Peran Perawat Sebelum Dan Sesudah ECT Di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Medan

(1)

Lampiran

KUESIONER

Kode:

Peran Perawat Sebelum Dan Sesudah ECT Di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

Petunjuk pengisian : Isilah jawaban atas pernyataan dibawah ini dengan menggunakan tanda contreng “√ “pada kolom jawaban yang menurut anda benar.

A. Data Demografi

1. Umur : Tahun.

2. Pendidikan Terakhir : ( ) D3 Keperawatan ( ) Sarjana Keperawatan

B. Peran perawat sebelum pelaksanaan ECT

No. Pertanyaan Selalu Sering Kadang Tidak

pernah Sebelum tindakan ECT dilakukan

anda sebagai perawat melakukan: 1. Memberikan penjelasan tentang

prosedur tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. 2. Meyakinkan pasien dan keluarga

untuk tidak cemas dan tetap tenang.


(2)

3. Melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien.

4. Persetujuan (inform consent) dari pasien atau keluarga tidak penting untuk didapatkan.

5. Menganjurkan pasien untuk puasa 4-6 jam sebelum tindakan.

6. Memberitahu pasien untuk

melepaskan perhiasan, kaca mata, jepit rambut dan gigi palsu. 7. Menganjurkan pasien untuk

berkemih dan melakukan defekasi.

8. Tidak melakukan pengkajian keadaan umum dan status kesehatan pasien.

9. Melakukan kolaborasi dalam pemberian obat anti ansietas terhadap pasien yang mengalami ansietas.

10. Tidak melakukan pemeriksaan laboratorium karena telah melakukan pemeriksaan fisik.

C. Peran perawat sesudah pelaksanaan ECT

No. Pertanyaan Selalu Sering Kadang Tidak

pernah Sesudah tindakan ECT dilakukan anda

sebagai perawat melakukan:

11. Membantu dalam pemberian oksigen dan pengisapan lendir sesuai kebutuhan pasien.

12. Mengatur posisi pasien dengan posisi semi fowler.


(3)

13. Memantau tanda-tanda vital pasien. 14. Menganjurkan pasien istirahat untuk

mencegah hipotensi postural..

15. Menenangkan pasien dengan

meyakinkan bahwa kehilangan memori hanya bersifat sementara.

16. Membantu pasien berorientasi terhadap waktu dan tempat.

17. Menjelaskan kembali tentang tindakan ECT yang telah dilakukan.

18. Segera memberi makan kepada pasien. 19. Mendengarkan ungkapan ketakutan

dan kecemasan pasien.

20. Menganjurkan pasien untuk segera beraktivitas.


(4)

Lampiran

Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Responden

No Pertanyaan Selalu Sering

Kadang-kadang

Tidak pernah

N % n % n % n %

1.

Memberikan penjelasan

tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.

23 74,2 3 9,7 5 16,1 0 0

2. Meyakinkan pasien dan keluarga untuk tidak cemas dan tetap tenang.

29 93,5 2 6,5 0 0 0 0

3. Melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien.

31 100 0 0 0 0 0 0

4. Persetujuan (inform consent) dari pasien atau keluarga tidak penting untuk didapatkan.

9 29,0 6 19,4 0 0 16 51,6

5. Menganjurkan pasien untuk puasa 4-6 jam sebelum tindakan.

30 96,8 1 3,2 0 0 0 0

6. Memberitahu pasien untuk melepaskan perhiasan, kaca mata,


(5)

jepit rambut dan gigi palsu.

7. Menganjurkan pasien untuk berkemih dan melakukan defekasi.

27 87,1 3 9,7 0 0 1 3,2

8. Tidak melakukan pengkajian keadaan umum dan status kesehatan pasien.

4 12,9 3 9,7 2 6,5 22 71,0

9. Melakukan kolaborasi dalam pemberian obat anti ansietas terhadap pasien yang mengalami ansietas.

25 80,6 4 12,9 2 6,5 0 0

10. Tidak melakukan

pemeriksaan

laboratorium karena telah melakukan pemeriksaan fisik.

2 6,5 1 3,2 8 25,8 20 64,5

11. Membantu dalam

pemberian oksigen dan pengisapan lendir sesuai kebutuhan pasien.

15 48,4 11 35,5 5 16,1 0 0

12. Mengatur posisi pasien dengan posisi semi fowler.

8 25,8 4 12,9 0 0 19 61,3

13. Memantau tanda-tanda vital pasien.


(6)

14. Menganjurkan pasien istirahat untuk mencegah hipotensi postural.

28 90,3 3 9,7 0 0 0 0

15. Menenangkan pasien dengan meyakinkan bahwa kehilangan memori hanya bersifat sementara.

21 67,7 6 19,4 4 12,9 0 0

16. Membantu pasien

berorientasi terhadap waktu dan tempat.

23 74,2 8 25,8 0 0 0 0

17. Menjelaskan kembali tentang tindakan ECT yang telah dilakukan.

20 64,5 10 32,3 1 3,2 0 0

18. Segera memberi makan kepada pasien.

9 29,0 2 6,5 3 9,7 17 54,2

19. Mendengarkan ungkapan ketakutan dan kecemasan pasien.

15 48,4 14 45,2 1 3,2 1 3,2

20. Menganjurkan pasien untuk segera beraktivitas.


(7)

Lampiran 3

Lampiran 4

Rancana Anggaran Biaya Penelitian

1) Persiapan Proposal

• Biaya tinta dan kertas print proposal Rp. 150.000 • Fotocopy sumber-sumber tinjauan pustaka Rp. 120.000

• Biaya pembelian buku Rp. 250.000

• Biaya internet Rp. 50.000

• Penjilidan Rp. 10.000

• Konsumsi Rp. 50.000

2) Pengumpulan Data

• Surat izin penelitian dari Rumah Sakit Rp. 100.000

• Transportasi Rp. 100.000

• Penggandaan kuesioner Rp. 50.000

3) Analisa Data dan Penyusunan Laporan Hasil

• Biaya kertas dan tinta print Rp. 150.000

• Penjilidan Rp. 10.000

• Penggandaan laporan penelitian Rp. 100.000


(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

Frequency Table

umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 28tahun 1 3,2 3,2 3,2

44tahun 2 6,5 6,5 9,7

45tahun 4 12,9 12,9 22,6

33tahun 2 6,5 6,5 29,0

27tahun 2 6,5 6,5 35,5

37tahun 1 3,2 3,2 38,7

36tahun 1 3,2 3,2 41,9

40tahun 2 6,5 6,5 48,4

25tahun 2 6,5 6,5 54,8

35tahun 1 3,2 3,2 58,1

29tahun 3 9,7 9,7 67,7

51tahun 1 3,2 3,2 71,0

30tahun 1 3,2 3,2 74,2

46tahun 2 6,5 6,5 80,6

34tahun 1 3,2 3,2 83,9

50tahun 2 6,5 6,5 90,3

43tahun 2 6,5 6,5 96,8

23tahun 1 3,2 3,2 100,0

Total 31 100,0 100,0

pendidiknterkhir

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid d3keperawtan 21 67,7 67,7 67,7

s1keperwatan 10 32,3 32,3 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kadang-kadang 5 16,1 16,1 16,1


(14)

selalu 23 74,2 74,2 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sering 2 6,5 6,5 6,5

selalu 29 93,5 93,5 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid selalu 31 100,0 100,0 100,0

Pernyataan 4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid selalu 9 29,0 29,0 29,0

kadang-kadang 6 19,4 19,4 48,4

tidak pernah 16 51,6 51,6 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sering 1 3,2 3,2 3,2

selalu 30 96,8 96,8 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sering 2 6,5 6,5 6,5

selalu 29 93,5 93,5 100,0


(15)

Pernyataan 7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidakpernah 1 3,2 3,2 3,2

sering 3 9,7 9,7 12,9

selalu 27 87,1 87,1 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid selalu 4 12,9 12,9 12,9

sering 3 9,7 9,7 22,6

kadang-kadang 2 6,5 6,5 29,0

tidak pernah 22 71,0 71,0 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidakpernah 2 6,5 6,5 6,5

sering 4 12,9 12,9 19,4

selalu 25 80,6 80,6 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid selalu 2 6,5 6,5 6,5

sering 1 3,2 3,2 9,7

kadang-kadang 8 25,8 25,8 35,5

tidak pernah 20 64,5 64,5 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 11

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidakpernah 5 16,1 16,1 16,1

kadang-kadang 11 35,5 35,5 51,6

selalu 15 48,4 48,4 100,0


(16)

Pernyataan 12

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid selalu 19 61,3 61,3 61,3

kadang-kadang 4 12,9 12,9 74,2

tidak pernah 8 25,8 25,8 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 13

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sering 3 9,7 9,7 9,7

selalu 28 90,3 90,3 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 14

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sering 3 9,7 9,7 9,7

selalu 28 90,3 90,3 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kadang-kadang 4 12,9 12,9 12,9

sering 6 19,4 19,4 32,3

selalu 21 67,7 67,7 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 16

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sering 8 25,8 25,8 25,8

selalu 23 74,2 74,2 100,0


(17)

Pernyataan 17

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kadang-kadang 1 3,2 3,2 3,2

sering 10 32,3 32,3 35,5

selalu 20 64,5 64,5 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 18

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid selalu 9 29,0 29,0 29,0

sering 2 6,5 6,5 35,5

kadang-kadang 3 9,7 9,7 45,2

tidak pernah 17 54,8 54,8 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 19

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidakpernah 1 3,2 3,2 3,2

kadang-kadang 1 3,2 3,2 6,5

sering 14 45,2 45,2 51,6

selalu 15 48,4 48,4 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pernyataan 20

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid selalu 1 3,2 3,2 3,2

sering 8 25,8 25,8 29,0

kadang-kadang 2 6,5 6,5 35,5

tidak pernah 20 64,5 64,5 100,0


(18)

Lampiran 9

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Azizah Ummiyana

Tempat Tanggal Lahir : Panyabungan, 05 Januari 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. W Iskandar No.199 Sipolu-polu Panyabungan. Mandailing Natal.

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1994-2000 : SD Negeri No: 142594 Panyabungan 2. Tahun 2000-2003 : MTs.S Mardiah Islamiah Panyabungan 3. Tahun 2003-2006 : SMA Negeri 1 Panyabungan

4. Tahun 2006-2009 : Diploma III Keperawatan STIKes. Rumah Sakit Haji Medan


(19)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

Peran perawat dalam pelaksanaan ECT adalah tingkah laku yang diharapkan dalam melakukan proses asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien yang dimulai dengan pengkajian, perencanaan, penatalaksanaan, dan evaluasi (Kusumawati, 2010).

Berdasarkan landasan teoritis yang telah diuraikan pada tinjauan kepustakaan maka dapat digambarkan kerangka penelitian sebagai berikut:

Terapi kejang listrik: • Pelaksanaan

sebelum ECT • Pelaksanaan

sesudah ECT Peran Perawat

• Terlaksana

• Terlaksana sebagian • Tidak terlaksana


(20)

1.2 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi operasional Alat ukur Hasil Skala Peran

perawat sebelum dan sesudah ECT

Peran perawat adalah merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang dalam memberi suatu tindakan keperawatan yang dilakukan sebelum dan sesudah tindakan terapi kejang listrik yang dilakukan kepada pasien dengan gangguan jiwa.

Kuesioner terdiri

dari 20 pernyataan 6 pernyataan

negatif dan 14 pernyataan

positif dengan menggunakana skala Likert.

1) Terlaksana 2) Terlaksana

sebagian 3) Tidak

terlaksana


(21)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif, yang dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif (Setiadi, 2007). Dimana dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai peran perawat dalam pelaksanaan sebelum dan sesudah ECT di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara.

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek dari penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di rumah sakit jiwa Provinsi Sumatera Utara, jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 124 orang.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Berdasarkan Arikunto, (2005) yaitu jika populasi kurang dari 100, maka lebih baik semua populasi dijadikan sampel, tetapi jika jumlah populasi lebih dari 100, maka dapat diambil 10% - 15% atau 20-25% atau lebih.

Karena populasi berjumlah 124 orang maka peneliti mengambil sampel 25% dari populasi, sehingga sampel yang didapat adalah 31 orang. Tehnik pengambilan sampel yaitu dengan Purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti (Setiadi, 2007).


(22)

Untuk penelitian ini digunakan kriteria: 1) Perawat yang dinas di ruang rawat inap. 2) Pendidikan minimal D3 keperawatan.

3) Pernah melakukan proses pelaksanaan (sebelum dan sesudah) ECT. 4) Bersedia menjadi responden.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap Rumah Sakin Jiwa Provsu. Alasan pemilihan Rumah Sakit Jiwa Provsu sebagai tempat penelitian dikarenakan rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan dan juga merupakan rumah sakit rujukan dengan jumlah perawat yang memadai untuk melakukan penelitian ini sehingga memungkinkan peneliti untuk memperoleh sampel sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditentukan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober dan November 2011.

4.4 Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan izin kepada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengajukan permohonan izin kepada direktur Rumah Sakit Jiwa Provsu, tempat penelitian dilakukan. Setelah mendapatkan izin persetujuan kemudian melakukan penelitian dengan menekankan pertimbangan etik yang meliputi:

a. Informed consent


(23)

judul penelitian dan manfaat penelitian. Bila responden menolak maka peneliti tidak bisa memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.

b. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi cukup dengan memberi kode pada masing-masing lembaran tersebut.

c. Confidentiality

Kerahasiaan responden akan dijamin oleh peneliti, hanya sekelompok data tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil dari penelitian (Hidayat, 2007).

4.5 Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner disusun dan dimodifikasi oleh peneliti dengan mengacu kepada kerangka kerja dan tinjauan pustaka. Instrumen terdiri dari dua bagian, yang pertama mengenai data demografi dan kedua mengenai peran perawat dalam pelaksanaan sebelum dan sesudah ECT. Dimana dalam kuesioner ini terdapat pertanyaan positif sebanyak 14 pertanyaan dan pertanyaan negatif sebanyak 6 pertanyaan. Skor untuk pertanyaan positif nilai 4 untuk “sering”, nilai 3 untuk “selalu”, nilai 2 untuk “kadang” dan nilai 1 untuk “tidak pernah”. Kemudian skor untuk pertanyaan negatif yaitu nilai 4 untuk “tidak pernah”, nilai 3 untuk “kadang”, nilai 2 untuk “sering”, dan nilai 1 untuk “selalu”.

Kuesioner terdiri dari 20 pertanyaan dengan menggunakan skala likert. Total skor tertinggi adalah 80 dan terendah adalah 20, semakin tinggi nilai peran perawat


(24)

maka semakin baik peran perawat dalam pelaksanaan sebelum dan sesudah ECT. Dalam penelitian ini digunakan rumus:

Rentang = Xmax – Xmin

Maka: R = 80 – 20

R = 60

Untuk panjang interval kelas digunakan rumus sebagai berikut:

P =

gori banyakkate

R

P = 3 60

= 20

Maka:

20 - 40 = Tidak Terlaksana

41 – 60 = Terlaksana Sebagian

61- 80 = Terlaksana

Untuk skor peran perawat sebelum dan sesudah pelaksanaan ECT adalah:

Rentang = Xmaks – Xmin R = 40-10


(25)

R = 30

P= banyakkategori

R

P = 3 30

P = 10

Maka untuk masing-masing skor sebagai berikut:

a) Tidak terlaksana = 10 – 20

b) Terlaksana sebagian = 21 – 30

c) Terlaksana = 31 – 40

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Data kuesioner disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka, maka penting untuk dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada sekelompok sampel (Arikunto, 2005).

Penelitian ini menggunakan uji validitas tidak dilakukan tetapi instrumen penelitian dikonsultasikan kepada ahli keperawatan jiwa Di Departemen Keperawatan Jiwa Komunitas Universitas Sumatera Utara, dimana seluruh item pernyataan dalam kuesioner dimodifikasi agar sesuai dengan tujuan penelitian dan mempermudah responden untuk memahami kalimat yang ada didalamnya.


(26)

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang baik. Dimana alat ukur yang baik adalah adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Uji reliabilitas instrumen ini menggunakan rumus alpha yang disusun dengan sistem komputerisasi. Menurut Setiadi (2007) sebagai patokan kasar dapat ditentukan ukuran indeks reliabilitas sebagai berikut:

1) < 0,59 = reliabilitas rendah 2) 0.60 – 0,89 = reliabilitas sedang 3) 0.90 – 100 = reliabilitas tinggi

Hasil dalam uji reliabilitas yang telah dilakukan adalah 0,76 menunjukkan bahwa 76% responden memberikan jawaban yang konsisten terhadap instrumen yang disebarkan pada penelitian ini, yang diujiakan kepada 20 responden di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

4.7 Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan izin dari institusi pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan kemudian mengirimkan permohonan izin ketempat penelitian yaitu Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Setelah mendapat izin ketempat penelitian, peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan penelitian dan meminta kesediaan untuk menjadi responden. Kemudian peneliti meminta responden untuk mengisi kuesioner yang telah diberikan.


(27)

4.8 Analisa Data

Dalam menganalisa data digunakan statistik deskriptif yaitu digunakan untuk menggambarkan atau menganalisa hasil penelitian, tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas (Setiadi, 2007). Statistik deskriptif ini digunakan untuk mempersentasekan data demografi dan karakteristik lain termasuk peran perawat sebelum dan sesudah ECT dan dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi dengan komputerisasi.


(28)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian setelah pengumpulan data yang dilakukan sejak tanggal 20 Oktober 2011 sampai dengan 25 November 2011 di Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan. Hasil penelitian ini menggambarkan tentang karakteristik responden dan peran perawat dalam pelaksanaan sebelum dan sesudah ECT pada gangguan jiwa.

5.1.1 Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden mencakup umur dan pendidikan terakhir responden dapat dilihat pada tabel 5.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia rata-rata responden adalah 37 tahun. Responden lebih banyak mempunyai pendidikan terakhir D3 Keperawatan yaitu sebanyak 21 orang (67,74%).

Tabel 5.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Data

Demografi

Mean Median Standar Deviasi

Minimal Maksimal


(29)

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Responden Karakteristik Frekuensi Persentase Pendidikan

Terakhir - D3

Keperawatan - Sarjana

Keperawatan

21

10

67,74

32,25

5.1.2 Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Sebelum dan Sesudah ECT

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Perawat Sebelum ECT Peran Perawat Sebelum

ECT

Frekuensi Persentase

1. Tidak Terlaksana 2. Terlaksana Sebagian 3. Terlaksana

0 0 31

0 0 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 100% perawat melaksanakan perannya sesuai prosedur tindakan yang telah ditentukan.


(30)

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Dan Persentase Peran Perawat Sesudah ECT Peran Perawat Sesudah

ECT

Frekuensi Persentase

1. Tidak Terlaksana 2. Terlaksana Sebagian 3. Terlaksana

0 9 22

0 29,0 70,96

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa peran perawat sesudah ECT terlaksana sebanyak 70,96% dan 29,0% hanya terlaksana sebagian.

5.2 Pembahasan

Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan. Penelitian ini 100% perawat melakukan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan dalam pelaksanaan sebelum dan sesudah ECT di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Hal ini didukung oleh tingkat pendidikan perawat yang mayoritas mempunyai pendidikan D3 Keperawatan yaitu sebanyak 21 orang (67,74%). Menurut Mubarak (2006) semakin tinggi pengetahuan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai


(31)

yang baru diperkenalkan. Selain itu didukung juga dengan usia responden dengan rata-rata 37 tahun yang termasuk dalam rentang usia produktif dalam bekerja, menurut Badan Pusat Statistik menetapkan usia produktif dalam bekerja adalah 15-50 tahun (Prianti, 2011).

Peran perawat sebelum ECT 100% terlaksana dengan baik, sementara peran perawat sesudah ECT hanya 70,96% perawat yang melaksanakan perannya sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan selebihnya 29.0% hanya terlaksana sebagian. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat dari Hidayat (2007) menyatakan bahwa peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar dapat direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks. Seharusnya sebagai seorang perawat profesional harus melaksanakan seluruh rangkaian asuhan keperawatan dengan baik.

Sebagaimana menurut Hidayat (2007) bahwa peran perawat adalah merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kependudukan dalam system, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan.


(32)

Sedangkan menurut Barbara (1995) peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu (Lailia, 2009).

Seluruh responden (100%) melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien sebelum tindakan ECT dilakukan. Sebelum tindakan ECT dilakukan pasien harus dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT (Riyadi, 2009). Responden melakukan perannya sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan seluruh responden melakukan pemeriksaan fisik sebelum ECT dilaksanakan yang berguna untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan yang terjadi pada pasien yang merupakan kontraindikasi ECT. Hal ini sangat penting dilakukan karena sebelum terapi kejang listrik dilakukan pasien harus diperiksa keadaan umumnya dengan teliti, terutama jantung dan pernafasan, konvulsi yang dirasakan oleh pasien itu sangat berat bagi sistem kardiovaskuler dan menyangkut juga pada sistem pernafasan (Maramis 2004). Pada prakteknya tindakan ini diharapkan dapat dipertahankan untuk dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan terhadap pasien dengan gangguan jiwa yang diindikasikan mendapat terapi kejang listrik karena banyaknya efek samping yang dapat terjadi.

Responden tidak setuju jika persetujuan (inform consent) dari pasien atau keluarga tidak penting sebelum tindakan ECT dilaksanakan yaitu sebanyak 51,6%.


(33)

Sebagaimana menurut Riyadi (2009) yang menyatakan bahwa sebelum tindakan ECT dilaksanakan persetujuan atau inform consent harus didapatkan dari klien atau keluarga. Sementara itu sebanyak 29,0% responden tidak melaksanakan tindakan ini karena menganggap bahwa persetujuan tindakan telah dilakukan diawal pertama masuk rumah sakit. Menurut Isaacs (2004), dengan persetujuan tindakan (informed

consent) pasien mendapatkan informasi yang adekuat tentang perawatan dan

pengobatan serta memberikan persetujuan atas pengobatan tersebut, dengan memberikan informasi pengetahuan klien dan keluarga bertambah mengenai terapi kejang listrik dimana pasien dan terlebih keluarga tahu efek keuntungan yang diharapkan, rutinitas prapengobatan, rutinitas pasca pengobatan.

Responden menganjurkan pasien untuk puasa 4-6 jam sebelum tindakan ECT dilaksanakan sebanyak 96,8% dan sebanyak 93,5% responden memberitahu pasien untuk melepaskan perhiasan, kaca mata, jepit rambut dan gigi palsu hal ini sesuai dengan pendapat Riyadi (2009) perawat harus memeriksan status puasa pasien setelah tengah malam dan meminta pasien untuk melepaskan perhiasan, jepit rambut, kaca mata, dan alat bantu pendengaran dan semua gigi palsu dilepaskan. Menurut Maramis (2004), bahwa persiapan antara lain penderita harus puasa supaya jangan sampai pasien muntah dan tersedak waktu ia tidak sadar (bahaya pneumonia), gigi palsu yang dapat dilepaskan harus dikeluarkan, juga benda-benda lain yang ada dalam mulut (permen dan sebagainya).

Mayoritas responden menganjurkan pasien untuk berkemih dan melakukan defekasi sebelum ECT dilakukan terhadap pasien yaitu sebanyak 87,1%.


(34)

Sebagaimana menurut Riyadi (2009) yang menyatakan bahwa klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi. Kandung kemih dan rectum perlu dikosongkan supaya penderita tidak mengotori dirinya dan tempat tidur bila terjadi inkontinesia.

Tidak melakukan pemeriksaan laboratorium karena telah melakukan pemeriksaan fisik, mayoritas responden tidak pernah melakukan tindakan ini yaitu sebanyak 64,5% selalu melakukan pemeriksaan laboratorium walaupun telah melakukan pemeriksaan fisik dan sebanyak 71% responden selalu melakukan pengkajian keadaan umum dan status kesehatan pasien sebelum ECT dilaksanakan. Sebagaimana menurut Riyadi (2009) lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT. Tindakan ini harus dilakukan karena adanya kontraindikasi ECT sebagaimana menurut Tomb (2003), yang menyatakan bahwa resiko sangat tinggi pada peningkatan tekanan intrakranial (karena tumor otak, infeksi sistem saraf pusat) terapi kejang listrik dengan sangat singkat meningkatkan tekanan sistem saraf pusat dan resiko hernia tentorium untuk resiko sedang osteoartritis berat, osteoartritis atau faktur baru, ablasi retina dan penyakit kardiovaskuler.

Responden membantu pasien berorientasi terhadap waktu dan tempat sebanyak 74,2% dan sebanyak 64,5% responden menjelaskan kembali tentang tindakan ECT yang telah dilakukan. Menurut Townsend (1998) merupakan hal yang penting perawat hadir saat pasien sadar supaya dapat mengurangi ketakutan-ketakutan yang disertai dengan kehilangan memori.


(35)

Mendengarkan ungkapan ketakutan dan kecemasan pasien sebanyak 48,4% responden selalu melakukan tindakan tersebut. Menurut Townsend (1998), sesudah ECT dilakukan perawat harus membiarkan pasien mengatakan ketakutan dan kecemasannya yang berhubungan dengan pelaksanaan ECT terhadap dirinya. Dengan demikian pasien merasa diperhatikan dan diharapkan dapat membantu mengatasi ketakutan dan kecemasan klien. Seharusnya responden harus selalu melakukan tindakan ini karena dapat membantu pasien untuk mengeksplorasi perasaan pasien dan dapat membantu mengatasi kecemasan yang dirasakan pasien tersebut.


(36)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden (n=31 : 100%) perannya terlaksana sebagai pemberi asuhan keperawatan dalam pelaksanaan sebelum dan sesudah ECT dengan baik. Hal ini didukung oleh tingkat pendidikan perawat yang mayoritas mempunyai pendidikan D3 Keperawatan yaitu sebanyak 21 orang (67,74%). Selain itu, didukung juga dengan usia responden yang rata-rata berumur 37 tahun yang termasuk ke dalam masa usia produktif bekerja, sehingga mendukung peran responden semakin terlaksana dengan baik.

6.2 Saran

1) Bagi Praktek Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya mempertahankan mutu asuhan keperawatan dalam pelaksanaan ECT sesuai dengan prosedur dan standar tindakan pelayanan keperawatan.

2) Bagi Pendidikan

Agar meningkatkan pendidikan mahasiswa mengenai peran perawat dalam pelaksanaan ECT dan menyediakan fasilitas peralatan yang mendukung pelaksanaan saat pembelajaran praktikum ECT.


(37)

3) Bagi Penelitian Keperawatan

Pada penelitian ini menggambarkan bahwa peran perawat terlaksana sebagai pemberi asuhan keperawatan sebelum dan sesudah ECT, diharapkan perlu dilanjutkan dengan melakukan penelitian yang berhubungan dengan peran perawat dalam pelaksanaan ECT dengan cara observasi agar penelitian ini lebih sempurna dan lebih baik. Karena pada saat penelitian ini peneliti memiliki keterbatasan dalam waktu penelitian dan keterbatasan dalam penyebaran alat pengumpulan data yang harus didampingi oleh petugas rumah sakit.


(38)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perawat

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan biopsikososial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Hidayat, 2004).

Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati (Bagolz, 2010).

2.2 Peran

Peran perawat adalah merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kependudukan dalam system, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan (Hidayat, 2007).

Menurut Barbara (1995) peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan


(39)

bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu (Lailia, 2009).

2.2.1 Peran Perawat

Peran perawat menurut konsorsium ilmu ilmu kesehatan tahun 1989 dalam Hidayat (2007) terdiri dari:

1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan.

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar dapat direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

2. Peran sebagai advokat.

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberian pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya. Hak atas


(40)

privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

3. Peran edukator.

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien sesudah dilakukan pendidikan kesehatan.

4. Peran koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.

5. Peran kolaborator

Peran perawat disini dilakukan kerana perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

6. Peran konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informais tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.


(41)

7. Peran pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

2.3 Electro Convulsive Terapy (ECT)

2.3.1 Definisi

ECT (Electro Confulsive Terapy) adalah tindakan dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik (Sujono, 2009). Sedangkan menurut Tomb (2004) Electro Convulsive Therapy adalah sah meskipun keburukan ECT tidak dapat dibenarkan. Walaupun mekanisme terapi lain atau pada keadaan yang tidak diobati: 0,01 – 0,03% dari pasien yang diterapi, terbanyak akibat serangan jantung.

Terapi elektrokonvulsif menginduksi kejang grand mal secara buatan dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau kedua pelipis (Stuart, 2007). Dan menurut Townsend (1998) Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup untuk menimbulkan kejang gran mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai.

ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik yaitu bentuk terapi


(42)

pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall (Riyadi, 2009).

Terapi Kejang Listrik adalah suatu terapi dalam ilmu psikiatri yang dilakukan dengan cara mengalirkan listrik melalui suatu elekktroda yang ditempelkan di kepala penerita sehingga menimbulkan serangan kejang umum(Mursalin, 2009).

Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai (Taufik, 2010).

Terapi kejang listrik merupakan alat elektrokonvulsi yang mengeluarkan listrik sinusoid dan ada yang meniadakan satu fase dari aliran sinusoid itu sehingga pasien menerima aliran listrik (Maramis, 2004).

2.3.2 Indikasi

1. Pasien dengan penyakit depresif mayor yang tidak berespon terhadap antidepresan atau yang tidak dapat meminum obat (Stuard, 2007). Menurut Tomb (2004) gangguan afek yang berat: pasien dengan gangguan bipolar, atau depresi menunjukkan respons yang baik dengan ECT. Pasien dengan gejala vegetatif yang jelas cukup berespon. ECT lebih efektif dari antidepresan untuk pasien depresi dengan gejala psikotik. Mania juja memberikan respon yang baik pada ECT, terutama jika litium karbonat gagal untuk mengontrol fase akut.


(43)

2. Pasien dengan bunuh diri akut yang cukup lama tidak menerima pengobatan untuk mencapai efek terapeutik (Stuard, 2007). Menurut Tomb (2004), pasien bunuh diri yang aktif dan tidak mungkin menunggu antidepresan bekerja. 3. Ketika efek samping Electro Convulsive Therapy yang diantisipasi kurang

dari efek samping yang berhubungan dengan blok jantung, dan selama kehamilan (Stuard, 2007).

4. Gangguan skizofrenia: skizofrenia katatonik tipe stupor atau tipe excited memberikan respons yang baik dengan ECT. Cobalah antipsikotik terlebih dahulu, tetapi jika kondisinya mengancam kehidupan (delyrium hyperexcited), segera lakukan ECT. Pasien psikotik akut (terutama tipe skizoaktif) yang tidak berespons pada medikasi saja mungkin akan membaik jika ditambahkan ECT, tetapi pada sebagian besar skizofrenia (kronis), ECT tidak terlalu berguna (Tomb, 2004).

2.3.3 Kontraindikasi

Tidak ada kontraindikasi yang mutlak. Pertimbangkan resiko prosedur dengan bahaya yang akan terjadi jika pasien tidak diterapi. Penyakit neurologik bukan suatu kontraindikasi

1. Resiko sangat tinggi:

a) Peningkatan tekanan intrakranial (karena tumor otak, infeksi sistem saraf pusat), ECT dengan singkat meningkatkan tekanan SSP dan resiko herniasi tentorium.


(44)

terdapat kerusakan otot jantung, tunggu hingga enzim dan EKG stabil. 2. Resiko sedang:

a) Osteoatritis berat, osteoporosis, atau fraktur yang baru, siapkan selama terapi (pelemas otot) dan ablasio retina.

b) Penyakit kardiovaskuler (misalnya hipertensi, angina, aneurisma, aritmia), berikan premedikasi dengan hati-hati, dokter spesialis jantung hendaknya ada disana.

c) Infeksi berat, cedera serebrovaskular, kesulitan bernafas yang kronis, ulkus peptik akut, feokromasitoma (Tomb, 2004).

2.3.4 Efek Samping ECT

1. Kematian, angka kematian yang disebabkan ECT adalah bervariasi antara 1-1.000 dan 1-10.000 pasien. Resiko ini sama dengan resiko karena pemberian anastesi umum. Kematian biasanya karena komplikasi kardiovaskuler.

2. Efek sistemik, pada pasien dengan gangguan jantung, dapat terjadi arritmia jantung sementara. Arritmia ini terjadi karena bradikardia post ictal yang sementara dan dapat dicegah dengan peningkatan dosis premedikasi anti

kolinerjik. Arritmia dapat juga terjadi karena hiperaktifitas simpathetik

sewaktu kejang atau saat pasien sadar kembali. Dilaporkan pula adanya reaksi toksis dan allergi terhadap obat yang digunakan untuk prosedur ECT


(45)

3. Efek cerebral, pada pemberian ECT bilateral dapat terjadi amnesia dan acute

confusion. Fungsi memori akan membaik kembali 1-6 bulan setelah ECT,

tetapi ada pasien yang melaporkan tetap mengalami gangguan memori (Tomb, 2004).

2.3.5 Peran Perawat dalam Pelaksanaan ECT

2.3.5.1 Peran perawat dalam persiapan klien sebelum tindakan ECT

1. Anjurkan pasien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang akan dilakukan.

2. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT.

3. Siapkan surat persetujuan tindakan.

4. Klien dipuasakan 4-6 jam sebelum tindakan.

5. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau jepit rambut yang mungkin dipakai klien.

6. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi.

7. Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum ECT.

8. Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif hipnotik, dan antikonvulsan, harus dihentikan sehari sebelumnya. Litium biasanya dihentikan beberapa hari sebelumnya karena beresiko organik.


(46)

9. Premedikasi dengan injeksi SA (sulfatatropin) 0,6-1,2 mg setengah jam sebelum ECT. Pemberian antikolinergik ini mengendalikan aritmia vagal dan menurunkan sekresi gastrointestinal (Riyadi, 2009).

2.3.5.2 Persiapan alat

1. Perlengkapan dan peralatan terapi, termasuk pasta dan gel elektroda, bantalan kasa, alkohol, saling,elektroda elektroensefalogram (EEG), dan kertas grafik. 2. Peralatan untuk memantau, termasuk elektrokardiogram (EKG) dan elektroda

EKG.

3. Manset tekanan darah, stimulator saraf perifer, dan oksimeter denyut nadi. 4. Stetoskop.

5. Palu reflex.

6. Peralatan intravena.

7. Penahan gigitan dengan wadah individu.

8. Pelbet dengan kasur yang keras dan bersisi pengaman serta dapat

meninggikan bagian kepala dan kaki. 9. Peralatan penghisap lender.

10. Peralatan ventilasi, termasuk slang, masker, ambu bag, peralatan jalan nafas oral, dan peralatan intubasi dengan sistem pemberian oksigen yang dapat memberikan tekanan oksigen positif. Obat untuk keadaan darurat dan obat lain sesuai rekomendasi staf anastesi (Stuart, 2007).


(47)

2.3.5.3 Prosedur pelaksanaan

Menurut pendapat Stuart (2007) berikut prosedur pelaksanaan terapi kejang listrik:

1. Berikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang prosedur. 2. Dapatkan persetujan tindakan.

3. Pastikan status puasa pasien setelah tengah malam.

4. Minta pasien untuk melepaskan perhiasan, jepit rambut, kaca mata, dan alat bantu pendengaran. Semua gigi palsu dilepaskan, tambahan gigi parsial dipertahankan.

5. Pakaikan baju yang longgar dan nyaman. 6. Kosongkan kandung kemih pasien. 7. Berikan obat praterapi.

8. Pastikan obat dan peralatan yang diperlakukan tersedia dan siap pakai. 9. Bantu pelaksanaan ECT.

a. Tenangkan pasien.

b. Dokter atau ahli anastesi memberikan oksigen untuk menyiapkan pasien bila terjadi apnea karena relaksan otot.

c. Berikan obat.

d. Pasang spatel lidah yang diberi bantalan untuk melindungi gigi pasien. e. Pasang elektroda. Kemudian berikan syok.


(48)

2.3.5.4Peran perawat setelah ECT

Berikut adalah hal-hal yang harus dilakukan perawat untuk membantu klien dalam masa pemulihan setelah tindakan ECT dilakukan yang telah dimodifikasi dari pendapat Stuart (2007) dan Townsen (1998). Menurut pendapat Stuart (2007) memantau klien dalam masa pemulihan yaitu dengan cara sebagai berikut:

1. Bantu pemberian oksigen dan pengisapan lendir sesuai kebutuhan. 2. Pantau tanda-tanda vital.

3. Setelah pernapasan pulih kembali, atur posisi miring pada pasien sampai sadar. Pertahankan jalan napas paten.

4. Jika pasien berespon, orientasikan pasien.

5. Ambulasikan pasien dengan bantuan, setelah memeriksa adanya hipotensi postural.

6. Izinkan pasien tidur sebentar jika diinginkannya. 7. Berikan makanan ringan.

8. Libatkan dalam aktivitas sehari-hari seperti biasa, orientasikan pasien sesuai kebutuhan.

9. Tawarkan analgesik untuk sakit kepala jika diperlukan.

Menurut Townsend (1998), jika terjadi kehilangan memori dan kekacauan mental sementara yang merupakan efek samping ECT yang paling umum hal ini penting untuk perawat hadir saat pasien sadar supaya dapat mengurangi ketakutan-ketakutan yang disertai dengan kehilangan memori. Implementasi keperawatan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:


(49)

1. Berikan ketenangan dengan mengatakan bahwa kehilangan memori tersebut hanya sementara.

2. Jelaskan kepada pasien apa yang telah terjadi. 3. Reorientasikan pasien terhadap waktu dan tempat.

4. Biarkan pasien mengatakan ketakutan dan kecemasannya yang berhubungan dengan pelaksanaan ECT terhadap dirinya.

5. Berikan sesuatu struktur perjanjian yang lebih baik pada aktivitas-aktivitas rutin pasien untuk meminimalkan kebingungan.


(50)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penderita gangguan skizifrenia di seluruh dunia ada 24 juta jiwa dengan angka kejadian 7 per 1000 penduduk (pada wanita dan pria sama ). Diperkirakan terdapat 4 – 10 % resiko kejadian bunuh diri sepanjang rentang kehidupan penderita skizofrenia dan 40 % angka percobaan bunuh diri. Studi yang dilakukan WHO melaporkan bahwa angka kematian tertinggi pada kasus skizofrenia disebabkan karena bunuh diri. Faktor resiko bunuh diri pada pasien skizofrenia terdapat gejala gejala positif terdapat ko – morbilitas depresi, kurangnya terapi, penurunan tingkat perawatan, sakit kronis, tingkat pendidikan tinggi dan pengharapan akan tampilan kerja yang tinggi biasanya terjadi pada fase awal dari perjalanan penyakitnya (Widiodiningrat , 2009).

Diperkirakan penduduk Indonesia yang menderita gangguan jiwa sebesar 2-3% jiwa setiap tahun. Zaman dahulu penanganan pasien gangguan jiwa adalah dengan dipasung, dirantai, atau diikat, lalu ditempatkan di rumah atau hutan jika gangguan jiwa berat. Tetapi bila pasien tersebut tidak berbahaya, dibiarkan berkeliaran di desa, sambil mencari makanan dan menjadi tontonan masyarakat. Terapi dalam gangguan jiwa bukan hanya meliputi pengobatan dengan farmakologi tetapi juga dengan psikoterapi, serta terapi modalitas yang sesuai dengan gejala atau penyakit pasien yang akan mendukung penyembuhan pasien jiwa. Pada terapi


(51)

modalitas tersebut perlu adanya dukungan keluarga dan dukungan sosial yang akan memberikan peningkatan penyembuhan karena pasien akan merasa berguna dalam masyarakat dan tidak merasa diasingkan dengan penyakit yang dialaminya (Kusumawati, 2010).

Terapi kejang listrik merupakan salah satu terapi dalam kelompok terapi total. Terapi ini berupa terapi fisik dengan pasien-pasien psikiatri dengan indikasi dan cara tertentu. Terapi kejang listrik adalah suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang

grand mal secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang

dipasang pada satu atau dua ‘’temples’’(Stuard,2007).

Pada pelaksanaan pengobatan ECT, mekanismenya sebenarnya tidak diketahui, tapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia dalam otak. Suatu peningkatan kadar norefinefrin dan serotonin, mirip efek obat antidepresan. Kehilangan memori dan kekacauan mental sementara merupakan efek samping yang paling umum dimana perawat merupakan hal yang penting hadir pada saat pasien sadar setelah ECT, supaya dapat mengurangi ketakutan-ketakutan yang disertai dengan kehilangan memori (Erlinafsiah, 2010).

Di Sumatera Utara dari data yang diambil dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara sebanyak 3097 kali dalam tahun 2010, Electro Convulsif Terapy diberikan kepada pasien- pasien depresi, halusinasi, waham, pasien dengan perilaku kekerasan, dan yang mencakup skizofrenia. Peran perawat dalam pelaksanaan ECT ini sangat penting karena adanya efek samping yang harus segera ditindak lanjuti.


(52)

Peran perawat kesehatan jiwa menurut Weiss (1947) yang dikutip Stuart Sundeen dalam Principles and Practice of Psychiatric Nursing Care (1995) dalam (Kusumawati, 2010) bahwa peran perawat adalah sebagai Attitude Therapy, yaitu mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau menetap yang terjadi pada klien, mendemonstrasikan penerimaan, respek, memahami klien dan mempromosikan ketertarikan klien dan berpartisipasi dalam interaksi. Sedangkan menurut Clinton dan Nelson perawat jiwa harus berusaha menemukan dan memenuhi kebutuhan dasar klien yang terganggu seperti kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan mencintai dan disayangi, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Klien gangguan jiwa umumnya mengalami gangguan selain fisiologis sebagai keluhan utama, tetapi selanjutnya seluruh kebutuhan menjadi terganggu sebagai dampak terganggunya kebutuhan psikologis. Oleh karena itu, perawat harus berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan menjalin rasa percaya dan berusaha memahami apa yang dirasakan oleh klien.

Berdasarkan latar belakang diatas karena pentingnya peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap gangguan jiwa yang mendapat terapi ECT penulis tertarik melakukan penelitian tentang Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Sebelum Dan Sesudah ECT (Electro Convulsive Terapy) di Rumah Sakit Jiwa Daerah Sumatera Utara.


(53)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah penelitian ini adalah: bagaimana peran perawat sebelum dan sesudah ECT (Electro

Convulsive Terapy) di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan penelitian ini adalah: mengidentifikasi peran perawat sebelum dan sesudah ECT (Electro Convulsive Terapy) di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi peran perawat sebelum ECT. 2. Untuk mengidentifikasi peran perawat sesudah ECT.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi praktek keperawatan.

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan menjadi masukan dalam melakukan intervensi pada klien yang mendapat terapi ECT sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan sebelum dan sesudah ECT.

2. Manfaat bagi pendidikan keperawatan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang pentingnya


(54)

peran perawat mengenai ECT sebelum praktek di rumah sakit jiwa untuk dapat memberikan asuhan keperawatan.

3. Manfaat bagi penelitian keperawatan.

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan atau sumber data peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut dalam ruang lingkup yang sama.


(55)

Judul : Peran Perawat Sebelum dan Sesudah ECT Di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Medan.

Peneliti : Azizah Ummiyana

Program : Sarjana Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2011 – 2012

ABSTRAK

Terapi kejang listrik merupakan salah satu terapi dalam kelompok terapi total. Terapi ini berupa terapi fisik dengan pasien-pasien psikiatri dengan indikasi dan cara tertentu. Kehilangan memori dan kekacauan mental sementara merupakan efek samping yang paling umum dimana perawat merupakan hal yang penting hadir pada saat pasien sadar setelah ECT, supaya dapat mengurangi ketakutan-ketakutan yang disertai dengan kehilangan memori. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi peran perawat sebelum dan sesudah ECT (Electro Convulsive

Terapy) di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Desain penelitian

ini menggunakan desain deskriptif. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 124 orang dan sampel dimabil dengan tehnik purposive sampling yaitu tehnik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti yaitu sebanyak 31 orang. Tehnik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian ini manunjukkan semua reponden (100%) perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan terlaksana. Hal ini didukung oleh umur responden yang rata-rata 37 tahun yang merupakan usia produktif dalam bekerja, selain itu didukung pendidikan responden mayoritas D3 Keperawatan sebanyak 67,74%. Hasil penelitian yang diperoleh disimpulkan bahwa peran perawat sebelum dan sesudah ECT terlaksana. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya mempertahankan mutu asuhan keperawatan dalam pelaksanaan ECT sesuai dengan prosedur dan standar tindakan pelayanan keperawatan dan diharapkan penelitian ini dilanjutkan dengan melakukan penelitian yang berhubungan dengan peran perawat dalam pelaksanaan ECT dengan cara observasi agar penelitian ini lebih sempurna dan lebih baik.


(56)

PERAN PERAWAT SEBELUM DAN SESUDAH ECT DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

MEDAN

AZIZAH UMMIYANA

SKRIPSI

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(57)

(58)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ” Peran Perawat Sebelum Dan Sesudah ECT Di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Medan”.

Skripsi ini terlaksana karena arahan, masukan, dukungan, dan koreksi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati S.Kp, MNS, pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Wardiyah Daulay S. Kep, Ns, M. Kep selaku dosen pembimbing skripsi. 4. Ibu Cholina Trisa Siregar S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB dan ibu Mahnum

Lailan Nasution S. Kep, Ns, M. Kep selaku dosen penguji.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika S-1 Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan.


(59)

6. Terima kasih kepada Ayahanda Gozali Nasution, Ibunda Yuna Syaroh, adik-adikku Dede, Yuli, Fiqie, Kinah, Alwi dan Salsabilah seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman sejawat Fakultas keperawatan-B USU 2010, terima kasih atas bantuan dan semangatnya selama ini.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, Februari 2012


(60)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

ABSTRAK ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Perawat ... 6

2.2 Peran ... 6

2.2.1 Peran Perawat ... 7

2.3 Electro Convulsive Terapy (ECT) ... 9

2.3.1 Defenisi ... 9

2.3.2 Indikasi ... 10

2.3.3 Kontraindikasi ... 11

2.3.4 Efek Samping ... 12

2.3.5 Peran Perawat Dalam ECT...12

2.3.5.1 Peran Perawat dalam Persiapan Klien Sebelum Tindakan ECT .... 12

2.3.5.2Persiapan Alat ... 13

2.3.5.3 Prosedur Pelaksanaan ... 14

2.3.5.4 Peran Perawat Setelah Tindakan ECT ... 16

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 17


(61)

3.2 Defenisi Operasional ... 18

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 19

4.1 Desain Penelitian ... 19

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 19

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

4.4 Pertimbangan Etik ... 20

4.5 Instrumen Penelitian ... 21

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 23

4.7 Pengumpulan Data ... 24

4.8 Analisa Data ... 24

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 25

5.1 Hasil Penelitian ... 26

5.1.1 Karakteristik Responden ... 26

5.1.2 Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Sebelum dan Sesudah ... 27

5.2 Pembahasan ... 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

6.1 Kesimpulan ... 36

6.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1 : Persetujuan Responden Lampiran 2 : Kuesioner

Lampiran 3 : Jadwal Kegiatan Proposal Penelitian Lampiran 4 : Rencana Anggaran Biaya Penelitian Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 6 : Master Tabel

Lampiran 7 : Tabel Distribusi Frekuensi Lampiran 8 : Reliabilitas


(62)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Tabel Kerangka Konsep ... 15

Tabel 2 : Tabel Defenisi Operesional ... 16

Tabel 5.1: Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 26

Tabel 5.2: Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden... 27

Tabel 5.3: Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Perawat Sebelum ECT ... 28


(63)

Judul : Peran Perawat Sebelum dan Sesudah ECT Di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Medan.

Peneliti : Azizah Ummiyana

Program : Sarjana Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2011 – 2012

ABSTRAK

Terapi kejang listrik merupakan salah satu terapi dalam kelompok terapi total. Terapi ini berupa terapi fisik dengan pasien-pasien psikiatri dengan indikasi dan cara tertentu. Kehilangan memori dan kekacauan mental sementara merupakan efek samping yang paling umum dimana perawat merupakan hal yang penting hadir pada saat pasien sadar setelah ECT, supaya dapat mengurangi ketakutan-ketakutan yang disertai dengan kehilangan memori. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi peran perawat sebelum dan sesudah ECT (Electro Convulsive

Terapy) di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Desain penelitian

ini menggunakan desain deskriptif. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 124 orang dan sampel dimabil dengan tehnik purposive sampling yaitu tehnik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti yaitu sebanyak 31 orang. Tehnik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian ini manunjukkan semua reponden (100%) perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan terlaksana. Hal ini didukung oleh umur responden yang rata-rata 37 tahun yang merupakan usia produktif dalam bekerja, selain itu didukung pendidikan responden mayoritas D3 Keperawatan sebanyak 67,74%. Hasil penelitian yang diperoleh disimpulkan bahwa peran perawat sebelum dan sesudah ECT terlaksana. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya mempertahankan mutu asuhan keperawatan dalam pelaksanaan ECT sesuai dengan prosedur dan standar tindakan pelayanan keperawatan dan diharapkan penelitian ini dilanjutkan dengan melakukan penelitian yang berhubungan dengan peran perawat dalam pelaksanaan ECT dengan cara observasi agar penelitian ini lebih sempurna dan lebih baik.


(1)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ” Peran Perawat Sebelum Dan Sesudah ECT Di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Medan”.

Skripsi ini terlaksana karena arahan, masukan, dukungan, dan koreksi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati S.Kp, MNS, pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Wardiyah Daulay S. Kep, Ns, M. Kep selaku dosen pembimbing skripsi. 4. Ibu Cholina Trisa Siregar S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB dan ibu Mahnum

Lailan Nasution S. Kep, Ns, M. Kep selaku dosen penguji.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika S-1 Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan.


(2)

6. Terima kasih kepada Ayahanda Gozali Nasution, Ibunda Yuna Syaroh, adik-adikku Dede, Yuli, Fiqie, Kinah, Alwi dan Salsabilah seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman sejawat Fakultas keperawatan-B USU 2010, terima kasih atas bantuan dan semangatnya selama ini.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, Februari 2012


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

ABSTRAK ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Perawat ... 6

2.2 Peran ... 6

2.2.1 Peran Perawat ... 7

2.3 Electro Convulsive Terapy (ECT) ... 9

2.3.1 Defenisi ... 9

2.3.2 Indikasi ... 10

2.3.3 Kontraindikasi ... 11

2.3.4 Efek Samping ... 12

2.3.5 Peran Perawat Dalam ECT...12

2.3.5.1 Peran Perawat dalam Persiapan Klien Sebelum Tindakan ECT .... 12

2.3.5.2Persiapan Alat ... 13

2.3.5.3 Prosedur Pelaksanaan ... 14

2.3.5.4 Peran Perawat Setelah Tindakan ECT ... 16

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 17


(4)

3.2 Defenisi Operasional ... 18

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 19

4.1 Desain Penelitian ... 19

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 19

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

4.4 Pertimbangan Etik ... 20

4.5 Instrumen Penelitian ... 21

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 23

4.7 Pengumpulan Data ... 24

4.8 Analisa Data ... 24

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 25

5.1 Hasil Penelitian ... 26

5.1.1 Karakteristik Responden ... 26

5.1.2 Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Sebelum dan Sesudah ... 27

5.2 Pembahasan ... 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

6.1 Kesimpulan ... 36

6.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1 : Persetujuan Responden Lampiran 2 : Kuesioner

Lampiran 3 : Jadwal Kegiatan Proposal Penelitian Lampiran 4 : Rencana Anggaran Biaya Penelitian Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 6 : Master Tabel

Lampiran 7 : Tabel Distribusi Frekuensi Lampiran 8 : Reliabilitas


(5)

Tabel 1 : Tabel Kerangka Konsep ... 15

Tabel 2 : Tabel Defenisi Operesional ... 16

Tabel 5.1: Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 26

Tabel 5.2: Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden... 27

Tabel 5.3: Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Perawat Sebelum ECT ... 28


(6)

Judul : Peran Perawat Sebelum dan Sesudah ECT Di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Medan.

Peneliti : Azizah Ummiyana

Program : Sarjana Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2011 – 2012

ABSTRAK

Terapi kejang listrik merupakan salah satu terapi dalam kelompok terapi total. Terapi ini berupa terapi fisik dengan pasien-pasien psikiatri dengan indikasi dan cara tertentu. Kehilangan memori dan kekacauan mental sementara merupakan efek samping yang paling umum dimana perawat merupakan hal yang penting hadir pada saat pasien sadar setelah ECT, supaya dapat mengurangi ketakutan-ketakutan yang disertai dengan kehilangan memori. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi peran perawat sebelum dan sesudah ECT (Electro Convulsive

Terapy) di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Desain penelitian

ini menggunakan desain deskriptif. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 124 orang dan sampel dimabil dengan tehnik purposive sampling yaitu tehnik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti yaitu sebanyak 31 orang. Tehnik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian ini manunjukkan semua reponden (100%) perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan terlaksana. Hal ini didukung oleh umur responden yang rata-rata 37 tahun yang merupakan usia produktif dalam bekerja, selain itu didukung pendidikan responden mayoritas D3 Keperawatan sebanyak 67,74%. Hasil penelitian yang diperoleh disimpulkan bahwa peran perawat sebelum dan sesudah ECT terlaksana. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya mempertahankan mutu asuhan keperawatan dalam pelaksanaan ECT sesuai dengan prosedur dan standar tindakan pelayanan keperawatan dan diharapkan penelitian ini dilanjutkan dengan melakukan penelitian yang berhubungan dengan peran perawat dalam pelaksanaan ECT dengan cara observasi agar penelitian ini lebih sempurna dan lebih baik.