Analisis keragaman genetik kerbau lokal (Bubalus bubalis) berdasarkan haplotipe DNA mitokondria

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KERBAU LOKAL
(Bubalus bubalis) BERDASARKAN HAPLOTIPE
DNA MITOKONDRIA

SKRIPSI
WIWIN TARWINANGSIH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

RINGKASAN
WIWIN TARWINANGSIH. 2009. Analisis Keragaman Genetik Kerbau Lokal
(Bubalus bubalis) Berdasarkan Haplotipe DNA Mitokondria. Skripsi. Mayor
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si.
Perkembangan ilmu dan pengetahuan dalam biologi molekuler, khususnya
pada pengkajian karakter bahan genetik telah menghasilkan kemajuan yang sangat

pesat untuk perkembangan identifikasi organisme dan pemanfaatannya bagi
kesejahteraan manusia. Pengetahuan dari tingkat keragaman genetik dapat
menyediakan bahan dasar untuk keputusan dalam konservasi dan menjaga serta
memanfatkan ternak sebagai kekayaan bangsa. Analisis DNA mitokondria sering
digunakan untuk mempelajari keragaman genetik populasi dan hubungan filogenetik.
Genom mitokondria memiliki pewarisan sifat yang murni dari ibu/maternal. Salah
satu cara untuk melihat keragaman genetik adalah melalui pengamatan polimorfisme
DNA mitokondria (mtDNA) dengan mengggunakan teknik Polymerase Chain
Reaction- Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP).
Penelitian ini bertujuan mempelajari dan membandingkan keragaman genetik
berdasarkan daerah d-loop genom mitokondria kerbau lokal (Bubalus bubalis) dan
mengkaji pola hubungan kekerabatan antar populasi daerah pengambilan sampel,
yaitu Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara dan Banten. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan September 2008 sampai dengan Januari 2009 di
Laboratorium Zoologi dan Laboratorium Terpadu, Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sampel darah
kerbau yang digunakan dalam penelitian ini adalah 44 sampel yang dikumpulkan dari
beberapa tempat di Indonesia, masing-masing sebanyak 10 sampel dari Jawa Tengah,
12 sampel dari Nusa Tenggara Barat, 10 sampel dari Sumatera Utara dan 12 sampel
dari Banten.

Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer AF22 dan AF23 terhadap genom
mtDNA Bubalus bubalis adalah 1145 pasang basa (pb). Bagian yang digandakan
bermula dari ujung cyt-b hingga daerah pengendali (d-loop). Hasil pemotongan
dengan empat enzim restriksi (AluI, HaeIII, HinfI dan MspI) ditemukan dua
haplotipe mtDNA. Haplotipe pertama memiliki pola penyebaran luas di seluruh
wilayah pengambilan sampel, sedangkan haplotipe kedua hanya ditemukan pada satu
sampel dari wilayah Sumatera Utara. Berdasarkan ada tidaknya situs restriksi dari
dua haplotipe, diperoleh nilai keragaman nukleotida ( ) sebesar 0,17%. Perhitungan
jarak genetik dalam bentuk dendrogram menunjukkan bahwa sampel kerbau yang
berasal dari Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Banten diduga berasal dari
nenek moyang yang sama (D=0,0000). Begitu pula dengan sampel kerbau dari
Sumatera Utara berkerabat dekat dengan ketiga wilayah tersebut (D=0,0061).
Kata-kata kunci: gen mtDNA, kerbau, Bubalus bubalis, PCR-RFLP.

ABSTRACT
Genetic Diversity of Mitochondrial DNA of Local Buffalo (Bubalus bubalis)
Tarwinangsih, W., C. Sumantri and A. Farajallah
Mitochondrial genome (mtDNA) in vertebrate is a circular double stranded DNA
molecule. It has a high mutation rate and strictly maternally inherited. This research
was conducted to investigate the diversity among local buffalos based on mtDNA’s

control region. Samples that were used in this research were native buffalos from 10
Jawa Tengah, 12 Nusa Tenggara Barat, 10 Sumatera Utara and 12 Banten. By in
vitro amplification with Polymorphism Chain Reaction method (PCR) using a pair of
primer AF22 and AF23, yielded 1145 base pair long. The selected region is a
segment spanning the region of end part 3’ cyt-b gene through the partial of the 3’
control region (d-loop). The PCR product was digested with four restriction
enzymes, which were AluI (AG CT), HaeIII (GG CC), HinfI (G AnTC) and MspI
(C CGG). Two haplotypes were detected among 44 samples. The nucleotide
diversity among these haplotypes is 0,17%. Haplotype 1 found in all sample
locations, while haplotype 2 was only found in one sample from Sumatera Utara.
Genetically, the buffalos from Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat and Banten
guessed have a same origin heredity (D = 0,000) and they have a near kinship with
Sumatera Utara’s buffalo (D= 0,0061).
Keywords: mtDNA gene, buffalo, Bubalus bubalis, PCR-RFLP.

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KERBAU LOKAL
(Bubalus bubalis) BERDASARKAN HAPLOTIPE
DNA MITOKONDRIA

WIWIN TARWINANGSIH

D14052420

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KERBAU LOKAL
(Bubalus bubalis) BERDASARKAN HAPLOTIPE
DNA MITOKONDRIA

Oleh
WIWIN TARWINANGSIH
D14052420


Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 07 April 2009

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc

Dr. Ir. Achmad Farajallah, M. Si

Dekan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor


Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr

Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Juli 1987 di Kota Tasikmalaya, Provinsi
Jawa Barat. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak
Nanang Ruhyana dan Ibu Euis Rayaningsih.
Pendidikan kanak-kanak diselesaikan di TK PGRI Galunggung pada tahun
1993. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Indihiang Gadis.
Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1
Indihiang dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2005 di
SMAN 6 Kota Tasikmalaya.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis kembali diterima
sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2006.
Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Penulis pernah
aktif dalam beberapa Organisasi Mahasiswa diantaranya Himpunan Mahasiswa

Tasimalaya (HIMALAYA), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-D), Paduan Suara
Graziono Shimphonia, dan beberapa keanggotaan profesional lainnya. Sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, Penulis menyelesaikan skripsi dengan
judul

Analisis

Keragaman

Genetik

Kerbau

Berdasarkan Haplotipe DNA Mitokondria.

Lokal

(Bubalus

bubalis)


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH AWT. atas segala rahmat, karunia, hidayah
serta kasing sayang-Nya sehingga Penulis diberi kemampuan untuk menyelesaikan
sripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah Muhammad
SAW, keluarga, sahabat serta umatnya yang istiqomah di jalan-Nya.
Tulisan ini berjudul Analisis Keragaman Genetik Kerbau Lokal (Bubalus
bubalis) Berdasarkan Haplotipe DNA Mitokondria. Kerbau merupakan salah satu
jenis ternak ruminansia Indonesia yang mempunyai kelebihan untuk ditingkatkan
perannya terutama berkaitan dengan potensi genetik dan aspek lingkungannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari dan membandingkan
keragaman genetik berdasarkan daerah d-loop genom mitokondria kerbau lokal
(Bubalus bubalis) dan mengkaji pola hubungan kekerabatan antar populasi daerah
pengambilan sampel, yaitu populasi Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sumatera
Utara dan Banten. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini perlu dilakukan tahap
pendeteksian keragaman yang lebih lanjut guna mendapatkan hasil yang lebih jelas.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan (SPt.) di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Sepenuhnya
Penulis menyadari bahwa masih terdapat berbagai kekurangan dan kelemahan dalam
tulisan ini. Sesungguhnya kesalahan dalam tulisan ini datang dari Penulis dan

kebenarannya datang dari Allah SWT. Penulis berharap, semoga tulisan ini dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi kemajuan dunia peternakan di Indonesia.
Amin.
Bogor, April 2009
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ...........................................................................................

i

ABSTRACT ............................................................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................

iii


LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP ................................................................................

v

KATA PENGANTAR ............................................................................

vi

DAFTAR ISI ...........................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ...................................................................................

ix


DAFTAR GAMBAR ..............................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

xi

PENDAHULUAN ..................................................................................

1

Latar Belakang ............................................................................
Tujuan .........................................................................................
Manfaat .........................................................................................

1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................

3

Kerbau .........................................................................................
Populasi Kerbau di Indonesia .......................................................
Potensi Ternak Kerbau ................................................................
Keragaman Genetika Ternak ........................................................
Pelestarian Sumber Daya Genetik Ternak ....................................
Karakteristik DNA Mitokondria .................................................
Metode PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction-Restriction
Fragment Lenght Polymorpmism) ...............................................
Sekuensing DNA...........................................................................

3
3
5
6
7
8

METODE

..........................................................................................

Lokasi dan Waktu .......................................................................
Materi ..........................................................................................
Sampel Darah ...................................................................
Ekstraksi DNA ..................................................................
Primer................................................................................
Amplifikasi teknik Polymerase Chain Reaction-Restriction
Fragment Length Polymorphment (PCR-RFLP) ..............
Elektroforesis ..................................................................
Pewarnaan Perak .............................................................

9
10
12
12
12
12
12
12
13
13
13

Halaman
Rancangan ...................................................................................
Keragaman Haplotipe (h)..................................................
Keragaman Nukleotida ( )................................................
Jarak Genetik (D) ..............................................................
Prosedur ......................................................................................
Pengambilan Sampel Darah ............................................
Isolasi DNA dari Sampel Darah .......................................
Amplifikasi mtDNA dengan Teknik Polymerase Chain
Rection-Restriction Fragment Lengh Polymorphism
(PCR-RFLP) ...................................................................
Elektroforesis Produk PCR ...............................................
Pewarnaan Perak ...............................................................
Pemotongan dengan Enzim Restriksi ...............................

13
14
14
14
15
15
15

HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................

17

Amplifikasi Ruas Target .............................................................
Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment
Length Polymorphment (PCR-RFLP) ...........................................
Keragaman Haplotipe (h) dan Nukleotia ( ) ....................
Jarak Genetik ....................................................................
Manajemen Konservasi Genetik ...................................................

17
18
24
25
28

KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................

29

Kesimpulan .................................................................................
Saran ...........................................................................................

29
29

UCAPAN TERIMAKASIH ...................................................................

30

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

31

LAMPIRAN

33

..........................................................................................

15
15
16
16

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Pola Pemotongan Enzim Restriksi....................................................

19

2. Haplotipe mtDNA Masing-masing Populasi. ...................................

24

3. Keragaman Haplotipe mtDNA Bubalus bubalis di Wilayah Jawa
Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara dan Banten. ...........

24

4. Jarak Genetik Berdasarkan Haplotipe...............................................

25

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KERBAU LOKAL
(Bubalus bubalis) BERDASARKAN HAPLOTIPE
DNA MITOKONDRIA

SKRIPSI
WIWIN TARWINANGSIH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

RINGKASAN
WIWIN TARWINANGSIH. 2009. Analisis Keragaman Genetik Kerbau Lokal
(Bubalus bubalis) Berdasarkan Haplotipe DNA Mitokondria. Skripsi. Mayor
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si.
Perkembangan ilmu dan pengetahuan dalam biologi molekuler, khususnya
pada pengkajian karakter bahan genetik telah menghasilkan kemajuan yang sangat
pesat untuk perkembangan identifikasi organisme dan pemanfaatannya bagi
kesejahteraan manusia. Pengetahuan dari tingkat keragaman genetik dapat
menyediakan bahan dasar untuk keputusan dalam konservasi dan menjaga serta
memanfatkan ternak sebagai kekayaan bangsa. Analisis DNA mitokondria sering
digunakan untuk mempelajari keragaman genetik populasi dan hubungan filogenetik.
Genom mitokondria memiliki pewarisan sifat yang murni dari ibu/maternal. Salah
satu cara untuk melihat keragaman genetik adalah melalui pengamatan polimorfisme
DNA mitokondria (mtDNA) dengan mengggunakan teknik Polymerase Chain
Reaction- Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP).
Penelitian ini bertujuan mempelajari dan membandingkan keragaman genetik
berdasarkan daerah d-loop genom mitokondria kerbau lokal (Bubalus bubalis) dan
mengkaji pola hubungan kekerabatan antar populasi daerah pengambilan sampel,
yaitu Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara dan Banten. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan September 2008 sampai dengan Januari 2009 di
Laboratorium Zoologi dan Laboratorium Terpadu, Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sampel darah
kerbau yang digunakan dalam penelitian ini adalah 44 sampel yang dikumpulkan dari
beberapa tempat di Indonesia, masing-masing sebanyak 10 sampel dari Jawa Tengah,
12 sampel dari Nusa Tenggara Barat, 10 sampel dari Sumatera Utara dan 12 sampel
dari Banten.
Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer AF22 dan AF23 terhadap genom
mtDNA Bubalus bubalis adalah 1145 pasang basa (pb). Bagian yang digandakan
bermula dari ujung cyt-b hingga daerah pengendali (d-loop). Hasil pemotongan
dengan empat enzim restriksi (AluI, HaeIII, HinfI dan MspI) ditemukan dua
haplotipe mtDNA. Haplotipe pertama memiliki pola penyebaran luas di seluruh
wilayah pengambilan sampel, sedangkan haplotipe kedua hanya ditemukan pada satu
sampel dari wilayah Sumatera Utara. Berdasarkan ada tidaknya situs restriksi dari
dua haplotipe, diperoleh nilai keragaman nukleotida ( ) sebesar 0,17%. Perhitungan
jarak genetik dalam bentuk dendrogram menunjukkan bahwa sampel kerbau yang
berasal dari Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Banten diduga berasal dari
nenek moyang yang sama (D=0,0000). Begitu pula dengan sampel kerbau dari
Sumatera Utara berkerabat dekat dengan ketiga wilayah tersebut (D=0,0061).
Kata-kata kunci: gen mtDNA, kerbau, Bubalus bubalis, PCR-RFLP.

ABSTRACT
Genetic Diversity of Mitochondrial DNA of Local Buffalo (Bubalus bubalis)
Tarwinangsih, W., C. Sumantri and A. Farajallah
Mitochondrial genome (mtDNA) in vertebrate is a circular double stranded DNA
molecule. It has a high mutation rate and strictly maternally inherited. This research
was conducted to investigate the diversity among local buffalos based on mtDNA’s
control region. Samples that were used in this research were native buffalos from 10
Jawa Tengah, 12 Nusa Tenggara Barat, 10 Sumatera Utara and 12 Banten. By in
vitro amplification with Polymorphism Chain Reaction method (PCR) using a pair of
primer AF22 and AF23, yielded 1145 base pair long. The selected region is a
segment spanning the region of end part 3’ cyt-b gene through the partial of the 3’
control region (d-loop). The PCR product was digested with four restriction
enzymes, which were AluI (AG CT), HaeIII (GG CC), HinfI (G AnTC) and MspI
(C CGG). Two haplotypes were detected among 44 samples. The nucleotide
diversity among these haplotypes is 0,17%. Haplotype 1 found in all sample
locations, while haplotype 2 was only found in one sample from Sumatera Utara.
Genetically, the buffalos from Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat and Banten
guessed have a same origin heredity (D = 0,000) and they have a near kinship with
Sumatera Utara’s buffalo (D= 0,0061).
Keywords: mtDNA gene, buffalo, Bubalus bubalis, PCR-RFLP.

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KERBAU LOKAL
(Bubalus bubalis) BERDASARKAN HAPLOTIPE
DNA MITOKONDRIA

WIWIN TARWINANGSIH
D14052420

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KERBAU LOKAL
(Bubalus bubalis) BERDASARKAN HAPLOTIPE
DNA MITOKONDRIA

Oleh
WIWIN TARWINANGSIH
D14052420

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 07 April 2009

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc

Dr. Ir. Achmad Farajallah, M. Si

Dekan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr

Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Juli 1987 di Kota Tasikmalaya, Provinsi
Jawa Barat. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak
Nanang Ruhyana dan Ibu Euis Rayaningsih.
Pendidikan kanak-kanak diselesaikan di TK PGRI Galunggung pada tahun
1993. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Indihiang Gadis.
Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1
Indihiang dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2005 di
SMAN 6 Kota Tasikmalaya.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis kembali diterima
sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2006.
Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Penulis pernah
aktif dalam beberapa Organisasi Mahasiswa diantaranya Himpunan Mahasiswa
Tasimalaya (HIMALAYA), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-D), Paduan Suara
Graziono Shimphonia, dan beberapa keanggotaan profesional lainnya. Sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, Penulis menyelesaikan skripsi dengan
judul

Analisis

Keragaman

Genetik

Kerbau

Berdasarkan Haplotipe DNA Mitokondria.

Lokal

(Bubalus

bubalis)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH AWT. atas segala rahmat, karunia, hidayah
serta kasing sayang-Nya sehingga Penulis diberi kemampuan untuk menyelesaikan
sripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah Muhammad
SAW, keluarga, sahabat serta umatnya yang istiqomah di jalan-Nya.
Tulisan ini berjudul Analisis Keragaman Genetik Kerbau Lokal (Bubalus
bubalis) Berdasarkan Haplotipe DNA Mitokondria. Kerbau merupakan salah satu
jenis ternak ruminansia Indonesia yang mempunyai kelebihan untuk ditingkatkan
perannya terutama berkaitan dengan potensi genetik dan aspek lingkungannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari dan membandingkan
keragaman genetik berdasarkan daerah d-loop genom mitokondria kerbau lokal
(Bubalus bubalis) dan mengkaji pola hubungan kekerabatan antar populasi daerah
pengambilan sampel, yaitu populasi Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sumatera
Utara dan Banten. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini perlu dilakukan tahap
pendeteksian keragaman yang lebih lanjut guna mendapatkan hasil yang lebih jelas.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan (SPt.) di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Sepenuhnya
Penulis menyadari bahwa masih terdapat berbagai kekurangan dan kelemahan dalam
tulisan ini. Sesungguhnya kesalahan dalam tulisan ini datang dari Penulis dan
kebenarannya datang dari Allah SWT. Penulis berharap, semoga tulisan ini dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi kemajuan dunia peternakan di Indonesia.
Amin.
Bogor, April 2009
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ...........................................................................................

i

ABSTRACT ............................................................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP ................................................................................

v

KATA PENGANTAR ............................................................................

vi

DAFTAR ISI ...........................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ...................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

xi

PENDAHULUAN ..................................................................................

1

Latar Belakang ............................................................................
Tujuan .........................................................................................
Manfaat .........................................................................................

1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................

3

Kerbau .........................................................................................
Populasi Kerbau di Indonesia .......................................................
Potensi Ternak Kerbau ................................................................
Keragaman Genetika Ternak ........................................................
Pelestarian Sumber Daya Genetik Ternak ....................................
Karakteristik DNA Mitokondria .................................................
Metode PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction-Restriction
Fragment Lenght Polymorpmism) ...............................................
Sekuensing DNA...........................................................................

3
3
5
6
7
8

METODE

..........................................................................................

Lokasi dan Waktu .......................................................................
Materi ..........................................................................................
Sampel Darah ...................................................................
Ekstraksi DNA ..................................................................
Primer................................................................................
Amplifikasi teknik Polymerase Chain Reaction-Restriction
Fragment Length Polymorphment (PCR-RFLP) ..............
Elektroforesis ..................................................................
Pewarnaan Perak .............................................................

9
10
12
12
12
12
12
12
13
13
13

Halaman
Rancangan ...................................................................................
Keragaman Haplotipe (h)..................................................
Keragaman Nukleotida ( )................................................
Jarak Genetik (D) ..............................................................
Prosedur ......................................................................................
Pengambilan Sampel Darah ............................................
Isolasi DNA dari Sampel Darah .......................................
Amplifikasi mtDNA dengan Teknik Polymerase Chain
Rection-Restriction Fragment Lengh Polymorphism
(PCR-RFLP) ...................................................................
Elektroforesis Produk PCR ...............................................
Pewarnaan Perak ...............................................................
Pemotongan dengan Enzim Restriksi ...............................

13
14
14
14
15
15
15

HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................

17

Amplifikasi Ruas Target .............................................................
Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment
Length Polymorphment (PCR-RFLP) ...........................................
Keragaman Haplotipe (h) dan Nukleotia ( ) ....................
Jarak Genetik ....................................................................
Manajemen Konservasi Genetik ...................................................

17
18
24
25
28

KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................

29

Kesimpulan .................................................................................
Saran ...........................................................................................

29
29

UCAPAN TERIMAKASIH ...................................................................

30

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

31

LAMPIRAN

33

..........................................................................................

15
15
16
16

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Pola Pemotongan Enzim Restriksi....................................................

19

2. Haplotipe mtDNA Masing-masing Populasi. ...................................

24

3. Keragaman Haplotipe mtDNA Bubalus bubalis di Wilayah Jawa
Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara dan Banten. ...........

24

4. Jarak Genetik Berdasarkan Haplotipe...............................................

25

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Genom Mitokondria Mamalia.........................................................

8

2. Hasil Amplifikasi Daerah Pengendali mtDNA (Kolom M =
Marker (Penanda) 100 pb, Kolom 1-7= Pasangan Primer
AF22 dan AF23 ...............................................................................

17

3. Fragmen Gen D-loop (Cetak Hitam) dan Cyt-b (Cetak Biru)
Didasarkan pada Sekuens Gen mtDNA di GenBank (No
Akses Genbank AY702618) Hasil Amplifikasi PCR dengan
Menggunakan Pasangan Primer AF22_23 (Cetak Merah). ............

18

4. Posisi Situs Potong Enzim Restriksi Alu1(AG CT), HaeIII
(GG CC), Hinf1 (G AnTC) dan Msp1 (C CGG). Mutasi
(Delesi) Terjadi pada Pirimidin T (Cetak Merah) dan (Transvesi)
Perubahan dari Basa Purin A Menjadi G (Cetak Biru).. .................

19

5. Peta Situs Restriksi Dua Haplotipe mtDNA Bubalus bubalis
yang Dianalisis ................................................................................

20

6. Pola Migrasi PCR-RFLP Menggunakan Enzim AluI. A= 423,
356, 182, 84, 57 dan 43 pb.. .........................................................

22

7. Pola Migrasi PCR-RFLP Menggunakan Enzim HaeIII. A= 609,
151, 145, 126, 63, 41 dan 10 pb. .....................................................

22

8. Pola Migrasi PCR-RFLP Menggunakan Enzim Hinf1. A= 700,
382 dan 63 pb, B= 700, 233,149 dan 63 pb. ...................................

23

9. Pola Migrasi PCR-RFLP Menggunakan Enzim MspI. A= 499,
260, 230, 123 dan 33 pb…………………………………………..

23

10. Dendogram Populasi Bubalus bubalis Wilayah Jawa Tengah (1),
Nusa Tenggara Barat (2), Sumatera Utara (3) dan Banten (4)…….

26

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Modifikasi Metode Isolasi DNA Menggunakan Genomic DNA
Mini Kit Geneiad ...........................................................................

34

2. Hasil Penjajaran (Alignment) DNA d-loop Genom Mitokondria
(Nomor Posisi Nukleotida Dibaca Secara Vertikal)……………...

35

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas
ternak di Indonesia termasuk ternak kerbau. Populasi ternak kerbau dari data statistik
peternakan sampai tahun 2006 adalah 2,201 juta ekor (Badan Pusat Statistik, 2006).
Informasi yang diketahui mengenai jumlah populasi ternak kerbau pada tahun 2007
adalah 2,5 juta ekor. Namun jika dilihat dari sumbangan daging, kontribusi kerbau
sejumlah 41 ribu ton per tahun, maka peran kerbau dalam suplai daging hanya sekitar
8%. Hal ini terjadi karena budidaya ternak kerbau masih dipelihara secara ekstensif
dan masyarakat Indonesia secara umum hanya menjadikan ternak kerbau sebagai
usaha sampingan saja. Pemahaman ini harus diubah kerena produktivitas kerbau
sebenarnya tidak lebih rendah daripada sapi. Selain itu dagingnya juga memiliki nilai
gizi yang cukup tinggi.
Keragaman genetik ternak baru-baru ini sangat diminati oleh peneliti dan
praktisi yang menyadari efek negatif dari hilangannya sumber daya genetik. Isolasi
keragaman kerbau dari populasi terjadi selama beberapa abad, bersamaan dengan
adopsi manajemen lokalisasi dan metode seleksi menjadikan keragaman genetik
menjadi suatu subjek yang harus diperhatikan untuk diselidiki dalam mengetahui asal
keturunan, sejarah dan evolusi, penyakit, ketahanan terhadap stres, kualitas dan
komposisi dari produk, serta adaptasi terhadap lingkungan yang berbeda. Oleh
karena itu, pengetahuan dari tingkat keragaman genetik dapat menyediakan bahan
dasar untuk keputusan dalam konservasi serta menjaga dan memanfaatkan ternak
kerbau sebagai kekayaan bangsa (Moioli et al., 2001).
Umumnya keragaman genetik dari suatu populasi dapat terjadi karena adanya
mutasi, rekombinasi, atau migrasi gen dari satu tempat ke tempat lain. Perkembangan
ilmu dan pengetahuan dalam biologi molekuler, khususnya pada pengkajian karakter
bahan genetik telah menghasilkan kemajuan yang sangat pesat bagi perkembangan
penelaahan suatu organisme dan pemanfaatannya bagi kesejahteraan manusia. Secara
umum penggunaan teknik molekuler untuk tujuan identifikasi suatu organisme
mempunyai keunggulan yaitu lebih akurat dan lebih cepat. (Moioli et al., 2001).
Salah satu metode analisa keragaman genetik pada tingkat biologi molekuler
yang dapat diaplikasikan adalah Deoxiribonucleic acid (DNA) mitokondria

(mtDNA). Metode ini banyak digunakan untuk mempelajari keragaman genetik
hewan dan hubungan sistematis pada berbagai tingkat hierarki (Lamb dan Osentoski,
1995) dikarenakan mtDNA bersifat maternal, yaitu murni diturunkan dari induk
betina. Genom mitokondria juga memiliki ukuran yang relatif kecil yaitu ± 16500 pb
dan memiliki laju evolusi yang cepat terutama pada daerah pengendali (d-loop)
sehingga menimbulkan keragaman yang tinggi pada sekuen mtDNA intraspesies
(Avise, 1994). Untuk mengetahui keragaman genetik daerah pengendali mtDNA
dapat dilakukan dengan mengggunakan teknik Polymerase Chain Reaction –
Restrictsion Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP).
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari dan membandingkan keragaman
genetik berdasarkan daerah d-loop genom mitokondria kerbau lokal (Bubalus
bubalis) dan mengkaji pola hubungan kekerabatan antar populasi daerah
pengambilan sampel, yaitu Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara dan
Banten.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi dasar bagi dunia
peternakan dalam menerapkan strategi konservasi dan manajemen populasi yang
tepat. Dalam jangka panjang, potensi kerbau lokal bisa dioptimalkan dengan sistem
breeding dan pemeliharaan secara intensif.

TINJAUAN PUSTAKA
Kerbau
Berdasarkan klasifikasi taksonomi Bubalus bubalis, termasuk famili Bovidae,
dan subfamily Bovinae, genus Bubalus. Dari genus Bubalis ini terdapat 4 species
yaitu: Bubalus bubalis (Wild Asian Buffalo), Bubalus mindorensis (Tamaraw),
Bubalus depressicornis (Lowland Anoa), dan Bubalus quariesi (Mountain Anoa).
Kerbau Asia pada saat ini dalam kondisi endangered dan kemungkinan terancam
akan punah dalam waktu dekat, kecuali ada upaya efektif konservasi yang segera
dilakukan. (Hasinah dan Handiwirawan, 2006).
Menurut sejarah perkembangan domestikasi, ternak kerbau yang berkembang
di seluruh dunia berasal dari daerah sekitar India. Diduga kerbau telah lama dibawa
ke Jawa, yaitu pada saat perpindahan nenek moyang kita dari India ke Jawa pada
tahun 1.000 SM (Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Umumnya semua tipe kerbau
domestik (Bubalus bubalis) dibagi menjadi dua kelompok yaitu kerbau sungai
(riverine buffalo) dan kerbau rawa atau kerbau lumpur (swamp buffalo). Kromosom
kerbau liar Asia maupun kerbau domestik (kerbau rawa) adalah 2n = 48, sedangkan
kerbau sungai (riverine buffalo) adalah 2n = 50. Kedua kelompok kerbau ini
mempunyai sifat biologis yang berbeda. Kerbau tipe lumpur biasa digunakan sebagai
ternak kerja, untuk nantinya dipotong sebagi penghasil daging dan tidak pernah
sebagai penghasil susu, sedangkan kerbau sungai merupakan tipe penghasil susu
(Hasinah dan Handiwirawan, 2006).
Populasi Kerbau di Indonesia
Populasi ternak kerbau di Indonesia hanya sekitar 2% dari populasi dunia.
Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (2006) menunjukkan bahwa jumlah
populasi kerbau di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Populasi ternak kerbau di Indonesia pada tahun 2001, 2005, 2006 dan 2007
berturut–turut adalah sebanyak 2,333 juta ekor, 2,428 juta ekor, 2,201 juta ekor dan
dan 2,500 juta ekor yang menyebar hampir di seluruh propinsi tetapi tidak merata
jumlahnya. Lima propinsi yang memiliki populasi ternak kerbau terbanyak di
Indonesia adalah Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa

Barat dan Nusa Tenggara Barat, yang masing-masing berjumlah 340.031, 261.308,
211.008, 156.570 dan 156.568 ekor.
Populasi kerbau di Indonesia sebagian besar merupakan kerbau lumpur dan
hanya sedikit kerbau sungai di Sumatera Utara yaitu kerbau Murrah yang dipelihara
oleh masyarakat keturunan India dan digunakan sebagai penghasil susu (Hasinah dan
Handiwirawan, 2006). Kerbau lumpur yang berkembang dan dibentuk menurut
agroekosistem memunculkan berbagai tipe kerbau. Indonesia mempunyai berbagai
bangsa kerbau yang karena lama terpisah dari tempat asalnya kemudian beradaptasi
dengan lingkungan setempat dan diberi nama sesuai dengan nama tempat. Di Toraja
ada kerbau Tedong Bonga, di daerah Alabio ada kerbau Rawa, di Tapanuli Selatan
ada kerbau Binanga, di Kalimantan Selatan ada kerbau Kalang dan di Maluku ada
kerbau Moa. Disamping itu di daerah Taman Nasional Baluran didapatkan pula
kerbau liar. Hanya sedikit sekali kerbau lumpur yang dimanfaatkan air susunya,
karena produksi susunya sangat rendah yaitu hanya 1-1,5 l/hari, dibandingkan
dengan tipe sungai yang mampu menghasilkan susu sebanyak 6-7 l/hari. Terdapat
pula jenis kerbau sungai yang hidup di Sumatera Utara yang dikenal sebagai Murrah
yang memiliki kemampuan produksi susu sekitar 8 liter per hari (Subandryo, 2008).
Kerbau yang ada di Indonesia umumnya jenis kerbau lumpur dengan
keragaman warna, ukuran dan tingkah laku yang cukup besar. Ciri-ciri fisik kerbau
sungai yaitu memiliki tanduk melingkar ke bawah atau lurus memanjang dan
memiliki bulu berwarna hitam atau abu-abu agak gelap. Sedangkan kerbau rawa atau
kerbau lumpur umumnya memiliki tanduk melengkung ke atas dan memiliki bulu
berwarna abu–abu terang. Asoen (2008) melakukan pengamatan terhadap kerbau
rawa yang menghasilkan 96,2% dari jumlah kerbau memiliki bentuk tanduk normal
yang memanjang ke belakang lalu melengkung ke atas. Kerbau rawa yang diamati
memiliki warna abu–abu terang (36,5%), abu–abu gelap (29,5%) coklat dan merah
masing–masing 11% dan 19%. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Erdiansyah (2008) di Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat menunjukkan
bahwa kerbau yang terdapat di daerah tersebut merupakan kerbau rawa dengan jenis
tanduk melingkar ke atas sebesar 98%. Sifat khas warna kulit berkaitan dengan hasil
pengukuran morfometrik tubuh kerbau dimana kerbau yang memiliki warna kulit

merah dan coklat memiliki ukuran relatif lebih kecil dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Asoen (2008).
Garis kalung merupakan ciri spesifik kerbau rawa. Berdasarkan hasil
penelitian Sitorus (2008) ditemukan lima variasi garis kalung pada kerbau rawa yaitu
tunggal di bagian atas, tunggal di bagian bawah, tunggal di bagian bawah dan
bercabang, double yaitu di leher bagian atas dan bawah, serta double dengan bagian
bawah yang bercabang. Hasil penelitian Erdiansyah (2008) adalah terdapat 1,5%
kerbau lokal di Nusa Tenggara Barat tidak memiliki chevron dan 18,5% yang
memiliki chevron tunggal.
Kaki kerbau lokal umumnya berwarna terang. Hasil penelitian yang diperoleh
Sitorus (2008) terdapat dua variasi warna kaki kerbau rawa yaitu 94,12% berwarna
abu–abu muda dan hanya 5,88% berwarna abu-abu. Warna hitam pada kaki
ditemukan hanya 4% dari populasi kerbau lokal yang diamati. Kerbau rawa
umumnya memiliki jenis teracak mangkok sehingga

banyak digunakan untuk

mengolah lahan pertanian karena kemampuannya menekan keras ke bawah
(Erdiansyah, 2008).
Penelitian yang dilakukan Hidayat (2007) menunjukkan bahwa antara kerbau
Banten dan Sumatera Utara mempunyai ukuran tubuh yang berbeda, kerbau
Sumatera Utara mempunyai tinggi pundak dan lingkar dada yang lebih besar
dibandingkan kerbau Banten. Rataan tinggi pundak kerbau Banten adalah 120 cm
dan Sumaera Utara 126 cm. Rataan lingkar dada kerbau Banten adalah 170 cm dan
Sumatra Utara 182 cm. Rataan panjang badan kerbau Banten 121 cm dan kerbau
Sumatera Utara yaitu 118 cm.
Potensi Ternak Kerbau
Kerbau lokal mempunyai potensi yang besar untuk dapat dikembangkan
sebagai ternak penghasil daging karena menghasilkan bobot karkas yang relatif lebih
tinggi dibandingkan sapi lokal serta telah biasa dipelihara di perdesaan (Hasinah dan
Handiwirawan,

2006).

Kerbau

dapat

berkembang

dalam

rentang

kondisi

agroekosistem yang sangat luas, dari daerah dengan kondisi yang basah sampai
dengan kondisi yang kering. Melihat kemampuan adaptasi kerbau tersebut,
pengembangan dan penyebaran kerbau dapat dilakukan di banyak daerah di

Indonesia dengan memperhatikan jenis kerbau dan daya adaptasinya (Diwyanto dan
Handiwirawan, 2006).
Daging kerbau lebih merah dibanding daging sapi karena mempunyai
pigmentasi yang lebih banyak dan kurang lemak intramuskuler. Kondisi ini
menyebabkan daging kerbau relatif lebih keras dibanding sapi, tetapi justru disukai
sebagian konsumen yang memiliki resep masakan tradisional yang unik. Secara
umum harga daging dan kerbau hidup lebih rendah dibandingkan sapi, kecuali di
beberapa daerah yang memang menyukai daging kerbau. Dengan harga yang lebih
rendah maka pasar bagi daging kerbau menjadi lebih luas, banyak konsumen yang
mampu untuk membelinya sehingga peluang pengembangannya menjadi lebih
terbuka (Diwyanto dan Handiwirawan, 2006).
Keragaman Genetika Ternak
Keragaman genetik adalah hirarki yang paling rendah dalam tingkatan
keragaman hayati. Hal ini mencakup area yang meliputi keragaman habitat,
komunitas, populasi sampai dengan spesies. Keragaman genetik merupakan
cerminan keragaman di dalam spesies yang secara umum disebut subspesies.
Terminologi sumberdaya genetik diartikan untuk merefleksikan adanya keragaman
genetik di dalam satu spesies sampai pada tingkat DNA. Semakin beragam
sumberdaya genetik, akan semakin tahan populasi tersebut untuk hidup dalam jangka
yang lama serta semakin tinggi daya adaptasi populasi terhadap perubahan
lingkungan (Frankham et al., 2002).
Keragaman genetika dihasilkan oleh mutasi, sedangkan perubahan frekuensi
alel disebabkan oleh migrasi, seleksi dan penghanyutan gen (genetic drift).
Berkurangnya keragaman genetika atau terlalu banyaknya kondisi homozigot dapat
membahayakan daya tahan dan fitness suatu spesies atau populasi. Hal ini
dikarenakan setiap kombinasi gen memiliki respon berbeda-beda terhadap kondisi
lingkungan. Adanya berbagai macam gen dari individu-individu di dalam populasi,
berbagai perubahan lingkungan dapat direspon lebih baik (Frankham et al., 2002).
Kehilangan keragaman genetika dapat muncul oleh mekanisme: (1) punahnya
spesies

dan

populasi;

(2)

fiksasi

(penetapan/pemilihan)

alel-alel

yang

menguntungkan oleh seleksi; (3) penghapusan secara selektif alel-alel yang
merugikan; (4) hilangnya alel-alel secara acak oleh sampling dalam populasi kecil;

dan (5) silang dalam (inbreeding) di dalam populasi yang dapat mengurangi
heterozigositas. Pemeliharaan keragaman genetika merupakan fokus utama dalam
konservasi biologi. Hal ini dikarenakan: (1) perubahan lingkungan merupakan proses
yang berkelanjutan sehingga keragaman genetika diperlukan populasi untuk
berkembang dan beradaptasi terhadap perubahan; dan (2) kehilangan keragaman
genetika berhubungan dengan silang dalam (inbreeding) dan pengurangan dalam
fitness reproduksi. Aktivitas yang berlangsung dalam konservasi biologi (genetika)
ini meliputi: (1) manajemen genetika populasi kecil untuk memaksimalkan daya
tahan keragaman genetika dan meminimalkan silang dalam (inbreeding); (2)
memecahkan kembali permasalahan taksonomi dan juga mengggambarkan unit
manajemennya; dan (3) penggunaan analisa genetika molekular dalam forensik dan
untuk memahami biologi suatu spesies (Frankham et al., 2002).
Pelestarian Sumber Daya Genetik Ternak
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pemuliaan ternak,
bioteknologi, permintaan pasar, mekanisme pertanian dan produksi ternak, akan
mendorong eksploitasi ternak melalui persilangan, penggantian breed baru, maupun
pengurasan stock secara berlebihan, dan pada gilirannya akan mengancaam
keragaman genetik ternak. Di lain pihak pelestarian keragaman genetik ternak akan
selalu diperlukan dalam pemuliaan di masa mendatang, karena tanpa adanya
keragaman genetik, pemuliaan ternak tidak mungkin dilaksanakan untuk
mengantisipasi keperluan di masa mendatang (Subandriyo dan Setiadi, 2003).
Pelestarian terhadap sumber daya genetik ternak lokal sebagai bagian dari
komponen keanekaragaman hayati adalah penting untuk

memenuhi kebutuhan

pangan, pertanian dan pengembangan sosial masyarakat di masa yang akan datang.
Studi mengenai struktur dan fungsi gen-gen pada tingkat molekuler suatu populasi
ternak dapat membantu menentukan kesamaan material genetik yang dibawa oleh
dua atau lebih populasi dan keragaman genetik dalam populasi ternak yang diamati.
Identifikasi gen-gen dari individu ternak akan membantu program pemuliaan
(genetika) ternak, yang membedakan dari penampilan (fenotipe) yang tampak, yang
dapat menentukan proses pemilihan tetua unutk generasi yang akan datang (seleksi
buatan) (Subandriyo dan Setiadi, 2003).

Karakteristik DNA Mitokondria
Sumber DNA dapat diperoleh dari organel-organel sitoplasmik antara lain
DNA mitokondria. Genom mitokondria memiliki karakteristik, dan memiliki
molekul DNA yang diturunkan secara utuh tanpa adanya rekombinasi, ukuran
molekulnya kecil/pendek yang susunannya berbeda dengan DNA inti, dan memiliki
variasi basa nukleotida yang lebih tinggi dibandingkan DNA inti. Tingginya variasi
nulkeotida disebabkan DNA mitokondria memiliki laju perubahan 5-10 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan DNA inti (Muladno, 2006).

Ilustrasi peta genetik

mtDNA mamalia dapat dijelaskan pada Gambar 1.

Gambar 1. Genom Mitokondria Mamalia (http://commons.wikimedia.org/wiki/
Image: Mitochondrial_DNA_it.png)
Genom mitokondria merupakan organel sel yang terbesar pada sel hewan
setelah nukleus, memiliki utas ganda yang berbentuk sirkuler pasang basa, organel
intrasel pada organisme eukaryot yang berperan dalam suplai energi yang diperlukan
oleh sel. Energi dalam bentuk Adenosin Triphosphat (ATP) diproduksi di
mitokondria melalui proses fosforilasi oksidatif (OXPHOS). Mitokondria memiliki
molekul DNA tersendiri dengan ukuran kecil yang susunannya berbeda dengan

DNA inti. Ukuran genom mitokondria relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan
ukuran genom intinya (Solihin, 1994).
Karakteristik mtDNA berbeda dari DNA inti antara lain hampir pada semua
aspek. Ditinjau dari aspek pewarisan, DNA inti diwariskan dari kedua orang tua dan
gen-gennya ditata ulang dalam proses rekombinasi, sementara mtDNA hanya
diwarisi dari ibu (matrilineal) dan biasanya tidak ada perubahan dari orang tua ke
keturunannya. Walaupun mtDNA juga mengalami rekombinasi, hal ini dilakukan
dengan mengkopi dirinya sendiri di dalam mitokondrion yang sama. Karena itu,
ditambah dengan laju mutasi mtDNA yang lebih tinggi daripada DNA inti, mtDNA
merupakan alat yang ampuh untuk mencari jejak nenek moyang melalui garis
keturunan perempuan (matrilineage) dan telah digunakan untuk melacak nenek
moyang spesies makhluk hidup serta dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu
individu (Solihin, 1994).
Oleh karena mtDNA berevolusi sangat cepat, maka dapat digunakan untuk
melacak kejadian yang relatif baru seperti pada studi alami antara dua subspesies.
Adanya sifat yang menurun dari induk betina tanpa rekombinasi, mendukung
penggunaan mtDNA dalam mempelajari asal muasal dan biologi populasi suatu
hibrid. Studi keragaman genetik interspesifik berdasarkan perbedaan dan persamaan
mtDNA dapat menghasilkan konstruksi filogenik dari beberapa spesies yang saling
berdekatan. Berdasarkan penanda mtDNA, dapat diketahui proses terjadinya
pemecahan dari spesies yang satu terhadap yang lain. Dengan demikian, genom
mitokondria memiliki banyak sifat khusus dan positif yang dapat dijadikan sebagai
penanda genetik sehingga besar sekali manfaatnya untuk studi keragaman genetik
dan biologi populasi. Oleh karena mtDNA hewan relatif kecil dan terdapat dalam
jumlah banyak maka eksplorasi dan penelaahannya lebih mudah (Solihin, 1994).
Metode PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction-Restriction
Fragment Lenght Polymorpmism)
Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu metode yang
dapat digunakan untuk memperbanyak segmen DNA secara in vitro (Ausabel, 1995).
Segmen DNA tersebut kemudian dapat diketahui runutan nukleotidanya, salah
satunya yaitu dengan menggunakan enzim restriksi. Enzim restriksi dapat memotong
DNA secara spesifik dan terbatas pada situs yang dikenalinya (Lewin, 1994). Proses

PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian siklus temperatur yang
berulang dan masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan. Tahapan yang pertama
adalah denaturasi cetakan DNA (DNA template) pada temperatur 94-96°C, yaitu
pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal. Sesudah itu, dilakukan
penurunan temperatur pada tahap kedua sampai 45-60°C yang memungkinkan
terjadinya penempelan (annealing) atau hibridisasi antara oligonukleotida primer
dengan utas tunggal cetakan DNA. Primer merupakan oligonukelotida utas tunggal
yang sekuens-nya dirancang komplementer dengan ujung fragmen DNA yang ingin
disalin, primer menentukan awal dan akhir daerah yang hendak disalin. Tahap yang
terakhir adalah tahap ekstensi atau elongasi (elongation), yaitu pemanjangan primer
menjadi suatu utas DNA baru oleh enzim DNA polimerase. Temperatur pada tahap
ini bergantung pada jenis DNA polimerase yang digunakan. Pada akhirnya, satu
siklus PCR akan menggandakan jumlah molekul cetakan DNA atau DNA target,
sebab setiap utas baru yang disintesis akan berperan sebagai cetakan pada siklus
selanjutnya (Ausubel, 1995).
Perbedaan pola pemotongan DNA dari jenis gen yang sama antar beberapa
ternak disebut Restriction Fragment Lenght Polymorphism (RFLP). Pada prinsipnya,
RFLP merupakan semua mutasi yang menghilangkan atau menciptakan sekuen
rekognisi subtitusi nukleotida yang terjadi pada daerah rekognisi suatu enzim
restriksi menyebabkan tidak lagi dikenalinya situs pemotongan enzim restriksi dan
terjadinyan perbedaan pola pemotongan DNA (Lewin, 1994). Metode RFLP telah
diterapkan untuk mendeteksi Quantitative Traits Loci (QTL) pada ternak.
Pendeteksian RFLP dilakukan pada sekuen DNA yang telah di