepa var.
ascalonicum. Taksonomi bawang merah secara detil dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Taksonomi bawang merah
Takson
Nama
Divisi
Spermatophyta
Sub Divisi
Angiospermae
Class
Monocotyledonae
Ordo
Liliales/Liliflorae
Famili
Liliaceae
Genus
Allium
Spesies
Allium ascalonicum atau Allium cepa var. ascalonicum
Sumber : Rahayu dan Berlian 2004
Tanaman bawang merah termasuk tanaman sempurna yang termasuk
tanaman semusim. Bagian-bagian tanaman bawang merah terdiri dari akar,
batang, daun, dan bunga. Dalam pertumbuhannya bawang merah akan membentuk
rumpun, akarnya bersifat serabut sehingga tidak tahan terhadap kekeringan,
daunnya memanjang berbentuk silindris, tumbuh tegak dengan tinggi dapat
mencapai 15-50 cm, pada pangkal daun bersatu membentuk batang semu. Batang
semu yang berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi
umbi lapis (Rahayu dan Berlian 2004). Bagian-bagian dari tanaman bawang
merah, dapat dilihat pada Gambar 2.

5

Keterangan gambar :
A : penampang membujur tanaman bawang merah
B : penampang melintang tanaman bawang merah
1 : akar serabut
2 : batang pokok rudimenter yang seperti cakram
3 : umbi lapis
4 : tunas lateral
5 : daun muda
6 : titik tumbuh atau calon tunas

Gambar 2 Penampang membujur dan melintang umbi bawang merah (Rahayu dan
Berlian 2004)
Karakteristik Tanaman Bawang Merah
Tanaman bawang merah dibudidayakan di daerah dataran rendah yang
beriklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah. Daerah yang
mempuyai kondisi tersebut dan menjadi sentra produksi di Indonesia diantaranya
yaitu Brebes, Probolinggo, Majalengka, Tegal, Nganjuk, Cirebon, Kediri,
Bandung, Malang, dan Palembang (Rahayu dan Berlian 2004). Syarat
pertumbuhan bawang merah antara lain tanah berstruktur remah, tekstur sedang
sampai liat, drainase/aerasi baik, air tidak menggenang, dan mengandung bahan
organik yang cukup dengan pH berkisar 5.6-6.5. Suhu ideal untuk pertumbuhan
bawang merah adalah 25-32°C dengan kelembaban berkisar 50-70%. Bawang
merah paling baik ditanam di dataran rendah, yaitu pada ketinggian 10-250 mdpl.
Ketinggian optimal untuk pertumbuhan tanaman ini adalah 30 mdpl (Agromedia
2011). Di Indonesia bawang merah dapat ditanam hingga ketinggian 1 000 mdpl
(Sumarni dan Hidayat 2005).
Proses panen dan pascapanen bawang merah sangat menentukan kualitas
komoditas bawang merah yang dihasilkan. Umur panen bawang merah berbedabeda bergantung pada jenis dataran dan tujuan penggunaan umbi bawang merah
tersebut. Umumnya tanaman bawang merah dipanen setelah berumur 60-90 hari
setelah tanam (HST). Bawang merah yang ditanam di daerah dataran rendah (50200 mdpl) bisa dipanen pada saat tanaman berumur 60-70 HST. Namun, jika
ditanam di daerah dataran menengah (300-700 mdpl) pemanenan baru bisa
dilakukan ketika tanaman berumur 70-85 HST. Bawang merah yang hendak
dijadikan bibit, panen dilakukan lebih lama dibandingkan dengan panen bawang
merah biasa. Pemanenan umbi bawang untuk bibit baru bisa dilakukan saat

6

kerebahan daun sudah mencapai lebih dari 90%, yakni saat tanaman berumur 8090 HST (Agromedia 2011).
Puncak panen bawang merah di Indonesia terjadi hampir selama 6-7 bulan
setiap tahun dan terkonsentrasi antara bulan Juni-Desember-Januari,sedangkan
bulan kosong pada bulan Februari-Mei dan November sehingga musim tanam
puncak berkisar antara bulan April-Oktober (BI 2013). Penanaman bawang merah
di musim hujan yaitu bulan Oktober/Desember hingga bulan Maret/April dalam
kondisi iklim normal biasa disebut tanaman off season sedangkan pertanaman di
musim kemarau disebut tanaman in season (Suwandi 2013).
Kandungan dan Khasiat bawang merah
Komponen-komponen yang terkandung di dalam umbi bawang merah
disajikan dalam Tabel 3. Selain komponen tersebut, umbi bawang merah juga
mengandung minyak atsiri (senyawa volatil) yang dapat dimanfaatkan dalam
pembuatan penyedap rasa makanan, bakterisida, fungisida, dan berkhasiat untuk
obat-obatan. Umbi bawang merah juga mengandung komponen yang dinamakan
allin. Allin merupakan suatu senyawa yang mengandung asam amino tidak
berbau, tidak berwarna, dan dapat larut dalam air. Karena terjadi sebuah proses
kimia, allin berubah menjadi senyawa allicin. Senyawa allicin dengan thiamin
(vitamin B1) membentuk ikatan kimia disebut allithiamin yang mudah diserap
tubuh, dengan demikian allicin dapat membuat vitamin B1 menjadi lebih efisien
dimanfaatkan tubuh (Rahayu dan Berlian 2004). Boelens et al. (1971) menemukan
sebanyak 45 senyawa volatil yang terdapat dalam umbi bawang merah. Namun,
senyawa yang diyakini sebagai senyawa utama pembentuk atsiri antara lain propyl
thiosulfonat, propyl dan propenyl di- dan trisulfida serta dimethylthiopena.
Tabel 3 Kandungan dan komposisi gizi tiap 100 gram bawang merah
Bawang merah biasa
Komposisi gizi
a
b
Kalori (kal)
39.00
67.00
Protein (gr)
1.50
1.90
Lemak (gr)
0.30
0.30
Karbohidrat (gr)
0.20
15.40
Serat (gr)
0.70
Abu (gr)
0.60
Kalsium (mg)
36.00
46.00
Fosfor (mg)
40.00
45.00
Zat besi (mg)
0.80
0.80
Natrium (mg)
12.00
Kalium (mg)
334.00
Niacin (mg)
0.30
Vitamin A (SI)
0.00
5.00
Vitamin B1 (mg)
0.03
0.04
Vitamin B2 (mg)
0.02
Vitamin C (mg)
2.00
2.00
Air (gr)
88.00
Keterangan
Sumber

: (a) Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1981)
(b) Food and Nutrition Research Center, Handbook No. 1 Manila (1964)
: Rukmana (1994)

7

Bawang merah memiliki beragam manfaat. Selain sebagai bumbu dapur dan
penyebab berbagai masakan, bawang merah juga dapat dimanfaatkan sebagai
obattradisional seperti obat nyeri perut, penyembuhan luka atau infeksi, disentri
dan diare. Khasiat umbi bawang merah sebagai obat, diduga karena mempunyai
efek antiseptic dari senyawa allin dan allicin. Senyawa allin ataupun allicin oleh
enzim allisin liase diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin antimikroba
yang bersifat bakterisida. Bawang merah juga berfungsi dalam tubuh dalam
memperbaiki dan memudahkan pencernaan serta menghilangkan lender-lendir
dalam kerongkongan (Rukmana 1994).

Rantai Pasok
Pengertian Rantai Pasok
Rantai pasok adalah rangkaian proses yang terdiri dari aliran barang,
informasi dan uang yang bertujuan untuk memenuhi keinginan pelanggan, yang
terjadi di dalam dan di antara tahap yang berbeda dalam satu rangkaian dari
bagian produksi sampai konsumen akhir. Sementara pengertian dari manajemen
rantai pasok yaitu integrasi dari perencanaan, implementasi, koordinasi dan
kontrol dari seluruh proses usaha dan aktivitas penting dalam menghasilkan dan
mengirim seefisien mungkin sebuah produk sehingga memuaskan kebutuhan
pelanggan (Van der Vorst 2007).
Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) produk pertanian
mewakili pengelolaan keseluruhan proses produksi yang terdiri dari kegiatan
pengolahan, distribusi, pemasaran hingga produk yang diinginkan sampai ke
tangan konsumen (Marimin dan Maghfiroh 2010).
Rantai pasok produk pertanian berbeda dengan rantai pasok produk
manufaktur. Perbedaan yang mendasar antara rantai pasok produk pertanian
dengan rantai pasok lainnya adalah perubahan yang terus menerus pada kualitas
produk pertanian tersebut disepanjang rantai pasok secara keseluruhan (Nagurney
et al. 2013).
Van der Vorst (2007) membagi rantai pasok produk pertanian (bahan dasar
sayuran atau hewan) menjadi dua macam, yaitu:
1. Produk pertanian segar seperti sayuran segar, bunga, buah-buahan. Struktur
rantai pasok ini terdiri dari petani, pelelangan, pedagang perantara/grosir,
importir, dan eksportir, riteler/pedagang eceran, dan toko khusus yang menjual
produk tersebut. Proses yang terjadi dalam rantai ini: penanganan bahan,
mengkondisikan penyimpanan, pengemasan, transportasi, dan perdagangan.
2. Produk yang akan diproses (seperti daging, snack, jus, makanan pencuci mulut,
makanan kaleng). Pada rantai ini, produk pertanian digunakan sebagai bahan
baku pembuatan produk yang memiliki nilai tambah.

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
Neely et al. (2005) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai proses
mengkuantifikasi efisiensi dan efektifitas dari sebuah tindakan. Sedangkan sistem
pengukuran kinerja adalah sekumpulan metrik yang digunakan dalam

8

mengkuantifikasi efisiensi dan efektifitas dari sebuah aksi. Menurut Aramyan
(2007) pengukuran kinerja dalam rantai pasok adalah keseluruhan ukuran kinerja
yang didasarkan kepada kinerja dari tiap rantai disepanjang rantai pasokan.
Menurut Pujawan (2005), sistem pengukuran kinerja digunakan untuk:
1. Melakukan monitoring dan pengendalian.
2. Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasokan.
3. Mengetahui posisi suatu organisasi/perusahaan relatif terhadap pesaing maupun
terhadap tujuan yang ingin dicapai.
4. Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.
Pengukuran kinerja merupakan elemen yang penting dalam pengambilan
keputusan dalam merencanakan efektivitas kerja (Bhagwat dan Sharma 2007).
Sebuah organisasi atau perusahaan sebaiknya menerapkan satu jenis sistem
pengukuran yang paling sesuai dengan karakteristik organisasi atau perusahaan
(Chan 2003). Thakkar et al. (2009) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja rantai
pasok harus dimengerti oleh seluruh anggota rantai pasokan. Studi dan model
kinerja perusahaan harus dibuat agar tujuan dan achievement perusahaan dapat
terukur sehingga efektivitas dari strategi atau teknik yang dilakukan dapat
terlaksana.
Kinerja dari rantai pasok didefinisikan sebagai derajat/ tingkat sejauh mana
sebuah rantai pasok dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan stakeholder
mengenai indikator kunci kinerja di setiap titik. Tujuan dari pengukuran kinerja
adalah untuk mendukung tercapainya tujuan, mengevaluasi kinerja, dan
menentukan tindakan strategis, taktis dan operasional di masa depan. Untuk
mencapai tujuan, proses output harus diukur dan dibandingkan dengan ukuran
standard (Van der Vorst 2006).
Aramyan et al. (2006) menyampaikan beberapa metode yang dapat
digunakan dalam mengukur kinerja rantai pasok diantaranya model Supply Chain
Operation Reference (SCOR), Balanced Scorecards (BSC), Multi-Criteria
Analysis, Data Envelopment Analysis (DEA), Life Cycle Analysis, dan Activity
Based Costing (ABC). Fan et al. (2013) mengembangkan metode baru dalam
mengevaluasi kinerja yaitu 5DBSC yang merupakan pegembangan dari (Balanced
Scorecards) memiliki lima aspek indikator yang berbeda, 3 indikator kualitatif
dan 11 indikator kuantitatif. Metode-metode tersebut memiliki beberapa
keunggulan dan kekurangan seperti terlihat pada Tabel 4.
Menurut Melnyk et al. (2004), suatu sistem pengukuran kinerja biasanya
mengandung metrik individual, serangkaian metrik kinerja, dan sistem
pengukuran kinerja menyeluruh. Metrik adalah ukuran yang dapat diverifikasi,
diwujudkan dalam bentuk kuantitatif ataupun kualitatif, dan didefinisikan
terhadap suatu titik acuan terentu. Metrik individual berada pada tingkat paling
bawah dengan cakupan paling sempit. Kumpulan dari beberapa metrik
membentuk metrik sets. Kumpulan ini diperlukan untuk memberikan informasi
kinerja suatu sub sistem. Gunasekaran et al. (2004) mengembangkan beberapa
metrik pengukuran kinerja SCM dalam kerangka kerja tertentu. Metrik
pengukuran kinerja dalam framework ini diklasifikasikan dalm tiga level, yaitu
level strategi, taktik dan operasional manajemen. Metrik juga dapat
diklasifikasikan antara aspek finansial dan nonfinansial.

9

Tabel 4 Kelebihan dan kekurangan metode-metode untuk pengukuran kinerja SCM (Aramyan 2006)
Metode-metode
Kelebihan
Kelemahan
Activity
Costing

Based

Balanced Scorecard

Economic
Added
Multi
Analysis

Value

Criteria

Life-Cycle Analysis
Data Envelopment
Analysis (DEA)

Supply
Council’s
Model

Chain
SCOR

 Memberikan informasi finansial lebih banyak
 Recognize perubahan perubahan biaya pada aktifitas
yang berbeda
 Keseimbangan padangan tentang kinerja
 Faktor-faktor finansial dan non-finansial
 Stategi pada manajemen puncak dan aksi pada
manajemen menengah terhubung dan lebih fokus.
 Mempertimbangkan biaya modal
 Melihat kegiatan secara terpisah
 Pendekatan partisipasif dalam membuat keputusan
 Sesuai dengan masalah-masalh dimana nilai-nilai
moneter tidak tersedia
Memungkin untuk menilai biaya dan dampak lingkungan
yang berkaitan dengan siklus hidup produk atau proses
 Mencakup input dan output
 Menghasilkan informasi yang detail tentang efisiensi
perusahaan
 Tidak memerlukan spesifikasi parametrik dari bentuk
fungsional
 Menilai kinerja keseluruhan dari rantai pasok
 Pendekatan yang seimbang
 Kinerja rantai pasok dalam berbagai dimensi

 Biaya pengumpulan data besar
 Sulit mengumpulkan data yang diinginkan
 Implementasi yang lengkap dapat bertahap

 Perhitungan sulit
 Sulit untuk mengalokasikan EVA pada masingmasing divisi
 Informasi yang dibutuhkan untuk menurunkan
bobot sangat dipertimbangkan
 Kemungkinan mengenalkan boobot secara
implisit tidak dapat dijelaskan
 Membutuhkan dukungan data yang intensif
 Selang kepercayaan dalam metodologi LCA
 Membutuhkan dukungan data yang intensif
 Pendekatan deterministik

 Tidak secara eksplisit menempatkan pelatihan,
kualitas, teknologi informasi dan administrasi
 Tidak menggambarkan setiap proses atau
kegiatan bisnis

9

10

Supply Chain Operation Reference (SCOR)
Supply Chain Operations Reference (SCOR) adalah suatu model referensi
proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai pasok (Supply Chain Council)
sebagai alat evaluasi kinerja manajemen rantai pasok (Supply Chain
Management). Sebagai alat evaluasi kinerja rantai pasok perusahaan, SCOR
dapat digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok perusahaan, meningkatkan
kinerjanya, dan mengkomunikasikan kepada pihak-pihak yang terkait di
dalamnya. Cakupan metode SCOR dimulai dari pemasoknya pemasok hingga ke
konsumennya konsumen (SCC 2010).
Kelebihan model SCOR sebagai Process Reference Model (PRM) adalah
kemampuannya untuk mengintegrasikan Business Process Reengineering (BPR),
benchmarking dan Best Practice Analyze (BPA) ke dalam kerangka kerja rantai
pasok. Saat ini model SCOR telah mencapai versi 11.0. Sebagai sebuah model
referensi, pada dasarnya model SCOR versi 11.0 terdiri dari empat pilar utama,
yaitu:
1. Performance (Kinerja)
Performance terdiri dari standar metrik yang menggambarkan proses kinerja
dan definisi strategis dari tujuan.
2. Processes (Proses)
Deskripsi standar dari tiap proses dalam manajemen rantai pasok
3. Practices (Praktik)
Praktik manajemen yang dapat menghasilkan kinerja proses terbaik.
4. People (Sumber Daya Manusia)
Definisi standar untuk berbagai kemampuan atau keterampilan yang
dibutuhkan untuk melakukan berbagai proses dalam rantai pasok.
Performance
Kinerja/ performa dari SCOR terdiri dari dua elemen yaitu atribut kinerja
dan metrik. Atribut kinerja adalah sekelompok metrik yang digunakan untuk
menyatakan strategi sedangkan metrik adalah standar dalam pengukuran kinerja
rantai pasok. Atribut ini tidak dapat diukur, tapi digunakan untuk membuat arahan
strategis. Atribut performa meliputi reliabilitas rantai pasokan, responsivitas rantai
pasokan, agility dalam rantai pasokan, biaya rantai pasokan, dan manajemen aset
rantai pasokan. Masing-masing atribut kinerja memiliki satu atau lebih metrik
level 1. Menurut Bolstroff dan Rosenbaum (2003), umumnya perusahaan
menggunakan metrik level 1 sebagai dasar untuk menentukan strategi
pengembangan rantai pasok yang hendak dicapai oleh perusahaan, disesuaikan
dengan atribut performa yang paling dikehendaki oleh pembeli (eksternal) dan
perusahaan (internal). Definisi dari masing-masing atribut kinerja dapat dilihat
pada Tabel 5.
Metrik level 1 merupakan agregat penilaian dari metrik-metrik level 2,
metrik level 2 merupakan agregat penilaian dari metrik-metrik level 3. Dengan
demikian, proses pengukuran performa rantai pasok diawali dengan mengukur
proses-proses pada level paling bawah (level 3) kemudian seterusnya hingga level
1.

11

Tabel 5 Atribut kinerja manajemen rantai pasok beserta metrik kinerja
Atribut
Definisi
Metrik Level 1
Performa
Reliabilitas
Kemampuan melakukan tugas-tugas
Pemenuhan pesanan
rantai pasok
seperti yang diharapkan misalnya
sempurna
memenuhi pesanan pembeli dengan
produk, jumlah, waktu, kemasan,
kondisi, dan kualitas yang tepat.
Responsivitas
Waktu (kecepatan) rantai pasok
Waktu siklus
rantai pasok
perusahaan
dalam
memenuhi
pemenuhan pesanan
pesanan konsumen.
Agility
Kemampuan merespon pengaruh luar,  Fleksibilitas
rantai
(ketangkasan)
kemampuan
untuk
merespon
pasok atas
dalam rantai
perubahan pasar untuk memelihara  Adaptabilitas rantai
pasok
keuntungan
kompetitif
rantai
pasok atas
pasokan.
 Adaptabilitas rantai
pasok bawah
Biaya rantai
Biaya yang berkaitan dengan
Total biaya dalam
pasok
pelaksanaan proses rantai pasokan.
rantai pasok
Manajemen
Kemampuan perusahaan dalam
Waktu siklus kas
aset
rantai
mengefisien dan mengefektifkan
Laba atas aset tetap
pasok
penggunaan aset yang dimilikinya
rantai pasok
sehingga kepuasan konsumen dapat
Laba atas modal kerja
terpenuhi
Sumber : SCC 2012

Pada pengukuran performa rantai pasokan, dapat dilakukan dengan
menentukan target pencapaian perusahaan dan membandingkannya dengan
kondisi perusahaan saat ini. Penentuan target pencapaian tersebut dapat dilakukan
dengan proses benchmarking. Benchmarking merupakan proses membandingkan
kondisi perusahaan saat ini dengan kondisi perusahaan kompetitor yang paling
maju di bidangnya (best in class in performance) sehingga data pembanding yang
digunakan berasal dari perusahaan-perusahaan best in class. Jika data pembanding
dari kompetitor sulit diperoleh, maka data benchmark juga dapat diambil dari
target internal perusahaan yang hendak dicapai tanpa harus membandingkannya
dengan perusahaan lain.
Proses
Dengan menggunakan definisi tertentu yang telah disediakan oleh SCOR,
maka elemen Process ini mampu memudahkan perusahaan untuk memodelkan
dan mendeskripsikan proses rantai pasok yang terjadi serta mencapai tujuan yang
diinginkan. Dalam model SCOR versi 11.0, proses-proses rantai pasok terebut
didefinisikan ke dalam enam proses yang terintegrasi, yaitu Plan (perencanaan),
Source (pengadaan), Make (produksi), Deliver (distribusi), Return
(pengembalian), dan Enable (tindakan). Definisi dari enam proses tersebut dapat
dilihat pada Tabel 6.

12

Tabel 6 Definisi proses dalam model SCOR
Proses SCOR
Definisi
Plan
Proses-proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan
secara menyeluruh yang bertujuan untuk mengembangkan
kebutuhan pengiriman, produksi dan pasokan secara optimal.
Source
Proses-proses pembelian barang dan jasa yang bertujuan untuk
memenuhi permintaan aktual atau yang direncanakan
Make
Proses tranformasi material menjadi produk akhir untuk
memenuhi permintaan aktual atau yang direncanakan
Deliver
Proses-proses penyediaan produk jadi/jasa untuk memenuhi
permintaan aktual atau yang direncanakan, mencakup manajemen
pemesanan, manajemen transportasi dan distribusi
Return
Proses-proses yang diasosiasikan dengan pengembangan dan
penerimaan produk dengan kategori pengembalian produk dengan
berbagai alasan. Proses ini diperluas hingga ke layanan setelah
pengiriman kepada konsumen.
Enable
Proses ini mendukung pelaksanaan proses PLAN, SOURCE,
MAKE, DELIVER and RETURN. Proses ENABLE berkaitan
dengan upaya mengatur setiap kegiatan proses agar berlangsung
secara terstruktur dan terkoordinir.

Praktik
Praktik atau dikenal dengan best practices, menyediakan sekumpulan
praktik industri untuk perusahaan yang bertujuan meningkatkan nilai atau
mencapai target perusahaan. Praktik ini merupakan cara yang khusus
mengkonfigurasikan proses atau sekumpulan proses. Model SCOR menyediakan
praktik-praktik atau praktek terbaik yang dapat diterapkan perusahaan sesuai
dengan karakteristik perusahaan tersebut. Praktik-praktik tersebut disusun oleh
para praktisioner dan para ahli dari berbagai kalangan industri.
People
Elemen people telah dikenalkan sebelumnya pada SCOR versi 10.0,
menyediakan standar yang mendeskripsikan keahlian yang diperlukan untuk
melakukan tugas dan mengelola proses. Keahlian yang dimaksud adalah keahlian
dalam mengelola rantai pasok secara spesifik. Keahlian yang harus dimiliki
dideskripsikan dalam definisi standar dan digabungkan dengan aspek lainnya
seperti bakat, pengalaman, pelatihan dan level kompetensi yang dimiliki.
Tahapan dalam pemodelan proses rantai pasok menggunakan SCOR adalah
sebagai berikut :
1. Level 1 mendefinisikan ruang lingkup dan isi dari SCOR model. Selain itu,
pada tahap ini juga ditetapkan target-target kinerja perusahaan untuk bersaing.
2. Level 2 merupakan tahap mendefinisikan arahan strategis perusahaan. Pada
level 2 ini kemampuan proses dalam rantai pasok perusahaan disusun (make to
stock, make to order).
3. Level 3 merupakan tahap penguraian proses-proses yang ada pada rantai pasok
menjadi unsur-unsur yang mendefinisikan kemampuan perusahaan untuk
berkompetisi. Tahap ini terdiri dari definisi unsur-unsur proses, masukan dan
keluaran dari informasi mengenai proses unsur, metrik-metrik dari kinerja

13

proses, praktik terbaik dan kapabilitas teknologi yang diperlukan untuk
mendukung praktik terbaik serta keahlian dari para staf.
4. Level 4 merupakan level yang menggambarkan aktivitas yang dilakukan dalam
rantai pasok. Perusahaan mengimplementasikan proses dan praktik yang
terbaik untuk mencapai kinerja yang diinginkan.
Tahapan pemodelan proses rantai pasok menggunakan SCOR dapat dilihat
pada Gambar 3.

Gambar 3 Hirarki pemodelan proses SCOR (SCC 2012)

Konsep Fuzzy
Teori Fuzzy diperkenalkan pertama kali oleh Prof. L.A. Zadeh pada tahun
1965. Zadeh mendefinisikan teori fuzzy sebagai teknik ilmiah yang terbukti
mampu mengkonversi ukuran linguistik menjadi ukuran yang jelas/tegas
menggunakan keanggotaan fungsi. Kenggotaan fungsi menentukan batas kabur
diantara dua pengukuran seperti „cenderung‟ dan „mungkin‟(Nepal et al. 2010).
Sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamis.
Sistem ini mempunyai kemampuan untuk mengembangkan sistem intelijen dalam
lingkungan yang tidak pasti dan tidak tepat. Sistem ini menduga suatu fungsi
dengan logika fuzzy. Logika fuzzy sering menggunakan informasi linguistik dan
verbal (Marimin et al. 2013). Logika fuzzy umumnya diterapkan pada masalah
yang mengandung unsur ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidakpastian dan

14

kebenaran parsial (Zadeh 1965). Penggunaan logika fuzzy menjadi sangat penting
dalam proses pengambilan keputusan karena skala linguistik dapat diadopsi dan
dipakai oleh para Decision Makers.
Kusumadewi dan Purnomo (2004) menyatakan bahwa pada himpunan tegas
(crisp), nilai keanggotaan hanya ada dua kemungkinan, yaitu 0 atau 1, sedangkan
pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1.
Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu linguistik dan numeris. Linguistik yaitu
penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan
menggunakan bahasa alami, seperti muda, parobaya, tua, dan lain-lain. Sedangkan
numeris adalah suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel
seperti 40, 25, 50 dst.
Fungsi keanggotaan merupakan fungsi yang memberikan derajat terhadap
sebuah elemen mengenai keberadaannya dalam sebuah gugus. Suatu fungsi
keanggotaan juga dirujuk sebagai fungsi penciri himpunan fuzzy yang
mendefinisikan suatu gugus fuzzy. Fungsi keanggotaan gugus fuzzy dapat berupa
sembarang bentuk seperti yang ditetapkan oleh pakar yang relevan. Salah satu
bentuk fungsi keanggotaan yang sering dipakai adalah Triangular Fuzzy Number
(TFN) (Marimin et al. 2013).
Dalam proses pengambilan keputusan, sering dihadapkan pada persoalan
adanya ketidakpastian dan ketidaklengkapan informasi. Oleh karena itu, telah
banyak teknik pengambilan keputusan yang dimodifikasi berbasis fuzzy (Marimin
et al. 2013). Beberapa studi yang menerapkan fuzzy dalam manajemen rantai
pasok (Supply Chain Management) diantaranya fuzzy AHP (Setiawan 2009), fuzzy
multi objektif programming (Wu et al. 2010), fuzzy FMEA (Nasution et al. 2014),
fuzzy c-means (Yin et al. 2013), fuzzy DEMATEL (Akyuz dan Celik 2015), fuzzy
pairwise comparison (Hakimi 2007), dan lain-lain.

Penelitian Terkait
Penelitian terhadap pengukuran kinerja rantai pasok produk pertanian telah
banyak dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik, diantaranya Balanced
Scorecard (Feifi 2008, Mulyati et al. 2008, Fatahillah et al. 2010, Adinata 2013),
SCOR (Syafi 2009, Rofiq 2010), integrasi SCOR dan AHP (Luthfiana et al. 2012,
Hanugrani et al. 2013, Bukhori et al. 2014), integrasi SCOR dan Fuzzy AHP
(Perdana 2014), DEA (Fitriana 2010, Setiawan 2009, Amalia 2012), dan Sistem
dinamik (Dinata et al. 2014).
Penelitian sebelumnya mengenai rantai pasok bawang merah antara lain
dilakukan oleh Prihatiningsih (2007), Widodo dan Rembulan (2010), Wacana
(2011), dan Sukesi et al. (2014). Sedangkan penelitian mengenai perbaikan rantai
pasok bawang merah pernah dilakukan oleh Adiyoga et al. (2010). Adiyoga et al.
(2010) merumuskan upaya untuk memperbaiki rantai pasok bawang merah.
Penelitian mereka dilakukan di wilayah Nganjuk (Jawa Timur) dan Buleleng
(Bali). Penelitian yang dilakukan Adiyoga et al. menggunakan analisis deskriptif
dan analisis SWOT. Namun, penelitian tersebut tidak didasari atas pengukuran
kinerja rantai pasok.
Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran kinerja
rantai pasok bawang merah yang disertai dengan analisis kesenjangan antara

15

kinerja saat ini dengan kinerja yang diharapkan dan analisis penyebab terjadinya
permasalahan dalam rantai pasok sehingga muncul rekomendasi dalam upaya
perbaikan kinerja rantai pasok bawang merah. Metode yang digunakan dalam
mengukur kinerja rantai pasok bawang merah adalah rating scale dan indikator
penilaiannya diadaptasi dari model SCOR (Supply Chain Operations Reference).
Model SCOR digunakan dalam penelitian ini karena memiliki beberapa
keuntungan diantaranya: penilaian cepat, dapat dengan mudah mencari
kesenjangan kinerja, merancang dan mengoptimalkan jaringan rantai pasok secara
efisien, meningkatkan kendali operasional dari standar proses, manajemen
reporting dan struktur organisasi yang efisien, keselarasan antara keahlian
anggota rantai pasok dengan tujuan strategis (SCC 2010). Model SCOR juga
dapat diterapkan pada perusahaan dengan skala kecil, menengah maupun skala
besar (Thakkar et al. 2009). Penelitian terdahulu dan posisi penelitian yang akan
dilakukan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Penelitian terdahulu dan posisi penelitian yang akan dilakukan
No

Peneliti

Cakupan

a
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Mutakin (2010)
Rofiq (2010)
Setiawan (2009)
Dinata et al. (2014)
Fan et al. (2013)
Feifi (2008)
Fatahillah et al. (2010)
Adinata (2013)
Mulyati et al. (2008)
Adiyoga et al. (2010)
Syafi 2009
Luthfiana et al.(2012)
Penelitian yang akan
dilaksanakan

Keterangan :
Cakupan

b






Metode
Pengukuran
Kinerja
c d e

f






















g

h

Objek
penelitian

i














j














: a
b
Metode pengukuran kinerja : c
d
e
Strategi Pengembangan
: f
g
h
Objek Penelitian
: i
j

Metode
Pengembangan







= Produk Manufaktur
= Produk Pertanian
= SCOR
= BSC
= Metode lain
= Analisis SWOT
= AHP
= Lainnya
= Bawang merah
= Lainnya





16

3 METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Sebagai komoditas unggulan nasional, pengusahaan bawang merah
seringkali menghadapi berbagai kendala sedangkan permintaan terhadap bawang
merah terjadi sepanjang waktu. Permintaan konsumen akan bawang merah ini
harus senantiasa terpenuhi agar target keuntungan pelaku usaha dapat tercapai.
Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah menjadi
sangat diperlukan.
Kabupaten Brebes sebagai penghasil bawang merah terbesar di Indonesia
merupakan lokasi yang sangat strategis