Kajian Perubahan Jaringan uji Khasiat Buah Merah (Pandanus conoideus) sebagai Bahan Penghambat Kerusakan Hati

KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH
MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN
PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI

AGUSTIN ZAHARIA PADERI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

ABSTRAK
AGUSTIN ZAHARIA PADERI. B04103140. Kajian Perubahan Jaringan Uji
Khasiat Buah Merah (Pandanus conoideus) sebagai Bahan Penghambat
Kerusakan Hati. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Dibimbing oleh SRI ESTUNINGSIH dan DEWI RATIH AGUNGPRIYONO.
Penelitian untuk menguji efektifitas ekstrak Buah Merah (Pandanus
conoideus) sebagai pengobatan alternatif telah dilakukan pada mencit jantan (Mus
musculus albinus). Sebanyak 15 ekor mencit dibagi menjadi kelompok kontrol (-)
tanpa perlakuan, kontrol (+) diberi parasetamol dengan dosis 10 mg/kg BB dan
kelompok perlakuan diberi Buah Merah. Pengamatan dilakukan secara
histopatologi pada organ hati dengan pewarnaan HE. Parameter yang dipakai

adalah adanya degenerasi dan nekrosa pada hepatosit dibagian vena sentralis dan
vena porta. Hasil analisa ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Duncan,
menunjukan Buah Merah dapat merangsang regenerasi hepatosit secara signifikan
(α0.05).

KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH
MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN
PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI

AGUSTIN ZAHARIA PADERI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007


LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi

Nama Mahasiswa
NRP

: Kajian Perubahan Jaringan uji Khasiat Buah Merah
(Pandanus conoideus) sebagai Bahan Penghambat
Kerusakan Hati
: Agustin Zaharia Paderi
: B04103140

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dr. Drh. Sri Estuningsih, M.Si
NIP 131.878.929


Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD
NIP 131.760.839

Mengetahui,
Wakil Dekan FKH IPB

Dr.Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
NIP 131 129 090

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
tentang Kajian Perubahan Jaringan Uji Khasiat Buah Merah (Pandanus
conoideus) Sebagai bahan penghambat kerusakan hati.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. drh. Sri Estuningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I atas segala
bimbingan, semangat, saran dan kesabaran serta segala kemudahan yang
diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.
2.

Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD selaku dosen pembimbing II atas
segala bimbingan, semangat, saran dan kesabaran serta segala kemudahan
yang diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.

3. Drh. Hernomoadi Huminto, MVS selaku dosen penguji.
4. Drh. Muchidin Noordin selaku dosen pembimbing akademik atas segala
bimbingan, semangat dan kesabaran selama masa perkuliahan.
5. Seluruh staff dan teknisi di Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan
IPB yang membantu penulis selama penelitian.
6. Keluarga (Bapak ‘Drh. Paderi Zahari, MSc’, mama ‘Netty Herawaty’,
dang Tito, wa Vet dan adek) atas segala kasih sayang, doa, semangat serta
dukungan yang telah diberikan.
7. Keluarga besar di Manna, Bengkulu Selatan atas semangat dan doanya.
8. Ika dan Irma atas kerjasama, bantuan, semangat dan saran dalam
penelitian serta penulisan skripsi

9. Sahabat-sahabat karibku “Anonimus” (Rhiska, Reny, Q2, Indah dan Eka)
atas arti sebuah sahabat.
10. Indra, Meta, Eza, Wywy, Aisy dan Bayu atas bantuan selama penulisan
skripsi.
11. Zaldi, Irvan, Lina, Tyas, Adam, Intan, Yasmin, Triono, Agung, Yeyen,
Restu, Ayu, Ochie, Mudia, Elpita, Ryan dan teman-teman Gymnolaemata
‘40 atas kenangan manis selama empat tahun ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, September 2007

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, 24 Agustus 1984 sebagai anak ketiga dari
empat bersaudara dari pasangan suami-istri Paderi Zahari dan Netty Herawaty.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Pengadilan IV pada

tahun 1997. Lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 3 Bogor pada
tahun 2000 dan lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMUN 5 Bogor pada
tahun 2003. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas
Kedokteran Hewan IPB melalui jalur USMI.
Selama mengikuti perkuliahan penulis berperan serta dalam kegiatan
kemahasiswaan diantaranya sebagai pengurus Himpro Ornithologi dan Unggas
selama dua periode (2004-2005 dan 2005-2006), pengurus Forum Ilmiah
Mahasiswa sebagai ketua departemen Dana Usaha FKH IPB selama dua periode
(2004-2005 dan 2005-2006) dan pengurus buletin Fresh selama dua periode
(2004-2005 dan 2005-2006).

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ……………………………………………….......

Halaman
x

DAFTAR GAMBAR …......................................................................


xi

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………...

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ……………………………………………………
Tujuan …………………………………………………………….
Hipotesa …………………………………………………………..
Manfaat …………………………………………………………...

1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Buah Merah (Pandanus conoideus) ………………………………
Karakteristik dan Data Biologis Mencit …………………………..

Anatomi dan Fisiologis Hati ……………………………………...
Perubahan Regresif pada Hati …………………………………….
Hepatitis pada Manusia …………………………………………...
Parasetamol (Asetaminofen) sebagai Agen Hepatoksik ………….

3
5
7
8
11
12

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat ………………………………………………..
Bahan dan Alat …………………………………………………...
Metode Penelitian ………………………………………………...

16
16
17


HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………...

20

KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………...

28

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................

29

LAMPIRAN ........................................................................................

32

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kandungan Senyawa Aktif dalam Sari Buah Merah ……………..

5

2 Komposisi gizi per 100 gram Buah Merah .....................................

5

3 Persentase lesio hepatosit mencit pada pemberian ekstrak Buah
Merah ..............................................................................................

20

4 Persentase lesio hepatosit daerah vena sentralis dan vena porta .....

26

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Buah Merah jenis merah panjang ....................................................


4

2 Struktur kimiawi parasetamol ........................................................

12

3 Metabolisme parasetamol ...............................................................

14

4 Mekanisme toksisitas parasetamol ..................................................

14

5 Perbandingan persentase kerusakan hepatosit pada kelompok
perlakuan dan kontrol ......................................................................

21

6 Gambaran histopatologi ..................................................................

22

7 Perbandingan kerusakan hati pada vena porta dan vena sentralis ...

27

KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH
MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN
PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI

AGUSTIN ZAHARIA PADERI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

ABSTRAK
AGUSTIN ZAHARIA PADERI. B04103140. Kajian Perubahan Jaringan Uji
Khasiat Buah Merah (Pandanus conoideus) sebagai Bahan Penghambat
Kerusakan Hati. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Dibimbing oleh SRI ESTUNINGSIH dan DEWI RATIH AGUNGPRIYONO.
Penelitian untuk menguji efektifitas ekstrak Buah Merah (Pandanus
conoideus) sebagai pengobatan alternatif telah dilakukan pada mencit jantan (Mus
musculus albinus). Sebanyak 15 ekor mencit dibagi menjadi kelompok kontrol (-)
tanpa perlakuan, kontrol (+) diberi parasetamol dengan dosis 10 mg/kg BB dan
kelompok perlakuan diberi Buah Merah. Pengamatan dilakukan secara
histopatologi pada organ hati dengan pewarnaan HE. Parameter yang dipakai
adalah adanya degenerasi dan nekrosa pada hepatosit dibagian vena sentralis dan
vena porta. Hasil analisa ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Duncan,
menunjukan Buah Merah dapat merangsang regenerasi hepatosit secara signifikan
(α0.05).

KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH
MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN
PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI

AGUSTIN ZAHARIA PADERI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi

Nama Mahasiswa
NRP

: Kajian Perubahan Jaringan uji Khasiat Buah Merah
(Pandanus conoideus) sebagai Bahan Penghambat
Kerusakan Hati
: Agustin Zaharia Paderi
: B04103140

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dr. Drh. Sri Estuningsih, M.Si
NIP 131.878.929

Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD
NIP 131.760.839

Mengetahui,
Wakil Dekan FKH IPB

Dr.Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
NIP 131 129 090

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
tentang Kajian Perubahan Jaringan Uji Khasiat Buah Merah (Pandanus
conoideus) Sebagai bahan penghambat kerusakan hati.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. drh. Sri Estuningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I atas segala
bimbingan, semangat, saran dan kesabaran serta segala kemudahan yang
diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.
2.

Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD selaku dosen pembimbing II atas
segala bimbingan, semangat, saran dan kesabaran serta segala kemudahan
yang diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.

3. Drh. Hernomoadi Huminto, MVS selaku dosen penguji.
4. Drh. Muchidin Noordin selaku dosen pembimbing akademik atas segala
bimbingan, semangat dan kesabaran selama masa perkuliahan.
5. Seluruh staff dan teknisi di Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan
IPB yang membantu penulis selama penelitian.
6. Keluarga (Bapak ‘Drh. Paderi Zahari, MSc’, mama ‘Netty Herawaty’,
dang Tito, wa Vet dan adek) atas segala kasih sayang, doa, semangat serta
dukungan yang telah diberikan.
7. Keluarga besar di Manna, Bengkulu Selatan atas semangat dan doanya.
8. Ika dan Irma atas kerjasama, bantuan, semangat dan saran dalam
penelitian serta penulisan skripsi
9. Sahabat-sahabat karibku “Anonimus” (Rhiska, Reny, Q2, Indah dan Eka)
atas arti sebuah sahabat.
10. Indra, Meta, Eza, Wywy, Aisy dan Bayu atas bantuan selama penulisan
skripsi.
11. Zaldi, Irvan, Lina, Tyas, Adam, Intan, Yasmin, Triono, Agung, Yeyen,
Restu, Ayu, Ochie, Mudia, Elpita, Ryan dan teman-teman Gymnolaemata
‘40 atas kenangan manis selama empat tahun ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, September 2007

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, 24 Agustus 1984 sebagai anak ketiga dari
empat bersaudara dari pasangan suami-istri Paderi Zahari dan Netty Herawaty.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Pengadilan IV pada
tahun 1997. Lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 3 Bogor pada
tahun 2000 dan lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMUN 5 Bogor pada
tahun 2003. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas
Kedokteran Hewan IPB melalui jalur USMI.
Selama mengikuti perkuliahan penulis berperan serta dalam kegiatan
kemahasiswaan diantaranya sebagai pengurus Himpro Ornithologi dan Unggas
selama dua periode (2004-2005 dan 2005-2006), pengurus Forum Ilmiah
Mahasiswa sebagai ketua departemen Dana Usaha FKH IPB selama dua periode
(2004-2005 dan 2005-2006) dan pengurus buletin Fresh selama dua periode
(2004-2005 dan 2005-2006).

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ……………………………………………….......

Halaman
x

DAFTAR GAMBAR …......................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………...

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ……………………………………………………
Tujuan …………………………………………………………….
Hipotesa …………………………………………………………..
Manfaat …………………………………………………………...

1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Buah Merah (Pandanus conoideus) ………………………………
Karakteristik dan Data Biologis Mencit …………………………..
Anatomi dan Fisiologis Hati ……………………………………...
Perubahan Regresif pada Hati …………………………………….
Hepatitis pada Manusia …………………………………………...
Parasetamol (Asetaminofen) sebagai Agen Hepatoksik ………….

3
5
7
8
11
12

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat ………………………………………………..
Bahan dan Alat …………………………………………………...
Metode Penelitian ………………………………………………...

16
16
17

HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………...

20

KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………...

28

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................

29

LAMPIRAN ........................................................................................

32

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Kandungan Senyawa Aktif dalam Sari Buah Merah ……………..

5

2 Komposisi gizi per 100 gram Buah Merah .....................................

5

3 Persentase lesio hepatosit mencit pada pemberian ekstrak Buah
Merah ..............................................................................................

20

4 Persentase lesio hepatosit daerah vena sentralis dan vena porta .....

26

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Buah Merah jenis merah panjang ....................................................

4

2 Struktur kimiawi parasetamol ........................................................

12

3 Metabolisme parasetamol ...............................................................

14

4 Mekanisme toksisitas parasetamol ..................................................

14

5 Perbandingan persentase kerusakan hepatosit pada kelompok
perlakuan dan kontrol ......................................................................

21

6 Gambaran histopatologi ..................................................................

22

7 Perbandingan kerusakan hati pada vena porta dan vena sentralis ...

27

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Persentase lesio hepatosit mencit uji ANOVA …………………...

33

2 Persentase lesio hepatosit mencit uji Duncan …………………….

34

3 Persentase lesio daerah vena porta dan vena sentralis uji ANOVA ..

36

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara tropis yang memiliki banyak kekayaan alam baik
berupa flora maupun fauna. Kekayaan alam tersebut telah banyak dimanfaatkan
oleh nenek moyang kita sebagai obat tradisional baik yang berasal dari hewan
maupun tumbuhan. Salah satu upaya pemeliharaan kesehatan yang telah
disediakan oleh alam adalah melalui terapi tumbuhan berkhasiat obat. Indonesia
memiliki sekitar 30.000-40.000 jenis tumbuhan

dan beberapa diantaranya

diketahui sebagai tumbuhan obat (Hembing 2005). Penggunaan tumbuhan obat
untuk kesehatan dan kebugaran tubuh tidak hanya untuk manusia, tetapi dapat
juga untuk hewan.
Di Indonesia penelitian tentang khasiat pengobatan dari berbagai jenis
tanaman lokal sedang digalakkan. Salah satu tanaman lokal yang kini sedang
populer adalah Buah Merah (Pandanus conoideus). Sebelumnya Buah Merah tak
lebih dari sekedar bahan pangan masyarakat Papua, harga murah dan hampir tidak
memiliki nilai ekonomis. Buah Merah memiliki khasiat sebagai: obat cacing,
penyubur rambut, pereda batuk, penghalus kulit, pengering luka, obat awet muda
dan dapat juga menyembuhkan kanker rahim, tumor, serta sirosis hati. Akan tetapi
belum ada kajian ilmiah akan khasiat Buah Merah yang sebenarnya (Anonimus
2005b)
Menurut Made Budi (2005) dalam Anonimus (2005b) Buah Merah
memiliki kadar antioksidan yang sangat tinggi dibandingkan antioksidan yang
terkandung di dalam wortel dan tomat. Buah Merah mengandung zat-zat aktif
seperti betakaroten, tokoferol, asam lemak essensial, vitamin dan mineral
essensial yang cukup lengkap. Sidik (2005) dalam Anonimus (2005b) menyatakan
kandungan 4-hydroksi-4-methylglutamic (C6H11NO5) dari Buah Merah

dapat

berfungsi untuk memperkuat kerja dari sel hati dalam menetralisir zat-zat beracun,
tetapi pernyataan ini belum dilakukan secara ilmiah. Hal ini yang mendorong
dilakukannya penelitian ini, yaitu untuk menguji kemampuan Buah Merah sebagai
bahan penghambat kerusakan hati.
Obat-obat yang mengandung parasetamol dalam dosis tinggi telah banyak
dijual secara bebas dan beredar di masyarakat. Menurut Sutanto (1996),

penggunaan obat yang mengandung parasetamol dalam jumlah berlebihan dan
dalam jangka waktu tertentu akan dapat menyebabkan kerusakan sel hati.
Parasetamol dosis tinggi akan menghabiskan kapasitas konjugasi glukuronat dan
sulfat, sehingga NAPQI yang dikonjugasi glutation melebihi kapasitas.
Pembentukan NAPQI yang bertambah banyak akan berikatan dengan lipid dan
protein membran sel, sehingga sel hati menjadi rusak (Anonimus 2006).
Kerusakan sel hati yang diakibatkan toksikan parasetamol dalam jangka panjang
menyerupai kerusakan yang ditimbulkan akibat infeksi virus hepatitis pada organ
hati yaitu sirosis hati. Fenomena ini digunakan sebagai model kerusakan hati
untuk mengkaji kemampuan buah merah sebagai bahan penghambat kerusakan
hati.
Hepatitis dapat disebabkan karena virus hepatitis dan juga karena toksin
tertentu yang dapat merusak sel hati. Toksin yang dapat merusak sel hati
dinamakan

hepatotoksin.

Obat-obat

yang bersifat toksik terhadap hati

penggunaanya harus dihindarkan bila terdapat penurunan fungsi hati atau
mengalami hepatitis. Kelainan hati dapat juga disebabkan karena reaksi alergi
(hipersensitifitas). Obat-obat hepatotoksik yang dapat menyebakan hepatitis selain
parasetamol, yaitu: Chlorpromazine HCL, Phenobarbital, Carbon Tetraclorida,
Aspirin, Fenilbutazon, dan sebagainya (Dalimartha 2002). Berbagai macam
penelitian telah dilakukan untuk pengobatan atau pencegahan dari penyakit ini.
Pada umumnya, pengobatan hepatitis memerlukan biaya yang mahal dan
mempunyai efek samping yang berbahaya.

Tujuan
Menguji efektifitas pemberian ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus)
sebagai bahan penghambat kerusakan hati yang diuji secara ilmiah dengan
pengamatan histopatologi pada hati mencit (Mus musculus albinus).

Permasalahan Penelitian
Penelitian akan manfaat buah merah sebagai bahan penghambat kerusakan
hati belum ada yang melakukannya. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui
manfaat buah merah sebagai bahan penghambat kerusakan hati.

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan khasiat buah merah dalam
mengobati

penyakit

hati

seperti

hepatitis.

Masyarakat

dapat

lebih

memanfaatkanpotensi alami asli Indonesia sebagai bahan penghambat kerusakan
hati.

TINJAUAN PUSTAKA
Buah Merah (Pandanus conoideus)
Buah Merah (Pandanus conoideus) berasal dari Famili Pandanaceae,
genus Pandanus dan species conoideus. Di pelosok Nusantara, tanaman ini
tumbuh alami di pegunungan Jayawijaya, Nabire, Manokwari, Timika dan
Jayapura. Diluar Papua, Buah Merah dapat dijumpai di Maluku sebelah utara.
Sebelum populer sebagai penangkal penyakit maut (AIDS/ HIV), Buah Merah
hanya dipakai sebagai pembatas halaman atau tumbuh bergerombol di sudut-sudut
rumah dan perbukitan. Tanaman ini cukup adaptif karena tumbuh baik mulai dari
dataran rendah sampai tinggi (Anonimus 2005b).
Morfologi Buah Merah dicirikan sebagai berikut (Made Budi 2005):
Batang : Berbentuk panjang bulat seperti silinder dengan panjang 5-10 meter dari
permukaan tanah, arah tumbuh tegak lurus ke atas (erectus) lalu membuat
percabangan. Diameter batang berkisar antara 10-15 cm dengan permukaan
batang berduri.
Akar : Sistem perakaran ialah akar serabut sebesar lengan. Terdapat akar-akar
udara atau akar gantung (radix aureus).
Daun : Ujung daun berbentuk segitiga lancet, tepi daun dan lapisan bawah pada
ibu tulang daun berduri tempel. Daun berwarna hijau dan berlilin pada daun
dewasa, sedangkan daun muda berwarna kuning. Daun berbentuk rapat seperti
spiral dengan pangkal memeluk batang, bertulang daun sejajar, pada waktu rontok
meninggalkan bekas berbentuk cincin pada batang.
Buah : Bentuk buah menyerupai segitiga atau trapesium, terdiri atas dua bagian
yaitu tangkal buah (di bagian tengah, tempat melekatnya buah) dan bunga (di
bagian luar), tampak berwarna merah dengan sebuah titik di bagian tengah atau
puncaknya. Ukuran buah bervariasi antara 35-80 cm, panjang tangkai buah
bervariasi 29-76.5 cm

(Gambar 1). Ukuran tangkai makin ke arah ujung makin

kecil, letak buah pada setiap daun dan terbungkus oleh enam helai daun, tiga helai
di antaranya berwarna kuning dan terdapat di bagian dalam, sedangkan tiga helai
lainnya memanjang melindungi buah menurut ketiga sisi buah, warna daun hijau.
Buah yang siap dipanen biasanya ditandai dengan berubahnya warna buah dari

merah muda menjadi merah tua, kemudian akan diikuti dengan bekas retak pada
buah. Apabila dibiarkan maka terjadi pengguguran bulir.

Gambar

1.

Buah
Merah
jenis
merah
panjang.
http://medicastore.com/buahmerah 2007a).

(Sumber:

Buah Merah panjang paling sering digunakan untuk konsumsi dan bahan
baku obat. Buah Merah jenis ini, merupakan varietas paling bagus dan
mempunyai kandungan senyawa kimiawi yang lebih banyak. Selain merah
panjang terdapat 24 jenis Buah Merah jenis lain. Paling populer di antara 24 jenis
tersebut yaitu: merah pendek, merah cokelat dan kuning (Anonimus 2005b).
Pemanfaatan Buah Merah oleh masyarakat telah digunakan untuk berbagai
macam fungsi sesuai morfologi tumbuhan tersebut. Menurut Purwanto dan
Walujo (1992) dalam Made Budi (2005) bagian tumbuhan yang dimanfaatkan
bervariasi mulai dari tunas, helai daun, kulit batang, tongkol bunga, buah, akar
gantung, dan kulit akar.
Hasil analisis kimia yang dilakukan oleh Made Budi, Buah Merah
mengandung komposisi gizi lengkap. Buah Merah memiliki zat-zat aktif seperti
betakaroten, tokoferol, dan sejumlah asam lemak esensial (Tabel 1). Selain itu
Buah Merah juga mengandung vitamin dan mineral esensial yang cukup lengkap
diantaranya kalsium, fosfor, besi, vitamin B1, vitamin C dan niasin (Tabel 2).
Kandungan energi juga cukup tinggi mencapai 400 kalori/100 gram daging buah.
Tokoferol dan betakaroten dikenal sebagai senyawa antioksidan yang ampuh
mencegah penyakit. Betakaroten berfungsi memperlambat berlangsungnya
penumpukan plak pada arteri sehingga aliran darah baik ke jantung maupun ke
otak bisa berlangsung lancar tanpa sumbatan dan meningkatkan kekebalan tubuh.
Fungsi tokoferol adalah menghambat radikal bebas dan menetralisir kolesterol
dalam darah. Buah merah juga mengandung asam lemak dalam dosis tinggi.
Meski mengandung 28% lemak, tapi 85% diantaranya asam lemak tak jenuh.

Bahkan sebagian besar berupa asam oleat dan asam linoleat yang sangat
dibutuhkan tubuh.
Tabel 1. Kandungan Senyawa Aktif dalam Sari Buah Merah*
Komposisi kimia
Total Karotenoid
Total Tokoferol
Betakaroten
Alfa tokoferol
Asam oleat
Asam linoleat
Asam linolenat
Dekanoat
(Sumber: Made Budi 2005a)

kandungan
12.000 ppm
11.000 ppm
700 ppm
500 ppm
58%
8,8%
7,8%
2,0%

Tabel 2. Komposisi Gizi per 100 gram Buah Merah*
Zat Gizi
Energi
Protein
Lemak
Serat
Kalsium
Fosfor
Besi
Vitamin B1
Vitamin C
Nialin
Air
(Sumber: Made Budi 2005a)

kandungan
396 kalori
3.300 mg
28.100 mg
20.900 mg
54.000 mg
30 mg
2,44 mg
0,90 mg
25,70 mg
1,8 mg
34,90%

Dalam bidang kesehatan Buah Merah digunakan sebagai pereda batuk,
penghalus kulit, pengering luka, awet muda, penyubur rambut dan obat cacing
(Anonimus 2005b).

Karakteristik dan Data Biologis Mencit

Mencit (Mus musculus) sebagai hewan percobaan
Hewan percobaan atau yang sering disebut sebagai hewan laboratorium
adalah semua jenis hewan dengan persyaratan tertentu untuk dipergunakan
sebagai salah satu sarana dalam berbagai kegiatan penelitian biologi dan
kedokteran (Sulaksono et al. 1986). Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari

dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian dan
pengamatan laboratorik.
Mencit (mouse) adalah hewan pengerat (rodentia) yang cepat berbiak,
mudah dipelihara dalam jumlah banyak dan variasi genetiknya cukup besar serta
sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik.

Sistem taksonomi mencit
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Subfilum

: Vertebrata

Kelas

: Mamalia

Subkelas

: Theria

Ordo

: Rodensia

Suborder

: Sciurognathi

Family

: Muridae

Subfamily

: Murinae

Genus

: Mus

Spesies

: Mus musculus

(Penn 1999)
Mencit memiliki lama hidup sekitar satu hingga dua tahun, bahkan
beberapa bisa mencapai usia tiga tahun dengan lama produksi ekonomisnya
adalah sembilan bulan. Mencit mencapai usia dewasa pada hari ke-35 dimana
setelah usia delapan minggu sudah dapat dikawinkan. Lama kebuntingan mencit
adalah 19-21 hari dengan jumlah anak rata-rata enam ekor. Bobot mencit jantan
dewasa adalah 20-40 gram dan mencit betina adalah 18-35 gram. Mencit
laboratorium dapat dikandangkan pada kotak sebesar kotak sepatu yang dapat
terbuat dari berbagai macam bahan, misalnya plastik (polipropilen atau
polikarbonat), aluminium atau baja tahan karat (Smith & Mangkoewidjojo 1988).

Anatomi dan Fisiologi Hati
Menurut Koolman (2000)

hati mempunyai berat sekitar 1.5 kg dan

merupakan salah satu organ terbesar pada manusia. Walaupun berat hati hanya 2-

3 % dari bobot tubuh, namun terlibat dalam 25-30% pemakaian oksigen. Pada
keadaan segar, hati berwarna merah tua atau merah coklat, warna ini disebabkan
adanya darah yang amat banyak (Wilson & Lester 1995).
Hepatosit mempunyai inti bulat terletak di tengah, anak inti berjumlah satu
atau lebih dengan kromatin yang menyebar (Leeson et al.

1995). Sinusoid

dibatasi oleh sel endotel dan sel Kupffer. Sel endotel mempunyai inti kecil
berwarna gelap dengan sitoplasma yang tipis. Sel Kupffer mempunyai inti yang
besar dan pucat, sitoplasma lebih banyak dengan cabang-cabang yang meluas atau
melintang di dalam sinusoid (Leeson et al. 1995).
Hati menerima suplai darah dari arteri hepatik dan vena portal. Arteri
hepatik biasanya berfungsi untuk nutrisi, sementara vena porta membawa darah
dari traktus gastrointestinal, limpa dan pankreas menuju ke hati. Arteri hepatik
dan vena portal masuk ke hati melalui porta hati. Vena sentral berhubungan
dengan

vena hati yang besar dan bermuara di vena cava (Maronpot 1999).

Menurut Lu (1995) aliran darah yang masuk ke hati akan membawa nutrisi dan
zat-zat toksik, karena sebagian besar zat toksik memasuki tubuh melalui sistem
gastrointestinal. Setelah diserap, zat tersebut dibawa oleh vena porta menuju hati.
Hati merupakan organ yang paling sering mengalami kerusakan. Ada dua alasan
yang menyebabkan hati mudah terkena racun. Pertama, hati menerima 80% suplai
darah dari vena porta yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal.
Substansi zat-zat toksik termasuk tumbuhan, fungi, bakteri, logam, mineral dan
zat-zat kimia lain yang diserap ke darah portal ditransportasikan ke hati. Kedua,
hati menghasilkan enzim-enzim yang mempunyai kemampuan biotransformasi
pada berbagai macam zat eksogen dan endogen untuk dieliminasi tubuh (Carlton
et al.1995).
Hati merupakan kelenjar terbesar dimana dikarakteristikkan dengan
banyak fungsi, yaitu; fungsi eksokrin (sintesis dan sekresi empedu, kolesterol),
fungsi endokrin (sintesis dan sekresi glukosa, protein seperti albumin, globulin,
fibrinogen, lipoprotein dan protombrin ke dalam darah), metabolisme (protein,
karbohirat,

lemak,

hemoglobulin,

obat-obatan,

steroid,

deionisasi

dari

triiodotironin dan tiroksin), glikogenolisis dan glikogenesis (termasuk kadar
normal glukosa di darah), konjugasi (toksik, hormon steroid), esterifikasi (asam

lemak bebas menjadi trigliserida), tempat penyimpanan (glikogen, lemak, Fe,
vitamin), detoksifikasi (racun, dan hydrogen peroksida), hematopoeisis (saat
embrio dan berpotensi saat dewasa) serta fagositosis (benda asing) (Maronpot
1999; Fall 1984; Wilson & Lester 1995). Fungsi hati yang paling penting adalah;
pengambilan bahan makanan, metabolisme, menyediakan secara tetap metabolit
untuk sel, detoksifikasi, dan ekskresi.
Hepatosit banyak berkontak dengan

asam amino, lipid, karbohidrat,

vitamin, mineral dan xenobiotik yang diabsorbsi dari saluran gastrointestinal.
Glukosa dan asetoasetat yang berfungsi sebagai sumber energi merupakan hasil
produk dari hati. Namun hati juga mensintesis lipid untuk disimpan dalam hati
sebagai cadangan energi. Hati mempunyai peranan penting dalam metabolisme
dan penyimpanan vitamin serta mineral (Maronpot 1999).

Perubahan Regresif pada Hati
Hepatosit seringkali mengalami kerusakan tetapi tidak menyebabkan
kematian sel (subletal). Perubahan-perubahan subletal ini bersifat reversible. Tipe
perubahan patologi yang dikarenakan respon dari kerusakan tergantung dari (1)
durasi dari efek etiologi agen dan konsentrasinya dalam jaringan; (2) suplai darah
ke jaringan dan aliran darah menuju sel yang rusak, termasuk oksigen, pH dan
temperatur; dan (3) karakteristik metabolisme sel. Sel yang aktif bermetabolisme
biasanya berpotensi mengalami kerusakan. Oleh karena itu degenerasi sangat
berpengaruh terhadap kerja hati, ginjal dan otot (Cheville 1999).
Lesio hati yang ditandai vakuolisasi sitoplasma biasanya akibat akumulasi
trigliserida. Ukuran vakuola lemak pada hepatosit bervariasi. Pada vakuolisasi
lemak yang berukuran kecil (mikrovaskular droplet lemak) posisi nukleus masih
ditengah sedangkan pada vakuolisasi lemak yang berukuran besar (makrovaskuler
droplet lemak) nukleus tertekan ke tepi. Tekanan dari vakuola lemak yang besar
biasanya akan menyebabkan terjadinya nekrosa (Maronpot 1999). Sel hati yang
mengalami degenerasi lemak terlihat membengkak, kekuningan dan terasa lunak.
Selain pada hati degenerasi lemak juga ditemukan pada parenkim ginjal dan
jantung. Beberapa jaringan akan membentuk lipid di sitoplasma saat mengalami
cedera, tetapi beberapa jaringan yang lain akan memproduksi lipid lebih sedikit

(Cheville 1999). Degenerasi lemak bukan saja disebabkan karena kejadian yang
spontan (sekitar 25-30%) tetapi dapat juga disebabkan karena respon toksik dan
membentuk penyebaran, zona dan perubahan difus. Degenerasi lemak biasanya
bersifat reversible tetapi dapat juga bersifat irreversible dan akan terjadi fibrosis
dan hyperplasia regeneratif (Maronpot. 1999).
Lemak merupakan produk normal yang dimetabolisme oleh hati. Secara
normal glukosa hati diubah menjadi asam lemak oleh asetil-KoA. Hati dapat juga
mengambil asam lemak dari lemak yang didapatkan dari usus bersama dengan
kilomikron melalui vena porta. Asam lemak akan diubah menjadi trigliserida dan
fosfolipid. Trigliserida, fosfolipid dan apolipoprotein membentuk kompleks
lipoprotein (VLDL) (Koolman 2001). Pada saat terjadi degenerasi lemak,
trigliserida tidak mengalami perubahan menjadi lipoprotein sehingga asam lemak
digunakan

untuk memproduksi energi di dalam mitokondria. Hepatosit akan

melakukan jalur metabolisme lipid yang tidak normal, sehingga substrat molekul
lemak akan berakumulasi (contoh: kolesterol, fosfolipid atau asam lemak)
didalam sel. Hal inilah yang membuat jumlah trigliserida semakin banyak dan
mendominasi perubahan yaitu degenerasi lemak (Cheville 1999).
Degenerasi hidropik dicirikan dengan sitoplasma yang membengkak, dan
kadang membentuk vakuolisasi beraspek keruh. Biasanya terlihat di zona sentral
lobus dan kadang-kadang terjadi di daerah periportal. Perubahan inilah yang
terjadi pertama kali saat hepatosit mengalami kerusakan yang disebabkan toksin
seperti CCl4 dan karbon disulfide. Degenerasi hidropik terjadi karena barrier
membran plasma sel rusak, sehingga terjadi kerusakan pada pompa sodium
membran sel. Hal ini menyebabkan peningkatan sodium (Na+) dan kalsium (Ca+)
serta berkurangnya potasium (K+) didalam sitoplasma sehingga air mudah untuk
masuk dan mendilatasikan sel tersebut. Akumulasi air tersebut berada di dalam
matriks sitosolik atau retikulum endoplasma. Akumulasi air menyebabkan
sitoplasma, menekan daerah sinusoid atau daerah perisinusoid. Sinusoid menjadi
sempit bahkan tidak ada. (Maronpot 1999; Cheville 1999).
Kematian sel terjadi karena tiga hal: koagulasi, lisis, dan kematian sel
terprogram (apoptosis). Ketiga macam kematian sel ini mempunyai mekanisme
yang berbeda-beda berkaitan dengan tahapan terjadinya kematian. Kematian sel

akan merubah semua fungsi fisiologis normal hepatosit, seperti: penurunan ATP,
asidifikasi (pH turun),

peningkatan Ca2+ dan

aktifasi enzim sehingga lisis

(Cheville 1999). Morfologi nekrosa koagulasi dicirikan dengan sitoplasma yang
eosinofilik dan inti piknotik atau kariolisis (Maronpot 1999). Menurut Cheville
(1999), secara makroskopis jaringan yang nekrosa teraba agak keras, dan terlihat
lebih putih dibandingkan warna normalnya. Terjadinya nekrosa disebabkan
iskemia dan beberapa agen eksogenous, termasuk agen penyebab kerusakan
secara fisik (terbakar dan trauma), racun kimia, virus dan mikroorganisme lainnya
serta toksin yang dihasilkannya.
Sirosis adalah suatu kondisi dimana jaringan hati yang sehat digantikan
dengan jaringan ikat. Akibatnya, aliran darah menuju hati terhambat sehingga
fungsi hepatosit menjadi terganggu. Sirosis merupakan suatu proses lanjut dari
kerusakan hati karena infeksi virus hepatitis kronis (B atau C) dan juga dapat pula
karena: infeksi lain, obat racun, autoimun, dan penyakit saluran empedu (Zubairi
2007). Penyebab sirosis hati pada manusia beragam. Selain disebabkan karena
konsumsi alkohol yang berlebih, berbagai macam penyakit metabolik, adanya
gangguan imunologis dan sebagainya. Menurut Suyono (2007) dan Ressang
(1984) penyebab sirosis belum dapat dipastikan, diantaranya: kekurangan nutrisi,
virus hepatitis, zat hepatotoksik, penyakit Wilson dan hemokromatosis. Pada
hewan, sirosis akibat dari defisiensi gizi terlihat pada anjing dan kucing yang
komposisi makanannya tidak benar. Sirosis ini akan didahului dengan
pembentukan degenerasi lemak. Perlemakan hati yang tertimbun lebih 5% dari
berat hati akan dapat berpotensi menyebabkan sirosis hati (Anonimus 2007b).
Paparan yang lama pada hati oleh agen toksik seperti CCl4 akan dapat
menyebabkan sirosis hati akibat proliferasi jaringan fibrosis dan regenerasi
nodular hepatoseluler. Hepatosit yang regenerasi dan fibrosis merupakan hasil
akhir dari nekrosis hepatoseluler. Perubahan patologi anatomi pada sirosis hati
akan terasa keras, membentuk nodul, berwarna abu-abu atau kuning dan akan
mengecil dibandingkan ukuran sebenarnya. Pengamatan secara makroskopik,
hepatosit yang berregenerasi membentuk nodul yang banyak dan menyebar karena
jaringan fibrosis yang meningkat (Ressang 1984; Maronpot 1999).

Hepatitis pada Manusia
Secara umum hepatitis dapat disebabkan oleh inveksi virus hepatitis dan
obat yang bersifat hepatotoksik. Penyakit hepatitis A disebabkan oleh virus
hepatitis A. Virus ini tersebar diseluruh dunia dan umumnya penularannya karena
menelan bahan-bahan yang telah terinfeksi secara oral tetapi dapat secara
parenteral. Hepatitis B disebabkan oleh virus yang bersifat akut. Virus ini dapat
menular secara oral dan dapat menular kepada bayi dari ibunya yang telah
terinfeksi saat menyusui. Setelah 3 sampai 4 bulan sebagian besar penderita dapat
sembuh sempurna tetapi diantaranya menjadi pembawa penyakit atau dapat juga
berkelanjutan menjadi penyakit kronis. Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis
C, umumnya terjadi setelah transfusi darah atau penggunaan obat secara
parenteral. Penyakit ini seringkali dapat menjadi akut. Infeksi virus hepatitis D
timbul bersamaan dengan hepatitis B sebagai superinfeksi, yang derajat
keparahannya dapat meningkat. Sedangkan hepatitis E ditularkan melalui rute
oral-fecal, tetapi biasanya melalui air yang telah tercemar (Dorland 1998).
Penyakit hati ditandai dengan menguningnya warna kulit dan membran mukosa
yang disertai naiknya kosentrasi bilirubin (50 mg/L), alanin aminotransferase
(ALT), aspartat aminotransferase (AST) dan γ glutamiltansferase (GGT) dalam
sirkulasi darah (Girindra 1986).
Salah satu fungsi hati yang paling utama adalah detoksifikasi. Dalam
proses ini, senyawa toksik dan obat diangkut dan disimpan dalam hati. Beberapa
senyawa toksik dan obat dapat menyebabkan nekrosis dan peradangan hati. Hal
ini semakin dapat meningkatkan resiko kerusakan sel hati oleh senyawa tersebut.
Penderita hepatitis akibat toksin akan memiliki tanda-tanda yang mirip dengan
tanda dari hepatitis yang disebabkan oleh virus (Girindra 1986).
Pada kasus-kasus hepatitis yang akut dan parah dapat menimbulkan kematian
dalam waktu beberapa hari dengan keadaan sel-sel parenkim hati yang
nekrotik dan menghilang. Pada keadaan yang tidak begitu parah, pasien dapat
sembuh apabila hepatosit dapat beregenerasi sepenuhnya setelah bahan-bahan
toksik sudah dihilangkan seluruhnya. Toksin dan obat yang dapat
menyebabkan hepatitis: (1) Amatoksin didapat dari jamur; (2) Phosphorus,
yang didapatkan dari hasil industri; (3) Parasetamol dapat menyebabkan
hepatitis bila dosisnya berlebih; (4) Karbon tetrachlorida, kloroform,
trichloroethylene dan semua jenis klorin hidrokarbon (Anonimus 2006a).

Parasetamol (Asetaminofen) sebagai Agen Hepatotoksik
Salah satu obat yang bersifat hepatotoksik adalah parasetamol. Senyawa
ini merupakan turunan fenasetin (Gambar 2).

Gambar 2 Struktur Kimiawi Parasetamol

Parasetamol berbentuk serbuk kristal berwarna putih, tidak berbau dan
rasanya sedikit pahit, karena toksisitas dan daya anti inflamasinya yang lemah,
menjadikan parasetamol sebagai alternatif aspirin. Walaupun demikian, overdosis
akut parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati yang fatal. Penggunaan
parasetamol didasarkan pada dugaan bahwa fenasetin dalam tubuh akan dioksidasi
menjadi senyawa paraaminofenol (Gambar 2). Kemampuan parasetamol sebagai
antipiretik terdapat pada struktur aminobenzena senyawa ini. Parasetamol adalah
obat yang memiliki daya analgesik dan antipiretik melalui mekanisme
penghambatan prostaglandin dalam tubuh. Penggunaan parasetamol dalam dosis
yang besar dapat menyebabkan nekrosis hati (Susana 1987; Boyd & Bereezky
1966 dalam Mohapatra et al. 1993). Dosis parasetamol sekitar 10 gram atau 150
mg/ kg dapat beresiko menimbulkan keracunan. Sebanyak 6 gram/hari atau lebih
dapat menimbulkan kerusakan hati yang lebih luas (Anonimus 2006b). Menurut
Susana (1987) dan Rzucidlo et al. (2000) mencit yang diberikan parasetamol
dengan dosis 500 mg/kg BB menyebabkan kerusakan hati mencit. Dilaporkan
bahwa parasetamol tidak toksik pada dosis terapeutik untuk waktu yang pendek
tetapi akan menyebabkan nekrosis sentrilobullar hepatoselluler dan infiltrasi

makrofag pada dosis yang tinggi oleh Mohapatra et al. (1993). Parasetamol
dimetabolisme terutama oleh enzim-enzim mikrosomal sel hati. Di dalam saluran
pencernaan, parasetamol dengan cepat diserap dan dalam waktu 30 menit akan
mencapai konsentrasi puncak dalam plasma. Pada dosis yang menyebabkan
toksisitas akut, ikatan parasetamol terhadap protein plasma bervariasi dari 2050%. Pada dosis normal, 90-100% dari senyawa obat ini mungkin akan
dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran senyawa obat ini terjadi setelah melewati
fase konjugasi dengan asam glukuronat (sekitar 60%), asam sulfat (35%) dan
sistein (3%) serta sejumlah kecil metabolit dalam bentuk terhidroksilasi dan
terdeasetilasi (Rzucidlo et al. 2000).
Rata-rata mortalitas intoksikasi parasetamol 32%-50%, sedangkan obat
lain lebih dari 75%. Menurut Susana (1987); Jollow et al. (1974) dan Brouwer
(1993) menunjukkan bahwa di dalam hati, parasetamol akan mengalami
biotransformasi melalui reaksi konjugasi dengan asam glukuronat dan sulfat.
Hasil dari reaksi konjugasi tersebut akan diekskresikan melalui ginjal. Sisa
parasetamol mengalami biotransformasi dengan sistem sitokrom P-450. Sitokrom
P-450 adalah, suatu sistem enzim di retikulum endoplasma yang dapat segera
melakukan biotransformasi oksidatif pada 5-10% parasetamol yang masuk ke
dalam tubuh. Parasetamol yang teroksidasi berubah menjadi N-asetil-pbenzoquinon imin (NAPQI), suatu senyawa yang toksik dan reaktif. NAPQI
didetoksifikasi melalui konjugasi dengan glutation menjadi metabolit inaktif.
Metabolit ini akan dieksresikan dalam bentuk urin (Gambar 3). Pada kasus
toksikasi parasetamol, jalur sulfat dan glukuronida menjadi terurai sehingga
parasetamol merangsang sistem sitokrom P-450 memproduksi NAPQI lebih
banyak. Akhirnya hepatoseluler kekurangan glutation dan NAPQI secara bebas
bereaksi dengan makromolekul vital (lipid dan protein) (Gambar 4). Hal inilah
yang menyebabkan kerusakan dan kematian sel hati, dan menuju akut hepatik
nekrosis. Pada kasus-kasus hewan, 70% kekurangan glutation pada sel hati dapat
menyebabkan hepatotoksisitas (Anonimus 2006b).

+

metabolit inaktif

diekskresikan (urin)

Gambar 3. Metabolisme parasetamol

+ protein hati

centralobular hepatic

necrosis

Gambar 4 Mekanisme toksisitas parasetamol

NAPQI dapat bereaksi dengan molekul penyusun membran sel hati
contohnya fosfolipid. Oksidasi senyawa ini akan menghasilkan suatu radikal
bebas lagi yang dapat mengoksidasi molekul fosfolipid lainnya sehingga terjadi
reaksi oksidasi berantai. Reaksi ini dapat menyebabkan berubahnya komposisi
membran sel hati. Radikal bebas di dalam tubuh dapat mengakibatkan kerusakan
lipid pada dinding sel dan akhirnya mengganggu fungsi dari hati.
Parasetamol telah lama diketahui mempunyai mekanisme yang sama
dengan aspirin karena dua zat ini memiliki struktur yang sama (Gambar 2).
Parasetamol beraksi karena hasil produksi dari prostaglandin, dimana berfungsi
untuk mengurangi rasa sakit kepala, dan demam, dengan cara menghentikan
cycloxygenase (COX) enzym. Parasetamol tidak dapat berfungsi sebagai anti

inflamatori karena COX memproduksi tromboxane yang membantu dalam
pembekuan darah sehingga parasetamol tidak dapat mengurangi peradangan.
Tahun 2002 dilaporkan bahwa parasetamol dapat memblok suatu enzim COX
yang berbeda dari jenis COX-1 dan COX-2. COX ini dinamakan COX-3, yang
hanya bekerja di otak dan sumsum tulang. Mekanisme parasetamol memblok
enzim COX-3 belum diketahui (Anonimus 2006b).

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik,
Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Mulai pada bulan Maret sampai April 2007.

Bahan dan Alat
1. Hewan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus
musculus albinus) sebanyak 15 ekor berumur 2 bulan dengan berat ratarata 19-25 gram, yang didapat dari peternakan mencit di Ciampea, dengan
pemeliharaan secara konvesional dan inbreed.
2. Ekstrak Buah Merah diperoleh langsung dari Wamena yang telah diolah
dan dikemas dalam botol berwarna gelap dan disimpan dalam suhu 4-10
O

C (refrigerator).

3. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu: parasetamol, pakan
mencit, sekam, alkohol 70%, Buffer Netral Formalin

(BNF) 10%,

aquades dan NaCl fisiologis. Pada proses hidrasi bahan yang dipakai
adalah alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut. Proses penjernihan
(clearing) yang digunakan adalah xylol. Penanaman jaringan dalam
paraffin (embedding) yang digunakkan yaitu, paraffin dan air dingin.
Bahan untuk pewarnaan yang digunakan yaitu, Mayer Hematoxilin-Eosin
(HE) dan alkohol serta litium karbonat. Mounting menggunakan permount.
4. Peralatan yang digunakan adalah: 6 kandang modifikasi, kawat, timbangan
digital, sonde lambung, spoit 1 ml, botol tempat minum, talenan,
stiroform, aluminium foil, jarum pentul, alat-alat nekropsi (skapel, pinset
anatomis, pinset sirurgis dan gunting), kertas label, tali, cawan petri,
kapas, 15 botol spesimen, staining jar,
mikroskop cahaya.

Metode Penelitian

gelas objek, cover glass dan

Persiapan Kandang dan Adaptasi Mencit
Sebelum mencit disiapkan untuk penelitian, dilakukan persiapan kandang
terlebih dahulu. Kandang mencit dibuat dari boks plastik yang dimodifikasi dan
ditutup dengan kawat. Pada bagian bawah dialasi sekam yang diganti setiap 3 hari
sekali. Kandang terdiri dari 3 kelompok yaitu; kontrol (-), kontrol (+) dan
perlakuan, dengan masing-masing kandang diisi 5 ekor mencit. Mencit diberi
pakan dan minum secara ad libitum. Sebelum diberi perlakuan, mencit terlebih
dahulu diadaptasikan dan diberi treatment obat cacing dengan dosis 0.5 ml/kg BB
dan ampicillin dosis 0.8 ml/kg BB.

Perlakuan Pada Mencit
Setelah treatment adaptasi selama 2 minggu, kemudian penelitian ini
dilaksanakan. Selama penelitian berlangsung, semua kelompok mencit diberi
pakan komersil dan air minum ad libitum sesuai kebutuhan. Kelompok kontrol (-)
tidak diberikan perlakuan khusus hanya diberikan makan mencit dan minum.
Kontrol (+) diberikan parasetamol dalam bentuk larutan, menggunakan sonde
lambung dengan dosis 10 mg/ kg BB. Pada kelompok perlakuan diberikan ekstrak
Buah Merah menggunakan sonde lambung dengan dosis 0.1 ml/ mencit dua kali
sehari (pagi dan sore). Dosis dikonversikan dengan 50 kg bobot manusia dengan
perhitungan sebagai berikut:
Dosis manusia dewasa ± 50 kg BB= 15 ml
Dosis per kg BB= 15 ml/50 kg BB= 0.3 ml/kg BB
Dosis mencit = 40 gram/1000 gram x 0.3 ml/ kg BB= 0.012 ml
Akan tetapi dosis yang dipergunakan, adalah 0.1 ml/mencit untuk memudahkan
aplikasi dan mengetahui efek bahan penghambat kerusakan hati ekstrak Buah
Merah.
Pada akhir penelitian dilakukan euthanasia. Mencit dimatikan dengan
dimasukkan kedalam anaerobic jar yang telah terdapat kapas mengandung eter
didalamnya. Ditunggu beberapa saat sampai mencit mati setelah itu dilakukan
nekropsi.

Pembuatan Sediaan Histopatologi
Setelah sampel organ hati terfiksasi sempurna dilakukan trimming untuk
proses dehidrasi. Potongan hati dengan ketebalan sekitar 3 mm dimasukkan ke
dalam tissue cassette dan didehidrasi dengan meredam sediaan tersebut secara
berturut-turut ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, alkohol
absolut II, xylol I dan xylol II untuk proses clearing, parafin I dan parafin II untuk
embedding. Masing-masing proses perendaman pada setiap bahan tersebut
dilakukan selama 2 jam pada Tissue Processor secara otomatis dengan program
pengaturan tertentu. Kemudian jaringan dimasukkan ke dalam pencetak berisi
parafin cair. Letak jaringan diatur sedemikian rupa agar tetap berada ditengah
blok parafin. Setelah mulai membeku, parafin ditambah kembali hingga alat
pencetak penuh dan dibiarkan hingga parafin dingin dan mengeras.
Pemotongan jaringan dengan mikrotom dilakukan pada ketebalan 5 μm.
Hasil pemotongan yang berbentuk pita diletakkan diatas permukaan air hangat
bersuhu 45 OC dengan tujuan menghilangkan lipatan-lipatan. Sediaan diangkat
dari permukaan air dengan gelas objek yang telah diulasi larutan albumin yang
berguna untuk merekatkan jaringan. Setelah itu, preparat dikeringkan semalam
dalam inkubator bersuhu 60 OC.

Perwarnaan
Sediaan dimasukkan ke dalam xylol dua kali selama 2 menit
(Deparafinisasi). Kemudian sediaan direhidrasi yang dimulai dari alkohol absolut
sampai alkohol

80% dengan waktu masing-masing dua menit. Selanjutnya

sediaan dicuci dalam air mengalir.
Sediaan yang sudah bersih diberi pewarnaan Mayer’s Hematoxylin selama
8 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir dan dicuci dengan lithium karbonat
selama 15-30 detik, dibilas dengan air dan akhirnya diwarnai dengan pewarna
Eosin selama dua menit. Untuk menghilangkan warna Eosin yang berlebihan,
sediaan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Kemudian sediaan
dicelupkan kedalam alkohol 90% sebanyak 10 kali celupan, alkohol absolut I 10
kali celupan, alkohol absolut II selama 2 menit, xylol I selama satu menit, dan
xylol II selama dua menit. Sediaan dikeringkan terlebih dahulu sebelum ditetesi

dengan perekat permount dan kemudian ditutup dengan penutup dan disimpan
beberapa menit hingga zat perekat mengering. Setelah itu, preparat siap untuk
diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya. Identifikasi dan pengamatan
preparat dilakukan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan
Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi menggunakan mikroskop cahaya. Pada hati
yang menjadi perhatian pada pemeriksaan histopatologi adalah perubahanperubahan yang terjadi pada sel hati dengan melihat keadaan sitoplasma dan
kondisi dari inti sel. Parameter yang diamati adalah degenerasi hidropik,
degenerasi lemak dan nekrosa. Pengamatan dilakukan terhadap 40 lapang
pandang dengan pembesaran 40x atau luas 180 μm2 dengan menggunakan
mikrometer.

Analisa Data
Data yang telah diperoleh akan dianalisa dan diuji dengan metode statistik
ANOVA dengan α pada 0.05 dilanjutkan metode Duncan program SAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mencit yang hanya diberi parasetamol yaitu, kontrol (+) menghasilkan
kerusakan pada hepatosit. Kerusakan yang terlihat akibat parasetamol yaitu;
degenerasi hidropik, degenerasi lemak dan nekrosa sesuai dengan Mohapatra
(1993); Maronpot (1999) dan Anonimus (2006b). Sementara perubahan
histopatologi pada jaringan interst