Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Peran Perawat Sesudah ECT Peran Perawat Sesudah ECT Frekuensi Persentase 1. Tidak Terlaksana 2. Terlaksana Sebagian 3. Terlaksana 9 22 29,0 70,96 Tabel 5.4 menunjukkan bahwa peran perawat sesudah ECT terlaksana sebanyak 70,96 dan 29,0 hanya terlaksana sebagian.

5.2 Pembahasan

Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan. Penelitian ini 100 perawat melakukan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan dalam pelaksanaan sebelum dan sesudah ECT di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Hal ini didukung oleh tingkat pendidikan perawat yang mayoritas mempunyai pendidikan D3 Keperawatan yaitu sebanyak 21 orang 67,74. Menurut Mubarak 2006 semakin tinggi pengetahuan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai Universitas Sumatera Utara yang baru diperkenalkan. Selain itu didukung juga dengan usia responden dengan rata-rata 37 tahun yang termasuk dalam rentang usia produktif dalam bekerja, menurut Badan Pusat Statistik menetapkan usia produktif dalam bekerja adalah 15-50 tahun Prianti, 2011. Peran perawat sebelum ECT 100 terlaksana dengan baik, sementara peran perawat sesudah ECT hanya 70,96 perawat yang melaksanakan perannya sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan selebihnya 29.0 hanya terlaksana sebagian. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat dari Hidayat 2007 menyatakan bahwa peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar dapat direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks. Seharusnya sebagai seorang perawat profesional harus melaksanakan seluruh rangkaian asuhan keperawatan dengan baik. Sebagaimana menurut Hidayat 2007 bahwa peran perawat adalah merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kependudukan dalam system, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Universitas Sumatera Utara Sedangkan menurut Barbara 1995 peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu Lailia, 2009. Seluruh responden 100 melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien sebelum tindakan ECT dilakukan. Sebelum tindakan ECT dilakukan pasien harus dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT Riyadi, 2009. Responden melakukan perannya sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan seluruh responden melakukan pemeriksaan fisik sebelum ECT dilaksanakan yang berguna untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan yang terjadi pada pasien yang merupakan kontraindikasi ECT. Hal ini sangat penting dilakukan karena sebelum terapi kejang listrik dilakukan pasien harus diperiksa keadaan umumnya dengan teliti, terutama jantung dan pernafasan, konvulsi yang dirasakan oleh pasien itu sangat berat bagi sistem kardiovaskuler dan menyangkut juga pada sistem pernafasan Maramis 2004. Pada prakteknya tindakan ini diharapkan dapat dipertahankan untuk dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan terhadap pasien dengan gangguan jiwa yang diindikasikan mendapat terapi kejang listrik karena banyaknya efek samping yang dapat terjadi. Responden tidak setuju jika persetujuan inform consent dari pasien atau keluarga tidak penting sebelum tindakan ECT dilaksanakan yaitu sebanyak 51,6. Universitas Sumatera Utara Sebagaimana menurut Riyadi 2009 yang menyatakan bahwa sebelum tindakan ECT dilaksanakan persetujuan atau inform consent harus didapatkan dari klien atau keluarga. Sementara itu sebanyak 29,0 responden tidak melaksanakan tindakan ini karena menganggap bahwa persetujuan tindakan telah dilakukan diawal pertama masuk rumah sakit. Menurut Isaacs 2004, dengan persetujuan tindakan informed consent pasien mendapatkan informasi yang adekuat tentang perawatan dan pengobatan serta memberikan persetujuan atas pengobatan tersebut, dengan memberikan informasi pengetahuan klien dan keluarga bertambah mengenai terapi kejang listrik dimana pasien dan terlebih keluarga tahu efek keuntungan yang diharapkan, rutinitas prapengobatan, rutinitas pasca pengobatan. Responden menganjurkan pasien untuk puasa 4-6 jam sebelum tindakan ECT dilaksanakan sebanyak 96,8 dan sebanyak 93,5 responden memberitahu pasien untuk melepaskan perhiasan, kaca mata, jepit rambut dan gigi palsu hal ini sesuai dengan pendapat Riyadi 2009 perawat harus memeriksan status puasa pasien setelah tengah malam dan meminta pasien untuk melepaskan perhiasan, jepit rambut, kaca mata, dan alat bantu pendengaran dan semua gigi palsu dilepaskan. Menurut Maramis 2004, bahwa persiapan antara lain penderita harus puasa supaya jangan sampai pasien muntah dan tersedak waktu ia tidak sadar bahaya pneumonia, gigi palsu yang dapat dilepaskan harus dikeluarkan, juga benda-benda lain yang ada dalam mulut permen dan sebagainya. Mayoritas responden menganjurkan pasien untuk berkemih dan melakukan defekasi sebelum ECT dilakukan terhadap pasien yaitu sebanyak 87,1. Universitas Sumatera Utara Sebagaimana menurut Riyadi 2009 yang menyatakan bahwa klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi. Kandung kemih dan rectum perlu dikosongkan supaya penderita tidak mengotori dirinya dan tempat tidur bila terjadi inkontinesia. Tidak melakukan pemeriksaan laboratorium karena telah melakukan pemeriksaan fisik, mayoritas responden tidak pernah melakukan tindakan ini yaitu sebanyak 64,5 selalu melakukan pemeriksaan laboratorium walaupun telah melakukan pemeriksaan fisik dan sebanyak 71 responden selalu melakukan pengkajian keadaan umum dan status kesehatan pasien sebelum ECT dilaksanakan. Sebagaimana menurut Riyadi 2009 lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT. Tindakan ini harus dilakukan karena adanya kontraindikasi ECT sebagaimana menurut Tomb 2003, yang menyatakan bahwa resiko sangat tinggi pada peningkatan tekanan intrakranial karena tumor otak, infeksi sistem saraf pusat terapi kejang listrik dengan sangat singkat meningkatkan tekanan sistem saraf pusat dan resiko hernia tentorium untuk resiko sedang osteoartritis berat, osteoartritis atau faktur baru, ablasi retina dan penyakit kardiovaskuler. Responden membantu pasien berorientasi terhadap waktu dan tempat sebanyak 74,2 dan sebanyak 64,5 responden menjelaskan kembali tentang tindakan ECT yang telah dilakukan. Menurut Townsend 1998 merupakan hal yang penting perawat hadir saat pasien sadar supaya dapat mengurangi ketakutan- ketakutan yang disertai dengan kehilangan memori. Universitas Sumatera Utara Mendengarkan ungkapan ketakutan dan kecemasan pasien sebanyak 48,4 responden selalu melakukan tindakan tersebut. Menurut Townsend 1998, sesudah ECT dilakukan perawat harus membiarkan pasien mengatakan ketakutan dan kecemasannya yang berhubungan dengan pelaksanaan ECT terhadap dirinya. Dengan demikian pasien merasa diperhatikan dan diharapkan dapat membantu mengatasi ketakutan dan kecemasan klien. Seharusnya responden harus selalu melakukan tindakan ini karena dapat membantu pasien untuk mengeksplorasi perasaan pasien dan dapat membantu mengatasi kecemasan yang dirasakan pasien tersebut. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden n=31 : 100 perannya terlaksana sebagai pemberi asuhan keperawatan dalam pelaksanaan sebelum dan sesudah ECT dengan baik. Hal ini didukung oleh tingkat pendidikan perawat yang mayoritas mempunyai pendidikan D3 Keperawatan yaitu sebanyak 21 orang 67,74. Selain itu, didukung juga dengan usia responden yang rata-rata berumur 37 tahun yang termasuk ke dalam masa usia produktif bekerja, sehingga mendukung peran responden semakin terlaksana dengan baik.

6.2 Saran

1 Bagi Praktek Keperawatan Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya mempertahankan mutu asuhan keperawatan dalam pelaksanaan ECT sesuai dengan prosedur dan standar tindakan pelayanan keperawatan. 2 Bagi Pendidikan Agar meningkatkan pendidikan mahasiswa mengenai peran perawat dalam pelaksanaan ECT dan menyediakan fasilitas peralatan yang mendukung pelaksanaan saat pembelajaran praktikum ECT. Universitas Sumatera Utara